Tingkat Pencemaran Pesisir Kronjo Kabupaten Tangerang, Banten
TINGKAT PENCEMARAN PESISIR KRONJO
KABUPATEN TANGERANG, BANTEN
RUNI YUSTINI KARTIKA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Pencemaran
Pesisir Kronjo Kabupaten Tangerang, Banten adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2014
Runi Yustini Kartika
NIM C24100048
ABSTRAK
RUNI YUSTINI KARTIKA. Tingkat Pencemaran Pesisir Kronjo Kabupaten
Tangerang, Banten. Dibimbing oleh SIGID HARIYADI dan ACHMAD
FAHRUDIN.
Tingkat pencemaran perairan perlu dikaji untuk mengetahui kesesuaian air
dengan peruntukannya. Tujuan penelitian ini menentukan tingkat pencemaran di
pesisir Kronjo. Metode yang digunakan berdasarkan Indeks Pencemaran (IP) dan
Indeks STORET. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pencemaran berdasarkan
Indeks Pencemaran berkisar antara 2.1–7.0, tergolong tercemar ringan hingga
tercemar sedang. Hasil yang berbeda diperoleh jika dievaluasi berdasarkan Indeks
STORET. Pencemaran Sungai Cidurian dan Sungai Cipasilian telah tercemar
berat dengan Indeks STORET -53 hingga -86. Parameter yang tidak sesuai baku
mutu, yaitu kekeruhan, TSS, TDS, BOD5, fenol, CN, NO2-N, DO, O-PO4, H2S,
COD, NH3-N, Pb, Cr, Cu, Zn, fecal coliform, dan total coliform. Indeks
Pencemaran (IP) menunjukkan untuk laut zona I 1.8-7.1 dan laut zona II 1.2-5.1,
kategori tercemar ringan sampai tercemar sedang. Evaluasi dengan STORET
menunjukkan laut zona I dan zona II tercemar sedang dengan Indeks STORET 12 hingga -29. Parameter yang tidak sesuai baku mutu, yaitu kekeruhan, TSS,
H2S,O-PO4, dan Pb. Hasil penilaian perbandingan kedua metode tersebut, metode
STORET lebih baik digunakan karena memiliki penilaian yang ketat terhadap
pencemaran.
Kata kunci: Indeks Pencemaran, Indeks STORET, pesisir Kronjo, tingkat
pencemaran
ABSTRACT
RUNI YUSTINI KARTIKA. Level of Pollution in Coastal Kronjo, Kabupaten
Tangerang, Banten. Supervised by SIGID HARIYADI dan ACHMAD
FAHRUDIN.
Water quality status should be assessed to determine the suitability of water
intended. The purpose of this study establish the status of water quality in Kronjo
Coastal. There are two methods that using, Pollution Index (PI) and STORET.
The level of contamination by Pollution Index ranged between 2.1-7.0 with
polluted slightly to moderately polluted. However, different results are obtained if
evaluated based on STORET. The results showed that the pollution status of
Cidurian River and Cipasilian River been heavily polluted by a score of -53 to -86.
Parameters that unsuitable with standard quality such as turbidity, TSS, TDS,
BOD5, fenol, CN, NO2-N, DO, O-PO4, H2S, COD, NH3-N, Pb, Cr, Cu, Zn, fecal
coliform, and total coliform. Pollution Index showed for Kronjo Sea zone I are
1.8-7.1 and zone II are 1.2-5.1, included category polluted slightly to moderately
polluted. Evaluation based on STORET give the result for zone I and II Kronjo
sea was polluted by a score of STORET -12 to -29. Parameters that unsuitable
with standard quality such as turbidity, TSS, O-PO4, H2S, and Pb. As the result
assessment comparison of two methods, the STORET methods better used. It has
a rigorous assessment against pollution.
Keywords: Kronjo coastal, Pollution Index, STORET Index , water quality status,
TINGKAT PENCEMARAN PESISIR KRONJO
KABUPATEN TANGERANG, BANTEN
RUNI YUSTINI KARTIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang memberikan segala limpahan
rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Tingkat Pencemaran Pesisir Kronjo
Kabupaten Tangerang, Banten.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi di
departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.
2. Beasiswa PPA/BBM yang telah memberikan tambahan dana selama masa
perkuliahan.
3. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Ir
Achmad Fahrudin, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
4. Dr Majariana Krisanti, SPi MSi, selaku dosen penguji tamu dan Dr Ir Niken
Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku komisi pendidikan Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.
5. PT Kapuk Naga Indah dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LPPM) IPB atas pemberian kesempatan dan bantuan dana
penelitian.
6. Dr Ir Achmad Fahrudin MSi sebagai dosen pembimbing akademik.
7. Keluarga: Papap (Agus), Ibu (Enden), Adik (Reka, Rosa, Retno) atas kasih
sayang, doa, dan dukungan baik moril ataupun materil.
8. Teman-teman penelitian Kronjo: Kak Anna, Kak Asep, Kak Dede, Anissa,
Werdhiningtyas, Febi, Inggar, Andini, Sherly, Ardhito, Nina, Fany, dan
Akrom.
9. Teman-teman MSP angkatan 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
terima kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Runi Yustini Kartika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Kerangka Kajian Teori
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Waktu dan Lokasi Penelitian
3
Alat dan Bahan
3
Prosedur Penelitian
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Hasil
7
Tingkat pencemaran pesisir Kronjo berdasarkan Indeks Pencemaran (IP)
7
Tingkat pencemaran pesisir Kronjo berdasarkan STORET
9
Parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu
10
Perbandingan tingkat pencemaran menggunakan Indeks Pencemaran dan
Indeks STORET
11
Pembahasan
14
KESIMPULAN DAN SARAN
17
Kesimpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Prosedur pengawetan parameter kualitas air yang dianalisis di
laboratorium
Parameter dan metode analisis kualitas air
Evaluasi terhadap nilai Indeks Pencemaran (IP)
Penentuan sistem nilai dengan Indeks STORET
Klasifikasi mutu air berdasarkan Indeks STORET
Parameter yang tidak memenuhi baku mutu menurut PP No. 82
Tahun 2003 kelas III dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air laut pada biota laut di
Sungai Cidurian
Parameter yang tidak memenuhi baku mutu menurut PP No. 82
Tahun 2003 kelas III dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air laut pada biota laut di
Sungai Cipasilian
Parameter yang tidak sesuai baku mutu di zona I menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu
air laut pada biota laut
Parameter yang tidak sesuai baku mutu di zona II menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk
baku mutu air laut pada biota laut
5
5
6
7
7
12
12
13
13
DAFTAR GAMBAR
Diagram alir rumusan masalah penelitian
Lokasi Penelitian di Sungai Cidurian (C1 dan C2), Sungai Cipasilian
(K1 dan K2) dan Laut Kronjo (K01-K09 dan M01-M06)
3 Tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cidurian berdasarkan
Indeks Pencemaran (IP)
4 Tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cipasilian berdasarkan
Indeks Pencemaran (IP)
5 Indeks Pencemaran di laut zona I pada bulan April dan Agustus
6 Indeks Pencemaran di laut zona II pada bulan April dan Agustus
7 Indeks STORET untuk Sungai dan Muara Cidurian (C1, C2) serta
Sungai dan Muara Cipasilian (K1, K2)
8 Indeks STORET di laut zona I dan zona II pada bulan April dan
Agustus
9 Perbandingan tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cidurian
(C1, C2) serta Sungai dan Muara Cipasilian (K1, K2) dengan
menggunakan Indeks Pencemaran dan Indeks STORET
10 Perbandingan tingkat pencemaran di laut zona I dan zona II dengan
menggunakan Indeks Pencemaran dan Indeks STORET
1
2
3
4
8
8
9
9
10
10
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Lokasi pengambilan contoh
Letak geografis titik pengambilan contoh
Waktu pengambilan contoh
Contoh perhitungan Indeks Pencemaran (IP)
Contoh perhitungan indeks STORET
20
21
21
22
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai, muara, dan laut pada
wilayah tersebut. Perubahan sifat sungai yang terjadi akibat kegiatan manusia
akan mengakibatkan penurunan kualitas perairan.
Peningkatan kegiatan
penduduk baik dalam hal pemukiman, pertanian maupun industri yang terjadi
pada dua dasa warsa terakhir menyebabkan peningkatan pembuangan limbah, dan
selama ini sungai menjadi lokasi pembuangan limbah dari aktivitas tersebut. Oleh
karena itu, dapat dipastikan telah terjadi penurunan kualitas perairan dari sungai,
muara, sampai dengan laut. Pencemaran laut menurut GESAMP (1990) adalah
dimasukkannya oleh manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung
senyawa-senyawa dan energi ke lingkungan laut (termasuk estuaria) yang dapat
menyebabkan dampak negatif terhadap sumber daya hayati, kesehatan masyarakat,
gangguan aktivitas maritim termasuk didalamnya aktivitas penangkapan ikan,
penurunan kualitas air sesuai peruntukannya dan penurunan minat rekreasi.
Pencemaran laut mencakup didalamnya ancaman dari sumber-sumber daratan,
tumpahan minyak, limbah tak terolah, pengeruhan perairan, pengayaan nutrisi,
spesies invasif, pencemaran organik persisten (POPs), logam berat, pengasaman
perairan, senyawa radioaktif, sampah, penangkapan berlebih dan penghancuran
habitat pesisir (Mukhtasor 2007).
Laut memiliki daya homeostatis, yaitu kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan dan merupakan ekosistem perairan yang memiliki daya dukung
untuk memurnikan diri dari segala gangguan yang masuk ke dalam badan perairan.
Kenyataanya, perairan pesisir merupakan penampungan akhir segala jenis limbah
yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, (Dahuri et al. 2001). Laut menerima
bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian, limbah rumah tangga,
sampah, bahan buangan dari kapal, dan tumpahan minyak lepas pantai (Darmono
2001). Jika beban yang diterima oleh perairan telah melampaui daya dukung,
maka kualitas air akan menurun. Lingkungan perairan tidak sesuai lagi dengan
kriteria baku mutu yang ditetapkan, perairan tersebut telah tercemar baik secara
fisik, kimia, maupun mikrobiologi.
Pesisir Kronjo merupakan wilayah pesisir yang ada di utara Kabupaten
Tangerang. Sungai yang bermuara di pesisir ini adalah Sungai Cidurian dan
Cipasilian. Sungai Cidurian dan Cipasilian berdasarkan Dinas Sumber Daya Air
dan Pemukiman Provinsi Banten, termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)
Provinsi Banten. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, Kabupaten Tangerang merupakan salah
satu jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota yang berada pada wilayah
kabupaten yang pendayagunaannya untuk melayani daerah sekitarnya. Menurut
Perda Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 50 menyatakan
kawasan budi daya di Tangerang meliputi: pertanian, perikanan, industri,
pariwisata, dan pemukiman. Semua kawasan ini menyumbang limbah yang
mengalir melalui sungai dan akan terbawa hingga perairan laut.
Penelitian Mezuan (2007) menunjukan bahwa pencemaran yang terjadi di
sungai akan menurunkan kualitas air laut yang menjadi tempat bermuaranya
2
sungai tersebut. Limbah dari kegiatan domestik, pertanian, dan industri di
sepanjang aliran sungai memberikan dampak penurunan kualitas air, sehingga air
tidak dapat digunakan sesuai peruntukannya (Hendrawan 2005; Suwari et al.
2010; Fulazzaky et al. 2010; Putri 2011; Agustiningsih et al. 2012; Ali et al.
2013). Pencemaran dapat diamati dari beberapa parameter kualitas air seperti
suhu, warna, pH, kecepatan arus, kecerahan, kekeruhan, TSS, TDS, DO dan BOD
(Soekadi 1999), COD dan fosfat (Liu et al. 2011), NO3, NO2, NH3, TP (Siahaan et
al. 2011; Ali et al. 2013), bakteri (Darmayati et al. 2009), sianida (Polii et al.
2002), logam berat (Rochyatun et al. 2005; Agustina et al. 2012), minyak dan
lemak (Hendrawan 2008). Parameter kualitas air lainnya yang penting untuk
diamati adalah alkalinitas, kesadahan, fenol, silika, fluorida, klorida, besi (Fe),
Cr6+, klorin, dan surfaktan (Effendi 2003; Rahayu et al. 2009). Konsentrasi
parameter BOD, COD, TSS, nitrogen, fosfat, fecal coliform dan total coliform
yang cenderung meningkat, serta kecerahan dan DO yang semakin menurun,
menunjukkan adanya pencemaran (Soewandita dan Sudiana 2010; Siahaan et al.
2011).
Penentuan status mutu perairan menurut Suwari et al. (2010) merupakan
salah satu langkah awal dalam proses pemantauan dan pencegahan terhadap
penurunan kualitas suatu perairan. Penentuan status mutu air merupakan langkah
awal agar dapat mengetahui kondisi perairan, sehingga pengelolaan perairan dapat
dilakukan sesuai dengan tingkat pencemaran yang terjadi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan kajian mengenai kualitas perairan di pesisir Kronjo untuk mengetahui
besar tingkat pencemaran yang terjadi, agar menjadi pertimbangan dalam
pengelolaan kawasan pesisir Kronjo.
Kerangka Kajian Teori
Kegiatan domestik, pertanian, dan industri di sepanjang aliran Sungai
Cidurian dan Cipasilian akan menghasilkan limbah. Limbah sebagai sumber
pencemar dapat menyebabkan penurunan kualitas air, baik di perairan sungai,
muara, maupun di perairan laut. Kualitas air yang memenuhi baku mutu
menunjukkan perairan dalam kondisi baik, sedangkan kualitas air yang tidak
memenuhi baku mutu menunjukkan perairan dalam kondisi tercemar. Apabila
diperoleh hasil evaluasi perairan telah tercemar, maka perlu dilakukan
pengendalian terhadap pencemaran. Apabila diperoleh hasil kualitas perairan
sesuai baku mutu, maka perlu dijaga agar tidak terjadi pencemaran. Pengamatan
kualitas air di pesisir Kronjo perlu dilakukan untuk menentukan tingkat
pencemaran dan menjadi bahan pertimbangan pengelolaan pesisir yang
berkelanjutan. Kerangka kajian teori penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat pencemaran pesisir Kronjo
berdasarkan Indeks Pencemaran dan Indeks STORET dan menentukan metode
yang lebih tepat digunakan.
