Hubungan Strategi Pemberdayaan Peternak Dengan Kesejahteraan Peternak

HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN PETERNAK
DENGAN KESEJAHTERAAN PETERNAK
(Kasus Program Pemberdayaan Kampoeng Ternak di Koperasi
Peternak Serba Usaha Riung Mukti)

DWI JAYANTI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

i

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Strategi
Pemberdayaan Peternak dengan Kesejahteraan Peternak adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka dibagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2015
Dwi Jayanti
NIM I34110086

ii

iii

ABSTRAK
DWI JAYANTI. Hubungan Strategi Pemberdayaan Peternak
Kesejahteraan Peternak. Dibimbing oleh Dr. SOFYAN SJAF M.Si.

dengan


Peternakan rakyat merupakan salah satu mata pencaharian masyarakat Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Namun, kondisi sosial ekonomi
masyarakat peternak menghadapi permasalahan diantaranya posisi tawar yang
rendah, tingkat pendidikan rendah, kondisi peternakan tersebar, teknologi
sederhana. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, perlu dilakukan
pemberdayaan peternak rakyat (kecil). Kampoeng Ternak merupakan jejaring
Dompet Dhuafa yang bergerak dalam pemberdayaan peternak. Proses
pemberdayaan memerlukan strategi yang efektif untuk mencapai tujuan. Untuk
itu, tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengkaji hubungan dari strategi
pemberdayaan dengan kesejahteraan peternak. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu metode kuantitatif dengan pendekatan survai dan didukung
oleh metode kualitatif. Responden ditentukan melalui simple random sampling.
Uji hubungan dilakukan dengan uji Rank-Spearman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara strategi pemberdayaan dengan
tingkat kesejahteraan peternak. Hubungan tersebut tergolong moderat. Sedangkan
pada masing-masing pola strategi pemberdayaan, hanya penguatan kelompok
yang berhubungan dengan tingkat kesejahteraan.
Kata kunci: Kesejahteraan, Pemberdayaan, Strategi Pemberdayaan

ABSTRACT

DWI JAYANTI. The Relationship of Empowerment Strategy with Breeders
Welfare. Supervised by Dr. SOFYAN SJAF M.Si.
Livestock is one of the livelihoods of Indonesian communities to meet their needs.
However, socio-economic conditions of farmers face problems including low
bargaining position, low education levels, the condition of scattered farms, simple
technology. To overcome these problems, we need to empower breeder.
Kampoeng Ternak is a network of Dompet Dhuafa who engaged in the
empowerment of breeders. Empowerment process requires an effective strategy to
achieve the goal. To that end, the purpose of this research is to examine the
relationship of empowerment strategies to improve the welfare of farmers. The
method used in this research is quantitative method with the approach of the
survei and supported by qualitative methods. Respondents were determined
through simple random sampling. Test the relationship will be conducted with
test-Spearman Rank. The results of this research showed that there is a
relationship between empowerment strategies with the welfare of farmers. Such
relations are moderate. While on each pattern empowerment strategy, only
strengthening group associated with the level of welfare.

iv


Keywords: Welfare, Empowerment, Empowerment Strategy

v

HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN PETERNAK
DENGAN KESEJAHTERAAN PETERNAK
(Kasus Program Pemberdayaan Kampoeng Ternak di Koperasi
Peternak Serba Usaha Riung Mukti)

DWI JAYANTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2015

vi

vii

viii

ix

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan
karunia dengan segala hal terbaik dalam proses penyusunan skripsi yang berjudul
“Hubungan Strategi Pemberdayaan Peterak dengan Kesejahteraan
Peternak”. Selain itu penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini
tidak lepas dari kontribusi dan dukungan semua pihak. Oleh karena itu penulis
ingin menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak yang terlibat,
sebagai berikut:
1. Terima kasih kepada Bapak Dr. Sofyan Sjaf yang telah membimbing,

mendukung dan memberikan inspirasi yang luar biasa dalam penyusunan
skripsi;
2. Terima kasih kepada Ibunda Narisah dan Ayahanda Kusro serta keluarga yang
telah memberikan dukungan dan doa yang tak terbatas kepada penulis hingga
mampu menjalani banyak hal sampai tahapan ini;
3. Terima kasih kepada Bapak Salman dan Bapak Zaqy selaku pihak Kampoeng
Ternak Dompet Dhuafa yang telah membantu proses penelitian. Terima kasih
kepada Bapak Agus dan pengurus serta anggota Koperasi Peternak Serba
Usaha Riung Mukti, dan keluarga Bapak Harun yang telah memberikan
kontribusi terbaik kepada penulis selama proses penelitian;
4. Rekan-rekan satu bimbingan, serta KPM angkatan 48 yang telah memberikan
kebersamaan dan kesan mendalam selama menjalani pembelajaran di
departemen SKPM;
5. Terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan kontribusi,
dukungan, dan doa kepada penulis selama ini.
Penulis berharap kajian mengenai Hubungan Strategi Pemberdayaan
Peternak dengan Kesejahteraan Peternak mampu memberikan manfaat dan
sumbangsih terhadap khazanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Juli 2015


Dwi Jayanti

x

xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian

xiii
xv

xii
1
1
3
3
4

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Konsep Pemberdayaan
Strategi Pemberdayaan
Kesejahteraan
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
Definisi Operasional

5
5
5
6

12
15
16
17

PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu
Teknik Sampling
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data

23
23
23
23
24
25

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN PROGRAM

PEMBERDAYAAN KAMPOENG TERNAK
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Kondisi Fisik dan Demografi
Kondisi Sosial dan Ekonomi
Gambaran Umum Program Pemberdayaan
Sejarah Singkat Kampoeng Ternak
Visi, Misi dan Tujuan Kampoeng Ternak
Mekanismen Pelaksanaan Program Pemberdayaan
Pelaksanaan Program di Wilayah Penelitian
Karakteristik Responden
Usia
Pendidikan
Pengalaman Beternak
Jumlah tanggungan keluarga

27
27
27
28
29

29
30
31
33
35
35
36
37
38

xii

ANALISIS STRATEGI PROGRAM PEMBERDAYAAN
Analisis Strategi Pemberdayaan melalui Peningkatan Kapasitas
Proses Pembelajaran
Tingkat Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap
Analisis Strategi Pemberdayaan melalui Penguatan Kelompok
Peranan Pemimpin
Kelengkapan Struktur Kelompok
Tingkat Partisipasi dalam Kelompok
Proses Pendampingan
Tingkat Motivasi Berkelompok
Analisis Strategi Pemberdayaan melalui Pengembangan Kemitraan
Akses Permodalan
Akses Pemasaran
Tingkat Dukungan Pemerintah
Tingkat Motivasi Bermitra

