Pengaruh Kemitraan Terhadap Risiko Usahatani Tembakau Di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur.

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP RISIKO USAHATANI
TEMBAKAU DI KABUPATEN BOJONEGORO PROVINSI
JAWA TIMUR

AHMAD FANANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pengaruh Kemitraan
Terhadap Risiko Usahatani Tembakau di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa
Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi
yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2015

Ahmad Fanani
NRP : H453130281

RINGKASAN
AHMAD FANANI. Pengaruh Kemitraan Terhadap Risiko Usahatani Tembakau
di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur. (LUKYTAWATI ANGGRAENI
sebagai Ketua, YUSMAN SYAUKAT sebagai Anggota Komisi Pembimbing).
Salah satu daerah penghasil tembakau di Jawa Timur yang paling tinggi
produktivitasnya adalah Kabupaten Bojonegoro, namun produksi tembakau di
Kabupaten Bojonegoro cenderung fluktuatif setiap musim. Adanya fluktuasi
produksi tersebut menunjukkan bahwa terdapat risiko produksi dalam usahatani
tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Selain permasalahan produksi, petani
tembakau di Kabupaten Bojonegoro juga dihadapkan pada kondisi harga yang
tidak menentu setiap musimnya. Harga tembakau tinggi pada saat musim kemarau
dan harga tembakau turun ketika musim hujan. Musim yang tidak menentu
menyebabkan fluktuasi harga tembakau di pasaran. Guna mengurangi risiko, baik
risiko harga maupun risiko produksi petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro

sebagian besar petani melakukan kemitraan dengan perusahaan rokok seperti PT.
Gudang Garam, Tbk.
Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) Menganalisis dan membandingkan
fungsi risiko produksi usahatani tembakau petani mitra dan non mitra di
Kabupaten Bojonegoro (2) Menganalisis dan membandingkan risiko harga
tembakau petani mitra dan non mitra di Kabupaten Bojonegoro (3) Menganalisis
preferensi risiko produksi dan harga tembakau di Kabupaten Bojonegoro.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bojonegoro khususnya di Kecamatan
Kepohbaru, dan Kecamatan Baureno. Data yang digunakan adalah data cross
section yang bersumber dari hasil wawancara dengan 120 petani tembakau yang
terdiri dari 60 petani mitra dan 60 petani non mitra. Model Just and Pope
digunakan untuk menganalisis fungsi risiko produksi usahatani tembakau,
perhitungan Ekspektasi Harga digunakan untuk menganalisis risiko harga
usahatani tembakau dan model Fungsi Utilitas Kuadratik digunakan untuk
menganalisis preferensi risiko usahatani tembakau.
Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat dua variabel yang berpengaruh
terhadap risiko produksi tembakau yaitu parameter dummy kemitraan yang
bertanda negatif dan luas lahan tembakau yang bertanda positif. Hal tersebut
menunjukkan bahwa dummy kemitraan merupakan faktor yang dapat mengurangi
risiko produksi tembakau (risk reducing factors). Faktor penentu risiko produksi

petani mitra adalah pupuk TSP yang mengurangi risiko dan pupuk Urea yang
meningkatkan risiko produksi tembakau. Variabel yang mempengaruhi risiko
petani non mitra adalah jumlah bibit yang meningkatkan risiko produksi, pestisida
yang bersifat mengurangi risiko produksi dan tenaga kerja yang digunakan
memiliki pengaruh positif terhadap risiko produksi.
Risiko harga yang dihadapi petani mitra lebih kecil jika dibandingkan
dengan petani non mitra. Hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien variasi petani
mitra sebesar 0.145. Nilai tersebut lebih rendah dari nilai koefisien variasi untuk
petani non mitra sebesar 0.194. Nilai koefisien variasi petani mitra menunjukkan
setiap rupiah harga yang diharapkan maka risiko harga yang dihadapi sebesar
Rp.0.145 yang lebih rendah dari risiko petani non mitra sebesar Rp.0.194.
Rendahnya risiko harga petani mitra dikarenakan petani yang bermitra dengan PT.

Gudang Garam, Tbk memiliki jaminan harga dari perusahaan sehingga petani
mitra menerima harga yang relatif stabil.
Preferensi risiko petani tembakau menunjukkan bahwa petani tembakau di
Kabupaten Bojonegoro berperilaku Risk Taker atau berani mengambil risiko
terhadap risiko produksi dan harga. Petani akan mengimbangi dengan
menurunkan keuntungan atau pendapatan yang diharapkan jika terjadi kenaikan
ragam produksi. Petani bersifat Risk Taker dikarenakan usahatani tembakau

sangat riskan terhadap adanya ketidakpastian produksi dan harga.
Kata Kunci: Usahatani Tembakau, Risiko Produksi, Risiko Harga, Kemitraan

SUMMARY
AHMAD FANANI. The Effect of Partnership on The Risk of Tobacco Farming in
Bojonegoro District, East Java Province. (LUKYTAWATI ANGGRAENI as
leader, YUSMAN SYAUKAT as a member of the supervising commission).
Bojonegoro district is one of center of tobacco production in East Java
with fluctuative by season. Production fluctuation indicates that there is risk in the
production of tobacco farming in Bojonegoro. In addition to production problems
tobacco farmers in Bojonegoro is also facing the uncertain price each season.
Tobacco prices high during the dry season and tobacco prices fell during the rainy
season. Season uncertain cause tobacco prices fluctuate. Farmers mitigate these
risks by conducting partnership with PT. Gudang Garam, Tbk.
The objectives of this study were (1) to analyze the production risk of
tobacco farmers (partnership farmers and non partnership farmers) and the effect
of partnership on the risks of tobacco farming in Bojonegoro district; (2) to
analyze the price risk of tobacco farmers; (3) to analyze the risk preferences of
production and the price of tobacco in Bojonegoro district. The multy stage
purposive sampling technique was used to select Bojonegoro Regency included

two sub districts (Kepohbaru and Baureno). The data used in this study was cross
section data. The respondents were 120 growers of tobacco consist of 60
partnership farmers and 60 non partnership farmers. Just and Pope model used to
analyze the production risk. The coefficient variation was used to analyze the
price risk and Utility Functions Quadratic model were used to analyze the risk
preferences of tobacco farming.
The results showed that the dummy of partnership and land area had
statistically an significant effect on the risk of tobacco production (reducing risk
factors). The determining factors on the production risk of partenrship farmer
were the TSP fertilizer that reduces risk and the Urea fertilizers which increase the
risk of tobacco production. Variables that influence the production risk of nonpartnership farmers were the number of seeds, pesticide, and labor. The number of
seeds that increase the risk of production, pesticide that was reducing the risk of
production and labor used to have a positive influence on the risk of production.
Price risk that faced by partenership farmers was smaller than non
partnership farmers. This is shown by the value of the coefficient variation for
partnership farmers (0145) lower than non-partnership farmers (0194). The price
risk of partnership farmers was low since farmers have a guaranteed price from
the company (PT. Gudang Garam Tbk.).
Based on the values of the risk preferences, we found that most tobacco
farmers in Bojonegoro District are risk taker against the risk of production and

prices. Farmers will adjust by decreasing their expected profit or income when
there is an increasing production varians. Farmers are risk taker because tobacco
farming is too risky towards a production and price uncertainty.
Keywords : Tobacco Farming, Production Risk, Price Risk, Contract farming.

