Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia
ANALISIS KONVERGENSI PRODUKTIVITAS TENAGA
KERJA ANTARPROVINSI DI INDONESIA
TAZKIYA AZHARA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konvergensi
Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Tazkiya Azhara
NIM H14100047
ABSTRAK
TAZKIYA AZHARA. Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja
AntarProvinsi di Indonesia. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI.
Tiap-tiap provinsi ingin melakukan proses pembangunan berkelanjutan
sesuai dengan otonomi daerahnya masing-masing. Selama 13 tahun otonomi daerah
berjalan, masih ada ketimpangan di Indonesia. Hal tersebut berdampak pada
berbagai hal, terutama produktivitas tenaga kerja. Selama periode analisis, rata-rata
produktivitas tenaga kerja tertinggi berada di DKI Jakarta sebesar 87,16 juta rupiah
per orang dan terendah di NTT sebesar 5,72 juta rupiah per orang. Tujuan penelitian
ini untuk memetakan provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja, mengukur tingkat
ketimpangan produktivitas tenaga kerja, dan menganalisis apakah pergerakan
produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia menunjukkan suatu proses
yang konvergen atau divergen. Metode penelitian menggunakan data panel dinamis
33 provinsi periode 2005-2012. Hasil dari pemetaan menunjukkan bahwa terjadi
perubahan posisi provinsi pada tahun 2005 dan 2012. Berdasarkan analisis
ketimpangan didapat bahwa kesenjangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi
di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuatif dan cenderung menurun. Berdasarkan
pengolahan data menggunakan SYS-GMM didapat bahwa proses konvergensi
produktivitas tenaga kerja terjadi di Indonesia.
Kata kunci: Konvergensi, Produktivitas Tenaga Kerja, Data Panel Dinamis
ABSTRACT
TAZKIYA AZHARA. Convergence Analysis of InterProvincial Labour
Productivity in Indonesia. Supervised by WIWIEK RINDAYATI.
Each province wants to make the process of sustainable development with
their regions autonomy. For 13 years running regional autonomy, there is still
disparity in Indonesian. This has resulted in a variety of ways, especially labor
productivity. During the analysis period, the average of labor productivity highest
at Jakarta amounted to 87,16 million rupiah per person and the lowest at NTT
amounted to 5,72 million rupiah per person. The purpose of this study is to map the
provinces in Indonesia seen from the growth rate of labor productivity and labor
productivity value, analyze the degree of disparity in labor productivity, and to
analyze process of labor productivity among provinces in Indonesia shows a
convergent or divergent process. The research uses dynamic panel data of 33
provinces from 2005 to 2012. Results from the mapping showed that the change of
position of the province in 2005 and 2012. Based on analysis of regional disparity
found that the labor productivity gap between provinces in Indonesia fluctuating
from year to year and tends to decrease. Based on data processing using the SYSGMM obtained that the process of convergence in labor productivity occurred in
Indonesia.
Keywords: Convergence, Labor Productivity, Dynamic Panel Data
ANALISIS KONVERGENSI PRODUKTIVITAS TENAGA
KERJA ANTARPROVINSI DI INDONESIA
TAZKIYA AZHARA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
NAMA2014
PENULIS
Judul Skripsi : Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di
Indonesia
Nama
: Tazkiya Azhara
NIM
: H14100047
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si.
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah konvergensi produktivitas
tenaga kerja, dengan judul Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja
AntarProvinsi di Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada keluarga penulis, yakni Papa Syafrizal, Mama Nurdjannah, dan
Adik tercinta Azhar Zaki Al-Kinddy serta Vini Melinda atas segala do’a dan
dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu dan memberikan arahan, bimbingan, motivasi, serta saran
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen penguji utama dan Laily
Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas
saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4. Keluarga KAREMATA FEM IPB, Erlinda Oktavia, Trisa Maulidya, Nia
Verba, Noer Wasiti, Nurul Desty, Widi Purnama, Ardhi Harry, Ridho Fuadi,
Ahmad Fadhli, Ryan Satria, Ari Ismail, Triana Kusuma, Garin Rizki, Dimas
Prabowo, Dendi Wicaksono, dan Andi Lenny.
5. Teman-teman satu kontrakan, Fitha, Ganies, Ocha, Ita, Aris, Shafa, Ditta,
Fathiya, Bayti, Meis, Okti, dan Tiara.
6. Teman-teman satu bimbingan, Mega Wahyu Wulandari, Hesty Ambar Sary,
Gina Ratna Suminar, Ilza Putra Trunajaya yang telah banyak memberikan
bantuan, dukungan, kritik, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman sepermainan, Shinta, Yunita, Titis, Mega, dan Hesty yang telah
memberikan semangat tiada henti-hentinya.
8. Seluruh keluarga HIPOTESA periode 2011/2012 dan 2012/2013 terutama
CER tercinta, Mellida, Farah, Widi, Amel, Nadiah, Pangrio, Alm. Adit, Penny,
Rifky, Puspa, Dini, Wina, Fadhlan, Debrina, Haris, Meliana, dan Idham.
9. Seluruh keluarga IE 47 terima kasih atas doa dan dukungannya.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Tazkiya Azhara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Produktivitas Tenaga Kerja
5
Konvergensi
8
Ketimpangan
8
Penelitian Terdahulu
9
Kerangka Pemikiran
11
METODE
13
Jenis dan Sumber Data
13
Metode Analisis Data
13
Model Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja
16
Elastisitas Jangka Pendek dan Elastisitas Jangka Panjang
16
GAMBARAN UMUM
17
Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia
17
Kondisi Investasi AntarProvinsi di Indonesia
19
Kondisi Realisasi Anggaran Pendidikan AntarProvinsi di Indonesia
19
Kondisi Realisasi Anggaran Kesehatan AntarProvinsi di Indonesia
20
Kondisi Jumlah Pekerja yang Lulus SMA AntarProvinsi di Indonesia
21
Kondisi Upah AntarProvinsi di Indonesia
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Laju Pertumbuhan
Produktivitas Tenaga Kerja dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja
23
Analisis Deskriptif dengan Indeks Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja 26
Hasil Estimasi Model Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja
SIMPULAN DAN SARAN
27
30
Simpulan
30
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
45
DAFTAR TABEL
1 Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia Tahun
2005-2012 (Juta Rupiah per Orang)
2 Jumlah Investasi AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012
3 Hasil Estimasi Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja Antar
Provinsi di Indonesia dengan Sys-GMM serta Perbandingan
Koefisien antara Sys-GMM, PLS, dan FEM
2
3
28
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rata-Rata PDRB per Kapita 33 Provinsi di Indonesia (Rupiah)
Model Solow
Kerangka Pemikiran
Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di
Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah per Orang)
Perbandingan Jumlah PMA dan PMDN AntarProvinsi di
Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah)
Perbandingan Realisasi Anggaran Pendidikan AntarProvinsi di
Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah)
Perbandingan Realisasi Anggaran Kesehatan AntarProvinsi di
Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah)
Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja yang Lulus SMA Antar
Provinsi di Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah)
Perbandingan UMP AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005
dan 2012 (Juta Rupiah)
Pemetaan Provinsi Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas
Tenaga Kerja (Persen) dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja
(Juta Rupiah per Orang) Tahun 2005
Pemetaan Provinsi Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas
Tenaga Kerja (Persen) dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja
(Juta Rupiah per Orang) Tahun 2012
Trend Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2005-2012
1
7
12
17
18
19
20
21
22
23
23
26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan Pemetaan Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas
Tenaga Kerja dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja
34
2 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2005
35
3 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2006
4 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2007
5 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2008
6 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2009
7 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2010
8 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2011
9 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2012
10 Estimasi Konvergensi dengan Sys-GMM
11 Estimasi Konvergensi dengan PLS
12 Estimasi Konvergensi dengan FEM
13 Elastisitas Jangka Pendek dan Elastisitas Jangka Panjang
36
37
38
39
40
41
42
43
43
44
44
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diberikan
pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus wilayahnya masing-masing sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan otonomi daerah
sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adanya Undang-Undang mengenai
otonomi daerah tersebut memberikan kewenangan dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah yang lebih nyata, bertanggung jawab, luas, mandiri, dan sesuai
dengan kepentingan masyarakat serta pelaksanaan pemerintah maupun
pembangunan di wilayahnya masing-masing. Kewenangan dalam otonomi daerah
menjadi sebuah cita-cita karena sistem pemerintahan yang sentralistik biasanya
menempatkan daerah-daerah pinggiran sebagai pelaku pembangunan yang tidak
dipentingkan.
Sumber: BPS Pusat, 2013 (diolah)
Gambar 1 Rata-Rata PDRB per Kapita 33 Provinsi di Indonesia (Rupiah)
Pemerataan antarwilayah juga merupakan salah satu tujuan dari adanya
otonomi daerah karena Indonesia memiliki keberagaman SDA dan SDM.
Kenyataan yang ada pemerataan belum menyebar secara merata di semua wilayah
Indonesia sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan antarwilayah. Pada
Gambar 1 menunjukkan rata-rata PDRB per kapita 33 provinsi di Indonesia. PDRB
per kapita tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 38.859.641 rupiah dan
terendah berada di Provinsi NTT sebesar 2.567.552 rupiah. Perbedaan PDRB per
kapita yang cukup signifikan akan diikuti dengan perbedaan produktivitas tenaga
kerja. Provinsi-provinsi yang memiliki PDRB per kapita tinggi cenderung
produktivitas tenaga kerjanya tinggi sedangkan provinsi-provinsi yang memiliki
2
PDRB per kapita rendah cenderung produktivitas tenaga kerjanya rendah.
Produktivitas merupakan suatu hal yang penting dalam perekonomian karena
berkaitan dengan efisiensi dan kesejahteraan tenaga kerja.
Tabel 1 Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012
(Juta Rupiah per Orang)
Tahun
Provinsi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Aceh
24,9236
22,6887
22,9080
21,0222
18,5962
18,6364
18,7798
20,3498
Sumatera Utara
18,0897
19,2086
19,6333
19,1637
19,3489
19,3809
21,4116
23,3782
Sumatera Barat
16,9797
17,1158
17,4198
17,9807
18,3514
19,0364
19,9408
21,5504
Riau
35,6683
47,0152
45,1863
44,3050
45,3652
45,0345
42,3508
44,3138
Jambi
11,3372
12,1118
12,4470
12,4934
12,9106
11,9474
13,2153
14,3114
Sumatera Selatan
17,0107
17,2786
18,0741
18,1945
18,9099
18,6657
19,1404
20,4063
8,5518
8,6814
9,1734
9,6569
9,9834
10,2238
10,1612
11,3988
Bengkulu
Lampung
9,4810
10,0717
9,9639
10,3946
10,7039
10,2727
11,7333
12,6130
Kepulauan Bangka Belitung
20,1443
21,1875
19,9261
20,0832
20,2851
18,6025
19,6529
21,0100
Kepulauan Riau
59,7952
62,9238
64,7895
60,4162
61,1679
53,3811
56,0356
57,4908
DKI Jakarta
84,7063
82,0510
86,6448
84,3812
90,1976
84,3587
92,0223
92,9652
Jawa Barat
16,5848
17,1694
17,2943
17,6698
17,9514
19,0187
19,6571
19,8899
9,1887
9,6794
9,7589
10,8664
11,1569
11,8279
12,4572
13,0695
Jawa Tengah
DI.Yogyakarta
9,8872
10,0173
10,3097
10,1532
10,5842
11,8548
12,3052
12,4800
Jawa Timur
14,4966
15,3511
15,3804
16,1813
16,6206
18,3056
19,3757
20,6302
Banten
17,8373
18,9572
22,2688
21,7234
22,5260
19,3215
20,7978
21,7115
Bali
11,1154
11,8618
12,3352
12,7652
13,2666
13,2647
13,9500
14,4593
Kalimantan Barat
12,6626
12,6759
12,9774
13,4454
13,8174
14,4720
14,9718
16,1471
Kalimantan Tengah
15,4660
15,7307
16,3094
17,0292
17,6763
18,3907
18,1586
20,0148
Kalimantan Selatan
15,8290
16,4330
16,2116
16,5214
17,0303
17,5927
17,8380
18,8978
Kalimantan Timur
87,1334
84,2398
90,1280
81,9372
81,0311
74,8722
72,5806
74,1558
Sulawesi Utara
15,2671
16,2609
15,7886
17,4326
18,2413
19,6139
19,9199
22,2367
Sulawesi Tengah
11,4517
12,2330
12,8798
13,2959
14,0974
15,1380
15,2554
18,0352
Sulawesi Selatan
11,8669
14,1925
14,0611
14,2055
14,6872
15,6462
16,3232
17,8134
Sulawesi Tenggara
9,4064
10,3469
10,4315
10,8448
11,3253
11,6811
12,3696
14,3665
Gorontalo
6,2228
5,9751
6,4493
6,2228
6,4400
6,7379
7,0551
7,5921
Sulawesi Barat
8,3005
8,2303
8,0204
8,4490
8,6851
9,2140
9,7622
10,3939
Nusa Tenggara Barat
8,5078
8,1833
8,3893
8,8367
9,5935
9,4110
9,9070
9,7136
Nusa Tenggara Timur
5,0376
5,2550
5,4248
5,4791
5,5171
6,0871
6,3222
6,6670
Maluku
7,9655
7,6108
7,4860
7,5807
7,4913
7,2489
6,9357
7,9641
Maluku Utara
6,3395
6,0599
6,7170
6,7189
7,1401
7,3804
7,3766
7,7600
Papua Barat
19,0801
19,7681
22,1321
20,2408
22,3693
29,5722
35,3429
40,3259
Papua
18,1069
21,5840
20,4017
18,4159
21,3839
15,3789
14,3664
40,6036
Sumber: BPS Pusat, 2013 (diolah)
Produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia dilihat dari rasio
PDRB dan tenaga kerja. Purawan (2010) melakukan analisis konvergensi
perekonomian regional di Indonesia dengan menggunakan ukuran output per tenaga
kerja. Pada Tabel 1 menunjukkan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi dari
tahun 2005 hingga tahun 2012. Produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
3
Indonesia menunjukkan perbedaan dari tahun 2005 hingga 2012. Rata-rata
produktivitas tenaga kerja tertinggi berada di DKI Jakarta sebesar 87,16 juta rupiah
per orang dan terendah di NTT sebesar 5,72 juta rupiah per orang. Perbedaan
tersebut dilihat dari besarnya PDRB dan tenaga kerja 33 provinsi di Indonesia.
