Pengaruh Biaya Transaksi Terhadap Keuntungan Dan Pembentukan Modal Usahatani Kedelai Di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

PENGARUH BIAYA TRANSAKSI TERHADAP KEUNTUNGAN
DAN PEMBENTUKAN MODAL USAHATANI KEDELAI
DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

HARDIYANTI SULTAN

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Biaya
Transaksi terhadap Keuntungan dan Pembentukan Modal Usahatani Kedelai di
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2015

Hardiyanti Sultan
NIM H351130511

RINGKASAN
HARDIYANTI SULTAN. Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Keuntungan dan
Pembentukan Modal Usahatani Kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Dibimbing oleh DWI RACHMINA dan ANNA FARIYANTI.
Biaya transaksi adalah biaya yang muncul setelah terjadi kegiatan
pertukaran. Pertukaran ini dapat berupa pertukaran barang/jasa yang akan dijual
ataupun pertukaran informasi mengenai harga barang/jasa atau informasi lainnya
yang menyangkut tentang keberlanjutan usaha. Keberadaan biaya transaksi akan
meningkatkan total biaya yang dikeluarkan dalam sebuah usaha sehingga akan
berpengaruh terhadap keuntungan usaha. Keuntungan yang relatif besar akan
mendorong terjadinya investasi aset atau pembentukan modal.
Biaya transaksi bersifat ubiqiutous yang berarti bahwa biaya transaksi
berada dimana-mana sehingga dikatakan bahwa biaya transaksi merupakan biaya
yang tidak dapat dihindarkan. Usaha dengan skala kecil dan menengah seperti

usahatani kedelai, keberadaan biaya transaksi masih cukup sulit untuk
diidentifikasi sehingga akan mempengaruhi keuntungan dan pembentukan modal
usahatani kedelai. Oleh sebab itu maka rumusan masalah pada penelitian adalah
(1) Bagaimana struktur biaya transaksi yang terdapat dalam usahatani kedelai? (2)
Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan usahatani kedelai?
Apakah biaya transaksi berpengaruh terhadap keuntungan usahatani kedelai? dan
(3) Bagaimana pola pembentukan modal usahatani kedelai? Faktor-faktor apa saja
yang mempengaruhi pembentukan modal usahatani kedelai? Apakah biaya
transaksi berpengaruh terhadap pembentukan modal usahatani kedelai?
Adapun untuk menjawab rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian
ini adalah (1) Menganalisis struktur biaya transaksi yang terdapat dalam kegiatan
usahatani kedelai; (2) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan
usahatani dan pengaruh biaya transaksi terhadap keuntungan usahatani dan (3)
Menganalisis pola pembentukan modal usahatani kedelai dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan modal usahatani kedelai serta pengaruh biaya
transaksi terhadap pembentukan modal usahatani kedelai. Penelitian dilakukan di
tiga kecamatan yang terdapat di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur yaitu
Kecamatan Tikung, Kecamatan Kembangbahu dan Kecamatan Mantup. Jumlah
responden untuk penelitian ini sebanyak 120 petani kedelai.
Metode penelitian menggunakan metode analisis biaya transaksi dan

metode persamaan simultan. Penelusuran secara mendalam dilakukan untuk
mengidentifikasi dan menganalisis biaya transaksi. Wawancara secara intensif dan
mendalam kepada responden dilakukan untuk menemukan keberadaan biaya
transaksi dan juga untuk mengetahui pola pembentukan modal yang terjadi
selama tahun 2012 hingga tahun 2014.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Komponen biaya transaksi pada
usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan terdiri biaya eksplisit dan biaya
implisit. Biaya eksplisit adalah biaya transaksi yang dapat diukur sebelum
terjadinya kegiatan pertukaran sedangkan biaya implisit adalah biaya transaksi
yang tidak dapat diukur sebelum terjadinya kegiatan pertukaran. Kedua jenis
biaya ini terdiri atas beberapa komponen biaya transaksi yaitu biaya informasi,
biaya negosiasi, biaya koordinasi, biaya pelaksanaan, biaya monitoring dan biaya

risiko. Jumlah biaya transaksi yang terbentuk pada usahatani kedelai yaitu sebesar
Rp247 141.70/hektar. Biaya negosiasi merupakan komponen biaya transaksi yang
memiliki persentase tertinggi yaitu 60.30 persen; (2) Faktor yang mempengaruhi
keuntungan yaitu variabel upah tenaga kerja, harga benih, harga pupuk, luas lahan,
kredit dan pendidikan non formal. Adapun biaya transaksi memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap keuntungan usahatani kedelai. Elastisitas biaya
transaksi terhadap keuntungan usahatani sebesar -0.82, yang berarti bahwa

keuntungan usahatani cukup responsif terhadap peningkatan ataupun penurunan
biaya transaksi ; (3) Pembentukan modal usahatani kedelai yang memiliki
persentase tertinggi sebesar 37.48 persen adalah pembentukan modal untuk lahan
usahatani. Faktor yang mempengaruhi pembentukan modal adalah variabel
pengeluaran rumahtangga, luas lahan, pengalaman usahatani dan keuntungan
usahatani kedelai. Adapun biaya transaksi tidak berpengaruh signifikan terhadap
pembentukan modal usahatani kedelai. Hal ini ditunjukkan dengan elastisitas
biaya transaksi terhadap pembentukan modal hanya sebesar 0.02, yang berarti
bahwa pembentukan modal usahatani tidak responsif terhadap peningkatan
ataupun penurunan biaya transaksi.
Beberapa kegiatan dalam usahatani kedelai yang dilakukan secara individu
membuat biaya transaksi yang dikeluarkan semakin tinggi, misalnya biaya untuk
mencari informasi harga kedelai. Sebagian besar petani kedelai mengeluarkan
biaya untuk memperoleh informasi harga kedelai secara individu dan tidak
memanfaatkan peran kelompok tani yang justru dapat menekan biaya pencarian
informasi harga kedelai. Ketika petani kedelai secara berkelompok mencari
informasi harga maka informasi yang diterima akan lebih jelas dibandingkan
dengan mencari informasi secara individu. Penjualan kedelai juga akan lebih
mudah dan biaya yang dikeluarkan akan lebih sedikit jika dilakukan secara
berkelompok. Oleh sebab itu, saran yang dapat diberikan pada penelitian ini untuk

meminimalkan biaya transaksi adalah dengan melakukan tindakan bersama atau
disebut juga collective action. Tindakan yang dilakukan secara bersama-sama atau
berkelompok dapat menekan biaya transaksi yang dikeluarkan.
Kata kunci: biaya eksplisit, biaya implisit, collective action, ubiquitous.