39
39
39
43
47
47
49
50
51
53
55
55
56
57
58

ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PETERNAK
Tingkat Konsumsi/ Pengeluaran
Kondisi Tempat Tinggal
Tingkat Kesehatan
Tingkat Pendidikan

61
61
63
66
67

ANALISIS HUBUNGAN STRATEGI PEMBERDAYAAN DENGAN
KESEJAHTERAAN PETERNAK
Hubungan Masing-masing Strategi Pemberdayaan dengan Kesejahteraan
Hubungan Strategi Pemberdayaan dengan Kesejahteraan Peternak

71
71
74

SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
SARAN

77
77
78

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

79
81
95

xiii

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29

Identifikasi aras dan pola strategi pemberdayaan
Uji statistik reliabilitas
Jumlah dan persentase penduduk desa berdasarkan jenis kelamin
Jumlah dan persentase keluarga pertanian
Jumlah fasilitas pendidikan di setiap desa
Jumlah kelompok dan peternak di setiap desa
Jumlah dan persentase responden berdasarkan kelompok umur
Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan pengalaman beternak
Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan
keluarga
Jumlah dan persentase responden berdasarkan frekuensi
pembelajaran
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kompetensi
pendamping program
Jumlah dan persentase responden menurut proses pembelajaran
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengetahuan
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat keterampilan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan aspek sikap
Jumlah dan persentase responden menurut peningkatan kapasitas
Jumlah dan persentase responden menurut peranan ketua kelompok
Jumlah dan persentase responden menurut kelengkapan struktur
kelompok
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat partisipasi dalam
kelompok
Jumlah dan persentase responden menurut proses pendampingan
kelompok
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat motivasi
berkelompok
Jumlah dan persentase responden berdasarkan penguatan kelompok
Jumlah dan persentase responden menurut akses modal
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat akses pemasaran
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat dukungan
pemerintah
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat motivasi
bermitra
Jumlah dan persentase responden menurut pengembangan
kemitraan
Jumlah dan persentase responden menurut pelaksanaan strategi
pemberdayaan

11
24
27
28
29
34
35
36
37
38
40
41
42
43
44
45
46
48
49
50
52
53
54
56
56
57
58
59
60

xiv

30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41

Jumlah dan persentase responden menurut tingkat pengeluaran
Rata-rata dan persentase pengeluaran konsumsi pangan dan
konsumsi non pangan dalam waktu satu bulan
Jumlah dan persentase responden berdasarkan luas lantai rumah
Jumlah dan persentase responden menurut beberapa indikator
kualitas rumah tangga
Jumlah dan persentase responden menurut kepemilikan fasilitas
rumah tangga
Jumlah dan persentase responden menurut kondisi tempat tinggal
Jumlah dan persentase responden menurut tingkat kesehatan
Jumlah dan persentase partisipasi sekolah anggota rumah tangga
peternak yang berumur lebih dari 7 tahun
Jumlah dan persentase rumah tangga peternak menurut tingkat
kesejahteraan
Uji korelasi Rank Spearman pola strategi pemberdayaan dengan
tingkat kesejahteraan
Uji korelasi Rank Spearman antara strategi pemberdayaan dengan
tingkat kesejahteraan
Jumlah dan persentase responden menurut strategi pemberdayaan
dan tingkat kesejahteraan

62
62
64
65
66
66
67
68
68
72
74
75

xv

DAFTAR GAMBAR

1
2
3

Kerangka pemikiran
Bagan mekanisme pengambilan sampel
Mekanisme tahapan program

16
24
32

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7

Peta Desa Palasari Girang
Jadwal penelitian skripsi
Daftar anggota koperasi
Daftar responden
Hasil uji korelasi rank apearman
Tulisan tematik
Dokumentasi

81
82
83
85
86
88
94

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Masalah pokok dan isu sentral pembangunan ekonomi dan sosial yang
masih terus dikaji di Indonesia adalah masalah pemberdayaan rakyat dan
kemiskinan. Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan yang selalu dihadapi
Bangsa Indonesia. Jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai pada Maret 2013
menurut Badan Pusat Statistik (2014) yaitu 28,07 juta jiwa. Sebagian besar jumlah
penduduk miskin berada pada kawasan perdesaan (17,74 juta jiwa). Kawasan
perdesaan identik dengan potensi pertanian yang besar sekaligus kemiskinan yang
dialami masyarakat. Mayoritas masyarakat pedesaan menggantungkan hidupnya
pada sektor pertanian. Angka kemiskinan yang cukup tinggi di pedesaan seolah
menimbulkan kontradiksi antara potensi pertanian yang dimiliki dengan kondisi
faktual yang terjadi. Kemiskinan di pedesaan disebabkan karena berbagai faktor
salah satunya yaitu ketidakberdayaan masyarakat desa untuk melepaskan diri dari
jerat kemiskinan.
Berbagai upaya penanggulangan kemiskinan telah dilakukan oleh
pemerintah. Namun, upaya-upaya yang dilakukan hingga kini masih belum
membuahkan hasil yang maksimal. Mengatasi kemiskinan pada hakikatnya
merupakan upaya pemberdayaan orang miskin untuk mandiri. Sesuai dengan
amanat pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 bahwa salah satu tujuan Bangsa
Indonesia adalah untuk memajukan kesejahteraan umum, sudah menjadi
kewajiban bagi pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Indonesia, termasuk masyarakat pedesaan. Pembangunan untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat desa dilakukan dengan pemberdayaan masyarakat
melalui sektor strategis yang dimiliki oleh desa yaitu sektor pertanian, termasuk
subsektor peternakan. Sektor peternakan mempunyai posisi strategis dalam
meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat serta peluasan
kesempatan kerja dan pencipta lapangan usaha, karena itu perlu dilakukan upaya
untuk mengembangkan potensi peternakan tersebut.
Selain memiliki potensi yang dapat dikembangkan, subsektor peternakan
juga menghadapi berbagai permasalahan. Permasalahan yang dihadapi oleh
subsektor peternakan saat ini yaitu kebutuhan konsumsi dari hewan ternak yang
terus meningkat, namun produksi dalam negeri belum mampu mencukupinya,
sehingga kebutuhan konsumsi tersebut dipenuhi melalui impor. Permasalahan ini
disebabkan kondisi kelemahan internal yang belum diperhatikan. Usaha
peternakan rakyat di Indonesia mempunyai ciri-ciri antara lain tingkat pendidikan
peternak rendah, pendapatan rendah, penerapan manajemen dan teknologi
konvensional, lokasi ternak menyebar luas, ukuran skala usaha relatif sangat kecil
serta pengadaan input utama yakni hijauan makanan ternak (HMT) yang masih
tergantung pada musim, ketersediaan tenaga kerja keluarga (Yusdja dan Ilham
2006). Selain itu, ciri-ciri lain usaha peternakan rakyat menurut Buletin PPSKI
dalam Wibowo & Haryadi (2006) yaitu skala usaha kecil dengan kepemilikian
satu sampai empat ekor per rumah tangga peternak, pemeliharaan ternak oleh
petani ternak di pedesaan masih merupakan usaha pelengkap bagi kegiatan