3
Sumber pencemaran
di pesisir Kronjo
Kualitas air
pesisir Kronjo
Apakah pendekatan yang
digunakan dapat menghasilkan
tingkat pencemaran yang sama?
Ya
Tidak
Kriteria penggunaan kedua
pendekatan (waktu, banyaknya
data, dan sistem penilaian)
Tingkat pencemaran perairan baik,
tercemar ringan, sedang, atau berat
Gambar 1 Diagram kerangka kajian teori penentuan tingkat pencemaran
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat
pencemaran perairan di pesisir Kronjo dari masukan limbah Sungai Cidurian dan
Cipasilian sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan
dalam menentukan kebijakan pengelolaan pesisir Kronjo Kabupaten Tangerang,
Banten secara berkelanjutan.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pesisir Kronjo Kabupaten Tangerang, Banten.
Lokasi pengambilan contoh terketak di Sungai Cidurian, Sungai Cipasilian, dan
Laut Kronjo (Gambar 2 dan Lampiran 1). Pengambilan contoh air dilakukan pada
bulan April dan Agustus 2013. Selanjutnya, dilakukan analisis kualitas air di
Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insititut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pengambilan contoh air dan pengamatan
parameter kualitas air di lapang, yaitu Van Dorn water sampler, botol sampel,
coolbox, CTD, DO meter, dan secchi disk. Instrumen yang digunakan untuk
analisis parameter kualitas air di laboratorium, yaitu spektrophotometer, Atomic
Absorption Spectrometry (AAS), COD reaktor, BOD inkubator, pH meter,
turbiditimeter, dan seperangkat peralatan gelas untuk reaksi kimia. Bahan yang
digunakan, yaitu air contoh, bahan-bahan kimia untuk analisis parameter fisika,
kimia, dan mikrobiologi perairan, dan bahan-bahan kimia untuk preservasi contoh
air.
4
Prosedur Penelitian
Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April dan Agustus 2013 di
pesisir Kronjo (Gambar 2). Pengambilan contoh air sungai dan muara dilakukan
setiap satu bulan sekali pada bulan April, Juni, Juli dan Agustus (Lampiran 3).
Pengambilan contoh air laut dilakukan pada bulan April dan Agustus. Lokasi
pengambilan contoh terletak di Sungai Cidurian dan Cipasilian (C1, K1), muara
Sungai Cidurian dan Cipasilian (C2, K2) dan Laut Kronjo (K01–M06). Laut
terdiri dari dua zona, yaitu laut zona I yang lebih dekat ke daratan (K01, K02, K03,
M01, M02, M03 dan M04) dan laut zona II yang lebih jauh dari daratan (K04,
K05, K06, K07, K08, K09, M05, dan M06). Koordinat lokasi pengamatan
disajikan pada Lampiran 2.
Gambar 2 Lokasi Penelitian di Sungai Cidurian (C1 dan C2), Sungai Cipasilian
(K1 dan K2) dan Laut Kronjo (K01-K09 dan M01-M06)
Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah metode survey. Data yang dikumpulkan
adalah data primer. Data primer yang diambil berupa data kualitas air meliputi
parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi. Data kualitas air didapatkan dari 19
lokasi titik pengambilan contoh air yang mewakili ketiga bagian perairan, yaitu
tawar, payau, dan laut. Titik pengambilan contoh ini terdiri masing-masing 2 titik
di sungai Cidurian dan Cipasilian (badan sungai yang berjarak ± 2 km dari muara
dan muara) dan 15 titik di laut (terdiri dari tiga segmen , tiap segmen dibagi
menjadi lima titik sampling). Contoh air yang diambil yaitu air permukaan.
Pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian (insitu) dan melalui
analisis laboratorium. Pengumpulan data secara insitu dilakukan untuk parameter
suhu, salinitas, warna, kecerahan, pH, dan DO. Parameter lainnya dianalisis di
laboratorium dengan sebelumnya dilakukan preservasi saat pengambilan air
5
contoh di lapang (Tabel 1). Tabel 2 merupakan parameter yang dianalisis di
laboratorium.
Tabel 1 Prosedur pengawetan parameter kualitas air yang dianalisis di
laboratorium
Parameter
COD, minyak & lemak, Total-P, NH3, NO2,
NO3, Fenol
Logam Pb, Cd, Cu, Zn, Cr
Sulfida (H2S)
CNMikrobiologi
Parameter fisika dan anion-kation mayor
Prosedur Pengawetan
Penambahan H2SO4 hingga pH sampel air < 2
Penambahan HNO3 hingga pH sampel air < 2
Penambahan Zn asetat+NaoH 6 N
Penambahan NaOH
Penambahan Na2S2O2
Tanpa preservasi
Sumber: APHA, AWWA, WEF (2012)
Tabel 2 Parameter dan metode analisis kualitas air
Parameter
Fisika
Kekeruhan
TSS
TDS
Kimia
BOD5
COD
N-NO2N-NO3N-NH3
Total-P
O-PO4
Fenol
Sianida (CN-)
Fluorida (F-)
Cr6+
Sulfida (H2S)
Surfaktan
Minyak & Lemak
Zn, Pb, Cd, Cu, Cr
Mikrobiologi
Total coliform
Fecal coliform
Satuan
Metode Analisis
NTU
mg/L
mg/L
Nephelometrik
Gravimetri
Gravimetri
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
5 Day BOD Test
Closed Reflux, Colorimetric Method
Colorimetric Method
Cadmium Reduction
Phenate-Methode
Manual Digestion and Flow Injection
Flow Injection Analysis for O-PO4
Direct Photometric
Colorimetric Methode
SPADN Method
Colorimetric Method
Methylene Blue Method
Anionic Surfactan MBAS
Liquid-liquid, Partition Gravimetric Method
Direct Air Acetylene Flame Method dan Extraction/ Air
Acetylene Flame Methode
MPN/100 ml
MPN/100 ml
MPN
MPN
Sumber: APHA, AWWA, WEF (2012)
Analisis Data
Analisis Status Mutu Air
Analisis data kualitas air dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu menggunakan
Indeks Pencemaran (IP) dan Indeks STORET. Penggunaan kedua metode ini
berdasarkan atas Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003
tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, bahwa penentuan status mutu air
6
dapat menggunakan metode STORET atau metode Indeks Pencemaran. Prinsip
kedua metode ini membandingkan data parameter kualitas air dengan baku mutu
air. Evaluasi air sungai menggunakan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 kelas III, sedangkan untuk air muara dan laut menggunakan baku
mutu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk baku
mutu air laut pada biota laut.
a.
Indeks Pencemaran
Indeks Pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif
terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow 1991). Indeks
Pencemaran memiliki kelebihan dapat menentukan tingkat pencemaran di suatu
titik pada satu kali pengamatan. Apabila data yang didapat berupa data series,
maka dapat terlihat perubahan nilai Indeks Pencemaran.
√
( )
2
2
( )
2
Keterangan:
IP
: Indeks Pencemaran
Ci
: konsentrasi parameter kualitas air (i) (satuan disesuaikan dengan
parameter kualitas air yang diamati)
Lij
: baku mutu parameter kualitas air (i) peruntukan air (j) (satuan
disesuaikan dengan parameter kualitas air yang diamati)
(Ci/Lij)M : nilai maksimum Ci/Lij
(Ci/Lij)R : nilai rata-rata Ci/Lij
Hasil penghitungan nilai Indeks Pencemaran kemudian dievaluasi untuk
mengetahui status mutu air tersebut (Tabel 5).
Tabel 3 Evaluasi terhadap nilai Indeks Pencemaran (IP)
Nilai
0 < ≤ 1.0
1.0 < ≤ 5.0
5.0< IP ≤ 10
IP > 10
Status Mutu Air
Baik
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Sumber: KEPMEN LH Nomor 115 Tahun 2003
b.
Indeks STORET
Analisis tingkat pencemaran dengan Indeks STORET dilakukan untuk
mengetahui tingkat pencemaran perairan di wilayah pengamatan secara
komprehensif. Penggunaan STORET harus memenuhi aturan, yaitu data time
series atau space series, sedikitnya terdapat 2 seri data. Penilaian pencemaran
perairan terdiri dari tiga kategori, meliputi paramater fisika, kimia, dan
mikrobiologi yang masing-masing parameter memiliki nilai tertentu. Setiap
parameter kualitas air yang dianalisis, kemudian dihitung nilai minimum,
maksimum, dan rata-rata. Ketiga nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan
7
baku mutu dan diberi nilai. Jika hasil perhitungan didapat sesuai dengan baku
mutu, maka diberi nilai 0, sedangkan jika hasil perhitungan didapat tidak sesuai
dengan baku mutu, maka diberi nilai tertentu. Pemberian nilai mengacu pada
sistem penilaian untuk menentukan tingkat pencemaran perairan (Tabel 3). Total
nilai yang didapat dievalusi untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan sesuai
klasifikasi mutu air berdasarkan US-EPA (Tabel 4).
Tabel 4 Penentuan sistem nilai dengan Indeks STORET
Jumlah
Contoha
< 10
> 10
Nilai
Maksimum
Minimum
Rata-rata
Maksimum
Minimum
Rata-rata
Fisika
-1
-1
-3
-2
-2
-6
Parameter
Kimia
-2
-2
-6
-4
-4
-12
Biologi
-3
-3
-9
-6
-6
-18
Sumber: Canter 1977 dalam KEPMEN LH Nomor 115 Tahun 2003; aJumlah data dari tiap
parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air
Tabel 5 Klasifikasi mutu air berdasarkan Indeks STORET
Kelas
A
B
C
D
Kriteria
Baik sekali
Baik
Sedang
Buruk
Skor
0
-1 s/d -10
-11 s/d -30
≥ -31
Status Mutu Air
Baik
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Sumber: KEPMEN LH Nomor 115 Tahun 2003 [Sistem nilai dari United States-Environmental
Protection Agency (US-EPA)]
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tingkat pencemaran pesisir Kronjo berdasarkan Indeks Pencemaran (IP)
Indeks Pencemaran merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui status mutu perairan. Indeks Pencemaran yang bernilai kurang dari 1
memiliki kriteria baik sekali, sedangkan nilai Indeks Pencemaran yang lebih dari
1 menunjukkan terjadi pencemaran. Gambar 3 merupakan Indeks Pencemaran
untuk Sungai Cidurian. Perubahan Indeks Pencemaran terjadi dari titik ke titik
dan waktu ke waktu. Indeks Pencemaran di sungai (C1) berkisar antara 2.1
hingga 4.2. Tingkat pencemaran di Sungai Cidurian tergolong tercemar ringan.
Indeks Pencemaran di muara (C2) berkisar antara 2.9 hingga 6.8. Tingkat
pencemaran di Muara Sungai Cidurian tergolong tercemar ringan dan tercemar
sedang. Peningkatan Indeks Pencemaran dari sungai ke muara menunjukkan
8
Indeks Pencemaran (IP)
terjadi akumulasi pencemar di muara, sehingga Indeks Pencemaran di muara lebih
tinggi dibandingkan Indeks Pencemaran di sungai.
8
7
6
5
4
3
2
1
0
6.8
4.9
4.9
4.2
4.0
3.6
2.9
tercemar
ringan
2.1
April
Juni
Sungai Cidurian (C1)
tercemar
sedang
Juli
Agustus
baik
Muara Cidurian (C2)
Gambar 3 Tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cidurian berdasarkan Indeks
Pencemaran (IP)
Indeks Pencemaran (IP)
8
7.0
7
6
5
tercemar
sedang
5.4
4.7
4.5
3.5
4
4.3
3.2
3.0
3
tercemar
ringan
2
1
baik
0
April
Juni
Sungai Cipasilian (K1)
Juli
Agustus
Muara Cipasilian (K2)
Gambar 4 Tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cipasilian berdasarkan
Indeks Pencemaran (IP)
Gambar 4 menunjukkan Indeks Pencemaran di Sungai Cipasilian. Indeks
Pencemaran di sungai (K1) berkisar antara 3.0 hingga 5.4. Tingkat pencemaran di
Sungai Cipasilian tergolong tercemar ringan hingga tercemar sedang. Indeks
Pencemaran di muara (K2) berkisar antara 3.2 hingga 7.0. Tingkat pencemaran
di Muara Cipasilian tergolong tercemar ringan hingga tercemar sedang. Indeks
Pencemaran cenderung mengalami penurunan dari sungai ke muara setiap
bulannya, kecuali pada bulan Agustus terjadi peningkatan pencemaran dari sungai
ke muara.
Berikut ini merupakan Indeks Pencemaran pada zona I dan zona II (Gambar
5 dan 6). Laut zona I terdiri dari titik K01, K02, K03, M01, M02, M03 dan M04.
Indeks Pencemaran bulan April terendah pada titik K01 dan K03, yaitu 3.3,
sedangkan tertinggi pada titik M03 yaitu 4.2. Tingkat pencemaran laut zona I
pada bulan April semua titik pengamatan tergolong tercemar ringan.
9
Indeks Pencemaran (IP)
8
7.1
6.5
7
6.0
5.6
6
5
4
4.1
3.3
3.4
3
2.1
4.2
3.8
3.3
2.1
tercemar
sedang
4.1
tercemar
ringan
1.8
2
1
0
baik
April
Agustus
Indeks Pencemaran (IP)
Gambar 5 Indeks Pencemaran di laut zona I pada bulan April dan Agustus
6
5.1
5
4
3
4.0
3.4
3.3
2.9 2.6
2.6 2.7
2.1
3.7
3.3
2.2
2
3.5
3.4
2.4
tercemar
sedang
tercemar
ringan
1.2
1
baik
0
April
Agustus
Gambar 6 Indeks Pencemaran di laut zona II pada bulan April dan Agustus
Indeks Pencemaran bulan Agustus terendah pada titik M02, yaitu 1.8
sedangkan tertinggi pada titik K01 yaitu 7.1. Tingkat pencemaran laut zona I
pada bulan Agustus tergolong tercemar ringan dan tercemar sedang. Indeks
Pencemaran zona II bulan April terendah pada titik K07 senilai 2.6, sedangkan
tertinggi pada titik K09 sebesar 3.7. Tingkat pencemaran laut zona II pada bulan
April tergolong tercemar ringan untuk semua titik pengamatan.
