Hubungan Antara Karakteristik Petani Peternak Sapi Dengan Kinerja Penyuluh (Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat)

(1)

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PETANI

PETERNAK SAPI DENGAN KINERJA PENYULUH

(Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat)

SKRIPSI

OLEH :

DEWI PURNAMASARI DAMANIK 090304136

AGRIBISNIS

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2014

HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PETANI

PETERNAK SAPI DENGAN KINERJA PENYULUH


(2)

SKRIPSI

OLEH :

DEWI PURNAMASARI DAMANIK 090304136

AGRIBISNIS

Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing,

Ketua Anggota

(Prof. Dr. Ir. H. Meneth Ginting) (Ir. Yusak Maryunianta, M.Si)

NIP : 19400715196209001 NIP: 196206241986031001

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

ABSTRAK

DEWI PURNAMASARI DAMANIK (090304136/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi Hubungan antara Karakteristik Petani Peternak Sapi Dengan Kinerja Penyuluh (Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof.Dr. Ir. H. Meneth Ginting, M.Si, dan Ibu Ir. Yusak Maryunianta, Msi.

Penelitian bertujuan untuk (1) Bagaimana perkembangan ternak sapi potong 5 tahun terakhir di Kabupaten Langkat (2) Bagaimana karakteristik petani peternak sapi potong (3) Bagaimana kinerja penyuluhan didaerah penelitian (4) Bagaimana hubungan antara karakteristik petani peternak dengan kinerja penyuluhan didaerah penelitian.

Metode penelitian yaitu (1) dan (2) menggunakan metode deskriptif, (3) dengan CIPP dan (4) menggunakan metode rank Spearman.

Hasil penelitian diperoleh (1) Perkembangan ternak sapi lima tahun terakhir di daerah penelitian meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan 26% per tahunnya (2) Karakteristik peternak di daerah penelitian beragam. Usia rata-rata peternak adalah 42 tahun, dan usia ini masih tergolong dalam usia yang produktif. Tingkat pendidikan peternak yaitu rata-rata tingkat Sekolah Menengah Pertama/SMP, rata-rata penglaman beternak petani 4 tahun, rata-rata jumlah ternak setiap peternak 3 ekor, dan rata-rata jumlah tanggungan keluarga setiap peternak adalah empat orang (3) Hasil penelitian menggunakan CIPP (Context, Input, Process, Product) bahwa pelaksanaan kinerja penyuluhan di daerah penelitian diperoleh sebesar 38,2 dengan persentase ketercapaian sebesar 61,06%. Artinya pelaksanaan kinerja kelompok tani di daerah penelitian kurang baik (4) Dari uji Rank Spearman dikatahui bahwa karakteristik peternak yang mempunyai hubungan yang nyata dengan kinerja penyuluh adalah jumlah ternak dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan karakteristik dari segi umur, lamanya beternak, dan pendidikan peternak tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluhan di daerah penelitian.

Kata kunci: karakteristik petani, peternak sapi, kinerja penyuluh.


(4)

RIWAYAT HIDUP

DEWI PURNAMASARI DAMANIK lahir di Partimbalan pada tanggal 16 Juni 1991, sebagai anak pertama dari lima bersaudara, putri dari Bapak Amir Damanik, dan Ibu Suwarni

Pendidikan formal yang telah ditempuh penulis adalah sebagai berikut : 1. Tahun 1997 masuk Sekolah Dasar di SD Negeri 112246 dan tamat pada tahun

2003.

2. Tahun 2003 masuk sekolah menengah pertama di SMP Swasta F.Tandean Tebing Tinggi tamat pada tahun 2006.

3. Tahun 2006 masuk sekolah menengah atas di SMA Negri 3 Tebing Tinggi dan tamat pada tahun 2009.

4. Tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara.

Kegiatan yang pernah diikuti penulis adalah sebagai berikut:

1. Menjadi anggota pada Ikatan Mahasiswa Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara (IMASEP FP USU) periode 2012-2013.

2. Menjadi anggota FSMM SEP periode 2012-2013

3. Menjadi anggota Koperasi Akademika Pertanian periode 2012-2013. 4. Menjadi Kordinator acara HUT IMASEP FP USU Ke-31

5. Menjadi anggota Tranning Leadership IMASEP FP USU

6. Bulan Juli-Agustus 2013 melaksanakan Praktek Kerja Lapangan di Desa Rambung Sialang Hulu, Kecamatan Sei Rampah, Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.

7.

Bulan januari 2014 penulis melaksanakan penelitian skripsi di Desa Ara Condong Kecamtan Stabat, Kabupaten Langkat.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat, hidayah, serta karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK PETANI

PETERNAK SAPI DENGAN KINERJA PENYULUH”.

Skripsi ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat guna memperoleh gelar sarjana pertanian di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Meneth Ginting selaku ketua komisi pembimbing, yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan dan arahan serta saran dan selalu sabar mengajarkan banyak hal sampai penulis mengerti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. 2. Bapak Ir Yusak Maryunianta M,Si, selaku anggota komisi pembimbing,

yang telah memberikan penulis bimbingan dan arahan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.

3. Ibu Dr. Ir. Salmiah, MS dan Bapak Dr. Ir. Satia Negara Lubis, M.Ec selaku ketua dan sekretaris program studi Agribisnis FP USU.

4. Seluruh dosen yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis serta kepada seluruh Staf pengajar dan Pegawai yang ada di Departemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, USU.

Penyelesaian skripsi ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Penulis sangat berterima kasih khususnya kepada Ayahanda tercinta Amir Damanik dan Ibunda tercinta Suwarni yang selalu mendoakan, mendukung baik moril maupun materi sehingga skripsi saya dapat terselesaikan dengan baik serta kepada adinda yang telah memberikan doa dan dukungan nya selama ini, dan juga kepada Dody Djasdi yang selalu memberikan dukungan, do’a, dan waktu kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsinya dengan baik. Teman-teman di Program Studi Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara angkatan 2009, Fanani Rizki Pohan, Dian Utami Rangkuti, SP, Febrina Soraya Tanjung, Nur’Aidah Nasution, Nurhidayati Ma’rifah Sitompul, SP, Karina Sukma Br. Tobing, SP dan lain-lain yang tidak


(6)

bisa saya ucapkan smuanya, yang telah mendukung penulis dalam pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pembaca untuk perbaikan skripsi ini di kemudian hari. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, April 2014 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... …. 1

1.2 Identifikasi Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.4 Kegunaan Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, DAN KERANGKA PEMIKIRAN 2.1 Tinjauan Pustaka ... 8

