Karakterisasi Edible Film dari Campuran Ekstraksi Keratin limbah bulu Ayam dan Pati jagung Sebagai Kemasan Layak Makan

(1)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN

EKSTRAKSI KERATIN LIMBAH BULU AYAM DAN PATI

JAGUNG SEBAGAI KEMASAN LAYAK MAKAN

TESIS

Oleh

RINA MIRDAYANTI

117026017

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN

EKSTRAKSI KERATIN LIMBAH BULU AYAM DAN PATI

JAGUNG SEBAGAI KEMASAN LAYAK MAKAN

TESIS

Diajukan sebagai adalah salah satu syarat untuk memperoleh gelas Magister Sains dalam Program Studi Magister Ilmu Fisika pada Program

Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

RINA MIRDAYANTI 117026017/FIS

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2013


(3)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis :KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI

CAMPURAN EKSTRAKSI KERATIN

LIMBAH BULU AYAM DAN PATI JAGUNG SEBAGAI KEMASAN

Nama Mahasiswa : Rina Mirdayanti

Nomor Induk : 117026017

Program Studi : Ilmu Fisika

Fakultas : Matematika Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Prof. Basuki Wirjosentono, MS. P.h.D) (Prof. Dr. Eddy Marlianto, M.Sc)

Ketua Anggota

Ketua Program Studi Dekan,


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN

EKSTRAKSI KERATIN LIMBAH BULU AYAM DAN PATI

JAGUNG SEBAGAI KEMASAN LAYAK MAKAN

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil karya saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah di jelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, 29 Juli 2013 Penulis,

(Rina Mirdayanti) Nim. 117026017


(5)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Rina Mirdayanti NIM : 117026017 Program Studi : Ilmu Fisika Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive

Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

Karakterisasi Edible Film dari Campuran Ekstraksi Keratin limbah bulu Ayam dan Pati jagung Sebagai Kemasan Layak Makan

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan) Dengan Hak Bebas Royalti Non Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasi Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, 29 Juli 2013


(6)

Telah diuji Pada Tanggal : 25 Juli 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Basuki Wirjosentono, MSc, PhD Anggota : 1. Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc

2. Dr. Kerista Sebayang, MS

3. Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS


(7)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap : Rina Mirdayanti, S.Si Tempat dan Tanggal Lahir : Tapaktuan, 05 Agustus 1983

Alamat Rumah : Jl. Seulawah Agam No 232 Komplek BPD Jantho Aceh besar

Telepon/faks/HP : 082361154637

e-mail : riena_aha@yahoo.co.id Instansi Tempat Bekerja : Politeknik Aceh Selatan Alamat Kantor :

Telepon /Faks/HP :

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Neg 1 Jantho Baru Tamat : 1996 SMP : SMP Negeri -1 Jantho Tamat : 1999 SMA : SMA Negeri -1 Jantho Tamat : 2002 Strata-1 : FMIPA Unsyiah Tamat : 2007 Strata-2 : FMIPA USU Tamat : 2013


(8)

KATA PENGANTAR

Pertama-tama penulis panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT Tuhan yang maha esa atas segala limpahan rahmat dan karunianya sehingga dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul : “ Karakterisasi Edible Film dari

Campuran Ekstraksi Keratin limbah bulu Ayam dan Pati jagung Sebagai Kemasan Layak Makan”.

Dengan selesainya tesis ini, izinkan saya mengucapkan terima kasih yang sebesar besarnya kepada:

Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister.

Dekan Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara, Dr. Sutarman, M.Sc atas kesempatan menjadi mahasiswa Program Magister pada Program PascaSarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Ketua Program Studi Magister Ilmu Fisika Universitas Sumatera Utara, Dr. Naruddin MN, M.Eng, Sc. Sekretaris Program Studi Ilmu Fisika, Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS. Beserta seluruh staf Pengajar pada Program Studi Magisviiiter Ilmu Fisika Program PascaSarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan setinggi tingginya saya ucapka kepada :

1. Bapak Prof. Basuki Wirjosenton, MSc, PhD selaku pembimbing utama dan Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto, MSc selaku anggota komisi yang setiap saat dengan penuh perhatian selalu memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan tesis ini.

2. Bapak Dr. Kerista Sebayang, MS, Dr. Anwar Dharma Sembiring, MS dan Dr. Nasruddin MN, M. Eng,Sc selaku dosen Penguji atas saran-saran yang diberikan.

3. Kepada Ayahanda Amir Husin, BSc dan Bunda Hamna serta saudara-saudaraku tercinta, Imam mustaqim, Yenny sri wahyuni, Fitri aria nanda, fitri aria nita dan Uswatun Hasanah. Terima kasih untuk segala doa dan pengorbanannya baik berupa moril maupun materil, Segala kebaikan ini tidak dapat terbalas hanya Allah SWT yang akan membalasnya.

4. Kepala dan staf Laboratorium polimer, laboratorium penelitian dan laboratorium Lida FMIPA Universitas Sumatera Utara medan atas fasilitas dan sarana yang diberikan.


(9)

5. Bapak Ediyanto, yang telah banyak membantu memberikan saran selama penelitian.

6. Bang Edi pegawai di laboratorium kimia polimer yang membantu penulis selama penelitian.

7. Staf administrasi program studi Ilmu Fisika, Kak windi yang telah banyak membantu penulis selama perkuliahan.

8. Seluruh teman-teman Mahasiswa Program Studi Ilmu Fisika sekolah PascaSarjana USU Medan angkatan 2011 yang telah banyak membantu penulis selama menjalankan perkuliahan.

Semoga segala bantuan dan perhatian yang telah diberikan kepada penulis menjadi amal kebaikan dan senantiasa diberkahi Allah SWT dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi yang memerlukan.

Medan, 29 Juli 2013

Penulis


(10)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN

EKSTRAKSI KERATIN LIMBAH BULU AYAM DAN PATI

JAGUNG SEBAGAI KEMASAN LAYAK MAKAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan film layak makan dari pati jagung dengan pengisi keratin hasil ekstraksi limbah bulu ayam dan sorbitol sebagai bahan plasticizer. Dalam penelitian ini film kemasan paduan pati jagung dan sorbitol telah di buat dengan komposisi 10 : 2 dan variasi konsentrasi keratin 0, 3, 5, 7 dan 9%. Fllm yang dihasilkan di analisis sifat mekanik dengan uji kuat tarik, gugus fungsi dengan spektrometer inframerah, sifat termal deferensial thermal

analysis, laju transmisi uap air (WVTR) dan sifat serapan air. Data yang di

peroleh dari hasil penelitian di analisa untuk melihat sifat layak makan untuk kemasan makanan dengan laju transmisi uap air yang rendah dengan nilai sebesar 0,00334 g/cm2/hari. Dari pengujian sifat mekanik untuk kuat tarik dan kemuluran, persentase optimum penambahan keratin adalah sebesar 9% dengan nilainya masing-masing adalah 25,02 MPa dan 3,64%. Analisa termal dan gugus fungsi dengan penambahan keratin menaikkan temperatur leleh dan temperatur dekomposisi dan pencampuran terjadi secara fisik. Dari keseluruhan pengujian, persentase penambahan keratin terbaik terdapat pada komposisi keratin 9%. Penambahan keratin terbukti dapat meningkatkan sifat mekanik film dan juga layak makan.


(11)

THE CHARACTERIZATION OF EDIBLE FILM FROM THE MIXTURE OF CHICKEN FEATHER KERATIN AND CORN EXTRACT AS PACKAGING

WORTHY LIFE

ABSTRACT

The experiment about edible film from starch of corn with filler keratin extracted waste chicken feathers as filler and sorbitol as plasticizer has done. In this research, packaging films blend corn starch and sorbitol have been made with the composition of 10:2 and variation in keratin concentration of 0,3,5,7 and 9%.Fllm resulting in mechanical properties with tensile strength test, functional groups with an infrared spectrometer, deferensial thermal analysis, thermal properties, water vapor transmission rate (WVTR) and water absorption properties. The result in analysis of research to look at nature to decent meal food packaging with water vapor transmission rate is low with a value of 0.00334 g/cm2/hari. For testing the mechanical properties of tensile strength and elongation, the addition of keratin is the optimum percentage of 9% with their respective values are 25.02 MPa and 3.64%. Thermal analysis and functional group with the addition of keratin raise the melting temperature and the decomposition temperature and mixing occurs physically. Of the entire test, the best percentage improvement in keratin found in keratin composition of 9%. The addition of keratin proven to improve the mechanical properties of the film and a well deserved meal.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 3

1.3. Batasan Masalah ... 3

1.4. Tujuan Penelitian ... 4

1.5. Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Edible Film ... 5

2.1.1. Pembuatan Edible Film ... 6

2.2. Bahan-Bahan Kemasan Layak Makan ... 7

2.3. Kemasan Layak Makan (Edible) ... 9

2.4. Zat Adiktif ... 10

2.5. Protein Berserat ... 11

2.5.1. Keratin ... 12

2.5.2. Bulu Ayam dan Karakterisasi Keratin ... 13

2.6. Pati ... 14

2.6.1. Pati jagung ... 15

2.6.2. Kandungan Kimia Jagung ... 16


(13)

2.7.1. Sorbitol ... 18

2.8. Sentrifugasi ... 19

2.8.1. Identifikasi Protein dengan Uji Biuret ... 20

2.9. Karakterisasi Edible Film ... 21

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 26

3.1. Tempat Penelitian ... 26

3.2. Alat-alat ... 26

3.3. Bahan ... 26

3.4. Prosedur Penelitian ... 27

3.4.1. Persiapan Bahan ... 27

3.4.2. Pembuatan Sampel Edible Film ... 28

3.5. Karakterisasi Sampel ... 28

3.5.1. Uji Tarik dan Kemuluran ... 28

3.5.2. Deferensial Thermal Analisis (DTA) ... 29

3.5.3. Analisa FTIR ... 29

3.5.4. Analisa Biodegradabel ... 29

3.5.5. Analisa Transmisi Uap Air (WVTR) ... 29

3.5.6. Analisa Serapan Air ... 29

3.6. Bagan Penelitian ... 31

3.6.1. Bagan Alir Proses Ekstraksi Keratin ... 31

3.6.2. Bagan Alir Proses Pembuatan Edible Film ... 32

3.7. Tahapan Penelitian ... 33

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

4.1. Analisa Visual Edible Film ... 35

4.2. Hasil Optimasi Konsentrasi Keratin Pada pembuatan Edible Film ... 35

4.2.1. Hasil Pembuatan Edible Film dengan Variasi Konsentrasi Penguat Keratin ... 35

4.2.1.1.Film Dengan Penguat 0% Keratin ... 36


(14)

4.2.1.3.Film Dengan Penguat 5% Keratin ... 37

4.2.1.4.Film Dengan Penguat 7% Keratin ... 37

4.2.1.5.Film Dengan Penguat 9% Keratin ... 38

4.3. Hasil Karakterisasi Edible Film ... 39

4.3.1. Hasil Uji Sifat Mekanik ... 39

4.3.2. Hasil Uji Termal ... 43

4.3.3. Hasil Uji Morfologi ... 45

4.3.4. Hasil Uji Transmisi Uap Air ... 48

4.3.5. Hasil Uji Serapan Air ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 52

5.1. Kesimpulan ... 52

5.2. Saran ... 53


(15)