2

usahataninya, pemeliharaan masih bersifat tradisional serta menghadapi
permasalahan dalam keterbatasan modal.
Berdasarkan fakta tersebut, perlu dilakukan upaya dalam pengembangan
peternakan. Pengembangan peternakan harus diorientasikan pada pemberdayaan
peternak. Pemberdayaan masyarakat menurut Undang-Undang Nomor 6 Tahun
2014 tentang Desa Pasal 1 point 12 merupakan upaya mengembangkan
kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan,
sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran serta memanfaatkan
sumberdaya melalui penetapan kebijakan, program dan pendampingan yang
sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Tujuan
dari pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah untuk meningkatkan
kemandirian masyarakat untuk menyelesaikan permasalahannya sendiri yang pada
akhirnya bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut Undang- Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan, penyelenggaraan peternakan berasaskan pada kemanfaatan dan
keberlanjutan, keamanaan dan kesehatan, kerakyatan dan keadilan, keterbukaan
dan keterpaduan, kemandirian, kemitraan dan keprofesionalan. Penyelenggaran
peternakan bertujuan untuk mencukupi kebutuhan pangan, barang, dan jasa asal
hewan secara mandiri, berdaya saing, dan berkelanjutan bagi peningkatan
kesejahteraan peternak dan masyarakat menuju pencapaian ketahanan pangan
nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut, salah satunya perlu dilakukan upaya
pemberdayaan. Proses pemberdayaan memerlukan strategi yang efektif agar dapat
tercapai tujuan yang diinginkan.
Strategi adalah suatu cara taktis dan sistematis untuk mencapai tujuantujuan usaha, dalam hal ini usaha membangun peternakan. Prioritas kunci dalam
membangun peternakan adalah serangkaian upaya untuk memampukan peternak
agar berdaya mengelola usahanya secara berkelanjutan dan mampu memberikan
sumber pemenuhan kesejahteraan keluarga peternak sepanjang tahun. Pada
subsektor peternakan dikembangkan berbagai program dan lembaga
pembangunan koersif, seperti Bimas Ayam Ras, Intensifikasi Ayam Buras (Intab),
Intensifikasi Ternak Kerbau (Intek) dan berbagai program serta kelembagaan
intensifikasi lainnya.
Strategi pemberdayaan masyarakat khususnya di pedesaan dengan
memanfaatkan dan mengembangkan institusi lokal dan modal sosial lokal yang
berlandaskan pada aspek karakteristik sosial, budaya, agama, nilai dan etika
masyarakat lingkungan sosial lokal merupakan strategi yang tepat. Umumnya,
pemberdayaan petani-peternak di pedesaan dilakukan melalui pembentukan
kelompok petani-peternak. Namun, kelompok petani-peternak tersebut dibentuk
dari atas (pemerintah) dan tidak dilakukan secara partisipatif serta pembentukan
kelompok tidak disertai dengan peningkatan kualitas petani-peternak sehingga
kelompok belum mampu mandiri dan menimbulkan ketergantungan pada petanipeternak. Selain itu, program-program pembangunan belum sepenuhnya
memenuhi aspirasi, kepentingan, keinginan, harapan serta kebutuhan masyarakat,
serta belum mampu memberikan manfaat kepada masyarakat secara
berkelanjutan.
Peraturan Menteri dalam Negeri No 51 Tahun 2007 tentang Pembangunan
Kawasan Pedesaan Berbasis Masyarakat menyebutkan tiga pola strategi
pemberdayaan yaitu peningkatan kapasitas, penguatan kelembagaan dan

3

pengembangan kemitraan. Kampoeng Ternak merupakan salah satu jejaring
lembaga Dompet Dhuafa yang melakukan program pemberdayaan berupa
pengembangan peternakan berbasis pada peternakan rakyat. Ternak yang
dikembangkan adalah jenis ruminansia seperti kambing, domba dan sapi.
Kampoeng Ternak memiliki tujuan untuk menumbuhkembangkan entitas dan
iklim kewirausahaan sosial dalam komunitas peternak, meningkatkan
kesejahteraan peternak, membangun jejaring peternakan di Indonesia dan
mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya lokal.
Untuk mencapai tujuan
tersebut, Kampoeng Ternak melakukan aktivitas pemberdayaan seperti
pembentukan dan pendampingan kelompok peternak, pelatihan, dan
mengembangkan jejaring peternakan. Berdasarkan pemaparan tersebut,
Kampoeng Ternak melakukan berbagai strategi pemberdayaan untuk mencapai
tujuannya. Untuk itu, menarik untuk mengkaji hubungan strategi pemberdayaan
yang diimplementasikan Kampoeng Ternak dengan kesejahteraan peternak.

Masalah Penelitian
Peternakan rakyat (kecil) merupakan sektor pekerjaan yang masih banyak
dilakukan oleh rakyat Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan. Namun, selama
ini sektor peternakan rakyat menghadapi permasalahan diantaranya tingkat
pendidikan peternak rendah, pendapatan rendah, penerapan manajemen dan
teknologi konvensional, lokasi ternak menyebar luas, ukuran skala usaha relatif
sangat kecil (Yusdja dan Ilham 2006). Permasalahan tersebut perlu dipecahkan
agar peternak mampu meningkatkan kesejahteraannya. Kegiatan pemberdayaan
merupakan salah satu cara untuk menyelesaikan permasalahan. Kegiatan
pemberdayaan memerlukan strategi yang efektif untuk mencapai tujuan
pemberdayaan. Strategi pemberdayaan yang diterapkan haruslah membangkitkan
kesadaran masyarakat, menumbuhkan kemandirian dan dapat memperbaiki
kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, rumusan permasalahan
dalam kajian ini yaitu sejauh mana hubungan implementasi strategi pemberdayaan
terhadap kesejahteraan peternak? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, diuraikan
beberapa pertanyaan pendukung yaitu
1. Sejauh mana hubungan antara pelaksanaan strategi pemberdayaan melalui
peningkatan kapasitas dengan tingkat kesejahteraan?
2. Sejauh mana hubungan antara pelaksanaan strategi pemberdayaan melalui
penguatan kelembagaan dengan tingkat kesejahteraan?
3. Sejauh mana hubungan antara pelaksanaan strategi pemberdayaan melalui
pengembangan kemitraan dengan tingkat kesejahteraan?

Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas, dapat dirumuskan tujuan
penelitian umum pada penelitian ini yaitu untuk menganalisis sejauh mana
hubungan dari strategi pemberdayaan peternak dengan tingkat kesejahteraan
peternak. Adapun tujuan yang lebih spesifik lainnya adalah sebagai berikut:

4

1. Menganalisis sejauh mana hubungan pelaksanaan strategi pemberdayaan
melalui peningkatan kapasitas dengan kesejahteraan peternak
2. Menganalisis sejauh mana hubungan pelaksanaan strategi pemberdayaan
melalui penguatan kelembagaan dengan kesejahteraan peternak
3. Menganalisis sejauh mana hubungan pelaksanaan strategi pemberdayaan
melalui penguatan kemitraan dengan kesejahteraan peternak

Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kegunaan bagi berbagai
pihak, yaitu:
1. Bagi kalangan akademisi, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
tambahan pengetahuan mengenai hubungan strategi pemberdayaan yang
diimplementasikan terhadap kesejahteraan peternak. Selain itu penelitian ini
diharapkan mampu menjadi referensi untuk penelitian selanjutnya mengenai
peternakan rakyat dan program pemberdayaan dimasa mendatang sehingga
mampu memberikan kontribusi gambaran realitas di masyarakat sebagai
pertimbangan implementasi kebijakan.
2. Bagi pembuat kebijakan (pemerintah), penelitian ini diharapkan dapat
memberikan pengetahuan serta gambaran rinci mengenai pemberdayaan
peternak sehingga dapat dijadikan rekomendasi dalam upaya pembangunan
peternakan di Indonesia.
3. Bagi perusahaan, penelitian ini diharapkan menjadi bahan evaluasi bagi
pelaksanaan program.
4. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan
serta kesadaran kritis tentang implementasi strategi program pengembangan
masyarakat.

5

PENDEKATAN TEORITIS

Tinjauan Pustaka
Definisi dan Konsep Pemberdayaan
Istilah pemberdayaan merupakan terjemahan dari istilah “empowerment”,
yang secara harfiah bisa diartikan sebagai “pemberkuasaan”, dalam artian
pemberian atau peningkatan kekuasaan pada masyarakat yang lemah atau tidak
beruntung. World Bank (2011) dalam Mardikanto (2010) mengartikan
pemberdayaan sebagai upaya untuk memberikan kesempatan dan kemampuan
kepada kelompok masyarakat (miskin) untuk mampu dan berani bersuara atau
menyuarakan pendapat, ide, atau gagasan-gagasannya, serta kemampuan dan
keberanian untuk memilih (choice) sesuatu yang terbaik bagi pribadi, keluarga
dan masyarakatnya. Dengan kata lain, pemberdayaan merupakan proses
meningkatkan kemampuan dan sikap kemandirian masyarakat.
Kartasasmita (1996) mendefinisikan pemberdayaan sebagai upaya untuk
meningkatkan harkat dan martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi
sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan
keterbelakangan. Dengan kata lain, memberdayakan adalah memampukan dan
memandirikan masyarakat. Dalam kerangka pemikiran itu, upaya memberdayakan
masyarakat haruslah dilakukan dengan:
1. Menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat
berkembang. Masyarakat memiliki potensi yang dapat dikembangkan.
pemberdayaan adalah upaya untuk membangun daya itu, dengan memotivasi
dan mengembangkan kesadaran akan potensi yang dimilikinya serta berupaya
mengembangkannya;
2. Upaya itu harus diikuti dengan memperkuat potensi atau daya yang dimiliki
oleh masyarakat. Perkataan ini meliputi langkah nyata dan menyangkut
penyediaan berbagai masukan serta pembukaan akses kepada berbagai
peluang yang akan membuat masyarakat menjadi makin berdaya;
3. Pemberdayaan bukan hanya meliputi penguatan individu anggota masyarakat,
tetapi juga pranatanya. Menanamkan nilai budaya modern seperti kerja keras,
keterbukaan, tanggung jawab adalah bagian pokok dari upaya pemberdayaan
ini. Pembaharuan lembaga sosial dan pengintegrasiannya ke dalam kegiatan
pembangunan serta peranan masyarakat di dalamnya;
4. Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan; dan
5. Memberdayakan juga mengandung arti melindungi. Dalam proses
pemberdayaan, harus dicegah yang lemah menjadi bertambah lemah oleh
karena kekurangberdayaan dalam menghadapi yang kuat. Melindungi harus
dilihat sebagai upaya untuk mencegah terjadinya persaingan yang tidak
seimbang, serta eksploitasi yang kuat atas yang lemah.
Menurut Ife (1995) dalam Suharto (2005) pemberdayaan memuat dua
pengertian kunci, yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan bukan hanya
diartikan pada kekuasaan politik dalam arti sempit, melainkan mencakup
kekuasaan atas: 1) pilihan-pilihan personal dan kesempatan-kesempatan hidup,

6

kemampuan dalam membuat keputusan mengenai gaya hidup, tempat tinggal,
pekerjaan; 2) pendefinisian kebutuhan: kemampuan menentukan kebutuhan
selaras dengan aspirasi dan keinginannya; 3) ide atau gagasan: kemampuan
mengeskpresikan dan menyumbangkan gagasan dalam suatu forum atau diskusi
secara bebas tanpa tekanan; 4) lembaga-lembaga: kemampuan menjangkau,
menggunakan dan mempengaruhi pranata-pranata masyarakat; 5) sumber-sumber:
kemampuan memobilisasi sumber-sumber formal, informal, pendidikan dan
kesehatan; 6) aktivitas ekonomi: kemampuan memanfaatkan dan mengelola
mekanisme produksi, distribusi dan pertukaran barang serta jasa; dan 7)
reproduksi: kemampuan dalam kaitannya dengan proses kelahiran, perawatan
anak, pendidikan dan sosialisasi.
Dengan demikian, konsep pemberdayaan dapat dilihat sebagai sebuah
proses dan tujuan. Sebagai proses, konsep pemberdayaan menggambarkan proses
pemampuan dan memandirikan masyarakat dan dalam implemetasi proses
tersebut harus didasarkan pada kemandirian dan tidak menimbulkan
ketergantungan bagi masyarakat. Sebagai tujuan, pemberdayaan pada akhirnya
harus mampu mencapai tujuan yaitu untuk memandirikan masyarakat, mampu
memenuhi kebutuhannya sendiri, mampu mengidentifikasi permasalahan dan
mencari alternatif solusi pemecahan masalah tersebut sendiri, yang pada akhirnya
mencapai tujuan yaitu meningkatkan kesejahteraan masyarakat baik pada aspek
ekonomi, sosial (menjalin hubungan sosial) maupun politik (kebebasan
berpendapat).
Strategi Pemberdayaan
Kegiatan pemberdayaan masyarakat memiliki tujuan yang jelas dan harus
dicapai. Oleh sebab itu, setiap pelaksanaan pemberdayaan masyarakat perlu
dilandasi oleh strategi kerja tertentu demi keberhasilannya untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Dalam pengertian sehari-hari, strategi sering diartikan sebagai
langkah-langkah atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya suatu
tujuan atau penerima manfaat yang dikehendaki.
Secara konseptual, Mardikanto (2010) mendefinisikan strategi dengan
beragam pendekatan, seperti:
1) Strategi sebagai suatu rencana
Sebagai suatu rencana, strategi merupakan pedoman atau acuan yang
dijadikan landasan pelaksanaan kegiatan, demi tercapainya tujuan-tujuan yang
ditetapkan. Dalam hubungan ini, rumusan strategi senantiasa memperhatikan
kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan ancaman eksternal yang
dilakukan oleh (para) pesaingnya.
2) Strategi sebagai kegiatan
Sebagai suatu kegiatan, strategi merupakan upaya-upaya yang dilakukan oleh
setiap individu, organisasi, atau perusahaan untuk memenangkan persaingan,
demi tercapainya tujuan yang diharapkan atau telah ditetapkan.
3) Strategi sebagai suatu insturmen
Sebagai suatu instrumen, strategi merupakan alat yang digunakan oleh semua
unsur pimpinan organisasi/ perusahaan, terutama manajer puncak, sebagai
pedoman sekaligus alat pengendali pelaksanaan kegiatan
4) Strategi sebagai suatu sistem