2.1.1 Petani Peternak Sapi ... 8

2.1.2 Penyuluh Peternakan ... 9

2.2Penelitian Terdahulu ... 11

2.3Landasan Teori ... 12

2.3.1 Karakteristik Peternak ... 12

2.3.2 Kinerja ... 15

2.4 Kerangka Pemikiran ... 16

2.4 Hipotesis ... 18

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian ... 19

3.2 Metode Penentuan Sampel ... 20

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 22

3.4 Metode Analisis Data ... 22

3.5Defenisi dan Batasan Operasional ... 26

3.5.1 Defenisi ... 26

3.5.2 Batasan Operasional ... 26

BAB IV DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN KARAKTERISTIK SAMPEL 4.1 Kondisi Geografis ... 28

4.2 Kondisi Demografis ... 30


(8)

4.2.3 Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Pokok ... 31

4.2.4 Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 32

4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana ... 33

4.3.1 Sarana ... 33

4.3.2 Prasarana ... 33

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ... 35

BABVI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 51

6.2 Saran ... 52 DAFTAR PUSTAKA


(9)

ABSTRAK

DEWI PURNAMASARI DAMANIK (090304136/AGRIBISNIS) dengan judul skripsi Hubungan antara Karakteristik Petani Peternak Sapi Dengan Kinerja Penyuluh (Kasus: Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat). Penelitian ini dibimbing oleh Bapak Prof.Dr. Ir. H. Meneth Ginting, M.Si, dan Ibu Ir. Yusak Maryunianta, Msi.

Penelitian bertujuan untuk (1) Bagaimana perkembangan ternak sapi potong 5 tahun terakhir di Kabupaten Langkat (2) Bagaimana karakteristik petani peternak sapi potong (3) Bagaimana kinerja penyuluhan didaerah penelitian (4) Bagaimana hubungan antara karakteristik petani peternak dengan kinerja penyuluhan didaerah penelitian.

Metode penelitian yaitu (1) dan (2) menggunakan metode deskriptif, (3) dengan CIPP dan (4) menggunakan metode rank Spearman.

Hasil penelitian diperoleh (1) Perkembangan ternak sapi lima tahun terakhir di daerah penelitian meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan 26% per tahunnya (2) Karakteristik peternak di daerah penelitian beragam. Usia rata-rata peternak adalah 42 tahun, dan usia ini masih tergolong dalam usia yang produktif. Tingkat pendidikan peternak yaitu rata-rata tingkat Sekolah Menengah Pertama/SMP, rata-rata penglaman beternak petani 4 tahun, rata-rata jumlah ternak setiap peternak 3 ekor, dan rata-rata jumlah tanggungan keluarga setiap peternak adalah empat orang (3) Hasil penelitian menggunakan CIPP (Context, Input, Process, Product) bahwa pelaksanaan kinerja penyuluhan di daerah penelitian diperoleh sebesar 38,2 dengan persentase ketercapaian sebesar 61,06%. Artinya pelaksanaan kinerja kelompok tani di daerah penelitian kurang baik (4) Dari uji Rank Spearman dikatahui bahwa karakteristik peternak yang mempunyai hubungan yang nyata dengan kinerja penyuluh adalah jumlah ternak dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan karakteristik dari segi umur, lamanya beternak, dan pendidikan peternak tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluhan di daerah penelitian.

Kata kunci: karakteristik petani, peternak sapi, kinerja penyuluh.


(10)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia merupakan negara pertanian, karena di Indonesia pertanian memegang peranan penting dari keseluruhan perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari luasnya lahan pertanian dan banyaknya penduduk yang hidup atau bekerja pada sektor pertanian. Pembangunan pertanian, pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan produksi menuju swasembada, memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan serta meratakan taraf hidup rakyat. Untuk mencapai tujuan tersebut, sub sektor peternakan meletakkan prioritas utamanya pada pengembangan usaha ternak sapi potong. Pembangunan peternakan merupakan bagian dari pembangunan sektor pertanian yang memiliki nilai strategis dalam memenuhi kebutuhan pangan yang semakin meningkat, sebagai konsikuensi atas pertambahan penduduk Indonesia. Perkembangan pola konsumsi menyebabkan arah kebijakan pembangunan sektor pertanian berubah. Pada awal kemerdekaan, pembangunan lebih diarahkan untuk mencukupi kebutuhan karbohidrat. Saat ini, ketika pendapatan perkapita rakyat Indonesia semakin meningkat, kebijakan mulai bergeser untuk memenuhi kebutuhan protein (Soeprapto dan Abidin, 2006).

Daging sapi merupakan bahan pangan sebagai sumber protein hewani, lemak dan mineral yang sangat baik. Bahan pangan daging yang baik berasal dari sapi yang sehat. Kualitas daging sapi dipengaruhi oleh cara pengelolaan dan asal bibit. Pengelolaan dan bibit yang baik akan menghasilkan daging sapi yang baik


(11)

dan sehat. Sapi potong dikembangkan dengan tujuan menghasilkan daging. Selain itu sapi potong memberikan manfaat untuk memenuhi kebutuhan, antara lain tenaga kerja, kotoran kandang, dan dapat menempatkan status sosial yang baik bagi pemiliknya (Mosher, 1998).

Permintaan pasar akan daging sapi meningkat terus-menerus dari tahun sesuai dengan peningkatan jumlah penduduk dan peningkatan taraf hidup rakyat disertai dengan pengertian mengenai kepentingan gizi dan pangan. Biasanya permintaan pasar setiap tahunnya bervariasi tergantung pada kebutuhan daging di pasar. Hal ini sangat erat hubunganya dengan kehidupan sosial dan agama (Darmono,1993).

Usaha ternak sapi menurut Soedjana (2005) secara umum dapat dikelompokkan menjadi 3 kategori ditinjau dari pelakunya, yaitu :

1. Dikelola oleh petani secara tradisional

2. Diusahakan secara komersial oleh perusahaan besar 3. Diusahakan oleh sistem inti-plsma

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh peternak sapi tradisional adalah produktivitas ternak sapi yang rendah. Pemeliharaan sapi dengan sistem tradisinal menyebabkan kurangnya peran peternak dalam mengatur perkembangbiakan ternaknya. Peran ternak ruminansia dalam masyarakat tani bukan sebagai komuditas utama (Haryanto, 2009).

Keberhasilan ternak sapi bergantung pada 3 unsur yaitu bibit, pakan dan manajemen atau pengelolaan. Manajemen mencakup pengelolaan perkawinan, pemberian pakan, perkandangan, dan kesehatan ternak. Manajemen juga


(12)

mencakup penanganan hasil ternak, pemasaran dan pengaturan tenaga kerja (Santoso, 2001).