© Hak Cipta Milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGARUH KEMITRAAN TERHADAP RISIKO USAHATANI
TEMBAKAU DI KABUPATEN BOJONEGORO PROVINSI
JAWA TIMUR

AHMAD FANANI


Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis :
Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, M.S.
Penguji Wakil Komisi Program Studi pada Ujian Tesis :
Dr. Meti Ekayani, S.Hut, M.Sc.

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNYA sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian
ini adalah mengenai usahatani tembakau di Kabupaten Bojonegoro, dengan judul

Pengaruh Kemitraan Terhadap Risiko Usahatani Tembakau di Kabupaten
Bojonegoro Provinsi Jawa Timur.
Penulis menyadari bahwa tesis ini dapat diselesaikan dengan baik karena
bimbingan, arahan, curahan ilmu, masukan, dan dorongan dari komisi
pembimbing dan bantuan serta masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
pada kesempatan ini, penulis menghaturkan terima kasih dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. Dr. Lukytawati Anggraeni, S.P., M.Si., selaku ketua komisi pembimbing, dan
Dr. Ir. Yusman Syaukat, M.Ec., selaku anggota komisi pembimbing yang
selalu meluangkan waktunya untuk memberikan koreksi dan masukan serta
sebagai sumber inspirasi bagi penulis dalam penyusunan tesis.
2. Dr. Ir. Ratna Winandi Asmarantaka, M.S., selaku penguji Luar Komisi dan
Dr. Meti Ekayani, S.Hut., M.Sc., selaku penguji Wakil Komisi Program Studi
atas semua pertanyaan, masukan dan saran untuk perbaikan yang diberikan
kepada penulis.
3. Prof. Dr. Ir. Sri Hartoyo, M.S., selaku ketua Program Studi Ilmu Ekonomi
Pertanian yang telah banyak memberikan bantuan selama penulis menempuh
pendidikan.
4. Seluruh dosen Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian atas segala ilmu yang
telah diberikan selama masa perkuliahan.

5. Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik
Indonesia atas kesempatan dan dukungan beasiswa BPPDN pendidikan
Program Magister di IPB.
6. Dr. Ellys Fauziyah, S.P., M.Si., selaku dosen penguji skripsi yang telah
memberikan dukungan serta arahan untuk melanjutkan pendidikan Magister
di IPB.
7. Rektor Universitas Trunojoyo Madura dan Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Trunojoyo Madura serta Ketua Program Studi Agribisnis
Universitas Trunojoyo Madura atas kesempatan untuk menjadi calon dosen di
Universitas Trunojoyo Madura.
8. Om Johan, Teh Ina, Mas Widi, Buk Kokom, Om Erwin, Om Khusein, selaku
staf administrasi di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian, yang telah
banyak membantu selama penulis menempuh pendidikan.
9. Seluruh anggota keluarga penulis, khususnya Ibu tercinta Djuyatmi dan
ayahnda tercinta Sutarman terima kasih atas doa dan dorongan moril serta
semangat yang diberikan selama studi. Terima kasih juga kepada Kakakkakakku Siti Mualimah, S.Pd, Moh. Imron Roshadi, Inda Mayasari, Siti Puji
Astutik, S.Pd., Moh. Zaenuri, S.Kom, yang telah memberikan semangat dan
dorongan selama kuliah.
10. Sahabatku Ahmad Zainuddin, Moh. Ibrahim Annur, Rini Desfaryani, Nuni
Anggraini, Joko Adrianto, Gita Vinanda, Pebriani Komba, Stevana Astra jaya

dan yang sudah menjadi sahabat, memberikan dukungan serta semangat dan
sudah menjadi keluarga di Bogor.

11. Teman-teman di Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian Angkatan 2013
yang telah berbagi ilmu, berdiskusi dan belajar bersama selama mengikuti
kuliah.
12. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu yang telah
membantu terlaksananya penelitian dan penyusuan tesis ini.

Bogor, Desember 2015

Ahmad Fanani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah

Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

xiii
xiv
xiv
1
1
4
8
8
8

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Konsep Risiko dan Preferensi Risiko
Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk
Konsep Kemitraan Tembakau
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Penelitian Tentang Risiko Usahatani
Penelitian Tentang Kemitraan Tembakau
Kerangka Konseptual
Hipotesis Penelitian

10
10
10
13
14
17
17
19
20
21

3. METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Pemilihan Contoh Responden
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Analisis Data
Analisis Risiko Produksi Tembakau
Analisis Fungsi Produksi dan Fungsi Risiko Produksi Tembakau
Analisis Risiko Harga Tembakau
Analisis Preferensi Risiko Usahatani Tembakau di Kabupaten
Bojonegoro
Analisis Preferensi Risiko Produksi Usahatani Tembakau di
Kabupaten Bojonegoro
Analisis Preferensi Risiko Harga Usahatani Tembakau di
Kabupaten Bojonegoro

22
22
22
22
22
23
23
24
26

4. GAMBARAN UMUM WILAYAH PENELITIAN
Keadaan Geografis
Jumlah Penduduk dan Mata Pencaharian
Usahatani Tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Karakteristik Petani Tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Pola Tanam Tembakau

35
35
35
37
38
42

28
28
33

Keragaan Kemitraan Tembakau
Hak dan Kewajiban Petani Mitra Dengan PT. Gudang Garam, Tbk
Paduan Budidaya Usahatani Tembakau Virginia di Kabupaten
Bojonegoro
Produksi dan Penggunaan Input Usahatani Tembakau di
Kabupaten Bojonegoro
Analisis Pendapatan Usahatani Tembakau Petani Mitra dan
Non Mitra

42
43
47
49
50

5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Risiko Produksi Usahatani Tembakau Petani Mitra dan
Non Mitra di Kabupaten Bojonegoro
Risiko Harga Tembakau Petani Mitra dan Non Mitra di
Kabupaten Bojonegoro
Preferensi Risiko Usahatani Tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Preferensi Petani Tembakau Terhadap Risiko Produksi di Kabupaten
Bojonegoro
Perilaku Petani Tembakau Terhadap Risiko Harga di Kabupaten
Bojonegoro

54

59
61

6. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran Kebijakan
Saran Penelitian Lanjutan