7

Sebagai suatu sistem, strategi merupakan satu kesatuan rencana dan tindakantindakan yang komprehensif dan terpadu, yang diarahkan untuk menghadapi
tantangan-tantangan guna mencapai tujuan yang telah ditetapkan
5) Strategi sebagai pola pikir
Sebagai pola pikir, strategi merupakan suatu tindakan yang dilandasi oleh
wawasan yang luas tentang keadaan internal maupun eksternal untuk rentang
waktu yang tidak pendek, serta kemampuan pengambilan keputusan untuk
memilih alternatif-alternatif terbaik yang dapat dilakukan dengan
memaksimalkan kekuatan yang dimiliki untuk memanfaatkan peluangpeluang yang ada, yang dibarengi dengan upaya-upaya untuk “menutup”
kelemahan-kelemahan guna mengantisipasi atau meminimum-kan ancamanancamannya.
Berdasarkan kajian tersebut, strategi pemberdayaan merupakan suatu cara
atau langkah operasional dalam melakukan kegiatan pemberdayaan. Cara atau
langkah tersebut merupakan satu kesatuan yang komprehensif dan saling terkait
satu sama lain yang diarahkan guna pencapaian tujuan pemberdayaan. Dalam
penelitian ini, strategi pemberdayaan didefinisikan sebagai bentuk kegiatan yang
dilakukan oleh organisasi atau perusahaan untuk mencapai tujuan dari proses
pemberdayaan masyarakat.
Aras Strategi Pemberdayaan
Parson et al (1994) dalam Suharto (2005) menyatakan bahwa proses
pemberdayaan umumnya dilakukan secara kolektif. Pendekatan kolektif
merupakan strategi utama dalam pemberdayaan masyarakat. Dalam konteks
pekerjaan sosial, pemberdayaan dapat dilakukan melalui tiga aras atau matra
pemberdayaan (empowerment setting): mikro, mezo dan makro.
1. Aras mikro
Pemberdayaan dilakukan terhadap klien secara individu melalui bimbingan,
konseling, stress management, crisis intervention. Tujuan utamanya adalah
membimbing atau melatih klien dalam menjalankan tugas-tugas
kehidupannya. Model ini sering disebut sebagai pendekatan yang berpusat
pada tugas.
2. Aras mezo
Pemberdayaan dilakukan terhadap sekelompok klien. Pemberdayaan
dilakukan dengan menggunakan kelompok sebagai media intervensi.
Pendidikan dan pelatihan, dinamika kelompok biasanya digunakan sebagai
strategi dalam meningkatkan kesadaran, pengetahuan, keterampilan dan sikapsikap klien agar memiliki kemampuan memecahkan permasalahan yang
dihadapinya.
3. Aras makro
Pendekatan ini disebut juga sebagai strategi sistem besar, karena sasaran
perubahan diarahkan pada sistem lingkungan yang lebih luas. Perumusan
kebijakan, perencanaan sosial, kampanye, aksi sosial, lobbying,
pengorganisasian masyarakat, manajemen konflik adalah beberapa strategi
dalam pendekatan ini.

8

Kartasasmita (1996) merumuskan strategi pokok pemberdayaan yaitu: (1)
menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan berkembangnya potensi
masyarakat; (2) memperkuat potensi dan daya yang ada pada masyarakat; dan
memberdayakan dalam arti melindungi dan membela kepentingan rakyat. Terkait
dengan ketiga pendekatan tersebut, Kartasasmita (1996) menyatakan bahwa
pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan adalah bahwa masyarakat tidak
dijadikan objek dari berbagai proyek pembangunan, tetapi merupakan subjek dari
upaya pembangunannya sendiri. Berdasarkan konsep demikian, maka
pemberdayaan masyarakat harus mengikuti pendekatan sebagai berikut: Pertama,
upaya itu harus terarah (targeted). Pemberdayaan harus memihak dan ditujukan
langsung kepada yang memerlukan, dengan program yang dirancang untuk
mengatasi masalahnya dan sesuai kebutuhannya. Kedua, pemberdayaan harus
langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang
menjadi penerima manfaatnya. Mengikutsertakan masyarakat yang akan
menerima manfaat, mempunyai beberapa tujuan, yakni supaya bantuan tersebut
efektif karena sesuai dengan kehendak dan kemampuan serta kebutuhan mereka.
Selain itu sekaligus meningkatkan keberdayaan (empowering) masyarakat dengan
pengalaman
dalam
merancang,
melaksanakan,
mengelola
dan
mempertanggungjawabkan upaya peningkatan diri dan ekonominya. Ketiga,
menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat
miskin sulit untuk dapat memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya.
Pola-pola Strategi Pemberdayaan
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun 2007
tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat menyebutkan
pola-pola strategi pemberdayaan yang dapat dilakukan dalam aktivitas
pemberdayaan masyarakat yaitu peningkatan kapasitas, penguatan kelembagaan,
dan penguatan kemitraan.
1) Peningkatan kapasitas
Peningkatan kapasitas didefinisikan sebagai upaya untuk memperkuat
kebijakan atau kerangka hukum, pengembangan kelompok, partisipasi
masyarakat, pengembangan sumber daya manusia serta penguatan kepemimpinan
(UNDP 1991 dalam Suwardi 2010). Sirodjuddin (2003), Naja (2006), Adi (2005)
dan Robani (2006) dalam Suwardi (2010) mengungkapkan perbaikan program
pemberdayaan atau pembelajaran masyarakat guna pengentasan kemiskinan harus
lebih menekankan aspek pemberdayaan, dilaksanakan secara multidisiplin,
menciptakan kondisi pembelajaran yang lebih kondusif dalam konteks
pemberdayaan masyarakat serta memberikan pengalaman langsung pada
masyarakat agar mampu berpikir dalam memecahkan masalahnya.
Strategi peningkatan kapasitas masyarakat dapat dicapai melalui
pendidikan, pelatihan keterampilan dalam proses pembelajaran. Hasil penelitian
Puhazhendi dan Satyasai (2001); Kalkut (2001) dan Das (2001) dalam Suwardi
(2010) menyimpulkan bahwa pemberdayaan masyarakat miskin melalui
pembelajaran peningkatan kapasitas akan mampu membangun kegiatan kelompok
dalam meningkatkan kesejahteraan mereka, menumbuhkembangkan modal sosial
yang dimiliki serta mampu menumbuhkembangkan kesetaraan gender.