SUMMARY

HARDIYANTI SULTAN. The Effect of Transaction Cost on Profit and Capital
Formation of Soybean Farming in Lamongan, East Java. Supervised by
DWI RACHMINA and ANNA FARIYANTI.
Transaction cost are the costs that arise after the exchange activities. These
exchanges may include goods/services for sale or exchange of information on
prices of goods/services or other information concerning the sustainability of the
business. The existence of transaction cost will increase the total cost of which
will be issued in an effort that will affect business profits. Relatively large profits
will encourage asset investment or capital formation.
The characteristic of transaction cost is ubiquitous which mean transaction
cost will always be found so that, transaction cost are the cost that can not be
avoided. Business with small and medium scale such as soybean farming, where
transaction cost are still quite difficult to be identified so that it will affect farm

profits and capital formation. Therefore, the question of this research are (1) How
was the structure of transaction cost in soybean farming?; (2) What factors are
affecting the profits of soybean farming? Whether the transaction cost affect the
profits in soybean farming? and (3) How does the pattern of capital formation in
soybean farming? What factors are affecting the capital formation in soybean
farming? Whether the transaction cost affect the capital formation in soyban
farming?.
The purpose of this research were (1) to analyze the structure of the
transaction costs contained in soybean farming activities; (2) to analyze the factors
that affect farm profits and the effect of transaction costs on the profitability of
farming and (3) to analyze the pattern of capital formation soybean and factors
affecting capital formation soybean farming. The research was conducted in
theree districts in Lamongan, East Java there was Kecamatan Tikung, Kecamatan
Kembangbahu and Kecamatan Mantup. The number of respondents of this
research were 120 soybean farmers.
The research method using transaction cost analysis and methods of
simultaneous equations. In-depth search was conducted to identify and analyze the
transaction costs. Intensive and in-depth interview to the respondents carried out
to discover the existence of transaction costs and also to determine the pattern of
capital formation that occurred during the years 2012 to 2014.

The results showed that (1) The transaction cost component in soybean
farming in Lamongan consists of explicit cost dan implicit cost. Explicit cost is
the cost that can be measured before transaction while implicit cost is the cost that
can not be measured before transaction. These two kind of transaction cost consist
of information costs, negotiation costs, coordination costs, implementation costs,
monitoring costs and the cost of risk. The amount of the transaction costs that
form on soybean farming was Rp247 141.70/hektare. The cost of negotiating was
the highest percentage which is have 60.30 percent; (2) Factors affecting the profit
was labor costs, the price of seed, fertilizer prices, land, credit and non-formal
education. The cost of the transaction has a negative and significant impact on the
profitability in soybean farming. The elasticity of transaction cost on the

profitability in soybean farming is -0.82, which means that the profit in soybean
farming quite responsive to the increase or decrease in transaction cost; (3)
Capital formation soybean which has the highest percentage of 37.48 percent is
capital formation for farmland. Factors affecting capital formation was household
expenditures, land, farming experience and profits in soybean farming. The
transaction cost did not have a significant effect on capital formation in soybean
farming. The elasticity of transaction cost on capital formation is 0.02, which
means that the capital formation in soybean farming are not responsive to the

increase or decrease in transaction cost.
Some activities in soyban farming which is done by the individual making
the transaction cost incurred higher, for example the cost of searching information
of soybean prices. Most of soybean farmers searching the infromation by
individual and did not take advantage of the role of farmers groups. When the
soybean farmers in groups looking for price information, the information received
will be clearer than the individual seeking information. Soybean sales will also be
easier and costs less if done in groups. So that, the advices of this research can be
given to minimize the transaction costs is by taking action together or also called
collective action. Actions carried out jointly or collectively can reduce transaction
costs incurred the cost to search for information soybean prices.
Keywords: collective action ,explicit cost, implicit cost, ubiquitous.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH BIAYA TRANSAKSI TERHADAP KEUNTUNGAN
DAN PEMBENTUKAN MODAL USAHATANI KEDELAI
DI KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR

HARDIYANTI SULTAN

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis


: Dr Ir Suharno, M.ADev

Penguji Wakil Program Studi

: Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Agustus 2014 sampai Maret 2015 ini
adalah Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Keuntungan dan Pembentukan Modal
Usahatani Kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si dan
Ibu Dr. Ir. Anna Fariyanti, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
mengarahkan penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. Ucapan terima kasih
juga penulis berikan kepada Bapak Dr. Ir. Suharno, M.ADev selaku dosen penguji
luar komisi, Ibu Prof. Dr. Ir. Rita Nurmalina, MS selaku dosen penguji wakil
program studi dan Bapak Dr. Amzul Rifin SP, MA selaku dosen evaluator yang
telah memberikan banyak masukan demi penyempurnaan karya ilmiah ini. Di

samping itu, penulis juga berterima kasih kepada Ketua Departemen Agribisnis,
Ibu Dr. Ir. Dwi Rachmina, M.Si yang telah memberikan kesempatan bagi penulis
untuk ikut serta dalam Penelitian Unggulan Departemen (PUD) Agribisnis,
Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor sehingga dengan
keikutsertaan ini penulis mendapatkan bantuan berupa dana penelitian maupun
bantuan berupa data penelitian yang penulis gunakan dalam karya ilmiah ini.
Kepada bapak dan ibu petani kedelai di Kabupaten Lamongan, Unit Pelaksana
Teknis Kabupaten Lamongan serta Dinas Pertanian Kabupaten Lamongan yang
telah membantu selama pengumpulan data, penulis ucapkan terima kasih.
Ungkapan terima kasih penulis berikan kepada Program Beasiswa Fresh Graduate
DIKTI yang telah memberikan bantuan dana pendidikan sehingga penulis bisa
menyelesaikan studi dan menghasilkan karya ilmiah ini. Tak lupa penulis
sampaikan penghargaan kepada Ayahanda Sultan Sarda, Ibunda Saleha Pattawe,
saudara-saudara penulis yaitu Suhardiman Sultan, Yulianty Sultan, Azwar Sultan,
Rahmayanti Sultan, Irmayanti Sultan serta seluruh keluarga atas segala doa,
dukungan dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2015
Hardiyanti Sultan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xv

DAFTAR GAMBAR

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

xvi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
7
7

2 TINJAUAN PUSTAKA
Struktur Biaya Transaksi
Biaya Transaksi dan Pengaruhnya terhadap Keuntungan Usaha
Peranan Sumber Pembiayaan terhadap Keuntungan Usaha
Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Pembentukan Modal
Peranan Pembentukan Modal terhadap Pertumbuhan Usaha
Faktor-faktor yang mempengaruhi Pertumbuhan Usaha

