Daya Saing Dan Dampak Kebijakan Komoditas Kedelai Di Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur

DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN KOMODITAS
KEDELAI DOMESTIK DI KABUPATEN LAMONGAN
PROVINSI JAWA TIMUR

SYAHRUL GANDA SUKMAYA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Daya Saing dan
Dampak Kebijakan Komoditas Kedelai di Kabupaten Lamongan Provinsi
Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada

Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

Syahrul Ganda Sukmaya
NIM H35113037

RINGKASAN
SYAHRUL GANDA SUKMAYA. Daya Saing dan Dampak Kebijakan
Komoditas Kedelai di Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur. Dibimbing
oleh DWI RACHMINA dan SAPTANA.
Komoditas kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama yang
menjadi perhatian pemerintah. Kondisi komoditas kedelai domestik yang produksi
belum dapat memenuhi kebutuhan permintaan pasar dalam negeri, sehingga untuk
memenuhi kekurangannya harus di impor. Rendahnya produktivitas kedelai
domestik menjadi salah satu permasalahan mengapa produksi kedelai nasional
tidak dapat memenuhi kebutuhan pasar dalam negeri. Selain itu kebijakan
pemerintah yang belum optimal dan terkadang bertolak belakang dalam
meningkatkan produksi kedelai turut andil dalam menentukan kemampuan daya
saing kedelai domestik terhadap kedelai impor saat ini. Tujuan penelitian ini

adalah: (1) Menganalisis tingkat keuntungan finansial dan ekonomi usahatani; (2)
Menganalisis daya saing komoditas kedelai; (3) Menganalisis dampak kebijakan
pemerintah terhadap daya saing komoditas kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa
Timur.
Dalam penelitian ini menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix
(PAM). Alat analisis ini dipakai untuk melihat dua indikator utama pengukur daya
saing, yaitu Private Cost Ratio (PCR) yang merupakan indikator keunggulan
kompetitif yang menunjukkan kemampuan sistem untuk membayar biaya sumber
daya domestik dan tetap kompetitif pada harga privat dan Domestic Resource Cost
Ratio (DRCR) merupakan indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan
jumlah sumber daya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit.
Selain itu dengan PAM juga dapat digunakan untuk melihat dampak efektivitas
kebijakan (divergensi) terhadap input, output, serta input-output secara
keseluruhan. Penentuan lokasi penelitian ditingkat kecamatan dipilih kecamatan
yang merupakan daerah sentra produksi, kontinuitas menanam kedelai, dan
tingkat produktivitasnya yang tinggi. Jumlah sampel dalam penelitian ini
sebanyak 120 responden.
Hasil analisis menunjukkan bahwa pengusahaan komoditas kedelai di
Kabupaten Lamongan tidak menguntungkan dan tidak efisien secara finansial dan
ekonomi. Berdasarkan indikator daya saing yaitu PCR dan DRCR, menunjukkan

bahwa sistem usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan tidak memiliki daya
saing. Nilai koefisien PCR>1dan DRCR>1. Hal ini berarti sistem usahatani
kedelai tidak kompetitif dan tidak efisien. Berdasarkan indikator transfer input,
menunjukkan bahwa pemerintah melakukan kebijakan subsidi terhadap input
pupuk. Berdasarkan indicator transfer output, menjelaskan bahwa dengan adanya
kebijakan atau intervensi pemerintah terhadap output kedelai lebih
menguntungkan konsumen, karena konsumen membeli output kedelai dengan
harga yang lebih rendah dari harga sebenarnya. Kebijakan pemerintah terhadap
input-output usahatani kedelai merugikan usahatani kedelai di Lamongan.
Kata kunci: Keunggulan Komparatif, Keunggulan Kompetitif, Kebijakan
pemerintah dan Kedelai

SUMMARY
SYAHRUL GANDA SUKMAYA. Competitiveness and Impact of Commodity
Policy Soybeans in Lamongan East Java Province. Supervised by DWI
RACHMINA and SAPTANA.
Soybean commodities is one of commodities main concern government.
The soybean commodities domestic production could not meet demand domestic
market, so as to meet the rest to import. The low domestic soybean become one of
the problems soybean why production national meets the needs of the domestic

market.In addition the government policy optimal and sometimes in contrast to
increase production soy also contribute in decides competitiveness domestic
soybean to import soybean currently.The purpose of this research is: (1) analyzed
levels of financial gain and economic; farming (2) analyze competitiveness
commodities soy; (3) analyzes the impact of the government policy on
competitiveness soybean commodities in Lamongan, East Java.
In this research using policy analysis the matrix ( PAM ) , the results of the
analysis this is used for saw two basic indicators measuring competitiveness ,
namely private cost ratio ( PCR ) that is indicators competitive advantage and it
represents the ability system to pay for the domestic resources and remain
competitive at a price of private , domestic resource cost ratio ( DRCR ) is an
indicator the comparative advantages , showing the number of domestic resources
that can be dihemat to produce a unit. In addition with pam can also be used to
look at the impact the effectiveness of policy ( divergence ) to input , output , and
an input-output as a whole. The determination of sample in urban subdistricts
were chosen based on of continuity plant soybeans and production high. The
sample of the in this research as many as 120 respondents.
The analysis shows that the operation soybean commodities in kabupaten
lamongan unprofitable and inefficient financially and economic. Based on an
indicator competitiveness namely PCR and DRCR , shows that system soybean

crops in kabupaten lamongan not having competitiveness . The value PCR > 1dan
DRCR>1 .This means system soybean farming not representative and efficient.
Based on an indicator transfer input , shows that the government has subsidy
policy to input fertilizer. Based on indicator transfer output, explained that the
policy or government intervention against output soy more beneficial to
consumers , because consumers buying soybean output at a lower price of price
actually. The government policy against input-output farming adverse soybean
soybean farming in Lamongan.
Keywords: Comparative advantages , Competitive advantage , Government Policy
and Soybean

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkanatau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


DAYA SAING DAN DAMPAK KEBIJAKAN KOMODITAS
KEDELAI DI KABUPATEN LAMONGAN
PROVINSI JAWA TIMUR

SYAHRUL GANDA SUKMAYA
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis


: Dr Ir Nunung Kusnadi, MSi.