Indeks
Pencemaran bulan Agustus terendah pada titik M05, yaitu 1.2 dan tertinggi pada
titik M06 yaitu 5.1 (Gambar 6). Tingkat pencemaran laut zona II pada bulan
Agustus, hampir semua titik tergolong tercemar ringan kecuali M06 tercemar
sedang.
Tingkat pencemaran pesisir Kronjo berdasarkan STORET
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran,
yaitu Indeks STORET. Berikut disajikan Indeks STORET untuk sungai Cidurian
dan Cipasilian (Gambar 7). Tingkat pencemaran Sungai Cidurian dan Sungai
Cipasilian berdasarakan Indeks STORET tergolong dalam kategori tercemar berat.
10
Sungai Cidurian (C1) dan Muara Cidurian (C2) memiliki Indeks STORET
berturut-turut -53 dan -65. Sungai Cipasilian (K1) dan Muara Cipasilian (K2)
memiliki indeks STORET berturut-turut -78 dan -86. Semua titik pengamatan
memiliki kriteria buruk dengan status mutu perairan tercemar berat.
Gambar 8 menunjukkan Indeks STORET untuk laut zona I dan zona II pada
bulan April dan Agustus. Perhitungan tingkat pencemaran menggunakan Indeks
STORET di Laut Kronjo untuk zona I pada bulan April didapatkan nilai -15 dan
pada bulan Agustus -24, sedangkan untuk zona II pada bulan April didapatkan
nilai -12 dan pada bulan Agustus -29. Tingkat pencemaran di Laut Kronjo
termasuk kategori tercemar sedang.
STORET
Sungai
Cidurian
0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
-70
-80
-90
-100
Muara
Cidurian
Sungai
Cipasilian
Muara
Cipasilian
tercemar ringan
tercemar sedang
tercemar berat
-53
-65
-78
-86
Gambar 7 Indeks STORET untuk Sungai dan Muara Cidurian (C1, C2) serta
Sungai dan Muara Cipasilian (K1, K2)
0
Zona I
Zona II
tercemar ringan
-5
STORET
-10
tercemar sedang
-12
-15
-15
-20
-25
-24
-30
-29
tercemar berat
-35
April
Agustus
Gambar 8 Indeks STORET di laut zona I dan zona II pada bulan April dan
Agustus
Parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu
Nilai Indeks Pencemaran dan Indeks STORET menunjukkan bahwa
perairan pesisir Kronjo dalam kondisi tercemar. Kondisi perairan yang tercemar
disebabkan oleh keberadaan beberapa parameter kualitas air yang tidak sesuai
dengan baku mutu (Tabel 6-9). Parameter kualitas air yang tidak sesuai dengan
11
baku mutu tersebut bersumber dari limbah aktivitas manusia di sepanjang aliran
sungai Cidurian dan Cipasilian.
Parameter yang melebihi baku mutu di Sungai Cidurian yaitu BOD5, NO2-N,
fenol, Pb, CN, Cr dan total coliform. Parameter yang tidak sesuai dengan baku
mutu di Muara Cidurian yaitu kekeruhan, TSS, O-PO4, DO, H2S, Cu, Pb, Zn, Cr,
total coliform, dan fecal coliform. Sungai Cipasilian tercemar oleh BOD5, COD,
TDS, H2S, Cr, NO2-N, CN, fenol, Pb, Zn, fecal coliform, dan total coliform.
Muara Cipasilian tercemar oleh kekeruhan, TSS, O-PO4, NH3-N, H2S, Cu, Pb, Zn,
Cr, BOD5, CN, fenol, dan total coliform. Pada titik muara, terdapat lebih banyak
parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu karena muara adalah tempat terjadi
akumulasi bahan pencemar sepanjang aliran sungai.
Bulan April dan Agustus terdapat beberapa parameter yang melampaui baku
mutu (Tabel 8). Titik K01 tercemar oleh O-PO4 pada bulan April, sedangkan
pada bulan Agustus tercemar oleh O-PO4 dan H2S. Titik K02 tercemar oleh OPO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh TSS dan OPO4. Titik K03 tercemar oleh O-PO4 dan TSS pada bulan April dan Agustus.
Titik M01 tercemar oleh kekeruhan, TSS, dan O-PO4 pada bulan April, sedangkan
pada bulan Agustus oleh kekeruhan, TSS, H2S dan O-PO4. Titik M02 tercemar
oleh kekeruhan dan O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus
tecemar oleh TSS. Titik M03 tercemar oleh kekeruhan dan O-PO4 pada bulan
April, sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh TSS, H2S dan O-PO4. Titik
M04 tecemar oleh kekeruhan, TSS, dan O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada
bulan Agustus tercemar oleh TSS, H2S dan O-PO4.
Tabel 9 merupakan parameter yang melebihi baku mutu di laut zona II.
Titik K04 tercemar oleh O-PO4 dan Pb pada bulan April, sedangkan pada bulan
Agustus tercemar oleh TSS, O-PO4, dan Pb. Titik K05 tercemar oleh O-PO4 dan
Pb pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh TSS, Pb, dan
O-PO4. Titik K06 tercemar oleh O-PO4 dan Pb pada bulan April, sedangkan pada
bulan Agustus tercemar oleh TSS, O-PO4, H2S, dan Pb. Titik K07 tercemar oleh
O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus TSS dan O-PO4. Titik
K08 tercemar O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus tecemar
oleh TSS dan Orto-P. Titik K09 tercemar oleh O-PO4 pada bulan April,
sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh TSS dan O-PO4. Titik M05
tercemar oleh O-PO4, sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh kekeruhan.
Titik M06 tercemar oleh O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus
tercemar oleh kekeruhan, O-PO4, dan H2S.
Perbandingan tingkat pencemaran menggunakan Indeks Pencemaran dan
Indeks STORET
Gambar 9 merupakan perbandingan tingkat pencemaran di Sungai Cidurian
dan Sungai Cipasilian dengan menggunakan Indeks STORET dan Indeks
Pencemaran (IP). Tingkat pencemaran Sungai Cidurian dan Cipasilian tercemar
berat berdasarkan Indeks STORET, sedangkan berdasarkan Indeks Pencemaran
yang telah dirata-ratakan termasuk tercemar ringan.
Gambar 10 merupakan perbandingan tingkat pencemaran di laut Kronjo
berdasarkan Indeks STORET dan Indeks Pencemaran. Laut zona I dan zona II
tergolong tercemar sedang berdasarkan STORET, sedangkan berdasarkan Indeks
Pencemaran yang sudah dirata-ratakan tergolong tercemar ringan.
12
Tabel 6 Parameter yang tidak memenuhi baku mutu menurut PP No. 82 Tahun 2003 kelas III dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air laut pada biota laut di Sungai Cidurian
Titik
Bulan
C1
April
Juni
Juli
Agustus
(Sungai Cidurian)
BOD5
NO2-N
•
Fenol
•
•
Parameter
Total Coliform
•
Pb
CN
•
•
•
•
•
Total Coliform
Cu
Pb
Zn
•
•
•
•
•
C2
Cu
Parameter
Bulan
(Muara Cidurian)
Cr
Kekeruhan
TSS
•
•
•
•
April
Juni
Juli
Agustus
DO
Orto-P
•
•
•
•
•
•
Cr
H2S
•
•
Fecal
coliform
•
•
•
•
•
Tabel 7 Parameter yang tidak memenuhi baku mutu menurut PP No. 82 Tahun 2003 kelas III dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air laut pada biota laut di Sungai Cipasilian
Titik
Bulan
K1
April
Juni
Juli
Agustus
(Sungai Cipasilian)
K2
(Muara Cipasilian)
Bulan
April
Juni
Juli
Agustus
BOD5
•
•
Kekeruhan
•
•
•
•
COD
TDS
•
•
TSS
Orto-P
•
•
•
•
•
H 2S
•
NH3-N
•
Krom
CN
•
•
H2 S
•
Cu
•
•
•
•
Parameter
NO2-N Cu
•
•
•
•
Parameter
Pb
Zn
•
•
Pb
•
Total coliform
•
Fecal coliform
•
•
•
Cr
•
Total coliform
•
BOD5
•
•
•
•
Fenol
•
Zn
•
•
CN
•
•
Cr
•
Fenol
•
13
Tabel 8 Parameter yang tidak sesuai baku mutu di zona I menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air
laut pada biota laut
Bulan
Parameter
K01
K02
K03
•
•
•
•
•
•
•
•
Kekeruhan
TSS
O-PO4
Kekeruhan
H 2S
TSS
O-PO4
April
Agustus
•
•
Stasiun
M01
M02
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
M03
•
•
M04
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Tabel 9 Parameter yang tidak sesuai baku mutu di zona II menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air
laut pada biota laut
Bulan
Parameter
O-PO4
Pb
Kekeruhan
TSS
O-PO4
H2S
Pb
April
Agustus
4.9
5
4.7
K05
•
•
K06
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
tercemar
sedang
4.1
4
tercemar
ringan
3.5
3
2
1
baik
0
C1
C2
K1
(a)
K2
Stasiun
K07
K08
•
•
•
•
C1
0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
-70
-80
-90
-100
STORET
Indeks Pencemaran (IP)
6
K04
•
•
K09
•
•
•
C2
M05
•
M06
•
•
•
•
•
K1
•
•
K2
tercemar
ringan
tercemar
sedang
tercemar
berat
-53
-65
-78
-86
(b)
Gambar 9 Perbandingan tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cidurian (C1,
C2) serta Sungai dan Muara Cipasilian (K1, K2) dengan menggunakan
Indeks Pencemaran dan Indeks STORET
14
5
4
0
tercemar
sedang
4.5
Zona I
3.7
2.8
tercemar
ringan
2
1
baik
0
-15
-20
-24
-30
-29
Zona II
-35
April
tercemar
sedang
-12
-15
-25
Zona I
tercemar
ringan
-10
3.3
3
Zona II
-5
STORET
Indeks Pencemaran (IP)
6
Agustus
(a)
April
Agustus
tercemar
berat
(b)
Gambar 10 Perbandingan tingkat pencemaran di laut zona I dan zona II dengan
menggunakan Indeks Pencemaran dan Indeks STORET
Pembahasan
Sungai Cipasilian dan Sungai Cidurian memiliki banyak masukan dari
kegiatan manusia. Muara Cidurian memiliki nilai Indeks Pencemaran yang lebih
tinggi dibandingkan Sungai Cidurian (Gambar 3). Hal ini menunjukan adanya
akumulasi bahan pencemar di muara sehingga tingkat pencemaran lebih tinggi
dibandingkan dengan di sungai. Sejalan dengan Penelitian Suhartono (2009) yang
membandingkan kualitas air di Sungai Ciliwung, Banjirkanal Timur, dan Demaan,
didapatkan bahwa cemaran di muara ketiga sungai tersebut lebih besar
dibandingkan di sungai.
Indeks Pencemaran di Sungai Cipasilian menunjukan nilai yang lebih tinggi
di sungai dan menurun di bagian muara (Gambar 4). Hal ini terjadi karena muara
merupakan wilayah perairan yang unik. Pritchard (1967) in Montagna et. al.
(2013) menyatakan terdapat tiga komponen yang menyebabkan muara bersifat
unik, yaitu iklim, geologi dan pasang surut. Iklim terkait dengan variasi
penguapan dan limpasan air tawar, geologi terkait dengan variasi ketinggian dan
pola drainase serta pasang surut terkait dengan tingkat percampuran dan elevasi
percampuran air. Berkaitan dengan menurunnya cemaran di muara, hal ini dapat
terjadi karena pada saat pengambilan contoh air kondisi sedang pasang (Lampiran
3). Air laut yang cenderung lebih bersih bercampur dengan air sungai, sehingga
terjadi pengenceran terhadap konsentrasi limbah.
Laut zona I (Gambar 5) memiliki Indeks Pencemaran yang lebih tinggi
dibandingkan laut zona II (Gambar 6). Hal ini membuktikan pencemaran yang
terjadi di sungai dan muara memberikan dampak terhadap penurunan kualitas
perairan di wilayah laut. Laut zona I yang lebih dekat ke daratan mendapat
masukan lebih banyak dari sungai sehingga memiliki nilai pencemaran yang lebih
tinggi dibandingkan laut zona II. Nilai Pencemaran semakin menurun di laut zona
II karena dipengaruhi semakin jauh jarak pantai dengan aktivitas daratan (Elyzar
et al. 2007).
15
Indeks Pencemaran pada bulan Agustus cenderung lebih tinggi
dibandingkan bulan April (Gambar 5 dan 6). Penelitian Liu et al. (2011) di Laut
Bohai, Cina, diperoleh hasil bahwa pencemaran lebih tinggi di musim kemarau,
namun sebaran pencemaran lebih luas di musim banjir.
Evaluasi pencemaran berdasarkan Indeks STORET memberikan hasil
Sungai Cidurian dan Cipasilian telah tercemar berat (Gambar 7). Adapun untuk
laut zona I dan zona II memiliki kriteria tercemar sedang pada kedua waktu
pengamatan (Gambar 8).
Aktivitas industri yang berpotensi melepaskan limbah beracun berbahaya ke
perairan laut banyak ditemui disekitar lokasi penelitian. BPS Tangerang 2012
mencatat terdapat 119 industri di Tangerang, antara lain industri baja, industri
kimia, PLTU, penyimpanan batu bara, pabrik perakitan perahu fiber, perhotelan,
wisata bahari, dan sebagainya. Prihartini (2013) dalam jurnalnya menyebutkan,
PLTU yang terdapat di Kronjo menggunakan batu bara sebagai bahan bakar, dan
limbah batu bara menjadi pencemar utama ekosistem perairan.
Parameter yang tidak sesuai baku mutu di sungai dan muara, yaitu:
kekeruhan, TSS, TDS, BOD5, fenol, CN, NO2-N, DO, O-PO4, H2S, COD, NH3-N,
Pb, Cr, Cu, Zn, fekal koli, dan koli total (Tabel 6, 7). Limbah yang terdapat di
sungai dan muara merupakan limbah antropogenik, seperti limbah domestik,
limbah industri, dan limbah pertanian. Hal ini terbukti dengan adanya
pencemaran dari beberapa parameter kunci. Menurut Syakti et al. 2012, tingginya
kadar detergen, sabun, nitrogen, fosfor, H2S, bahan organik (BOD dan COD), pH
dan total coliform menunjukkan adanya limbah domesik di suatu perairan.