9

Strategi pemberdayaan melalui peningkatan kapasitas bertujuan untuk agar
masyarakat dapat berpikir dan memecahkan masalahnya sendiri. Peningkatan
kapasitas dapat dilakukan melalui pembelajaran kelompok (Suwardi 2010).
Melalui peningkatan kapasitas masyarakat mampu diberdayakan sehingga dapat
menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam membangun sistem partisipatif
dalam memperbaiki nasibnya. Peningkatan kapasitas dapat dilakukan pada
individu mayarakat maupun dalam kelompok masyarakat. Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, peningkatan kapasitas melalui
pembelajaran berpengaruh posistif terhadap dinamika kelompok (Suwardi 2010).
Melalui pembelajaran kelompok yang baik akan terbentuk kelompok yang aktif,
sehat, partisipatif dan bermanfaat bagi anggotanya dalam mencapai tujuannya.
2) Penguatan Kelembagaan
Kelembagaan dikonsepkan sebagai organisasi formal maupun nonformal.
Uphoff (1992) dan Fowler (1992) dalam Suradisastra (2008) menyatakan bahwa
suatu lembaga dapat dapat berbentuk organisasi atau sebaliknya. Kelembagaan
juga dapat diartikan sebagai institusi seperti tata peraturan seperti hukum atau
undang-undang, adat istiadat, tata kesopanan dan lain-lain. Israel (1990)
mendefinisikan penguatan kelembagaan sebagai proses untuk memperbaiki
kemampuan lembaga guna mengefektifkan penggunaan sumber daya manusia
dengan keuangan yang tersedia. Sementara konsep penguatan kelembagaan yang
didefinisikan oleh badan-badan donor mengatakan bahwa penguatan kelembagaan
merupakan proses menciptakan pola baru kegiatan dan perilaku yang bertahan
dari waktu ke waktu karena didukung oleh norma, standar dan nilai-nilai dari
dalam.
Kelembagaan memiliki peranan dan fungsi penting dalam kehidupan
pedesaan. Kelembagaan dapat menjadi pintu celah masuk program pemberdayaan.
Namun, selama ini peranan kelembagaan pedesaan belum maksimal dalam
membantuk kehidupan masyarakat, karena itu diperlukan upaya penguatan
kelembagaan untuk mengoptimalkan peranan dari kelembagaan tersebut.
Penguatan kelembagaan dapat dilakukan dengan memanfaatkan elemen-elemen
kelembagaan seperti fungsi kepemimpinan, norma atau tata aturan, toleransi
sosial, struktur kelembagaan dan peran kelembagaan dan elemen-elemen modal
sosial yang dimiliki (jaringan sosial, kepercayaan dan norma).
Dalam penguatan kelembagaan terkait erat dengan modal sosial yang
dimiliki masyarakat. Modal sosial menurut Colleta dan Cullen (2000) dalam
Nasdian (2014) didefinisikan sebagai suatu sistem yang mengacu kepada atau
hasil dari organisasi sosial dan ekonomi, seperti pandangan umum (world view),
kepercayaan (trust), pertukaran timbal balik (reciprocity), pertukaran ekonomi
dan informasi, kelompok-kelompok informal dan informal, serta asosiasi yang
melengkapi kapital-kapital lainnya (fisik, manusia, budaya) sehingga
memudahkan terjadinya tindakan kolektif, pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan. Fukuyama (1995) dalam Badaruddin (2006) mendefinisikan modal
sosial sebagai sejumlah kemampuan sejumlah individu untuk menggalang
kerjasama melalui wadah organisasi sosial yang dikohesifkan oleh saling percaya
(trust) dalam mencapai tujuan yang diinginkan. Putnam (1996) seperti yang
dikutip Badaruddin (2006) menyebutkan kerjasama akan lebih mudah terjadi di
dalam suatu komunitas yang mewarisi sediaan modal sosial yang nyata, dalam

10

bentuk norma-norma resiprokal dan jaringan keterlibatan antar warga. Pada
tingkat modal sosial tinggi, mampu memunculkan lembaga yang memiliki
tingkatan organisasi mantap (Bahri 2007 dalam Yuliharso 2008).
3) Penguatan Kemitraan
Strategi pemberdayaan dilakukan dengan pengembangan jejaring/
kemitraan. Jejaring sosial lebih memfokuskan pada aspek ikatan antar simpul
yang dimiliki oleh masyarakat baik hubungan antara individu, organisasi atau
institusi (Mudiarta 2009). Konsep kemitraan mengacu pada konsep kerjasama
antara usaha kecil dengan usaha menengah atau usaha besar disertai pembinaan
dengan memperhatikan prinsip saling menguntungkan dan memperkuat.
Kemitraan adalah suatu strategi bisnis yang dilakukan oleh dua pihak atau lebih
dalam jangka waktu tertentu untuk meraih keuntungan bersama dengan prinsip
saling membutuhkan dan saling membesarkan. Kemitraan juga diartikan sebagai
proses melakukan kerjasama antar pelaku agribisnis dalam berbagai pola, dari
yang sangat informal sampai yang formal, dari yang berbentuk kecil sampai
organisasi yang kompleks. Kemitraan juga merupakan usaha alternatif yang dapat
menjadi jalan keluar dalam mengeliminasi kesenjangan usaha kecil dan menengah
dengan usaha besar. Pada konsep kemitraan, pengusaha menengah/besar memiliki
tanggung jawab moral untuk mengembangkan pengusaha kecil mitranya agar
mampu mengembangkan usahanya, sehingga dapat menjadi mitra yang handal
untuk meraih keuntungan bersama.
Penguatan kemitraan dianggap penting dalam pemberdayaan masyarakat
karena melalui kemitraan dapat “mensinergikan kekuatan” untuk mengurangi
kelemahan pada masing-masing pihak yang terlibat dalam kemitraan
(Purnaningsih 2007). Pada dasarnya maksud dan tujuan kemitraan yaitu untuk
membantu para pelaku kemitraan dan pihak-pihak tertentu dalam mengadakan
kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan (win-win solution) dan
bertanggung jawab. Melalui kemitraan akan diperoleh keuntungan diantara kedua
belah pihak pelaku kemitraan. Kelebihan yang dapat dicapai dengan adanya
kemitraan antara lain dapat meningkatkan produktivitas, meningkatkan pangsa
pasar, meningkatkan keuntungan, bersama-sama dalam menanggung resiko,
menjamin pasokan bahan baku, dan menjamin distribusi pemasaran. Penerapan
pola kemitraan dapat dilakukan melalui penguatan kelembagaan di tingkat lokal,
penguatan kelembagaan petani serta dukungan kebijakan pemerintah.
Dalam melakukan kemitraan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan
dan dihindari. Kemitraan didasari pada komponen yang dimitrakan yaitu dengan
“mensinergikan kekuatan” untuk mengurangi kelemahan, sumber motivasi yaitu
kebutuhan-kebutuhan yang dirasakan oleh pihak yang ingin bermitra. Sedangkan,
hal yang harus dihindari yaitu ketidakadilan. Prinsip equality, prinsip kesetaraan
(partner) dalam pengambilan keputusan, dan win-win solution, transparansi
merupakan prinsip yang harus diterapkan. Perlakuan tidak adil, merugikan pihak
lain, eksploitasi dan manipulasi adalah hal yang harus dihindarkan. Untuk
melakukan kemitraan yang berkelanjutan perlu dilakuakn pola-pola kemitraan
seperti penguatan kelembagaan ditingkat lokal, penguatan kelembagaan petani
dan dukungan kebijakan petani (Purnaningsih 2007).