DAFTAR TABEL

No Judul Halaman

2.4. Kandungan Komponen Dalam 100 gram Jagung Kuning ... 16

2.2. Kandungan Komponen Dalam 100 gran Jagung Putih ... 17

3.1. Komposisi Bahan ... 33

4.1. Hasil Uji Kuat Tarik dengan Variasi Konsentrasi Penguat Keratin ... 41

4.2. Perbandingan Sifat Mekanik Plastik Biodegradabel Komersial dengan Plastik Berbahan Pengisi Keratin ... 43

4.3. Hasil Analisis Sifat Termal Spesimen Edible Film ... 44

4.4. Perbandingan Plastik Biodegradabel dan Film campuran Pati Jagung dan Keratin Terhadap Sifat Termal ... 45

4.5. Hasil Analisa Gugus Fungsi Spesimen Campuran dari Spektrum FTIR .... 47

4.6. Hasil Uji Laju Transmisi uap air setiap 24 jam selama 4 hari ... 48

4.7. Hasil Uji WVTR Edible film dengan pengisi 9% dan 0% keratin ... 48


(16)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Halaman

2.1. Stuktur Keratin ... 13

2.1. Bagian dari Bulu Ayam dan Struktur Kimia αHelik dan β Sheet ... 14

2.2. Rumus Truktur Amilosa ... 15

2.3. Rumus Molekul Amilopektin ... 15

2.4. Rumus Kimia Sorbitol ... 19

2.5. Metode DTA ... 24

3.1. Spesimen Uji Kekuatan Tarik Berdasarkan ASTM D- 638-72Type IV ... 28

3.2. Diagram Alir Proses Ekstraksi Keratin ... 31

3.3. Diagram Alir Proses Pembuatan Edible Film ... 32

4.1. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin (0; 0,3; 0,5; 0,7; 0,9) 35 4.2. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 0 % keratin ... 36

4.3. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 3 % keratin ... 37

4.4. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 5 % keratin ... 37

4.5. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 7 % keratin ... 38

4.6. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 9 % keratin ... 38

4.7. Pengaruh konsentrasi keratin sebagai penguat terhadap kuat tarik dan kemuluran edible film ... 41

4.8. Pengaruh waktu terhadap Transmisi uap air edible film ... 49

4.9. Nilai Transmisi Uap Air Terhadap Konsentrasi Keratin ... 49


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

No Judul Halaman

1. Kekuatan Tarik dan Kemuluran Spesimen ... L-1 2. Film Campuran Pati Jagung dengan Pemblastis Sorbitol dan Film campuran Pati

Jagung dengan Sorbitol dan Keratin ... L-2 3. Gambar Kurva DTA Bahan Keratin, Campuran Pati Jagung dan Sorbitol, dan

Campuran Pati Jagung, Sorbitol dan Keratin ... L-3 4. Gambar Spektrum FTIR Keratin, Campuran Pati Jagung dan Sorbitol dan

Campuran Pati Jagung , Sorbitol dan Keratin ... L-5 5. Alat Deferensial Thermal Analysis ... L-7 6. Hasil Ekstraksi Keratin ... L-8 7. Tabel hasil data pengukuran laju transmisi uap air edible film untuk variasi

preparasi 0% keratin dan 9% keratin ... L-9 8. Spesimen Pengujian Uji Transmisi Uap Air ... L-10 9. Perhitungan Uji Serapan Air ... L-11 10.Spesimen Uji Serapan Air dan proses pengujian serapan air ... L-12


(18)

KARAKTERISASI EDIBLE FILM DARI CAMPURAN

EKSTRAKSI KERATIN LIMBAH BULU AYAM DAN PATI

JAGUNG SEBAGAI KEMASAN LAYAK MAKAN

ABSTRAK

Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan film layak makan dari pati jagung dengan pengisi keratin hasil ekstraksi limbah bulu ayam dan sorbitol sebagai bahan plasticizer. Dalam penelitian ini film kemasan paduan pati jagung dan sorbitol telah di buat dengan komposisi 10 : 2 dan variasi konsentrasi keratin 0, 3, 5, 7 dan 9%. Fllm yang dihasilkan di analisis sifat mekanik dengan uji kuat tarik, gugus fungsi dengan spektrometer inframerah, sifat termal deferensial thermal

analysis, laju transmisi uap air (WVTR) dan sifat serapan air. Data yang di

peroleh dari hasil penelitian di analisa untuk melihat sifat layak makan untuk kemasan makanan dengan laju transmisi uap air yang rendah dengan nilai sebesar 0,00334 g/cm2/hari. Dari pengujian sifat mekanik untuk kuat tarik dan kemuluran, persentase optimum penambahan keratin adalah sebesar 9% dengan nilainya masing-masing adalah 25,02 MPa dan 3,64%. Analisa termal dan gugus fungsi dengan penambahan keratin menaikkan temperatur leleh dan temperatur dekomposisi dan pencampuran terjadi secara fisik. Dari keseluruhan pengujian, persentase penambahan keratin terbaik terdapat pada komposisi keratin 9%. Penambahan keratin terbukti dapat meningkatkan sifat mekanik film dan juga layak makan.


(19)

THE CHARACTERIZATION OF EDIBLE FILM FROM THE MIXTURE OF CHICKEN FEATHER KERATIN AND CORN EXTRACT AS PACKAGING

WORTHY LIFE

ABSTRACT

The experiment about edible film from starch of corn with filler keratin extracted waste chicken feathers as filler and sorbitol as plasticizer has done. In this research, packaging films blend corn starch and sorbitol have been made with the composition of 10:2 and variation in keratin concentration of 0,3,5,7 and 9%.Fllm resulting in mechanical properties with tensile strength test, functional groups with an infrared spectrometer, deferensial thermal analysis, thermal properties, water vapor transmission rate (WVTR) and water absorption properties. The result in analysis of research to look at nature to decent meal food packaging with water vapor transmission rate is low with a value of 0.00334 g/cm2/hari. For testing the mechanical properties of tensile strength and elongation, the addition of keratin is the optimum percentage of 9% with their respective values are 25.02 MPa and 3.64%. Thermal analysis and functional group with the addition of keratin raise the melting temperature and the decomposition temperature and mixing occurs physically. Of the entire test, the best percentage improvement in keratin found in keratin composition of 9%. The addition of keratin proven to improve the mechanical properties of the film and a well deserved meal.


(20)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Plastik merupakan bahan baru yang semakin berkembang. Dewasa ini plastik banyak di gunakan untuk berbagai macam bahan dasar. Penggunaan plastik di berbagai bidang di dasarkan pada alasan bahwa bahan plastik mempunyai berbagai kelebihan. Diantaranya fleksibel (sesuai bentuk produk, transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah (lentur), bentuk laminasi (dengan kombinasi bahan kemasan lain, aneka warna, tidak mudah rusak dan harganya relatif lebih murah serta mudah di dapatkan, sebagai contoh plastik kemasan makanan.

Salah satu alternatif yang bisa dipilih pengemas yang ramah lingkungan adalah edible film (Wahyono, 2009). Keuntungan edible film antara lain dapat dikonsumsi langsung bersama produk yang dikemas, tidak mencemari lingkungan, memperbaiki sifat organoleptik produk yang dikemas, berfungsi sebagai sumplemen penambah nutrisi, sebagai flavor, pewarna, zat antimikroba, dan antioksidan (Murdianto, 2005). Edible film dapat dibuat dari berbagai bahan baku yang memiliki komposisi pati yang cukup tinggi dan memberikan alternatif bahan pengemas yang tidak berdampak pada pencemaran lingkungan karena menggunakan bahan yang dapat diperbaharui dan harganya murah. Salah satu bahan utama pembuatan edible film adalah pati (Darni Y, dkk, 2010).

Polisakarida seperti pati dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan edible film karena ekonomis, dapat diperbaharui, dapat terdegradasi oleh alam menjadi senyawa- senyawa yang ramah lingkungan dan memberikan karakteristik fisik yang baik. Serealia seperti jagung merupakan salah satu sumber pati. Jagung memiliki persentase kandungan pati yang tinggi yaitu 90%, penanamannya yang mudah, dan mudah didapatkan di Indonesia menjadikan jagung sangat potensial dijadikan sebagai bahan dasar edible film.


(21)

Selain dari pati sebagai komponen utama, yang di perlukan dalam pembuatan

edible film adalah Zat aditif lain, yaitu senyawa kimia yang bila di tambahkan

akan menaikkan sifat kimia dan sifat fisik berubah seperti yang di harapkan. Salah satu contoh dari zat aditif adalah bahan pengisi (filler) dan pemblastis

(plasticizer), penambahan bahan pengisi (filler) yang berfungsi memperkuat

polimer dan meningkatkan sifat mekanik, dan dengan penambahan pemblastis untuk menurunkan kekakuan dan temperatur transisi gelas.

Keratin merupakan protein berserat yang terdapat dalam kandungan bulu ayam di harapkan dapat menjadi pengisi (filler) yang dapat digunakan dalam pembuatan edible film. Dengan penambahan sorbitol sebagai pemblastis dapat meningkatkan keelastisitas suatu bahan. Keratin yang diekstraksi dari limbah bulu ayam di harapkan selain memberikan kekuatan sifat mekanik yang baik juga dapat mengurangi volume dari limbah bulu ayam yang semakin lama semakin meningkat seiring dengan permintaan konsumen akan kebutuhan daging ayam yang semakin tinggi. Sehingga limbah bulu ayam dapat termanfaatkan dengan optimal untuk di jadikan sebagai bahan dasar dalam pembuatan edible film. Berdasarkan uraian di atas, untuk meningkatkan nilai ekonomis bulu ayam, maka kajian pembuatan film kemasan layak makan dari pengisi keratin ini perlu di lakukan.

Beberapa penelitian terdahulu telah di lakukan untuk menghasilkan edible

film. Salah satunya penelitian oleh, Ani Purwanti 2010, Analisis kuat tarik dan Elongasi plastik kitosan terplastisasi Sorbitol, dari hasil penelitian yang telah di

lakukan dengan penambahan plasticizer dengan konsentrasi 2 gram sorbitol/gram kitosan, nilai kuat tarik plastik kitosan mengalami penurunan dari 3,94 Mpa menjadi 0,2 Mpa dan nilai persen elongasi plastik kitosan mengalami peningkatan dari 1,5 % menjadi 16,6%. (Purwanti A, 2010)

Dengan demikian, dari beberapa literatur yang telah ada belum ada penelitian yang menggunakan keratin sebagai bahan pengisi untuk di gunakan sebagai bahan

edible film. Oleh karena itu perlu diteliti edible film yang berpenguat keratin yang


(22)

campuran pati dan sorbitol dapat menjadikannya sebagai kemasan makanan yang layak makan.

Metode yang di gunakan pada penelitian ini adalah metode ekstraksi keratin dari limbah bulu ayam yang di reaksikan dengan senyawa kimia. Dengan menggunakan pati dari biji jagung yang telah diproses menjadi tepung jagung komersial (Meizena) dan pemblastis sorbitol yang berfungsi untuk memberikan sifat elastis bahan dan menurunkan kekakuan suatu bahan.

1.2. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah pengaruh preparasi bahan penguat keratin dalam pati terhadap sifat fisis, mekanik, morfologi dan termal dari film yang terbentuk

2. Pada preparasi berapakah keratin sebagai penguat memberikan sifat mekanik yang terbaik dengan sorbitol sebagai plastisizer pada film yang terbentuk.