8
8
9
11
14
15
16

3 KERANGKA PEMIKIRAN
Imperfect Market pada Pasar Finansial
Konsep Biaya Transaksi dan Keuntungan Usahatani
Konsep Keuntungan Maksimum
Konsep Modal dan Sumber Pembiayaan
Konsep Pembentukan Modal
Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis

16
16
17
21
23
25
27
28

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Responden
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data

29
29
29
30
30
30

5 DESKRIPSI USAHATANI KEDELAI
Gambaran Umum Komoditas Kedelai di Jawa Timur
Deskripsi Petani dan Usahatani Kedelai
Sistem Usahatani Kedelai

36
36
38
42

6 PENGARUH BIAYA TRANSAKSI TERHADAP KEUNTUNGAN
USAHATANI
Struktur Biaya Transaksi
Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Keuntungan Usahatani Kedelai

48
48
61

7 PENGARUH BIAYA TRANSAKSI TERHADAP PEMBENTUKAN
MODAL USAHATANI KEDELAI
Struktur Aset Usahatani Kedelai
Pola Pembentukan Modal Usahatani Kedelai
Pengaruh Biaya Transaksi terhadap Pembentukan Modal Usahatani
Kedelai

66
66
68
72

8 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

74
74
75

DAFTAR PUSTAKA

75

LAMPIRAN

DAFTAR TABEL
1 Luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Indonesia tahun
2009 – 2014
2 Produsen kedelai terbesar di Indonesia tahun 2013
3 Luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Jawa Timur
4 Jenis-jenis biaya transaksi
5 Jenis biaya transaksi yang mempengaruhi harga input usahatani kedelai
di Kabupaten Lamongan 2014/2015
6 Jenis biaya transaksi yang mempengaruhi harga output usahatani
kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015
7 Jenis biaya transaksi pada pengadaan sumber pembiayaan usahatani
kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015
8 Sebaran responden berdasarkan luas lahan di Kabupaten Lamongan
2014/2015
9 Sebaran responden berdasarkan penguasaan lahan kedelai di Kabupaten
Lamongan 2014/2015
10 Sebaran responden berdasarkan karakteristik umur di Kabupaten
Lamongan 2014/2015
11 Sebaran responden berdasarkan karakteristik pendidikan formal dan
non formal di Kabupaten Lamongan 2014/2015
12 Sebaran responden berdasarkan karakteristik pengalaman usahatani di
Kabupaten Lamongan 2014/2015
13 Sebaran responden berdasarkan jenis pekerjaan lain di Kabupaten
Lamongan 2014/2015
14 Sebaran pola tanam kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015
15 Sebaran penggunaan input per hektar untuk usahatani kedelai di
Kabupaten Lamongan 2014/2015
16 Sebaran harga input untuk usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan
2014/2015
17 Struktur biaya usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

2
3
4
19
31
31
32
37
37
38
39
39
41
42
43
45
46

18 Penerimaan dan keuntungan usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan
2014/2015
19 Rata-rata biaya transaksi pada pembiayaan usahatani kedelai di
Kabupaten Lamongan 2014/2015
20 Rata-rata biaya transaksi pada pembiayaan formal usahatani kedelai di
Kabupaten Lamongan 2014/2015
21 Rata-rata biaya transaksi pada pembiayaan non formal usahatani
kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015
22 Rata-rata biaya transaksi per pinjaman
23 Jumlah biaya transaksi pada usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan
2014/2015
24 Perbandingan jenis biaya transaksi pada usahatani kedelai di Kabupaten
Lamongan 2014/2015
25 Perbandingan jenis biaya transaksi terhadap biaya dan keuntungan
usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015
26 Hasil pendugaan parameter pada persamaan keuntungan usahatani
kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015
27 Struktur aset usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015
28 Pembentukan modal usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan
2014/2015
29 Deskripsi statistika variabel-variabel persamaan simultan keuntungan
dan pembentukan modal pada usahatani kedelai di Kabupaten
Lamongan 2014/2015
30 Hasil pendugaan parameter pada persamaan pembentukan modal
usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015

47
51
52
54
56
60
61
62
64
67
68

72
73

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Target produksi dan realisasi kedelai di Indonesia tahun 2010-2014
Struktur biaya transaksi
Perbandingan direct lending dan intermediation
Pembentukan modal usahatani
Kerangka pemikiran operasional
Produksi kedelai di Kabupaten Lamongan 2008-2013
Struktur biaya transaksi pada pengadaan sumber pembiayaan usahatani
kedelai di Kabupaten Lamongan 2014/2015
8 Struktur biaya transaksi pada pengadaan input usahatani kedelai di
Kabupaten Lamongan 2014/2015
9 Struktur biaya transaksi pada pengadaan output usahatani kedelai di
Kabupaten Lamongan 2014/2015

3
20
24
26
28
36
49
57
58

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penentuan jumlah responden
2 Hasil pendugaan parameter persamaan keuntungan usahatani
3 Hasil pendugaan parameter persamaan pembentukan modal

