Pembuatan Edible Film dari karaginan, selulosa bakteri dan nanokarbon dengan penambahan penaut silang kation Fe2+

i

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI KARAGINAN, SELULOSA
BAKTERI DAN NANOKARBON DENGAN PENAMBAHAN
PENAUT SILANG KATION

INDAH FAJAR WATI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pembuatan Edible Film

dari Karaginan, Selulosa Bakteri dan Nanokarbon dengan penambahan Penaut
Silang Kation adalah benar karya saya dengan arahan komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks yang dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Indah Fajar Wati
NIM G44100052

iv

v

ABSTRAK
INDAH FAJAR WATI. Pembuatan Edible Film dari Karaginan, Selulosa Bakteri
dan Nanokarbon dengan Penambahan Penaut Silang Kation Fe2+. Dibimbing oleh
AHMAD SJAHRIZA dan NOVIYAN DARMAWAN.

Edible film dari karaginan merupakan lapisan tipis yang terbuat dari bahan
yang dapat dikonsumsi. Aplikasi edible film pada pelapisan makanan bermanfaat
untuk menambah masa simpan makanan dan melindungi makanan dari
mikroorganisme berbahaya. Penambahan selulosa, gliserol, nanokarbon, dan
penaut silang Fe2+ bertujuan memperbaiki sifat mekanik dan permeabilitas uap air.
Nanokarbon pada edible film akan memancarkan warna saat disinari ultraviolet
pada panjang gelombang 366 nm. Konsentrasi nanokarbon yang digunakan
berturut-turut 0.5%, 1%, 1.5%, dan 2% b/v. Nilai kuat tarik dan permeabilitas uap
air meningkat seiring meningkatnya konsentrasi nanokarbon yang diberikan.
Penaut silang Fe2+ yang digunakan berturut-turut 1.5%, 3%, dan 5% b/v dengan
nilai kuat tarik optimum pada konsentrasi 5%. Keberadaan karaginan dalam film
ini ditunjukkan oleh spektrum inframerah pada bilangan gelombang 1234.44 cm-1
yang merupakan ciri khas karaginan, yaitu gugus fungsi fungsi ester sulfat.
Kata kunci: karaginan, nanokarbon, penaut silang Fe2+, permeabilitas air, sifat
mekanik.

ABSTRACT
INDAH FAJAR WATI .Edible Film Based on Carrageenan, Bacterial Cellulose,
and Nanocarbon with Additional Crosslinker Fe2+. Supervised by AHMAD
SJAHRIZA dan NOVIYAN DARMAWAN.

Edible film from carrageenan is a thin layer made of food grade materials.
Application of edible coating films could increase food product shelflife and
protect food from
microorganisms. The addition of cellulose, glycerol,
nanocarbon, and crosslinker Fe2+ aims to improve the mechanical properties and
permeability. Nanocarbon on edible film will flouresence when exposed to UV at
a wavelength of 366 nm. The added nanocarbonwere 0.5, 1, 1.5, and 2% w/v.
Tensile strength and permeability increased with increasing concentration of
nanocarbon. The added cross-linker was 1.5%, 3%, and 5% w/v with the optimum
value of tensile strength at 5%. The presence of carrageenan in this film was
showed by Fourier transform infra-red in wave number 1234.44 cm-1 which is the
characteristic of functional group in carrageenan, namely sulfate esters.
Keywords: carrageenan, crosslinker Fe2+, mechanical properties, nanocarbon,
permeability.

vi

vii

PEMBUATAN EDIBLE FILM DARI KARAGINAN,

SELULOSA BAKTERI, DAN NANOKARBON DENGAN
PENAMBAHAN PENAUT SILANG KATION

INDAH FAJAR WATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix


Judul Skripsi : Pembuatan Edible Film dari Karaginan, Selulosa Bakteri dan
Nanokarbon dengan Penambahan Penaut Silang Kation.
Nama
: Indah Fajar Wati
NIM
: G44100052

Disetujui oleh

Drs Ahmad Sjahriza
Pembimbing 1

Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc
Pembimbing 2

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departeman


Tanggal lulus :

x

PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya
sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang dilakukan sejak
bulan Maret 2014 yang diberi berjudul Pembuatan Edible Film dari Karaginan,
Selulosa Bakteri, dan Nanokarbon dengan Penambahan Penaut silang kation.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Drs Ahmad Sjahriza selaku
pembimbing pertama dan Bapak Dr rer nat Noviyan Darmawan, MSc selaku
pembimbing kedua. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapak Mail
dan Ibu Ai selaku staf Laboratorium Kimia Fisik, Bapak Sujono, Msi staf
Laboratorium Terpadu. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orang
tua, keluarga, teman satu tim Asri Puspita Sari,Hartodi dan Awalia Khairun Nisa
atas segala doa dan dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2014

Indah Fajar Wati

xii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Metode
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Ekstraksi Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Pembuatan Edibel film
Sifat Mekanik
Sifat Permeabilitas
Analisis Gugus Fungsi dengan spektrofotometri Inframerah
Pemayaran dengan Lampu UV

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
SARAN
DAFTAR PUSTAKA
RIWAYAT HIDUP

xiii
xiii
xiii
1
2
2
2
5
5
6
7
9
10
11

11
11
12
12
24

DAFTAR TABEL
1 Komposisi pembuatan edibel film untuk mengetahui pengaruh
penambahan nanokarbon terhadap sifat mekanik dan laju permeabilitas
uap air.
2 Ketebalan edibel film
3 Gugus fungsi pada spektrum FTIR

4
6
10

DAFTAR GAMBAR
1
2

3
4
5
6

Reaksi karaginan dengan basa
Kuat tarik dari masing-masing komponen
Persentase pemanjangan dari masing-masing komponen
Permeabilitas uap air dari masing-masing komponen
Uji kualitatif keberadaan Fe2+
Pemayaran dengan lampu UV

6
7
8
9
10
10

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7

Bagan alir penelitian
Pengukuran kadar air rumput laut Eucheuma cottonii
Pengukuran kadar abu rumput laut Eucheuma cottonii
Ketebalan edibel film
Kuat tarik dan pemanjangan film
Permeabilitas uap air edibel film
Spektrum FTIR edibel film