3. Apakah film yang di hasilkan dapat dibandingkan dengan sifat fisis dan mekanik pada plastik kemasan yang memenuhi standar SNI layak makan.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah di batasi sebagai berikut

1. Keratin yang di ekstraksi dari bulu ayam, pati dari jagung dan pemblastis sorbitol.

2. Metode yang dilakukan secara pencampuran (Blending) dilakukan Variasi campuran berdasarkan persentase: 0%, 3%, 5%, 7% dan 9% dari wt keratin.

3. Pengujian yang dilakukan meliputi : a. Sifat mekanik

- Uji Tarik ( Tensile Strength ) - Perpanjangan (Elongation at break) b. Sifat Morfologi


(23)

d. Sifat Termal - Uji DTA e. Sifat Fisis

- Uji serapan air dan permeabilitas Uap air (WVTR)

1.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

1. Mengetahui preparasi keratin terbaik dari bulu ayam sebagai pengisi pada

edible film yang terbentuk.

2. Mengetahui pengaruh campuran keratin dan pati jagung terhadap karakteristik film yang terbentuk pada kondisi optimum dengan sorbitol sebagai plastisizer

3. Mengetahui sifat fisis, mekanik, morfologi, termal, dari film layak makan yang terbentuk.

1.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah :

1. Memberikan informasi karakteristik film yang terbentuk dari preparasi campuran ekstraksi keratin dan pati jagung.

2. Memberikan informasi tentang pengembangan pemanfaatan limbah bulu ayam sebagai alternatif bahan dasar pengganti plastik konvensional di masa yang akan datang.


(24)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Edible Film

Edible film merupakan alternatif bahan pengemas pangan yang dalam 10

tahun terakhir mendapat perhatian serius dari para ahli pangan. Edible film ini di kembangkan sebagai pengganti bahan pengemas sintetis seperti polyethilene,

polystilene dan polyvinil chorida yang banyak menimbulkan dampak yang tidak

baik bagi lingkungan karena tidak dapat terdegradasi secara biologis. Edible film didefinisikan adalah pembungkus yang dapat di makan. Karena di gunakan untuk membungkus bahan pangan oleh karena itu harus aman dan saniter. Edible film mempunyai potensi besar dalam berbagai macam penggunaan dapat melapisi permukaan makanan, memisahkan komponen – komponen yang berbeda, atau berperan sebagai kantong atau pembungkus. (Handout kemasan Edible, 2007)

Edible film adalah lapisan tipis yang dibuat dari bahan yang dapat

dimakan, dibentuk di atas komponen makanan yang berfungsi sebagai penghambat transfer massa (misalnya kelembaban, oksigen, lemak, dan zat terlarut) dan atau sebagai carrier bahan makanan atau aditif. Edible film harus mempunyai sifat-sifat yang sama dengan film kemasan seperti plastik, yaitu harus memiliki sifat menahan air sehingga dapat mencegah kehilangan kelembaban produk, memiliki permeabilitas selektif terhadap gas tertentu, mengendalikan perpindahan padatan terlarut untuk mempertahankan warna, pigmen alami dan gizi, serta menjadi pembawa bahan aditif seperti pewarna, pengawet dan penambah aroma yang memperbaiki mutu bahan pangan. (Sarmedi S, 2011)

Edible film terbuat dari komponen polisakarida, lipid dan protein. Edible film

yang terbuat dari hidrokoloid menjadi barrier yang baik terhadap transfer oksigen, karbohidrat dan lipid. Pada umumnya sifat dari hidrokoloid sangat baik sehingga potensial untuk di jadikan pengemas. Sifat film hidrokoloid umumnya mudah


(25)

larut dalam air sehingga menguntungkan dalam pemakaiannya. Penggunaan lipid sebagian bahan pembuat film secara sendiri sangat terbatas karena sifat yang tidak larut dari film yang di hasilkan. Kelompok hidrokoloid meliputi protein dan polisakarida, selulosa dan turunannya merupakan sumber daya organik yang memiliki sifat yang baik untuk pembuatan film yang sangat efisien sebagai barrier terhadap oksigen dan hidrokarbon dan bersifat barrier terhadap uap air sehingga dapat digunakan dengan penambahan lipid.

Meskipun edible film tidak dapat mengganti secara total fungsi dari pengemas sintetik, namun edible film memiliki potensi untuk mengurangi bahan pengemas sintetik. Edible film secara umum dapat di definisikan sebagai lapisan tipis yang di buat dari bahan – bahan yang layak untuk di makan yang melapisi pada permukaan bahan yang di kemas

2.1.1. Pembuatan Edible Film

Film di definisikan sebagai lembaran fleksibel yang tidak berserat dan tidak mengandung bahan metalik dengan ketebalan kurang dari 0,01 inci atau 250 mikron. Film terbuat dari turunan selulosa dan sejumlah resin termoplastik. Film terdapat dalam bentuk roll, lembaran dan tabung. Kemasan film dapat di gunakan sebagai pembungkus, kantong, tas, sampul, pengemas tembakau, kabel, tekstil, pupuk, pestisida, obat-obatan dan mentega. Terdapat beberapa jenis polisakarida yang dapat di gunakan untuk membuat edible film antara lain selulosa dan turunannya, hasil ekstraksi rumput laut yaitu, karaginan, alginate, agar dan

furcellaran), exudates gum, kitosan gum, hasil fermentasi mikroba dan gum dari

biji – bijian.

Lapisan atau film yang sesuai untuk produk buah-buahan segar adalah film dari polimer pektin karena bersifat permeabilitasnya yang selektif dari polimer tersebut terhadap oksigen dan karbondioksida. Untuk memperkecil permeabilitas terhadap uap air maka dalam polimer sering di tambahkan asam lemak, pada umumnya pembuatan edible film dari satu bahan memiliki sifat sebagai barrier atau mekanik yang baik, tetapi tidak untuk keduanya. Interaksi antara dua jenis polimer sakarida membentuk jaringan yang kuat dengan sifat mekanis yang baik,


(26)

tetapi tidak efisien sebagai penahan uap air karena bersifat hidrofil. Film dari lemak memiliki sifat penghambatan yang baik, tetapi mudah patah. Oleh karena itu, dalam pembuatan edible film sering di tambahkan bahna yang bersifat hidrofob untuk memperbaiki sifat penghambatan (barrier properties) edible film. Pembentukan edible film memerlukan sedikitnya satu komponen yang dapat membentuk sebuah matrik dengan kontinyuitas yang cukup dan kohesi yang cukup. Derajat atau tingkat kohesi akan menghasilkan sifat mekanik dan penghambatan film.

Umumnya komponen yang digunakan berupa polimer dengan berat molekul yang tinggi. Struktur polimer rantai panjang di perlukan untuk menghasilkan matrik film dengan kekuatan kohesif yang tepat. Kekutan kohesif film terkait dengan struktur dan kimia polimer, selain itu juga di pengaruhi oleh terdapatnya bahan aditif seperti bahan pembentuk ikatan silang (http://majarimagazine.com)

2.2. Bahan bahan Kemasan Layak Makan

Bahan pembuat plastik dari minyak dan gas sebagai sumber alami, dalam perkembangannya digantikan oleh bahan-bahan sintesis sehingga dapat diperoleh sifat-sifat plastik yang di inginkan dengan cara kopolimerisasi, laminasi dan ekstruksi. Menurut Erliza dan Sutedja (1987) plastik dapat di kelompokkan atas dua tipe, yaitu thermoplastik dan thermoset. Thermoplastik plastik yang dapat di lunakkan berulang kali dengan menggunakan panas, antara lain polietilen, polipropilen, polistiren dan polivinilklorida. Sedangkan termoset adalah plastik yang tidak dapat dilunakkan oleh pemanasan, antara lain phenol formaldehid dan urea formaldehid. Pengunaan plastik sebagai bahan pengemas mempunyai keunggulan di banding bahan pengemas lain karena sifatnya yang ringan, transparan, kuat, termoplastis dan selektif dalam permeabilitasnya terhadap uap air, O2 dan Co2. (Nurminah, M. 2002)


(27)

Kemasan merupakan salah satu cara untuk memberikan perlindungan pada pangan yang telah di hasilkan baik dalam bentuk bungkusan maupun menempatkan produk kedalam suatu wadah. Hal ini dimaksudkan agar produk dapat terhindar dari pencemaran (senyawa kimia dan mikroba), kerusakan akibat fisik (geseran, getaran dan benturan), senyawa lingkungan (oksigen, uap air) dan gangguan binatang seperti serangga, sehingga mutu dan keamanan produk tetap terjaga serta dapat disimpan dalam kurun waktu yang lebih lama.

Agar berfungsi dengan benar sebagai pengemas idealnya pengemas harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya seperti, tidak beracun, dapat melindungi bahan dari kontaminasi biologi, mikroorganisme dan debu. Salah satu jenis kemasan pangan adalah kemasan edibe. Kemasan ediblel adalah kemasan yang dapat ikut dikonsumsi, bersifat mewadahi dan memberi bentuk yang bersifat melindungi bahan pangan dari kehilangan substansi yang mudah menguap (volatil), reaksi antar substansi, penyerapan uap air dari udara dan reaksi ketengikan oksidatif. Kemasan edible adalah suatu jenis bahan pengemas yang dapat di konsumsi dan digunakan untuk membungkus bahan pangan sehingga bahan pangan secara umum terhindar dari penurunan atau penyimpangan mutu akibat pengaruh lingkungan, dalam jangka waktu tertentu. Ditinjau dari fungsi pengemasan, kemasan edibel lebih berfungsi sebagai pelindung bahan pangan dari penyimpangan mutu, kemasan edible tidak mengenal migrasi komponen berbahaya dan dapat memperbaiki kekurangan pengemasan sintesis (Buletin BPOM RI, 2007).

2.3 Zat Aditif

Aditif adalah senyawa kimia yang bila di tambahkan akan menaikkan unjuk kerja (sifat kimia dan fisik berubah) seperti yang di harapkan.Untuk membuat barang-barang plastik agar mempunyai sifat-sifat seperti yang dikehendaki, maka dalam proses pembuatannya selain bahan baku utama diperlukan juga bahan tambahan atau aditif. Penggunaan bahan tambahan ini beraneka ragam tergantung pada bahan baku yang digunakan dan mutu produk yang akan dihasilkan. Berdasarkan fungsinya , maka bahan tambahan atau bahan pembantu proses


(28)

dapat dikelompokkan menjadi : bahan pelunak (plasticizer), bahan penstabil

(stabilizer), bahan pelumas (lubricant), bahan pengisi (filler), pewarna (colorant),

antistatic agent, blowing agent, flame retardant dsb.

1. Plasticizer

Fungsinya untuk mengubah sifat mekanik polimer, semakin tinggi modulus Young maka akan semakin kaku, karena itu di tambahkan plasticizer untuk menurunkan kakakuan dan temperatur transisi gelas (Tg)

2. Stabilizer

Berfungsi untuk mempertahankan produk plastik dari kerusakan,baik selama proses dalam penyimpanan maupun aplikasi produk.