Judul Tesis : Daya Saing dan Dampak Kebijakan Komoditas Kedelai
di Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur
Nama
: Syahrul Ganda Sukmaya
NIM
: H351130371
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Dwi Rachmina, MSi
Ketua

Dr Ir Saptana, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Magister Sains Agribisnis

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 17 Februari 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian ini ialah “Daya Saing dan Dampak Kebijakan Komoditas
Kedelai Domestik di Kabupaten Lamongan Provinsi Jawa Timur”. Penelitian ini
menggunakan data Penelitian Unggulan Departemen Agribisnis yang berjudul
“Kajian Sistem Agribisnis Kedelai di Provinsi Jawa Timur”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi dan Dr Ir

Saptana, MSi selaku pembimbing.
Pada kesempatan ini penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Departemen Agribisnis Institut Pertanian
Bogor dan Tim Penelitian Unggulan Departemen yang telah mengijinkan saya
terlibat dalam penelitian tersebut, serta memanfaatkan data untuk penyusunan
Tesis ini. Ucapan terima kasih secara tulus juga saya sampaikan kepada semua
pihak yang telah membantu terhadap penyelesaian penyusunan tesis ini.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, istri serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak sebagai
sumber informasi dan ilmu
Bogor, Mei 2016

Syahrul Ganda Sukmaya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x


DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xii

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
5
7
8

8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran Daya Saing
Daya Saing Komoditas Pertanian
Daya Saing Komoditas Kedelai
Kebijakan Kedelai Nasional

9
9
10
12
14

3 KERANGKA PENELITIAN
Teori Daya Saing
Kebijakan Pemerintah Pada Harga Output
Kebijakan Pemerintah pada Harga Input
Matrik Analisis Kebijakan Kedelai
Penentuan Harga Bayangan
Analisis Sensitivitas
Kerangka Pemikiran Operasional

15
15
16
18
21
22
22
23

4 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Penentuan Sampel dan Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Indikator Matrik Kebijakan
Analisis Sensitivitas Terhadap Harga dan Produktivitas
Hipotesis Penelitian

26
26
27
27
28
32
36
38

5 GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Deskripsi Lokasi Penelitian
Karakteristik Responden Penelitian
Kondisi Pasar Kedelai di Kabupaten Lamongan
Persaingan antara Kedelai Impor dan Domestik di Pasar Setempat

38
38
46
53
54

6 HASIL DAN PEMBAHASAN
Analisis Input-output Usahatani Kedelai
Penerimaan dan Biaya Privat Usahatani Kedelai
Penerimaan dan Biaya Sosial Usahatani Kedelai
Keuntungan Finansial dan Ekonomi Usahatani Kedelai

56
56
58
59
61

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Kedelai
Kebijakan Intensif
Sensitivitas Terhadap Produktivitas dan Harga
Dampak Perubahan Kebijakan Terhadap Daya Saing Kedelai

63
65
70
73

7 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

78
78
78

8 DAFTAR PUSTAKA

79

LAMPIRAN

84

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Policy Analysis Matrix (PAM)
Alokasi biaya komponen domestik dan asing pada sistem
usahatani kedelai
Perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai
menurut kabupaten sentra di Jawa Timur pada tahun 2009-2013
Produksi tanaman pangan di Kecamatan Tikung tahun 2013 (ton)
Produksi tanaman pangan di Kecamatan Mantup tahun 2013 (ton)
Produksi tanaman pangan di Kecamatan Kembangbahu tahun 2013 (ton)
Status usahatani kedelai terhadap sumber mata pencaharian
rumah tangga petani , tahun 2013
Karakteristik responden berdasarkan umur, tahun 2013
Karakteristik responden berdasarkan tingkat pendidikan, tahun 2013
Karakteristik responden berdasarkan pengalaman bertani kedelai,
tahun 2013
Karakteristik responden berdasarkan luas lahan kedelai, tahun 2013
Karakteristik responden berdasarkan status kepemilikan lahan,
tahun 2013
Fisik input-output usahatani kedelai, tahun 2013
Harga dan bujet privat usahatani kedelai di lokasi penelitian, MK 2013
Harga dan bujet sosial usahatani kedelai di lokasi penelitian, MK 2013
Matriks analisis PAM usahatani kedelai di lokasi penelitian, MK 2013
Hasil analisis keuntungan finansial dan ekonomi, PCR dan DRCR
usahatani kedelai (MK 2013)
Nilai koefisien PAM dari usahatani kedelai di lokasi penelitian, MK 2013
Indikator daya saing sistem usahatani kedelai berdasarkan
Analisis sensitivitas perubahan kebijakan tunggal
Indikator daya saing sistem usahatani kedelai berdasarkan
analisis sensitivitas perubahan kebijakan gabungan

30
31
40
42
44
45
46
48
49
50
52
52
57
59
60
63
64
66
73
76

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Laju pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas
kedelai nasional tahun 2000-2013
Kurva dampak kebijakan input
Kurva dampak kebijakan barang nontradable
Kerangka pemikiran operasional
Laju perkembangan luas panen, produksi, dan produktivitas
kedelai di Kabupaten Lamongan
Perkembangan harga kedelai di pasar Kabupaten Lamongan

3
19
20
25
41
55

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Justifikasi perhitungan harga bayangan kedelai,
di Kabupaten Lamongan
Justifikasi perhitungan harga bayangan pupuk urea, untuk kedelai
di Kabupaten Lamongan
Justifikasi perhitungan harga bayangan pupuk SP-36 dan NPK,
untuk kedelai di Kabupaten Lamongan
Input-output usahatani kedelai di lokasi penelitian, MK 2013
Harga privat dan sosial dari usahatani kedelai di lokasi penelitian
, MK 2013
Privat dan sosial bujet dari usahatani kedelai (per hektar)
di lokasi penelitian, MK 2013
Policy Analysis Matrix (PAM) usahatani kedelai di lokasi penelitian
, MK 2013
Nilai koefisien Policy Analysis Matrix (PAM) dari usahatani kedelai
di lokasi penelitian, MK 2013