66
66
66
67

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

68
72
87

54

62
63

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27

Perkembangan produksi perkebunan menurut provinsi dan
jenis tanaman (ribu ton)
Perkembangan produksi tembakau tiap Kabupaten di Jawa Timur
Produksi konsumsi dan perdagangan tembakau di Indonesia (Ton)
Jumlah rumah tangga, jumlah penduduk dan kepadatan
penduduk di Kabupaten Bojonegoro 2011
Mata pencaharian penduduk di Kabupaten Bojonegoro
tahun 2009-2011
Produksi, luas lahan dan produktivitas tembakau di
Kabupaten Bojonegoro tahun 2009-2013
Produksi tembakau virginia Kabupaten Bojonegoro tahun 2013
Keragaman umur petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Distribusi pendidikan petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Keragaman pengalaman petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Luas lahan petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Status kepemilikan lahan tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Status usahatani tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Prosedur menjadi mitra PT. Gudang Garam, Tbk
Kewajiban perusahaan dan petani mitra
Hak perusahaan dan petani mitra
Penggunaan input usahatani tembakau di Kabupaten
Bojonegoro
Analisis pendapatan usahatani tembakau di Kabupaten
Bojonegoro (Rp/ha)
Uji beda untuk pendapatan usahatani tembakau
Kualitas dan harga tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Rata-rata produktivitas tembakau dan peluang yang
diperoleh petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Besaran risiko produktivitas tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Fungsi produksi dan risiko produksi tembakau di
Kabupaten Bojonegoro
Rata-rata harga tembakau dan peluang yang diperoleh petani
tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Risiko harga tembakau di Kabupaten Bojonegoro
Preferensi petani tembakau terhadap risiko produksi di
Kabupaten Bojonegoro
Preferensi petani tembakau terhadap risiko harga di
Kabupaten Bojonegoro

2
3
5
36
37
37
38
39
39
40
40
41
41
45
46
46
49
51
52
52
54
55
57
60
60
62
63

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Perkembangan harga komoditas tembakau Kabupaten Bojonegoro
tahun 2008-2013
Fungsi utilitas
Kurva indiferen menghubungkan varians dengan pendapatan
yang diharapkan
Kerangka konseptual

4
11
12
21

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Hasil estimasi fungsi produksi petani tembakau (gabungan)
Hasil estimasi fungsi risiko produksi petani tembakau (gabungan)
Hasil estimasi fungsi produksi petani mitra
Hasil estimasi fungsi risiko produksi petani mitra
Hasil estimasi fungsi produksi petani non mitra
Hasil estimasi fungsi risiko produksi petani non mitra
Nilai AR preferensi risiko produksi petani gabungan
Nilai AR preferensi risiko produksi petani mitra
Nilai AR preferensi risiko produksi petani non mitra
Nilai AR preferensi risiko harga petani gabungan
Nilai AR preferensi risiko harga petani mitra
Nilai AR preferensi risiko harga petani non mitra
Grade dan kualitas tembakau virginia rajangan di Kabupaten
Bojonegoro

73
73
74
74
75
75
76
79
81
83
84
85
86

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, yang kaya akan sumberdaya alam.
Salah satunya adalah sumberdaya dalam sektor pertanian dimana sektor pertanian
merupakan sektor penunjang pertumbuhan perekonomian di Indonesia. Pertanian
merupakan sektor yang terpenting dalam perekonomian di Indonesia. Sektor
pertanian sendiri di dalamnya terdapat beberapa sub sektor, yaitu tanaman pangan,
tanaman perkebunan, perikanan, kehutanan, dan peternakan. Setiap sektor
memiliki kontribusi yang besar terhadap perekonomian di Indonesia,
kontribusinya adalah: (1) kontribusi produk (product contribution), (2) kontribusi
pasar (market contribution), (3) kontribusi pangan (food contribution), (4)
kontribusi tenaga kerja (employment contribution), dan (5) kontribusi devisa
(export earning contribution), dimana ditinjau dari kontribusi kontribusi tersebut
pertanian dalam penyediaan kebutuhan pangan bagi masyarakat di Indonesia
(Saefudin, 2014). Oleh karena itu pertanian di Indonesia memiliki peranan penting
dalam kelangsungan ketahanan pangan nasional.
Pembangunan pertanian memiliki peranan penting, dan strategis dalam
perekonomian nasional. Peran strategis pertanian tersebut dapat digambarkan
melalui kontribusi yang nyata yaitu: pembentukan kapital, penyediaan bahan
pangan, bahan baku industri, pakan, dan bioenergi, penyerap tenaga kerja, sumber
devisa negara, sumber pendapatan, dan pelestarian lingkungan melalui praktek
usahatani yang ramah lingkungan (Kementrian pertanian, 2009).
Salah satu komoditas perkebunan yang memiliki peranan yang penting
dalam pembangunan perekonomian di Indonesia adalah tembakau. Tembakau di
Indonesia merupakan komoditas ekspor andalan Indonesia. Hal ini terlihat dari
luas areal tanam tembakau Indonesia yang semakin meningkat dari tahun 20052009, jumlah permintaan tembakau luar negeri yang terus mengalami peningkatan
yang tercermin dari kenaikan jumlah ekspor tembakau Indonesia, dimana pada
tahun 2009 ekspor tembakau memberikan kontribusi sebesar US $ 140 867,
penerimaan dari bea cukai sebesar Rp 52 trilyun dan kegiatan on farm serta off
farm komoditas tembakau mampu menyerap tenaga kerja sebesar 28.4 juta jiwa
(Fauziyah, 2010).
Perkebunan sebagai salah satu bagian integral dari sektor pertanian yang
merupakan sub sektor yang memiliki peranan penting dalam perekonomian
nasional melalui kontribusinya adalah di dalam pendapatan nasional, penerimaan
ekspor, dan penyediaan lapangan pekerjaan. Sektor pertanian juga menghadapi
tantangan yang semakin besar di masa yang akan datang. Kebutuhan pangan yang
semakin meningkat dengan dibarengi beberapa kendala seperti konversi lahan
subur yang terus berjalan, perubahan iklim global yang sedang terjadi, teknologi
pertanian yang mengalami stagnasi sampai dengan kendala kebijakan pemerintah
pada saat ini yang kurang berpihak pada sektor pertanian.
Provinsi penghasil tembakau terbesar di Indonesia adalah Provinsi Jawa
Timur. Jawa Timur memiliki kontribusi terhadap produksi dan luas tanam
tembakau yang paling besar diantara provinsi lainnya. Berdasarkan Tabel 1, dapat
diketahui bahwa produksi tembakau terbesar di Indonesia adalah di Jawa Timur.
Hal ini terlihat dari jumlah produksi Jawa Timur mencapai 51 % atau 135.75 ribu

2

ton dari produksi nasional. Selain itu, dapat terlihat bahwa perkembangan
produksi tembakau di Jawa Timur cenderung mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun sedangkan produksi tembakau Indonesia cenderung fluktuatif dari tahun
ke tahun.
Tabel 1. Perkembangan produksi perkebunan menurut provinsi dan jenis
tanaman (ribu ton)
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Jambi
Sumatera Selatan
Lampung
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Bali
NTB
NTT
Sulawesi Selatan
Indonesia