Usaha ternak juga merupakan suatu kegiatan peternakan dimana peternak dan keluarganya melakukan pemeliharaan ternak yang bertujuan memperoleh pendapatan dari hasil penjualan ternak. Bagi peternak, ternak sapi berfungsi sebagai sumber pendapatan, protein hewani, dan penghasil pupuk. Fungsi lain adalah sebagai bibit dan tabungan. Kontribusi ternak sapi terhadap pendapatan bergantung pada jenis sapi yang dipelihara, cara pemeliharaan, dan alokasi sumber daya yang tersedia di setiap wilayah. Usaha peternakan di Indonesia di dominasi oleh peternakan rakyat yang berskala kecil. Peternakan bukanlah suatu hal yang jarang dilaksanakan. Hanya skala pengelolaannya masih merupakan sampingan yang tidak diimbangi permodalan dan pengelolaan yang memadai. Hampir semua rumah tangga (terutama di pedesaan) yang mengusahakan ternak sapi sebagai bagian kegiatan sehari-hari. Beberapa peternak sapi potong di Kabupaten Langkat melakukan usaha peternakan dengan pola kemitraan. Salah satu kegunaan kemitraan ini adalah untuk mengatasi permasalahan kekurangan modal usaha. Kemitraan ini sering disebut dengan sistem gado yaitu bentuk pemeliharaan dengan sistem kerjasama antar pemilik modal dan peternak. Dimana pemilik modal menyediakan sapi potong untuk dipelihara dan dikembangkan oleh peternak, yang mana hasilnya (ternak sapi potong) dibagi dua antar kedua belah pihak (pemilik modal dan peternak) yaitu 50% untuk peternak dan 50% untuk pemilik modal, bila sapi potong yang dipelihara tidak menghasilkan anak dan ternak tersebut dijual maka dari hasil penjualan tersebut peternak menerima 50%


(13)

dari hasil penjualan setelah dikurangi harga beli sapi pada saat ternak sapi tersebut pertama kali diserahkan pemilik modal kepada peternak.

Di dalam era pembangunan, penyuluhan diungkapkan sebagai usaha mengadakan perubahan perilaku bagi orang atau masyarakat yang terlibat dalam pembangunan, yaitu mengubah/memperbarui pola pikir atau pola tindak tradisional (petani-ternak) menjadi pola pikir atau pola tindak yang inovatif atau modern (masa kini). Oleh karena itu penyuluh perlu memahami pula pengetahuan atau inovasi atau teknologi baru, sistem sosial, lingkungan, peralatan/media/saluran yang akan dimanfaatkan dan lainnya. Berbagai unsur terlibat dalam proses penyuluhan, sedangkan berbagai unsur tersebut mempunyai karakteristik dan potensi yang beragam, maka ada bermacam cara untuk menyampaikan pesan, pengetahuan, ide ataupun inovasi, agar pesan, pengetahuan, ide ataupun inovasi itu menjadi tepat guna dan berdaya guna untuk meningkatkan produktivitas usaha, pendapatan dan kesejahteraan peserta dan lingkungannnya.

Lahirnya penyuluhan peternakan sebagai jawaban terhadap tantangan dari pertumbuhan dan kemajuan masyarakat dalam pembangunan untuk melayani kebutuhan petani yang menjadi pelaku utama proses perubahan pertanian. Mulailah perkembangan dari pengertian penyuluhan yaitu tak hanya sebagai ilmu dan seni untuk menyampaikan suatu subjek pengetahuan menjadi menarik dan mudah tercerna oleh petani, tetapi juga pengertian penyuluhan pertanian sebagai lembaga yang melayani kebutuhan petani akan informasi ilmu dan teknologi dan ekspresi diri dalam menanggapi dan memanfaatkan lingkungannya


(14)

Di Sumatera Utara, prospek pengembangan agribisnis peternakan cukup besar terutama agribisnis ternak potong ruminansia (hewan pemamah biak) khususnya sapi potong. Namun karena berbagai keterbatasan serta permasalahan yang dihadapi, prospek pengembangan tersebut sampai saat ini belum dapat diwujudkan secara optimal. Dikatakan Sumatera Utara memiliki prospek pengembangan agribisnis peternakan cukup besar karena jika dibandingkan dengan seluruh provinsi di Pulau Sumatera, Provinsi Sumatera Utara merupakan salah satu yang memiliki populasi sapi potong tertinggi kedua pada tahun 2012 yaitu 590.451 ekor. Sedangkan Provinsi Lampung memiliki populasi sapi potong terbesar yaitu sebanyak 798.459 ekor (Direktorat Jenderal Peternakan 2012).

Di Sumtera Utara, Kabupaten langkat merupakan daerah produsen sapi potong yang memiliki tingkat populasi tertinggi dari tahun 2007 sampai tahun 2011. Perkembangan populasi sapi potong di Kabupaten Langkat dapat dilihat pada grafik 1.

Gambar 1. Grafik Perkembangan Populasi Ternak Sapi Potong per Kab/Kota di Sumatera Utara Tahun 2007-2011.

0 2000 4000 6000 8000 10000 12000 14000 16000

2007 2008 2009 2010 2011

langkat simalungun asahan deli serdang serdang bedagai


(15)

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang bagaimana hubungan antara karakteristik petani peternak sapi dengan kinerja penyuluh di daerah penelitian.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka dirumuskan beberapa permasalahan yang perlu diteliti adalah:

1. Bagaimana perkembangan ternak sapi potong 5 tahun terakhir di Kabupaten Langkat?

2. Bagaimana karakteristik petani peternak sapi potong? 3. Bagaimana kinerja penyuluhan didaerah penelitian?

4. Bagaimana hubungan antara karakteristik petani peternak dengan kinerja penyuluhan didaerah penelitian?

1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian adalah :

1. Untuk menetahui perkembangan ternak sapi potong 5 tahun terakhir di Kabupaten Langkat.

2. Untuk mengetahui karakteristik petani peternak sapi potong. 3. Untuk mengetahu kinerja penyuluhan didaerah penelitian.

4. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik petani peternak dengan kinerja penyuluhan didaerah penelitian.

1.4Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan penelitian ini adalah :

1. Sebagai bahan informasi bagi peternak dalam melakukan usaha ternak sapi potong.


(16)

2. Bagi pemerintah diharapkan hasil penelitian ini dapat memberikan informasi mengenai usaha ternak sapi potong, serta sebagai bahan pertimbangan dalam membuat kebijakan menyangkut usaha ternak sapi potong.

3. Sebagai bahan informasi bagi puhak-pihak yang membutuhkan.

4. Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.


(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA

PEMIKIRAN, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Petani Peternak Sapi

Petani peternak merupakan orang yang melakukan kegiatan mengembangbiakkan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dari hasil kegiatan tersebut. Tujuan peternakan adalah mencari keuntungan dengan penerapan prinsip-prinsip manajemen pada faktor-faktor produksi yang di kombinasikan secara optimal. Kegiatan di bidang peternakan dapat dibagi atas dua golongan, yaitu peternakan hewan besar seperti sapi, kerbau, dan kuda. Sedangkan kelompok kedua yaitu peternakan hewan kecil seperti ayam, kelinci, dan lain-lain.