85
85
85
86
87
88
89
89

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Daya saing (competitiveness) merupakan hal yang sangat penting bagi suatu
komoditas atau industri agar dapat bertahan di era pasar bebas saat ini. Apabila
suatu komoditas atau industri tidak memiliki daya saing yang baik, maka tidak
dapat bersaing dengan komoditas atau industri dari negara lain yang memiliki
daya saing yang lebih tinggi. Menurut Simatupang (1991) serta Sudaryanto dan
Simatupang (1993) daya saing akan dicapai apabila perekonomian tidak
mengalami distorsi sama sekali. Komoditas yang memiliki daya saing dikatakan
juga memiliki efisiensi secara ekonomi. Sumber distorsi yang dapat mengganggu
tingkat daya saing suatu komoditas adalah (1) kebijakan pemerintah, baik yang
bersifat langsung (seperti tarif) maupun tidak langsung (seperti regulasi); dan (2)
distorsi pasar, karena adanya ketidaksempurnaan pasar (market imperfection),
misalnya adanya monopoli/monopsoni domestik. Secara ringkas dapat dikatakan
bahwa adanya intervensi (campur tangan) pemerintah dapat mempengaruhi daya
saing suatu komoditas secara signifikan.
Masyarakat ekonomi ASEAN (MEA) merupakan salah satu bentuk
kerjasama regional negara-negara yang berada dikawasan Asia Tenggara, salah
satu anggotanya adalah Indonesia. Adanya MEA menjadikan perdagangan di
kawasan ASEAN menjadi pasar tunggal, tujuannya membuat ASEAN menjadi
lebih kompetitif dan dinamis. Pengurangan tarif dan hambatan lainnya terhadap
barang dan jasa dilakukan secara bertahap hingga akhirnya terciptanya
perdagangan yang kompetitif dikawasan ASEAN. Pembentukan MEA merupakan
tantangan dan sekaligus merupakan peluang bagi Indonesia berupa keharusan
untuk meningkatkan daya saing dan dapat mengakses pasar secara lebih luas di
kawasan Asean.
Kepentingan mengamankan produk pangan menguasai pasar di dalam
negeri, menjadi salah satu tujuan kebijakan pemerintah untuk meningkatkan
kemampuan daya saing suatu produk sejenis di pasar tunggal ASEAN. Salah satu
komoditas strategis bagi Indonesia yang diupayakan agar dapat berdaya saing
adalah kedelai. Sebagaimana tercantum dalam Renstra Ditjen Pengolahan dan
Pemasaran Hasil (PPHP) 2010-2014, komoditas prioritas pertanian andalan
pangan utama yaitu beras, jagung, kedelai, gula dan daging sapi (Kementerian
Pertanian, 2011). Kondisi produksi kedelai domestik yang masih rendah dan
pentingnya komoditas kedelai sebagai bahan baku utama sumber protein yang
murah dan terjangkau bagi masyarakat, menjadi suatu dasar bagi pemerintah
untuk melakukan intervensi terkait dengan sistem komoditas kedelai domestik.
Pengembangan kedelai sangat strategis dikarenakan produksi belum
mencukupi kebutuhan nasional. Kebutuhan kedelai nasional setiap tahun terus
meningkat dan sebagian besar dipenuhi melalui impor. Jumlah konsumsi kedelai
Indonesia sebanyak 2.2 juta ton per tahun dan 1.6 juta ton (72.72 persen) di impor
setiap tahun. Saat ini dari total permintaan kedelai nasional, produksi kedelai
nasional hanya dapat memenuhi 800 ribu ton per tahun dan sisanya sebesar 1.2
juta ton harus diimpor.

2

Rendahnya produksi kedelai nasional disebabkan oleh beberapa hal, yaitu:
(1) tidak tersedianya alokasi lahan yang secara pasti dan khusus diperuntukan bagi
sistem produksi kedelai; (2) usahatani kedelai berisiko tinggi, produktivitasnya
rendah dan pendapatan usahatani kedelai rendah; (3) pelaku usahatani kedelai
adalah petani tradisional dengan skala usaha kecil; (4) adopsi teknologi produksi
lambat; dan (5) data luas panen kurang akurat, cenderung bias dan program
peningkatan produksi kedelai tidak terfokus pada perluasan areal baru (Sumarno
dan Adi, 2010). Berdasarkan kendala diatas, produktivitas menjadi hal yang
penting dalam peningkatan produksi kedelai nasional.
Tantangan dalam meningkatkan daya saing kedelai domestik salah satunya
adalah masalah rendahnya produktivitas. Untuk meningkatkan daya saing kedelai
domestik agar dapat bersaing dengan kedelai impor adalah meningkatkan
produktivitas, karena esensi dari daya saing adalah efisiensi dan produktivitas
(Saptana, 2010). Terdapat kaitan antara produksi, produktivitas, dan efisiensi
terhadap daya saing kedelai. Komoditas kedelai dapat dikatakan berdaya saing
apabila dalam pengusahaan usahataninya efisien secara ekonomi. Efisiensi
sendiri, merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan dengan menggunakan
sumberdaya seminimal mungkin. Dalam hal produksi, efisiensi merupakan suatu
upaya untuk mencapai produksi yang diinginkan dengan menggunakan input yang
seminimal mungkin. Efisiensi juga merupakan salah satu sumber pertumbuhan
produktivitas. Produksi merupakan hasil perkalian dari produktivitas dikalikan
dengan luas panen. Sehingga dapat dikatakan bahwa, tinggi atau rendahnya
produktivitas mempengaruhi produksi. Produktivitas sendiri adalah rasio antara
output yang dihasilkan dengan input yang dipakai. Berdasarkan hal tersebut, dapat
dilihat bahwa daya saing erat kaitannya dengan produktivitas. Upaya untuk
meningkatkan produktivitas dapat dilakukan melalui perubahan teknologi ke arah
penggunaan teknologi yang lebih maju, peningkatan efisiensi teknis dan
peningkatan skala usaha (Coelli et al., 1998).
Sumber peningkatan produktivitas kedelai domestik melalui perubahan
teknologi masih terbuka, baik teknologi benih, budidaya, maupun pasca panen.
Banyak tersedia paket teknologi tepat guna yang dapat dimanfaatkan oleh petani
untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas, seperti teknologi Pengelolaan
Tanaman Terpadu (PTT) yang diterapkan melalui Sekolah Lapang Pengelolaan
Tanaman Terpadu (SL-PTT) dan Gerakan Penerapan-Pengelolaan Tanaman
Terpadu (GP-PTT). Akan tetapi, berbagai paket teknologi ini masih belum
sepenuhnya dapat diadopsi oleh petani karena berbagai keterbatasan yang
dihadapi dan dimiliki petani seperti: pengetahuan petani, proses diseminasi,
rendahnya keterampilan, skala usaha yang kecil, serta tingginya biaya untuk
menerapkan teknologi. Kurangnya adopsi teknologi oleh petani menjadi salah satu
permasalahan yang menyebabkan laju pertumbuhan produksi kedelai nasional
terus menurun (Gambar 1).
Kebijakan pemerintah dalam upaya untuk meningkatkan produksi kedelai
meliputi kebijakan di sektor teknologi budidaya, input dan output. Upaya
pemerintah dalam meningkatkan produksi kedelai ditempuh melalui peningkatan
produktivitas dan perluasan areal tanam. Peningkatan produktivitas dilakukan
melalui perbaikan teknologi budidaya yaitu melalui Program SL-PTT melalui GPPTT pada komoditas kedelai difokuskan untuk meningkatkan produktivitas
kedelai, sedangkan program perluasan tanam dilakukan melalui Program PAT

3

(Perluasan Areal Tanam). Program perbaikan teknologi budidaya diterapkan
dengan memperbaiki cara bercocok tanam kedelai di lokasi sentra kedelai.
Penggunaan pupuk berimbang, penggunaan benih unggul dan mengurangi
kehilangan hasil panen. Penguasaan teknik budidaya petani kedelai yang masih
sederhana dan terbatas dapat dipecahkan dengan penggunaan teknologi dapat
diatasi dengan program SL-PTT dan GP-PTT. Dengan mengajak partisipasi petani
kedelai dalam program ini dan langsung dilakukan di tengah-tengah petani,
diharapkan petani dapat merasakan serta melihat langsung perubahannya setelah
menerapkannya. Sehingga tujuan pemerintah dalam meningkatkan produktivitas
kedelai dapat tercapai dan dapat meningkatkan partisipasi petani dalam
berusahatani kedelai.
Pada tahun 2007-2008 laju pertumbuhan produksi kedelai cukup tinggi
dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Peningkatan produksi tersebut merupakan
keberhasilan pemerintah dalam menerapkan program Sekolah LapangPengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT). Keberhasilan program tersebut dapat
meningkatkan produksi kedelai nasional sebesar 30 persen (Dinas Pertanian Jawa
Timur, 2009). Akan tetapi, pada tahun selanjutnya produksi kembali turun
dikarenakan rendahnya harga kedelai.