11

Tabel 1 Identifikasi aras dan pola strategi pemberdayaan
Pola Strategi
Pemberdayaan
Mikro
Pengembangan  Proses
Kapasitas
pembelajaran,
atau
pelatihan,
atau
pendidikan
 peningkatan
kesadaran
Penguatan
Pengembangan
kelembagaan
pengetahuan
tentang
kelompok

Aras
Mezo
Motivasi
berkelompok

Makro
untuk -

 Proses fasilitasi dan Jaringan sosial/ kerjasama dengan pipendampingan
hak lain
kelompok,
 Peranan
kepemimpinan,
 kelengkapan
struktur kelompok,
 tingkat keterlibatan
dalam kelembagaan
Penguatan
 Motivasi
untuk Dukungan
Kemitraan
kebijakan
bermitra
 akses modal dan pemerintah,
pasar
Sumber: Diolah berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 51 Tahun
2007 tentang Pembangunan Kawasan Perdesaan Berbasis Masyarakat dan Parson
et.al (1995) dalam Suharto (2005)
Tabel 1 menunjukkan hasil elaborasi antara aras dan pola strategi
pemberdayaan. Hasil tersebut menunjukkan, variabel-variabel yang digunakan
untuk mengukur strategi pemberdayaan. Pada Tabel 1 menunjukkan pelaksanaan
operasional dari masing-masing pola strategi pemberdayaan di masing-masing
aras. Variabel strategi pemberdayaan dalam penelitian ini didefinisikan sebagai
pelaksanaan kegiatan dalam program pemberdayaan peternak yang dilakukan oleh
Kampoeng Ternak. Strategi pemberdayaan melalui peningkatan kapasitas
bertujuan untuk menghasilkan sumber daya manusia yang unggul dan mampu
secara mandiri menganalisis dan memecahkan permasalahannya sendiri. Pada
strategi pemberdayaan melalui penguatan kelembagaan/kelompok bertujuan untuk
meningkatkan
peran
dan
fungsi
kelembagaan
dalam
kehidupan
masyarakat.Selama ini, kelembagaan yang dimiliki masyarakat belum mampu
berperan secara maksimal, karena itu perlu dilakukan penguatan kelembagaan.
Kemudian, strategi pemberdayaan melalui penguatan kemitraan dimaksudkan
untuk mensinergikan kekuatan yang dimiliki oleh setiap pihak yang bermitra guna
menutupi keterbatasan dan kelemahan yang dimiliki oleh setiap pihak. Untuk
mengukur keefektivan dar ketiga strategi pemberdayaan tersebut dapat dilihat
melalui variabel-variabel yang terdapat pada Tabel 1.

12

Kesejahteraan
Kesejahteraan secara umum diartikan sebagai kondisi terpenuhinya segala
bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan,
pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan. Menurut Undangundang No 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial yang dimaksud dengan
kesejahteraan sosial yaitu kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan
sosial warga Negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri,
sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Kesejahteraan dapat dilihat dari berbagai pandangan. Sukirno (1985)
dalam Jusfrizal (2004) melihat kesejahteraan sebagai sesuatu yang bersifat
subyektif dimana setiap orang mempunyai pedoman, tujuan dan cara hidup yang
berbeda-beda sehingga memberikan nilai-nilai yang berbeda pula terhadap faktorfaktor yang menentukan tingkat kesejahteraan mereka. Kesejahteraan adalah suatu
tata kehidupan dan penghidupan sosial, material, maupun spiritual yang diliputi
rasa keselamatan, kesusilaan dan ketentraman lahir batin yang memungkinkan
setiap warga negara untuk mengadakan usaha-usaha pemenuhan kebutuhan
jasmani, rohani, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, rumah tangga serta
masyarakat (Rambe 2001 dalam Sunarti 2006).
Sunarti (2006) membagi kesejahteraan ke dalam dua pandangan yaitu
kesejahteraan ekonomi dan kesejahteraan material. Kesejahteraan ekonomi diukur
melalui pendapatan dan pengeluaran yang diperoleh dan kesejahteraan material
diukur dari berbagai bentuk barang dan jasa yang dapat diakses. Pengukuran
kesejahteraan material relatif lebih mudah dan akan menyangkut pemenuhan
kebutuhan yang berkaitan dengan materi, baik sandang, pangan dan papan.
Menurut Santamarina et al (2006) dalam Sunarti (2006) terdapat enam kategori
kesejahteraan yaitu 1) fisik, 2) psikologis, 3) tingkat kemandirian, 4) sosial, 5)
lingkungan, dan 6) spiritual.
Kesejahteraan merupakan tujuan akhir sebuah pembangunan. Seperti
halnya dalam amanat pembukaan Undang- Undang Dasar 1945 yang menyatakan
bahwa salah satu tujuan Negara ini yaitu untuk memajukan kesejahteraan umum.
Untuk mengukur kesejahteraan masyarakat, BPS menggunakan indikator kondisi
sosial ekonomi masyarakat yang diperoleh melalui SUSENAS. Indikator tersebut
antara lain kependudukan, pendapatan dan pengeluaran, kesehatan, pendidikan
dan perumahan, ketenagakerjaan, serta kondisi sosio ekonomi lainnya (BPS
2013). Indikator yang digunakan BPS (2013) untuk mengukur kesejahteraan
rakyat, yaitu (1) kependudukan, (2) tingkat pendapatan dan pengeluaran; (3)
kesehatan diukur melalui keluhan sakit, pemanfaatan fasilitas kesehatan,
pemberian ASI, angka morbiditas, penolong persalinan; (4) pendidikan: angka
partisipasi sekolah dan angka melek huruf; (5) kondisi tempat tinggal meliputi
material atap, dinding, lantai yang digunakan dan juga fasilitas yang dimiliki oleh
rumah tangga, (6) ketenagakerjaan, dan (7) kondisi sosial lainnya. Berikut
beberapa penjelasan terkait indikator pengukuran kesejahteraan di Indonesia.
(1) Kependudukan
Salah satu permasalahan yang dihadapi dalam pembangunan yang perlu
diperhatikan yaitu masalah kependudukan yang mencakup antara lain: jumlah,
komposisi dan distribusi penduduk secara geografis. Jumlah penduduk yang