Ada Tiga jenis bahan penyetabil yaitu:

- Penyetabil panas (heat stabilizer) menghambat degradasi termal, energi panas yang terserap dapat memicu radikal bebas yang dapat menimbulkan reaksi oksigen dan membentuk senyawa karbonil, hal ini yang dapat menimbulkan warna kuning dan kecoklat-coklatan pada produk akhir

- Penyetabil terhadap sinar ultra violet (UV stabilizer) matahari memiliki panjang gelombang sampai di permukaan bumi sekitar 3000-4000 A, hal ini dapat memecahkan senyawa kimia terutama senyawa organik.

- Dan antioksidan mengurangi kerusakan produk dari proses oksidasi yang dapat memutuskan rantai polimer. Tanda yang terlihat apabila produk plastik telah teroksidasi adalah: Polimer menjadi rapuh, kecepatan alir polimer tidak stabil dan cenderung menjadi lebih tinggi, sifat kuat tariknya berkurang, terjadi retak-retak pada permukaan produk, terjadi perubahan warna.

3. Filler

Menurut fungsi dapat di klasifikasi menjadi tiga yaitu: - Dapat memperkuat polimer dan meningkatkan sifat mekanik

- Digunakan untuk mengisi ruang dan mengurangi jumlah resin yang di gunakan dalam proses produksi (hemat resin)

- Meningkatkan selektivitas listrik


(29)

Berfungsi untuk meningkatkan penampilan dan memperbaiki sifat tertentu dari bahan plastik. Pertimbangan yang perlu di ambil dalam memilih warna yang sesuai meliputi:

- Aspek yang berkaitan dengan penampilan bahan plastik selama pembuatan produk warna, meliputi daya gabung, pengaruh sifat alir pada sistem dan daya tahan terhadap panas serta bahan kimia.

- Aspek yang berkaitan dengan produk akhir, antara lain meliputi ketahanan terhadap cuaca, bahan kimia dan solvent.

2.4. Protein Berserat (Protein Fibrous)

Protein adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Protein adalah salah satu bio-makromolekul yang penting perananya dalam makhluk hidup. Fungsi dari protein itu sendiri secara garis besar dapat dibagi ke dalam dua kelompok besar, yaitu sebagai bahan struktural dan sebagai mesin yang bekerja pada tingkat molekular.

Protein bentuk serabut (fibrous). Protein ini terdiri atas beberapa rantai peptida berbentuk spiral yang terjalin. Satu sama lain sehingga menyerupai batang yang kaku. Karakteristik protein bentuk serabut adalah rendahnya daya larut, mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi untuk tahan terhadap enzim pencernaan. Kolagen merupakan protein utama jaringan ikat. Elasti terdapat dalam urat, otot, arteri (pembuluh darah) dan jaringan elastis lain. Keratini adalah protein rambut dan kuku. Miosin merupakan protein utama serat otot. (Xa. Yimg, 2009)


(30)

2.4.1. Keratin

Keratin di definisikan oleh sejumlah besar asam amino sistein. Dimana sistein adalah asam amino yang mengandung sulfur (s) dan dapat membentuk sulfur-sulfur (s-s). Keratin serat protein yang banyak terdapat pada lapisan pelindung pada manusia atau hewan, seperti kulit, rambut atau bulu. Kebanyakan keratin di alam adalah alpha keratin, di samping ada konformasi lain yang di kenal yaitu anti parallel atau pleated sheet (http.wisegeek.org.htm). Sedangkan keratinase adalah spesifik protease hidrolisis keratin yang terdapat pada bulu ayam, wol dan rambut. Keratin serupa dengan komponen protein lainnya secara umum dan tidak tampak perbedaan substratnya (Ketaren, N. 2008).

Keratin merupakan protein serabut yang terdiri dari peptida berantai panjang dan berupa serat-serat yang tersusun memanjang dan memberikan peran struktural atau pelindung. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan sulfur. Protein ini tidak larut dalam air, asam, basa maupun etanol. Karakteristik protein ini adalah rendahnya daya larut, mempunyai kekuatan mekanis yang tinggi untuk tahan terhadap enzim pencernaan.

Gambar 2.1: struktur keratin (http// structur of keratin.htm)

Isi asam amino dari keratin ditandai dengan konten sistin tinggi (dan pada saat yang sama belerang), yang dapat berubah dalam waktu 2% berat dan 18% wt, sejumlah besar hydroxyaminoacids, terutama serin (sekitar 15% berat), dan kurangnya hidroksiprolin dan hydroxylisine, antara zat lain. Aktivitas kimia dari


(31)

keratin terhubung dalam derajat yang signifikan dengan konten cystine. Ikatan disulfida yang terbentuk antara dua molekul sistein bertanggung jawab atas kekuatan tinggi dari keratin dan ketahanan terhadap aksi enzim proteolitik. Di sisi lain, keratin sangat reaktif, karena sistin dapat dengan mudah dikurangi, dioksidasi, dan dihidrolisis. (Puastuti.W, 2007)

2.4.2. Bulu Ayam dan Karakteristik Keratin

Bulu ayam mengandung protein keratin dengan struktur α-helik, material

yang lain yang kaya akan protein α-keratin adalah rambut, wool, sayap, kuku, cakar, duri, sisik, tanduk, kulit penyu dan lapisan kulit sebelah luar. Sedangkan

material yang kaya dengan protein β-keratin adalah sutera, bulu dan jaring laba-laba. Berdasarkan tingkat kemudahan hidrolisis, keratin di golongkan menjadi soft keratin dan hard keratin. Kuku, sisik, bulu atau wool lebih mudah di hidrolisis dibanding rambut manusia, kemudahan tersebut berkaitan dengan kandungan sistinnya.

Komposisi kimia bulu ayam adalah 81% protein, 1,2% lemak, 86% bahan kering, dan 13% abu. Selain itu bulu ayam mengandung mmineral kalsium 0,19%, fosfor 0,04%, kalium 0,15%. Kandungan asam amino utama pada bulu ayam adalah serin, prolin, glisisn, sistein, asam glutamat, leusin dan valin namun bulu ayam rendah kandungan kandungan asam amino histidin, lisin dan metionin.

Gambar 2.2. Bagian dari bulu ayam dan struktur kimia (a) αhelik dan (b) βsheet


(32)

2.5. Pati

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan -glikosida dan merupakan rantai gula panjang. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya tergantung pada panjang rantai atom C-nya apakah lurus atau bercabang. Rantai molekulnya untuk menganalisa adanya pati di gunakan iodien. Karena pati yang berikatan dengan iodine akan menghasilkan warna biru. Pati merupakan granula berwarna putih dengan diameter 2 – 100 . Pati terdiri dari dua polisakarida dengan struktur tertentu yaitu amilosa dan amilopektin.Amilosa mempunyai rantai lurus dengan ikatan -(1,4) – D – glukosa, sedangkan amilopektin ikatan rantai cabang -(1,6) – D – glukosa. Adapun sifat-sifat dari kedua komponen penyusun amilum adalah sebagai berikut (Pasaribu, F. 2009).

Sifat-sifat amilosa:

1. Ikatannya linear (lurus)

2. Larut dalam air dingin dalam batas tertentu 3. Berat molekul rata – rata 10.000 – 60.000

4. Ikatan antara molekul − − glukosa di hubungkan pada ikatan 1,4.


(33)

Sifat-sifat amilopektin: 1. Ikatannya bercabang

2. Tidak larut dalam air dingin dalam

3. Berat molekul rata – rata 60.000 – 100.000

4. Ikatan antara molekul − − glukosa di hubungkan pada ikatan 1,4 dan ikatan 1,6 pada percabangan.

Gambar : 2.4. Rumus Molekul Amilopektin ( http://Chemwiki.elmhurst.edu)

2.5.1. Pati Jagung

Pati (Amilum) merupakan sumber karbohidrat bagi manusia dengan rumus molekul ( ) pati terdapat pada seluruh organ tanaman, paling tinggi di

simpan dalam biji, umbi, akar, jaringan batang tanaman sebagai cadangan energi. Selain sebagai bahan makanan pati juga di gunakan dalam non food diantaranya perekat, detergen, keramik dalam industri tekstil dan polimer. Biji jagung mengandung pati 54,1-71,7%, sedangkan kandungan gulanya 2,6-12,0%. Karbohidrat pada jagung sebagian besar merupakan komponen pati, sedangkan komponen lainnya adalah pentosan, serat kasar, dekstrin, sukrosa, dan gula pereduksi (Richana, N. 2009).

Pati jagung mempunyai ukuran granula yang cukup besar dan tidak homogen yaitu 1-7µm untuk yang kecil dan 15-20 µm untuk yang besar. Granula besar berbentuk oval polyhedral dengan diameter 6-30 µ m. Granula pati yang lebih kecil akan memperlihatkan ketahanan yang lebih kecil terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula yang besar. Pengamatan dengan DSC pada berbagai ukuran granula memperlihatkan nilai entalpi dan kisaran suhu gelatinisasi yang lebih rendah dari ukuran granula yang lebih besar.


(34)

Daya absorbsi air dari pati jagung perlu diketahui karena jumlah air yang ditambahkan pada pati mempengaruhi sifat pati. Granula pati utuh tidak larut dalam air dingin. Granula pati dapat menyerap air dan membengkak, tetapi tidak dapat kembali seperti semula (retrogradasi). Air yang terserap dalam molekul menyebabkan granula mengembang. Pada proses gelatinisasi terjadi pengrusakan ikatan hidrogen intramolekuler. Ikatan hidrogen berperan mempertahankan struktur integritas granula. Terdapatnya gugus hidroksil bebas akan menyerap air, sehingga terjadi pembengkakan granula pati. Dengan demikian, semakin banyak jumlah gugus hidroksil dari molekul pati semakin tinggi kemampuannya menyerap air. Oleh karena itu, absorbsi air sangat berpengaruh terhadap viskositas (Suarni dan Widowati, 2009).

2.5.2. Kandungan Kimia jagung

Di Indonesia dikenal 2 (dua) varietas jagung yang telah ditanam secara umum, yaitu jagung berwarna kuning dan putih. Kandungan zat-zat dalam jagung kuning dan putih masing-masing disajikan pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3

Tabel 2.2. Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Kuning Komponen Kadar Komponen Kadar

Air (g) 24 P (mg) 148

Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1 Protein (g) 7,9 Vit am in A (SI) 440

Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33 Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0


(35)

Tabel 2.3. Kandungan Komponen dalam 100 g Jagung Putih Komponen Kadar Komponen Kadar

Air (g) 24 P (mg) 148

Kalori (kal) 307 Fe (mg) 2,1 Protein (g) 7,9 Vitamin A (SI) 0 Lemak (g) 3,4 Vitamin B1 (mg) 0,33 Karbohidrat (g) 63,6 Vitamin C (mg) 0

Ca (mg) 9

(sumber: Arianingrum, R. 2005)

Bagian yang kaya akan karbohidrat adalah bagian biji. Sebagian besar karbohidrat berada pada endospermium. Kandungan karbohidrat dapat mencapai 80% dari seluruh bahan kering biji. Karbohidrat dalam bentuk pati umumnya berupa campuran amilosa dan amilopektin. Pada jagung ketan, sebagian besar atau seluruh patinya merupakan amilopektin.