Tembakau
2007
2008
2009
2010
2011
2012
0.20
0.20
0.30
0.90
1.00
0.90
1.80
1.30
3.20
3.50
2.30
2.79
1.00
1.20
1.00
1.20
1.30
1.22
0.20
0.00
0.00
0.10
0.10
0.24
0.00
0.00
0.00
0.10
0.10
0.01
0.10
0.00
0.00
0.40
0.60
1.20
6.40
6.80
7.20
7.70
8.10
8.77
29.70 25.30 31.20 26.50
39.40 44.22
1.20
1.30
1.30
0.50
1.40
0.62
78.30 77.80 76.30 53.20 114.80 133.68
1.90
1.80
1.90
1.00
1.70
1.68
42.80 51.00 51.40 38.90
41.00 61.30
0.00
0.00
0.00
0.10
0.20
1.54
1.20
1.10
2.60
1.80
2.50
1.98
164.90 168.00 176.40 135.70 214.50 260.18

2013
0.81
2.39
1.31
0.17
0.01
1.18
9,20
43.39
1.56
135.75
1.71
59.99
1.39
1.92
260.18

Sumber: Direktorat jenderal perkebunan 2013

Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki peranan terbesar terhadap
pertembakauan di Indonesia. Hal ini terlihat 50 persen tembakau sebagai bahan
baku rokok berasal dari Jawa Timur. Di samping itu juga terlihat dari 56.6 persen
pabrik rokok berada di Jawa Timur dan memberikan kontribusi cukai rokok yang
cukup besar yaitu Rp 900 milyar setiap tahun atau sebesar 75 persen dari besarnya
cukai rokok nasional. Budidaya tembakau juga dapat menyerap tenaga kerja
sebanyak 27 703 250 orang selama musim panen (Dinas Infokom Jatim, 2009).
Walaupun komoditas tembakau memiliki kontribusi yang cukup besar
dalam pembangunan perekonomian wilayah, namun usahatani tembakau
menghadapi banyak sekali tantangan atau permasalahan seperti halnya pengaruh
cuaca, serangan hama, dan penyakit tanaman menjadikan produktivitas tembakau
menjadi rendah (risiko produksi). Penelitian ini akan dilaksanakan di Kabupaten
Bojonegoro, hal ini dikarenakan Bojonegoro merupakan salah satu daerah sentra
produksi tembakau, petani tembakau di daerah tersebut mengalami beberapa
kendala dimana produksi dan luas areal tanam tembakau cenderung fluktuatif.
Fluktuasi produksi tembakau tersebut merupakan salah satu indikator yang
menunjukkan bahwa terdapat risiko produksi dalam usahatani tembakau di
Kabupaten Bojonegoro.
Produksi tembakau di Kabupaten Bojonegoro cenderung fluktuatif. Hal ini
terlihat pada produksi di Kabupaten Bojonegoro pada tahun 2009 mencapai
10 427 ton namun pada tahun 2010 produksi tembakau di Bojonegoro mengalami
penurunan yang signifikan yaitu hanya mencapai 3 867 ton dan pada tahun 2011
mengalami peningkatan kembali mencapai 15 218 ton dan pada tahun 2012
kembali turun menjadi 11 216 ton. Adanya fluktuasi produksi tersebut

3

menunjukkan bahwa terdapat risiko produksi dalam usahatani tembakau di
Kabupaten Bojonegoro. Hal ini yang mengantarkan penulis untuk melakukan
penelitian mengenai risiko produksi tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Adapun
perkembangan produksi tembakau untuk Kabupaten Bojonegoro dapat diketahui
pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan produksi tembakau tiap Kabupaten di Jawa Timur
Kabupaten
Tulungagung
Jember
Lumajang
Bojonegoro
Pamekasan
Tuban
Lamongan
Sumenep
Sampang
Ngawi
Jawa Timur

2005
2 192
8 679
4 996
9 827
12 481
896
2 037
14 147
2 444
682
81 853

2006
525
7 975
1 627
6 962
30 818
1 102
2 477
21 348
3 727
2 092
10 4839

Produksi Perkebunan Tembakau (ton)
2007
2008
2009
2010
452
408
2 306
703
6 220
7 668
7 620
7 235
1 654
1 680
1 706
812
5 401
7 732
10 427
3 857
20 029
17 057
12 270
10 242
855
878
4 055
525
4 654
2 876
1 471
2 053
16 561
13 210
6 575
3 139
2 876
2 056
932
1 429
1 830
1 243
3 058
639
80 893
78 805
80 661
53 695

2011
1 145
15 846
1 084
15 218
16 688
1 579
7 331
9 247
3 002
727
101 777

2012
2 243
31 284
1 053
11 216
19 236
2 095
13 704
13 392
2 702
22 828
13 5413

Sumber: Jawa Timur dalam angka 2013

Penyebab terjadinya risiko produksi adalah ketika menjelang musim panen
dan terjadi hujan maka produksi dan kualitas tembakau di Kabupaten Bojonegoro
akan mengalami penurunan. Adanya hujan menjelang musim panen merupakan
risiko yang harus dihadapi oleh petani tembakau. Hal ini dikarenakan peramalan
terjadinya musim hujan tidak dapat ditentukan secara tepat pada saat awal tanam.
Selain adanya risiko produksi, usahatani tembakau di Kabupaten
Bojonegoro juga dihadapkan pada risiko harga. Pada umumnya harga produk
tembakau pada masa panen sering tidak diketahui pada waktu rumahtangga petani
melakukan keputusan menanam. Artinya keputusan melakukan penanaman yang
dilakukan oleh rumahtangga petani tanpa didasarkan kepastian harga pada saat
panen. Kondisi tersebut dapat menimbulkan kesenjangan antara penerimaan
aktual yang diperoleh dengan penerimaan yang diharapkan oleh petani. Selain itu
harga tembakau cenderung fluktuatif. Berdasarkan Gambar 1, dapat diketahui
bahwa harga tembakau cenderung fluktuatif, dimana harga tembakau rajangan di
kabupaten Bojonegoro pada tahun 2008 berkisar pada harga Rp 20 970 dan pada
tahun 2009 harga tembakau mengalami peningkatan yaitu sebesar Rp 35 196 pada
tahun 2010 dan 2011 harga tembakau mengalami penurunan yaitu sebesar
Rp 26 797 dan Rp 27 233. Harga tembakau kembali meningkat pada tahun 2012
dan kemudian menurun kembali pada tahun 2013. Fluktuasi harga tembakau
tersebut menunjukkan bahwa usahatani tembakau di Kabupaten Bojonegoro di
hadapkan pada kondisi risiko harga yang tidak menentu. Hal ini yang mendorong
penulis untuk meneliti risiko harga tembakau yang berada di Kabupaten
Bojonegoro. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 1.