Perumusan Masalah
Tiap-tiap provinsi ingin melakukan proses pembangunan yang
berkelanjutan untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang baik sesuai dengan
otonomi daerahnya masing-masing. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai cita-cita
yang diinginkan dan mengejar ketertinggalan dari wilayah-wilayah yang sudah
maju, baik dari segi ekonomi, tenaga kerja, kesehatan, pendidikan, dan lainnya.
Tabel 2 Jumlah Investasi AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012
(Juta Rupiah)
Tahun
Provinsi
2005
2006
Aceh
121.235
287.490
293.292
111.226
84.100
91.500
506.900
1.955.500
Sumatera Utara
678.954
671.576
3.646.429
1.782.573
3.597.964
2.654.937
9.963.700
9.648.600
Sumatera Barat
90.988
87.557
718.977
479.896
461.201
160.700
127.100
1.710.300
10.491.612
2.648.885
11.995.653
7.036.531
6.154.322
1.989.700
9.797.900
18.132.200
Jambi
221.008
121.200
4.945.492
1.336.650
659.400
302.500
2.349.400
3.165.000
Sumatera Selatan
656.146
748.135
3.173.755
2.015.674
1.204.873
3.787.570
7.199.200
11.581.000
Bengkulu
148.763
103.200
103.589
149.666
180.390
284.359
335.679
387.000
Lampung
1.283.108
623.484
1.533.554
1.472.094
909.536
610.036
1.698.900
1.561.500
1.184.700
Riau
Kepulauan Bangka Belitung
2007
2008
2009
2010
2011
2012
594.804
525.047
407.174
20.700
496.276
605.007
2.120.400
Kepulauan Riau
1.511.131
1.296.721
803.953
1.979.784
2.778.795
1.989.335
3.787.100
5.951.600
DKI Jakarta
2.611.418
3.163.308
56.274.309
111.042.932
70.315.489
75.320.479
62.321.500
53.724.800
Jawa Barat
3.629.281
5.451.554
25.935.659
32.366.351
26.086.540
34.411.921
53.427.700
57.701.700
Jawa Tengah
1.049.259
4.456.850
1.393.430
2.824.616
3.557.211
1.445.800
4.662.800
8.453.600
34.625
23.916
42.316
203.644
121.800
64.444
1.267,900
24.119.500
Jawa Timur
4.176.305
4.862.720
20.432.822
7.816.007
9.673.645
27.545.629
24.119.500
46.807.100
Banten
3.932.796
3.838.453
8.863.279
7.244.464
19.913.402
22.838.593
28.187.300
34.996.800
Bali
54.395
42.159
572.301
917.637
2.549.511
3.374.633
5.616.500
8.410.000
Kalimantan Barat
39.219
81.497
410.565
685.686
822.619
3.046.608
6.911.700
7.183.500
Kalimantan Tengah
846.162
1.275.162
1.300.888
1.371.944
1.469.089
9.520.271
9.356.700
10.301.300
Kalimantan Selatan
953.176
1.118.693
1.041.604
594.638
2.761.019
4.238.835
5.111.400
6.505.100
Kalimantan Timur
30.526
239.548
1.415.832
382.610
938.245
17.703.014
13.195.500
28.044.400
DI.Yogyakarta
Sulawesi Utara
40.776
248.162
730.961
432.598
730.290
2.590.521
2.753.800
1.192.200
Sulawesi Tengah
373.853
192.336
565.361
70.761
90.389
1.676.531
6.694.600
9.474.300
Sulawesi Selatan
479.851
213.792
698.019
1.411.754
1.984.674
8.071.556
4.971.900
8.727.500
Sulawesi Tenggara
508.662
511.204
2.810.326
12.371
44.832
172.899
246.000
1.300.000
Gorontalo
693.399
140.518
200.115
14.679
20.090
25.500
49.300
553.200
1.206.629
690.513
579.087
493.531
417.109
348.655
280.200
230.800
Nusa Tenggara Barat
1.165
69.147
512.932
758.530
631.668
4.231.686
5.158.400
7.039.200
Nusa Tenggara Timur
110.100
Sulawesi Barat
35.491
187.320
45.198
55.219
74.794
811.948
118.612
Maluku
2.192
1.559
28.260
32.450
40.083
61.677
28.800
96.900
Maluku Utara
2.192
1.559
1.426.243
134.577
188.223
2.886.836
1.441.300
1.313.000
2.714
57.903
187.770
200.836
213.902
240.034
411.300
397.800
43.092
438.647
464.573
490.500
2083.700
3.676.900
15.810.900
13.281.100
Papua Barat
Papua
Sumber: BKPM dan BPS RI, 2013 (diolah)
4
Masalah investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri juga
memengaruhi tingkat konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia melalui adanya transfer teknologi. Investasi yang ditanamkan di
Indonesia merupakan modal yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas
yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi. Namun, investasi yang ada belum
menyebar secara merata di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 yang
merupakan data investasi masing-masing provinsi di Indonesia. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa masing-masing provinsi di Indonesia memiliki jumlah
investasi yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 beberapa provinsi
memiliki jumlah investasi yang menurun karena adanya krisis ekonomi global pada
tahun 2008 yang juga ikut memengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, namun
sebagian provinsi lainnya juga ada yang mengalami peningkatan jumlah investasi
pada tahun tersebut. Berbagai macam jumlah investasi di masing-masing provinsi
dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sebagai
faktor penunjang dalam meningkatkan proses produksi. Menurut Solow, investasi
merupakan salah satu kunci untuk mencapai konvergensi suatu wilayah. Jumlah
investasi tertinggi dari tahun 2005 hingga tahun 2012 berada pada Provinsi DKI
Jakarta yaitu sebesar 318.843.982 juta rupiah. Sedangkan jumlah investasi terendah
berada pada Provinsi Maluku sebesar 209.941 juta rupiah. Perbedaan jumlah
investasi yang cukup besar antara DKI Jakarta dan Maluku mencapai 1.518 kali
lipat.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, masih ada
ketimpangan antarprovinsi di Indonesia. Cita-cita masyarakat Indonesia yang
menginginkan pemerataan di semua provinsi masih jauh dari harapan. Masih
adanya provinsi-provinsi yang belum menggunakan atau memanfaatkan sumber
daya yang ada dengan baik. Tetapi cita-cita untuk mengejar ketertinggalan dari
provinsi-provinsi yang sudah maju masih ingin terus dicapai.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana posisi masing-masing provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju
pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga
kerja?
2. Bagaimana ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia jika dilihat dari tahun ke tahun?
3. Apakah pergerakan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia
menunjukkan suatu proses yang konvergen atau divergen dan faktor-faktor
apa saja yang dapat mendorong proses konvergensi produktivitas tenaga
kerja?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Memetakan provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja.
2. Mengukur dan menganalisis tingkat ketimpangan produktivitas tenaga kerja
antarprovinsi di Indonesia jika dilihat dari tahun ke tahun.
5
3. Menguji apakah pergerakan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia menunjukkan suatu proses yang konvergen atau divergen dan
mengestimasi faktor-faktor yang dapat didorong untuk membantu
meningkatkan produktivitas tenaga kerja terutama bagi daerah tertinggal
agar dapat mengejar ketertinggalannya.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran pada
periode analisis mengenai produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia
apakah mengarah kepada suatu proses pergerakan yang konvergen atau divergen
serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam produktivitas
tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia. Hasil penelitian mengenai analisis
konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia ini dapat
digunakan untuk menentukkan kebijakan yang tepat bagi masing-masing provinsi
sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam keberlangsungan pembangunan di
masing-masing provinsi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan referensi bagi para peneliti, mahasiswa, dosen, atau umum yang
berminat dengan penelitian tentang konvergensi produktivitas tenaga kerja
antarprovinsi di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka penelitian ini dibatasi pada analisis
produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia hanya fokus untuk mengetahui
proses pergerakan produktivitas tenaga kerja menuju kestabilan yang konvergen
atau divergen antarprovinsi di Indonesia periode 2005-2012. Selain itu, dilakukan
analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi konvergensi
produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia menggunakan data-data yang
terdiri dari: PDRB 33 provinsi se-Indonesia, jumlah penduduk yang bekerja di
setiap provinsi di Indonesia, jumlah PMA dan PMDN, realisasi anggaran
pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang tamat SMA,
dan upah minimum provinsi (UMP).
TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas Tenaga Kerja
Teori ekonomi Neoklasik Solow dalam Todaro (2006) menjelaskan tentang
pengaruh persediaan tenaga kerja, modal, dan kemajuan teknologi terhadap ouput.
Fungsi produksi secara agregat dapat membantu menggambarkan hal tersebut,
dimana awalnya akan dibahas mengenai pertumbuhan ouput yang dipengaruhi oleh
tenaga kerja dan modal tanpa memasukkan teknologi. Fungsi produksi secara
agregat dapat dituliskan sebagai berikut:
6
Y = F (K, L) ………………………………………………………………….. (2.1)
Model pertumbuhan Solow mengasumsikan adanya constant return to scale
dimana input dianalisis secara bersamaan. Namun, ketika input dianalisis secara
terpisah maka asumsi yang digunakan adalah diminishing return to scale (Todaro
dan Smith 2006). Pada mulanya peningkatan modal per tenaga kerja akan
meningkatkan output per kapita, akan tetapi ketika penambahan modal terus
dilakukan output meningkat lebih rendah (diminishing marginal product of capital).
Fungsi produksi tanpa memasukkan pengaruh kemajuan teknologi
dilakukan untuk penyederhanaan sehingga pertumbuhan dalam jangka panjang
tidak dapat dilihat pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam teori ekonomi
Neoklasik Solow, kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen dimana
persamaan fungsi produksi menjadi (Mankiw 2006):
Y = F (K, L x E) ……………………………………………………………… (2.2)
E merupakan variabel yang mewakili efisiensi tenaga kerja yang dapat
dilihat dari pengetahuan mengenai metode produksi. Selain itu, pendidikan atau
keahlian serta kesehatan tenaga kerja juga dapat meningkatkan efisiensi tenaga
kerja. Pengaruh kemajuan teknologi dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja,
misalnya teknologi komputer yang dimanfaatkan pada proses produksi dalam
bidang manufaktur untuk proses perakitan di akhir abad dua puluh (Mankiw 2006).