14
15
15
16
17
18
21

1

PENDAHULUAN
Material hidrokoloid merupakan polimer hidrofobik yang berasal dari
tanaman, sayuran, atau hewan yang banyak mengandung gugus hidroksil. Salah
satu material hidrokoloid adalah karaginan. Karaginan adalah material
hidrokoloid yang bisa didapatkan dari ekstraksi dinding sel rumput laut spesies
tertentu dari famili Rhodophycae. Secara umum terdapat 3 jenis ekstrak karaginan
yaitu kapa, iota, dan lamda. Material ini diperoleh melalui ekstraksi rumput laut
dengan suatu basa (KOH atau NaOH) melalui pemanasan baik secara
konvensional maupun dengan mikro gelombang. Karaginan merupakan salah satu
bahan baku pembuatan edible film.
Edible film merupakan lapisan tipis yang melapisi suatu permukaan yang
dapat dikonsumsi dan sifatnya mudah terurai di lingkungan. Lapisan tipis ini
banyak diaplikasikan dalam industri farmasi, industri pangan maupun nonpangan
sebagai pengemas. Sifatnya yang mudah terurai di lingkungan, melindungi
makanan dari mikroorganisme berbahaya, dan menambah usia simpan makanan
membuat edible film dapat berfungsi sebagai pengemas makanan pengganti
plastik sintetis (Lopez et al 2008). Edible film juga berfungsi sebagai antioksidan,
penjaga kelembapan, dan memberikan tekstur serta cita rasa khusus pada
makanan. Aplikasi edible film di industri kosmetik dan industri farmasi digunakan
sebagai cangkang kapsul (Bae et al 2007). Umumnya ketebalan edibel film
adalah kurang dari 0.3 mm (Lingyan et al 2011).
Pembuatan edible film berbahan dasar karaginan pernah dilakukan oleh
Tamaela (2008) dengan penambahan gliserol 1%. Film yang dihasilkan memiliki
ketebalan 0.047 mm dan laju transmisi uap 20.737 g/m2 jam. Usaha-usaha untuk
memperbaiki sifat mekanik film juga pernah dilakukan oleh Jayanti (2013) dan
Asy’ari (2013) dengan menambahkan tepung kacang hijau dan tepung kedelai
sebagai pengompatibel. Penelitian kali ini dilakukan usaha untuk memperbaiki
sifat mekanik dengan penambahan penaut silang, nanokarbon, dan selulosa.
Penaut silang membuat struktur film menjadi lebih kaku dan getas oleh sebab itu
juga dilakukan penambahan gliserol agar film menjadi lebih elastis, sedangkan
penambahan selulosa membuat film menjadi tahan air sehingga tidak mudah
rusak.
Bahan berstruktur nano telah banyak menarik perhatian para ilmuwan
karena potensinya dibidang industri sebagai pelapis mekanik, pelindung, dan
penanda. Partikel nano ini memiliki beberapa karakteristik yang dapat
memperbaiki sifat film atau membran. Sifat mekanik yang dapat diperbaiki
diantaranya kekerasan mekanik, ketahanan kejut termal, dan elastisitas.
Nanopertikel yang digunakan pada penelitian ini adalah nanokarbon. Penambahan
nanokarbon dapat digunakan sebagai penanda pada film dengan cara mewarnai
film berdasarkan floresensi dan diharapkan dapat memperbaiki sifat mekanik dari
film.
Penelitian ini bertujuan menghasilkan edibel film dengan komposisi terbaik
yang berbahan dasar karaginan dengan penambahan selulosa bakteri yang berasal
dari nata de coco, nanokarbon dan penaut silang kation Fe2+ agar memiliki sifat
mekanik dan permeabilitas uap air yang rendah. Selain itu, edibel film yang
dihasilkan dapat digunakan sebagai penanda akibat adanya floresensi dari

2

nanokarbon. Penelitian ini akan dilakukan dari bulan Maret hingga bulan Juni
2014 di Laboratorium Fisik, Departemen Kimia, FMIPA, Institut Pertanian
Bogor.

BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan adalah oven mikrogelombang Panasonic 800
Watt, alat pengukur ketebalan film Teclock, alat uji tarik Tenso lab-Mey, dan IR
Prestige-21. Bahan-bahan yang digunakan antara lain rumput laut jenis Eucheuma
cottonii yang diperoleh dari Kepulauan Seribu, gliserol, KOH dari Merck, Nata de
coco dari Kara, dan nanokarbon hasil sintesis Awalia Khairun Nisa (G44100014).
Metode
Kadar Air (AOAC 2007)
Cawan porselen dibersihkan sampai bebas dari kotoran, lalu dikeringkan
selama 15 menit di dalam oven pada suhu 105-110˚C hingga diperoleh bobot
konstan. Kemudian cawan porselen dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator
selama 30 menit. Cawan kosong ditimbang bobotnya (A). Cawan tersebut diisi
sebanyak 2 gram sampel rumput laut kering dan ditimbang bobotnya (B).
Kemudian dimasukkan ke dalam oven kembali selama 3-4 jam pada suhu 105110˚C. Setelah itu cawan dikeluarkan dan didinginkan kembali di dalam desikator
selama 30 menit dan ditimbang bobotnya (C). Penimbangan terhadap cawan yang
berisi dampel dilakukakan beberapa kali hingga memperoleh bobot konstan.
Berikut adalah rumus menentukan kadar air:

Keterangan :
A = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot cawan + sampel sebelum dikeringkan (gram)
C = Bobot cawan + sampel setelah dikeringkan (gram)
Kadar Abu (AOAC 2007)
Cawan porselen dibersihkan sampai bebas dari kotoran, lalu dikeringkan
selama 15 menit di dalam oven pada suhu 105-110˚C hingga diperoleh bobot
yang konstan. Kemudian cawan dikelurkan dan didinginkan di dalam desikator
selama 30 menit. Cawan kosong ditimbang bobotnya (A). Kemudian cawan
tersebut diisi sampel sebanyak 2 gram dan ditimbang bobotnya (B). Lalu cawan
berisi sampel tersebut dibakar diatas pembakar bunsen hingga tidak ada lagi asap
yang muncul. Setelah itu cawan berisi sisa pembakaran di masukkan ke dalam
tanur pada suhu 600˚C untuk proses pengabuan. Saat proses pengabuan selesai
cawan segera dimasukkan ke dalam desikator untuk didinginkan. Cawan berisi