81
82
83

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Biaya transaksi terjadi karena adanya informasi yang tidak sempurna
(imperfect information) dan keterbatasan dalam mengolah informasi tersebut.
Biaya transaksi dikategorikan sebagai biaya yang dikeluarkan diluar atau selain
dari biaya produksi. Keberadaan biaya ini akan meningkatkan total biaya yang
akan dikeluarkan dalam sebuah usaha. Tingginya biaya yang akan dikeluarkan
pelaku usaha karena adanya biaya transaksi akan mengakibatkan perbedaaan
harga yang diterima oleh konsumen dan hargal yang diterima oleh produsen.
Beberapa kasus mengenai perdagangan barang/jasa khususnya
perdagangan dalam skala usaha kecil seperti perdagangan produk pertanian yang
berada di perdesaan, biaya transaksi ini sulit untuk diidentifikasi oleh pelaku
usaha. Berge et al. (2011) mengemukakan bahwa rendahnya tingkat pendidikan
pelaku usaha di perdesaan mengakibatkan sulitnya pelaku usaha untuk
membedakan atau mengklasifikasikan semua bentuk biaya yang akan atau telah
dikeluarkan. Kesulitan identifikasi ini berdampak pada pada penurunan
keuntungan yang diterima oleh pelaku usaha karena tanpa sadar telah
mengeluarkan beberapa biaya lainnya diluar biaya produksi yang tidak
dipertimbangkan dan tidak dialokasikan sebelumnya. D’Hondt (2008)
mengatakan bahwa biaya transaksi yang rendah secara otomatis akan
meningkatkan keuntungan yang dalam hal ini berarti bahwa peningkatan biaya
transaksi akan menurunkan tingkat keuntungan. Oleh sebab itu, biaya transaksi
pada akhirnya mengakibatkan terjadinya inefisiensi keuntungan yang akan
diterima oleh pelaku usaha atau produsen.
Menurut Rachmina (2012) keuntungan sangat erat kaitannya dengan
pembentukan modal privat (privat capital formation) atau disebut juga
pembentukan modal usahatani. Keuntungan merupakan insentif bagi petani untuk
mendorong pengembangan usahatani. Keuntungan yang relatif besar akan
mendorong petani untuk melakukan investasi aset atau pembentukan modal
usahatani dalam peningkatan produksi usahatani. Keuntungan usaha akan
dialokasikan kepada dua pihak yaitu (1) pemilik usaha atau petani sebagai
imbalan untuk pemilik modal dan (2) perusahaan, dalam bentuk pendapatan bersih
yang akan ditanamkan kembali untuk pengembangan usaha atau yang disebut laba
ditahan (return earning). Laba ditahan ini akan meningkatkan total modal dan
peningkatan total modal akan meningkatkan total kekayaan. Dengan demikian
peningkatan laba ditahan dapat menjadi sumber kekayaan atau pembentukan
modal. Hal ini berarti bahwa keuntungan menjadi hal penting dalam peningkatan
modal atau pembentukan modal. Semakin tinggi keuntungan maka jumlah laba
ditahan juga akan semakin tinggi.
Penelitian Bencivenga et al. (1995) menunjukkan bahwa tingginya biaya
transaksi akan memberikan pengaruh terhadap capital formation sebuah usaha.
Pada awalnya biaya transaksi akan mengurangi keuntungan yang diperoleh usaha
tersebut, kemudian tabungan atau savings perusahaan akan menurun. Penurunan
tabungan akan memberikan dampak pada berkurangnya investasi atau
pembentukan modal tetap usaha tersebut.

2

Keberadaan biaya transaksi dalam setiap usaha tidak dapat dihindarkan
sehingga biaya ini hanya bisa ditekan atau diminimalkan. Biaya transaksi pada
usaha skala besar cukup mudah untuk diidentifikasi. Berbeda dengan keberadaan
biaya transaksi pada usaha skala menengah atau kecil seperti usahatani yang
masih cukup sulit untuk diidentifikasi. Hal ini membuat pelaku usaha tidak
menyadari keseluruhan biaya yang dikeluarkan. Oleh sebab itu dinilai penting
untuk dilakukan penelitian biaya transaksi ini pada skala usahatani.
Keterkaitan biaya transaksi terhadap pembentukan modal sangat penting
untuk diketahui. Berdasarkan penelitian Van der Eng (2008), laju pertumbuhan
untuk pembentukan modal pada sektor pertanian di Indonesia relatif rendah yaitu
hanya sekitar 5 – 10 persen terhadap total pembentukan modal nasional pada
tahun 1951 – 2007. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan internal
usahatani dalam melakukan pembentukan modal secara individu masih lemah.
Begitu juga dengan keterlibatan biaya transaksi terhadap pembentukan modal
usahatani yang masih jarang dilakukan
mengingat perhitungan dan
pengidentifikasian biaya transaksi yang cukup sulit dilakukan. Oleh karena itu
penting dilakukan penelitian ini pada tingkat usahatani yang melibatkan petani
sebagai pelaku usahatani.
Data dari Badan Pusat Statistik (2014) menunjukkan bahwa kedelai
merupakan salah satu dari lima komoditi pangan utama (beras, jagung, kedelai,
gula dan daging sapi) di Indonesia. Selain itu kedelai merupakan sumber protein
nabati utama bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Bagi perekonomian
Indonesia kacang kedelai memiliki peranan yang besar karena merupakan sumber
bahan baku utama bagi industri tahu, tempe, dan pakan ternak berupa bungkil
kacang kedelai. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) yang disajikan dalam Tabel
1 menunjukkan bahwa produksi kedelai dalam 5 tahun terakhir terus mengalami
penurunan. Sedangkan kebutuhan kedelai dalam negeri cenderung mengalami
peningkatan, misalnya kebutuhan kedelai tahun 2010 mencapai 2.6 juta ton
sedangkan produksi kedelai hanya mampu mencapai sembilan ratus ribu ton.
Tabel 1.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Indonesia tahun
2009-2014
Tahun
Luas panen (Ha)
Produktivitas (%)
Produksi (ton)
2009
722 791
13.48
974 512
2010
660 823
13.73
907 031
2011
622 254
13.68
851 286
2012
567 624
14.85
843 153
2013
550 797
14.16
779 992
2014*
615 019
15.51
953 956

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2014 (*angka ramalan)

Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) menempatkan
beras, jagung, kedelai, daging sapi, dan gula sebagai lima komoditas pangan
utama. Dalam rangka pemenuhan kebutuhan pangan utama tersebut, target
Kementan pada Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
tahap kedua tahun 2010-2014, adalah pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan. Untuk tanaman kedelai, Kementan menargetkan untuk
berswasembada dalam artian minimal 90 persen kebutuhan kedelai akan tercukupi

3

oleh produksi dalam negeri pada tahun 2014 dengan produksi sebesar 2.70 juta
ton. Gambar 1 menyajikan target produksi potensial khusus untuk kedelai yang
tercantum pada RPJMN kedua tahun 2010-2014.
3000000 (ton/tahun)
Produksi
2500000
2000000

Produksi kedelai di
Indonesia

1500000

Target produksi kedelai
di Indonesia

1000000
500000
0
2009

2010

2011

2012

2013

2014

Tahun
2015

Gambar 1. Target produksi dan realiasi kedelai di Indonesia 2010-2014
Sumber: Kementerian Pertanian 2010-2014

Tahun 2013 target produksi potensial kedelai sebesar 2.25 ton ternyata
tidak berhasil dicapai karena produksi aktual kedelai yang terus mengalami
penurunan. Data dari BPS pada Tabel 1 memperlihatkan bahwa produksi aktual
untuk kedelai tahun 2013 adalah sebesar 7.8 ton sehingga selisih dari target yang
telah ditetapkan adalah sebesar 1.4 ton. Kekurangan ini akhirnya membuat
pemerintah melakukan impor untuk mencukupi kebutuhan kedelai dalam negeri
selama 5 tahun terakhir.
Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui peningkatan produktivitas
atau peningkatan luas lahan. Namun sebagaimana yang telah diketahui bahwa luas
lahan pertanian termasuk untuk usahatani kedelai cenderung mengalami
penurunan maka cara efektif yang dapat dilakukan untuk meningkatkan produksi
adalah dengan meningkatkan produktivitas. Kumar et al. (2008) dan Limam dan
Miller (2004) mengungkapkan bahwa penguatan modal merupakan hal yang dapat
dilakukan dalam meningkatkan produktivitas usaha. Dilengkapi oleh Rachmina
(2012) bahwa peningkatan pembentukan modal di tingkat usahatani akan
mendorong peningkatan produksi melalui peningkatan produktivitas usahatani.
Tabel 2. Produsen kedelai terbesar di Indonesia tahun 2013
Luas panen
No.
Provinsi
Produktivitas (%)
(Ha)
1.
Jawa Timur
210 618
15.64
2.
JawaTengah
65 278
15.21
3.
Nusa Tenggara Barat
86 882
10.48
4.
Jawa Barat
35 682
14.34
5.
Sulawesi Selatan
30 937
14.77