Dari persamaan diatas, dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan output
ditentukan oleh modal dan tenaga kerja yang efektif. Efisiensi tenaga kerja dalam
proses produksi dimana bagian dari modal tidak dijelaskan dalam model dasar
Solow. Efisiensi tenaga kerja merupakan suatu hal yang penting karena mampu
memberikan peningkatan kemampuan untuk memproduksi output. Selain itu,
pengetahuan dan keahlian yang didapat dari berbagai macam pelatihan dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Teori Solow dalam Mankiw (2007) menunjukkan bahwa output nasional
digunakan untuk 2 tujuan, yaitu tujuan investasi dan tujuan konsumsi. Tabungan
merupakan sumber yang digunakan untuk tujuan berinvestasi. Sebagai proses
akumulasi modal, satu unit investasi menghasilkan satu unit tambahan modal baru,
sedangkan modal yang lama mengalami penyusutan. Tingkat perubahan modal per
pekerja efektif
merupakan selisih antara perubahan investasi
dengan
perubahan investasi pulang-pokok (� + +
atau investasi yang diperlukan
untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan ilmu pengetahuan serta
menggantikan penyusutan modal yang lama, sehingga jumlah modal per pekerja
efektif yang ada tetap terjaga. Modal per pekerja efektif akan berada pada posisi
jalur pertumbuhan ekonomi yang berimbang ketika perubahan investasi
sama dengan perubahan investasi pulang-pokok (� + +
.
Jika nilai modal per pekerja efektif
lebih tinggi ataupun lebih rendah
dibandingkan *, maka perekonomian akan kembali ke kondisi mapan di * karena
k* merupakan ekuilibrium modal yang stabil. Apabila tingkat modal per pekerja
efektif rendah, maka investasi
per unit tenaga kerja efektif lebih besar dari
investasi pulang-pokok (� + +
. Akibatnya tingkat produktivitas stok modal
7
per tenaga kerja efektif meningkat jumlahnya ke posisi stok modal per tenaga kerja
efektif keseimbangan. Pergerakan ini menunjukkan laju pertumbuhan yang positif.
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 2 Model Solow
Berdasarkan teori Solow di atas dapat dikatakan bahwa perekonomian akan
mencapai suatu titik pemerataan bagi setiap wilayah atau konvergen. Pergerakan
akan terjadi menuju pertumbuhan yang seimbang dimana setiap variabel tumbuh
pada tingkat yang konstan. Pada pertumbuhan yang seimbang, pertumbuhan output
per tenaga kerja hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Oleh karena itu,
teknologi merupakan suatu yang penting dalam mencapai pertumbuhan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor produksi yang tidak dapat
dipisahkan dari tenaga kerja karena menentukan kualitas tenaga kerja. Modal dan
sumber daya alam hanyalah merupakan faktor produksi pasif, sedangkan manusia
merupakan faktor produksi yang aktif dimana dapat mengakumulasi modal,
mengeksploitasi sumber daya alam serta membangun kehidupan sosial, ekonomi,
dan politik serta membawa kemajuan bagi pembangunan nasional (Todaro dan
Smith 2006). UNESCO (2008) juga menyatakan arti penting pendidikan,
diantaranya:
1. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan
seseorang sehingga menjadi lebih efektif dan produktif yang pada gilirannya
dapat meningkatkan penghasilan secara memadai untuk mendorong
peningkatan pendapatan.
2. Pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan dan gizi.
3. Pendidikan akan meningkatkan mutu standar hidup.
Selain pendidikan, kesehatan juga menjadi bagian penting dari pembangunan
nasional karena merupakan input penting untuk menghasilkan tenaga kerja yang
sehat. Wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat kesehatan dan pendidikan yang
rendah dalam menghadapi tantangan akan terasa berat untuk mencapai
pertumbuhan berkelanjutan dibandingkan dengan wilayah yang lebih baik tingkat
kesehatan dan pendidikannya. Tenaga kerja yang berkualitas akan mempunyai
peluang yang lebih besar untuk lebih produktif, mempunyai kesempatan kerja yang
lebih besar, memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan menghasilkan output
ekonomi yang lebih besar. Pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatkan
8
mutu kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan
pembangunan kesehatan yang merata.
Konvergensi
Teori ekonomi Neoklasik menjelaskan bahwa perekonomian akan bergerak
menuju kondisi yang mapan atau steady state (Todaro dan Smith 2006). Pergerakan
tersebut ditentukan oleh tingkat teknologi, tingkat investasi, dan tingkat
pertumbuhan penduduk, serta tingkat depresiasi modal manusia dan modal fisik.
Pergerakan perekonomian menuju kondisi mapan terjadi saat tingkat teknologi dan
investasi yang dimiliki suatu perekonomian tinggi. Perbedaan tingkat investasi,
teknologi, pertumbuhan populasi, luas wilayah, dan perbedaan karakteristik lainnya
antarwilayah menyebabkan setiap perekonomian tidak memiliki tingkat kondisi
mapan yang sama.
Menurut Barro (2004) konvergensi merupakan suatu fenomena yang menuju
satu titik pertemuan. Proses konvergensi berkaitan dengan proses pembangunan
suatu wilayah. Williamson memprediksi bahwa disparitas pendapatan suatu daerah
akan memudar atau convergence setelah melalui fase tahap awal (initial stage)
hingga tahap kematangan (mature stage). Terdapat dua kosep konvergensi, yaitu
konvergensi bruto atau sigma (σ) dan konvergensi beta (β). Konvergensi sigma
dilihat dari pengukuran standard deviasi logaritma pendapatan atau PDRB per
kapita antardaerah. Konvergensi beta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
konvergensi absolut (absolut convergence) dan konvergensi kondisional
(conditional convergence). Konvergensi absolut terjadi ketika pengukuran
berdasarkan pada tingkat pendapatan saja. Sedangkan konvergensi kondisional
menambahkan beberapa variabel kontrol. Variabel kontrol merupakan karakteristik
yang menentukan tingkat kondisi mapan perekonomian masing-masing wilayah.
Dengan demikian konvergensi kondisional menyatakan bahwa perekonomian akan
konvergen pada kondisi mapan masing-masing wilayah yang dipengaruhi oleh
berbagai variabel kontrol, misalnya tingkat investasi dan pertumbuhan populasi.
Menurut Mankiw (2006) dalam model Solow menjelaskan bahwa
perekonomian suatu wilayah dengan wilayah lainnya akan bertemu pada satu titik
atau konvergen tergantung pada perbedaan wilayah tersebut memulainya.
Pergerakan konvergen ditunjukkan dengan perekonomian wilayah yang tertinggal
mampu mengejar perekonomian wilayah yang sudah maju. Namun, jika tidak
terdapat konvergensi, maka wilayah-wilayah yang pada awalnya miskin akan tetap
selamanya miskin. Perekonomian pada dua wilayah dengan kondisi mapan yang
sama jika dilihat dari tingkat investasi, pertumbuhan populasi, efisiensi tenaga kerja,
maka konvergensi akan mungkin dicapai.
Ketimpangan
Teori ekonomi Neoklasik menunjukkan adanya hubungan antara tingkat
pembangunan ekonomi nasional dan ketimpangan pembangunan antarwilayah
(Todaro dan Smith 2006). Dalam hipotesis ini dijelaskan bahwa ketimpangan
pembangunan suatu wilayah pada awalnya cenderung meningkat hingga mencapai
9
titik puncak. Setelah itu, jika proses pembangunan terus berlanjut, maka secara
perlahan-lahan ketimpangan pembangunan tersebut akan menurun. Ketimpangan
pada negara berkembang relatif lebih tinggi sedangkan pada negara maju
ketimpangan tersebut relatif lebih rendah. Pada negara yang sudah maju dimana
kondisi sarana dan prasarananya sudah mapan mampu memanfaatkannya secara
lebih merata. Oleh sebab itu, proses pembangunan pada negara maju cenderung
mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Sedangkan ketimpangan di
negara berkembang relatif lebih tinggi karena pada awal proses pembangunan,
kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh
daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik, sedangkan daerah
yang masih terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena
keterbatasan sarana dan prasarana.
Menurut Sjafrizal (2008) menjelaskan bahwa ketimpangan pembangunan
dipengaruhi berbagai macam faktor, diantaranya:
1. Perbedaan kandungan sumber daya alam yang akan memengaruhi kegiatan
produksi di daerah tersebut. Daerah yang kaya sumber daya alam dapat
memproduksi barang-barang tertentu dengan harga yang lebih murah sehingga
mempercepat pertumbuhan ekonominya.
2. Perbedaan kondisi demografis yang meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, tingkat pendidikan, dan kesehatan serta kondisi
ketenagakerjaan.
3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa yang menyebabkan kelebihan
produksi suatu daerah tidak dapat diperdagangkan atau dijual ke daerah lain
yang membutuhkan sehingga daerah yang kurang maju atau tertinggal tersebut
pertumbuhannya lebih lambat.
4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah akan mendorong peningkatan
penyediaan lapangan kerja dan juga tingkat pendapatan masyarakat. Alokasi
dana pembangunan antarwilayah, seperti investasi yang ditanamkan.
Penelitian Terdahulu
Penelitian Susanti (2005) dengan tesis yang berjudul Konvergensi
Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral AntarProvinsi di Indonesia menunjukkan
bahwa penurunan dalam disparitas produktivitas tenaga kerja sektoral antar
provinsi mengalami pasang surut dalam 16 tahun terakhir. Analisis statis digunakan
untuk memperlihatkan hasil dimana konvergensi terjadi secara kuat pada sektor
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan agregat. Sementara itu
sektor bangunan dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami
divergensi. Hal itu terjadi karena aktivitas perekonomian lebih banyak terpusat di
Pulau Jawa sementara di daerah lainnya relatif tidak merata. Penggunaan metode
panel memperbaiki masalah omitted variables bias yang umum ditemui dalam
regresi pertumbuhan cross section dimana aspek daerah yang berkorelasi dengan
variabel-variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model adalah diabaikan. Jika
perbedaan dalam tingkat teknologi antarprovinsi menghilang maka konvergensi
akan terjadi secara cepat. Perlakuan yang mengizinkan fungsi produksi berbedabeda untuk setiap perekonomian membuat peranan teknologi menjadi jauh lebih
10
penting. Hal ini mengindikasikan perbedaan yang besar dalam teknologi
antarprovinsi.
Penelitian Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Jakarta (2007) dengan judul Peranan Teknologi dalam Konvergensi Pertumbuhan
Ekonomi AntarDaerah Pesisir di Kawasan Timur Indonesia mengindikasikan
bahwa perbedaan tingkat teknologi antardaerah pesisir di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) membawa pada perbedaan Total Productivity Product (TPP) yang besar. Jika
perbedaan dalam tingkat teknologi ini menghilang, pengejaran TPP akan terjadi
dalam tingkat yang jauh lebih cepat. Pengejaran TPP ini pada gilirannya akan
mendorong konvergensi dalam tingkat pendapatan daerah pesisir di KTI.
Sedangkan dengan pendekatan transfer teknologi, penelitian ini membedakan
antara konvergensi yang dihasilkan akumulasi faktor dan konvergensi yang
dihasilkan transfer teknologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa transfer teknologi
memiliki peranan tidak kecil dalam konvergensi di daerah pesisir di KTI. Dengan
perlakuan data panel yang mengizinkan setiap perekonomian memiliki fungsi
produksi yang berbeda, sebagian besar konvergensi dihasilkan dari transfer
teknologi. Perbedaan tingkat teknologi antardaerah pesisir di KTI adalah sangat
lebar. Jika perbedaan ini menghilang maka berharap bahwa transfer teknologi akan
berjalan jauh lebih cepat dan akan membawa pada konvergensi pendapatan yang
jauh lebih cepat.
Firdaus (2009) dalam penelitiannya ingin menguji konvergensi pendapatan
antarprovinsi di Indonesia dengan menggunakan panel dinamis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan data panel statis dan dinamis menghasilkan hasil
yang berbeda dari pola konvergensi. Analisis menggunakan FD-GMM memberikan
estimator yang tidak valid sedangkan menggunakan Sys-GMM memberikan
penduga yang bias, konsisten, dan valid yang menunjukkan bahwa proses
konvergensi berlaku diantara provinsi di Indonesia periode 1983-2003.
Purawan (2010) melakukan analisis konvergensi perekonomian regional di
Indonesia dengan menggunakan ukuran outpur per tenaga kerja atau produktivitas
tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan data 26 provinsi di Indonesia periode
1992-2007 dengan pendekatan panel FEM. Hasilnya menunjukkan bahwa
akumulasi modal fisik, akumulasi modal manusia, pertumbuhan populasi, dan
pembangunan finansial berpengaruh negatif. FDI, ketimpangan, keterbukaan
perdagangan, dan kontribusi migas hasilnya berpengaruh positif. Proses
konvergensi terjadi lebih cepat pra desentralisasi dibandingkan pasca desentralisasi.