Berbagai faktor kendala yang mempengaruhi perkembangan peternakan adalah faktor ekologis, biologis dan sosial ekonomis. Faktor ekologis termasuk keadaan tanah dan iklim, biologis meliputi Genotype ternak (reproduksi dan sifat adaptasi), dan pakan ternak (penyakit dan parasit). Faktor-faktor sosial ekonomis termasuk ketersediaan tenaga kerja dan keterampilan pelaku-pelaku peternakan, kesukaan konsumen dan pendapatannya, ketersediaan modal, infrastruktur pasar, kebijaksanaan perdagangan dan harga serta penguasaan tanah


(18)

Menurut Soeprapto dan Abidin (2006), ada beberapa permasalahan yang masih terjadi pada peternak di Indonesia :

• Produktifitas rendah • Populasi rendah

• Pasokan sapi bakalan tidak stabil

• Pasokan pakan ternak belum mencukupi

• Pengetahuan tentang teknologi peternakan masih rendah • Perkawinan tidak terkontrol

Pengalaman bertani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi petani dalam menerima suatu inovasi. Pengalaman berusahatani terjadi karena pengaruh waktu yang telah dialami oleh petani. Petani yang berpengalaman dalam menghadapi hambatan-hambatan usahataninya akan tahu cara mengatasinya. Lain halnya dengan petani yang belum atau kurang pengalaman, dimana akan mengalami kesulitan dalam menyelesaikan hambatan-hambatan tersebut. Semakin banyak pengalaman petani maka diharapkan produktifitas petani akan semakin tinggi, sehingga dalam mengusahakan usahataninya akan semakin baik dan sebaliknya jika petani tersebut belum atau kurang berpengalaman akan memperoleh hasil yang kurang memuaskan (Hasan,I.2000).

2.1.2 Penyuluh Peternakan

Penyuluhan peternakan adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah (pendidikan non formal) untuk petani dan keluarganya dengan tujuan agar mampu dan sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan bidang profesinya serta mampu, sanggup dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraannya sendiri dan masyarakatnya. Kata-kata mampu dan


(19)

sanggup memerankan dirinya sebagai warga negara yang baik sesuai dengan profesinya mengandung arti bahwa penyuluhan pertanian harus bertujuan membuat petani sanggup berkorban demi pembangunan nasional.

Penyuluh adalah penghubung atau saluran atau jembatan antara lembaga penelitian dengan rakyat tani atau sebaliknya dari rakyat tani kelembaga-lembaga penelitian. Sebagai penghubung penyuluh bertugas menyebar luaskan kepada peternak keterangan yang berguna, cara-cara yang praktis dan efisien dalam bidang peternakan, dan mengumpulkan persoalan/bahan-bahan yang berasal dari peternak untuk dipecahkan oleh jawatan penyuluh atau diteruskan kelembaga-lembaga penelitian (Ginting,M,2008).

Penyuluh sebagai kegiatan pendidikan melibatkan pengajar (penyuluh, change agent), pesan/bahan pelajaran (inovasi/teknologi baru), media/saluran yang digunakan, peserta (kelompok, massa), fasilitas fisik, sosial, ekonomi, budaya serta suasana lingkungan tempat pendidikan diselenggarakan dan lain sebagainya

(Slamet, 2003).

Kartasapoetra (1987), menyatakan bahwa metode pendekatan dalam penyuluhan terdiri atas:

1. Metode Pendekatan Perorangan

Penyuluh melakukan hubungan atau pendekatan secara langsung atau tidak langsung kepada sasaran/seorang petani melalui dialog langsung, kunjungan kerumah petani (home visit), kunjungan kesawah/ladang petani (farm visit), anjangsana, surat menyurat, dan hubungan telepon. Metode ini sangat efektif, tetapi banyak menyita waktu, oleh karena itu sebaikya dilakukan oleh penyuluh dalam keadaan senggang atau banyak waktu.


(20)

2. Metode Pendekatan Kelompok

Pendekatan dilakukan melalui kelompok tani dengan membimbing dan mengarahkan anggota kelompok untuk melaksanakan suatu kegiatan tertentu yang lebih produktif secara berkelompok. Metode ini dapat dilakukan dengan diskusi, saling tukar pendapat, pengalaman dan demonstrasi. Kursus, karyawisata, perlombaan kelompok dan kegiatan lainnya yang bersifat kelompok. Metode pendekatan kelompok biasanya lebih berdaya guna dan berhasil guna serta hasilnya lebih mantap.

3. Metode Pendekatan Massal

Metode pendekatan massal secara penyampaian informasi sangat baik, tetapi tingkat keberhasilannya kurang efektif, karena hanya dapat menimbulkan kesadaran dan minat sasaran saja. Bila dilakukan dengan baik dan menarik sasaran terhadap suatu yang lebih menguntungkan. Metode ini dapat dilakukan dengan menggunakan media surat kabar (koran), majalah/brosur pertanian, radio televisi, film, slide dan media lainnya. Untuk mementapkan tujuan agar tercapai, maka perlu dilanjutkan dengan pendekatan kelompok atau perorangan.

2.2 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dijadikan rujukan mengenai ternak sapi potong adalah penelitian yang dilakukan oleh Bahua M (2011) dengan judul Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Partisipasi Peternak Sapi Perah Dalam Penyuluhan. Dimana, hasil penelitian menyatakan bahwa karakteristik peternak yang terdiri dari umur, tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan dan pengalaman usaha mempengaruhi partisipasi peternak dalam penyuluhan. Semakin tinggi umur,


(21)

tingkat pendidikan, tingkat kosmopolitan dan pengalaman usaha menyebabkan partisipasi peternak dalam penyuluhan semakin menurun. Peternak mempunyai alternatif lain dalam memperoleh sumber informasi selain mengikuti penyuluhan. Menurut peternak, penyuluhan yang ada sekarang ini sudah tidak mampu memenuhi kebutuhan peternak yang semakin spesifik dan kompleks.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Saragih Ardi (2006), dengan judul Hubungan Antara Karakteristik dan Keaktifan Komunikasi dengan Prilaku Agribisnis menyatakan bahwa terdapat hubungan yang tinggi antara karakteristik dengan prilaku agribisnis. Aspek sikap banyak memiliki hubungan tinggi dengan jumlah tanggungan. Aspek pengetahuan banyak memiliki hubungan tinggi dengan umur, jumlah tanggungan dan pola usaha. Sementara aspek tindakan banyak memiliki hubungan keeratan tinggi pada kepemilikan usaha.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Karekteristik Peternak

Karakteristik peternak dapat menggambarkan keadaan peternak yang berhubungan dengan keterlibatannya dalam mengelola usaha ternak. Karakteristik peternak bisa mempengaruhi dalam hal mengadopsi suatu inovasi. Karakteristik peternak sebagai individu yang perlu diperhatikan untuk melihat apakah faktor-faktor ini akan mempengaruhi respon peternak terhadap inovasi yang diperkenalkan. Simamora mengatakan bahwa karakteristik seseorang mempengaruhi cara dan kemampuan yang berbeda dalam bentuk persepsi, informasi apa yang diinginkan, bagaimana menginterpretasi informasi tersebut.