2.6. Plastisasi Polimer

Pembuatan film layak makan dari pati memerlukan campuran bahan adiktif untuk mendapatkan sifat mekanik yang lunak, ulet dan kuat. Untuk itu perlu di tambahkan suatu zat cair/padat agar meningkatkan sifat plastisitasnya. Proses ini dikenal dengan plastisasi, sedang zat yang ditambah di sebut pemblastis. Pemblastis dalam konsep sederhana adalah merupakan pelarut organik dengan titik didih tinggi atau suatu padatan dengan titik leleh rendah yang ditambahkan ke resin yang keras dan kaku, sehingga akumulasi gaya inter molekuler pada rantai panjang akan menurun, akibatnya kelenturan, pelunakan dan pemanjangan resin akan bertambah. (Pasaribu, F. 2009)

Proses Plastisasi pada prinsipnya adalah dispersi molekul pemblastis kedalam fase polimer. Jika pemblastis mempunyai gaya interaksi dengan polimer, proses dispersi akan berlangsung dalam skala molekul dan terbentuk larutan polimer pemblastis yang disebut dengan kompatibel. (Wirjosentono B, 1995)


(36)

2.6.1. Sorbitol

Sorbitol atau D-Sorbitol atau D-Glucitol atau D-Sorbite adalah monosakarida poliol (1,2,3,4,5,6–Hexanehexol) dengan rumus kimia C6H14O6.

Sorbitol berupa senyawa yang berbentuk granul atau kristal dan berwarna putih dengan titik leleh berkisar antara 89° sampai dengan 101°C, higroskopis dan berasa manis. Sorbitol memiliki tingkat kemanisan relatif sama dengan 0,5 sampai dengan 0,7 kali tingkat kemanisan sukrosa dengan nilai kalori sebesar 2,6 kkal/g atau setara dengan 10,87 kJ/g. Penggunaannya pada suhu tinggi tidak ikut berperan dalam reaksi pencoklatan (Maillard).Sorbitol termasuk dalam golongan GRAS, sehingga aman dikonsumsi manusia, tidak menyebabkan karies gigi dan sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes dan diet rendah kalori.

Sorbitol digunakan sebagai suatu humektan (pelembab) pada berbagai jenis produk sebagai pelindung melawan hilangnya kandungan moisture. Dengan sifat tekstur dan kemampuan untuk menstabilisasi kelembaban, sorbitol banyak digunakan untuk produksi permen, roti dan cokelat dan produk yang dihasilkan cenderung menjadi kering atau mengeraskan. Sorbitol bersifat non-cariogenik (tidak menyebabkan kanker) dan berguna bagi orang-orang penderita diabetes. Secara kimiawi sorbitol sangat tidak reaktif dan stabil, dapat berada pada suhu tinggi dan tidak mengalami reaksi Maillard (pencokelatan). Sehingga pada produksi kue berwarna segar, tidak ada penampilan warna cokelatnya. Juga berkombinasi baik dengan ramuan makanan lain seperti gula, jelly, lemak sayuran dan protein.

Sorbitol memiliki sifat –sifat sebagai berikut : 1. Merupakan cairan kental dengan rasa manis 2. Tidak berwarna

3. Densitas

4. Titik lebur 950C 5. Titik didih 2960C 6. Titik nyala 1000C


(37)

Senyawa ini dapat menjadi pengganti gula yang juga di kenal dengan glicitol adalah gula alkohol yang memetabolisme perlahan pada tubuh manusia. (http://wordpress.com.maltodekstrin)

Gambar. 2.5. Rumus Kimia Sorbitol

2.7. Sentrifugasi

Sentrifugasi adalah teknik pemisahan suatu bahan berdasarkan berat molekul dengan kecepatan tertentu. Teknik pemisahan ini di gunakan untuk memisahkan atau memurnikan protein, partikel atau organel seluler yang bersedimentasi menurut ukuran dan bentuk relatifnya. Pada teknik pemisahan sentrifugasi ini, partikel biasanya di suspensikan dalam medium cairan tertentu, yang di masukkan dalam tabung dan botol dalam rotor di tengah drive shaft sentrifsuga. Partikel yang berbeda densitas, bentuk dan ukurannya dapat di pisahkan karena akan mengendap pada laju yang berbeda. Pada saat objek diputar, partikel-partikel yang ada akan berpisah dan berpencar sesuai berat jenis masing-masing partikel. Dengan gaya yang paling berperan adalah gaya sentrifugal. Dengan adanya teknik ini, proses pengendapan suatu bahan akan lebih cepat dan optimum dibandingkan dengan teknik biasa. ( Bintang, M. 2010)

Teknik sentrifugasi ini relatif lebih mahal bila di bandingkan dengan penyaringan, tetapi sentrifugasi penting karena:

1. Penyaringan memerlukan waktu lebih lama

2. Sel atau bahan suspensi lain suit di bebaskan dari alat penyaringan

3. Pemisahan dengan standar tinggi memerlukan penyaringan yang bertahap. Cara pengoperasian alat sentrifugasi ini sangat memperhatikan sistem konsentrasi yang ingin dimasukkan kedalam alat sentrifugasi dan kecepatan putar alat. Pengguna pertama kali memasukkan nilai konsentrasi (%) dari endapan yang


(38)

diinginkan kemudian memasukkan nilai RPM (kecepatan per menit) kedalam alat sentrifugasi. Setelah semua selesai, maka alat sentrifugase secara otomatis akan berjalan. Yang sebelumnya akan mengeluarkan nilai waktu putar (t) sebelum alat berputar. Didalam mesin sentrifugase, terdapat suatu sensor yang digunakan untuk mengukur konsentrasi cairan yang dihasilkan dari proses sentrifugasi. (http://www.chem-is-try.org/materi_ dan-analisis/sentrifugasi/)

2.7.1. Identifikasi Protein dengan Uji Biuret

Protein adalah molekul raksasa yang terdiri dari satuan-satuan kecil penyusunnya yang disebut asam amino yang tersusun dalam urutan tertentu, dengan jumlah dan struktur tertentu. Molekul-molekul ini merupakan bahan pembangun sel hidup. Protein yang paling sederhana terdiri atas 50 asam amino, tetapi ada beberapa protein yang memiliki ribuan asam amino. Hal yang terpenting adalah ketidakhadiran, penambahan, atau penggantian satu saja asam amino pada sebuah struktur protein dapat menyebabkan protein tersebut menjadi gumpalan molekul yang tidak berguna. Setiap asam amino harus terletak pada urutan yang benar dan struktur yang tepat (Poedjiadi, 1994).

Asam amino adalah monomer protein yang mempunyai dua gugus fungsi yaitu gugus amino dan gugus hidroksil. Jumlah asam amino yang terdapat di alam ada beratus – ratus jumlahnya, namun yang diketahui ikut membangun protein hanya sekitar 20 macam. Sifat asam amino antara lain memiliki titik leleh di atas 200 °C, larut dalam senyawa polar dan tidak larut dalam senyawa nonpolar serta memiliki momen dipol yang besar (Anonim a, 2011). Ada beberapa reaksi uji protein berdasarkan reaksi warna, salah satunya, Reaksi Biuret yaitu, larutan Protein + NaOH + CuSO4 warna lembayung berlaku untuk senyawa yang

mempunyai jumlah ikatan peptida lebih besar dari satu. Reaksi ini dapat dipakai untuk penentuan protein secara kualitatif dan kuantitatif.

Beberapa reaksi uji terhadap protein, tes biuret merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi adanya protein, dalam larutan basa biuret memberikan warna violet dengan CuSO4 karena akan terbentuk kompleks Cu2+ dengan gugus


(39)

logam diketahui bahwa protein mempunyai daya untuk menawarkan racun.

Salting out, apabila terdapat garam-garam anorganik alam presentase tinggi dalam

larutan protein, maka kelarutan protein akan berkurang, sehingga mengakibatkan pengendapan. Pengendapan dengan alkohol, penambahan pelarut organik seperti aseton atau alkohol akan menurunkan kelarutan protein pada kedudukan dan distribusi dari gugus hidrofil polar dan hidrofob polar di dalam molekul hingga menghasilkan protein yang dipol.

2.8. Karakterisasi Edible Film 1. Sifat Mekanik

Sifat mekanik dari bahan polimer dapat diketahui dengan mengaplikasikan gaya pada sampel tersebut. Pengaplikasian gaya dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu dengan mengaplikasikan gaya searah atau gaya bolak-balik pada sampel. Gaya searah biasa diaplikasikan pada sampel untuk mengetahui kekuatan tekan. Untuk melakukan pengujian ini, sampel dibuat menjadi bentuk dumbbell berdasarkan ketebalannya Sifat mekanik tersebut meliputi kuat putus

(strength at break) dan perpanjangan saat putus.

a. Kuat putus (strenght at break)

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui ketahanan suatu bahan terhadap pembebanan pada titik lentur dan juga untuk mengetahui keelastisan suatu bahan.

b. Perpanjangan saat putus ( Elongation Break)

Perpanjangan didefinisikan sebagai persentase perubahan panjang film pada saat film ditarik sampai putus. Kekuatan regang putus merupakan tarikan maksimum yang dapat dicapai sampai film dapat tetap bertahan sebelum film putus atau robek. Pengukuran kekuatan regang putus berguna untuk mengetahui besarnya gaya yang dicapai untuk mencapai tarikan maksimum pada setiap satuan luas film untuk merenggang atau memanjang.Perbandingan antara kuat putus dan perpanjangan saat putus dikenal dengan modulus elastisitas. Modulus elasitas bahan disebut modulus Young. Moduluds Young


(40)

memiliki satuan sama seperti kuat putus karena unit regangan merupakan bilangan tanpa dimensi. Kedua ujung spesimen di jepit pada alat uji tarik, lalu spesimen di amati sampai putus, kemudian di catat perubahan panjang (mm) berdasarkan besar kecepatan 50 mm/menit (Pasaribu, F.2009).

Besarnya kuat tarik dan elongasi di hitung dengan menggunakan persamaan 1 dan 2 berikut. (Prawira, F.2013)

= ... (1) Keterangan

= Kuat tarik (Mpa)

= Tegangan maksimum (N) = Luas penampang lintang (mm2)

% = ∆ × 100% ………. . ( 2)

% = Perpanjangan putus (%)

∆ = Pertambahan panjang spesimen (mm) = Panjangn spesimen awal (mm)

2. Sifat Gugus Fungsi

Fourier Transform-Infra Red Spectroscopy (FT-IR)

Fourier Transform-Infra Red Spectroskopy atau yang dikenal dengan FT-IR

merupakan suatu teknik yang digunakan untuk menganalisa komposisi kimia dari senyawa-senyawa organik, polimer, coating atau pelapisan, material semikonduktor, sampel biologi, senyawa-senyawa anorganik, dan mineral. FT-IR mampu menganalisa suatu material baik secara keseluruhan, lapisan tipis, cairan, padatan, pasta, serbuk, serat, dan bentuk yang lainnya dari suatu material. Spektroskopi FT-IR tidak hanya mempunyai kemampuan untuk analisa kualitatif, namun juga bisa untuk analisa kuantitatif.