Produksi
(ton)
329 461
99 318
91 065
51 172
45 693

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra produksi kedelai dengan
peringkat pertama di Indonesia seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2. Sebagian
besar petani kedelai di Jawa Timur membudidayakan kedelai sebagai tanaman
sela. Kedelai ditanam pada musim tanam kedua atau ketiga setelah tanaman padi

4

atau jagung dengan tujuan menghilangkan jejak hama dan juga untuk tetap
menjaga kesuburan tanah. Meskipun begitu, produksi kedelai juga menjadi
penentu sumber pendapatan petani dan berpengaruh langsung terhadap kegiatan
usahatani kedelai untuk musim selanjutnya.
Sebagai penghasil kedelai terbesar di Indonesia, Jawa Timur memiliki
tingkat pertumbuhan produksi yang hampir stabil, terlihat produksi kedelai selalu
berada pada kisaran tiga ratus ribu ton. Hal ini ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3.Luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Jawa Timur
No.
Tahun
Luas panen (Ha)
Produktivitas (%)
Produksi (ton)
1.
2009
264 779
13.42
355 260
2.
2010
246 894
13.75
339 491
3.
2011
252 815
14.52
366 999
4.
2012
220 815
16.39
361 986
5.
2013
210 618
15.64
329 461
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2014

Salah satu kabupaten yang menjadi pemasok kedelai untuk Provinsi Jawa
Timur adalah Kabupaten Lamongan. Walaupun bukan sebagai penghasil utama,
namun Kabupaten Lamongan merupakan daerah yang secara kontinu
memproduksi kedelai sehingga dinilai bahwa kabupaten ini dapat memberikan
gambaran secara umum mengenai kondisi usahatani kedelai di Jawa Timur.
Beberapa petani kedelai yang tergabung dalam gabungan kelompok tani
(Gapoktan) di kabupaten ini menerima pinjaman modal dari lembaga keuangan
formal yaitu Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) yang juga dibentuk
oleh Gapoktan itu sendiri yang pembentukannya dimulai pada awal tahun 2013.
Pembentukan LKMA ini atas dasar penciptaan Gapoktan Mandiri oleh program
Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) yang sebelumnya telah
terealisasi sejak tahun 2002 di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Namun
disamping itu juga ada beberapa petani yang tidak mengajukan dan tidak
menerima pinjaman modal dari LKMA (sejak tahun 2013) ataupun pinjaman dana
PUAP (sejak tahun 2002). Beberapa petani yang dimaksud mendapatkan
pinjaman modal dari lembaga keuangan non formal yaitu melalui pedagang
perantara (tengkulak/middlement) namun juga ada beberapa petani yang lebih
memilih untuk menggunakan dana yang berasal dari modal sendiri tanpa
meminjam modal dari luar.
Keterlibatan petani baik dalam lembaga pembiayaan atau lembaga lainnya
yang terlibat dalam pemasaran usahatani kedelai diduga menimbulkan biaya
transaksi yang kemudian berpengaruh terhadap tinggi rendahnya keuntungan
usaha. Dalam pengertian sempit, pemasaran pertanian akan menunjukkan aktivitas
distribusi suatu produk dari tingkat usahatani sampai ke tangan konsumen akhir.
Kemunculan biaya transaksi dalam aktivitas ini diduga tidak mampu diidentifikasi
oleh petani sehingga memberikan dampak pada keuntungan usaha yang juga
mempengaruhi pembentukan modal usahatani. Berdasarkan hal ini maka penting
untuk diketahui bagaimana biaya transaksi mempengaruhi keuntungan usahatani
dan juga terhadap pembentukan modal usahatani kedelai.

5

Perumusan Masalah
Berdasarkan Tabel 1 terlihat bahwa terjadi penurunan produksi kedelai
dalam kurun waktu 5 tahun sejak 2009-2013 di Indonesia. Sama halnya dengan
produksi kedelai yang terjadi di Jawa Timur yang ditunjukkan oleh Tabel 3.
Walaupun produksi kedelai yang ditunjukkan relatif stabil, namun terlihat
kecenderungan produksi kedelai yang menurun.
Penurunan produksi kedelai yang terjadi di Jawa Timur diduga karena
adanya peningkatan harga input yang tidak diikuti dengan peningkatan harga
output. Pada lokasi penelitian, harga input tertinggi yaitu harga pupuk. Petani
yang seharusnya menerima pupuk bersubsidi dengan harga yang lebih rendah
justru tidak bisa mendapatkan pupuk bersubsidi tersebut pada awal musim tanam.
Pupuk bersubsidi bahkan diterima petani menjelang musim panen. Keterlambatan
pupuk bersubsidi ini membuat petani harus mencari toko-toko tani yang
menyediakan pupuk. Kondisi permintaan pupuk yang tinggi pada awal musim
tanam membuat harga pupuk menjadi sangat tinggi sehingga petani harus
mengeluarkan biaya yang besar sedangkan harga output atau harga kedelai tidak
mengalami peningkatan.
Pada kegiatan pengadaan pupuk diduga terdapat biaya transaksi. Tingginya
permintaan terhadap pupuk membuat terjadinya kelangkaan pupuk sehingga
petani perlu untuk mencari informasi mengenai toko-toko tani yang masih
menyediakan pupuk. Proses mencari informasi ini dapat dilakukan dengan
menghubungi petani lain atau langsung menghubungi penjual pada toko-toko tani
yang menyediakan pupuk. Kegiatan ini tentunya mengeluarkan biaya yang juga
disebut sebagai biaya pencarian informasi. Biaya ini termasuk kedalam salah satu
komponen biaya transaksi. Biaya informasi ini merupakan salah satu komponen
biaya transaksi yang tidak dapat dihindarkan.
Selain pada pengadaan pupuk, biaya transaksi juga terdapat pada
pengadaan tenaga kerja. Pada saat musim panen, permintaan terhadap tenaga kerja
sangat tinggi sehingga petani membutuhkan informasi dari berbagai pihak yang
mengetahui tentang buruh tani borongan. Terkadang petani harus mencari ke
kabupaten lainnya disebabkan buruh tani di Kabupaten Lamongan sudah
dipekerjakan oleh petani lainnya. Hal ini membuat petani harus mengeluarkan
biaya untuk mendapatkan tenaga kerja. Biaya yang dikeluarkan ini merupakan
salah satu komponen biaya transaksi yaitu biaya informasi. Pada pengadaan
tenaga kerja, selain biaya informasi juga terdapat biaya negosiasi. Biaya negosiasi
akan dikeluarkan oleh petani untuk mempertahankan tenaga kerja yang telah
didapatkan agar tenaga kerja tersebut tidak berpindah kepada petani lainnya.
Kegiatan pengadaan input baik pengadaan pupuk ataupun pengadaan tenaga kerja
ini dilakukan secara individu. Petani kedelai tidak memanfaatkan peran kelompok
tani yang seharusnya bisa menyediakan informasi yang dibutuhkan oleh petani.
Hal ini merupakan salah satu penyebab biaya transaksi yang dikeluarkan oleh
petani kedelai semakin tinggi.
Tingginya biaya transaksi pada usahatani kedelai tidak hanya
mempengaruhi harga input namun juga mempengaruhi harga output. Hal ini
sesuai dengan hasil penelitian Anggarini (2005) dan Sukmadinata (1995) yang
menunjukkan bahwa biaya transaksi terdapat pada kegiatan pengadaan input dan