4

Rupiah

45000
40000
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0
2008

2009

2010

2011

Tahun

2012

2013

Sumber: Disperindag Jawa Timur 2014

Gambar 1. Perkembangan harga komoditas tembakau Kabupaten Bojonegoro
tahun 2008-2013
Guna mengurangi risiko, baik risiko harga maupun risiko produksi petani
tembakau di Kabupaten Bojonegoro sebagian besar petani melakukan kemitraan
dengan perusahaan rokok seperti PT. Gudang Garam, Tbk. Hubungan kemitraan
yang dilakukan oleh petani tembakau dengan PT. Gudang Garam, Tbk merupakan
hubungan yang saling menguntungkan antara petani dan perusahaan rokok. Petani
tembakau memiliki kewajiban untuk menjual hasil produksinya kepada PT.
Gudang Garam, Tbk. dan petani tembakau juga memiliki hak untuk mendapat
jaminan harga sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. Pihak perusahaan
dalam kemitraan berkewajiban untuk memberikan jaminan harga kepada petani
sehingga risiko harga yang dialami petani dapat berkurang dan perusahaan
memiliki hak untuk memperoleh hasil produksi yang dihasilkan petani dengan
kuantitas dan kualitas yang diinginkan oleh perusahaan. Selain itu, perusahaan
selaku mitra bagi petani tembakau memberikan fasilitas kredit kepada petani
tembakau di Kabupaten Bojonegoro dengan tingkat suku bunga yang rendah.
Sehingga adanya kemitraan dapat mengurangi risiko produksi yang dihadapi
petani dengan menjual seluruh hasil produksinya kepada perusahaan dan risiko
harga juga dapat berkurang karena adanya jaminan harga dari pihak mitra (PT.
Gudang Garam, Tbk). Penelitian ini juga akan membahas mengenai perbandingan
risiko usahatani tembakau antara petani mitra dan petani non mitra di Kabupaten
Bojonegoro. Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, mengindikasikan
pentingnya penelitian mengenai risiko baik risiko produksi maupun risiko harga
dan mengetahui perbandingan risiko usahatani tembakau antara petani mitra
dengan petani non mitra di Kabupaten Bojonegoro.
Perumusan Masalah
Perkembangan produksi konsumsi tembakau di Indonesia dalam kurun
waktu 2001 sampai 2010 menunjukkan bahwa pasokan tembakau tidak memenuhi
kebutuhan atau konsumsi tembakau di Indonesia sehingga kondisi penawaran dan
permintaan tembakau dalam keadaan kekurangan penawaran. Hal ini dilihat dari
proporsi konsumsi lebih besar daripada produksi tembakau. Kekurangan
penawaran tembakau dipenuhi oleh adanya impor tembakau dari berbagai negara

5

seperti China, Brazil dan Amerika Serikat. Jumlah produksi dalam negeri hanya
mencukupi sekitar 52% dari kebutuhan nasional. Angka tersebut menunjukkan
bahwa Indonesia memiliki produksi yang masih rendah. Hal ini dijelaskan pada
Tabel 3.
Tabel 3. Produksi konsumsi dan perdagangan tembakau di Indonesia (Ton)
Tahun
2007
2008
2009
2010
2011
2012
2013
2014
Rata-rata

Produksi
164 900
168 000
176 400
135 700
214 500
260 180
164 450
166 260
181 298

Konsumsi
64 308
61 930
50 670
52 043
45 342
40 878
36 269
44 933
49 546

Ekspor
39 297
50 268
52 515
57 408
38 905
37 110
41 765
38 905
44 521

Impor
46 957
77 305
53 198
65 685
106 570
137 426
121 218
106 570
89 366

Sumber: Direktorat jendral perkebunan 2014

Jika dilihat dari Tabel 3 dapat diketahui bahwa konsumsi tembakau dalam
negeri dari tahun 2007 sampai dengan 2011 menunjukkan adanya fluktuasi. Jika
dilihat dari sisi produksi tembakau di Indonesia cenderung berfluktuasi tiap
tahunnya, hal ini menunjukkan produksi tembakau di Indonesia dihadapkan
adanya risiko produksi. Adanya produksi yang berfluktuasi berimplikasi terhadap
tidak pastinya jumlah pasokan tembakau untuk memenuhi kebutuhan nasional.
Salah satu daerah penghasil tembakau terbesar di Indonesia adalah Jawa
Timur. Hal ini terbukti dari kontribusi produksi Jawa Timur yang mencapai 51%
dari produksi nasional pada tahun 2012 (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2013).
Kontribusi yang terbesar dibandingkan dengan provinsi lainnya, menjadikan Jawa
Timur salah satu kawasan yang sebagian besar petaninya merupakan petani
tembakau.
Salah satu daerah penghasil tembakau di Jawa Timur yang paling tinggi
produktivitasnya adalah Kabupaten Bojonegoro. Daerah tersebut merupakan salah
satu wilayah dengan luas areal produksi tembakau yang terbesar setelah Madura
(Kabupaten Sumenep dan Pamekasan). Luas areal tembakau di Bojonegoro
mencapai 12 333 ha pada tahun 2012. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani
tembakau di Kabupaten Bojonegoro merupakan usahatani yang banyak dilakukan
oleh sebagian besar rumahtangga petani di kabupaten tersebut.
Sebagai salah satu daerah sentra usahatani tembakau, petani tembakau di
Jawa Timur, Kabupaten Bojonegoro memiliki permasalahan atau kendala yang
berupa risiko produksi yang harus dihadapi. Saat menjelang panen dan terjadi
hujan maka produksi dan kualitas tembakau akan mengalami penurunan. Adanya
hujan menjelang musim panen merupakan risiko produksi yang harus dihadapi
oleh petani, peramalan terjadinya musim hujan tidak dapat ditentukan secara tepat
pada saat awal tanam. Setiap proses produksi khususnya produksi pertanian, risiko
memainkan peranan sangat penting dalam keputusan penggunaan input, pada
akhirnya akan berpengaruh pada produktivitas (Just and Pope, 1979). Risiko
produksi pada usahatani tembakau terlihat pada fluktuasi produksi yang terjadi,
dimana produksi tembakau di Kabupaten Bojonegoro dari tahun ke tahun
cenderung berfluktuasi (lihat Tabel 2), oleh karena itu penelitian ini bertujuan