Limbah pertanian memiliki karakteristik tingginya kandungan pestisida, TSS,
kekeruhan, bahan organik (BOD dan COD), nitrogen, dan fosfor. Limbah industri
memiliki karakteristik tingginya kandungan logam tertentu, hidrokarbon,
temperatur, TSS, bahan organik (BOD dan COD) dan pH yang terkadang tinggi
atau rendah.
Parameter yang tidak sesuai baku mutu di laut yaitu kekeruhan, TSS, O-PO4,
H2S, dan logam Pb. Syakti et al. (2012), elemen nutritif seperti: nitrat, nitrit,
amonia, dan ortofosfat, merupakan ekses berlebih dari pupuk pertanian atau
industri deterjen.
Selain itu, daerah perikanan tambak dan pertanian
menggunakan pupuk mengandung unsur P terbuang ke perairan sungai dan
berakhir di perairan laut (Fachrul et al. 2006). Adanya cemaran logam berat Pb di
pesisir Kronjo karena terdapat industri PLTU berbahan dasar batu bara.
Rochyatun et al. (2005) menyatakan limbah ini mengeluarkan kandungan logam
Pb. Pernyataan serupa dengan Prihartini (2013) yang menyatakan kolom air dan
substrat di lokasi penelitian Muara Bama Panimbang dan Teluk Banten
Bojonegara, telah tercemar logam Pb, Cd, dan Hg melebihi batas ambang yang
ditetapkan.
Perbedaan tingkat pencemaran berdasarkan Indeks STORET dan Indeks
Pencemaran dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Sungai Cidurian dan Cipasilian
tercemar berat berdasarkan STORET dan tercemar ringan berdasarkan Indeks
Pencemaran. Laut zona I dan II tercemar sedang berdasarkan STORET dan
tercemar ringan berdasarkan Indeks Pencemaran. Perbedaan tingkat pencemaran
ini diduga disebabkan oleh perbedaan sistem penilaian tingkat pencemaran
perairan pada kedua metode. Perbedaan tersebut mencakup perbedaan jumlah
data dan rasio data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu. Perbedaan
16
jumlah data terkait dengan banyaknya data yang digunakan dalam penentuan
tingkat pencemaran perairan. Penentuan tingkat pencemaran perairan dengan
Indeks Pencemaran dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu buah data
pengamatan kualitas air, sedangkan Indeks STORET harus menggunakan satu seri
data yang terdiri atas sedikitnya dua buah data pengamatan kualitas air
(Setyobudiandi et al. 2009).
Faktor lain yang menyebabkan perbedaan tingkat pencemaran yang
dihasilkan oleh kedua metode, yaitu penilaian terhadap bahan pencemar.
Bilangan ordinal merupakan penilaian dalan Indeks STORET, sedangkan rasio
merupakan penilaian terhadap Indeks Pencemaran.
Pada metode Indeks
STORET, nilai Indeks STORET hanya ditentukan oleh total nilai yang dihasilkan
(Lampiran 5). Total nilai ini didapat dengan menjumlahkan semua nilai negatif
yang diberikan terhadap parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu
(maksimum, minimum, dan rataan). Pemberian nilai ini tanpa dipengaruhi oleh
besar atau kecilnya rasio antara data kualitas air hasil pengamatan dengan baku
mutu, sehingga tingkat pencemaran perairan yang dihasilkan oleh Indeks
STORET cenderung lebih tinggi dibandingkan Indeks Pencemaran. Berbeda
dengan Indeks STORET, nilai Indeks Pencemaran dipengaruhi oleh rasio antara
data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu. Semakin kecil perbedaan
antara data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu, semakin kecil pula
rasio data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu. Rasio data kualitas air
hasil pengamatan dengan baku mutu yang semakin kecil, mengakibatkan nilai
Indeks Pencemaran yang dihasilkan juga semakin kecil. Oleh karena itu,
walaupun parameter yang tidak sesuai baku mutu antara kedua metode sama,
namun terdapat perbedaan pemberian nilai terhadap bahan pencemar sehingga
indeksnya juga berbeda.
Selain beberapa perbedaan tersebut, perbedaan lain antara Indeks STORET
dengan Indeks Pencemaran adalah Indeks STORET memberikan bobot yang
berbeda terhadap parameter kualitas air yang berbeda (fisika, kimia, dan biologi).
Perbedaan bobot ini dilihat dari adanya perbedaan nilai yang diberikan terhadap
parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi. Bobot yang lebih lebih besar
diberikan kepada parameter kualitas air yang lebih berpengaruh terhadap
pencemaran air. Bobot parameter kualitas air dari rendah ke tinggi secara
berurutan adalah parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi. Jika jumlah ulangan
parameter yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari
10, maka sudah cukup untuk menyatakan perairan tersebut dalam kondisi
tercemar berat apabila terdapat tiga parameter kimia yang nilai maksimum,
minimum, dan rataannya tidak sesuai baku mutu. Namun, berdasarkan Indeks
Pencemaran, tingkat pencemaran dinyatakan tercemar berat apabila rasio
parameter terukur sebagian besar nilainya lebih dari 63 kali baku mutu
peruntukannya. Tingkat pencemaran perairan yang cenderung lebih tercemar
berdasarkan Indeks STORET dibandingkan Indeks Pencemaran menunjukkan
perbedaan sensitivitas kedua metode tersebut terhadap nilai parameter
pencemaran. Suwari et al. (2010) menyatakan metode Indeks Pencemaran
memiliki toleransi yang cukup besar atau kurang sensitif terhadap perbedaan nilai
parameter pencemaran.
Berdasarkan beberapa perbedaan sistem penilaian antara Indeks Pencemaran
dan Indeks STORET tersebut, metode Indeks STORET lebih baik dalam
17
menentukan tingkat pencemaran di suatu perairan. Indeks STORET lebih tepat
digunakan karena untuk pengelolaan perairan harus memiliki penilaian yang lebih
ketat terhadap pencemaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tingkat pencemaran perairan Sungai Cidurian dan Sungai Cipasilian telah
tercemar berat berdasarkan Indeks STORET dan tercemar sedang berdasarkan
Indeks Pencemaran. Parameter yang tidak sesuai baku mutu di sungai dan muara,
yaitu: kekeruhan, TSS, TDS, BOD5, fenol, CN, NO2-N, DO, O-PO4, H2S, COD,
NH3-N, Pb, Cr, Cu, Zn, fecal coliform, dan total coliform. Laut Kronjo tercemar
ringan berdasarkan Indeks STORET dan tercemar ringan hingga sedang
berdasarkan Indeks Pencemaran. Parameter yang tidak sesuai baku mutu di
wilayah laut yaitu kekekruhan, TSS, O-PO4, H2S, dan logam Pb. Indeks STORET
lebih tepat digunakan karena memiliki penilaian yang lebih ketat terhadap
pencemaran.
Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu perlu dilakukan kajian lebih dalam terkait
faktor oseanografi dan biofisik. Perbaikan tata guna lahan juga perlu dilakukan
untuk menekan pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina Y, Amin B, Thamrin. 2012. Analisis beban pencemar ditinjau dari
parameter logam berat di Sungai Siak Kota Pekanbaru. J Ilmu Lingk.
6(2):162-172.
Agustiningsih D, Budi S, Sudarno. 2012. Analisis kualitas air dan strategi
pengendalian pencemaran air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. J
Presipitasi. 9(2):64-71.
Ali A, Soemarno, Purnomo M. 2013. Kajian kualitas air dan status mutu air
Sungai Metro di Kecamatan Sukun Kota Malang. J Bumi Lestari.
13(2):265-274.
[APHA; AWWA; WEF] American Public Healt Association; American Water
Works Association; Water Environment Federation (US). 2012. Standard
Methods for The Examination of Water and Waste Water 21st Edition.
Ohio (US): American Public Healt Association.
18
[BPS]. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Tangerang 2013. Tangerang (ID): BPS
Kabupaten Tangerang.
[Bupati Tangerang]. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang
Tahun 2011-2031. Tangerang (ID): Lembaran Daerah Kabupaten
Tangerang.
Dahuri R,. Jacub R,. Sapta, P.G dan J Sitepu. 2001. Pengelolaan sumber daya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Jakarta (ID). Pradnya Paramita.
Darmayati Y, Djoko H, Ruyitno. 2009. Dinamika bakteri indikator pencemaran di
perairan estuari Cisadane. J Oseanologi dan Limnologi Indonesia.
35(2):273-290.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI Pr.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: bagi pengelola sumberdaya dan lingkungan
perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Elyazar N, Mahendra M, Nyoman W. 2007. Dampak aktivitas masyarakat terhadap
tingkat pencemaran air laut di Pantai Kuta Kabupaten Badung serta upaya
pelestarian lingkungan. J Echotrophic. 2(1):1907-1915.
Fachrul M.F, Herman H, Anita A. 2006. Distribusi Spatial Nitrat, Fosfat dan
Ratio N/P di Perairan Jakarta. Jurnal Teknik Lingkungan. Edisi Khusus
Agustus 2006. Bandung (ID): ITB Pr.
Fulazzaky M, Chang A, Teng W. 2010. Assessment of water quality status for
Selangor River in Malaysia. Water Air Soil Pollution (205):63-37.
GESAMP, 1990. Joint Group of Experts on the Scientific Aspect of Marine
Pollution: the State of the Marine Environment UNEP Regional Seas
Report and Studies No. 115, UNEP.
Hendrawan D. 2005. Kualitas air sungai dan situ di DKI Jakarta. Makara
Teknologi. 9(1):13-19.
Hendrawan D. 2008. Kualitas air Sungai Ciliwung ditinjau dari parameter minyak
dan lemak. JIPPI. 15(2):85-93.
Liu S, Sha L, Cuiping K, Wenrui H, Wujun C, Jianle Zg, Guihui Z. 2011. Water
quality assessment by pollution-index method in the coastal waters of
Hebei Province in western Bohai Sea, China. Marine Pollution Bull. 62
(2): 2220–2229. Elsevier science.
[KLH]. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003
Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta (ID).
[KLH]. 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta (ID).
Mezuan. 2007. Kajian kapasitas asimilasi periaran Marina Teluk Jakarta [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Montagna P, Palmer T, Beseres P. 2013. Hydrobiological changes and estuarine
dynamics. Env. Science. doi: 10.1007/978-1-4614-5833-3_2. Springer
Publishing.
Mukhtasor M. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta (ID): Pradnya
Paramita.
Nemerow, N.L. 1991. Stream, Lake, Estuary and Ocean Pollution 2nd ed.
Environmental Enginering Series. Van Nostrand Reinhold. New York.
Polii N, Bobi S, Desmi N. 2002. Pendugaan kandungan merkuri dan sianida di
Daerah Aliran Sungai (DAS) Buyat Minahasa. J Ekoton. 2(1):31-37.
19
[PP]. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta (ID).
Prihartini W. 2013. Ekobiologi kerang bulu anadara antiquate di perairan
tercemar logam berat. J Tek Peng Lim. 16(3):1-10. Ed Suplemen 2013.
Jakarta (ID). BATAN.
Putri NAD. 2011. Kebijakan pemerintah dalam pengendalian pencemaran air
Sungai Siak (Studi pada daerah aliran sungai Siak Bagian Hilir). J Ilmu
Politik dan Ilmu Pemerintahan. 1(1):68-79.
Rahayu S, Widodo RH, Noordwijk M, Suryadi I, Verbist B. 2009. Monitoring Air
di Daerah Aliran Sungai. Bogor (ID): World Agrofoerstry CentreSoutheast Asia Regional Office.
Rochyatun E, Lestari, Rozak A. 2005. Kualitas lingkungan perairan Banten dan
sekitarnya ditinjau dari kondisi logam berat. J Oseanologi dan Limnologi
Indonesia. 38: 23-46.
Syakti AD, Hidayati NV, Siregar AS. 2012. Agen Pencemaran Laut. Bogor (ID):
IPB Press.
Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A,
Sembiring A, Bahtiar. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan
Kelautan Terapan Metode Pengambilan Contoh di Wilayah Pesisir dan
Laut. Bogor (ID): Makaira-FPIK.
Siahaan R, Indrawan A, Soedharma D, Prasetyo LB. 2011. Kualitas air Sungai
Cisadane, Jawa Barat-Banten. J Ilmiah Sains. 11(2):268-272.
Soekadi. 1999. Pencemaran sungai akibat buangan limbah dan pengaruhnya
terhadap BOD dan DO [makalah]. Bandung (ID) : Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.
Suhartono E. 2009. Identifikasi kualitas perairan pantai akibat limbah domestik
pada monsun timur dengan metode indeks pencemaran (studi kasus di
Jakarta, Semarang, dan Jepara). Wahana Tek Sipil. 14(1): 51-62.
Suwari, Riani E, Pramudya B, Djuwita I. 2010.
KABUPATEN TANGERANG, BANTEN
RUNI YUSTINI KARTIKA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Tingkat Pencemaran
Pesisir Kronjo Kabupaten Tangerang, Banten adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2014
Runi Yustini Kartika
NIM C24100048
ABSTRAK
RUNI YUSTINI KARTIKA. Tingkat Pencemaran Pesisir Kronjo Kabupaten
Tangerang, Banten. Dibimbing oleh SIGID HARIYADI dan ACHMAD
FAHRUDIN.
Tingkat pencemaran perairan perlu dikaji untuk mengetahui kesesuaian air
dengan peruntukannya. Tujuan penelitian ini menentukan tingkat pencemaran di
pesisir Kronjo. Metode yang digunakan berdasarkan Indeks Pencemaran (IP) dan
Indeks STORET. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pencemaran berdasarkan
Indeks Pencemaran berkisar antara 2.1–7.0, tergolong tercemar ringan hingga
tercemar sedang. Hasil yang berbeda diperoleh jika dievaluasi berdasarkan Indeks
STORET. Pencemaran Sungai Cidurian dan Sungai Cipasilian telah tercemar
berat dengan Indeks STORET -53 hingga -86. Parameter yang tidak sesuai baku
mutu, yaitu kekeruhan, TSS, TDS, BOD5, fenol, CN, NO2-N, DO, O-PO4, H2S,
COD, NH3-N, Pb, Cr, Cu, Zn, fecal coliform, dan total coliform. Indeks
Pencemaran (IP) menunjukkan untuk laut zona I 1.8-7.1 dan laut zona II 1.2-5.1,
kategori tercemar ringan sampai tercemar sedang. Evaluasi dengan STORET
menunjukkan laut zona I dan zona II tercemar sedang dengan Indeks STORET 12 hingga -29. Parameter yang tidak sesuai baku mutu, yaitu kekeruhan, TSS,
H2S,O-PO4, dan Pb. Hasil penilaian perbandingan kedua metode tersebut, metode
STORET lebih baik digunakan karena memiliki penilaian yang ketat terhadap
pencemaran.