3

abu kemudian ditimbang bobotnya (C). Berikut adalah rumus menentukan kadar
abu:

Keterangan:
A = Bobot cawan kosong (gram)
B = Bobot cawan + sampel (gram)
C = Bobot cawan + abu (gram)
Penyiapan Selulosa Bakteri
Selulosa bakteri (Nata de coco merk Kara) dipisahkan dengan larutan
gulanya. Kemudian dicuci menggunakan air bebas ion untuk menghilangkan sisasisa larutan gula yang masih ada. Setelah itu selulosa bakteri dihaluskan
menggunakan blender hingga halus.
Pembuatan Kation Fe2+
Bongkahan FeS seberat 3 gram dilarutkan dengan 60 ml HCl 32%.
Kemudian campuran tersebut dipanaskan hingga bongkahan FeS melebur
seluruhnya. Padatan dan larutan hasil peleburan disaring menggunakan kertas
saring dan diambil larutannya. Sebanyak 30 ml asam asetat ditambahkan kedalam
larutan tersebut kemudian akan timbul Fe2+ yang berupa padatan putih.
Ekstraksi Karaginan (Pratiwi 2011)
Rumput laut E.cottonii kering yang telah dirajang direndam dengan akuades
selama 24 jam. Kemudian rumput laut dihaluskan menggunakan blender untuk
memudahkan proses ekstraksi. Kemudian ditambahkan 100 ml KOH 0.1% (b/v)
dan ekstraksi dilakukan dalam oven mikrogelombang selama 20 menit dengan
daya defrost (160 watt). Nisbah rumput laut kering dan pelarut KOH (%b/v)
adalah 1:20. Kemudian filtrat rumput laut disaring dengan kain blacu.
Pembuatan Edible film (Modifikasi Purba 2013)
Karaginan yang telah diperoleh dari proses sebelumnya dicampur dengan
gliserol 1%, dan selulosa bakteri 1.5% pada 50 mL akuades. Pengadukkan
dilakukan selama 20 menit pada suhu 50°C. Kemudian ditambahkan nanokarbon
atau penaut silang Fe2+. Proses pengadukan dilakukan selama 40 menit dan suhu
dibiarkan meningkat hingga 90°C. Setelah itu film dicetak pada plat mika yang
telah disediakan. Pengeringan film dilakukan selama 1 malam. Berikut merupakan
komposisi untuk membuat edible film tertera pada Tabel 1.

4

Tabel 1 Komposisi pembuatan edible film terhadap sifat mekanik dan laju
permeabilitas uap air
Sampel*

K
KG
KGS
KGSN 0.5%
KGSN 1%
KGSN 1.5%
KGSN 2%
KGSFe 1.5%
KGSFe 3%
KGSFe 5%

Karaginan
(g)

Nanokarbon
(g)

Gliserol (g)

Selulosa
(g)

1.5000
1.4850
1.4625
1.4550
1.4475
1.4400
1.4325
1.3875
1.3125
1.2375

0.0075
0.0150
0.0225
0.0300
-

0.0150
0.0150
0.0150
0.0150
0.0150
0.0150
0.0150
0.0150
0.0150

0.0225
0.0225
0.0225
0.0225
0.0225
0.0225
0.0225
0.0225

Penaut
silang
(g)
0.0225
0.045
0.0750

*K: Karaginan; KG: Karaginan Gliserol; KGS: Karaginan Gliserol Selulosa; KGSN: Karaginan
Gliserol Selulosa Nanokarbon.

Kondisi optimum sifat mekanik dan permeabilitas uap air dari Tabel 1
dikombinasikan dan dibuat film. Karaginan dicampur dengan gliserol 1%, dan
selulosa bakteri 1.5% pada 50 mL akuades. Pengadukkan dilakukan selama 20
menit pada suhu 50°C. Kemudian ditambahkan penaut silang Fe2+ dan
nanokarbon. Proses pengadukan dilakukan selama 40 menit dan suhu dibiarkan
meningkat hingga 90°C. Setelah itu film dicetak pada plat mika yang telah
disediakan. Pengeringan film dilakukan selama 1 malam.
Ketebalan Edible film (Bae et al. 2008)
Uji ketebalan film dilakukan dengan pengukuran secara acak di lima titik
yang berbeda pada film menggunakan mikrometer Teclock dengan tingkat akurasi
± 1µm.
Kuat tarik dan pemanjangan
Kuat tarik dan pemanjangan diukur menggunakan alat uji tarik jenis Tenso
lab-Mey dan berdasarkan ASTM D 638. Film yang telah dikeringkan dipotong
dengan ukuran panjang 40 mm dan lebar 20 mm. Kemudian film dijepitkan pada
alat uji tarik dengan kecepatan konstan. Data yang dihasilakan dicetak di atas
kertas. Perhitungan besarnya kuat tarik dan presentase pemanjangan
menggunakan persamaan di bawah ini

Permeabilitas uap air (Hu et al. 2000)
Permeabilitas uap air diukur dengan menggunakan metode cawan
berdasarkan ASTM E 96-95. Sebanyak 30 mL akuades dimasukkan ke dalam
cawan petri. Kemudian diatas cawan petri ditutup aluminium foil yang telah
dilubangi. Luas lubang pada almunium foil sebesar 10% dari luas cawan. Film

5

dilekatkan diatas lubang menggunakan lem epoxy. Batas ketinggian permukaan
air didalam cawan dan film sebesar 6 mm. Cawan dipanaskan di dalam oven pada
suhu 37 ± 0,5°C dan RH 19 ±1,5% selama 5 jam dan diukur hilangnya masa air
setiap jamnya. Laju transmisi uap air dihitung menggunakan persamaan dibawah
ini