Menurut Soekarwari (1995), cepat tidaknya petani mengadopsi inovasi sangat bergantung kepada faktor sosial dan ekonomi petani. Faktor sosial


(22)

diantaranya: umur, tingkat pendidikan, dan pengalaman bertani. Sedangkan faktor ekonomi diantaranya: tingkat pendapatan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan yang dimiliki dan ada tidaknya usahatani yang dimiliki petani. Faktor sosial ekonomi ini mempunyai peranan penting dalam mengelola usahatani.

1. Umur

Umur pengajar maupun pelajar merupakan salah satu karakteristik penting yang berkaitan dengan efektivitas belajar dimana kapasitas belajar seseorang tidak merata, tetapi menurut perkembangan umurnya kapasitas belajar akan naik sampai usia dewasa kemudian menurun dengan bertambahnya umur. Kapasitas belajar akan terus menaik sejak anak mengenal lingkungan dimana kenaikan tersebut berakhir pada awal dewasa yaitu umur 25 tahun sampai 28 tahun, kemudian menurun secara drastis setelah umur 50 tahun.

Umur seseorang pada umumnya dapat mempengaruhi aktivitas petani dalam mengelolah usahataninya, dalam hal ini mempengaruhi kondisi fisik dan kemampuan berpikir. Makin muda umur petani, cenderung memiliki fisik yang kuat dan dinamis dalam mengelola usahataninya, sehingga mampu bekerja lebih kuat dari petani yang umurnya tua. Selain itu petani yang lebih muda mempunyai keberanian untuk menanggung resiko dalam mencoba inovasi baru demi kemajuan usahataninya (Syafrudin, 2003).

2. Tingkat Pendidikan Petani

Pendidikan merupakan upaya untuk mengadakan perubahan perilaku berdasarkan ilmu-ilmu dan pengalaman yang sudah diakui dan direstui oleh masyarakat, lebih lanjut Slamet menyatakan bahwa tingkat pendidikan seseorang


(23)

mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap sesuatu yang dipelajarinya (Wiraatmadja, 1990).

Pendidikan adalah suatu proses menumbuh kembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran, tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang penting diperhatikan dalam melakukan suatu kegiatan, karena melalui pendidikanlah pengetahuan dan keterampilan serta perubahan sikap dapat dilakukan. Para ahli pendidikan mengenal tiga sumber utama pengetahuan bagi setiap orang yaitu:

a. Pendidikan informal, yaitu proses pendidikan yang panjang yang diperoleh dan dikumpulkan seseorang berupa pengetahuan, keterampilan, sikap hidup, dan segala sesuatu yang diperoleh dari pengalaman pribadi sehari-hari dari kehidupan di dalam masyarakat.

b. Pendidikan formal, yaitu struktur dari sistem pendidikan/pengajaran yang kronologis dan berjenjang lembaga pendidikan mulai dari pra sekolah sampai ke perguruan tinggi.

c. Pendidikan nonformal adalah pengajaran sistematis yang diorganisir dari luar pendidikan formal bagi sekelompok orang untuk memenuhi keperluan khusus seperti penyuluhan pertanian (Suhardiyono, 1990).

3. Pengalaman Beternak

Peternak yang sudah lama beternak akan lebih mudah untuk menerapkan anjuran penyuluh dari pada peternak pemula. Dalam menjalankan usahanya, responden telah memiliki ilmu pengetahuan tentang cara beternak yang diperoleh dari keluarga secara turun temurun, selain itu pengalaman menjadi salah satu guru


(24)

dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman beternak diukur dari sejak dimulainya usaha ternak sapi sampai pada saat dilakukannya penelitian ini (Soekarwati, 1988). 4. Jumlah Ternak

Jumlah ternak yaitu jumlah ternak utama yang diusahakan peternak sebagai mata pencarian utama oleh peternak, dihitung dalam satuan ternak (ST). Ternak sapi jantan dewasa dihitung dengan jumlah 1 ST, induk bunting 1 ST, sapi dara 0,5 ST dan pedet 0,25 ST.

5. Jumlah Tanggungan Keluarga

Jumlah tanggungan keluarga adalah banyaknya orang yang berada dalam keluarga selain kepala keluarga. Jumlah tanggungan keluarga merupakan salah satu sumberdaya manusia yang dimiliki peternak, terutama yang berusia produktif dan ikut membantu usahaternaknya tanggungan keluarga juga bisa menjadi beban keluarga jika tidak aktif bekerja (Syafrudin, 2003).

2.3.2 Kinerja

Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pancapaian pelaksanaan suatu prorgam/kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi, dan visi organisasi yang tertuang dalam strategic planning suatu organisasi. Indikator kinerja adalah ukuran kuantitatif atau kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Oleh karena itu indikator kinerja harus merupakan suatu yang akan dihitung dan diukur serta digunakan sebagai dasar untuk menilai atau melihat tingkat kinerja. Baik dalam tahap perencanaan, tahap pelaksanaan maupun tahap setelah kegiatan selesai.


(25)

2.4 Kerangka Pemikiran

Perkembangan ternak sapi di Kabupaten Langkat, Kecamatan Stabat merupakan daerah produsen sapi yang memiliki tingkat populasi tertinggi dari tahun 2006−2010. Peternak yang terdapat didaerah penelitian terdiri dari kelompok peternak dan bukan kelompok peternak. Kelompok peternak adalah kumpulan para peternak dimana kelompok merupakan wadah kerja sama, wadah belajar dan wadah pembinaan peternak.

Dalam kegiatan penyuluhan peternakan, penyuluh peternakan lapang (PPL) dalam menyampaikan materi-materi penyuluhan adalah bersifat top down (dari atas kebawah) dan battom up (dari bawah keatas) dengan menggunakan metode dan media yang disesuaikan dengan keadaan sasaran.