Gambar 1 Laju pertumbuhan produksi, luas panen dan produktivitas kedelai
nasional tahun 2000-2013
Sumber: BPS Republik Indonesia, 2014

Perbaikan teknologi budidaya kedelai selain melalui proses budidaya itu
sendiri, perlu didukung dengan pengadaan input yang terjangkau oleh petani.
Input pertanian yang mendukung berkembangnya teknologi budidaya yaitu benih,
pupuk dan pestisida. Ketersediaan benih unggul, pupuk dan pestisida yang murah
serta terjangkau bagi petani terus diusahakan oleh pemerintah melalui subsidi
terhadap benih, pupuk dan kebijakan tarif untuk pestisida. Pemberian subsidi
benih, pupuk dan tarif terhadap pestisida dapat dikategorikan sebagai intervensi

4

pemerintah dalam mempengaruhi struktur pasar input. Intervensi tersebut
bertujuan untuk melindungi petani dalam mendapatkan benih, pupuk dan pestisida
dengan harga yang terjangkau. Penggunaan benih, pupuk dan pestisida dapat
dikatakan sebagai faktor pendukung perkembangan teknologi budidaya kedelai
karena dapat meningkatkan produktivitas tanaman. Intervensi pemerintah
terhadap benih dan pupuk terkait dengan harga yaitu dengan cara, pemerintah
membayar sebagian harga yang seharusnya dibayar oleh petani pada kondisi harga
pasar tanpa ada intervensi pemerintah. Bantuan atau subsidi benih kedelai
diberikan hanya terbatas pada lokasi-lokasi yang mendapatkan program
pemerintah. Sehingga harga benih dan pupuk yang terima petani lebih rendah jika
dibandingkan harga pupuk non-subsidi.
Upaya pemerintah melalui subsidi pupuk dan benih serta penerapan tarif
pada pestisida termasuk kedalam intervensi pemerintah dalam sektor input.
Kebijakan pada input tersebut bertujuan untuk meningkatkan produktivitas
kedelai dan meningkatkan pendapatan petani. Penggunaan benih unggul oleh
petani dapat meningkatkan produktivitas kedelai. Harga benih unggul dan pupuk
yang lebih rendah dibandingkan dengan harga pasar dapat mengurangi biaya
produksi petani dan meningkatkan pendapatan petani kedelai. Meningkatnya
produktivitas kedelai dan turunnya biaya usahatani kedelai diharapkan dapat
meningkatkan daya saing komoditas kedelai serta partisipasi petani dalam
menanam kedelai. Penerapan subsidi terhadap pupuk dan benih serta kebijakan
tarif pada pestisida tetap dilakukan oleh pemerintah karena untuk melindungi
petani meskipun kebijakan subsidi pupuk yang diterapkan oleh pemerintah
Indonesia lebih menguntungkan petani yang memiliki skala usahatani besar yang
tidak membutuhkan subsidi dan memicu penggunaan pupuk melebihi dosis yang
dianjurkan sehingga berdampak pada rusaknya kesuburan tanah.
Intervensi selanjutnya yang dilakukan oleh pemerintah yaitu melalui
kebijakan harga output melalui penetepan Harga Pokok Pembelian Pemerintah
(HPP) pada komoditas kedelai. Pemerintah melalui kementerian perdagangan
mengeluarkan surat rekomendasi HPP di tingkat petani. Tujuannya yaitu untuk
menjaga stabilitas harga kedelai domestik dan melindungi petani dari jatuhnya
harga. Kebijakan harga output ini belum berjalan efektif dikarenakan tidak adanya
lembaga khusus yang ditugaskan untuk menampung hasil panen petani.
Pemasaran kedelai yang masih dikuasai oleh pedagang dari pedagang besar
provinsi/kabupaten hingga pedagang pengumpul tingkat desa, membuat daya
tawar petani menjadi lemah dihadapan para pedagang. Selain itu kebijakan
perdagangan dalam hal tarif kedelai impor semakin membuat petani kedelai
domestik tertekan. Pengurangan tarif kedelai impor menjadi nol persen lebih
menguntungkan pihak industri pangan berbahan baku kedelai (tahu dan tempe)
dan konsumen dan cukup merugikan petani kedelai.
Usahatani kedelai tersebar diseluruh wilayah Jawa Timur dikarenakan
lingkungannya mendukung untuk tumbuhnya tanaman kedelai secara optimal.
Diantara sentra-sentra produksi kedelai di jawa timur, terdapat tiga kabupaten
sentra produsen kedelai terbesar yaitu Banyuwangi, Sampang dan Lamongan.
Ketiga daerah ini merupakan penopang produksi kedelai jawa timur, sehingga
apabila produksinya terganggu dapat berdampak pada produksi kedelai Jawa
Timur dan akhirnya berdampak juga pada produksi kedelai nasional. Berdasarkan
data produksi kedelai di ketiga sentra kedelai tersebut mulai tahun 2007-2013,