Analisis dengan spektrofotometri Inframerah
Analisis gugus fungsi dilakukan dengan Shimadzu IR Prestige-21. Film
ditempatkan di dalam sel holder kemudian alat diatur agar diperoleh spektrum
yang sesuai. Hasil analisis gugus fungsi dengan FTIR berupa spektogram
hubungan antara bilangan gelombang dengan intensitas puncak yang
dideskripsikan gugus fungsi. Spektrum FTIR direkam menggunakan
spektrofotometer pada suhu ruang.
Pemayaran dengan lampu UV
Edible film yang dengan campuran nanokarbon yang telah dicetak dipayar
dengan lampu UV pada panjang gelombang 366 nm. Pemayaran dilakukan untuk
mengetahui edible film dengan campuran nanokarbon dapat berpendar.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air dan Kadar Abu
Kadar air rumput laut E. cottonii berguna untuk menentukan mutu serta
daya simpan dari rumput laut sehingga tidak cepat rusak oleh gangguan jamur
atau mikrob. Dalam penelitian ini diperoleh kadar air rumput laut E. cottonii
sebesar 13.90 % (Lampiran 2). Penetuan kadar air rumput laut E. cottonii
sebelumnya telah dilakukan oleh Jayanti (2013) dan diperoleh kadar air sebesar
15.89%. Perbedaan hasil yang diperoleh dikarenakan asal atau tempat tumbuh
rumput laut yang berbeda pula. Faktor-faktor iklim seperti cuaca dan kelembaban
akan memengaruhi kadar air yang nantinya diperoleh.
Rumput laut E.cottonii pada penelitian ini dilakukan juga penentuan kadar
abu yang bertujuan menentukan kandungan mineral dan senyawa anorganik yang
berupa hasil pembakaran. Mineral sebagai senyawa anorganik yang berupa abu
dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif. Berdasarkan hasil
penelitian diperoleh kadar abu sebesar 11.80% (Lampiran 3). Penelitian Asy’ari
(2013) diperoleh kadar abu sebesar 49.16% yang lebih besar dibandingkan dengan
hasil penelitian ini. Artinya rumput laut dari penelitian sebelumnya masih
mengandung banyak senyawa anorganik yang bersal dari laut. Menurut Devis
(2008), kadar air dan kadar abu pada rumput laut berturut-turut adalah 11.28%
dan 36.05%. Pengukuran kadar air dan kadar abu juga dilakukan pada selulosa
bakteri merk Kara dan diperoleh kadar air dan kadar abu berturut-turut 93.48%
dan 0.03% (Ratnasari 2014).

6

Ekstraksi Rumput Laut Eucheuma cottonii dan Pembuatan Edible film
Film berbahan dasar karaginan ini diperoleh melalui ekstraksi gelombang
mikro rumput laut E. cottonii dengan menggunakan basa KOH (Pratiwi 2011).
Ekstraksi gelombang mikro dilakukan menggunakan microwave. Pemekatan atau
ekstraksi dengan gelombang mikro lebih efektif dari ekstraksi menggunakan
metode konvensional seperti soxhlet. Kelebihan ekstraksi dengan gelombang
mikro adalah lebih cepat, sederhana, menghasilkan rendeman yang tinggi, dan
pemanasan yang merata karena bukan mentransfer panas dari luar tetapi
membangkitkan panas dari dalam (Pratiwi 2011). Pemberian basa pada ekstraksi
dapat meningkatkan sifat gelnya. Pelarut basa dapat mengatalisis hilangnya gugus
6-sulfat sehingga dapat meningkatkan kekuatan gel (Distantina et al 2011).

Gambar 1 Reaksi karaginan dengan basa
Edible film dibuat dari perpaduan karaginan, gliserol, selulosa yang berasal
dari nata de coco, nanokarbon, dan penaut silang kation Fe2+. Penambahan
gliserol pada edible film adalah sebagai pemelastis. Edible film yang dihasilkan
akan menjadi lebih rapuh tanpa penambahan gliserol. Selulosa mempunyai
kemampuan untuk menahan air. Beberapa produk selulosa berserat dapat
menahan air sampai jumlah tertentu dalam pori-pori. Air tidak dapat memasuki
kristal selulosa, namun selulosa amorf kering dapat menyerap air sehingga
menjadi lebih lembut dan fleksibel (Zugenmair 2008). Penambahan nanokarbon
dan penaut silang kation Fe2+ akan memperbaiki sifat mekanik dan permeabilitas
uap air pada edible film. Selain itu, penambahan nanokarbon membuat edible film
menjadi berpendar.
Pembuatan edible film menggunakan metode gel casting. Larutan film
dibuat gel kemudian dicetak pada plastik mika atau lempeng kaca yang telah
direkatkan dengan pita perekat sebanyak 5 lapis. Semakin banyak pita perekat
yang digunakan makan akan semakin tebal film yang dihasilkan. Kemudian
dilakukakan penguapan pelarut selama pengeringan selama 24 jam pada suhu
ruang. Setelah 24 jam film dikupas dan ditempatkan pada kertas selama proses
penyimpanan. Semakin lama proses penyimpanan edible film yang dihasilkan pun
akan menjadi lebih kering dan membuat kuat tarik dan permeabilitas uap semakin
baik karena kandungan airnya yang semakin berkurang (Asy’ri 2013).
Pengukuran ketebalan edible film menggunakan mikrometer bertujuan
mengetahui kehomogenan dari edible film tersebut. Pengukuran dilakukan pada 5
titik berbeda yang dipilih secara acak. Umumnya ketebalan edible film adalah
kurang dari 0.3 mm (Lingyan et al. 2011). Ketebalan edible film setelah proses
pengeringan ditampilkan pada Tabel 2 dan perhitungan ketebalan film disajikan
pada Lampiran 4.

7

Tabel 2 Ketebalan edibel film
Sampel
K
KG
KGS
KGSN 0.5%
KGSN 1%
KGSN 1,5%
KGSN 2%
KGSFe 1.5%
KGSFe 3%
KGSFe 5%
KGSNFe

Rerata ketebalan film (mm)
0.0352
0.0352
0.0356
0.0362
0.0362
0.0364
0.0364
0.0386
0.0406
0.0418
0.0458

Sifat Mekanik
Kuat tarik dan persen elongasi (pemanjangan) merupakan sifat mekanik
yang penting dari edible film karena dapat merefleksikan ketahanan dan
kemampuan edible film untuk mempertahankan kekompakkan makanan
(Sothornvit dan Krochta 2000). Kuat tarik adalah tarikan maksimum yang dapat
ditahan sebelum film tersebut putus atau robek. Pengukuran ini menggambarkan
besarnya gaya untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap luas film untuk
memanjang atau merenggang (Jayanti 2013). Persen pemanjangan
menggambarkan perubahan panjang film akibat gaya yang diberikan. Besarnya
kuat tarik dan persen elongasi dipengaruhi oleh komponen suatu film (Ningsih
2011). Komponen edible film pada penelitian ini meliputi gliserol, selulosa,
nanokarbon, dan penaut silang kation Fe2+. Data analisis sifat mekanik kuat tarik
dan persen pemanjangan disajikan pada Lampiran 5.