6

untuk menganalisis risiko produksi dan risiko usahatani tembakau di Kabupaten
Bojonegoro (Dinas Perkebunan Jawa Timur, 2013).
Selain permasalahan produksi, petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro
juga dihadapkan pada kondisi harga yang tidak menentu setiap musimnya. Harga
tembakau cenderung tinggi pada saat musim kemarau dan harga tembakau
cenderung turun ketika terjadi hujan. Musim yang tidak menentu menyebabkan
fluktuasi harga tembakau di pasaran. Selain itu, harga tembakau sangat tergantung
pada produksi tembakau. Pada kondisi produksi tembakau melimpah akan
menyebabkan penurunan harga dan sebaliknya. Keterkaitan produksi dan harga
mengindikasikan ada hubungan antara risiko produksi dan harga yang diterima
oleh petani. Hal ini sesuai dengan penelitian dari Beach et al (2008) tentang
Tobacco Farmer Interest and Success in Income Diversification yang menyatakan
bahwa risiko produksi dan risiko pasar pada usahatani tembakau lebih tinggi dari
tanaman lainnya (tanaman pangan) dan karakteristik petani seperti umur,
pengalaman, dan pendidikan mempengaruhi keputusan petani untuk
membudidayakan tembakau atau non tembakau. Oleh karena itu, penting untuk
meneliti mengenai risiko produksi dan risiko harga komoditas tembakau karena
sangat riskan terhadap risiko.
Penelitian ini akan difokuskan terhadap analisis risiko usahatani tembakau
di Kabupaten Bojonegoro, karena daaerah tersebut merupakan daerah yang
cenderung memiliki risiko produksi dan harga yang tinggi. Petani kecil cenderung
menghindari risiko (risk averse) dimana adanya risiko produksi dan harga
mempengaruhi produsen untuk menghindari risiko dengan memilih tingkat
penggunaan input yang optimal. Faktor produksi yang bersifat menurunkan risiko
adalah faktor produksi benih, dan adanya penyuluhan. Sedangkan faktor produksi
tanah, pupuk, pestisida dan akses kepada irigasi memiliki efek meningkatkan
risiko. Petani subsisten cenderung tidak mengambil risiko dengan menggunakan
pupuk secara optimal walaupun harga input pupuk yang rendah (Guttormsen and
Roll, 2013). Hal ini juga terjadi pada usahatani tembakau di Kabupaten
Bojonegoro dimana petani tembakau merupakan petani dengan skala usaha yang
kecil yang dihadapkan pada risiko produksi dan risiko harga yang terjadi setiap
musim tembakau tiba. Petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro yang berskala
kecil tersebut memiliki kecenderungan tidak menggunakan sarana produksi secara
optimal dan sebagia besar petani tembakau tersebut cenderung bersifat
menghindari risiko (risk averse).
Risiko produksi dan harga yang dialami oleh petani tembakau dapat
menimbulkan kerugian jika tidak dilakukan penanggulangan terhadap risiko
tersebut salah satu cara petani untuk memitigasi risiko adalah dengan membagi
risiko tersebut dengan lembaga lain. Pada studi kasus usahatani tembakau di
Kabupaten Bojonegoro, petani tembakau memitigasi risiko dengan cara
melakukan kemitraan dengan perusahaan rokok. Penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Tripathi et al. (2005) yang meneliti tentang Contract Farming in
Potato Production: An Alternative for Managing Risk and Uncertainty
menunjukkan bahwa biaya budidaya bagi petani yang melakukan kontrak
ditemukan 17% sampai 24% lebih besar daripada petani yang non kontrak. Hal ini
karena adanya investasi yang tinggi pada benih, pupuk dan mesin. Namun jika
dilihat dari keuntungan yang diperoleh petani yang melakukan kontrak cenderung
memiliki keuntungan yang lebih besar daripada petani yang tidak melakukan

7

kontrak karena adanya jaminan harga dari kemitraan. Jadi adanya contract
farming merupakan alternatif dalam mengurangi risiko dan ketidakpastian dalam
produksi kentang. Begitu pula yang dialami oleh petani tembakau di Kabupaten
Bojonegoro sebagian besar bermitra dengan perusahan rokok seperti PT. Gudang
Garam, Tbk.
Daryanto (2009) menyebutkan bahwa kemitraan merupakan konsep yang
dapat digunakan untuk memperkuat perekonomian di Indonesia. Urgensi yang
besar terhadap kemitraan diwujudkan dengan lahirnya Undang-Undang (UU) No.
9 tahun 1995 tentang usaha kecil, serta Peraturan Pemerintah No. 44 tahun 1997
tentang kemitraan. Kemitraan didefinisikan sebagai kerjasama antara usaha kecil
dengan usaha menengah atau usaha besar yang disertai pembinaan dan
pengembangan yang berkelanjutan oleh usaha menengah atau usaha besar dengan
memperhatikan prinsip saling memerlukan, saling memperkuat, dan saling
menguntungkan.
Secara normatif, kemitraan dilakukan untuk memitigasi risiko baik harga
maupun produksi, penelitian akan membahas mengenai pengaruh kemitraan
terhadap preferensi risiko petani tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Kemitraan
yang dilakukan oleh petani tembakau dengan PT. Gudang Garam, Tbk dapat
mengurangi kerugian yang dialami petani akibat adanya risiko produksi dan
harga. Penerapan sistem Intensifikasi Tembakau Rakyat Kemitraan (kemitraan
dengan PT. Gudang Garam Tbk.), selain memberikan produktivitas lebih tinggi
dibandingkan petani non mitra, juga dapat menghasilkan tembakau yang memiliki
kualitas lebih baik, pendapatan petani menjadi lebih tinggi. Hasil ini dapat
dicapai, karena pihak petani dan pabrik rokok bekerja saling menguntungkan dan
meminimalkan risiko produksi dengan pendampingan secara intensif.
Petani memiliki lahan dan tenaga pelaksana, sedangkan pabrik rokok
meminjamkan modal tanpa bunga dan agunan. Pendampingan teknis dan bantuan
permodalan dapat menurunkan risiko produksi yang dialami petani. Petani
tembakau selaku mitra memiliki kewajiban untuk menjual hasil produksinya
kepada PT. Gudang Garam, Tbk. dan petani tembakau juga memiliki keuntungan
dari adanya kemitraan tersebut yaitu petani tembakau mendapatkan jaminan harga
sesuai dengan kontrak yang telah disepakati. PT. Gudang Garam, Tbk
berkewajiban untuk memberikan jaminan harga kepada petani sehingga risiko
harga yang dialami petani dapat berkurang dan perusahaan berhak untuk
memperoleh hasil produksi yang dihasilkan petani dengan kuantitas dan kualitas
sesuai standar perusahaan. Kemitraan tersebut dapat mengurangi risiko produksi
yang dihadapi petani dengan adanya pendampingan teknis dan bantuan modal,
selain itu risiko harga juga dapat berkurang karena adanya jaminan harga dari
pihak mitra (PT. Gudang Garam, Tbk.). Risiko yang dihadapi oleh petani mitra
dan non mitra akan berbeda karena adanya jaminan harga dan bimbingan teknis
bagi petani mitra. Oleh karena itu penelitian ini juga akan membahas mengenai
perbandingan risiko usahatani tembakau antara petani mitra dan petani non mitra
di Kabupaten Bojonegoro.
Perilaku risiko produksi dan harga petani dikategorikan dalam tiga
kelompok yaitu petani yang menyukai risiko (risk taker), petani yang netral
terhadap risiko (risk neutral), dan petani yang selalu menghindari risiko (risk
averse). Lipton (1968) menyatakan bahwa petani kecil lebih cenderung
berperilaku risk averse sebab risiko yang mereka hadapi jika terjadi kegagalan