Akumulasi stok modal manusia, pertumbuhan populasi, FDI, ketimpangan,
keterbukaan perdagangan, dan kontribusi migas berpengaruh positif sedangkan
akumulasi modal fisik dan pembangunan nasional berpengaruh negatif terhadap
produktivitas tenaga kerja Indonesia pasca desentralisasi. Akumulasi stok modal
fisik, FDI, keterbukaan perdagangan, dan kontribusi migas berpengaruh positif
sedangkan akumulasi modal manusia, pertumbuhan populasi, pembangunan
finansial, dan ketimpangan berpengaruh negatif terhadap produktivitas tenaga kerja
Indonesia pra desentralisasi.
Wahyuni (2011) dalam tesisnya dengan judul Konvergensi dan FaktorFaktor yang Memengaruhi Ketimpangan Wilayah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa
mengatakan bahwa estimasi konvergensi Pulau Jawa dilakukan dengan
menggunakan dua pendekatan pada variabel dependennya, yaitu pendekatan PDRB
dan pengeluaran rumah tangga. Koefisien Yt-1 pada estimasi konvergensi PDRB per
11
kapita lebih dari 1 yang menunjukkan bahwa konvergensi tidak terjadi dengan
metode data panel dinamis FD-GMM. Fenomena ketimpangan di Pulau Jawa
disebabkan adanya pusat-pusat industri di kota-kota besar yang menyebabkan
perbedaan tingkat pembangunan yang semakin melebar. Untuk estimasi
konvergensi kabupaten atau kota di provinsi-provinsi Pulau Jawa dengan
menggunakan data pengeluaran rumah tangga semuanya konvergen dengan tingkat
konvergensi tertinggi di Jawa Barat dan terendah di Jawa Timur. Tingkat
konvergensi pengeluaran rumah tangga mencapai nilai yang sangat tinggi karena
pendekatan ini hanya melihat konvergensi dari pelaku ekonomi rumah tangga,
berbeda dengan konvergensi PDRB yang melibatkan semua pelaku ekonomi, baik
rumah tangga, swasta maupun pemerintah. Aktivitas ekonomi yang dilakukan juga
berbeda, tidak hanya konsumsi seperti pada pendekatan pengeluaran rumah tangga,
namun juga investasi, baik yang dilakukan perusahaan swasta maupun pemerintah.
Perbandingan tingkat konvergensi ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan
wilayah yang sama akan dicapai dalam kurun waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan kesamaan daya beli masyarakat.
Jiang (2012) melakukan analisis tentang pengaruh keterbukaan dan
konvergensi produktivitas tenaga kerja di wilayah-wilayah China. Periode analisis
selama penelitian dari tahun 1984 hingga 2008 dengan menggunakan data panel.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa keterbukaan ekonomi regional
menggunakan variabel total perdagangan internasional memengaruhi secara positif
pertumbuhan regional produktivitas tenaga kerja selain variabel modal manusia,
modal fisik, dan pertumbuhan penduduk. Hasil perhitungan pada keterbukaan
ekonomi dan heterogenitas regional terjadi konvergensi bersyarat yang cepat dalam
tingkat produktivitas tenaga kerja wilayah-wilayah di China.
Kerangka Pemikiran
Dalam era globalisasi ekonomi yang semakin maju, proses pembangunan
perekonomian suatu wilayah diupayakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Perbedaan karakterisitik antarprovinsi, baik dari SDA maupun SDM yang
menyebabkan perbedaan pencapaian produktivitas tenaga kerja dan ketimpangan
antarwilayah. Pembangunan sarana dan prasarana umumnya lebih diutamakan
untuk daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Wilayah-wilayah yang padat
penduduknya serta memiliki sarana dan prasarana yang memadai akan menjadi
pusat kegiatan ekonomi. Berdasarkan pada Gambar 2, penelitian ini akan
mengidentifikasi konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia
serta menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi konvergensi
produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Analisis yang digunakan dalam penelitian
ini dilihat dari dua aspek, yaitu menggunakan analisis deskriptif dan analisis data
panel dinamis. Analisis deskriptif menggunakan pemetaan berdasarkan laju
pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja serta
indeks ketimpangan produktivitas tenaga kerja yang menggunakan koefisien variasi
Williamson. Analisis data panel dinamis menggunakan data time series sebanyak 8
tahun dan data cross section sebanyak 33 provinsi di Indonesia. Variabel-variabel
yang akan dianalisis dalam penelitian ini, diantaranya investasi, realisasi anggaran
12
pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang tamat SMA,
dan UMP.
Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan
berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di
bidang ini, maka hipotesis penelitian untuk konvergensi produktivitas tenaga kerja
di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kesenjangan produktivitas tenaga kerja dan trend ketimpangan antarprovinsi
di Indonesia selama periode analisis cenderung menurun.
2. Diduga konvergensi produktivitas tenaga kerja terjadi di Indonesia.
3. Investasi, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan
konvergensi produktivitas tenaga kerja.
4. Realisasi anggaran pendidikan, diduga berpengaruh positif dalam
meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.
5. Realisasi anggaran kesehatan, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan
kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.
6. Jumlah pekerja yang tamat SMA, diduga berpengaruh positif dalam
meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.
7. Upah, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan konvergensi
produktivitas tenaga kerja.
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
13
METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai instansi yang terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS),
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu). Selain
itu memanfaatkan literatur yang ada, seperti buku, jurnal, media massa, media
elektronik, untuk menunjang kelengkapan bahan-bahan penulisan ini. Jenis data
yang digunakan adalah data panel dimana merupakan gabungan data time series
tahunan periode 2005-2012 dan data cross section yang terdiri dari 33 provinsi di
Indonesia. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data PDRB
ADHK 2000, jumlah penduduk yang bekerja, jumlah PMA dan PMDN, realisasi
anggaran pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang lulus
SMA, dan UMP. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel
2013 dan Stata10.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif menggunakan Pemetaan Tipologi Klassen
Untuk mengetahui posisi masing-masing provinsi di Indonesia maka
digunakan pemetaan tipologi klassen yang mengklasifikasikan provinsi-provinsi
berdasarkan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas
tenaga kerja ke dalam empat kuadran. Analisis ini diambil pada tahun awal dan
akhir penelitian yaitu tahun 2005 dan tahun 2012. Kuadran I merupakan provinsi
yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produktivitas
tenaga kerja yang tinggi. Kuadran II merupakan provinsi yang memiliki nilai
produktivitas tenaga kerja yang tinggi dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga
kerja yang rendah. Kuadran III merupakan provinsi yang memiliki nilai
produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang
rendah. Kuadran IV merupakan provinsi yang memiliki nilai produktivitas tenaga
kerja yang rendah dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang tinggi.
Analisis Deskriptif menggunakan Indeks Ketimpangan Produktivitas
Tenaga Kerja
Untuk mengetahui ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia periode 2005-2012 dapat dianalisis menggunakan indeks variasi
Williamson (Tambunan 2003) dengan rumus sebagai berikut:
∑
=√
��
�
�−Ȳ .
Ȳ
............................................................................................... (3.1)
14
dimana:
CV
��
Ȳ
�
: koefisien variasi Williamson antara 0 sampai 1
: produktivitas tenaga kerja tiap-tiap provinsi
: rata-rata produktivitas tenaga kerja antar provinsi
: jumlah tenaga kerja tiap-tiap provinsi
: rata-rata jumlah tenaga antar provinsi
Koefisien variasi Williamson yang diperoleh terletak antara nol sampai
dengan satu (Gama 2009). Semakin mendekati nol dapat dikatakan disparitas
produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia semakin rendah atau
produktivitas tenaga kerja terjadi secara merata. Tetapi, jika koefisien variasi
mendekati satu maka ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia semakin tinggi atau adanya produktivitas tenaga kerja yang tidak merata.
Analisis Data Panel Dinamis
Variabel-variabel ekonomi kenyataannya banyak yang bersifat dinamis
(Indra 2009). Data panel dinamis bermanfaat untuk menganalisis penyesuaian
dinamis (dynamic adjustment). Hubungan dinamis tersebut dapat dilihat dari
adanya lag variabel dependen pada persamaan regresi. Hal tersebut dapat
ditunjukkan pada persamaan dibawah ini:
�
=�
�
= �� +
�−
+
�
+ �� dimana � = , … ,
; = , … , .............................. (3.2)
Untuk δ merupakan skalar dan matriks berukuran dan β merupakan matriks
berukuran . Asumsi pada one-way error component model, yaitu :
�
................................................................................................... (3.3)
Dimana �� merupakan efek individu yang diasumsikan �� ~
, �� dan �
merupakan error term yang diasumsikan � ~
, �� dan � saling bebas satu
dengan yang lainnya. Ketika suatu persamaan mengandung lag dari variabel terikat
maka akan muncul masalah korelasi antara variabel � dengan � karena �
merupakan fungsi dari �� dan juga merupakan fungsi dari � dan �− juga fungsi
dari �� sehingga persamaan dengan panel data statis seperti OLS, FEM, dan REM
menjadi bias dan inkonsisten (Verbeek 2004). Penggunaan Fixed Effect Method
(FEM) maupun Random Effect Method (REM) pada model panel statis bisa
didapatkan sedangkan pada panel dinamis tidaklah sama karena �− tergantung
kepada � . Permasalahan inkonsistensi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan
pendekatan Generalized Method of Moment (GMM). Dua jenis prosedur estimasi
GMM yang biasa digunakan, yaitu (Indra 2009) first difference GMM (FD-GMM)
dan System GMM (SYS-GMM).
First-Difference General Method of Moment (FD-GMM)
Penggunaan FD-GMM pada persamaan panel dinamis dimana dengan
menghilangkan efek individu diantaranya diusulkan oleh Arellano dan Bond
15
(Baltagi 2005). Pada persamaan first difference, instrumen yang tepat untuk
digunakan adalah variabel lag dari level. Estimasi δ yang konsisten dengan N→∞
dengan T tetap diperoleh dengan melakukan first-difference untuk menghilangkan
pengaruh individual (�� ) pada persamaan di bawah ini:
�
=�
�
−
�−
+ ��
dimana � = �� +
sehingga:
�, −
=�
; |�| <
�, −
�
; = , … , ....................................................... (3.4)
dimana �� ~
−
+
�, −
�
, ��
−
�, −
saling bebas satu sama lain
; = , … , ........................ (3.5)
Persamaan di atas akan menghasilkan p
KERJA ANTARPROVINSI DI INDONESIA
TAZKIYA AZHARA
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Konvergensi
Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2014
Tazkiya Azhara
NIM H14100047
ABSTRAK
TAZKIYA AZHARA. Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja
AntarProvinsi di Indonesia. Dibimbing oleh WIWIEK RINDAYATI.
Tiap-tiap provinsi ingin melakukan proses pembangunan berkelanjutan
sesuai dengan otonomi daerahnya masing-masing. Selama 13 tahun otonomi daerah
berjalan, masih ada ketimpangan di Indonesia. Hal tersebut berdampak pada
berbagai hal, terutama produktivitas tenaga kerja. Selama periode analisis, rata-rata
produktivitas tenaga kerja tertinggi berada di DKI Jakarta sebesar 87,16 juta rupiah
per orang dan terendah di NTT sebesar 5,72 juta rupiah per orang. Tujuan penelitian
ini untuk memetakan provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja, mengukur tingkat
ketimpangan produktivitas tenaga kerja, dan menganalisis apakah pergerakan
produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia menunjukkan suatu proses
yang konvergen atau divergen. Metode penelitian menggunakan data panel dinamis
33 provinsi periode 2005-2012. Hasil dari pemetaan menunjukkan bahwa terjadi
perubahan posisi provinsi pada tahun 2005 dan 2012. Berdasarkan analisis
ketimpangan didapat bahwa kesenjangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi
di Indonesia dari tahun ke tahun berfluktuatif dan cenderung menurun. Berdasarkan
pengolahan data menggunakan SYS-GMM didapat bahwa proses konvergensi
produktivitas tenaga kerja terjadi di Indonesia.
Kata kunci: Konvergensi, Produktivitas Tenaga Kerja, Data Panel Dinamis
ABSTRACT
TAZKIYA AZHARA. Convergence Analysis of InterProvincial Labour
Productivity in Indonesia. Supervised by WIWIEK RINDAYATI.