Dasar lahirnya spektroskopi FT-IR adalah dengan mengasumsikan semua molekul menyerap sinar infra merah, kecuali molekul-molekul monoatom(He, Ne,


(41)

Ar,dll) dan molekul-molekul homopolar diatomik ( H2, N2, O2, dll). Molekul akan

menyerap sinar infra merah pada frekuensi tertentu yang mempengaruhi momen dipolar atau ikatan dari suatu molekul. Supaya terjadi penyerapan radiasi inframerah, maka ada beberapa hal yang perlu dipenuhi, yaitu :

1. Absorpsi terhadap radiasi infra merah dapat menyebabkan eksitasi molekul ke tingkat energi vibrasi yang lebih tinggi dan besarnya absorbsi adalah kerkuantisasi.

2. Vibrasi yang normal mempunyai frekuensi sama dengan frekuensi radiasi elektromagnetik yang di serap.

3. Proses absorpsi (spektra IR) hanya dapat terjadi apabila terdapat perubahan baik nilai maupun dari momen dua kutub ikatan. Spektroskopi infra merah dilakukan pada daerah infra merah yaitu dari panjang gelombang 0.78 sampai 1000 urn atau pada kisaran frekuensi 12800 - 10 cm . Teknik spektroskopi infra merah terutama untuk mengetahui gugus fungsional suatu senyawa, juga untuk mengidentifikasi senyawa, menentukan struktur molekul, mengetahui kemurnian, dan mempelajari reaksi yang sedang berjalan. (Fernandez, B. 2011)

3. Analisa Termal

Analisa termal diferensial adalah teknik dimana suhu dari sampel dibandingkan dengan material referen inert selama perubahan suhu terprogram. Suhu sampel dan referen akan sama apabila tidak terjadi perubahan, namun pada saat terjadinya beberapa peristiwa termal, seperti pelelehan, dekomposisi atau perubahan struktur kristal pada sampel, suhu dari sampel dapat berada di bawah (apabila perubahannya bersifat endotermik) ataupun di atas ( apabila perubahan bersifat eksotermik) suhu referen.

Alasan penggunaan sampel dan referen secara bersamaan diperlihatkan pada Gambar 3. Pada Gambar (a) sampel mengalami pemanasan pada laju konstan dan suhunya, T dimonitor secara kontinu menggunakan termokopel. Suhu dari sampel sebagai fungsi dari waktu diperlihatkan pada Gambar 3 (b); plotnya


(42)

berupa suatu garis linear hingga suatu peristiwa endotermik terjadi pada sampel, misalnya titik leleh Ts. Suhu sample konstan pada Tc. sampai peristiwa pelehan

berlangsung sempurna; kemudian suhunya meningkat dengan tajam untuk menyesuaikan dengan suhu program.

Gambar 2.6. Metode DTA. Grafik (b) hasil dari set-up yang diperlihatkan pada(a) dan grafik (d), jejak DTA yang umum, hasil dari pengaturan yang diperlihatkan pada (c)

4. Penentuan serapan air

Pengujian ini di lakukan dengan cara mengambil spesimen sampel dalam keadaan kering mutlak kemudian di lakukan perendaman dalam air sampai semua pori terisi dengan air selama 24 jam. Maka persentase berat air yang terserap dalam sampel uji dapat di tentukan. Dimana berat sampel uji adalah indeks angka serap air pada sampel uji.

Dengan prosedur uji, sampel edible film di timbang dalam keadaan kering mutlak (Wk). Kemudian edible film di rendam dalam air sampai semua pori terisi air ( tidak ada gelembung udara yang keluar). Edible film yang telah di rendam dalam air di timbang kembali.


(43)

Persamaan (4) dapat di gunakan untuk menghitung besarnya serapan air, yaitu sebagai berikut :

...(4)

Dimana :

P = Presentase air yang terserap sampel (%)

Wk = Berat sampel kering mutlak sebelum di rendam air (gr) Wb = Berat sampel setelah di rendam dalam air (gr)

5. Penentuan permeabilitas uap air (WVTR)

Permeabilitas uap air merupakan jumlah uap air yang hilang per satuan waktu dibagi dengan luas area film. Oleh karena itu salah satu fungsi edible film adalah untuk menahan migrasi uap air maka permeabilitasnya terhadap uap air harus serendah mungkin (Gontard, 1993).

Berdasarkan American Society for Testing and Materials (ASTM) E96-80, definisi permeabilitas uap air (water vapor permeability, WVP) adalah kecepatan atau laju transmisi uap air melalui suatu unit luasan bahan yang permukaannya rata dengan tebalan tertentu sebagai akibat dari suatu perbedaan unit tekanan uap antara dua permukaan pada kondisi suhu dan kelembaban tertentu. Permeabilitas menyangkut proses pemindahan larutan dan difusi, dimana larutan berpindah dari satu sisi film dan lanjutnya berdifusi ke sisi lainnya setelah menembus film tersebut.


(44)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 TEMPAT PENELITIAN

Penelitian ini di lakukan di Laboratorium Ilmu Kimia Polimer Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan ((FMIPA USU).

3.2 Alat-alat

1. Neraca Analitik 2. Hotplate Stirrer 3. Alat-alat Gelas 4. Magnetik Strirrer 5. Spatula

6. Ayakan 140 mesh 7. Cetakan Edible Film 8. Alat pompa vakum 9. Drying oven

10.Seperangkat Alat Sentrifugasi 11.Seperangkat Alat Uji Tarik 12.Seperangkat Alat FT-IR 13.Seperangkat Alat Uji Termal

3.3. Bahan

1. Bulu Ayam 2. Protein Keratin 3. Pati Jagung (Maizena)


(45)

4. Sorbitol 5. Na2s 6. HCl 7. Aquades

8. Kalium Hidroksida 9. Tembaga Sulfat 10.Alumunium Foil

3.4. Prosedur Penelitian 3.4.1. Persiapan Bahan a. Penyedian Bulu ayam

Limbah bulu ayam di peroleh dari tempat pemotongan ayam. Di bersihkan bulu ayam, kemudian di rendam dengan air panas lalu di keringkan di bawah sinar matahari. Bulu ayam yang telah kering di potong – potong dengan ukuran kecil dan di simpan didalam kantong plastik.

b. Proses Ekstraksi Keratin Dari Limbah Bulu Ayam

1. Senyawa Na2S 0,5 M di larutkan ke dalam 1 Liter aquades kemudian larutan tersebut si campurkan ke dalam 100 gram bulu ayam dan di aduk secara terus menerus sampai 4 jam pengadukan.

2. Setelah 4 jam pengadukan larutan tersebut di saring untuk menghilangkan semua partikel bulu dan disentrifugasi pada 7000 rpm selama 30 menit untuk memisahkan partikel kecil.

3. Dipisahkan cairan supernetan dan di endapkan dengan menggunakan HCl 2 M 4. Endapan yang terbentuk di lakukan pencucian dengan sentrigugasi pada

kecepatan 3000 rpm selama 15 menit sampai 2 kali.

5. Endapan bersih yang di peroleh di keringkan di bawah sinar matahari sampai kering

6. Keratin yang telah di hasilkan di haluskan dan di simpan dalam plastik tertutup.


(46)

c. Uji Biuret

Di siapkan1% larutan tembaga sulfat dan 1% larutan kalium hidroksida. 3 ml larutan protein di tambah 5 ml aquades dicampur dengan larutan kalium hidroksida dengan rasio 1:1. Tiga tetes larutan tembaga sulfat ditambahkan ke dalam larutan pencampuran. Di amati perubahan warna pada larutan.

3.4.2. Pembuatan Sampel Edible Film

- Dipersiapkan terlebih dahulu keratin sesuai dengan konsentrasi perlakuan (0%, 3%, 5%, 7% dan 9%) dari 10 gram pati dan 140 ml aquades.

- Dipersiapkan pati jagung 10 gram yang akan di campur ke dalam 140 ml aquades dan di masukkan keratin sesuai dengan konsentrasi perlakuan kemudian di masukkan sorbitol 2 gram sambil di aduk menggunakan pengaduk magnetik selama 30 menit.

- Kemudian larutan film di vakum selama 30 menit.

- Selanjutnya larutan di tuangkan dalam cetakan yang terbuat dari kaca dengan ukuran 20 cm x 20 cm dan larutan film di ratakan. Larutan film di keringkan dalam oven pengeringan bersuhu 350C selama 24 jam.

- Film yang sudah kering kemudian di lepas dari cetakan, edible film yang di hasilkan di bungkus kertas rasi dan di simpan dalam desikator.

3.5. Karakterisasi Sampel 3.5.1. Uji Tarik dan Kemuluran

Film hasil spesimen di pilih dengan ketebalan 0,1 mm yang di ukur dengan jangka sorong dan dipotong membentuk spesimen untuk pengujian tarik.

Gambar 3.1. Spesimen uji kekuatan tarik berdasarkan ASTM D- 638-72Type IV 33

64

19 mm

25,5 6


(47)

Kedua ujung spesimen di jepit pada alat uji tarik, lalu spesimen di amati sampai putus, kemudian di catat perubahan panjang (mm) berdasarkan besar kecepatan 50 mm/menit (Pasaribu, F.2009)

3.5.2. Deferensial Thermal Analysis (DTA)

Spesimen poliben di timbang dengan 30 mg dalam cawan cuplikan. Setelah alat dalam keadaan setimbang suhu di naikkan dari 20 – 5000C. Kecepatan kenaikan suhu 100C/menit. Termokopel / mV = PR/15 Mv : DTA range ± 250 μV dan kecepatan grafik 2.5 mm/menit. Hasil analisa di catat berupa termogram.

3.5.3. Analisa FTIR (Fourier Transform InfraRed)

Dengan bantuan alat FTIR akan terlihat bagaimana serapan gugus polimer pada sampel berdasarkan grafik yang muncul pada layar komputer sebagai piranti yang terhubung dengan FTIR. Film hasil pencampuran di jepit pada tempat sampel, kemudian di letakkan pada alat ke arah sinar infra Red. Hasilnya akan di rekam ke dalam kertas berskala berupa aliran kurva bilangan gelombang terhadap intensitas.

2.5.4. Analisa Laju Transmisi Uap Air (WVTR)

Pengujian WVTR ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan film untuk mentransmisikan uap air. Transmisi uap air sangat dipengaruhi oleh RH (Relative

Humadity) dan Temperatur (Ardiansyah, 2011). Selain itu WVTR ini dapat

menunjukkan pengaruh pemblastis, pengisi sebagai penguat terhadap kemampuan film untuk menstranmisikan uap air.

2.5.5. Analisa Serapan Air

Pengujian ini di lakukan dengan cara mengambil spesimen sampel dalam keadaan kering mutlak kemudian di lakukan perendaman dalam air sampai semua pori terisi dengan air selama 24 jam. Maka persentase berat air yang terserap dalam sampel uji dapat di tentukan. Dimana berat sampel uji adalah indeks angka serap air pada sampel uji.


(48)

Dengan prosedur uji, sampel edible film di timbang dalam keadaan kering mutlak (Wk). Kemudian edible film di rendam dalam air sampai semua pori terisi air ( tidak ada gelembung udara yang keluar). Edible film yang telah di rendam dalam air di timbang kembali.