Dalam menerima materi, metode dan media penyuluhan peternakan, peternak menghadapi berbagai masalah. Masalah-masalah yang dihadapi dapat berupa ketidak sesuaian materi yang disampaikan, waktu yang tidak sesuai dengan kondisi peternak, keterbatasan modal yang dimiliki oleh peternak, materi yang disampaikan tidak selalu ada di lapangan. Kinerja penyuluh peternakan oleh PPL diharapkan akan berdampak terhadap tingkat sosial ekonomi peternak meliputi keterampilan beternak, pengetahuan beternak, tingkat kosmopolitan, jumlah ternak yang dijual dan pendapatan dari usah termak.


(26)

Secara skematis kerangka pemikiran digambarkan sebagai berikut : Sketsa 1.

Gambar 2. Kerangka Pemikiran. Keterangan :

: Menyatakan hubungan : Menyatakan pengaruh

Petani Peternak

Kinerja Penyuluh Penyuluh

Karakteristik Peternak - Umur Peternak - Tingkat Pendidikan - Pengalaman Beternak - Jumlah Ternak - Jumlah Tanggungan

Keluarga

Lingkungan


(27)

Sketsa 2.

Gambar 3. Kerangka Pemikiran. Keterangan :

2.4 Hipotesis Penelitian

1. Perkembangan usaha ternak sapi potong selama 5 tahun terakhir mengalami perkembangan yang cukup besar di Kabupaten Langkat.

2. Karakteristik petani peternak di daerah penelitian adalah beragam. 3. Kinerja penyuluhan di daerah penelitian sesuai dengan pedoman.

4. Adanya pengaruh antara karakteristik petani peternak terhadap kinerja penyuluh.

Umur Peternak

Tingkat Pendidikan

Pengalaman Beternak

Jumlah Ternak

Jumlah Tanggungan Keluarga

Kinerja Penyuluh Lingkungan

Lingkungan


(28)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penentuan Daerah Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. Daerah penelitian ini ditentukan secara purposive atau sengaja,yaitu teknik penentuan sampel data dilakukan dengan pertimbangan tertentu yang telah dibuat terhadap obyek yang sesuai dengan tujuan.

Tabel 1. Perkembangan populasi sapi potong perKecamatan di Kabupaten Langkat (ekor).

No Kecamatan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 Bahorok 4.069 4.383 4.630 5.180 5.115

2 Salapian 4.142 4.970 1.752 4.941 5.440

3 Sei Bingei 3.752 4.502 5.705 6.393 3.635

4 Kuala 6.649 6.076 6.899 7.725 8.614

5 Selesai 5.003 6.004 7.607 8.826 9.723

6 Binjai 2.373 2.848 3.640 4.076 4.118

7 Stabat 11.662 16.995 22.188 24.862 29.497

8 Wampu 6.031 7.237 9.446 10.506 12.636

9 Batang Serangan 5.054 5.962 7.776 8.718 9.594

10 Sawit Seberang 1.859 2.231 2.909 3.257 3.818

11 Padang Tualang 3.754 4.005 4.923 5.518 2.348

12 Hinai 2.944 2.533 3.303 3.700 4.133

13 Secanggang 8.983 10.780 14.070 15.777 17.268

14 Tanjung Pura 1.211 1.453 1.800 1.981 2.289

15 Gebang 2.250 1.787 2.330 2.605 3.122

16 Babalan 1.475 1.200 1.563 1.707 450


(29)

18 Brandan Barat 477 572 713 816 1.169

19 Besitang 1.760 2.112 2.008 2.248 2.549

20 Pangkalan Susu 1.775 1.356 1.029 1.135 1.040

21 Pematang Jaya 0 0 1.434 1.604 1.751

22 Serapit 0 0 4.408 2.529 3.237

23 Kutambaru 0 0 2.258 1.961 3.844

Jumlah 77.250 38.838 114.812 128.442 136.370

Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2011.

Berdasarkan Tabel 1, Kecamatan Stabat merupakan salah satu daerah yang memiliki populasi sapi potong terbesar di Kabupaten Langkat. Dari Tabel 1 dapat kita lihat perkembangan ternak sapi dari tahun 2006 sampai 2010 terus mengalami peningatan dimana rata-rata peningkatan jumlah ternaknya adalah sebanyak 26% per tahunnya.

3.2 Metode Penentuan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peternak sapi potong yang ada di Desa Ara Condong Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat. Penarikan sampel dilakukan dengan cara simple random sampling, yaitu sampel diambil secara acak, yaitu sebanyak 30 petani peternak sapi potong dengan sistem pemeliharaan non gado (tidak sistem belah) dengan jumlah keseluruhan Peternak non gado adalah sebanyak 80 petani peternak. Menurut Gay dalam Hasan (2002) bahwa ukuran minimal sampel yang dapat diterima berdasarkan pada metode penelitian yang digunakan dimana metode deskriptif korelasional, minimal 30 sampel.


(30)

Tabel 2. Penempatan Penyuluhan Peternakan Lapangan dan Jumlah Desa Cakupannya.

Kecamatan Jumlah

Penyuluh

Jumlah Desa Cakupan

Rata-rata jumlah cakupan Desa /

orang

1. Bahorok 2 18 9

2. Salapian 2 17 8,5

3. Kutambaru 1 8 8

4. Kuala 2 15 7,5

5. Sirapit 1 10 10

6. Sei Bingai 2 16 8

7. Selesai 2 14 7

8. Secanggang 2 17 8,5

9. Binjai 2 7 3,5

10. Stabat 3 12 4

11. Wampu 1 13 13

12. Hinai 1 13 13

13. Tanjung Pura 1 17 17

14. Padang Tualang 1 11 11

15. Batang Serang 1 8 8

16. Sawit Seberang 1 7 7

17. Gebang 1 10 10

18. Babalan 1 14 14

19. Sei Lepan 1 14 14

20. Brandan Barat 1 6 6

21. Pangkalan Susu 1 9 9

22. Besitang 1 3 3

23. Pematang Jaya 1 8 8

Jumlah 32 262 -

Sumber: Dinas Peternakan Langkat, 2012.

Dari tabel 2 diatas kita dapat melihat ada 23 kecamatan dan 32 penyuluh di Kabupaten Langkat. Dimana disetiap kecamatan memiliki jumlah penyuluh yang


(31)

berbeda-beda dan jumlah penyuluh terbanyak adalah Kecamatan Stabat dengan jumlah 3 Penyuluh dan setiap penyuluh menangani 4 Desa .

3.3 Metode Pengambilan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang diperoleh dari kuisioner yang dilaksanakan dari wawancara terbuka kepada peternak sapi potong dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan sebelumnya. Jenis data yang dikumpulkan seperti data umur peternak, pendidikan, jumlah ternak, jumlah tanggungan keluarga, dan tingkat pendapatan patani peternak. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait seperti Badan Pusat Statistik (BPS) Sumatera Utara, BPS Kabupaten Langkat,Dinas Peternakan Sumatera Utara dan Dinas Peternakan Kabupaten Langkat.