Each province wants to make the process of sustainable development with
their regions autonomy. For 13 years running regional autonomy, there is still
disparity in Indonesian. This has resulted in a variety of ways, especially labor
productivity. During the analysis period, the average of labor productivity highest
at Jakarta amounted to 87,16 million rupiah per person and the lowest at NTT
amounted to 5,72 million rupiah per person. The purpose of this study is to map the
provinces in Indonesia seen from the growth rate of labor productivity and labor
productivity value, analyze the degree of disparity in labor productivity, and to
analyze process of labor productivity among provinces in Indonesia shows a
convergent or divergent process. The research uses dynamic panel data of 33
provinces from 2005 to 2012. Results from the mapping showed that the change of
position of the province in 2005 and 2012. Based on analysis of regional disparity
found that the labor productivity gap between provinces in Indonesia fluctuating
from year to year and tends to decrease. Based on data processing using the SYSGMM obtained that the process of convergence in labor productivity occurred in
Indonesia.
Keywords: Convergence, Labor Productivity, Dynamic Panel Data
ANALISIS KONVERGENSI PRODUKTIVITAS TENAGA
KERJA ANTARPROVINSI DI INDONESIA
TAZKIYA AZHARA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
NAMA2014
PENULIS
Judul Skripsi : Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di
Indonesia
Nama
: Tazkiya Azhara
NIM
: H14100047
Disetujui oleh
Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si.
Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M. Ec.
Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah konvergensi produktivitas
tenaga kerja, dengan judul Analisis Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja
AntarProvinsi di Indonesia.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang tak
terhingga kepada keluarga penulis, yakni Papa Syafrizal, Mama Nurdjannah, dan
Adik tercinta Azhar Zaki Al-Kinddy serta Vini Melinda atas segala do’a dan
dukungan yang selalu diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Dr. Ir. Wiwiek Rindayati, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
banyak membantu dan memberikan arahan, bimbingan, motivasi, serta saran
dalam penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc.Agr selaku dosen penguji utama dan Laily
Dwi Arsyianti, S.E, M.Sc selaku dosen penguji dari komisi pendidikan atas
saran dan kritik yang telah diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
3. Para dosen, staf, dan seluruh akademik Departemen Ilmu Ekonomi FEM IPB
yang telah memberikan ilmu dan bantuan kepada penulis.
4. Keluarga KAREMATA FEM IPB, Erlinda Oktavia, Trisa Maulidya, Nia
Verba, Noer Wasiti, Nurul Desty, Widi Purnama, Ardhi Harry, Ridho Fuadi,
Ahmad Fadhli, Ryan Satria, Ari Ismail, Triana Kusuma, Garin Rizki, Dimas
Prabowo, Dendi Wicaksono, dan Andi Lenny.
5. Teman-teman satu kontrakan, Fitha, Ganies, Ocha, Ita, Aris, Shafa, Ditta,
Fathiya, Bayti, Meis, Okti, dan Tiara.
6. Teman-teman satu bimbingan, Mega Wahyu Wulandari, Hesty Ambar Sary,
Gina Ratna Suminar, Ilza Putra Trunajaya yang telah banyak memberikan
bantuan, dukungan, kritik, saran, dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
7. Teman-teman sepermainan, Shinta, Yunita, Titis, Mega, dan Hesty yang telah
memberikan semangat tiada henti-hentinya.
8. Seluruh keluarga HIPOTESA periode 2011/2012 dan 2012/2013 terutama
CER tercinta, Mellida, Farah, Widi, Amel, Nadiah, Pangrio, Alm. Adit, Penny,
Rifky, Puspa, Dini, Wina, Fadhlan, Debrina, Haris, Meliana, dan Idham.
9. Seluruh keluarga IE 47 terima kasih atas doa dan dukungannya.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang tidak
bisa disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014
Tazkiya Azhara
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
vi
DAFTAR GAMBAR
vi
DAFTAR LAMPIRAN
vi
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
4
Manfaat Penelitian
5
Ruang Lingkup Penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
5
Produktivitas Tenaga Kerja
5
Konvergensi
8
Ketimpangan
8
Penelitian Terdahulu
9
Kerangka Pemikiran
11
METODE
13
Jenis dan Sumber Data
13
Metode Analisis Data
13
Model Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja
16
Elastisitas Jangka Pendek dan Elastisitas Jangka Panjang
16
GAMBARAN UMUM
17
Produktivitas Tenaga Kerja di Indonesia
17
Kondisi Investasi AntarProvinsi di Indonesia
19
Kondisi Realisasi Anggaran Pendidikan AntarProvinsi di Indonesia
19
Kondisi Realisasi Anggaran Kesehatan AntarProvinsi di Indonesia
20
Kondisi Jumlah Pekerja yang Lulus SMA AntarProvinsi di Indonesia
21
Kondisi Upah AntarProvinsi di Indonesia
21
HASIL DAN PEMBAHASAN
23
Analisis Deskriptif dengan Pemetaan Berdasarkan Laju Pertumbuhan
Produktivitas Tenaga Kerja dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja
23
Analisis Deskriptif dengan Indeks Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja 26
Hasil Estimasi Model Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja
SIMPULAN DAN SARAN
27
30
Simpulan
30
Saran
30
DAFTAR PUSTAKA
32
LAMPIRAN
34
RIWAYAT HIDUP
45
DAFTAR TABEL
1 Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia Tahun
2005-2012 (Juta Rupiah per Orang)
2 Jumlah Investasi AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012
3 Hasil Estimasi Konvergensi Produktivitas Tenaga Kerja Antar
Provinsi di Indonesia dengan Sys-GMM serta Perbandingan
Koefisien antara Sys-GMM, PLS, dan FEM
2
3
28
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
Rata-Rata PDRB per Kapita 33 Provinsi di Indonesia (Rupiah)
Model Solow
Kerangka Pemikiran
Perbandingan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di
Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah per Orang)
Perbandingan Jumlah PMA dan PMDN AntarProvinsi di
Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah)
Perbandingan Realisasi Anggaran Pendidikan AntarProvinsi di
Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah)
Perbandingan Realisasi Anggaran Kesehatan AntarProvinsi di
Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah)
Perbandingan Jumlah Tenaga Kerja yang Lulus SMA Antar
Provinsi di Indonesia Tahun 2005 dan 2012 (Juta Rupiah)
Perbandingan UMP AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005
dan 2012 (Juta Rupiah)
Pemetaan Provinsi Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas
Tenaga Kerja (Persen) dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja
(Juta Rupiah per Orang) Tahun 2005
Pemetaan Provinsi Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas
Tenaga Kerja (Persen) dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja
(Juta Rupiah per Orang) Tahun 2012
Trend Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2005-2012
1
7
12
17
18
19
20
21
22
23
23
26
DAFTAR LAMPIRAN
1 Perhitungan Pemetaan Berdasarkan Laju Pertumbuhan Produktivitas
Tenaga Kerja dan Nilai Produktivitas Tenaga Kerja
34
2 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2005
35
3 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2006
4 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2007
5 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2008
6 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2009
7 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2010
8 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2011
9 Nilai Ketimpangan Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi
di Indonesia Tahun 2012
10 Estimasi Konvergensi dengan Sys-GMM
11 Estimasi Konvergensi dengan PLS
12 Estimasi Konvergensi dengan FEM
13 Elastisitas Jangka Pendek dan Elastisitas Jangka Panjang
36
37
38
39
40
41
42
43
43
44
44
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Otonomi daerah merupakan hak pemerintah daerah yang diberikan
pemerintah pusat untuk mengatur dan mengurus wilayahnya masing-masing sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pelaksanaan otonomi daerah
sesuai dengan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 tentang pemerintahan daerah
dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Adanya Undang-Undang mengenai
otonomi daerah tersebut memberikan kewenangan dalam penyelenggaraan
pemerintah daerah yang lebih nyata, bertanggung jawab, luas, mandiri, dan sesuai
dengan kepentingan masyarakat serta pelaksanaan pemerintah maupun
pembangunan di wilayahnya masing-masing. Kewenangan dalam otonomi daerah
menjadi sebuah cita-cita karena sistem pemerintahan yang sentralistik biasanya
menempatkan daerah-daerah pinggiran sebagai pelaku pembangunan yang tidak
dipentingkan.
Sumber: BPS Pusat, 2013 (diolah)
Gambar 1 Rata-Rata PDRB per Kapita 33 Provinsi di Indonesia (Rupiah)
Pemerataan antarwilayah juga merupakan salah satu tujuan dari adanya
otonomi daerah karena Indonesia memiliki keberagaman SDA dan SDM.
Kenyataan yang ada pemerataan belum menyebar secara merata di semua wilayah
Indonesia sehingga menyebabkan terjadinya ketimpangan antarwilayah. Pada
Gambar 1 menunjukkan rata-rata PDRB per kapita 33 provinsi di Indonesia. PDRB
per kapita tertinggi berada di Provinsi DKI Jakarta sebesar 38.859.641 rupiah dan
terendah berada di Provinsi NTT sebesar 2.567.552 rupiah. Perbedaan PDRB per
kapita yang cukup signifikan akan diikuti dengan perbedaan produktivitas tenaga
kerja. Provinsi-provinsi yang memiliki PDRB per kapita tinggi cenderung
produktivitas tenaga kerjanya tinggi sedangkan provinsi-provinsi yang memiliki
2
PDRB per kapita rendah cenderung produktivitas tenaga kerjanya rendah.
Produktivitas merupakan suatu hal yang penting dalam perekonomian karena
berkaitan dengan efisiensi dan kesejahteraan tenaga kerja.
Tabel 1 Produktivitas Tenaga Kerja AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012
(Juta Rupiah per Orang)
Tahun
Provinsi
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Aceh
24,9236
22,6887
22,9080
21,0222
18,5962
18,6364
18,7798
20,3498
Sumatera Utara
18,0897
19,2086
19,6333
19,1637
19,3489
19,3809
21,4116
23,3782
Sumatera Barat
16,9797
17,1158
17,4198
17,9807
18,3514
19,0364
19,9408
21,5504
Riau
35,6683
47,0152
45,1863
44,3050
45,3652
45,0345
42,3508
44,3138
Jambi
11,3372
12,1118
12,4470
12,4934
12,9106
11,9474
13,2153
14,3114
Sumatera Selatan
17,0107
17,2786
18,0741
18,1945
18,9099
18,6657
19,1404
20,4063
8,5518
8,6814
9,1734
9,6569
9,9834
10,2238
10,1612
11,3988
Bengkulu
Lampung
9,4810
10,0717
9,9639
10,3946
10,7039
10,2727
11,7333
12,6130
Kepulauan Bangka Belitung
20,1443
21,1875
19,9261
20,0832
20,2851
18,6025
19,6529
21,0100
Kepulauan Riau
59,7952
62,9238
64,7895
60,4162
61,1679
53,3811
56,0356
57,4908
DKI Jakarta
84,7063
82,0510
86,6448
84,3812
90,1976
84,3587
92,0223
92,9652
Jawa Barat
16,5848
17,1694
17,2943
17,6698
17,9514
19,0187
19,6571
19,8899
9,1887
9,6794
9,7589
10,8664
11,1569
11,8279
12,4572
13,0695
Jawa Tengah
DI.Yogyakarta
9,8872
10,0173
10,3097
10,1532
10,5842
11,8548
12,3052
12,4800
Jawa Timur
14,4966
15,3511
15,3804
16,1813
16,6206
18,3056
19,3757
20,6302
Banten
17,8373
18,9572
22,2688
21,7234
22,5260
19,3215
20,7978
21,7115
Bali
11,1154
11,8618
12,3352
12,7652
13,2666
13,2647
13,9500
14,4593
Kalimantan Barat
12,6626
12,6759
12,9774
13,4454
13,8174
14,4720
14,9718
16,1471
Kalimantan Tengah
15,4660
15,7307
16,3094
17,0292
17,6763
18,3907
18,1586
20,0148
Kalimantan Selatan
15,8290
16,4330
16,2116
16,5214
17,0303
17,5927
17,8380
18,8978
Kalimantan Timur
87,1334
84,2398
90,1280
81,9372
81,0311
74,8722
72,5806
74,1558
Sulawesi Utara
15,2671
16,2609
15,7886
17,4326
18,2413
19,6139
19,9199
22,2367
Sulawesi Tengah
11,4517
12,2330
12,8798
13,2959
14,0974
15,1380
15,2554
18,0352
Sulawesi Selatan
11,8669
14,1925
14,0611
14,2055
14,6872
15,6462
16,3232
17,8134
Sulawesi Tenggara
9,4064
10,3469
10,4315
10,8448
11,3253
11,6811
12,3696
14,3665
Gorontalo
6,2228
5,9751
6,4493
6,2228
6,4400
6,7379
7,0551
7,5921
Sulawesi Barat
8,3005
8,2303
8,0204
8,4490
8,6851
9,2140
9,7622
10,3939
Nusa Tenggara Barat
8,5078
8,1833
8,3893
8,8367
9,5935
9,4110
9,9070
9,7136
Nusa Tenggara Timur
5,0376
5,2550
5,4248
5,4791
5,5171
6,0871
6,3222
6,6670
Maluku
7,9655
7,6108
7,4860
7,5807
7,4913
7,2489
6,9357
7,9641
Maluku Utara
6,3395
6,0599
6,7170
6,7189
7,1401
7,3804
7,3766
7,7600
Papua Barat
19,0801
19,7681
22,1321
20,2408
22,3693
29,5722
35,3429
40,3259
Papua
18,1069
21,5840
20,4017
18,4159
21,3839
15,3789
14,3664
40,6036
Sumber: BPS Pusat, 2013 (diolah)
Produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia dilihat dari rasio
PDRB dan tenaga kerja. Purawan (2010) melakukan analisis konvergensi
perekonomian regional di Indonesia dengan menggunakan ukuran output per tenaga
kerja. Pada Tabel 1 menunjukkan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi dari
tahun 2005 hingga tahun 2012. Produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
3
Indonesia menunjukkan perbedaan dari tahun 2005 hingga 2012. Rata-rata
produktivitas tenaga kerja tertinggi berada di DKI Jakarta sebesar 87,16 juta rupiah
per orang dan terendah di NTT sebesar 5,72 juta rupiah per orang. Perbedaan
tersebut dilihat dari besarnya PDRB dan tenaga kerja 33 provinsi di Indonesia.