5

terlihat bahwa Kabupaten Lamongan mengalami tren produksi yang terus
meningkat dan cenderung stabil dibandingkan dua kabupaten lainnya. Selain itu,
Kabupaten Lamongan merupakan daerah yang dijadikan sebagai penerapan
program SL-PTT komoditas kedelai. Potensi produktivitas kedelai di Kabupaten
Lamongan cukup tinggi yaitu 1,6 ton/hektar diatas rata-rata produktivitas nasional
yang hanya 1.3 ton/hektar. Melalui program SL-PTT ini dapat mencapai potensi
yang dimiliki oleh Kabupaten Lamongan. Berdasarkan hal-hal yang telah
dijelaskan diatas, maka dipilihlah Kabupaten Lamongan sebagai lokasi penelitian.
Perumusan Masalah
Adanya kebijakan pemerintah dalam menjaga stabilitas dan ketahanan
pangan pada komoditas kedelai menjadikan alasan penelitian ini dilakukan.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam upaya meningkatkan daya
saing kedelai domestik tidak hanya dilakukan saat ini saja. Pada tahun 1986, telah
dilakukan berbagai program dalam rangka meningkatkan produksi kedelai
nasional diantaranya program Bimas (Bimbingan Masal), Inmas (Intensifikasi
Masal), Inmum (Intensifikasi Umum), Insus (intensifikasi Khusus), Supra Insus,
kemudian Operasi Khusus (Opsus) kedelai. Kemudian pada tahun 2004,
dilakukan program Pengembangan Kedelai Intensif (Bangkit Kedelai) dengan
target pada tahun 2011 Indonesia dapat berswasembada kedelai. Akan tetapi,
semua program tersebut belum dapat meningkatkan daya saing kedelai domestik
terhadap kedelai impor, bahkan impor kedelai setiap tahun semakin meningkat.
Dari perkembangan kebijakan pemerintah dari tahun 1986 sampai saat ini
terdapat kesamaan dan perbedaan implementasi dalam upaya untuk meningkatkan
produksi kedelai. Kesamaan implementasi kebijakan peningkatan produksi
kedelai yaitu melalui: (1) Intensifikasi, yaitu dengan upaya peningkatan produksi
melalui subsidi input produksi dan penggunaan benih unggul; (2) Ekstensifikasi,
peningkatan produksi melalui perluasan areal tanam yang diprioritaskan di lahan
sawah irigasi, tadah hujan dan lahan marjinal. Sedangkan perbedaan implementasi
dalam upaya meningkatkan produksi kedelai domestik yaitu pada penetapan harga
dasar.
Strategi pemerintah dalam meningkatkan produksi kedelai nasional agar
dapat berdaya saing di pasar terus menerus dilakukan meskipun masih belum
mendapatkan hasil yang memuaskan. Program-program yang sebelumnya telah
dilakukan terus dievaluasi dan diperbaiki agar menghasilkan program yang sesuai
dengan keadaan alam dan petani di Indonesia. Upaya pemerintah saat ini dalam
meningkatkan produksi kedelai nasional terus dilanjutkan dari program
sebelumnya yaitu program “Bangkit Kedelai” tahun 2004-2009 menjadi program
“Swasembada Kedelai” tahun 2010-2014. Strategi untuk mencapai swasembada
kedelai diupayakan melalui : (1) peningkatan luas areal tanam melalui upaya
khusus (Upsus) seluas 1,15 juta hektar dan utamanya diarahkan untuk tumpang
sari di areal pertanaman jagung dan tanaman perkebunan (sawit, tebu); perluasan
areal dilakukan di areal hutan tanaman industri (HTI), hutan tanaman rakyat
(HTR), dan PT Perkebunan Nasional (PTPN); serta (2) peningkatan Indeks
Pertanaman (Renstra Kementan 2010-2014). Pendekatan yang dilakukan dalam
pencapaian sasaran produksi kedelai selama 2010-2014, dilakukan melalui
penerapan Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman Terpadu (SL-PTT) yang diikuti

6

upaya pengamanan produksi dengan mengantisipasi peningkatan Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI) melalui
pengawalan ketat, pemberdayaan petugas, koordinasi dengan instansi terkait,
gerakan pengendalian, peningkatan kewaspadaan, dan penyiapan sarana dan
prasarana (Kementerian Pertanian, 2014).
Kebijakan pemerintah terkait kedelai yang dianggap cukup berhasil dan
masih diterapkan hingga renstra Kementan tahun 2010-2014 salah satunya adalah
program SL-PTT, disamping kebijakan subsidi input dan harga output. Program
SL-PTT ini diterapkan oleh pemerintah di beberapa daerah salah satunya di Jawa
Timur, dan memberikan hasil yang cukup baik yaitu meningkatkan produksi
kedelai sebesar 30 persen (Dinas Pertanian Jawa Timur, 2009). Program tersebut
berhasil meningkatkan produksi kedelai nasional sebesar 30 persen, tetapi harga
yang diterima petani masih rendah dibandingkan dengan harga komoditas lain
sehingga membuat petani mengalihkan usahataninya pada komoditas lain pada
musim berikutnya. Persoalan ini telah diketahui oleh pemerintah, sehingga untuk
mengurangi dampak dari rendahnya harga kedelai di tingkat petani, pemerintah
mengeluarkan surat rekomendasi HPP kedelai. Kemudian untuk mengatasi
tingginya biaya produksi usahatani kedelai, pemerintah memberikan subsidi input
dan benih untuk mengurangi biaya produksi serta meningkatkan produksi kedelai.
Intervensi pemerintah melalui kebijakan input, output maupun keduanya,
maka alat analisis yang digunakan adalah Policy Analysis Matrix (PAM). PAM
menganalisis kebijakan pemerintah dengan menggunakan tiga isu utama, yaitu
isu sentral pertama mengenai analisis kebijakan pertanian adalah berkaitan dengan
daya saing suatu sistem usahatani pada tingkat harga dan teknologi yang ada. Isu
kedua yang terkait dengan isu sentral kebijakan pertanian adalah dampak investasi
publik, dalam bentuk pembangunan infrastruktur baru, terhadap tingkat efisiensi
sistem usahatani (isu kedua ini tidak tercakup dalam penelitian ini). Efisiensi
diukur dengan tingkat keuntungan sosial (social profitability). Perbedaan
keuntungan sosial sebelum dan sesudah adanya investasi publik menunjukkan
peningkatan keuntungan sosial. Isu sentral ketiga yang terkait dengan kebijakan
pertanian adalah berkaitan erat dengan isu kedua, yaitu dampak investasi baru
dalam bentuk riset atau teknologi pertanian terhadap tingkat efisiensi sistem
usahatani.
Berdasarkan isu pertama dalam PAM mengenai analisis kebijakan
pemerintah pada komoditas kedelai, maka akan dianalisis tingkat efisiensi
usahatani pada kondisi harga dan teknologi yang ada. Tingkat efisiensi privat ini
diukur dengan tingkat keuntungan finansial. Melalui tingkat keuntungan finansial
dapat terlihat efisiensi usahatani kedelai pada kondisi harga dan teknologi yang
ada. Pengaruh teknologi aktual terhadap produktivitas dalam PAM ditunjukkan
dalam sel matriks penerimaan. Intervensi pemerintah terhadap kedelai domestik
melalui perbaikan teknologi ditunjukkan pada sel penerimaan. Sementara itu,
kebijakan input ditunjukkan pada sel input yang diperdagangkan (tradable input),
kebijakan output ditunjukkan pada sel penerimaan, sedangkan kebijakan input dan
output secara simultan ditunjukkan pada sel keuntungan (profitabilitas). Efisiensi
diukur dengan tingkat keuntungan ekonomi. Pada isu ketiga ini, tingkat efisiensi
usahatani kedelai dianalisis pada kondisi harga sosialnya. Sama halnya pada isu
pertama, pada isu ketiga ini hubungan antara kebijakan pemerintah dalam
investasi teknologi ditunjukkan melalui matriks penerimaan dan subsidi harga