3.4 Metode Analisis Data

Untuk Hipotesis 1 yaitu digunakan metode analisis deskriptif, dimana yang dianalisis adalah perkembangan ternak sapi potong selama 5 tahun terakhir di Kabupaten Langkat.

Untuk Hipotesis 2 yaitu digunakan metode analisis deskriptif, untuk mengetahui karakteristik petani peternak sapi potong.

Untuk Hipotesis 3 yaitu digunakan metode analisis CIPP (Context, Input, Process Product) untuk mengetahui bagaimana kinerja penyuluh didaerah penelitian. Model CIPP merupakan model yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Model CIPP berorientasi kepada suatu keputusan. Tujuannya adalah untuk membantu administrator di dalam membuat keputusan. Tujuan penting


(32)

evaluasi adalah bukan membuktikan, tetapi untuk memperbaiki. Evaluasi dibagi menjadi empat macam yaitu:

1. Evaluasi Context melayani keputusan perencanaan, yaitu membantu merencanakan pilihan keputusan, menentukan kebutuhan yang akan dicapai dan merumuskan tujuan program.

2. Evaluasi Input melayani keputusan strukturisasi yaitu menolong mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia, alternatif-alternatif yang diambil, rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud.

3. Evaluasi Process yaitu untuk membantu mengimplimentasikan keputusan. Sampai sejauh mana program telah dilaksanakan? Begitu pertanyaan itu terjawab prosedur dapat dimonitor, dikontrol dan diperbaiki. Process merupakan pelaksanaan beragam kegiatan dan mekanisme kinerja program bagi pencapaian tujuan.

4. Evaluasi Product untuk melayani daur ulang keputusan. Product merupakan hasil dari proses kegiatan program yang menggambarkan tingkat evektivitasnya, dengan adanya product ini dapat meningkatkan kemampuan dan keterampilan peternak.


(33)

Tabel 3. Penilaian Pelaksanaan Program Penyuluhan Pertanian di daerah penelitian.

No. Model CIPP Indikator Kinerja

1 Context 1. Perencanaan program penyuluhan meningkatkan pengetahuan petani

2. Perencanaan program penyuluhan meningkatkan pendapatan petani

3. Perencanaan program penyuluhan membantu petani dalam berusaha tani

4. Perencanaan program penyuluhan mempercepat tingkat adopsi petani

5. Perencanaan program penyuluhan mensejahterakan petani dan keluarganya.

2 Input 1. Penyuluh sebagai fasilitator program penyuluhan 2. Petani Peternak yang aktif

3. Partisipasi petani dalam mengikuti penyuluhan 4. Penyuluh mempunyai komitmen dan semangat

mengabdi agar dapat memperdayakan kemampuan petani

5. Materi yang disampaikan penyuluh mudah dimengerti oleh peternak

3 Process 1. Kunjungan secara langsung dalam proses penyuluhan 2. Melakukan diskusi dengan petani untuk memenuhi

permintaan dan keinginan yang sesuai dengan kebutuhan petani

3. Metode penyuluhan disesuaikan dengan kebutuhan peternak

4. Frekuensi pelaksanaan pelatihan yang berkaitan dengan program penyuluhan

4 Product 1. Perubahan kemampuan tingkat adopsi petani

2. Peningkatan pendapatan petani setelah adanya program penyuluhan

3. Kepuasan petani terhadap program penyuluhan pertanian

4. Komitmen untuk melanjutkan program penyuluhan Sumber : Berdasarkan teori yang dibangun.


(34)

Untuk mengetahui hasil penjumlahan seluruh skor dari masing-masing pelaksanaan Program Penyuluahan Pertanian, dapat dilihat dari Tabel 4 dibawah ini.

Tabel 4. Skor Pelaksanaan Program Penyuluhan Pertanian

No Model CIPP Jumlah

Parameter

Skor Rentang

1 2 3 4 Context Input Process Product 5 4 4 5 1-3 1-3 1-3 1-3 5-15 5-15 4-12 4-12

Total 18 - 18-54

Hasil penilaian menghasilkan skor, dari skor tersebut akan ditentukan bagaimana pelaksanaan program penyuluhan pertanian. Skor pelaksanaan program penyuluhan pertanian berada diantara 18−54, dimana panjang kelas dapat dihitung dengan range dibagi jumlah kelas. Range adalah jarak/selisih antara data terbesar dan terkecil (Subagyo,1992).

Skor 43−54 : Kinerja baik Skor 31−42 : Kinerja cukup baik Skor 18−30 : Kinerja tidak baik

Untuk Hipotesis 4 dignakan metode analisis Rank Spearman (rs). Untuk

membuktikan adanya hubungan antara karakteristik peternak dengan kinerja penyuluh didaerah penelitian.


(35)

Untuk melihat besarnya nilai dari derajat keeratan dapat menggunakan klasifikasi koefisien korelasi dua variabel menurut Guilford dalam Supriana (2009), berikut ini :

Untuk melihat nyata atau tidaknya hubungan antar variabel diuji dengan menggunakan uji t dengan rumus :

�= �√� −2 1− �2 Dimana :

t = nilai t hitung

r = koefisien korelasi spearman n = jumlah sampel penelitian Kriteria pengambilan keputusan adalah :

• thitung > ttabel = Tolak Ho berarti ada hubungan antara karakteristik petani

peternak dengan kinerja penyuluhan.

• thitung < ttabel = tidak ada hubungan antara karakteristik petani peternak

dengan kinerja penyuluhan (Irianto,2004).

3.5 Derenisi dan Batasan Operasional

Untuk menghindari kesalah pahaman dalam memahami penelitian ini, maka dibuat defenisi dan batasan operasional sebagai berikut :

1. Peternak adalah orang yang mengusahakan ternak sapi potong sebagai pekerjaan utama maupun sampingan.

2. Usaha ternak sapi adalah kegiatan untuk mendapatkan penghasilan dengan cara melakukan budidaya sapi untuk menghasilkan daging yang akan dijual ke konsumen.


(36)

3. Karakteristik petani peternak adalah ciri dan keadaan mengenai diri petani yang mencakup umur, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, jumlah tanggungan keluarga dan intensitas kunjungan.

4. Umur petani peternak adalah usia petani yang dinyatakan dalam tahun. 5. Pengalaman bertani adalah lamanya petani dalam mengusahakan

usahataninya, mulai dari pertama kali bertani sampai saat penelitian dilakukan dinyatakan dalam tahun.

6. Jumlah tanggungan keluarga adalah semua anggota keluarga yang masih menjadi beban tanggungan petani.

7. Penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian untuk melakukan kegiatan penyuluhan.

8. Kinerja penyuluhan adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan suatu program dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi yang ingin di capai.