6

juga pada kegiatan pengadaaan output. Biaya transaksi yang tinggi mengakibatkan
terjadinya penurunan keuntungan yang diperoleh oleh petani sebagai pelaku
usaha.
Kegiatan usahatani yang diduga memunculkan biaya transaksi yang
berpengaruh terhadap harga output adalah kegiatan mencari informasi harga
kedelai. Lokasi usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan sebagian besar berada
jauh dari pasar sebagai lokasi perdagangan kedelai. Pasar untuk kedelai terdapat
di perkotaan dan juga beberapa berada diluar kabupaten. Sistem pemasaran
kedelai di Kabupaten Lamongan dimulai dari penjualan kedelai oleh petani
kedelai kepada pedagang perantara (tengkulak) di tingkat desa. Kondisi ini
menyebabkan petani sangat bergantung pada informasi harga yang dimiliki oleh
pedagang perantara sebagaimana diketahui bahwa pedagang perantara lebih
menguasai harga pasar daripada petani. Untuk mengetahui harga kedelai, petani
berupaya untuk mendapatkan informasi harga baik melalui petani lainnya ataupun
langsung melalui pedagang desa atau pedagang kecamatan. Kegiatan mencari
informasi inilah yang digolongkan sebagai biaya transaksi. Berapapun jumlah
biaya transaksi yang ditimbulkan pada kegiatan ini diduga berpengaruh terhadap
harga output yang berlaku. Biaya yang dikeluarkan untuk menghubungi pedagang
perantara agar petani dapat memperoleh informasi harga juga merupakan
komponen dari biaya transaksi yaitu biaya informasi.
Penguasaan informasi harga oleh tengkulak membuat tengkulak memiliki
daya tawar yang lebih kuat sedangkan daya tawar petani menjadi lemah sehingga
petani perlu mengeluarkan biaya-biaya untuk mencapai kesepakatan harga dengan
tengkulak. Biaya ini disebut juga sebagai biaya negosiasi. Biaya negosiasi ini
dikeluarkan petani dalam bentuk pembelian rokok atau kopi pada saat melakukan
tawar menawar harga kedelai dengan tengkulak. Kegiatan ini biasanya dilakukan
oleh petani kedelai pada saat mendekati musim panen. Beberapa petani khususnya
petani dengan kategori lahan luas akan melakukan kegiatan ini dengan tujuan
untuk memperoleh harga kedelai yang tertinggi.
Biaya informasi dan biaya negosiasi merupakan komponen biaya transaksi
yang paling banyak ditemukan dalam usahatani. Hal ini terjadinya karena adanya
ketimpangan inofrmasi yang merupakan salah satu ciri dari kegagalan pasar.
Rudiyanto (2011) dan Sirajuddin et al. (2011) mengemukakan bahwa dalam
usahatani biaya transaksi yang paling tinggi atau yang paling banyak dikeluarkan
oleh petani adalah biaya informasi dan biaya negosiasi. Biaya informasi terjadi
karena penguasaan informasi yang tidak seimbang antara petani dan pedagang.
Kondisi ini juga menyebabkan petani memiliki daya tawar yang rendah terhadap
harga output sehingga petani memerlukan negosiasi dengan pedagang untuk
memperoleh harga yang tertinggi.
Sama halnya dengan kegiatan pengadaan input, pada kegiatan pengadaan
output juga dilakukan secara individu. Petani kedelai tidak memanfaatkan peran
kelompok tani dalam penjualan output. Hal ini mengakibatkan petani harus
mencari informasi harga output secara individu dan juga menjual output secara
individu. Oleh karena itu, biaya transaksi yang dikeluarkan petani kedelai menjadi
semakin tinggi. Biaya transaksi yang tinggi diduga akan berpengaruh terhadap
keuntungan dan pembentukan modal yang diperoleh oleh petani kedelai sebagai
pelaku usahatani.