Kata kunci: Indeks Pencemaran, Indeks STORET, pesisir Kronjo, tingkat
pencemaran
ABSTRACT
RUNI YUSTINI KARTIKA. Level of Pollution in Coastal Kronjo, Kabupaten
Tangerang, Banten. Supervised by SIGID HARIYADI dan ACHMAD
FAHRUDIN.
Water quality status should be assessed to determine the suitability of water
intended. The purpose of this study establish the status of water quality in Kronjo
Coastal. There are two methods that using, Pollution Index (PI) and STORET.
The level of contamination by Pollution Index ranged between 2.1-7.0 with
polluted slightly to moderately polluted. However, different results are obtained if
evaluated based on STORET. The results showed that the pollution status of
Cidurian River and Cipasilian River been heavily polluted by a score of -53 to -86.
Parameters that unsuitable with standard quality such as turbidity, TSS, TDS,
BOD5, fenol, CN, NO2-N, DO, O-PO4, H2S, COD, NH3-N, Pb, Cr, Cu, Zn, fecal
coliform, and total coliform. Pollution Index showed for Kronjo Sea zone I are
1.8-7.1 and zone II are 1.2-5.1, included category polluted slightly to moderately
polluted. Evaluation based on STORET give the result for zone I and II Kronjo
sea was polluted by a score of STORET -12 to -29. Parameters that unsuitable
with standard quality such as turbidity, TSS, O-PO4, H2S, and Pb. As the result
assessment comparison of two methods, the STORET methods better used. It has
a rigorous assessment against pollution.
Keywords: Kronjo coastal, Pollution Index, STORET Index , water quality status,
TINGKAT PENCEMARAN PESISIR KRONJO
KABUPATEN TANGERANG, BANTEN
RUNI YUSTINI KARTIKA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PRAKATA
Puji syukur ke hadirat Allah SWT yang memberikan segala limpahan
rahmat, hidayah, serta inayah yang diberikan, sehingga Penulis dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini dengan judul Tingkat Pencemaran Pesisir Kronjo
Kabupaten Tangerang, Banten.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk studi di
departemen Manajemen Sumber Daya Perairan.
2. Beasiswa PPA/BBM yang telah memberikan tambahan dana selama masa
perkuliahan.
3. Dr Ir Sigid Hariyadi, MSc sebagai ketua komisi pembimbing dan Dr Ir
Achmad Fahrudin, MSi sebagai anggota komisi pembimbing yang telah
memberi arahan dan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.
4. Dr Majariana Krisanti, SPi MSi, selaku dosen penguji tamu dan Dr Ir Niken
Tunjung Murti Pratiwi, MSi selaku komisi pendidikan Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan atas saran dan masukan yang sangat berarti.
5. PT Kapuk Naga Indah dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada
Masyarakat (LPPM) IPB atas pemberian kesempatan dan bantuan dana
penelitian.
6. Dr Ir Achmad Fahrudin MSi sebagai dosen pembimbing akademik.
7. Keluarga: Papap (Agus), Ibu (Enden), Adik (Reka, Rosa, Retno) atas kasih
sayang, doa, dan dukungan baik moril ataupun materil.
8. Teman-teman penelitian Kronjo: Kak Anna, Kak Asep, Kak Dede, Anissa,
Werdhiningtyas, Febi, Inggar, Andini, Sherly, Ardhito, Nina, Fany, dan
Akrom.
9. Teman-teman MSP angkatan 47 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu,
terima kasih atas segala bentuk bantuan yang telah diberikan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Runi Yustini Kartika
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Kerangka Kajian Teori
2
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
3
METODE
3
Waktu dan Lokasi Penelitian
3
Alat dan Bahan
3
Prosedur Penelitian
4
Analisis Data
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
7
Hasil
7
Tingkat pencemaran pesisir Kronjo berdasarkan Indeks Pencemaran (IP)
7
Tingkat pencemaran pesisir Kronjo berdasarkan STORET
9
Parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu
10
Perbandingan tingkat pencemaran menggunakan Indeks Pencemaran dan
Indeks STORET
11
Pembahasan
14
KESIMPULAN DAN SARAN
17
Kesimpulan
17
Saran
17
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
20
RIWAYAT HIDUP
31
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
Prosedur pengawetan parameter kualitas air yang dianalisis di
laboratorium
Parameter dan metode analisis kualitas air
Evaluasi terhadap nilai Indeks Pencemaran (IP)
Penentuan sistem nilai dengan Indeks STORET
Klasifikasi mutu air berdasarkan Indeks STORET
Parameter yang tidak memenuhi baku mutu menurut PP No. 82
Tahun 2003 kelas III dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air laut pada biota laut di
Sungai Cidurian
Parameter yang tidak memenuhi baku mutu menurut PP No. 82
Tahun 2003 kelas III dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air laut pada biota laut di
Sungai Cipasilian
Parameter yang tidak sesuai baku mutu di zona I menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu
air laut pada biota laut
Parameter yang tidak sesuai baku mutu di zona II menurut
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk
baku mutu air laut pada biota laut
5
5
6
7
7
12
12
13
13
DAFTAR GAMBAR
Diagram alir rumusan masalah penelitian
Lokasi Penelitian di Sungai Cidurian (C1 dan C2), Sungai Cipasilian
(K1 dan K2) dan Laut Kronjo (K01-K09 dan M01-M06)
3 Tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cidurian berdasarkan
Indeks Pencemaran (IP)
4 Tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cipasilian berdasarkan
Indeks Pencemaran (IP)
5 Indeks Pencemaran di laut zona I pada bulan April dan Agustus
6 Indeks Pencemaran di laut zona II pada bulan April dan Agustus
7 Indeks STORET untuk Sungai dan Muara Cidurian (C1, C2) serta
Sungai dan Muara Cipasilian (K1, K2)
8 Indeks STORET di laut zona I dan zona II pada bulan April dan
Agustus
9 Perbandingan tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cidurian
(C1, C2) serta Sungai dan Muara Cipasilian (K1, K2) dengan
menggunakan Indeks Pencemaran dan Indeks STORET
10 Perbandingan tingkat pencemaran di laut zona I dan zona II dengan
menggunakan Indeks Pencemaran dan Indeks STORET
1
2
3
4
8
8
9
9
10
10
13
14
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
Lokasi pengambilan contoh
Letak geografis titik pengambilan contoh
Waktu pengambilan contoh
Contoh perhitungan Indeks Pencemaran (IP)
Contoh perhitungan indeks STORET
20
21
21
22
23
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kondisi pesisir erat kaitannya dengan sistem sungai, muara, dan laut pada
wilayah tersebut. Perubahan sifat sungai yang terjadi akibat kegiatan manusia
akan mengakibatkan penurunan kualitas perairan.
Peningkatan kegiatan
penduduk baik dalam hal pemukiman, pertanian maupun industri yang terjadi
pada dua dasa warsa terakhir menyebabkan peningkatan pembuangan limbah, dan
selama ini sungai menjadi lokasi pembuangan limbah dari aktivitas tersebut. Oleh
karena itu, dapat dipastikan telah terjadi penurunan kualitas perairan dari sungai,
muara, sampai dengan laut. Pencemaran laut menurut GESAMP (1990) adalah
dimasukkannya oleh manusia, baik secara langsung ataupun tidak langsung
senyawa-senyawa dan energi ke lingkungan laut (termasuk estuaria) yang dapat
menyebabkan dampak negatif terhadap sumber daya hayati, kesehatan masyarakat,
gangguan aktivitas maritim termasuk didalamnya aktivitas penangkapan ikan,
penurunan kualitas air sesuai peruntukannya dan penurunan minat rekreasi.
Pencemaran laut mencakup didalamnya ancaman dari sumber-sumber daratan,
tumpahan minyak, limbah tak terolah, pengeruhan perairan, pengayaan nutrisi,
spesies invasif, pencemaran organik persisten (POPs), logam berat, pengasaman
perairan, senyawa radioaktif, sampah, penangkapan berlebih dan penghancuran
habitat pesisir (Mukhtasor 2007).
Laut memiliki daya homeostatis, yaitu kemampuan untuk mempertahankan
keseimbangan dan merupakan ekosistem perairan yang memiliki daya dukung
untuk memurnikan diri dari segala gangguan yang masuk ke dalam badan perairan.
Kenyataanya, perairan pesisir merupakan penampungan akhir segala jenis limbah
yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, (Dahuri et al. 2001). Laut menerima
bahan-bahan yang terbawa oleh air dari daerah pertanian, limbah rumah tangga,
sampah, bahan buangan dari kapal, dan tumpahan minyak lepas pantai (Darmono
2001). Jika beban yang diterima oleh perairan telah melampaui daya dukung,
maka kualitas air akan menurun. Lingkungan perairan tidak sesuai lagi dengan
kriteria baku mutu yang ditetapkan, perairan tersebut telah tercemar baik secara
fisik, kimia, maupun mikrobiologi.
Pesisir Kronjo merupakan wilayah pesisir yang ada di utara Kabupaten
Tangerang. Sungai yang bermuara di pesisir ini adalah Sungai Cidurian dan
Cipasilian. Sungai Cidurian dan Cipasilian berdasarkan Dinas Sumber Daya Air
dan Pemukiman Provinsi Banten, termasuk dalam Daerah Aliran Sungai (DAS)
Provinsi Banten. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah, Kabupaten Tangerang merupakan salah
satu jaringan sumber daya air lintas kabupaten/kota yang berada pada wilayah
kabupaten yang pendayagunaannya untuk melayani daerah sekitarnya. Menurut
Perda Kabupaten Tangerang Nomor 13 Tahun 2011 Pasal 50 menyatakan
kawasan budi daya di Tangerang meliputi: pertanian, perikanan, industri,
pariwisata, dan pemukiman. Semua kawasan ini menyumbang limbah yang
mengalir melalui sungai dan akan terbawa hingga perairan laut.
Penelitian Mezuan (2007) menunjukan bahwa pencemaran yang terjadi di
sungai akan menurunkan kualitas air laut yang menjadi tempat bermuaranya
2
sungai tersebut. Limbah dari kegiatan domestik, pertanian, dan industri di
sepanjang aliran sungai memberikan dampak penurunan kualitas air, sehingga air
tidak dapat digunakan sesuai peruntukannya (Hendrawan 2005; Suwari et al.
2010; Fulazzaky et al. 2010; Putri 2011; Agustiningsih et al. 2012; Ali et al.
2013). Pencemaran dapat diamati dari beberapa parameter kualitas air seperti
suhu, warna, pH, kecepatan arus, kecerahan, kekeruhan, TSS, TDS, DO dan BOD
(Soekadi 1999), COD dan fosfat (Liu et al. 2011), NO3, NO2, NH3, TP (Siahaan et
al. 2011; Ali et al. 2013), bakteri (Darmayati et al. 2009), sianida (Polii et al.
2002), logam berat (Rochyatun et al. 2005; Agustina et al. 2012), minyak dan
lemak (Hendrawan 2008). Parameter kualitas air lainnya yang penting untuk
diamati adalah alkalinitas, kesadahan, fenol, silika, fluorida, klorida, besi (Fe),
Cr6+, klorin, dan surfaktan (Effendi 2003; Rahayu et al. 2009). Konsentrasi
parameter BOD, COD, TSS, nitrogen, fosfat, fecal coliform dan total coliform
yang cenderung meningkat, serta kecerahan dan DO yang semakin menurun,
menunjukkan adanya pencemaran (Soewandita dan Sudiana 2010; Siahaan et al.
2011).
Penentuan status mutu perairan menurut Suwari et al. (2010) merupakan
salah satu langkah awal dalam proses pemantauan dan pencegahan terhadap
penurunan kualitas suatu perairan. Penentuan status mutu air merupakan langkah
awal agar dapat mengetahui kondisi perairan, sehingga pengelolaan perairan dapat
dilakukan sesuai dengan tingkat pencemaran yang terjadi. Oleh karena itu, perlu
dilakukan kajian mengenai kualitas perairan di pesisir Kronjo untuk mengetahui
besar tingkat pencemaran yang terjadi, agar menjadi pertimbangan dalam
pengelolaan kawasan pesisir Kronjo.
Kerangka Kajian Teori
Kegiatan domestik, pertanian, dan industri di sepanjang aliran Sungai
Cidurian dan Cipasilian akan menghasilkan limbah. Limbah sebagai sumber
pencemar dapat menyebabkan penurunan kualitas air, baik di perairan sungai,
muara, maupun di perairan laut. Kualitas air yang memenuhi baku mutu
menunjukkan perairan dalam kondisi baik, sedangkan kualitas air yang tidak
memenuhi baku mutu menunjukkan perairan dalam kondisi tercemar. Apabila
diperoleh hasil evaluasi perairan telah tercemar, maka perlu dilakukan
pengendalian terhadap pencemaran. Apabila diperoleh hasil kualitas perairan
sesuai baku mutu, maka perlu dijaga agar tidak terjadi pencemaran. Pengamatan
kualitas air di pesisir Kronjo perlu dilakukan untuk menentukan tingkat
pencemaran dan menjadi bahan pertimbangan pengelolaan pesisir yang
berkelanjutan. Kerangka kajian teori penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menentukan tingkat pencemaran pesisir Kronjo
berdasarkan Indeks Pencemaran dan Indeks STORET dan menentukan metode
yang lebih tepat digunakan.
3
Sumber pencemaran
di pesisir Kronjo
Kualitas air
pesisir Kronjo
Apakah pendekatan yang
digunakan dapat menghasilkan
tingkat pencemaran yang sama?
Ya
Tidak
Kriteria penggunaan kedua
pendekatan (waktu, banyaknya
data, dan sistem penilaian)
Tingkat pencemaran perairan baik,
tercemar ringan, sedang, atau berat
Gambar 1 Diagram kerangka kajian teori penentuan tingkat pencemaran
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat
pencemaran perairan di pesisir Kronjo dari masukan limbah Sungai Cidurian dan
Cipasilian sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan masukan
dalam menentukan kebijakan pengelolaan pesisir Kronjo Kabupaten Tangerang,
Banten secara berkelanjutan.