Gambar 2 Kuat tarik dari masing-masing komponen.

8

Gambar 3 Persentase pemanjangan dari masing-masing komponen.
Berdasarkan hasil analisis kuat tarik pada Gambar 1, penambahan gliserol
menurunkan nilai kuat tarik, sedangkan penambahan selulosa meningkatkan nilai
kuat tarik. Menurut Embuscado dan Huber (2009) selulosa akan meningkatkan
kuat tarik edible film dengan cara berinteraksi secara fisik. Penambahan
nanokarbon pada pembuatan edible film divariasikan konsentrasinya sebesar
0.5%, 1%, 1.5%, dan 2% dari bobot total karaginan. Nilai kuat tarik akan
meningkat seiring bertambahnya konsentrasi nanokarbon yang diberikan. Namun
pada konsentrasi 2% nilai kuat tarik sedikit menurun karena film yang dihasilkan
kurang homogen sehingga ditetapkan 1.5% adalah konsentrasi optimum yang
dapat ditambahkan pada larutan film. Material nano yang ditambahkan pada
edible film akan memancarkan warna dan meningkatkan kekuatan tarik (Lubis
2012). Gambar 2 menyatakan persentase pemanjangan dari masing-masing
komposisi. Hasil pengukuran elongasi menunjukkan bahwa elongasi edible film
cenderung berbanding terbalik dengan nilai kuat tariknya. Edible film yang hanya
terdiri atas karaginan memiliki nilai elongasi yang paling rendah yaitu 8.54 %.
Penambahan gliserol akan menaikan elongasi dari edible film karena gliserol akan
mengubah film menjadi lebih fleksibel. Gliserol dapat mengurangi gaya antar
rantai polimer sehingga membuat polimer menjadi lebih renggang (Rhim dan
Wang 2013). Penelitian Coundhary (2011) menunjukkan bahwa kekuatan tarik
film berbahan dasar karaginan sebesar 0.73 Mpa sedangkan pada penelitian kali
ini dihasilkan nilai kuat tarik sebesar 3.88 Mpa (pada film karaginan tanpa
campuran). Sehingga dapat dinyatakan hasilnya lebih baik baik dari penelitian
sebelumnya.
Pemberian penaut silang kation Fe2+ berfungsi untuk meningkatkan sifat
mekanis dari suatu polimer. Kation Fe2+ dapat membentuk kompleks dengan
gugus hidroksil pada karaginan sehingga meningkatkan nilai kuat tarik.
Penambahan konsentrasi penaut silang kation Fe2+ adalah dengan variasi
konsentrasi 1.5%, 3%, dan 5%. Terlihat pada Gambar 1 nilai kuat tarik pun akan
naik seiring dengan naiknya konsentrasi penaut silang yang diberikan. Terdapat
penurunan nilai kuat tarik pada konsentrasi 3% namun nilai kuat tarik kembali
meningkat pada saat konsentrasi 5%. Hal ini disebabkan karena film yang
dihasilkan kurang kompatibel dan homogen. Berdasarkan hasil yang diperoleh

9

dibuat film pada kondisi optimum dari campuran karaginan, gliserol, selulosa,
nanokarbon 1.5% dan penaut silang 5%, sehingga dipeoleh kuat tarik 6.56 Mpa
dan pemanjangan 11.16%. Kation Fe2+ dibutuhkan oleh tubuh dalam
pembentukan hemoglobin. Jumlah Fe2+ yang harus dikonsumsi oleh tubuh
seharusnya berdasarkan jumlah kehilangan Fe2+ dari dalam tubuh. Jumlah Fe2+
yang dibutuhkan oleh tubuh sekitar 15 mg per hari bagi usia 11-50 tahun, bagi
wanita hamil sekitar 30 mg per hari dan bagi usia lebih dari 50 tahun sekitar 10
mg per hari.
Sifat Permeabilitas
Permeabilitas uap air merupakan kemampuan film menahan laju uap air
yang menembus film. Laju permeabilitas uap air menyatakan jumlah air yang
hilang per satuan waktu dibagi dengan luas film. Massa air yang hilang meningkat
seiring dengan bertambahnya waktu. Hu et al (2001) menyatakan bahwa massa air
yang hilang dari setiap film yang diuji meningkat setiap jamnya dan konstan
setelah 5 jam. Oleh karena itu pengukuran dilakukan selama 5 jam.
Permeabilitas uap air dapat digunakan untuk menggambarkan interaksi
polimer terlarut dalam film dan mekanisme transfer massa. Sifat ini sangat
penting karena memengaruhi kegunaan film dalam sistem pangan yang
menunjukkan ketahanan suatu film dalam menjaga kandungan uap air sehingga
produk yang dikemas memiliki daya simpan yang lebih panjang (Amalina 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa edible film yang memiliki permeabilitas uap
air terendah adalah edible film yang mengandung nanokarbon 1.5% yaitu 1.3790
ngm/m2sPa (Gambar 3 dan Lampiran 6). Film dengan permeabilitas uap air
tertinggi adalah edible film yang hanya mengandung karaginan saja, yaitu 2.4916
ngm/m2sPa. Permeabilitas uap air akan menurun saat penambahan gliserol,
selulosa, nanokarbon, dan penaut silang Fe2+. Berdasarkan Gambar 3 penurunan
juga terjadi seiring dengan bertambahnya konsentrasi komponen tambahan
tersebut, walaupun ada peningkatan seiiring bertambahnya konsentrasi penaut
silang yang diberikan dan pada film dengan kondisi optimum. Namun secara
umum komponen tersebut dapat menurunkan permeabilitas uap air dari edible
film yang dihasilkan. Permeabilitas uap air terendah saat pemberian penaut silang
kation Fe2+ adalah pada konsentrasi 1.5% yaitu 1.76636 ngm/m2sPa.