7

Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan beberapa pertanyaan
penelitian yaitu:
1. Bagaimana struktur biaya transaksi yang terdapat dalam usahatani kedelai?
2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keuntungan usahatani kedelai?
Apakah biaya transaksi berpengaruh terhadap keuntungan usahatani kedelai?
3. Bagaimana pola pembentukan modal usahatani kedelai? Faktor-faktor apa
saja yang mempengaruhi pembentukan modal usahatani kedelai? Apakah
biaya transaksi berpengaruh terhadap pembentukan modal usahatani
kedelai?
Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, maka tujuan yang ingin dicapai pada
penelitian ini adalah:
1. Menganalisis struktur biaya transaksi yang terdapat dalam kegiatan
usahatani kedelai.
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keuntungan usahatani dan
pengaruh biaya transaksi terhadap keuntungan usahatani.
3. Menganalisis pola pembentukan modal usahatani kedelai dan pengaruh
biaya transaksi serta faktor lainnya terhadap pembentukan modal usahatani
kedelai.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat dijadikan acuan bagi petani kedelai dalam
meminimalkan biaya transaksi pada usahatani kedelai dan juga dijadikan acuan
dalam melakukan penambahan aset atau pembentukan modal usahatani kedelai
sehingga dapat meningkatkan produksi kedelai.
Ruang Lingkup Penelitian
Dalam sebuah penelitian akan terdapat beberapa batasan agar fokus
penelitian tetap terjaga. Oleh sebab itu, penelitian ini juga memiliki batasan dalam
beberapa hal, sebagai berikut:
1. Pada penelitian ini biaya transaksi yang akan diukur adalah biaya eksplisit
(informal gift exchange) yaitu biaya transaksi yang langsung dapat diukur
dan biaya implisit (emotional interaction) yaitu biaya transaksi yang tidak
langsung dapat diukur. Biaya ini hampir menyerupai biaya imbangan. Biaya
ini diduga akan sangat banyak ditimbulkan pada usahatani khususnya
usahatani skala kecil sehingga biaya ini dinilai penting untuk diukur.
2. Pembentukan modal terbagi menjadi pembentukan modal tetap (fixed
capital) dan modal kerja (working capital). Pada penelitian ini pembentukan
modal dibatasi pada pembentukan modal (aset) tetap (fixed capital
formation) yaitu berupa penambahan dan perbaikan lahan usahatani,
kendaraan, peralatan usahatani dan aset tanaman.
3. Data usahatani yang akan digunakan yaitu data input output usahatani pada
tahun 2014/2015. Sedangkan data aset akan ditelusuri untuk tiga tahun
terakhir (2012-2014).

8

2 TINJAUAN PUSTAKA

Struktur Biaya Transaksi
Beberapa penelitian mengenai biaya transaksi memberikan hasil yang
berbeda-beda untuk struktur biaya transaksi. Perbedaan ini disebabkan kesesuaian
tujuan dan sasaran penelitian. Pada penelitian usahatani, struktur biaya transaksi
disesuaikan dengan luas lahan kepemilikan pelaku usaha. Luas lahan kepemilikan
akan menunjukkan berapa besar dan jenis biaya transaksi apa saja yang akan
timbul dalam kegiatan usahatani tersebut.
Penelitian Anggraini (2005) menggolongkan jenis biaya transaksi menjadi
tiga yaitu biaya pencarian (searching cost), biaya negosiasi (cost of negotiating
the term of exchange), dan biaya pelaksanaan (enforcement cost). Struktur biaya
transaksi yang terbentuk ini didasarkan pada tujuan dan sasaran penelitian. Tujuan
utama penelitian ini adalah membandingkan struktur biaya transaksi yang akan
terjadi pada nelayan dengan kepemilikan luas laut yang merupakan milik negara
(bersama) dan petani dengan kepemilikan luas lahan baik pribadi maupun
garapan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa biaya transaksi yang lebih besar
terdapat pada usahatani yang dilakukan oleh petani dengan kepemilikan lahan
pribadi dibandingkan dengan biaya transaksi yang dikeluarkan oleh nelayan.
Jumlah biaya transaksi terbesar yang dikeluarkan oleh petani dengan status lahan
milik pribadi adalah biaya pelaksanaan (enforcement cost) yaitu biaya
mempertahankan kontrak (kepemilikan sumberdaya) yang disertai dengan
informasi yang asimetris. Sedangkan jumlah biaya transaksi terbesar yang
dikeluarkan oleh nelayan adalah biaya pencarian (searching cost). Besarnya biaya
pencarian disebabkan posisi nelayan sebagai client yang sangat terbatas akan
informasi pasar yang dibandingkan dengan posisi pedagang perantara sebagai
patron yang lebih menguasai informasi pasar.
Penelitian lain yang menunjukkan struktur biaya transaksi yang berbeda
terdapat pada penelitian Sukmadinata (1995). Struktur biaya transaksi yang
terbentuk terdiri dari biaya informasi, biaya negosiasi dan biaya monitoring.
Penelitian ini menunjukkan jumlah biaya transaksi terbesar adalah biaya negosiasi
yaitu biaya pembentukan kontrak antara nelayan dengan pembeli
(pedagang/bakul). Kondisi penangkapan ikan yang tidak menentu membuat
nelayan harus memiliki kontrak dengan pedagang yang bersedia untuk membeli
ikan sesuai dengan hasil tangkapan. Pedagang yang lebih menguasai informasi
pasar akan lebih dominan dalam menentukan harga sehingga dalam hal ini
nelayan memiliki kondisi tawar yang lemah. Penelitian ini menyarankan agar
nelayan membentuk kelompok nelayan agar bargaining position nelayan lebih
kuat daripada pedagang.
Selain biaya informasi, terdapat biaya pengambilan keputusan, biaya risiko
dan biaya operasional dalam penelitian Rudiyanto (2011) yang akan mendukung
struktur biaya transaksi pada penelitiannya mengenai biaya transaksi dalam
pengelolaan sea farming di Kepulauan Seribu. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa jumlah biaya transaksi terbesar diperoleh dari biaya operasional yang
merupakan biaya transaksi setelah kontrak (ex post transaction cost). Pada