Perumusan Masalah
Tiap-tiap provinsi ingin melakukan proses pembangunan yang
berkelanjutan untuk menuju pertumbuhan ekonomi yang baik sesuai dengan
otonomi daerahnya masing-masing. Hal ini dimaksudkan untuk mencapai cita-cita
yang diinginkan dan mengejar ketertinggalan dari wilayah-wilayah yang sudah
maju, baik dari segi ekonomi, tenaga kerja, kesehatan, pendidikan, dan lainnya.
Tabel 2 Jumlah Investasi AntarProvinsi di Indonesia Tahun 2005-2012
(Juta Rupiah)
Tahun
Provinsi
2005
2006
Aceh
121.235
287.490
293.292
111.226
84.100
91.500
506.900
1.955.500
Sumatera Utara
678.954
671.576
3.646.429
1.782.573
3.597.964
2.654.937
9.963.700
9.648.600
Sumatera Barat
90.988
87.557
718.977
479.896
461.201
160.700
127.100
1.710.300
10.491.612
2.648.885
11.995.653
7.036.531
6.154.322
1.989.700
9.797.900
18.132.200
Jambi
221.008
121.200
4.945.492
1.336.650
659.400
302.500
2.349.400
3.165.000
Sumatera Selatan
656.146
748.135
3.173.755
2.015.674
1.204.873
3.787.570
7.199.200
11.581.000
Bengkulu
148.763
103.200
103.589
149.666
180.390
284.359
335.679
387.000
Lampung
1.283.108
623.484
1.533.554
1.472.094
909.536
610.036
1.698.900
1.561.500
1.184.700
Riau
Kepulauan Bangka Belitung
2007
2008
2009
2010
2011
2012
594.804
525.047
407.174
20.700
496.276
605.007
2.120.400
Kepulauan Riau
1.511.131
1.296.721
803.953
1.979.784
2.778.795
1.989.335
3.787.100
5.951.600
DKI Jakarta
2.611.418
3.163.308
56.274.309
111.042.932
70.315.489
75.320.479
62.321.500
53.724.800
Jawa Barat
3.629.281
5.451.554
25.935.659
32.366.351
26.086.540
34.411.921
53.427.700
57.701.700
Jawa Tengah
1.049.259
4.456.850
1.393.430
2.824.616
3.557.211
1.445.800
4.662.800
8.453.600
34.625
23.916
42.316
203.644
121.800
64.444
1.267,900
24.119.500
Jawa Timur
4.176.305
4.862.720
20.432.822
7.816.007
9.673.645
27.545.629
24.119.500
46.807.100
Banten
3.932.796
3.838.453
8.863.279
7.244.464
19.913.402
22.838.593
28.187.300
34.996.800
Bali
54.395
42.159
572.301
917.637
2.549.511
3.374.633
5.616.500
8.410.000
Kalimantan Barat
39.219
81.497
410.565
685.686
822.619
3.046.608
6.911.700
7.183.500
Kalimantan Tengah
846.162
1.275.162
1.300.888
1.371.944
1.469.089
9.520.271
9.356.700
10.301.300
Kalimantan Selatan
953.176
1.118.693
1.041.604
594.638
2.761.019
4.238.835
5.111.400
6.505.100
Kalimantan Timur
30.526
239.548
1.415.832
382.610
938.245
17.703.014
13.195.500
28.044.400
DI.Yogyakarta
Sulawesi Utara
40.776
248.162
730.961
432.598
730.290
2.590.521
2.753.800
1.192.200
Sulawesi Tengah
373.853
192.336
565.361
70.761
90.389
1.676.531
6.694.600
9.474.300
Sulawesi Selatan
479.851
213.792
698.019
1.411.754
1.984.674
8.071.556
4.971.900
8.727.500
Sulawesi Tenggara
508.662
511.204
2.810.326
12.371
44.832
172.899
246.000
1.300.000
Gorontalo
693.399
140.518
200.115
14.679
20.090
25.500
49.300
553.200
1.206.629
690.513
579.087
493.531
417.109
348.655
280.200
230.800
Nusa Tenggara Barat
1.165
69.147
512.932
758.530
631.668
4.231.686
5.158.400
7.039.200
Nusa Tenggara Timur
110.100
Sulawesi Barat
35.491
187.320
45.198
55.219
74.794
811.948
118.612
Maluku
2.192
1.559
28.260
32.450
40.083
61.677
28.800
96.900
Maluku Utara
2.192
1.559
1.426.243
134.577
188.223
2.886.836
1.441.300
1.313.000
2.714
57.903
187.770
200.836
213.902
240.034
411.300
397.800
43.092
438.647
464.573
490.500
2083.700
3.676.900
15.810.900
13.281.100
Papua Barat
Papua
Sumber: BKPM dan BPS RI, 2013 (diolah)
4
Masalah investasi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri juga
memengaruhi tingkat konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia melalui adanya transfer teknologi. Investasi yang ditanamkan di
Indonesia merupakan modal yang digunakan untuk meningkatkan produktivitas
yang mengarah pada pertumbuhan ekonomi. Namun, investasi yang ada belum
menyebar secara merata di Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 yang
merupakan data investasi masing-masing provinsi di Indonesia. Tabel tersebut
menunjukkan bahwa masing-masing provinsi di Indonesia memiliki jumlah
investasi yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Pada tahun 2008 beberapa provinsi
memiliki jumlah investasi yang menurun karena adanya krisis ekonomi global pada
tahun 2008 yang juga ikut memengaruhi kondisi ekonomi di Indonesia, namun
sebagian provinsi lainnya juga ada yang mengalami peningkatan jumlah investasi
pada tahun tersebut. Berbagai macam jumlah investasi di masing-masing provinsi
dimanfaatkan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sebagai
faktor penunjang dalam meningkatkan proses produksi. Menurut Solow, investasi
merupakan salah satu kunci untuk mencapai konvergensi suatu wilayah. Jumlah
investasi tertinggi dari tahun 2005 hingga tahun 2012 berada pada Provinsi DKI
Jakarta yaitu sebesar 318.843.982 juta rupiah. Sedangkan jumlah investasi terendah
berada pada Provinsi Maluku sebesar 209.941 juta rupiah. Perbedaan jumlah
investasi yang cukup besar antara DKI Jakarta dan Maluku mencapai 1.518 kali
lipat.
Sejak diberlakukannya otonomi daerah pada tahun 2001, masih ada
ketimpangan antarprovinsi di Indonesia. Cita-cita masyarakat Indonesia yang
menginginkan pemerataan di semua provinsi masih jauh dari harapan. Masih
adanya provinsi-provinsi yang belum menggunakan atau memanfaatkan sumber
daya yang ada dengan baik. Tetapi cita-cita untuk mengejar ketertinggalan dari
provinsi-provinsi yang sudah maju masih ingin terus dicapai.
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, maka permasalahan yang diangkat
dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana posisi masing-masing provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju
pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga
kerja?
2. Bagaimana ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia jika dilihat dari tahun ke tahun?
3. Apakah pergerakan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia
menunjukkan suatu proses yang konvergen atau divergen dan faktor-faktor
apa saja yang dapat mendorong proses konvergensi produktivitas tenaga
kerja?
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan permasalahan diatas, maka tujuan yang
ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Memetakan provinsi di Indonesia jika dilihat dari laju pertumbuhan
produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja.
2. Mengukur dan menganalisis tingkat ketimpangan produktivitas tenaga kerja
antarprovinsi di Indonesia jika dilihat dari tahun ke tahun.
5
3. Menguji apakah pergerakan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia menunjukkan suatu proses yang konvergen atau divergen dan
mengestimasi faktor-faktor yang dapat didorong untuk membantu
meningkatkan produktivitas tenaga kerja terutama bagi daerah tertinggal
agar dapat mengejar ketertinggalannya.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan gambaran pada
periode analisis mengenai produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia
apakah mengarah kepada suatu proses pergerakan yang konvergen atau divergen
serta mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh dalam produktivitas
tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia. Hasil penelitian mengenai analisis
konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia ini dapat
digunakan untuk menentukkan kebijakan yang tepat bagi masing-masing provinsi
sehingga dapat dijadikan pertimbangan dalam keberlangsungan pembangunan di
masing-masing provinsi. Selain itu, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan
sebagai bahan referensi bagi para peneliti, mahasiswa, dosen, atau umum yang
berminat dengan penelitian tentang konvergensi produktivitas tenaga kerja
antarprovinsi di Indonesia.
Ruang Lingkup Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah maka penelitian ini dibatasi pada analisis
produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia hanya fokus untuk mengetahui
proses pergerakan produktivitas tenaga kerja menuju kestabilan yang konvergen
atau divergen antarprovinsi di Indonesia periode 2005-2012. Selain itu, dilakukan
analisis mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi konvergensi
produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia menggunakan data-data yang
terdiri dari: PDRB 33 provinsi se-Indonesia, jumlah penduduk yang bekerja di
setiap provinsi di Indonesia, jumlah PMA dan PMDN, realisasi anggaran
pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang tamat SMA,
dan upah minimum provinsi (UMP).
TINJAUAN PUSTAKA
Produktivitas Tenaga Kerja
Teori ekonomi Neoklasik Solow dalam Todaro (2006) menjelaskan tentang
pengaruh persediaan tenaga kerja, modal, dan kemajuan teknologi terhadap ouput.
Fungsi produksi secara agregat dapat membantu menggambarkan hal tersebut,
dimana awalnya akan dibahas mengenai pertumbuhan ouput yang dipengaruhi oleh
tenaga kerja dan modal tanpa memasukkan teknologi. Fungsi produksi secara
agregat dapat dituliskan sebagai berikut:
6
Y = F (K, L) ………………………………………………………………….. (2.1)
Model pertumbuhan Solow mengasumsikan adanya constant return to scale
dimana input dianalisis secara bersamaan. Namun, ketika input dianalisis secara
terpisah maka asumsi yang digunakan adalah diminishing return to scale (Todaro
dan Smith 2006). Pada mulanya peningkatan modal per tenaga kerja akan
meningkatkan output per kapita, akan tetapi ketika penambahan modal terus
dilakukan output meningkat lebih rendah (diminishing marginal product of capital).
Fungsi produksi tanpa memasukkan pengaruh kemajuan teknologi
dilakukan untuk penyederhanaan sehingga pertumbuhan dalam jangka panjang
tidak dapat dilihat pada perekonomian secara keseluruhan. Dalam teori ekonomi
Neoklasik Solow, kemajuan teknologi merupakan variabel eksogen dimana
persamaan fungsi produksi menjadi (Mankiw 2006):
Y = F (K, L x E) ……………………………………………………………… (2.2)
E merupakan variabel yang mewakili efisiensi tenaga kerja yang dapat
dilihat dari pengetahuan mengenai metode produksi. Selain itu, pendidikan atau
keahlian serta kesehatan tenaga kerja juga dapat meningkatkan efisiensi tenaga
kerja. Pengaruh kemajuan teknologi dapat meningkatkan efisiensi tenaga kerja,
misalnya teknologi komputer yang dimanfaatkan pada proses produksi dalam
bidang manufaktur untuk proses perakitan di akhir abad dua puluh (Mankiw 2006).