METODE
Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di pesisir Kronjo Kabupaten Tangerang, Banten.
Lokasi pengambilan contoh terketak di Sungai Cidurian, Sungai Cipasilian, dan
Laut Kronjo (Gambar 2 dan Lampiran 1). Pengambilan contoh air dilakukan pada
bulan April dan Agustus 2013. Selanjutnya, dilakukan analisis kualitas air di
Laboratorium Produktivitas dan Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insititut Pertanian
Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan untuk pengambilan contoh air dan pengamatan
parameter kualitas air di lapang, yaitu Van Dorn water sampler, botol sampel,
coolbox, CTD, DO meter, dan secchi disk. Instrumen yang digunakan untuk
analisis parameter kualitas air di laboratorium, yaitu spektrophotometer, Atomic
Absorption Spectrometry (AAS), COD reaktor, BOD inkubator, pH meter,
turbiditimeter, dan seperangkat peralatan gelas untuk reaksi kimia. Bahan yang
digunakan, yaitu air contoh, bahan-bahan kimia untuk analisis parameter fisika,
kimia, dan mikrobiologi perairan, dan bahan-bahan kimia untuk preservasi contoh
air.
4
Prosedur Penelitian
Pengambilan Contoh
Pengambilan contoh air dilakukan pada bulan April dan Agustus 2013 di
pesisir Kronjo (Gambar 2). Pengambilan contoh air sungai dan muara dilakukan
setiap satu bulan sekali pada bulan April, Juni, Juli dan Agustus (Lampiran 3).
Pengambilan contoh air laut dilakukan pada bulan April dan Agustus. Lokasi
pengambilan contoh terletak di Sungai Cidurian dan Cipasilian (C1, K1), muara
Sungai Cidurian dan Cipasilian (C2, K2) dan Laut Kronjo (K01–M06). Laut
terdiri dari dua zona, yaitu laut zona I yang lebih dekat ke daratan (K01, K02, K03,
M01, M02, M03 dan M04) dan laut zona II yang lebih jauh dari daratan (K04,
K05, K06, K07, K08, K09, M05, dan M06). Koordinat lokasi pengamatan
disajikan pada Lampiran 2.
Gambar 2 Lokasi Penelitian di Sungai Cidurian (C1 dan C2), Sungai Cipasilian
(K1 dan K2) dan Laut Kronjo (K01-K09 dan M01-M06)
Pengumpulan Data
Metode yang digunakan adalah metode survey. Data yang dikumpulkan
adalah data primer. Data primer yang diambil berupa data kualitas air meliputi
parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi. Data kualitas air didapatkan dari 19
lokasi titik pengambilan contoh air yang mewakili ketiga bagian perairan, yaitu
tawar, payau, dan laut. Titik pengambilan contoh ini terdiri masing-masing 2 titik
di sungai Cidurian dan Cipasilian (badan sungai yang berjarak ± 2 km dari muara
dan muara) dan 15 titik di laut (terdiri dari tiga segmen , tiap segmen dibagi
menjadi lima titik sampling). Contoh air yang diambil yaitu air permukaan.
Pengumpulan data dilakukan di lokasi penelitian (insitu) dan melalui
analisis laboratorium. Pengumpulan data secara insitu dilakukan untuk parameter
suhu, salinitas, warna, kecerahan, pH, dan DO. Parameter lainnya dianalisis di
laboratorium dengan sebelumnya dilakukan preservasi saat pengambilan air
5
contoh di lapang (Tabel 1). Tabel 2 merupakan parameter yang dianalisis di
laboratorium.
Tabel 1 Prosedur pengawetan parameter kualitas air yang dianalisis di
laboratorium
Parameter
COD, minyak & lemak, Total-P, NH3, NO2,
NO3, Fenol
Logam Pb, Cd, Cu, Zn, Cr
Sulfida (H2S)
CNMikrobiologi
Parameter fisika dan anion-kation mayor
Prosedur Pengawetan
Penambahan H2SO4 hingga pH sampel air < 2
Penambahan HNO3 hingga pH sampel air < 2
Penambahan Zn asetat+NaoH 6 N
Penambahan NaOH
Penambahan Na2S2O2
Tanpa preservasi
Sumber: APHA, AWWA, WEF (2012)
Tabel 2 Parameter dan metode analisis kualitas air
Parameter
Fisika
Kekeruhan
TSS
TDS
Kimia
BOD5
COD
N-NO2N-NO3N-NH3
Total-P
O-PO4
Fenol
Sianida (CN-)
Fluorida (F-)
Cr6+
Sulfida (H2S)
Surfaktan
Minyak & Lemak
Zn, Pb, Cd, Cu, Cr
Mikrobiologi
Total coliform
Fecal coliform
Satuan
Metode Analisis
NTU
mg/L
mg/L
Nephelometrik
Gravimetri
Gravimetri
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
mg/L
5 Day BOD Test
Closed Reflux, Colorimetric Method
Colorimetric Method
Cadmium Reduction
Phenate-Methode
Manual Digestion and Flow Injection
Flow Injection Analysis for O-PO4
Direct Photometric
Colorimetric Methode
SPADN Method
Colorimetric Method
Methylene Blue Method
Anionic Surfactan MBAS
Liquid-liquid, Partition Gravimetric Method
Direct Air Acetylene Flame Method dan Extraction/ Air
Acetylene Flame Methode
MPN/100 ml
MPN/100 ml
MPN
MPN
Sumber: APHA, AWWA, WEF (2012)
Analisis Data
Analisis Status Mutu Air
Analisis data kualitas air dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu menggunakan
Indeks Pencemaran (IP) dan Indeks STORET. Penggunaan kedua metode ini
berdasarkan atas Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 tahun 2003
tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air, bahwa penentuan status mutu air
6
dapat menggunakan metode STORET atau metode Indeks Pencemaran. Prinsip
kedua metode ini membandingkan data parameter kualitas air dengan baku mutu
air. Evaluasi air sungai menggunakan baku mutu Peraturan Pemerintah Nomor 82
Tahun 2001 kelas III, sedangkan untuk air muara dan laut menggunakan baku
mutu Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk baku
mutu air laut pada biota laut.
a.
Indeks Pencemaran
Indeks Pencemaran digunakan untuk menentukan tingkat pencemaran relatif
terhadap parameter kualitas air yang diizinkan (Nemerow 1991). Indeks
Pencemaran memiliki kelebihan dapat menentukan tingkat pencemaran di suatu
titik pada satu kali pengamatan. Apabila data yang didapat berupa data series,
maka dapat terlihat perubahan nilai Indeks Pencemaran.
√
( )
2
2
( )
2
Keterangan:
IP
: Indeks Pencemaran
Ci
: konsentrasi parameter kualitas air (i) (satuan disesuaikan dengan
parameter kualitas air yang diamati)
Lij
: baku mutu parameter kualitas air (i) peruntukan air (j) (satuan
disesuaikan dengan parameter kualitas air yang diamati)
(Ci/Lij)M : nilai maksimum Ci/Lij
(Ci/Lij)R : nilai rata-rata Ci/Lij
Hasil penghitungan nilai Indeks Pencemaran kemudian dievaluasi untuk
mengetahui status mutu air tersebut (Tabel 5).
Tabel 3 Evaluasi terhadap nilai Indeks Pencemaran (IP)
Nilai
0 < ≤ 1.0
1.0 < ≤ 5.0
5.0< IP ≤ 10
IP > 10
Status Mutu Air
Baik
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Sumber: KEPMEN LH Nomor 115 Tahun 2003
b.
Indeks STORET
Analisis tingkat pencemaran dengan Indeks STORET dilakukan untuk
mengetahui tingkat pencemaran perairan di wilayah pengamatan secara
komprehensif. Penggunaan STORET harus memenuhi aturan, yaitu data time
series atau space series, sedikitnya terdapat 2 seri data. Penilaian pencemaran
perairan terdiri dari tiga kategori, meliputi paramater fisika, kimia, dan
mikrobiologi yang masing-masing parameter memiliki nilai tertentu. Setiap
parameter kualitas air yang dianalisis, kemudian dihitung nilai minimum,
maksimum, dan rata-rata. Ketiga nilai tersebut kemudian dibandingkan dengan
7
baku mutu dan diberi nilai. Jika hasil perhitungan didapat sesuai dengan baku
mutu, maka diberi nilai 0, sedangkan jika hasil perhitungan didapat tidak sesuai
dengan baku mutu, maka diberi nilai tertentu. Pemberian nilai mengacu pada
sistem penilaian untuk menentukan tingkat pencemaran perairan (Tabel 3). Total
nilai yang didapat dievalusi untuk mengetahui tingkat pencemaran perairan sesuai
klasifikasi mutu air berdasarkan US-EPA (Tabel 4).
Tabel 4 Penentuan sistem nilai dengan Indeks STORET
Jumlah
Contoha
< 10
> 10
Nilai
Maksimum
Minimum
Rata-rata
Maksimum
Minimum
Rata-rata
Fisika
-1
-1
-3
-2
-2
-6
Parameter
Kimia
-2
-2
-6
-4
-4
-12
Biologi
-3
-3
-9
-6
-6
-18
Sumber: Canter 1977 dalam KEPMEN LH Nomor 115 Tahun 2003; aJumlah data dari tiap
parameter yang digunakan dalam menentukan status mutu air
Tabel 5 Klasifikasi mutu air berdasarkan Indeks STORET
Kelas
A
B
C
D
Kriteria
Baik sekali
Baik
Sedang
Buruk
Skor
0
-1 s/d -10
-11 s/d -30
≥ -31
Status Mutu Air
Baik
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat
Sumber: KEPMEN LH Nomor 115 Tahun 2003 [Sistem nilai dari United States-Environmental
Protection Agency (US-EPA)]
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tingkat pencemaran pesisir Kronjo berdasarkan Indeks Pencemaran (IP)
Indeks Pencemaran merupakan salah satu metode yang digunakan untuk
mengetahui status mutu perairan. Indeks Pencemaran yang bernilai kurang dari 1
memiliki kriteria baik sekali, sedangkan nilai Indeks Pencemaran yang lebih dari
1 menunjukkan terjadi pencemaran. Gambar 3 merupakan Indeks Pencemaran
untuk Sungai Cidurian. Perubahan Indeks Pencemaran terjadi dari titik ke titik
dan waktu ke waktu. Indeks Pencemaran di sungai (C1) berkisar antara 2.1
hingga 4.2. Tingkat pencemaran di Sungai Cidurian tergolong tercemar ringan.
Indeks Pencemaran di muara (C2) berkisar antara 2.9 hingga 6.8. Tingkat
pencemaran di Muara Sungai Cidurian tergolong tercemar ringan dan tercemar
sedang. Peningkatan Indeks Pencemaran dari sungai ke muara menunjukkan
8
Indeks Pencemaran (IP)
terjadi akumulasi pencemar di muara, sehingga Indeks Pencemaran di muara lebih
tinggi dibandingkan Indeks Pencemaran di sungai.
8
7
6
5
4
3
2
1
0
6.8
4.9
4.9
4.2
4.0
3.6
2.9
tercemar
ringan
2.1
April
Juni
Sungai Cidurian (C1)
tercemar
sedang
Juli
Agustus
baik
Muara Cidurian (C2)
Gambar 3 Tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cidurian berdasarkan Indeks
Pencemaran (IP)
Indeks Pencemaran (IP)
8
7.0
7
6
5
tercemar
sedang
5.4
4.7
4.5
3.5
4
4.3
3.2
3.0
3
tercemar
ringan
2
1
baik
0
April
Juni
Sungai Cipasilian (K1)
Juli
Agustus
Muara Cipasilian (K2)
Gambar 4 Tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cipasilian berdasarkan
Indeks Pencemaran (IP)
Gambar 4 menunjukkan Indeks Pencemaran di Sungai Cipasilian. Indeks
Pencemaran di sungai (K1) berkisar antara 3.0 hingga 5.4. Tingkat pencemaran di
Sungai Cipasilian tergolong tercemar ringan hingga tercemar sedang. Indeks
Pencemaran di muara (K2) berkisar antara 3.2 hingga 7.0. Tingkat pencemaran
di Muara Cipasilian tergolong tercemar ringan hingga tercemar sedang. Indeks
Pencemaran cenderung mengalami penurunan dari sungai ke muara setiap
bulannya, kecuali pada bulan Agustus terjadi peningkatan pencemaran dari sungai
ke muara.
Berikut ini merupakan Indeks Pencemaran pada zona I dan zona II (Gambar
5 dan 6). Laut zona I terdiri dari titik K01, K02, K03, M01, M02, M03 dan M04.
Indeks Pencemaran bulan April terendah pada titik K01 dan K03, yaitu 3.3,
sedangkan tertinggi pada titik M03 yaitu 4.2. Tingkat pencemaran laut zona I
pada bulan April semua titik pengamatan tergolong tercemar ringan.
9
Indeks Pencemaran (IP)
8
7.1
6.5
7
6.0
5.6
6
5
4
4.1
3.3
3.4
3
2.1
4.2
3.8
3.3
2.1
tercemar
sedang
4.1
tercemar
ringan
1.8
2
1
0
baik
April
Agustus
Indeks Pencemaran (IP)
Gambar 5 Indeks Pencemaran di laut zona I pada bulan April dan Agustus
6
5.1
5
4
3
4.0
3.4
3.3
2.9 2.6
2.6 2.7
2.1
3.7
3.3
2.2
2
3.5
3.4
2.4
tercemar
sedang
tercemar
ringan
1.2
1
baik
0
April
Agustus
Gambar 6 Indeks Pencemaran di laut zona II pada bulan April dan Agustus
Indeks Pencemaran bulan Agustus terendah pada titik M02, yaitu 1.8
sedangkan tertinggi pada titik K01 yaitu 7.1. Tingkat pencemaran laut zona I
pada bulan Agustus tergolong tercemar ringan dan tercemar sedang. Indeks
Pencemaran zona II bulan April terendah pada titik K07 senilai 2.6, sedangkan
tertinggi pada titik K09 sebesar 3.7. Tingkat pencemaran laut zona II pada bulan
April tergolong tercemar ringan untuk semua titik pengamatan.