9

penelitian ini biaya operasional dijabarkan lagi menjadi tiga jenis biaya yaitu
biaya pemantauan, biaya mempertahankan sumberdaya dan biaya distribusi
sumber daya.
Berdasarkan penelitian Anggarini (2005); Sukmadinata (1995) dan
Rudiyanto (2011), keseluruhan biaya transaksi dianalisis dengan menggunakan
model Transaction Cost Analysis (TCA). Model TCA yang digunakan adalah
model TCA yang disesuaikan untuk keperluan usahatani. Model ini
menggambarkan secara deskriptif dengan pendekatan kuantitatif mengenai rasiorasio biaya transaksi terhadap biaya lainnya ataupun terhadap penerimaan usaha.
Dengan model TCA maka akan terlihat besaran biaya transaksi yang muncul
dalam sebuah kegiatan usaha.
Biaya Transaksi dan Pengaruhnya terhadap Keuntungan Usaha
Penelitian tentang biaya transaksi sering dikaitkan dengan ekonomi
kelembagaan. Penelitian ini ditunjukkan oleh Rahman (2009) yang mengaitkan
biaya transaksi dan kelembagaan. Pada penelitian ini dikemukakan bahwa untuk
meminimalkan biaya transaksi dapat dengan mengefektifkan modal sosial dan
melalui kelembagaan (institution). Substansi dari kelembagaan adalah (1) aturan
main; (2) aturan yang menata tindakan atau perilaku dari manusia dan (3) karena
ditata, maka tindakan atau perilaku tersebut menjadi berpola atau menjadi
kebiasaaan.
Penelitian ini menjelaskan perbedaan antara kelembagaan dan lembaga
atau organisasi. Kelembagaan merupakan aturan main sedang organisasi atau
lembaga adalah pemain atau pelaku dari aturan main tersebut. Organisasi atau
lembaga adalah sekelompok individu yang diikat oleh satu keinginan bersama
untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam sebuah organisasi akan diikat oleh aturan
yang berlaku yang disebut kelembagaan. Namun bukan berarti bahwa
kelembagaan ada hanya jika ada organisasi. Kelembagaan akan sering muncul
pada setiap kegiatan yang disertai dengan aturan main.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa untuk meminimalisasi biaya
transaksi dapat dilakukan dengan memperkuat modal sosial. Besarnya pengaruh
modal sosial dalam minimalisasi biaya transaksi yaitu dalam bentuk menurunkan
contracting cost, enforcement cost, dan distribusi hak kepemilikan yang semakin
lengkap. Penguatan modal sosial dilakukan dengan pembentukan lembaga
kepemudaan di wilayah penelitian.
Martin et al. (2010) dalam penelitiannya mengangkat bahwa salah satu
penyebab adanya biaya transaksi adalah kondisi uncertainty. Kondisi ini akan
memunculkan sebuah biaya yang disebut biaya ketidakpastian. Untuk melakukan
pengukuran terhadap biaya ini diperlukan managemen biaya transaksi yang efektif
dalam sebuah perusahaan karena hal ini juga menyangkut tentang peramalan
(forecasting). Kondisi ketidakpastian akan selalu terjadi pada setiap kegiatan yang
dilakukan perusahaan yang dalam hal ini adalah usaha skala makro. Hal yang
sama juga akan terjadi dengan kegiatan usahatani dengan skala usaha mikro.
Penelitian Sirajuddin et al. (2011) mengatakan bahwa setiap kegiatan
usahatani akan menimbulkan biaya transaksi yang tidak semua dihitung karena
biaya transaksi termasuk bagian dari biaya yang biasanya tidak disadari oleh
pelaku usaha, apalagi untuk pelaku usaha kecil. Jenis biaya transaksi tergantung

10

dari keperluan yang dilakukan oleh pelaku usaha. Berdasarkan penelitian ini,
biaya transaksi terdiri dari biaya transportasi diluar produksi, biaya administrasi
untuk keperluan persuratan atau dokumen dan biaya distribusi bila dilakukan
perpindahan tempat untuk produk yang dihasilkan.
Kondisi petani di perdesaan yang lebih memilih untuk menggunakan
modal yang bersumber dari lembaga keuangan non formal salah satunya adalah
karena tingginya biaya transaksi yang akan dikeluarkan jika memilih
menggunakan modal dari lembaga keuangan formal. Namun biasanya biaya
transaksi ini diklasifikasikan sebagai biaya lain-lain sebab terdapat keterbatasan
dalam mengidentifikasi biaya transaksi ini. Anggraini (2005) mengatakan bahwa
tingginya biaya transaksi disebabkan ketidaksempurnaan informasi dan
keterbatasan dalam kapasitas mengolah informasi. Kembali ke pembahasan
sebelumnya bahwa petani dengan tingkat pendidikan yang rendah merupakan
salah satu penyebab petani tidak bisa memperoleh atau mengakses informasi
dengan baik. Hal ini juga sesuai dengan penelitian Bime (2011) dengan kasus di
Kamerun yang menemukan bahwa keterbatasan dalam pendidikan membuat
petani terbatas dalam mengakses berbagai informasi baik yang terkait dengan
usahataninya maupun yang tidak terkait. Pada kasus di Kamerun ini terlihat
bahwa petani yang memiliki tingkat pendidikan yang lumayan tinggi atau pernah
menamatkan pendidikan formal akan lebih mudah untuk mengakses kredit
daripada petani yang tidak menamatkan pendidikan formal.
Penelitian Mayvani (2011) tentang biaya transaksi dan aglomerasi
ekonomi di Kabupaten Banyuwangi menunjukkan bahwa keberadaan biaya
transaksi yang tinggi menyebabkan terjadinya kegagalan pasar dan juga
penurunan tingkat keuntungan perusahaan yang sangat rendah. Dengan adanya
aglomerasi atau pemusatan kegiatan pada satu titik akan menurunkan biaya
transaksi. Penelitian ini menunjukkan bahwa dengan keberadaan industri yang
saling berdekatan atau berada dalam satu jangkauan yaitu antar industri penghasil
input dan industri pengolahan, akan menurunkan biaya transaksi. Hasil yang
berbeda didapatkan ketika industri penghasil input terletak jauh dari industri
pengolahan. Biaya transaksi yang ditimbulkan ternyata akan lebih besar. Oleh
sebab itu pada penelitian ini disimpulkan bahwa diperlukan perbaikan mekanisme
yang efektif untuk menekan jumlah biaya transaksi yaitu dengan mengadakan
aglomerasi ekonomi.
Hardt (2009) menemukan bahwa biaya transaksi lebih sering muncul pada
usahatani di negara berkembang dengan akses terhadap informasi yang terbatas.
Kondisi ini akan menyebabkan pelaku usaha kesulitan untuk membentuk jaringan
yang bisa memudahkan dalam pembelian input seperti pupuk dan pestisida. Biaya
transaksi yang muncul adalah biaya transportasi (cost of transportation).
Tingginya biaya transportasi untuk mendapatkan input ini akan mengurangi
jumlah penerimaan usahatani sehingga berpengaruh terhadap tingkat keuntungan
usahatani.
Penelitian tentang biaya transaksi dalam skala usahatani dilakukan oleh
Matugul et al. (2006). Dalam penelitiannya menunjukkan tingkat pendapatan dari
penjualan tanaman pangan yang dihasilkan rumah tangga skala kecil di Afrika
Selatan dipengaruhi biaya transaksi. Sama halnya dengan penelitian Sukmadinata
(1995) dan Anggarini (2005) mengenai biaya transaksi yang mempengaruhi
kondisi perikanan tangkap pada hubungan patron-client antara nelayan dan bakul.

11

Pada penelitian ini ditunjukkan bahwa keterlibatan pedagang perantara atau bakul
yang terlalu intens pada aktivitas petani dan lokasi budidaya ikan yang jauh dari
pasar menyebabkan pedagang perantara lebih banyak mengetahui informasi pasar
daripada petani. Kondisi ini menyebabkan petani memiliki ketergantungan kepada
pedagang perantara dalam hal informasi pasar sehingga petani lebih mudah untuk
mengeluarkan biaya untuk mendapatkan informasi tersebut. Biaya yang
dikeluarkan untuk mendapatkan informasi inilah yang digolongkan sebagai biaya
transaksi. Semakin minimal pengeluaran untuk biaya transaksi maka keuntungan
nelayan akan