Gambar 4 Permeabilitas uap air dari masing-masing komponen.

10

Sifat permeabilitas uap air dipengaruhi oleh higroskopisitas dari bahan yang
digunakan dalam pembuatan edible film. Semakin besar higroskopisitas, maka
akan menurunkan ketahanan dari bahan yang disimpan oleh film yang dihasilkan.
Penambahan pemelastis pada film dapat meningkatkan higroskopisitas
(Widyaningsih et al 2012). Nilai permeabilitas uap air diharapkan sekecil
mungkin agar meningkatkan ketahanan daya simpan produk yang dikemas.
Analisis Gugus Fungsi dengan spektrofotometri Inframerah
Analisis gugus fungsi dapat ditentukan melalui instrumen FTIR dengan
memanfaatkan absorbansi dari film terhadap gelombang inframerah yang
dipancarkan. Analisis ini bertujuan mengetahui interaksi yang terjadi di setiap
gugus fungsi dari komponen penyusun edible film.
Menurut Distiantina (2012) spektrum FTIR kappa karaginan menunjukkan
adanya pita serapan pada daerah 1260-1210 cm-1 (gugus S=O pada ester sulfat),
1080-1010 cm-1(glikosidik), 933-920 cm-1, dan 850-840 cm-1. Berdasarkan hasil
spektrum FTIR (Tabel 3 dan Lampiran 7) berikut merupakan gugus fungsi yang
ada pada edible film.
Tabel 3 Gugus fungsi pada spektrum FTIR
Sampel
Karaginan
(K)

Karaginan dan
gliserol
(KG)
Karaginan, gliserol,
dan selulosa
(KGS)
Karaginan, gliserol,
selulosa, dan
nanokarbon
(KGSN)

bilangan gelombang
(cm-1)
3410.15
2958.80
1234.44
848.68
3402.43
2939.52
1226.73
848.68
3371.57
2943.37
1230.58
848.68
3410.15
2904.80
1234.44
844.82

Gugus fungsi
Regang O-H
Regang C-H
S=O ester sulfat
3,6-anhidro-4-sulfat
Regang O-H
Regang C-H
S=O ester sulfat
3,6-anhidro-4-sulfat
Regang O-H
Regang C-H
S=O ester sulfat
3,6-anhidro-4-sulfat
Regang O-H
Regang C-H
S=O ester sulfat
3,6-anhidro-4-sulfat

Analisis gugus fungsi pada film dengan komposisi KG, KGS, dan KGN
tidak menunjukkan adanya gugus fungsi yang baru. Hal ini membuktikan bahwa
pencampuran yang terjadi adalah pencampuran secara fisik.
Uji Kualitatif terhadap Penaut silang kation Fe2+
Uji kualitatif terhadap edible film dilakukan untuk mengetahui keberadaan
Fe di dalamnya. Uji dilakukan dengan mengoleskan larutan K2S2O8 1 N pada
edible film. Hasil positif ditunjukkan dengan adanya perubahan warna film
menjadi kuning (Gambar 4b).
2+

11

a

b

Gambar 5 Uji kualitatif keberadaan Fe2+.
Pemayaran dengan Lampu UV
Nanokarbon merupakan material yang sangat diminati karena sifat-sifatnya
yang khas. Nanopartikel ini memiliki ukuran kurang dari 10 nm dan memiliki
eksitasi pada panjang gelombang yang menunjukkan sifat fotoluminesen (Liu et
all 2007). Pada edible film, nanokarbon adalah penanda dengan warna hasil
floresensi bila dilewatkan pada sinar ultraviolet. Terlihat pada Gambar 5
intensitas pendaran akan semakin meningkat apabila konsentrasi nanokarbon
meningkat pula.

Gambar 6 Pemayaran dengan lampu UV (a: KGS kontrol b: KGSN 0.5% , c:
KGSN 1%, d: KGSN 1.5%, e: KGSN 2%, f: KGSNFe).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penambahan gliserol, selulosa, nanokarbon, dan penaut silang kation Fe2+
secara umum berhasil memperbaiki sifat mekanik dan permeabilitas uap air dari
edible film berbahan dasar karaginan. Hasil pengujian yang diperoleh pun lebih
baik dibandingkan edible film yang hanya terbuat dari karaginan tanpa campuran
komponen apapun. Begitu juga dengan nanokarbon yang ditambahkan kedalam
larutan film akan membuat edible film yang dihasilkan berpendar saat disinari UV
pada λ 366 nm.

12

Saran
Perlu dilakukan analisis termal seperti DSC, DTA-TGA dan analisis optik
SEM untuk mengetahui film yang dihasilkan kompatibel serta uji kualitatif untuk
membuktikan Fe2+ membentuk kompleks dengan karaginan. Saat pengadukan
diperlukan pengaduk dengan kecepatan optimum dan stabil agar film yang
dihasilkan homogen. Selain itu, perlu dilakukan uji aplikasi untuk membuktikan
edible film yang dihasilkan aman dikonsumsi dan mudah terurai dilingkungan.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical and Chemistry. 2007. Official Method
of Analysis 18th. Marylan: Association of Official Analytical Chemist.
Amalina Y. 2013. Edible film pati tapioka terplastisasi gliserol dengan
penambahan agar. [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Asy’ari A. 2013. Film biodegradabel karaginan yang dipadukan dengan tepung
kedelai. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bae Ho J, Cha Dong S, Whiteside William S, Park Hyun J. 2008. Film and
pharmaceutical hard capsule formation properties of mungbean,
waterchestnut, and sweet potao starches. Food Chem 106:96–105.
Choudary DR, Patel V, Patel H, Kundawala AJ. 2011. Exploration of film
forming properties of film formers used in the formulation of rapid
dissolving films. Int J Chemtech Res 531-533.
Devis FH. 2008. Bioetanol berbahan dasar rumput laut Kappaphycuy alvarezii.
[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Distantina S, Wiranti, Fachrurrozi M, Rochmadi. 2011. Carrageenan properties
extracted from Eucheuma cottonii, Indonesia. Engine and Techno 78:738742.
Embuscado ME and Huber KC. 2009. Edible Film and Coatings For Food
Application. London (UK): Springer.
Hu Yu, Topolkaraev V, Hiltner A, Baer E. 2000. Measurement of water vapor
transmission rate in highly permeable films. J App Pol Sci. 81:1624–1633.
Jayanti RD.2013. Biofilm berbahan dasar polisakarida dari karaginan dan tepung
kacang hijau. [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Lingyan Kong and Gregory R Ziegler. 2011 Fabrication of k-carrageenan fibers
by wet spinning : spinning parameters. Materials. 4:1805-1817
Liu H, Ye T, Mao T. 2007. Flourecent carbon nanoparticles derived from candle
soot. Angew. Chem. Int. Ed. 46:6473-6475.
Lopez OV, Gracia Maria, Zaritzky Noemi E. 2008. Film forming capacity of
chemically modified corn floures. Carb Pol 73:573-581.
Lubis RU. 2012. Sintesis dan karakterisasi pertumbuhan nanopartikel ZnOdengan
metode sol-gel [Skripsi]. Medan (ID): Universitas Negeri Medan.
Ningsih PR. 2011. Pembuatan dan pencirian polipaduan poliasam laktat-lilin
lebah [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