8

adalah tidak terpenuhinya kebutuhan keluarga, bahkan pada level subsisten. Di
samping itu, risiko yang dihadapi petani yang bermitra dan yang tidak bermitra
diduga yang terdapat perbedaan, karena adanya jaminan harga dan jaminan pasar
bagi petani yang bermitra. Besar kecilnya risiko ini akan berpengaruh terhadap
perilaku petani dalam menghadapi risiko. Perilaku petani dalam menghadapi
risiko produksi akan menjadi dasar bagi petani untuk membuat keputusan
mengenai seberapa besar alokasi input-input yang akan digunakan dalam kegiatan
usahataninya. Jumlah input yang digunakan oleh petani yang risk averse akan
berbeda dengan jumlah input yang dialokasikan oleh petani yang netral terhadap
risiko atau risk taker (Ellis, 1988). Oleh karena itu, penelitian ini juga difokuskan
dalam menganalisis perilaku petani mitra dan non mitra dalam menghadapi risiko
produksi dan harga.
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, penelitian ini secara
umum bertujuan untuk mengetahui risiko usahatani tembakau serta dampak
kemitraan terhadap risiko usahatani tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Secara
spesifik tujuan ini, adalah :
1. Menganalisis dan membandingkan fungsi risiko produksi usahatani tembakau
petani mitra dan non mitra di Kabupaten Bojonegoro.
2. Menganalisis dan membandingkan risiko harga tembakau petani mitra dan
non mitra di Kabupaten Bojonegoro.
3. Menganalisis preferensi risiko produksi dan harga tembakau di Kabupaten
Bojonegoro.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi bagi petani
mengenai risiko produksi dan harga tembakau selain itu bagi pemerintah dapat
dijadikan sebagai bahan evaluasi dalam perumusan kebijakan di sektor
perkebunan utamanya untuk komoditi tembakau.
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan untuk mengkaji mengenai risiko produksi dan
harga tembakau serta dampak adanya kemitraan terhadap risiko usahatani
tembakau di Kabupaten Bojonegoro. Ruang lingkup penelitian ini dapat diperinci
sebagai berikut:
1. Risiko yang diteliti dalam penelitian ini adalah risiko produksi dan harga
tembakau, dimana kedua jenis risiko tersebut sering dihadapi oleh petani
tembakau dibandingkan risiko lainnya.
2. Penelitian difokuskan pada petani yang bermitra dan petani yang tidak
bermitra dengan PT. Gudang Garam, Tbk serta pengaruhnya terhadap risiko.
Penelitian ini juga memiliki keterbatasan, yaitu:
1. Stratifikasi petani sebagai responden ditentukan setelah data terkumpul,
karena pada tahap awal tahun dihadapi kesulitan dalam menentukan sample
frame.

9

2. Data-data yang dikumpulkan mencakup produksi dan harga tembakau serta
karakteristik petani dan usahatani tembakau dilakukan pada tiga musim tanam
tembakau. Petani responden adalah petani yang sedang dan telah melakukan
usahatani tembakau.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Kerangka Teori
Konsep Risiko dan Preferensi Risiko
Risiko dan ketidakpastian sering digunakan secara bersama-sama baik
dalam jurnal maupun beberapa tulisan lainnya. Silberberg (1990), Henderson dan
Quandt (1980) dan Varian (1992) menggunakan istilah ketidakpastian
(uncertainty) terkait dengan peluang (probability). Sedangkan Robison dan Barry
(1987) menjelaskan terdapat perbedaan antara konsep risiko dan ketidakpastian.
Jika peluang suatu kejadian dapat diketahui oleh pembuat keputusan, yang
didasarkan pada pengalaman, maka hal tersebut menunjukkan konsep risiko.
Sedangkan jika peluang suatu kejadian tidak dapat diketahui oleh pembuat
keputusan maka hal tersebut menunjukkan konsep ketidakpastian.
Beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya
adalah risiko produksi, risiko pasar atau risiko harga, risiko kelembagaan, risiko
kebijakan dan risiko finansial (Ellis, 1988; Harwood et al., 1999; Moschini dan
Hennessy, 1999). Dari beberapa sumber risiko tersebut, ternyata risiko yang
paling utama dihadapi rumahtangga petani diantaranya adalah risiko produksi dan
harga produk (Patrick et al., 1985; Wik et al., 1998).
Sementara itu Ellis (1988) menunjukkan bahwa perilaku rumahtangga
petani kecil pada umumnya adalah risk averse. Adanya ketidakpastian dalam
produksi akan menghasilkan keputusan ekonomi yang sub optimal pada tingkat
produksi. Produsen yang berperilaku risk averse dalam menghadapi risiko
produksi akan memproduksi lebih rendah dibandingkan produsen yang
berperilaku risk neutral dan jika terjadi peningkatan risiko maka produsen risk
averse akan mengurangi output (Wik et al., 1998). Salah satu strategi produksi
risk averse adalah tumpangsari (mixed cropping) yang memberikan banyak
keuntungan. Kebijakan yang dapat merespon ketidakpastian alami diantaranya
irigasi, asuransi tanaman dan varietas benih yang tahan terhadap hama dan
penyakit tanaman, musim kemarau, dan stabilitas hasil. Sementara itu kebijakan
mengatasi ketidakpastian harga meliputi stabilitas harga, informasi pasar dan
kredit.
Namun risiko dapat juga diinterpretasikan sebagai berikut: (1) risiko dapat
merujuk kepada kemungkinan atau peluang yang lebih tinggi dari sebuah hasil
yang merugikan, sebuah bahaya, atau sebuah kerugian potensial, (2) risiko dapat
merujuk kepada besaran atau ukuran dari kerugian jika terjadi, dimana besaran
kerugian dapat secara relatif sedang atau dapat menyebabkan kebangkrutan
perusahaan, dan (3) risiko dapat merujuk kepada nilai yang diharapkan dari
kerugian potensial (Miller et al., 2004).
Bilamana ketidakpastian selalu ada, maka risiko tidak. Risiko hanya ada
ketika hasil ketidakpastian dari sebuah keputusan adalah dikaitkan dengan
pembuat keputusan sebagai suatu yang signifikan atau berharga untuk
dikhawatirkan, misalnya ketika hasil keputusan tersebut mempengaruhi
kesejahteraannya. Risiko yang dihadapi oleh manajer usahatani dapat
dikategorikan terdiri dari dua sumber yaitu: (1) lingkungan eksternal yang terkait