7

ditunjukkan melalui biaya input tradabel. Dampak kebijakan pada sisi input dapat
dilihat dengan menghitung selisih dan atau membandingkan antara input yang
diperdagangkan (tradable input) pada harga ekonomi (sosial) dengan input
diperdagang pada harga privat. Dampak kebijakan pada sisi output dapat dilihat
dengan menghitung selisih dan atau membandingkan antara penerimaan pada
harga ekonomi (sosial) dengan input yang diperdagang pada harga privat.
Sementara itu, dampak kebijakan pada input-output secara simultan dapat dilihat
dengan menghitung selisih dan atau membandingkan antara keuntungan pada
harga ekonomi (sosial) dengan keuntungan pada harga privat.
Hasil dari keuntungan finansial dan keuntungan ekonomi nantinya akan
digunakan untuk mengukur daya saing. Melalui keuntungan finansial akan
diperoleh nilai koefisien daya saing kompetitif dan melalui keuntungan ekonomi
diperoleh nilai koefisien daya saing komparatif kedelai domestik. Sehingga untuk
menjawab hal tersebut terdapat beberapa pertanyaan yang akan dibahas dalam
penelitian ini, yaitu: (1) bagaimana keuntungan finansial dan ekonomi dari
usahatani kedelai di daerah sentra kedelai yaitu Lamongan; (2) bagaimana status
daya saing komoditas kedelai domestik terhadap kedelai impor; dan (3)
bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas kedelai
itu sendiri.
Tingkat kebaruan atau noveltis dari penelitian ini yaitu lokasi penelitian.
Kabupaten Lamongan sebagai sentra kedelai terbesar ketiga di Indonesia, selama
ini belum ada yang mengukur tingkat daya saing dari komoditas kedelai di
Lamongan. Kemudian pada berbagai skenario analisis sensitivitas yang dilakukan
pada penelitian ini. Skenario analisis sensitivitas yang dilakukan cukup beragam
dengan adanya analisis kebijakan tunggal dan kebijakan gabungan. Skenario
kebijakan tunggal dilakukan dengan membuat suatu perubahan kebijakan dengan
satu jenis kebijakan saja, seperti kebijakan harga kedelai, suku bunga, pupuk, dan
fluktuasi nilai tukar mata uang rupiah terhadap dolar Amerika Serikat. Kemudian
skenario kebijakan gabungan, dilakukan dengan membuat skenario apabila
pemerintah melakukan penerapan beberapa kebijakan sekaligus pada komoditas
kedelai, seperti harga kedelai, tarif impor, suku bunga, dan harga pupuk.
Tujuan Penelitian
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui daya saing dan
dampak kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas kedelai di
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah :
1. Menganalisis tingkat keuntungan finansial dan ekonomi usahatani pada
komoditas kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
2. Menganalisis daya saing komoditas kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa
Timur.
3. Menganalisis dampat kebijakan pemerintah terhadap daya saing komoditas
kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.

8

Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan adanya penelitian ini adalah:
1. Bagi peneliti, penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai daya
saing dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas kedelai di
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur pada khususnya.
2. Bagi pelaku agribisnis, penelitian ini dapat menambah referensi mengenai
status daya saing komoditas kedelai dan dampak kebijakan pemerintah pada
sistem komoditas kedelai yang berguna dalam pengambilan keputusan
pengembangan usaha.
3. Bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, hasil analisis daya saing
dan dampak kebijakan pemerintah diharapkan dapat menjadi bahan gambaran
status daya saing komoditas kedelai di Kabupaten Lamongan, Jawa Timur atas
respon dari kebijakan yang telah diterapkan sehingga bisa membantu dalam
merumuskan dan mengimplementasikan instrument-instrumen kebijakan yang
lebih efektif bagi perkembangan agribisnis kedelai.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini mencakup analisis finansial dan analisis
ekonomi dari usahatani kedelai di Kabupaten Lamongan. Analisis finansial
merupakan analisis usahatani pada kondisi harga dan teknologi aktual. Pada
analisis finansial dilihat selisih antara penerimaan dan biaya total dengan dasar
harga keluaran yang diterima dan harga masukan yang dibayar petani. Total biaya
telah mencakup biaya sewa lahan dan sewa tenaga kerja dalam keluarga.
Keuntungan secara finansial diperoleh dari selisih antara penerimaan dan biaya
total dengan dasar perhitungan bujet privat (aktual) pada saat penelitian.
Sedangkan keuntungan ekonomi diperoleh dari selisih antara penerimaan dan
biaya total berdasarkan bujet sosial usahatani kedelai. Analisis ekonomi
merupakan analisis usahatani dilihat pada kondisi harga sosialnya. Analisis
finansial dan ekonomi diperlukan untuk melihat perubahan keuntungan dan daya
saing usahatani kedelai ketika pada kondisi harga dan teknologi aktual dengan
kondisi setelah adanya intervensi pemerintah.
Pada penelitian ini juga mencakup menganalisis dampak kebijakan
pemerintah terkait komoditas kedelai dalam kurun waktu 2010-2014. Kebijakan
pemerintah yang dilihat terkait dengan kebijakan di sektor input, output dan
perbaikan teknologi yaitu SL-PTT. Kebijakan disektor input mencakup kebijakan
subsidi pupuk dan benih serta pestisida. Kemudian pada sektor output terkait
dengan penetapan HPP kedelai. Pada sektor teknologi yang diangkat yaitu
program SL-PTT, karena program ini berdasarkan data dari Dinas Pertanian Jawa
Timur, 2009, mampu meningkatkan produksi kedelai sebesar 30 persen.