13

Pratiwi N. 2011. Optimisasi Ekstraksi Karagenan Kappa Dari Rumput Laut
Eucheuma cotonii [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Purba Sefriwati. 2013. Film edibel berbahan dasa karaginan dengan tambahan
tepung porang (amorphophallus onchophyllus) dan selulosa [Skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Ratnasari Evi. 2014. Pencirian bioplastik tepung singkong dengan penambahan
natrium alginat, selulosan dan limonena [Skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Rhim JW, Wang LF. 2013. Mechanical and water barrier properties of agar
carrageenan konjac glucomanan ternary blend biohydrogel films. J Carb
Pol 96:71-78.
Sothornvit R, Krochta JM. 2000. Plasticizer effect on oxygen permeability of βlactoglobulin films. J of Agric and Food Chem 48:6298-6302.
Tamaela P and Lewerissa S. 2008. Characteristic of Edible Film from
Carrageenan. Ichthyos 1:27-30.
Widyaningsih S, Kartika D, nurhayati YT. 2012. Pengaruh penambahan sorbitol
dan kalsium karbonat terhadap karakteristik dan sifat biodedgradasi film
dari kulit pisang. Molekul 7(1):299-304.
Zugenmair P. 2008. Crystaline Cellulose and Derivative: Characterization and
Structures. Germany:Springer-Verlag berlin Heidelberg.

14

Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Preparasi alat danbahan
Analisis kadar
air dan kadar
Ekstraksikaraginan

PembuatanEdibel Film

Analisis

Ketebalan

Kuat

fim

dan

tarik

pemanjangan

Laju

UV-

transmisi

VIS

FTIR

15

Lampiran 2 Pengukuran kadar air rumput laut E. Cottonii dan selulosa bakteri
Sampel

Bobot cawan
kosong
(g)

Rumput laut 1
Rumput laut 2

40.5926
37.7117

Bobot
cawan dan
sampel
(g)
42.6259
39.7650

Rumput laut 3

39.7035

Selulosa 1

Bobot kering
setelah dioven
(g)

Kadar
air
(%)

Rerata
kadar air
(%)

42.3431
39.4792

13.90
13.92

13.90

41.7228

41.4427

13.87

22.0966

24.0988

22.2374

92.97

Selulosa 2

21.2577

23.5344

21.6568

93.57

Selulosa 3

21.1123

23.1992

21.2395

93.91

93.48

Contoh perhitungan : Ulangan 1

= 13.90%
Rerata kadar air (%)
Lampiran 3 Pengukuran kadar abu rumput laut E. Cottonii dan selulosa bakteri
Sampel

Bobot
cawan
kosong (g)

Bobot cawan
dan sampel
(g)

Bobot kering
setelah ditanur
(g)

Kadar air
(%)

Rumput laut 1

26.4920

28.5002

26.7324

11.97

Rumput laut 2

31.5479

33.5562

31.7842

11.77

Rumput laut 3

38. 7696

40.7752

39.0035

11. 66

Selulosa 1
Selulosa 2
Selulosa 3

25.9722
20.4391
21.4173

27.9955
22.4623
23.4578

25.9330
20.4398
21.4180

0.04
0.03
0.04

Contoh perhitungan : Ulangan 1

= 11.97%

Rerata
kadar abu
(%)

11.80

0.03

16
16

Lampiran 4 Ketebalan edibel film
Ulangan

K

KG

KGS

KGSN
0.5%

KGSN
1%

KGSN
1.5%

KGSN
2%

KGSFe
1.5%

KGSFe
3%

KGSFe
5%

KGSNF
e

1
2
3
4
5
Rata-rata
(mm)
Tebal
basah
(mm)
%
Penyusutan

0.0350
0.0350
0.0350
0.0360
0.0350

0.0350
0.0350
0.0360
0.0350
0.0350

0.0360
0.0360
0.0350
0.0350
0.0360

0.0360
0.0360
0.0360
0.0360
0.0370

0.0350
0.0360
0.0360
0.0370
0.0370

0.0370
0.0370
0.0360
0.0360
0.0360

0.0370
0.0370
0.0360
0.0360
0.0360

0.0390
0.0350
0.0390
0.0410
0.0390

0.0410
0.0410
0.0400
0.0401
0.0400

0.0410
0.0410
0.0450
0.0410
0.0410

0.0490
0.0490
0.0490
0.0410
0.0410

0.0352

0.0352

0.0356

0.0362

0.0362

0.0364

0.0364

0.0386

0.0406

0.0418

0.0458

1.2600

1.2600

1.2600

1.2600

1.2600

1.2600

1.2600

1.2600

1.2600

1.2600

1.2600

97.21

97.21

97.17

97.13

97.13

97.11

97.11

96.93

96.77

96.68

96.36

Contoh perhitungan:

= 0.0352 mm

17
Lampiran 5 Kuat tarik dan pemanjangan film

Sampel

K

KG

KGS
KGSN
0.5%
KGSN
1%
KGSN
1.5%
KGSN
2%
KGSFe
1.5%
KGSFe
3%
KGSFe
5%
KGSNF
e

Beban
maksimum
(N)

Pemanjangan
(mm)

2.23454
1.96339
4.00013
3.24159
2.52786
2.15364
3.03663
3.07703
2.76950
5.81642
4.39524
2.99985
4.74259
6.11454
6.30067
6.05590
7.56671
6.28410
6.14632
6.68186
6.72981
3.99111
3.41850
4.05161
4.61500
5.96244
4.04356
4.64727
4.91185
4.39641
3.26904
3.41850
2.55610

6.30775
6.23656
5.40919
19.68187
5.87156
15.44825
9.55675
15.84581
15.46156
6.28331
9.80406
10.49412
8.33012
5.34425
11.38581
4.40681
8.35850
7.62237
5.97656
5.65669
9.83012
7.59656
5.76737
6.68494
10.20737
5.96244
4.04256
4.34081
8.73000
8.26737
5.40906
5.76737
4.34844

p = 70 mm
l = 20 mm
Contoh perhitungan :

Rerata
Beban
maksimum
(N)

Rerata
Pemanjangan
(mm)

Kuat tarik
(MPa)

%
pemanjang
an

2.7866

5.98450

3.88166

8.54929

2.6931

13.66723

3.75146

19.52461

3.0194

13.62137

4.15878

19.45910

4.4907

8.86050

6.08265

12.65785

5.8320

8.35339

7.89955

11.93342

6.7664

6.79589

9.11480

9.70842

6.6479

7.15446

8.95512

10.22065

3.8957

6.68295

4.94871

9.54708

3.9720

6.73745

4.79712

4.7435

7.11272

5.56441

10.16104

30.8121

5.17496

6.5644

11.1610

9.62493

18

Lampiran 6 Permeabilitas uap air edibel film
K
Massa air
Waktu
Luas
yang hilang
(detik)
(m2)
(g)
3600
0.1668
0.000625
7200
0.1504
0.000625
10800
0.1528
0.000625
14400
0.1594
0.000625
18000
0.1618
0.000625

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.0000352
0.0000352
0.0000352
0.0000352
0.0000352

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

12.8431
5.7901
3.9217
3.0683
2.4916

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000352
0.0000352
0.0000352
0.0000352
0.0000352

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

7.9384
5.1126
3.1825
2.4196
2.0896

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000356
0.0000356
0.0000356
0.0000356
0.0000356

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

10.3803
5.2368
3.3173
2.5211
2.0059

KG
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.1031
0.1328
0.1240
0.1257
0.1357

KGS
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.1333
0.1345
0.1278
0.1295
0.1288

19
KGSN 0.5%
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.1912
0.0943
0.0965
0.0977
0.0937

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000362
0.0000362
0.0000362
0.0000362
0.0000362

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

15.1400
3.7335
2.6302
1.9340
1.4839

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000362
0.0000362
0.0000362
0.0000362
0.0000362

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

7.6254
3.7652
2.5814
1.7143
1.4237

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000364
0.0000364
0.0000364
0.0000364
0.0000364

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

7.6118
3.8935
2.1232
1.6183
1.3790

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000364
0.0000364
0.0000364
0.0000364
0.0000364

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

7.2535
3.8739
2.5293
1.8392
1.4331

KGSN 1%
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.0963
0.0951
0.0987
0.0866
0.0899

KGSN 1.5%
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.0956
0.0978
0.0800
0.0813
0.0806

KGSN 2%
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.0911
0.0973
0.0953
0.0924
0.0900

20
KGSFe1.5%
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.0828
0.0883
0.0965
0.1085
0.1046

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000386
0.0000386
0.0000386
0.0000386
0.0000386

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

6.99113
3.72776
2.71596
2.29027
1.76636

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000406
0.0000406
0.0000406
0.0000406
0.0000406

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

6.42087
3.85430
0.27471
0.22557
0.17992

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000418
0.0000418
0.0000418
0.0000418
0.0000418

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

8.6496
4.0550
2.8618
2.4161
1.8561

Luas
(m2)

Ketebalan
(m)

(Pa)

WVP
(ng m/ m2 s Pa)

0.000625
0.000625
0.000625
0.000625
0.000625

0.0000458
0.0000458
0.0000458
0.0000458
0.0000458

203.1833
203.1833
203.1833
203.1833
203.1833

8.0547
4.4882
3.4529
2.8001
2.1739

KGSFe3%
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.0723
0.0868
0.0928
0.1016
0.1013

KGSFe 5%
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.0946
0.0887
0.0939
0.1057
0.1015

KGSFeN
Waktu
(detik)
3600
7200
10800
14400
18000

Massa air
yang hilang
(g)
0.0804
0.0896
0.1034
0.1118
0.1085

21
Contoh perhitungan

= 12.8431 ngm/m2s Pa
Lampiran 7 Spektrum FTIR edibel film
Karaginan (K)

Karaginan dan gliserol (KG)

22
Karaginan, gliserol dan selulosa (KGS)

Karaginan, gliserol, selulosa dan nanokarbon (KGSN)

23
Karaginan, gliserol, selulosa, nanokarbon, dan kation Fe2+ (KGSNFe)

24
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 12 September 1992 sebagai putri sulung
dari Bapak Syahrullah dan Ibu Ismawati. Tahun 2010 penulis telah menyelesaikan
pendidikan tingkat atasnya di SMA IT Al-Madinah dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk IPB melalui jalur Udangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Penulis pernah menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Fisik pada tahun 2014
dan pada tahun yang sama menjadi asisten praktikum mata kuliah Kimia Tingkat Persiapan
Bersama. Selama kuliah, penulis juga melakukan kegiatan Praktik Lapang di Krakatau Steel
divisi Health Safety and Enviroment Cilegon, Banten dengan judul laporan Validasi Metode
Penetapan Kadar Sulfida pada Air Limbah Cold Rolling Mill PT. Krakatau Steel
menggunakan Spektrofotometer Sinar Tampak. Penulis juga pernah menjadi pengurus
himpunan profesi Ikatan Mahasiswa Kimia (IMASIKA) periode 2011/2012 dan 2012/2013.