(49)

3.6. Bagan Penelitian

3.6.1. Bagan Alir Proses Ekstraksi Keratin

0,5 M Na2S (Natrium Sulfida)

Dilarutkan dalam 1 liter Aquades

Diaduk sampai Homogen

Dilarutkan 100 gram bulu ayam

Di stirrer selam 4 jam

(penyaringan) Pemisahan partikel bulu

Larutan di Sentrifugasi selama 30 menit

Pelet

Supernetan

Pengendapan dengan HCl Sinstrifugasi selama 15

menit

Pengeringan Penghalusan 140 mesh

Keratin

Gambar 3.2. : Diagram Alir Proses Ektraksi Keratin keratin


(50)

3.6.2. Bagan Alir Proses Pembuatan Edible Film

s

 Dipanaskan pada suhu 800C

 Di cetak di atas kaca yang di lapisi alumunium foil  Di keringkan 24 jam

Film dengan sifat mekanik terbaik Persiapan Bahan

 Di cetak spesimen pada temperatur kamar  Dikarakterisasi

Pembentukan Film

Uji sifat mekanik ( uji tarik & elongasi) Pencampuran Bahan Keratin : 0, 0,3 gr; 0,5 gr; 0,7 gr; 0,9 gr

Pati Jagung : 10 gr

Aquades 140 ml

Sorbitol 2 gr

Uji FT-IR

Hasil dan Pembahasan

Kesimpulan

Uji DTA Uji serapan air Uji WVTR


(51)

3.7. Tahapan Penelitian

Tahap-tahap penelitian terdiri dari : 1. Studi literatur dan persiapan bahan

Studi literatur dilakukan untuk mengetahui proses ekstraksi keratin dan pembuatan film dengan mempertimbangkan berbagai parameter seperti, kandungan jenis pati dan limbah yang digunakan. Pada studi literatur ini juga di lakukan ringkasan mengenai penggunaan jenis pati, bahan penguat/pengisi dan penggunan plastizicer yang di pilih dari penelitian ini.

2. Pembuatan Film

Proses yang digunakan pada penelitian ini adalah proses optimum dengan proses pengadukan dan pemanasan berdasarkan suhu gelatinisasi dari pati yang di pilih yaitu pati jagung, pembuatan film selama 30 menit, konsentrasi keratin divariasikan : 0%, 3%, 5%, 7% dan 9% wt (dari berat pati). Sebagai matriknya, berat pati yang di gunakan adalah 10 gram (berdasarkan penelitian yang di lakukan Pasaribu, 2008). Pembuatan film di lakukan berdasarkan variasi konsentrasi dari penguat (keratin) yang di tunjukkan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Komposisi Bahan No Sampel Komposisi

Pati Jagung (gr) Sorbitol (gr) Keratin (gr)

K0 10 gram 2 0

K3 10 gram 2 0,3

K5 10 gram 2 0,5

K7 10 gram 2 0,7

K9 10 gram 2 0,9

3. Pengujian

Setelah pembuatan film yang dilakukan pada tahap pertama dan kedua. Film tersebut diuji sifat mekaniknya berupa uji tarik dan kemuluran. Setelah mendapatkan hasil pengujian sifat mekanik yang terbaik, selanjutnya tahap ketiga dan ke empat dapat di lakukan. Dari tahap ini akan di peroleh varian


(52)

film dengan sifat mekanik yang optimum, selanjutnya varian film dengan sifat mekanik yang terbaik tersebut dapat diuji sifat morfologinya yaitu, gugus fungsi (FTIR), sifat termalnya (DTA), sifat transmisi uap air (WVTR) dan sifat serapan air.

4. Hasil dan Pembahan

Pada tahap ini akan dilakukan analisis dari tahap-tahap sebelumnya yang di lakukan dalam penelitian ini. Dari hasil analisis akan diperoleh kesimpulan tentang penelitian.


(53)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Analisa Visual Edible Film

Film dengan komposisi keratin (0; 0,3; 0,5; 0,7; dan 0,9) gram, pati jagung 10 gram dan sorbitol 2 gram, menghasilkan film berupa padatan kering berwarna bening, seiring bertambahnya keratin maka terjadi perubahan warna pada film yang di hasilkan. Tampilan film dapat dilihat pada gambar berikut ini

Gambar 4.1. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin

4.2. Hasil Optimasi Konsentrasi Keratin Pada Pembuatan Edible Film

Tahap ini bertujuan untuk mengetahui konsentrasi keratin yang terbaik pada pembuatan edible film. Pada tahap ini dilakukan dengan memvariasikan konsentrasi keratin sebagai penguat. Berikut ini adalah hasil pembahasan dari penelitian yang di lakukan.

4.2.1. Hasil Pembuatan Edible Film Dengan Variasi konsetrasi Penguat Keratin

Pembuatan edible film dengan melakukan variasi konsentrasi keratin yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh konsentrasi keratin terhadap sifat fisik dan


(54)

mekanik edible film yang di hasilkan. Pembuatan film akan di variasikan dengan konsentrasi penguat 0; 0,3; 0,5; 0,7; dan 0,9 gram keratin, konsentrasi pati dan sorbitol yang di gunakan adalah sama pada setiap variasi yaitu 10 gram pati jagung dan 2 gram sorbitol. Edible film yang di hasilkan dari penelitian ini diuji kekuatan tarik, kemuluran dan modulus elastisitas untuk mengatahui sifat mekaniknya. Kondisi pemanasan dan pengadukan selama 30 menit dengan suhu pemanasan hingga 62-720C. Pada kondisi tersebut matrik pati jagung telah mengalami proses gelatinisasi, menurut Wurzburg, 1989. Gelatinisasi merupakan proses dimana kondisi granula pati pecah. Dimana air akan masuk ke dalam granula pati, lalu granula pati akan membengkak dan pecah (Gitgem Wardhana, 2010).

4.2.1.1. Film Dengan Penguat 0% wt Keratin

Pada konsentrasi 0 % keratin, film yang di hasilkan sangat transparan dan elastis. Selain itu film yang di hasilkan terlihat sedikit lentur dan film sedikit sulit di lapaskan dari cetakan. Gambar film dengan penguat 0% wt keratin di tunjukkan pada Gambar 4.2 berikut

Gambar 4.2. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 0 % keratin

4.2.1.2. Film Dengan Penguat 3% wt Keratin

Film dengan konsentrasi penguat 3% wt keratin, yang di hasilkan sedikit transparan, lebih keruh jika di bandingkan dengan film yang tidak ada penguat dan lebih elastis dari film yang tidak ada penguat. Film yang tampak keruh di karenakan adanya penambahan penguat keratin yang berwarna bening.


(55)

Dan sedikit mudah di lepaskan dari cetakan. Gambar film dengan penguat 3% wt keratin di tunjukkan pada Gambar 4.3. berikut:

Gambar 4.3. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 3 % keratin

4.2.1.3. Film Dengan Penguat 5% wt Keratin

Pada konsentrasi 5% wt keratin, film yang di hasilkan sedikit lebih keruh kekuningan, lebih keruh dari film yang mempunyai konsentrasi 3% wt keratin dan sedikit lebih kaku dari film yang mempunyai penguat keratin 3%, dan lebih mudah di lepaskan dari cetakan. Gambar film dengan penguat 5% wt keratin di tunjukkan pada Gambar 4.4. berikut:

Gambar 4.4. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 5 % keratin

4.2.1.4. Film Dengan Penguat 7% wt Keratin

Pada konsentrasi 7% wt keratin, film yang di hasilkan tidak transparan, lebih kekuningan dari film yang mempunyai penguat 5% keratin dan lebih elastis dari film yang mempunyai penguat 5% keratin. Mudah di lepaskan dari cetakan.


(56)

Gambar film dengan penguat 7% wt keratin di tunjukkan pada gambar 4.5. berikut:

Gambar 4.5. Spesimen Uji Tarik Pada Variasi Komposisi Keratin 7 % keratin

4.2.1.5. Film Dengan Penguat 9% wt Keratin

Film dengan konsentrasi 9% keratin, film yang di hasilkan berwarna cream kecoklatan lebih keruh dari film yang mempunyai penguat 7% keratin, hal ini di karenakan penambahan dari konsentrasi keratin yang semakin besar. Tingkat ke elastisannya sedikit menurun dari film yang mempunyai konsentrasi 7% keratin. Mudah di lepaskan dari cetakan. Gambar film dengan penguat 9% wt keratin di tunjukkan pada Gambar 4.6. berikut:


(57)

4.3. Hasil karakterisasi edible film

Setelah edible film terbentuk, beberapa pengujian/ karakterisasi di lakukan untuk mendukung tujuan pembuatan edible film. Karakterisasi meliputi, uji sifat mekanik edible film. Struktur morfologi menggunakan FT-IR. Dilakukan pula pengujian termal (DTA) dan pengujian biodegradasi (Soil Burials Test).

4.3.1. Hasil Uji Sifat Mekanik

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik sifat mekanik

edible film yang terbentuk dengan variasi komposisi penguat keratin. Pengujian

sifat mekanik di lakukan di laboratorium penelitian yang mengacu pada ASTM D638. Berikut ini adalah hasil pengujian sifat mekanik yang di lakukan.

Hasil Uji sifat mekanik edible film dengan variasi konsentrasi penguat keratin.

Tujuan dari pengujian sifat mekanik pada tahap ini adalah untuk mengetahui karakteristik sifat mekanik terbaik dari edible film dengan variasi preparasi penguat 0, 3, 5, 7 dan 9% wt keratin. Sifat mekanik yang di uji disini meliputi, kekuatan tarik dan kemuluran. Campuran pati jagung dengan variasi komposisi keratin yang berbeda merupakan faktor penting untuk menentukan sifat mekanis bahan yang di inginkan. Hasil dari pengujian di dapat load dan stroke. Harga load dalam satuan kgf dan stroke dalam satuan mm2. Hasil pengujian ini diolah kembali untuk mendapatkan nilai kekuatan tarik dan kemuluran. Pengolahan data dengan menggunakan rumus di bawah ini.

nilai kemuluran (ε) =

x

100 % (4.1)


(58)

Keterangan :

= Panjang spesimen mula-mula (mm)

= Panjang spesimen setelah di berikan beban hingga putus (mm)

ε = Kemuluran (perpanjangan)

= Pertambahan panjang (mm) = stroke Contoh :

Sampel spesimen 10 gr pati jagung di tambah 0,9 gr keratin mempunyai panjang mula-mula 64 mm, harga stroke 2,33 mm maka kemulurannya:

Kemuluran (ε) = ,

x

100 %

=

3,64 % Harga kekuatan tarik di hitung dengan rumus :

Kekuatan tarik (σ) =

(4.2)

(σ) = Keterangan

σ = Kekuatan tarik bahan (MPa) F maks = Gaya maksimum (kgf) = Load

= Luas penampang bahan (mm2) tebal spesimen (mm) x lebar spesimen (mm)

Contoh :

Sampel uji mempunyai tebal = 0,1 mm dan lebar = 6mm, maka:

= 0,1 mm x 6 mm = 0,6 mm2, dan harga load = 1,53 kgf, maka harga kekuatan tarik diperoleh :

Kekuatan tarik (σ) = ,

,

= 2,55 Kgf / mm2 = 25,02 MPa

Perhitungan yang sama juga di lakukan untuk setiap sampel yang lain. Hasil selengkapnya dapat di lihat pada tabel 4.1.Pada Tabel 4.1 menunjukkan data pengujian sifat mekanik berupa kuat tarik dan kemuluran yang di lakukan pada


(59)

15.04 10.03 16.79 18.37 25.02 2 1 .9 6 2 .2

1 3.2

7 5.6

5 3 .6 4 1 2 4 8 16 32

K0 K3 K5 K7 K9

Uji Tarik (M pa) Kem uluran (%)

S ifa t M e k a n ik

menunjukkan grafik hubungan kuat tarik dan kemuluran edible film pada setiap variasi konsentrasi keratin.