11

dengan usahatani, dan (2) lingkungan operasional internal dari usahatani
(McConnell dan Dillon, 1997).
Selanjutnya bila dilihat dari sikap pembuat keputusan dalam menghadapi
risiko dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut (Robison
dan Barry, 1987):
1. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan
maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan
yang diharapkan yang merupakan ukuran tingkat kepuasan.
2. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat
keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang
diharapkan.
3. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini
menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam keuntungan maka pembuat
keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan
keuntungan yang diharapkan.
Fungsi utilitas digunakan dalam menggambarkan preferensi petani ketika
menghadapi risiko produksi. Menurut Doll dan Orazem (1984) utilitas dari
kejadian tertentu adalah dipertimbangkan dalam konteks meningkatkan atau
menurunkan kekayaan. Pada usahatani tembakau maka utilitas dari kejadian
tertentu dipertimbangkan dalam konteks meningkatkan atau menurunkan
pendapatan petani. Tiga kemungkinan fungsi utilitas diilustrasikan pada Gambar
2.

U2

U2

U2

U1

U1

U1

U0

U0

U0
W0 W 1 W2

A. Risk neutral

W 0 W1 W2

B. Risk taker

W 0 W1 W2

C.Risk averter

Sumber: Doll dan Orazem (1984)

Gambar 2. Fungsi utilitas
Dalam tiap kasus, utilitas, U, adalah dikaitkan sebagai fungsi dari kekayaan
(pendapatan), W. Pada Gambar 2. A, fungsi utilitas petani adalah fungsi linear
dari pendapatan. Setiap tambahan rupiah dalam pendapatan mempunyai marjinal
utilitas yang sama. Sehingga dalam kasus ini, petani dikatakan risk neutral.
Pada Gambar 2. B, fungsi utilitas petani adalah fungsi cekung dari
pendapatan. Setiap tambahan rupiah dalam pendapatan menambah sedikit utilitas
sehingga marjinal utilitas adalah positif tetapi menurun. Sehingga dalam kasus ini,
petani dikatakan risk averse. Sedangkan pada Gambar 2. C, fungsi utilitas petani
adalah fungsi cembung dari pendapatan. Setiap tambahan rupiah dalam

12

pendapatan maka marjinal utilitas juga meningkat. Sehingga dalam kasus ini,
petani dikatakan risk preferrer. Dari Gambar 1 dapat dilihat bahwa terdapat tiga
preferensi perilaku petani dalam menghadapi risiko yaitu risk neutral, risk averter
dan risk preferrer (risk lover).
Maksimisasi utilitas digunakan untuk menentukan pilihan yang dibuat oleh
petani. Seperti dalam Gambar 1, dapat dilihat adanya tiga kemungkinan fungsi
yang menghubungkan utilitas dengan pendapatan. Utilitas tidak hanya merupakan
fungsi dari pendapatan yang diharapkan, tetapi juga varians pendapatan. Menurut
Debertin (1986) kurva indiferen menghubungkan varians pendapatan dengan
pendapatan yang diharapkan, dengan rumusan sebagai berikut:
U = z + bz2

(2.1)

dimana z adalah beberapa variabel penting yang menghasilkan utilitas untuk
produsen/petani, seperti pendapatan. Misalkan ada ketidakpastian yang berkaitan
dengan tingkat pendapatan, maka z diganti dengan z yang diharapkan atau E(z).
Sehingga utilitas yang diharapkan adalah:
E(U) = E(z) + bE(z2)

(2.2)

Nilai yang diharapkan dari variabel yang dikuadratkan adalah sama dengan
varians dari variabel ditambah kuadrat nilai yang diharapkan. Maka:
E(z2) = σ2 + [E(x)2]

(2.3)

E(U) = E(x) + b[E(x)2] + bσ2

(2.4)

Maka utilitas adalah fungsi yang tidak hanya dari pendapatan yang diharapkan,
tetapi juga dari variansnya.
Expected
return

Expected
return

I3

Expected
return

I2
I1

I3
I2
I1

Varians

Varians

I1

I2 I3
Varians

Sumber: Debertin (1986)

Gambar 3. Kurva indiferen menghubungkan varians dengan pendapatan yang
diharapkan
Gambar 3, mengilustrasikan kurva indiferen yang menunjukkan
kombinasi-kombinasi yang mungkin dari pendapatan dan variansnya yang
menghasilkan jumlah yang sama dari utilitas untuk petani yang mungkin

13

diperoleh dengan mengasumsikan bahwa U sama dengan U0 dan memperoleh
diferensial total dari fungsi utilitas sebagai berikut:
dU0 = 0 = (1 + 2b) dE(x) + bd(σ2)

(2.5)

dE/dσ2 = -b / [1 + 2bE(x)]

(2.6)

Nilai [1 + 2bE(x)] akan selalu positif. Bentuk kurva indiferen akan tergantung
pada nilai b. Jika b = 0 maka petani adalah risk neutral. Jika b > 0 maka petani
adalah risk lover dan kurva indiferen akan mempunyai slope negatif. Jika b < 0
maka petani adalah risk averse dan kurva indiferen akan mempunyai slope naik ke
kanan atas.
Dalam usahatani adanya ketidakpastian akan mempengaruhi jumlah
optimal penggunaan input dan output yang dihasilkan sehingga akan
mempengaruhi permintaan input dan penawaran output. Ketidakpastian produksi
dalam usahatani dapat disebabkan oleh perubahan cuaca, hama dan penyakit.
Petani sebagai produsen dalam menjalankan usahataninya bertujuan
memaksimumkan keuntungan. Adanya risiko usahatani akan mempengaruhi
keuntungan usahatani. Sehingga risiko usahatani merupakan salah satu
pertimbangan petani dalam memilih jenis komoditi yang akan dikembangkan
pada usahatani. Lima sumber utama risiko usahatani adalah: (1) risiko produksi
atau teknis, (2) risiko pasar atau harga, (3) risiko teknologi, (4) risiko legal atau
sosial, dan (5) risiko karena kesalahan manusia (Sonka dan Patrick, 1984 dalam
Adiyoga & Soetiarso, 1999). Menurut Adiyoga & Soetiarso (1999) kelima sumber
risiko tersebut dapat menimbulkan efek jangka pendek maupun jangka panjang
terhadap usahatani.
Risiko Produksi dan Risiko Harga Produk
Beberapa ukuran risiko didasarkan pada nilai variance, standard deviation
dan coefficient of variation (Anderson et al., 1977; Calkin dan DiPietre, 1983;
Elton dan Gruber, 1995). Ketiga ukuran tersebut berkaitan satu sama lain dan nilai
variance sebagai penentu ukuran yang lainnya. Seperti misalnya standard
deviation merupakan akar kuadrat dari variance sedangkan coefficient of variation
merupa