Dari persamaan diatas, dapat dinyatakan bahwa pertumbuhan output
ditentukan oleh modal dan tenaga kerja yang efektif. Efisiensi tenaga kerja dalam
proses produksi dimana bagian dari modal tidak dijelaskan dalam model dasar
Solow. Efisiensi tenaga kerja merupakan suatu hal yang penting karena mampu
memberikan peningkatan kemampuan untuk memproduksi output. Selain itu,
pengetahuan dan keahlian yang didapat dari berbagai macam pelatihan dapat
meningkatkan produktivitas tenaga kerja.
Teori Solow dalam Mankiw (2007) menunjukkan bahwa output nasional
digunakan untuk 2 tujuan, yaitu tujuan investasi dan tujuan konsumsi. Tabungan
merupakan sumber yang digunakan untuk tujuan berinvestasi. Sebagai proses
akumulasi modal, satu unit investasi menghasilkan satu unit tambahan modal baru,
sedangkan modal yang lama mengalami penyusutan. Tingkat perubahan modal per
pekerja efektif
merupakan selisih antara perubahan investasi
dengan
perubahan investasi pulang-pokok (� + +
atau investasi yang diperlukan
untuk mengimbangi pertumbuhan tenaga kerja dan ilmu pengetahuan serta
menggantikan penyusutan modal yang lama, sehingga jumlah modal per pekerja
efektif yang ada tetap terjaga. Modal per pekerja efektif akan berada pada posisi
jalur pertumbuhan ekonomi yang berimbang ketika perubahan investasi
sama dengan perubahan investasi pulang-pokok (� + +
.
Jika nilai modal per pekerja efektif
lebih tinggi ataupun lebih rendah
dibandingkan *, maka perekonomian akan kembali ke kondisi mapan di * karena
k* merupakan ekuilibrium modal yang stabil. Apabila tingkat modal per pekerja
efektif rendah, maka investasi
per unit tenaga kerja efektif lebih besar dari
investasi pulang-pokok (� + +
. Akibatnya tingkat produktivitas stok modal
7
per tenaga kerja efektif meningkat jumlahnya ke posisi stok modal per tenaga kerja
efektif keseimbangan. Pergerakan ini menunjukkan laju pertumbuhan yang positif.
Sumber: Mankiw, 2007
Gambar 2 Model Solow
Berdasarkan teori Solow di atas dapat dikatakan bahwa perekonomian akan
mencapai suatu titik pemerataan bagi setiap wilayah atau konvergen. Pergerakan
akan terjadi menuju pertumbuhan yang seimbang dimana setiap variabel tumbuh
pada tingkat yang konstan. Pada pertumbuhan yang seimbang, pertumbuhan output
per tenaga kerja hanya ditentukan oleh tingkat kemajuan teknologi. Oleh karena itu,
teknologi merupakan suatu yang penting dalam mencapai pertumbuhan.
Pendidikan merupakan salah satu faktor produksi yang tidak dapat
dipisahkan dari tenaga kerja karena menentukan kualitas tenaga kerja. Modal dan
sumber daya alam hanyalah merupakan faktor produksi pasif, sedangkan manusia
merupakan faktor produksi yang aktif dimana dapat mengakumulasi modal,
mengeksploitasi sumber daya alam serta membangun kehidupan sosial, ekonomi,
dan politik serta membawa kemajuan bagi pembangunan nasional (Todaro dan
Smith 2006). UNESCO (2008) juga menyatakan arti penting pendidikan,
diantaranya:
1. Pendidikan dapat meningkatkan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan
seseorang sehingga menjadi lebih efektif dan produktif yang pada gilirannya
dapat meningkatkan penghasilan secara memadai untuk mendorong
peningkatan pendapatan.
2. Pendidikan berpengaruh terhadap peningkatan derajat kesehatan dan gizi.
3. Pendidikan akan meningkatkan mutu standar hidup.
Selain pendidikan, kesehatan juga menjadi bagian penting dari pembangunan
nasional karena merupakan input penting untuk menghasilkan tenaga kerja yang
sehat. Wilayah-wilayah yang mempunyai tingkat kesehatan dan pendidikan yang
rendah dalam menghadapi tantangan akan terasa berat untuk mencapai
pertumbuhan berkelanjutan dibandingkan dengan wilayah yang lebih baik tingkat
kesehatan dan pendidikannya. Tenaga kerja yang berkualitas akan mempunyai
peluang yang lebih besar untuk lebih produktif, mempunyai kesempatan kerja yang
lebih besar, memperoleh pendapatan yang lebih tinggi, dan menghasilkan output
ekonomi yang lebih besar. Pelayanan kesehatan diharapkan mampu meningkatkan
8
mutu kesehatan yang menjangkau seluruh masyarakat untuk mewujudkan
pembangunan kesehatan yang merata.
Konvergensi
Teori ekonomi Neoklasik menjelaskan bahwa perekonomian akan bergerak
menuju kondisi yang mapan atau steady state (Todaro dan Smith 2006). Pergerakan
tersebut ditentukan oleh tingkat teknologi, tingkat investasi, dan tingkat
pertumbuhan penduduk, serta tingkat depresiasi modal manusia dan modal fisik.
Pergerakan perekonomian menuju kondisi mapan terjadi saat tingkat teknologi dan
investasi yang dimiliki suatu perekonomian tinggi. Perbedaan tingkat investasi,
teknologi, pertumbuhan populasi, luas wilayah, dan perbedaan karakteristik lainnya
antarwilayah menyebabkan setiap perekonomian tidak memiliki tingkat kondisi
mapan yang sama.
Menurut Barro (2004) konvergensi merupakan suatu fenomena yang menuju
satu titik pertemuan. Proses konvergensi berkaitan dengan proses pembangunan
suatu wilayah. Williamson memprediksi bahwa disparitas pendapatan suatu daerah
akan memudar atau convergence setelah melalui fase tahap awal (initial stage)
hingga tahap kematangan (mature stage). Terdapat dua kosep konvergensi, yaitu
konvergensi bruto atau sigma (σ) dan konvergensi beta (β). Konvergensi sigma
dilihat dari pengukuran standard deviasi logaritma pendapatan atau PDRB per
kapita antardaerah. Konvergensi beta dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
konvergensi absolut (absolut convergence) dan konvergensi kondisional
(conditional convergence). Konvergensi absolut terjadi ketika pengukuran
berdasarkan pada tingkat pendapatan saja. Sedangkan konvergensi kondisional
menambahkan beberapa variabel kontrol. Variabel kontrol merupakan karakteristik
yang menentukan tingkat kondisi mapan perekonomian masing-masing wilayah.
Dengan demikian konvergensi kondisional menyatakan bahwa perekonomian akan
konvergen pada kondisi mapan masing-masing wilayah yang dipengaruhi oleh
berbagai variabel kontrol, misalnya tingkat investasi dan pertumbuhan populasi.
Menurut Mankiw (2006) dalam model Solow menjelaskan bahwa
perekonomian suatu wilayah dengan wilayah lainnya akan bertemu pada satu titik
atau konvergen tergantung pada perbedaan wilayah tersebut memulainya.
Pergerakan konvergen ditunjukkan dengan perekonomian wilayah yang tertinggal
mampu mengejar perekonomian wilayah yang sudah maju. Namun, jika tidak
terdapat konvergensi, maka wilayah-wilayah yang pada awalnya miskin akan tetap
selamanya miskin. Perekonomian pada dua wilayah dengan kondisi mapan yang
sama jika dilihat dari tingkat investasi, pertumbuhan populasi, efisiensi tenaga kerja,
maka konvergensi akan mungkin dicapai.
Ketimpangan
Teori ekonomi Neoklasik menunjukkan adanya hubungan antara tingkat
pembangunan ekonomi nasional dan ketimpangan pembangunan antarwilayah
(Todaro dan Smith 2006). Dalam hipotesis ini dijelaskan bahwa ketimpangan
pembangunan suatu wilayah pada awalnya cenderung meningkat hingga mencapai
9
titik puncak. Setelah itu, jika proses pembangunan terus berlanjut, maka secara
perlahan-lahan ketimpangan pembangunan tersebut akan menurun. Ketimpangan
pada negara berkembang relatif lebih tinggi sedangkan pada negara maju
ketimpangan tersebut relatif lebih rendah. Pada negara yang sudah maju dimana
kondisi sarana dan prasarananya sudah mapan mampu memanfaatkannya secara
lebih merata. Oleh sebab itu, proses pembangunan pada negara maju cenderung
mengurangi ketimpangan pembangunan antarwilayah. Sedangkan ketimpangan di
negara berkembang relatif lebih tinggi karena pada awal proses pembangunan,
kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh
daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik, sedangkan daerah
yang masih terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena
keterbatasan sarana dan prasarana.
Menurut Sjafrizal (2008) menjelaskan bahwa ketimpangan pembangunan
dipengaruhi berbagai macam faktor, diantaranya:
1. Perbedaan kandungan sumber daya alam yang akan memengaruhi kegiatan
produksi di daerah tersebut. Daerah yang kaya sumber daya alam dapat
memproduksi barang-barang tertentu dengan harga yang lebih murah sehingga
mempercepat pertumbuhan ekonominya.
2. Perbedaan kondisi demografis yang meliputi tingkat pertumbuhan dan struktur
kependudukan, tingkat pendidikan, dan kesehatan serta kondisi
ketenagakerjaan.
3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa yang menyebabkan kelebihan
produksi suatu daerah tidak dapat diperdagangkan atau dijual ke daerah lain
yang membutuhkan sehingga daerah yang kurang maju atau tertinggal tersebut
pertumbuhannya lebih lambat.
4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah akan mendorong peningkatan
penyediaan lapangan kerja dan juga tingkat pendapatan masyarakat. Alokasi
dana pembangunan antarwilayah, seperti investasi yang ditanamkan.
Penelitian Terdahulu
Penelitian Susanti (2005) dengan tesis yang berjudul Konvergensi
Produktivitas Tenaga Kerja Sektoral AntarProvinsi di Indonesia menunjukkan
bahwa penurunan dalam disparitas produktivitas tenaga kerja sektoral antar
provinsi mengalami pasang surut dalam 16 tahun terakhir. Analisis statis digunakan
untuk memperlihatkan hasil dimana konvergensi terjadi secara kuat pada sektor
pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, dan agregat. Sementara itu
sektor bangunan dan sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan mengalami
divergensi. Hal itu terjadi karena aktivitas perekonomian lebih banyak terpusat di
Pulau Jawa sementara di daerah lainnya relatif tidak merata. Penggunaan metode
panel memperbaiki masalah omitted variables bias yang umum ditemui dalam
regresi pertumbuhan cross section dimana aspek daerah yang berkorelasi dengan
variabel-variabel penjelas yang dimasukkan ke dalam model adalah diabaikan. Jika
perbedaan dalam tingkat teknologi antarprovinsi menghilang maka konvergensi
akan terjadi secara cepat. Perlakuan yang mengizinkan fungsi produksi berbedabeda untuk setiap perekonomian membuat peranan teknologi menjadi jauh lebih
10
penting. Hal ini mengindikasikan perbedaan yang besar dalam teknologi
antarprovinsi.
Penelitian Balai Besar Riset Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan
Jakarta (2007) dengan judul Peranan Teknologi dalam Konvergensi Pertumbuhan
Ekonomi AntarDaerah Pesisir di Kawasan Timur Indonesia mengindikasikan
bahwa perbedaan tingkat teknologi antardaerah pesisir di Kawasan Timur Indonesia
(KTI) membawa pada perbedaan Total Productivity Product (TPP) yang besar. Jika
perbedaan dalam tingkat teknologi ini menghilang, pengejaran TPP akan terjadi
dalam tingkat yang jauh lebih cepat. Pengejaran TPP ini pada gilirannya akan
mendorong konvergensi dalam tingkat pendapatan daerah pesisir di KTI.
Sedangkan dengan pendekatan transfer teknologi, penelitian ini membedakan
antara konvergensi yang dihasilkan akumulasi faktor dan konvergensi yang
dihasilkan transfer teknologi. Hasil analisis menunjukkan bahwa transfer teknologi
memiliki peranan tidak kecil dalam konvergensi di daerah pesisir di KTI. Dengan
perlakuan data panel yang mengizinkan setiap perekonomian memiliki fungsi
produksi yang berbeda, sebagian besar konvergensi dihasilkan dari transfer
teknologi. Perbedaan tingkat teknologi antardaerah pesisir di KTI adalah sangat
lebar. Jika perbedaan ini menghilang maka berharap bahwa transfer teknologi akan
berjalan jauh lebih cepat dan akan membawa pada konvergensi pendapatan yang
jauh lebih cepat.