13

besar dapat menjadi modal bagi pembangunan jika kualitasnya baik,
sebaliknya dapat menjadi beban jika kualitasnya rendah. Kebijakan
pemerintah terkait masalah kependudukan baik dalam hal kuantitas maupun
kualitas penduduk harus terus dilaksanakan dalam upaya memperbaiki
kualitas hidup masyarakat sehingga kesejahteraan hidup masyarakat dapat
ditingkatkan.
(2) Pendapatan dan pengeluaran
Tingkat kesejahteraan suatu rumah tangga dapat dilihat dengan jelas melalui
besarnya pendapatan dan pengeluaran (pola konsumsi) oleh rumah tangga
yang bersangkutan. Selama ini berkembang pengertian bahwa besar kecilnya
proporsi pengeluaran untuk konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran
rumah tangga dapat memberikan gambaran kesejahteraan rumah tangga
tersebut. Rumah tangga dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk
konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga tersebut berpenghasilan
rendah. Makin tinggi penghasilan rumah tangga, maka semakin kecil proporsi
pengeluaran untuk makanan terhadap seluruh pengeluaran rumah tangga.
Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi dan perubahan kondisi kehidupan
sosial yang lebih baik menunjukkan adanya peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
(3) Kesehatan
Tingkat kesehatan merupakan indikator penting untuk menggambarkan mutu
pembangunan manusia suatu wilayah. Semakin sehat kondisi suatu
masyarakat, maka akan semakin mendukung proses dan dinamika
pembangunan ekonomi suatu negara/ wilayah semakin baik, khususnya dalam
meningkatkan tingkat produktivitas. Kualitas penduduk secara fisik dapat
dilihat dari derajat kesehatan penduduk yang antara lain dapat diukur dari
banyaknya penduduk yang mengalami gangguan selama sebulan lalu.
Keadaan kesehatan masyarakat merupakan petunjuk tingkat kesejahteraan
masyarakat. Semakin baik tingkat kesehatan masyarakat, kesejahteraan
masyarakat tersebut semakin baik. Ukuran lain adalah dari segi kemudahan
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan.
(4) Pendidikan
Pendidikan merupakan sarana untuk membentuk manusia-manusia terampil
dan produktif sehingga pada gilirannya dapat mempercepat kesejahteraan
masyarakat. Tingkat pendidikan penduduk merupakan indikator utama
kualitas sumberdaya manusia suatu bangsa. Unsur pendidikan sebagai tolak
ukur kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai segi, salah satunya
yaitu jumlah penduduk yang dapat mengenyam pendidikan. Semakin banyak
penduduk yang dapat mengenyam pendidikan dan semakin tinggi jenjang
pendidikan yang ditamatkan, maka kesejahteraan semakin tinggi. Tinggi
rendahnya tingkat pendidikan masyarakat ditentukan oleh berbagai faktor,
antara lain teredianya sarana pendidikan, tenaga pengajar dan juga faktor
sosio-ekonomi lainnya.

14

(5) Kondisi tempat tinggal (perumahan)
Pada saat ini rumah tidak hanya berfungsi sebagai tempat berlindung tetapi
sudah menjadi bagian dari gaya hidup dan menunjukkan status sosial
pemiliknya. Kualitas tempat tinggal dan fasilitas yang digunakan dalam
kehidupan sehari-hari mencerminkan tingkat kesejahteraan penghuninya.
Kulitas rumah tinggal yang baik dalam lingkungan sehat, aman, lestari dan
berkelanjutan diartikan sebagai suatu kondisi rumah yang memenuhi standar
minimal dari segi kesehatan, sosial, budaya, ekonomi dan kualitas teknis.
Salah satu dari sekian banyak fasilitas yang dapat mencerminkan
kesejahteraan rumah tangga adalah kualitas material seperti jenis atap,
dinding, dan lantai terluas yang digunakan, termasuk juga fasilitas penunjang
lainnya yang meliputi luas lantai hunian, sumber air minum, fasilitas tempat
buang air besar,dan sumber penerangan. Kualitas perumahan yang baik dan
penggunaan fasilitas perumahan yang memadai akan memberikan
kenyamanan bagi penghuninya.

(6) Ketenagakerjaan
Salah satu masalah terbesar yang menjadi perhatian pemerintah adalah
permasalahan di bidang ketenagakerjaan. Tingginya tingkat pengangguran,
rendahnya perlusan kesempatan kerja yang terbuka, rendahnya kompetensi
dan produktivitas tenaga kerja serta masalah pekerja anak merupakan
permasalahan yang dihadapi dalam bidang ketenagakerjaan. Ketenegakerjaan
merupakan aspek yang sangat mendasar dalam kehidupan manusia karena
mencakup dimensi sosial ekonomi. Proporsi pekerja menurut lapangan
pekerjaan merupakan salah satu ukuran untuk melihat potensi perekonomian
dalam menyerap tenaga kerja dan mencerminkan struktur perekonomian suatu
wilayah. Indikator untuk mengukur ketenagakerjaan antara lain Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT),
persentase pengangguran menurut tingkat pendidikan, persentase pnduduk
yang bekerja menurut status pekerjaan, persentase penduduk yang bekerja
menurut lapangan usaha dan jumlah jam kerja, persentase pekerja anak serta
persentase pekerja menurut kelompok upah/gaji/pendapatan bersih.
(7) Kondisi sosial lainnya
Selain beebrapa indikator pengukuran kesejahteraan yang telah disebutkan,
aspek sosial lain juga dapat menjadi indikator dalam mengukur tingak
kesejahteraan masyarakat. Aspek sosial lain tersebut seperti perjalanan wisata,
akses pada teknologi informasi dan komunikasi serta akses terhadap pelayanan
akses publik. Perjalanan wisata menjadi salah satu indikator sosial ya