Indeks
Pencemaran bulan Agustus terendah pada titik M05, yaitu 1.2 dan tertinggi pada
titik M06 yaitu 5.1 (Gambar 6). Tingkat pencemaran laut zona II pada bulan
Agustus, hampir semua titik tergolong tercemar ringan kecuali M06 tercemar
sedang.
Tingkat pencemaran pesisir Kronjo berdasarkan STORET
Metode lain yang dapat digunakan untuk mengetahui tingkat pencemaran,
yaitu Indeks STORET. Berikut disajikan Indeks STORET untuk sungai Cidurian
dan Cipasilian (Gambar 7). Tingkat pencemaran Sungai Cidurian dan Sungai
Cipasilian berdasarakan Indeks STORET tergolong dalam kategori tercemar berat.
10
Sungai Cidurian (C1) dan Muara Cidurian (C2) memiliki Indeks STORET
berturut-turut -53 dan -65. Sungai Cipasilian (K1) dan Muara Cipasilian (K2)
memiliki indeks STORET berturut-turut -78 dan -86. Semua titik pengamatan
memiliki kriteria buruk dengan status mutu perairan tercemar berat.
Gambar 8 menunjukkan Indeks STORET untuk laut zona I dan zona II pada
bulan April dan Agustus. Perhitungan tingkat pencemaran menggunakan Indeks
STORET di Laut Kronjo untuk zona I pada bulan April didapatkan nilai -15 dan
pada bulan Agustus -24, sedangkan untuk zona II pada bulan April didapatkan
nilai -12 dan pada bulan Agustus -29. Tingkat pencemaran di Laut Kronjo
termasuk kategori tercemar sedang.
STORET
Sungai
Cidurian
0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
-70
-80
-90
-100
Muara
Cidurian
Sungai
Cipasilian
Muara
Cipasilian
tercemar ringan
tercemar sedang
tercemar berat
-53
-65
-78
-86
Gambar 7 Indeks STORET untuk Sungai dan Muara Cidurian (C1, C2) serta
Sungai dan Muara Cipasilian (K1, K2)
0
Zona I
Zona II
tercemar ringan
-5
STORET
-10
tercemar sedang
-12
-15
-15
-20
-25
-24
-30
-29
tercemar berat
-35
April
Agustus
Gambar 8 Indeks STORET di laut zona I dan zona II pada bulan April dan
Agustus
Parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu
Nilai Indeks Pencemaran dan Indeks STORET menunjukkan bahwa
perairan pesisir Kronjo dalam kondisi tercemar. Kondisi perairan yang tercemar
disebabkan oleh keberadaan beberapa parameter kualitas air yang tidak sesuai
dengan baku mutu (Tabel 6-9). Parameter kualitas air yang tidak sesuai dengan
11
baku mutu tersebut bersumber dari limbah aktivitas manusia di sepanjang aliran
sungai Cidurian dan Cipasilian.
Parameter yang melebihi baku mutu di Sungai Cidurian yaitu BOD5, NO2-N,
fenol, Pb, CN, Cr dan total coliform. Parameter yang tidak sesuai dengan baku
mutu di Muara Cidurian yaitu kekeruhan, TSS, O-PO4, DO, H2S, Cu, Pb, Zn, Cr,
total coliform, dan fecal coliform. Sungai Cipasilian tercemar oleh BOD5, COD,
TDS, H2S, Cr, NO2-N, CN, fenol, Pb, Zn, fecal coliform, dan total coliform.
Muara Cipasilian tercemar oleh kekeruhan, TSS, O-PO4, NH3-N, H2S, Cu, Pb, Zn,
Cr, BOD5, CN, fenol, dan total coliform. Pada titik muara, terdapat lebih banyak
parameter yang tidak sesuai dengan baku mutu karena muara adalah tempat terjadi
akumulasi bahan pencemar sepanjang aliran sungai.
Bulan April dan Agustus terdapat beberapa parameter yang melampaui baku
mutu (Tabel 8). Titik K01 tercemar oleh O-PO4 pada bulan April, sedangkan
pada bulan Agustus tercemar oleh O-PO4 dan H2S. Titik K02 tercemar oleh OPO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh TSS dan OPO4. Titik K03 tercemar oleh O-PO4 dan TSS pada bulan April dan Agustus.
Titik M01 tercemar oleh kekeruhan, TSS, dan O-PO4 pada bulan April, sedangkan
pada bulan Agustus oleh kekeruhan, TSS, H2S dan O-PO4. Titik M02 tercemar
oleh kekeruhan dan O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus
tecemar oleh TSS. Titik M03 tercemar oleh kekeruhan dan O-PO4 pada bulan
April, sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh TSS, H2S dan O-PO4. Titik
M04 tecemar oleh kekeruhan, TSS, dan O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada
bulan Agustus tercemar oleh TSS, H2S dan O-PO4.
Tabel 9 merupakan parameter yang melebihi baku mutu di laut zona II.
Titik K04 tercemar oleh O-PO4 dan Pb pada bulan April, sedangkan pada bulan
Agustus tercemar oleh TSS, O-PO4, dan Pb. Titik K05 tercemar oleh O-PO4 dan
Pb pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh TSS, Pb, dan
O-PO4. Titik K06 tercemar oleh O-PO4 dan Pb pada bulan April, sedangkan pada
bulan Agustus tercemar oleh TSS, O-PO4, H2S, dan Pb. Titik K07 tercemar oleh
O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus TSS dan O-PO4. Titik
K08 tercemar O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus tecemar
oleh TSS dan Orto-P. Titik K09 tercemar oleh O-PO4 pada bulan April,
sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh TSS dan O-PO4. Titik M05
tercemar oleh O-PO4, sedangkan pada bulan Agustus tercemar oleh kekeruhan.
Titik M06 tercemar oleh O-PO4 pada bulan April, sedangkan pada bulan Agustus
tercemar oleh kekeruhan, O-PO4, dan H2S.
Perbandingan tingkat pencemaran menggunakan Indeks Pencemaran dan
Indeks STORET
Gambar 9 merupakan perbandingan tingkat pencemaran di Sungai Cidurian
dan Sungai Cipasilian dengan menggunakan Indeks STORET dan Indeks
Pencemaran (IP). Tingkat pencemaran Sungai Cidurian dan Cipasilian tercemar
berat berdasarkan Indeks STORET, sedangkan berdasarkan Indeks Pencemaran
yang telah dirata-ratakan termasuk tercemar ringan.
Gambar 10 merupakan perbandingan tingkat pencemaran di laut Kronjo
berdasarkan Indeks STORET dan Indeks Pencemaran. Laut zona I dan zona II
tergolong tercemar sedang berdasarkan STORET, sedangkan berdasarkan Indeks
Pencemaran yang sudah dirata-ratakan tergolong tercemar ringan.
12
Tabel 6 Parameter yang tidak memenuhi baku mutu menurut PP No. 82 Tahun 2003 kelas III dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air laut pada biota laut di Sungai Cidurian
Titik
Bulan
C1
April
Juni
Juli
Agustus
(Sungai Cidurian)
BOD5
NO2-N
•
Fenol
•
•
Parameter
Total Coliform
•
Pb
CN
•
•
•
•
•
Total Coliform
Cu
Pb
Zn
•
•
•
•
•
C2
Cu
Parameter
Bulan
(Muara Cidurian)
Cr
Kekeruhan
TSS
•
•
•
•
April
Juni
Juli
Agustus
DO
Orto-P
•
•
•
•
•
•
Cr
H2S
•
•
Fecal
coliform
•
•
•
•
•
Tabel 7 Parameter yang tidak memenuhi baku mutu menurut PP No. 82 Tahun 2003 kelas III dan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup
Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air laut pada biota laut di Sungai Cipasilian
Titik
Bulan
K1
April
Juni
Juli
Agustus
(Sungai Cipasilian)
K2
(Muara Cipasilian)
Bulan
April
Juni
Juli
Agustus
BOD5
•
•
Kekeruhan
•
•
•
•
COD
TDS
•
•
TSS
Orto-P
•
•
•
•
•
H 2S
•
NH3-N
•
Krom
CN
•
•
H2 S
•
Cu
•
•
•
•
Parameter
NO2-N Cu
•
•
•
•
Parameter
Pb
Zn
•
•
Pb
•
Total coliform
•
Fecal coliform
•
•
•
Cr
•
Total coliform
•
BOD5
•
•
•
•
Fenol
•
Zn
•
•
CN
•
•
Cr
•
Fenol
•
13
Tabel 8 Parameter yang tidak sesuai baku mutu di zona I menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air
laut pada biota laut
Bulan
Parameter
K01
K02
K03
•
•
•
•
•
•
•
•
Kekeruhan
TSS
O-PO4
Kekeruhan
H 2S
TSS
O-PO4
April
Agustus
•
•
Stasiun
M01
M02
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
M03
•
•
M04
•
•
•
•
•
•
•
•
•
Tabel 9 Parameter yang tidak sesuai baku mutu di zona II menurut Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 tahun 2004 untuk baku mutu air
laut pada biota laut
Bulan
Parameter
O-PO4
Pb
Kekeruhan
TSS
O-PO4
H2S
Pb
April
Agustus
4.9
5
4.7
K05
•
•
K06
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
•
tercemar
sedang
4.1
4
tercemar
ringan
3.5
3
2
1
baik
0
C1
C2
K1
(a)
K2
Stasiun
K07
K08
•
•
•
•
C1
0
-10
-20
-30
-40
-50
-60
-70
-80
-90
-100
STORET
Indeks Pencemaran (IP)
6
K04
•
•
K09
•
•
•
C2
M05
•
M06
•
•
•
•
•
K1
•
•
K2
tercemar
ringan
tercemar
sedang
tercemar
berat
-53
-65
-78
-86
(b)
Gambar 9 Perbandingan tingkat pencemaran di Sungai dan Muara Cidurian (C1,
C2) serta Sungai dan Muara Cipasilian (K1, K2) dengan menggunakan
Indeks Pencemaran dan Indeks STORET
14
5
4
0
tercemar
sedang
4.5
Zona I
3.7
2.8
tercemar
ringan
2
1
baik
0
-15
-20
-24
-30
-29
Zona II
-35
April
tercemar
sedang
-12
-15
-25
Zona I
tercemar
ringan
-10
3.3
3
Zona II
-5
STORET
Indeks Pencemaran (IP)
6
Agustus
(a)
April
Agustus
tercemar
berat
(b)
Gambar 10 Perbandingan tingkat pencemaran di laut zona I dan zona II dengan
menggunakan Indeks Pencemaran dan Indeks STORET
Pembahasan
Sungai Cipasilian dan Sungai Cidurian memiliki banyak masukan dari
kegiatan manusia. Muara Cidurian memiliki nilai Indeks Pencemaran yang lebih
tinggi dibandingkan Sungai Cidurian (Gambar 3). Hal ini menunjukan adanya
akumulasi bahan pencemar di muara sehingga tingkat pencemaran lebih tinggi
dibandingkan dengan di sungai. Sejalan dengan Penelitian Suhartono (2009) yang
membandingkan kualitas air di Sungai Ciliwung, Banjirkanal Timur, dan Demaan,
didapatkan bahwa cemaran di muara ketiga sungai tersebut lebih besar
dibandingkan di sungai.
Indeks Pencemaran di Sungai Cipasilian menunjukan nilai yang lebih tinggi
di sungai dan menurun di bagian muara (Gambar 4). Hal ini terjadi karena muara
merupakan wilayah perairan yang unik. Pritchard (1967) in Montagna et. al.
(2013) menyatakan terdapat tiga komponen yang menyebabkan muara bersifat
unik, yaitu iklim, geologi dan pasang surut. Iklim terkait dengan variasi
penguapan dan limpasan air tawar, geologi terkait dengan variasi ketinggian dan
pola drainase serta pasang surut terkait dengan tingkat percampuran dan elevasi
percampuran air. Berkaitan dengan menurunnya cemaran di muara, hal ini dapat
terjadi karena pada saat pengambilan contoh air kondisi sedang pasang (Lampiran
3). Air laut yang cenderung lebih bersih bercampur dengan air sungai, sehingga
terjadi pengenceran terhadap konsentrasi limbah.
Laut zona I (Gambar 5) memiliki Indeks Pencemaran yang lebih tinggi
dibandingkan laut zona II (Gambar 6). Hal ini membuktikan pencemaran yang
terjadi di sungai dan muara memberikan dampak terhadap penurunan kualitas
perairan di wilayah laut. Laut zona I yang lebih dekat ke daratan mendapat
masukan lebih banyak dari sungai sehingga memiliki nilai pencemaran yang lebih
tinggi dibandingkan laut zona II. Nilai Pencemaran semakin menurun di laut zona
II karena dipengaruhi semakin jauh jarak pantai dengan aktivitas daratan (Elyzar
et al. 2007).
15
Indeks Pencemaran pada bulan Agustus cenderung lebih tinggi
dibandingkan bulan April (Gambar 5 dan 6). Penelitian Liu et al. (2011) di Laut
Bohai, Cina, diperoleh hasil bahwa pencemaran lebih tinggi di musim kemarau,
namun sebaran pencemaran lebih luas di musim banjir.
Evaluasi pencemaran berdasarkan Indeks STORET memberikan hasil
Sungai Cidurian dan Cipasilian telah tercemar berat (Gambar 7). Adapun untuk
laut zona I dan zona II memiliki kriteria tercemar sedang pada kedua waktu
pengamatan (Gambar 8).
Aktivitas industri yang berpotensi melepaskan limbah beracun berbahaya ke
perairan laut banyak ditemui disekitar lokasi penelitian. BPS Tangerang 2012
mencatat terdapat 119 industri di Tangerang, antara lain industri baja, industri
kimia, PLTU, penyimpanan batu bara, pabrik perakitan perahu fiber, perhotelan,
wisata bahari, dan sebagainya. Prihartini (2013) dalam jurnalnya menyebutkan,
PLTU yang terdapat di Kronjo menggunakan batu bara sebagai bahan bakar, dan
limbah batu bara menjadi pencemar utama ekosistem perairan.