Firdaus (2009) dalam penelitiannya ingin menguji konvergensi pendapatan
antarprovinsi di Indonesia dengan menggunakan panel dinamis. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pendekatan data panel statis dan dinamis menghasilkan hasil
yang berbeda dari pola konvergensi. Analisis menggunakan FD-GMM memberikan
estimator yang tidak valid sedangkan menggunakan Sys-GMM memberikan
penduga yang bias, konsisten, dan valid yang menunjukkan bahwa proses
konvergensi berlaku diantara provinsi di Indonesia periode 1983-2003.
Purawan (2010) melakukan analisis konvergensi perekonomian regional di
Indonesia dengan menggunakan ukuran outpur per tenaga kerja atau produktivitas
tenaga kerja. Penelitian ini menggunakan data 26 provinsi di Indonesia periode
1992-2007 dengan pendekatan panel FEM. Hasilnya menunjukkan bahwa
akumulasi modal fisik, akumulasi modal manusia, pertumbuhan populasi, dan
pembangunan finansial berpengaruh negatif. FDI, ketimpangan, keterbukaan
perdagangan, dan kontribusi migas hasilnya berpengaruh positif. Proses
konvergensi terjadi lebih cepat pra desentralisasi dibandingkan pasca desentralisasi.
Akumulasi stok modal manusia, pertumbuhan populasi, FDI, ketimpangan,
keterbukaan perdagangan, dan kontribusi migas berpengaruh positif sedangkan
akumulasi modal fisik dan pembangunan nasional berpengaruh negatif terhadap
produktivitas tenaga kerja Indonesia pasca desentralisasi. Akumulasi stok modal
fisik, FDI, keterbukaan perdagangan, dan kontribusi migas berpengaruh positif
sedangkan akumulasi modal manusia, pertumbuhan populasi, pembangunan
finansial, dan ketimpangan berpengaruh negatif terhadap produktivitas tenaga kerja
Indonesia pra desentralisasi.
Wahyuni (2011) dalam tesisnya dengan judul Konvergensi dan FaktorFaktor yang Memengaruhi Ketimpangan Wilayah Kabupaten/Kota di Pulau Jawa
mengatakan bahwa estimasi konvergensi Pulau Jawa dilakukan dengan
menggunakan dua pendekatan pada variabel dependennya, yaitu pendekatan PDRB
dan pengeluaran rumah tangga. Koefisien Yt-1 pada estimasi konvergensi PDRB per
11
kapita lebih dari 1 yang menunjukkan bahwa konvergensi tidak terjadi dengan
metode data panel dinamis FD-GMM. Fenomena ketimpangan di Pulau Jawa
disebabkan adanya pusat-pusat industri di kota-kota besar yang menyebabkan
perbedaan tingkat pembangunan yang semakin melebar. Untuk estimasi
konvergensi kabupaten atau kota di provinsi-provinsi Pulau Jawa dengan
menggunakan data pengeluaran rumah tangga semuanya konvergen dengan tingkat
konvergensi tertinggi di Jawa Barat dan terendah di Jawa Timur. Tingkat
konvergensi pengeluaran rumah tangga mencapai nilai yang sangat tinggi karena
pendekatan ini hanya melihat konvergensi dari pelaku ekonomi rumah tangga,
berbeda dengan konvergensi PDRB yang melibatkan semua pelaku ekonomi, baik
rumah tangga, swasta maupun pemerintah. Aktivitas ekonomi yang dilakukan juga
berbeda, tidak hanya konsumsi seperti pada pendekatan pengeluaran rumah tangga,
namun juga investasi, baik yang dilakukan perusahaan swasta maupun pemerintah.
Perbandingan tingkat konvergensi ini menunjukkan bahwa tingkat pembangunan
wilayah yang sama akan dicapai dalam kurun waktu yang lebih lama dibandingkan
dengan kesamaan daya beli masyarakat.
Jiang (2012) melakukan analisis tentang pengaruh keterbukaan dan
konvergensi produktivitas tenaga kerja di wilayah-wilayah China. Periode analisis
selama penelitian dari tahun 1984 hingga 2008 dengan menggunakan data panel.
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa keterbukaan ekonomi regional
menggunakan variabel total perdagangan internasional memengaruhi secara positif
pertumbuhan regional produktivitas tenaga kerja selain variabel modal manusia,
modal fisik, dan pertumbuhan penduduk. Hasil perhitungan pada keterbukaan
ekonomi dan heterogenitas regional terjadi konvergensi bersyarat yang cepat dalam
tingkat produktivitas tenaga kerja wilayah-wilayah di China.
Kerangka Pemikiran
Dalam era globalisasi ekonomi yang semakin maju, proses pembangunan
perekonomian suatu wilayah diupayakan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat.
Perbedaan karakterisitik antarprovinsi, baik dari SDA maupun SDM yang
menyebabkan perbedaan pencapaian produktivitas tenaga kerja dan ketimpangan
antarwilayah. Pembangunan sarana dan prasarana umumnya lebih diutamakan
untuk daerah dengan kepadatan penduduk yang tinggi. Wilayah-wilayah yang padat
penduduknya serta memiliki sarana dan prasarana yang memadai akan menjadi
pusat kegiatan ekonomi. Berdasarkan pada Gambar 2, penelitian ini akan
mengidentifikasi konvergensi produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia
serta menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi konvergensi
produktivitas tenaga kerja di Indonesia. Analisis yang digunakan dalam penelitian
ini dilihat dari dua aspek, yaitu menggunakan analisis deskriptif dan analisis data
panel dinamis. Analisis deskriptif menggunakan pemetaan berdasarkan laju
pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas tenaga kerja serta
indeks ketimpangan produktivitas tenaga kerja yang menggunakan koefisien variasi
Williamson. Analisis data panel dinamis menggunakan data time series sebanyak 8
tahun dan data cross section sebanyak 33 provinsi di Indonesia. Variabel-variabel
yang akan dianalisis dalam penelitian ini, diantaranya investasi, realisasi anggaran
12
pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang tamat SMA,
dan UMP.
Dengan mengacu pada dasar pemikiran yang bersifat teoritis dan
berdasarkan studi empiris yang pernah dilakukan berkaitan dengan penelitian di
bidang ini, maka hipotesis penelitian untuk konvergensi produktivitas tenaga kerja
di Indonesia adalah sebagai berikut:
1. Kesenjangan produktivitas tenaga kerja dan trend ketimpangan antarprovinsi
di Indonesia selama periode analisis cenderung menurun.
2. Diduga konvergensi produktivitas tenaga kerja terjadi di Indonesia.
3. Investasi, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan
konvergensi produktivitas tenaga kerja.
4. Realisasi anggaran pendidikan, diduga berpengaruh positif dalam
meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.
5. Realisasi anggaran kesehatan, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan
kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.
6. Jumlah pekerja yang tamat SMA, diduga berpengaruh positif dalam
meningkatkan kecepatan konvergensi produktivitas tenaga kerja.
7. Upah, diduga berpengaruh positif dalam meningkatkan kecepatan konvergensi
produktivitas tenaga kerja.
Gambar 3 Kerangka Pemikiran
13
METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai instansi yang terkait, seperti Badan Pusat Statistik (BPS),
Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), dan Direktorat Jenderal
Perimbangan Keuangan Daerah Kementerian Keuangan (DJPK Kemenkeu). Selain
itu memanfaatkan literatur yang ada, seperti buku, jurnal, media massa, media
elektronik, untuk menunjang kelengkapan bahan-bahan penulisan ini. Jenis data
yang digunakan adalah data panel dimana merupakan gabungan data time series
tahunan periode 2005-2012 dan data cross section yang terdiri dari 33 provinsi di
Indonesia. Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data PDRB
ADHK 2000, jumlah penduduk yang bekerja, jumlah PMA dan PMDN, realisasi
anggaran pendidikan, realisasi anggaran kesehatan, jumlah tenaga kerja yang lulus
SMA, dan UMP. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Microsoft Excel
2013 dan Stata10.
Metode Analisis Data
Analisis Deskriptif menggunakan Pemetaan Tipologi Klassen
Untuk mengetahui posisi masing-masing provinsi di Indonesia maka
digunakan pemetaan tipologi klassen yang mengklasifikasikan provinsi-provinsi
berdasarkan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja dan nilai produktivitas
tenaga kerja ke dalam empat kuadran. Analisis ini diambil pada tahun awal dan
akhir penelitian yaitu tahun 2005 dan tahun 2012. Kuadran I merupakan provinsi
yang memiliki nilai produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produktivitas
tenaga kerja yang tinggi. Kuadran II merupakan provinsi yang memiliki nilai
produktivitas tenaga kerja yang tinggi dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga
kerja yang rendah. Kuadran III merupakan provinsi yang memiliki nilai
produktivitas tenaga kerja dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang
rendah. Kuadran IV merupakan provinsi yang memiliki nilai produktivitas tenaga
kerja yang rendah dan laju pertumbuhan produktivitas tenaga kerja yang tinggi.
Analisis Deskriptif menggunakan Indeks Ketimpangan Produktivitas
Tenaga Kerja
Untuk mengetahui ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia periode 2005-2012 dapat dianalisis menggunakan indeks variasi
Williamson (Tambunan 2003) dengan rumus sebagai berikut:
∑
=√
��
�
�−Ȳ .
Ȳ
............................................................................................... (3.1)
14
dimana:
CV
��
Ȳ
�
: koefisien variasi Williamson antara 0 sampai 1
: produktivitas tenaga kerja tiap-tiap provinsi
: rata-rata produktivitas tenaga kerja antar provinsi
: jumlah tenaga kerja tiap-tiap provinsi
: rata-rata jumlah tenaga antar provinsi
Koefisien variasi Williamson yang diperoleh terletak antara nol sampai
dengan satu (Gama 2009). Semakin mendekati nol dapat dikatakan disparitas
produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di Indonesia semakin rendah atau
produktivitas tenaga kerja terjadi secara merata. Tetapi, jika koefisien variasi
mendekati satu maka ketimpangan produktivitas tenaga kerja antarprovinsi di
Indonesia semakin tinggi atau adanya produktivitas tenaga kerja yang tidak merata.
Analisis Data Panel Dinamis
Variabel-variabel ekonomi kenyataannya banyak yang bersifat dinamis
(Indra 2009). Data panel dinamis bermanfaat untuk menganalisis penyesuaian
dinamis (dynamic adjustment). Hubungan dinamis tersebut dapat dilihat dari
adanya lag variabel dependen pada persamaan regresi. Hal tersebut dapat
ditunjukkan pada persamaan dibawah ini:
�
=�
�
= �� +
�−
+
�
+ �� dimana � = , … ,
; = , … , .............................. (3.2)
Untuk δ merupakan skalar dan matriks berukuran dan β merupakan matriks
berukuran . Asumsi pada one-way error component model, yaitu :
�
................................................................................................... (3.3)
Dimana �� merupakan efek individu yang diasumsikan �� ~
, �� dan �
merupakan error term yang diasumsikan � ~
, �� dan � saling bebas satu
dengan yang lainnya. Ketika suatu persamaan mengandung lag dari variabel terikat
maka akan muncul masalah korelasi antara variabel � dengan � karena �
merupakan fungsi dari �� dan juga merupakan fungsi dari � dan �− juga fungsi
dari �� sehingga persamaan dengan panel data statis seperti OLS, FEM, dan REM
menjadi bias dan inkonsisten (Verbeek 2004). Penggunaan Fixed Effect Method
(FEM) maupun Random Effect Method (REM) pada model panel statis bisa
didapatkan sedangkan pada panel dinamis tidaklah sama karena �− tergantung
kepada � . Permasalahan inkonsistensi tersebut dapat diatasi dengan menggunakan
pendekatan Generalized Method of Moment (GMM). Dua jenis prosedur estimasi
GMM yang biasa digunakan, yaitu (Indra 2009) first difference GMM (FD-GMM)
dan System GMM (SYS-GMM).
First-Difference General Method of Moment (FD-GMM)
Penggunaan FD-GMM pada persamaan panel dinamis dimana dengan
menghilangkan efek individu diantaranya diusulkan oleh Arellano dan Bond
15
(Baltagi 2005). Pada persamaan first difference, instrumen yang tepat untuk
digunakan adalah variabel lag dari level. Estimasi δ yang konsisten dengan N→∞
dengan T tetap diperoleh dengan melakukan first-difference untuk menghilangkan
pengaruh individual (�� ) pada persamaan di bawah ini:
�
=�
�
−
�−
+ ��
dimana � = �� +
sehingga:
�, −
=�
; |�| <
�, −
�
; = , … , ....................................................... (3.4)
dimana �� ~
−
+
�, −
�
, ��
−
�, −
saling bebas satu sama lain
; = , … , ........................ (3.5)
Persamaan di atas akan menghasilkan p