9

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran Daya Saing
Menurut Simatupang (1991) serta Sudaryanto dan Simatupang (1993)
konsep keunggulan komparatif merupakan ukuran daya saing (keunggulan)
potensial, daya saing akan dicapai apabila perekonomian tidak mengalami distorsi
sama sekali. Komoditas yang memiliki keunggulan komparatif dikatakan juga
memiliki efisiensi secara ekonomi. Keunggulan kompetitif merupakan pengukur
daya saing suatu kegiatan pada kondisi perekonomian aktual. Terkait dengan
konsep keunggulan komparatif adalah kelayakan ekonomi, dan terkait dengan
keunggulan kompetitif adalah kelayakan finansial dari suatu aktivitas. Sumber
distorsi yang dapat mengganggu tingkat daya saing antara lain adalah (1)
kebijakan pemerintah, baik yang bersifat langsung (seperti tarif) maupun tidak
langsung (seperti regulasi); dan (2) distorsi pasar, karena adanya
ketidaksempurnaan
pasar
(market
imperfection),
misalnya
adanya
monopoli/monopsoni domestik.
Esterhuizen et al. (2008) dalam Saptana (2010) mendefinisikan daya saing
(competitiveness) sebagai kemampuan suatu sektor industri, atau perusahaan
untuk bersaing dengan sukses dalam mencapai pertumbuhan yang berkelanjutan
di dalam lingkungan global selama biaya imbangannya lebih rendah dari
penerimaan sumber daya yang digunakan. Pada tingkat produsen, suatu
komoditas dapat memiliki keunggulan komparatif, memiliki biaya oportunitas
yang relatif rendah, namun ditingkat konsumen tidak memiliki daya saing
(keunggulan kompetitif) karena adanya distorsi pasar dan/atau biaya transaksi
yang tinggi. Hal sebaliknya juga dapat terjadi, karena adanya dukungan (campur
tangan) kebijakan pemerintah, suatu komoditas memiliki daya saing di tingkat
konsumen padahal ia tidak memiliki keunggulan komparatif di tingkat produsen.
Pengukuran status daya saing sektor agribisnis dapat menggunakan Relative
Trade Advantage/RTA (Balasa, 1989). RTA merupakan alat pengukur daya saing
dan kinerja ekspor/impor melalui data post-trade (Ayala-Garay et al.,2009).
Berdasarkan hal tersebut, maka sumber data alat analisis RTA menggunakan pos
data perdagangan ekspor dan impor. RTA dihitung sebagai selisih antara Relative
Export Advantage (RXA), yang setara dengan indeks Ballasa asli (RCA), dengan
Relative Import Advantage (RMA) (Fitriani et al,2014). Perbedaan utama RXA
Vollrath dari indeks asli RCA Balassa adalah bahwa hal itu untuk mencegah dari
penghitungan ganda (Ferto dan Hubbard, 2003 dalam Fitriani et al, 2014 hal 89).
Sedangkan analisis status daya saing terutama dari pandangan pengambil
kebijakan dapat dilakukan dengan Agribusiness Executive Survey (AES). Melalui
pandangan dari pengambil kebijakan tersebut, dilihat faktor penghambat dan
faktor yang dapat meningkatkan daya saing. Tingginya biaya transaksi, kebijakan
tenaga kerja yang tidak fleksibel, dan kompetensi sumber daya manusia (SDM) di
sektor publik merupakan beberapa faktor yang menghambat daya saing dari suatu
sektor. Produksi yang terjangkau, produk yang berkualitas tinggi, kompetisi yang
ketat di pasar domestik, dan inovasi yang berkelanjutan merupakan kunci sukses
sebagai faktor-faktor dalam meningkatkan daya saing.

10

Terdapat hubungan yang jelas antara perubahan di lingkungan pengambilan
keputusan dan kinerja daya saing suatu sektor. Hubungan ini mempengaruhi
keberlanjutan status daya saing suatu sektor. Analisis kualitatif dan kuantitatif
pada level kelembagaan agribisnis dapat menggunakan Agribusiness Confidence
Index (ACI). Analisis ACI memperlihatkan bahwa tren dalam keyakinan bisnis
pada suatu sektor dipengaruhi oleh sejumlah aktifitas kompleks dan ekspektasi
yang mencakup kondisi iklim, perubahan pada nilai tukar mata uang dan suku
bunga, pertumbuhan ekonomi, perubahan omzet dan pendapatan bersih usaha.
Alat ukur daya saing yang juga banyak digunakan adalah Revealed
Competitive Advantage (RCA). RCA merupakan rasio atau perbandingan antara
share produk yang diekspor suatu negara terhadap perdagangan dunia (Balassa,
1965 dalam Esterhuizen, 2006 hal 116). RCA dapat digunakan untuk menilai
potensi ekspor suatu negara. Indeks RCA memberikan informasi yang berguna
mengenai kemungkinan potensi perdagangan dengan negara mitra baru. Negara
yang memiliki profil RCA yang sama kemungkinan besar tidak ingin menjalin
hubungan perdagangan bilateral yang intensitasnya sangat tinggi kecuali terlibat
dalam perdagang yang industrinya sama. Berdasarkan Balassa, 1965 dalam
Esterhuizen, 2006 hal 116, menyatakan bahwa RCA dapat ditunjukkan oleh
kinerja perdagangan dari individu komoditas dan negara dalam pengertian bahwa
pola perdagangan komoditas tersebut mencerminkan biaya relatif pasar sama
halnya seperti perbedaan pada faktor daya saing non-price, seperti kebijakan
pemerintah.
Dalam penelitian ini menggunakan Policy Analysis Matrix (PAM), hasil
analisis ini dipakai untuk melihat dua indikator pokok pengukur daya saing, yaitu
Private Cost Ratio (PCR) yang merupakan indikator keunggulan kompetitif yang
menunjukkan kemampuan sistem untuk membayar biaya sumber daya domestik
dan tetap kompetitif pada harga privat, Domestic Resource Cost Ratio (DRCR)
merupakan indikator keunggulan komparatif, yang menunjukkan jumlah sumber
daya domestik yang dapat dihemat untuk menghasilkan satu unit devisa (Monke
and Pearson, 1995). Selain itu dengan PAM juga dapat digunakan untuk melihat
dampak efektivitas kebijakan (divergensi) terhadap input, output, serta inputoutput secara keseluruhan.
Daya Saing Komoditas Pertanian
Penelitian yang berkaitan dengan daya saing telah banyak dilakukan, banyak
peneliti terdahulu menggunakan metode PAM. Penelitian mengenai daya saing
berkaitan dengan komoditas yang memiliki pengaruh penting terhadap
perekonomian suatu negara. Beberapa penelitian mengenai daya saing komoditas
pokok disuatu negara diantaranya yaitu kacang-kacangan (Mahmoud, 2014),
gandum (Rehman et al,. 2011), padi (Ugochukwu and Ezedinma, 2011; Akramov
and Malek, 2012) dan ternak (Bojnec, 2003). Selain penelitian daya saing pada
komoditas pokok, penelitian daya saing juga telah dilakukan pada beberapa
komoditas perkebunan seperti manggis (Kustiari et al,. 2012; Muslim dan Nurasa,
2011), teh (Suprihatini, 2005) dan kapas (Mohanty et al., 2003). Tujuan dari
semua penelitian tersebut adalah mengukur daya saing dan dampak kebijakan
pemerintah terhadap komoditas pangan dan perkebunan agar dapat bersaing di
pasar global. Dengan mengetahui status daya saing dan dampak kebijakan