Parameter yang tidak sesuai baku mutu di sungai dan muara, yaitu:
kekeruhan, TSS, TDS, BOD5, fenol, CN, NO2-N, DO, O-PO4, H2S, COD, NH3-N,
Pb, Cr, Cu, Zn, fekal koli, dan koli total (Tabel 6, 7). Limbah yang terdapat di
sungai dan muara merupakan limbah antropogenik, seperti limbah domestik,
limbah industri, dan limbah pertanian. Hal ini terbukti dengan adanya
pencemaran dari beberapa parameter kunci. Menurut Syakti et al. 2012, tingginya
kadar detergen, sabun, nitrogen, fosfor, H2S, bahan organik (BOD dan COD), pH
dan total coliform menunjukkan adanya limbah domesik di suatu perairan.
Limbah pertanian memiliki karakteristik tingginya kandungan pestisida, TSS,
kekeruhan, bahan organik (BOD dan COD), nitrogen, dan fosfor. Limbah industri
memiliki karakteristik tingginya kandungan logam tertentu, hidrokarbon,
temperatur, TSS, bahan organik (BOD dan COD) dan pH yang terkadang tinggi
atau rendah.
Parameter yang tidak sesuai baku mutu di laut yaitu kekeruhan, TSS, O-PO4,
H2S, dan logam Pb. Syakti et al. (2012), elemen nutritif seperti: nitrat, nitrit,
amonia, dan ortofosfat, merupakan ekses berlebih dari pupuk pertanian atau
industri deterjen.
Selain itu, daerah perikanan tambak dan pertanian
menggunakan pupuk mengandung unsur P terbuang ke perairan sungai dan
berakhir di perairan laut (Fachrul et al. 2006). Adanya cemaran logam berat Pb di
pesisir Kronjo karena terdapat industri PLTU berbahan dasar batu bara.
Rochyatun et al. (2005) menyatakan limbah ini mengeluarkan kandungan logam
Pb. Pernyataan serupa dengan Prihartini (2013) yang menyatakan kolom air dan
substrat di lokasi penelitian Muara Bama Panimbang dan Teluk Banten
Bojonegara, telah tercemar logam Pb, Cd, dan Hg melebihi batas ambang yang
ditetapkan.
Perbedaan tingkat pencemaran berdasarkan Indeks STORET dan Indeks
Pencemaran dapat dilihat pada Gambar 9 dan 10. Sungai Cidurian dan Cipasilian
tercemar berat berdasarkan STORET dan tercemar ringan berdasarkan Indeks
Pencemaran. Laut zona I dan II tercemar sedang berdasarkan STORET dan
tercemar ringan berdasarkan Indeks Pencemaran. Perbedaan tingkat pencemaran
ini diduga disebabkan oleh perbedaan sistem penilaian tingkat pencemaran
perairan pada kedua metode. Perbedaan tersebut mencakup perbedaan jumlah
data dan rasio data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu. Perbedaan
16
jumlah data terkait dengan banyaknya data yang digunakan dalam penentuan
tingkat pencemaran perairan. Penentuan tingkat pencemaran perairan dengan
Indeks Pencemaran dapat dilakukan hanya dengan menggunakan satu buah data
pengamatan kualitas air, sedangkan Indeks STORET harus menggunakan satu seri
data yang terdiri atas sedikitnya dua buah data pengamatan kualitas air
(Setyobudiandi et al. 2009).
Faktor lain yang menyebabkan perbedaan tingkat pencemaran yang
dihasilkan oleh kedua metode, yaitu penilaian terhadap bahan pencemar.
Bilangan ordinal merupakan penilaian dalan Indeks STORET, sedangkan rasio
merupakan penilaian terhadap Indeks Pencemaran.
Pada metode Indeks
STORET, nilai Indeks STORET hanya ditentukan oleh total nilai yang dihasilkan
(Lampiran 5). Total nilai ini didapat dengan menjumlahkan semua nilai negatif
yang diberikan terhadap parameter kualitas air yang tidak sesuai baku mutu
(maksimum, minimum, dan rataan). Pemberian nilai ini tanpa dipengaruhi oleh
besar atau kecilnya rasio antara data kualitas air hasil pengamatan dengan baku
mutu, sehingga tingkat pencemaran perairan yang dihasilkan oleh Indeks
STORET cenderung lebih tinggi dibandingkan Indeks Pencemaran. Berbeda
dengan Indeks STORET, nilai Indeks Pencemaran dipengaruhi oleh rasio antara
data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu. Semakin kecil perbedaan
antara data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu, semakin kecil pula
rasio data kualitas air hasil pengamatan dengan baku mutu. Rasio data kualitas air
hasil pengamatan dengan baku mutu yang semakin kecil, mengakibatkan nilai
Indeks Pencemaran yang dihasilkan juga semakin kecil. Oleh karena itu,
walaupun parameter yang tidak sesuai baku mutu antara kedua metode sama,
namun terdapat perbedaan pemberian nilai terhadap bahan pencemar sehingga
indeksnya juga berbeda.
Selain beberapa perbedaan tersebut, perbedaan lain antara Indeks STORET
dengan Indeks Pencemaran adalah Indeks STORET memberikan bobot yang
berbeda terhadap parameter kualitas air yang berbeda (fisika, kimia, dan biologi).
Perbedaan bobot ini dilihat dari adanya perbedaan nilai yang diberikan terhadap
parameter kualitas air fisika, kimia, dan biologi. Bobot yang lebih lebih besar
diberikan kepada parameter kualitas air yang lebih berpengaruh terhadap
pencemaran air. Bobot parameter kualitas air dari rendah ke tinggi secara
berurutan adalah parameter fisika, kimia, dan mikrobiologi. Jika jumlah ulangan
parameter yang digunakan untuk mengevaluasi tingkat pencemaran kurang dari
10, maka sudah cukup untuk menyatakan perairan tersebut dalam kondisi
tercemar berat apabila terdapat tiga parameter kimia yang nilai maksimum,
minimum, dan rataannya tidak sesuai baku mutu. Namun, berdasarkan Indeks
Pencemaran, tingkat pencemaran dinyatakan tercemar berat apabila rasio
parameter terukur sebagian besar nilainya lebih dari 63 kali baku mutu
peruntukannya. Tingkat pencemaran perairan yang cenderung lebih tercemar
berdasarkan Indeks STORET dibandingkan Indeks Pencemaran menunjukkan
perbedaan sensitivitas kedua metode tersebut terhadap nilai parameter
pencemaran. Suwari et al. (2010) menyatakan metode Indeks Pencemaran
memiliki toleransi yang cukup besar atau kurang sensitif terhadap perbedaan nilai
parameter pencemaran.
Berdasarkan beberapa perbedaan sistem penilaian antara Indeks Pencemaran
dan Indeks STORET tersebut, metode Indeks STORET lebih baik dalam
17
menentukan tingkat pencemaran di suatu perairan. Indeks STORET lebih tepat
digunakan karena untuk pengelolaan perairan harus memiliki penilaian yang lebih
ketat terhadap pencemaran.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Tingkat pencemaran perairan Sungai Cidurian dan Sungai Cipasilian telah
tercemar berat berdasarkan Indeks STORET dan tercemar sedang berdasarkan
Indeks Pencemaran. Parameter yang tidak sesuai baku mutu di sungai dan muara,
yaitu: kekeruhan, TSS, TDS, BOD5, fenol, CN, NO2-N, DO, O-PO4, H2S, COD,
NH3-N, Pb, Cr, Cu, Zn, fecal coliform, dan total coliform. Laut Kronjo tercemar
ringan berdasarkan Indeks STORET dan tercemar ringan hingga sedang
berdasarkan Indeks Pencemaran. Parameter yang tidak sesuai baku mutu di
wilayah laut yaitu kekekruhan, TSS, O-PO4, H2S, dan logam Pb. Indeks STORET
lebih tepat digunakan karena memiliki penilaian yang lebih ketat terhadap
pencemaran.
Saran
Saran yang dapat diberikan yaitu perlu dilakukan kajian lebih dalam terkait
faktor oseanografi dan biofisik. Perbaikan tata guna lahan juga perlu dilakukan
untuk menekan pencemaran.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina Y, Amin B, Thamrin. 2012. Analisis beban pencemar ditinjau dari
parameter logam berat di Sungai Siak Kota Pekanbaru. J Ilmu Lingk.
6(2):162-172.
Agustiningsih D, Budi S, Sudarno. 2012. Analisis kualitas air dan strategi
pengendalian pencemaran air Sungai Blukar Kabupaten Kendal. J
Presipitasi. 9(2):64-71.
Ali A, Soemarno, Purnomo M. 2013. Kajian kualitas air dan status mutu air
Sungai Metro di Kecamatan Sukun Kota Malang. J Bumi Lestari.
13(2):265-274.
[APHA; AWWA; WEF] American Public Healt Association; American Water
Works Association; Water Environment Federation (US). 2012. Standard
Methods for The Examination of Water and Waste Water 21st Edition.
Ohio (US): American Public Healt Association.
18
[BPS]. 2013. Statistik Daerah Kabupaten Tangerang 2013. Tangerang (ID): BPS
Kabupaten Tangerang.
[Bupati Tangerang]. 2011. Peraturan Daerah Kabupaten Tangerang Nomor 13
Tahun 2011 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Tangerang
Tahun 2011-2031. Tangerang (ID): Lembaran Daerah Kabupaten
Tangerang.
Dahuri R,. Jacub R,. Sapta, P.G dan J Sitepu. 2001. Pengelolaan sumber daya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. Jakarta (ID). Pradnya Paramita.
Darmayati Y, Djoko H, Ruyitno. 2009. Dinamika bakteri indikator pencemaran di
perairan estuari Cisadane. J Oseanologi dan Limnologi Indonesia.
35(2):273-290.
Darmono. 1995. Logam dalam Sistem Biologi Makhluk Hidup. Jakarta (ID): UI Pr.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air: bagi pengelola sumberdaya dan lingkungan
perairan. Yogyakarta (ID): Kanisius.
Elyazar N, Mahendra M, Nyoman W. 2007. Dampak aktivitas masyarakat terhadap
tingkat pencemaran air laut di Pantai Kuta Kabupaten Badung serta upaya
pelestarian lingkungan. J Echotrophic. 2(1):1907-1915.
Fachrul M.F, Herman H, Anita A. 2006. Distribusi Spatial Nitrat, Fosfat dan
Ratio N/P di Perairan Jakarta. Jurnal Teknik Lingkungan. Edisi Khusus
Agustus 2006. Bandung (ID): ITB Pr.
Fulazzaky M, Chang A, Teng W. 2010. Assessment of water quality status for
Selangor River in Malaysia. Water Air Soil Pollution (205):63-37.
GESAMP, 1990. Joint Group of Experts on the Scientific Aspect of Marine
Pollution: the State of the Marine Environment UNEP Regional Seas
Report and Studies No. 115, UNEP.
Hendrawan D. 2005. Kualitas air sungai dan situ di DKI Jakarta. Makara
Teknologi. 9(1):13-19.
Hendrawan D. 2008. Kualitas air Sungai Ciliwung ditinjau dari parameter minyak
dan lemak. JIPPI. 15(2):85-93.
Liu S, Sha L, Cuiping K, Wenrui H, Wujun C, Jianle Zg, Guihui Z. 2011. Water
quality assessment by pollution-index method in the coastal waters of
Hebei Province in western Bohai Sea, China. Marine Pollution Bull. 62
(2): 2220–2229. Elsevier science.
[KLH]. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003
Tentang Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Jakarta (ID).
[KLH]. 2004. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 51 Tahun 2004
Tentang Baku Mutu Air Laut. Jakarta (ID).
Mezuan. 2007. Kajian kapasitas asimilasi periaran Marina Teluk Jakarta [tesis].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Montagna P, Palmer T, Beseres P. 2013. Hydrobiological changes and estuarine
dynamics. Env. Science. doi: 10.1007/978-1-4614-5833-3_2. Springer
Publishing.
Mukhtasor M. 2007. Pencemaran Pesisir dan Laut. Jakarta (ID): Pradnya
Paramita.
Nemerow, N.L. 1991. Stream, Lake, Estuary and Ocean Pollution 2nd ed.
Environmental Enginering Series. Van Nostrand Reinhold. New York.
Polii N, Bobi S, Desmi N. 2002. Pendugaan kandungan merkuri dan sianida di
Daerah Aliran Sungai (DAS) Buyat Minahasa. J Ekoton. 2(1):31-37.
19
[PP]. 2001. Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 Tentang Kualitas Air
dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta (ID).
Prihartini W. 2013. Ekobiologi kerang bulu anadara antiquate di perairan
tercemar logam berat. J Tek Peng Lim. 16(3):1-10. Ed Suplemen 2013.
Jakarta (ID). BATAN.
Putri NAD. 2011. Kebijakan pemerintah dalam pengendalian pencemaran air
Sungai Siak (Studi pada daerah aliran sungai Siak Bagian Hilir). J Ilmu
Politik dan Ilmu Pemerintahan. 1(1):68-79.
Rahayu S, Widodo RH, Noordwijk M, Suryadi I, Verbist B. 2009. Monitoring Air
di Daerah Aliran Sungai. Bogor (ID): World Agrofoerstry CentreSoutheast Asia Regional Office.
Rochyatun E, Lestari, Rozak A. 2005. Kualitas lingkungan perairan Banten dan
sekitarnya ditinjau dari kondisi logam berat. J Oseanologi dan Limnologi
Indonesia. 38: 23-46.
Syakti AD, Hidayati NV, Siregar AS. 2012. Agen Pencemaran Laut. Bogor (ID):
IPB Press.
Setyobudiandi I, Sulistiono, Yulianda F, Kusmana C, Hariyadi S, Damar A,
Sembiring A, Bahtiar. 2009. Sampling dan Analisis Data Perikanan dan
Kelautan Terapan Metode Pengambilan Contoh di Wilayah Pesisir dan
Laut. Bogor (ID): Makaira-FPIK.
Siahaan R, Indrawan A, Soedharma D, Prasetyo LB. 2011. Kualitas air Sungai
Cisadane, Jawa Barat-Banten. J Ilmiah Sains. 11(2):268-272.
Soekadi. 1999. Pencemaran sungai akibat buangan limbah dan pengaruhnya
terhadap BOD dan DO [makalah]. Bandung (ID) : Institut Keguruan dan
Ilmu Pendidikan.
Suhartono E. 2009. Identifikasi kualitas perairan pantai akibat limbah domestik
pada monsun timur dengan metode indeks pencemaran (studi kasus di
Jakarta, Semarang, dan Jepara). Wahana Tek Sipil. 14(1): 51-62.
Suwari, Riani E, Pramudya B, Djuwita I. 2010.