Tabel 4.1. Hasil uji kuat tarik dengan variasi konsentrasi penguat keratin

No Variasi

Komposisi Kekuatan

Tarik Kemuluran Pati Jagung Sorbitol Keratin

(gram) (gram) (gram) (Mpa) (%) 1 K0 10 2 0 15,04 21,96

2 K3 10 2 0,3 10,03 2,21

3 K5 10 2 0,5 16,79 3,27

4 K7 10 2 0,7 18,37 5,65

5 K9 10 2 0,9 25,02 3,64

Nilai kuat tarik dan kemuluran edible film dengan variasi konsentrasi penguat keratin tersebut di hasilkan dari 5 sampel yang berbeda. Data kuat tarik dan kemuluran edible film yang di peroleh dari variasi konsentrasi penguat 0%, 3%, 5%, 7% dan 9%. Pada Tabel 4.1 memberikan informasi bahwa sifat mekanis film, variasi campuran yang optimum adalah pada variasi ke lima, yaitu pada 9% keratin dengan kekuatan tarik 25,02 Mpa dengan kemuluran 3,64 %. yaitu 21,96 %.

Nilai rata-rata dari hasil uji mekanik kuat tarik dan kemuluran dan di plot terhadap konsentrasi keratin yang tunjukkan pada Gambar 4.7

Gambar 4.7. Pengaruh konsentrasi keratin sebagai penguat terhadap kuat tarik dan kemuluran edible film


(60)

Berdasarkan Gambar 4.7. Dapat dilihat bahwa komposisi 0% keratin memberikan harga kekuatan tarik sebesar 15,04 MPa dan kemuluran 21,96 %. Dengan penambahan konsentrasi keratin 3% memberikan harga sifat mekanik yang menurun dengan kekuatan tarik 10,03 MPa dan kemuluran 2,21%. Akan tetapi seiring bertambahnya konsentrasi keratin berpengaruh terhadap sifat mekanik edible film yang di hasilkan. Dalam hal ini memperlihatkan nilai kuat tarik yang semakin meningkat dengan bertambahnya konsentrasi keratin pada konsentrasi 5%, 7% dan 9%. Yaitu, 16,79 MPa, 18,37 MPa dan 25,02 MPa. Dan harga kemulurannya menurun yaitu, 3,27%, 5,65% dan 3,64%.

Dengan demikian dapat di katakan semakin tinggi penambahan keratin kuat tarik yang dihasilkan semakin tinggi, hal ini di sebabkan keteraturan struktur polimer yang di hasilkan semakin meningkat. Sementara harga kemulurannya semakin kecil di karenakan penambahan keratin dapat menurunkan kemuluran, dalam hal ini terlihat seiring dengan meningkatnya kuat tarik. Penurunan kemuluran juga di sebabkan penambahan keratin membuat kerapatan paduan semakin meningkat (Harris, 1999).

Perubahan sifat mekanik ini berhubungan dengan interaksi keratin dengan pati dan juga sorbitol sebagai plasticizer. Selama proses interkalasi, partikel pengisi/penguat akan masuk dan berikatan dengan lapisan permukaan matrik polimer. (Marbun,. E. 2012). Hal ini dipengaruhi oleh jumlah komponen-komponen penyusun film. Keratin sebagai biopolimer yang di campurkan ke dalam pati dapat memberikan kekuatan mekanik yang lebih baik. Seiring bertambahnya konsentrasi keratin dapat menyebabkan peningkatan affinitas, sehingga memberi pengaruh terhadap sifat mekanik film.

Menurut Ban, W (2005) Faktor penting yang mempengaruhi sifat mekanis bahan film adalah affinitas antara komponen penyusunnya. Affinitas merupakan suatu keadaan di mana atom atau molekul tertentu memiliki kecendrungan untuk bersatu dan berikatan. Semakin meningkat affinitas semakin banyak terjadi ikatan antar molekul. Kekuatan suatu bahan di pengaruhi oleh ikatan kimia penyusunnya. Ikatan kimia yang kuat bergantung pada jumlah ikatan molekul dan jenis ikatannya. Sehingga bahan Edible film dari campuran pati dan keratin


(61)

dengan pemblastis sorbitol dapat di manfaatkan sebagai plastik kemasan, jika memenuhi/mendekati standar film biodegradabel komersial.

Tabel 4.2. Perbandingan Sifat Mekanik Plastik Komersial dengan Plastik Berbahan Pengisi Keratin

Jenis Plastik Kekuatan Tarik (Mpa) Kemuluran (%)

PLA 44 2,5

PHB 40 2

PCL 7,9 34

PBS 16,4 5

Film pati jagung dan

keratin 25,02 3,64 Sumber : (http//Bioteknologi, 2009)

4.3.2. Hasil Uji Termal

Termal analisa mempelajari sifat-sifat termal dari suatu bahan (sampel) yaitu perubahan yang terjadi apabila bahan di panaskan. Dengan merubah temperatur suatu bahan yang di uji berbagai perubahan akan di alami bahan-bahan tersebut. Perubahan dapat di amati dalam perubahan temperatur (ΔT) pada saat bahan mengalami perubahan wujud. Dalam analisis DTA sampel dipanaskan menggunakan pemanas yang sama bersama senyawa pembanding ( ) yakni senyawa yang tidak mengalami perubahan selama pemanasan. Temperat tur sampel dan pembanding di ukur oleh termocouple. Perbedaan antara suhu sampel dan suhu pembanding di amati dan diplot terhadap suhu sampel yang menghasilkan kurva termogram DTA (hasil ini dapat dilihat pada lampiran 3)

Uji DTA dilakukan terhadap bahan Keratin, Campuran pati dan sorbitol dan campuran pati, sorbitol dan keratin yang memiliki kondisi optimum. Hasil uji DTA seperti ditunjukkan pada tabel berikut :


(62)

Tabel 4.3. Hasil Analisis Sifat Termal Spesimen Edible film

Spesimen

Temperatur Transisi Gelas

(0C) (Tg)

Temperatur didih (0C)

Temperatur Maksimum (0C)

(TM) Keratin 800C 3200C 475 - 5200C Pati : Sorbitol - 290 0C 4400C Pati : Sorbitol :

Keratin 70 3400C 4600C

Dari termogram DTA, untuk protein keratin (Lampiran 3.1) dan Tabel 4.3 memperlihatkan adanya puncak pada temperatur 3200C. Puncak ini di identifikasikan sebagai temperatur leleh dengan terjadi penurunan temperatur

(endoterm), dan terdekomposisi pada 520 0C dan terjadi kenaikan temperatur

(Eksoterm). Sedangkan termogram pati dengan pemblastis sorbitol 2 gram

(Lampiran 3.2) menunjukkan temperatur leleh 290 0C. Puncak ini di identifikasikan sebagai temperatur leleh dengan terjadi penurunan temperatur

(endoterm) dan terdekomposisi pada 440 0C dengan terjadi kenaikan temperatur

(Eksoterm) pada suhu ini bahan sudah mulai terbakar.

Pada penambahan keratin dalam campuran pati dan sorbitol (Lampiran 3.3) memperlihatkan adanya puncak pada temperatur 3400C puncak ini di identifikasikan sebagai titik leleh dengan terjadi kenaikan temperatur dan terdekomposisi pada suhu 4600C, dimana bahan sudah mulai terbakar. Berdasarkan tabel di atas terlihat adanya perbedaan yang signifikan, perbedaan ini terjadi akibat adanya perpaduan antara pati, sorbitol dan keratin pada campuran film. Hal ini juga berdasarkan karakteristik keratin sebagai pengisi yang memberi pengaruh terhadap temperatur transisi gelas, titik leleh dan temperatur maksimum film. Terlihat terjadi penurunan temperatur transisi gelas ketika penambahan keratin dan menaikkan temperatur leleh dan temperatur dekomposisi. Temperatur leleh untuk film pati jagung berpengisi keratin memberikan sifat termal yang lebih baik dari plastik biodegradabel secara komersial.


(1)

Lampiran 5

Alat Deferensial Thermal Analysis

Gambar Alat Defferensial Thermal Analisis Laboratorium PTKI Medan Tempat dilakukan Uji DTA Sampel, Thermal Analyzer DT-30


(2)

Lampiran 6. Hasil Ekstraksi Keratin

Gambar : a. Hasil ekstraksi Keratin dari bulu ayam

Gambar: c. Keratin ukuran 140 mesh Gambar: b. Keratin setelah penghalusan mortar


(3)

Lampiran 7. Laju Transmisi Uap Air

7a. Tabel hasil data pengukuran laju transmisi uap air edible film untukvariasi preparasi 0% keratin dan 9% keratin.

Tabel 7.b. Data permeabilitas uap air edible film dengan preparasi 0 % keratin

Waktu (jam) Bobot (Gram) Kehilangan Bobot (Gram) WVTR (

0 26,34

24 26,31 0,03 0,00500

24 26,30 0,04 0,00667

24 26,29 0,05 0,00833

24 26,27 0,07 0,01176

Tabel 7.c. Data permeabilitas uap air edible film dengan preparasi 9 % keratin

Contoh Perhitungan : =

×

=

,

× ,

=

0,00075 gram/cm 2/

jam

No Variasi Kode Sampel H0 H1 H2 H3 H4

K0 K0.1 25,00 24,98 24,97 24,94 24,93

K0.2 30,30 30,27 30,26 30,25 30,23

K0.3 23,71 23,69 23,68 23,67 23,65

Rata-rata 26,34 26,31 26,30 26,29 26,27

K9 K9.1 26,21 26,20 26,20 26,18 26,18

K9.2 33,61 33,60 33,60 33,59 33,58

K9.3 25,39 25,37 25,36 25,35 25,35

Rata-rata 28,40 28,39 28,39 28,37 28,37

Waktu (jam) Bobot (Gram) Kehilangan Bobot (Gram) WVTR (

0 28,40

24 28,39 0,01 0,00167

24 28,39 0,01 0,00167

24 28,37 0,03 0,00500

24 28,37 0,03 0,00500


(4)

Gambar 8a. Spesimen Pengujian Uji Transmisi Uap Air

Gambar 8a. Spesimen Uji Transmisi Uap Air


(5)

Lampiran 8. Perhitungan Uji Serapan Air

Tabe 8. hasil data pengukuran dan perhitungan penyerapan air edible film untuk variasi preparasi 0% keratin dan 9% keratin.

Contoh Perhitungan : = × 100%

= , ,

, × 100%

= 479,66 % Preparasi (%) Berat Kering

(kg)

Berat Basah (kg)

Presentase Air yang terserap film (%)

K01 0,18 1,07 494,44

K02 0,21 1,07 409,52

K03 0,20 1,27 535,00

Rata-rata 0,20 1,14 479,66

K91 0,22 1,26 472,73

K92 0,24 1,41 487,50

K93 0,21 1,36 547,62

Rata-rata 0,22 1,34 502,62


(6)

Gambar 8a. Spesimen Uji Serapan Air dan proses pengujian serapan air

Gambar 8a.1. Sampel uji serapan air

Gambar 8a.2. Sampel sebelum perendaman