11

pemerintah, diharapkan dapat melihat keunggulan yang dimiliki oleh komoditas
tersebut. Sehingga apabila ada kebijakan pemerintah yang kurang mendukung
dalam upaya meningkatkan daya saing dapat dievaluasi dan mempertahankan
kebijakan yang sudah baik.
Daya saing komoditas perkebunan di Indonesia sudah memiliki daya saing
yang cukup baik. Beberapa komoditas perkebunan seperti lada putih (Sudarlin,
2008) dan kopi robusta (Desianti, 2002) memiliki tingkat daya saing yang cukup
baik. Keuntungan yang diperoleh dalam pengusahaan komoditas lada putih
menunjukkan bahwa pengusahaan komoditas lada putih secara finansial maupun
ekonomi sangat menguntungkan dengan nilai keuntungan privat dan sosial
masing-masing lebih besar dari nol (positif) untuk setiap tahun produksi. Indikator
daya saing komoditas lada putih baik keunggulan kompetitif dan komparatif yang
ditunjukkan oleh nilai PCR dan DRCR kurang dari satu untuk masing-masing
tahun produksi. Keunggulan kompetitif dan komparatif tertinggi tercapai pada
tahun ke-4 dengan nilai PCR dan DRCR yaitu sebesar 0.22 dan 0.18. Hal ini
menandakan bahwa pengusahaan komoditas lada putih layak untuk dijalankan dan
dikembangkan baik tanpa atau dengan adanya kebijakan pemerintah. Sedangkan
dampak kebijakan pemerintah terhadap profitabilitas dan daya saing kopi robusta
menunjukkan bahwa profitabilitas perkebunan rakyat secara finansial dan
ekonomi menguntungkan. Daya saing per hektar komoditas kopi menunjukkan
seluruh wilayah memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif, yang berarti
setiap wilayah mampu membiayai sistem produksi kopi lebih murah dengan
mendayagunakan sumber daya domestik dibandingkan jika mengimpor kopi.
Bagi Indonesia, padi atau beras merupakan komoditas yang memiliki nilai
strategis baik segi ekonomi, sosial maupun politik. Karena karakteristiknya yang
unik dan mempunyai peran yang strategis menyebabkan banyak negara di Asia,
seperti Bangladesh, Filipina, dan Pakistan menerapkan langkah perlindungan
terhadap petani produsennya (Sudaryanto dan Rachman., 2000). Seperti negara
lainnya yang menganggap beras sebagai komoditas strategis, Indonesia pun
melakukan proteksi terhadap komoditas beras untuk melindungi petani produsen.
Petani produsen padi mendapatkan proteksi input,output, maupun input-output
dari pemerintah agar dapat berdaya saing (Rachman et al,. 2004; Mantau et al,.
2014). Untuk komoditas pangan lainnya seperti jagung memiliki tingkat daya
saing yang baik untuk semua wilayah dan menguntungkan secara finansial
maupun ekonomi ( Rusastra et al,. 2004; Mayrita, 2007).
Daya saing di bidang pertanian seperti sektor perkebunan memiliki
keunggulan komparatif maupun kompetitif dikarena kondisi iklim dan geografis
Indonesia yang mendukung untuk budidaya manggis, kopi dan lada. Sehingga
meskipun tidak adanya kebijakan pemerintah, komoditas tersebut tetap memiliki
daya saing. Dapat dikatakan bahwa daya saing suatu komoditas dapat dicapai
ketika adanya dukungan lingkungan yang baik seperti iklim dan letak geografis.
Selain dukungan lingkungan, daya saing juga dapat dicapai ketika pemerintah
melakukan intervensi terhadap komoditas yang dianggap memiliki pengaruh
terhadap hajat hidup orang banyak.

12

Daya Saing Komoditas Kedelai
Terkait dengan daya saing kedelai, masih terdapat beragam pendapat
mengenai status daya saing kedelai Indonesia. Melalui beberapa penelitian
menunjukkan bahwa kedelai domestik tidak memiliki daya saing terhadap kedelai
impor (Rosegrant et al., 1987; Simatupang, 1990; Rusastra , 1995). Tetapi pada
beberapa penelitian terakhir menunjukkan bahwa usahatani kedelai memiliki daya
saing terhadap kedelai impor (Firdaus, 2007; Zakaria et al., 2010; Purwati et
al.,2013). Berdasarkan pendapat dari pihak yang menyatakan kedelai domestik
tidak memiliki daya saing, berpendapat bahwa usahatani kedelai di Indonesia
lebih baik diusahakan diluar Jawa, karena kinerja usahatani kedelai di Jawa sudah
mengalami kemunduran. Persaingan dengan komoditas lain yang lebih
menguntungkan menjadi salah satu penyebab kinerja usahatani kedelai menurun.
Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan yang menjadi perhatian
pemerintah.
Berdasarkan alat analisis yang digunakannya, beberapa penelitian telah
mengukur mengenai daya saing komoditas kedelai serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya. Alat analisis yang digunakan mengenai daya saing kedelai di
Indonesia diantara yaitu RCA (Sarwono, 2014), R/C rasio (Saraswati et al.,2011)
dan PAM (Purwati et al.,2013; Firdaus, 2007;dsb). Pada analisis RCA dilakukan
dengan melihat data perdagangan, yaitu dengan melihat share ekspor kedelai
Indonesia terhadap perdagangan dunia. Penelitian daya saing yang dilakukan
dengan menggunakan RCA, yaitu menunjukkan variabel-variabel apa saja yang
berpengaruh secara nyata terhadap daya saing kedelai dengan data time series
perdagangan. Variabel-variabel yang berpengaruh secara signifikan terhadap daya
saing kedelai yaitu produksi kedelai nasional dan ekspor kedelai. Variabel
kebijakan pemerintah dan nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap daya saing kedelai Indonesia (Sarwono,
2014).
Pada pernyataan diatas menyatakan bahwa variabel produksi kedelai
nasional sangat berpengaruh signifikan terhadap daya saing kedelai. Produksi
kedelai nasional saat ini sebesar 800 ribu ton per tahun dan selalu berfluktuasi
setiap tahunnya. Produksi tersebut masih rendah dibandingkan dengan permintaan
kedelai nasional yang mencapai 2 juta ton per tahun. Rendahnya produksi kedelai
nasional disebabnya tingginya tingkat persaingan pola tanam di lahan.
Produktivitas rata-rata kedelai Indonesia sebesar 1.5 ton per hektar jika
dibandingkan dengan tanaman pangan lain seperti padi dan jagung masih kalah
bersaing. Titik impas produktivitas kedelai secara finansial layak diusahakan dan
dapat bersaing dengan tanaman padi jika produktivitasnya sebesar 1.79-1.88
ton/ha, sedangkan dengan tanaman jagung sebesar 1.72 -1.84 ton/ha