9. Sampel adalah petani peternak sapi potong di daerah penelitian yang dilakukan di Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat. 10.Tempat penelitian adalah Desa Ara Condong, Kecamatan Stabat,

Kabupaten Langkat.


(37)

BAB IV

DESKRIPSI DAERAH PENELITIAN DAN

KARAKTERISTIK SAMPEL

4.1 Deskripsi Daerah Penelitian 4.1.1 Letak dan Keadaan Geografis

Penelitian dilakukan di Kecamatan Stabat, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Nama Langkat diambil dari nama pernah ada di tempat yang kini merupakan kota kecil bernama sekitar 20 km dari Stabat.

Data statistik Kabupaten Langkat menunjukan bahwa sebanyak 55% merupakan warga jawa yang sebagian besar sudah turun temurun memelihara ternak. Kondisi ini telah berimbas kepada suku-suku lain yang melihat usaha pemeliharaan ternak dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga, hal ini kelihatan jelas dipedesaan yang berdekatan dengan lokasi perkebunan, dimana telah timbul pemikiran/pendapat bahwa ada suatu kerugian jiwa rumah tangga bila tidak memelihara ternak.

4.1.2 Lahan Sumber Daya Peternakan Kabupaten Langkat

Luas wilayah 626.329 Ha yang terdiri dari 23 kecamatan, 278 Desa/Kelurahan dengan jumlah penduduk 1.042.534 jiwa RTP ternak 53.362 KK (sesuai hasil survey Peternakan Nasional Tahun 2006). Menurut tata guna tanah di Kabupaten Langkat maka sebagian luas wilayah terdiri dari :

− Lahan perkebunan : ± 193.109 Ha


(38)

− Lahan tegalan dan ladang : ± 56.270 Ha

− Budidaya HMT berdasarkan luas spot. Per spot 70 Ha (rumput gajah, sepelang, kinggers)

Sedangkan sumber bahan konsentrat dapat diuraikan sebagai berikut : − Pabrik pengelola kelapa sawit ada 12 unit, yang dalam hal ini

menghasilkan bungkil inti sawit dan solid.

− Pabrik gula (PG Kuala Madu) ada 1 unit, yang menghasilkan tetes (molasses)

− Pabrik pengelola kelapa ada 2 unit, yang menghasilkan bungkil kelapa. − Pabrik pembuatan tahu yang dalam hal ini pada umumnya dikelola

masyarakat secara tradisioanal yang tersebar disetiap kecamatan dan merupakan sumber ampas tahu.

− Dengan potensi yang ada, carrying capacity mencapai 347.556 unit ternak. Dari sumber daya peternakan yang ada di atas maka Kabupaten Langkat sangat berpotensi untuk pengembangan ternak sapi.

4.1.3Sumber Daya Petugas Dan Peternak

Petugas teknis yang tersedia saat ini di Kabupaten Langkat meliputi :

− Sarjana Peternakan : 39 orang

− Dokter Hewan : 4 orang

− Tenaga Teknis Menengah : 28 orang

Secara fungsional tenaga teknis tersebut terdiri dari : − Inseminator

Terdiri dari :


(39)

• Asisten Teknis Reproduksi : 5 orang

• Supervioser II : 2 orang

• Instruktur : 1 orang

• Recording : 3 orang

− Petugas Kesehatan Hewan (Mantri Hewan) : 23 orang

− Kelompok Tani berdasarkan daftar revitalisasi Dinas Pertanian Kabupaten Langkat Tahun 1998 : 1.873 Kelompok Tani.

Kecamatan Stabat terletak 3°47’- 4°00’- 98°15’- 98°25’BT. Adapun daerah yang dipilih sebagai daerah penelitian adalah Desa Ara Condong. Daerah penelitian berada pada ketinggian 4 meter diatas permukaan laut dengan curah hujan rata-rata per tahun 1.300 mm dan keadaan suhu rata-rata 28°C - 34°C. Jarak daerah penelitian ke Ibu Kota Kecamatan sekitar 4 km, sementara jarak Ibu Kota kabupaten sekitar 5 km.

Batas-batas wilayah daerah penelitian adalah sebagai berikut : − Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Stabat Lama

− Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Stabat Baru dan Kwala Begumit − Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Kepala Sungai

− Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Stabat Baru

4.1.4 Keadaan Penduduk

a. Penduduk Menurut Kelompok Umur

Penduduk Kecamatan Stabat berjumlah 83.093 orang dengan rumah tangga yang tersebar disetiap kecamatan dan kelurahan di Kecamatan Stabat.


(40)

Berdasarkan golongan umur sampel Penduduk Desa Ara Condong dapat dilihat pada Tabel 5 berikut.

Tabel 5. Penduduk Menurut Kelompok Umur

No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (jiwa) Jumlah (%)

1 0-14 2.167 31

2 15-54 3.842 55

3 >55 961 14

Jumlah 6.970 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Ara Condong, 2012.

Tabel 5 menunjukan bahwa jumlah penduduk Desa Ara Condong pada tahun 2012 adalah sebesar 6.970 jiwa. Data tabel diatas juga menunjukan jumlah usia non produktif bayi, balita, anak-anak dan remaja (0−14 tahun) sebesar 2.167 jiwa (31%) manula (>55 tahun) sebesar 961 jiwa (14%). Jumlah usia produktif (15−54 tahun) adalah sebesar 3.842 orang (55%). Usia produktif adalah usia dimana orang memiliki nilai ekonomi yang tinggi sehingga dapat menghasilkan barang dan jasa dengan efektif. Dari data tersebut menunjukan bahwa ketersediaan tenaga kerja Desa Ara Condong cukup besar.

b. Penduduk Menurut Mata Pencaran pokok

Mata pencaharian pokok penduduk di Desa Ara Condong menurut mata pencaharian pokok dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 6. Penduduk Menurut Mata Pencaharian Pokok

N0 Jenis Pekerjaan Jiwa/orang

1 Petani 2390

2 Buruh tani 2010

3 Pedagang keliling 12

4 Pensiunan PNS/TNI/POLRI 321

5 Karyawan perusahaan swasta 104

6 Peternak 88

7 Pembantu rumah tangga 72

8 Montir 60


(41)

10 TNI 32

11 POLRI 2

12 Pengusaha besar 2

13 Nelayan 2

Dapat dilihat pada tabel 6, mata pencaharian pokok paling banyak di Desa Ara Condong adalah Petani. Sedangkan peternak merupakan mata pencaharian pokok kelima paling banyak di Desa Ara Condong. Usaha ternak di Desa Ara Condong biasanya merupakan mata pencaharian sampingan dengan mata pencaharian pokok sebagai petani.

c. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

Penduduk Desa Ara Condong menurut tingkat pendidikan terdiri dari tamat SD, SLTP, SLTA, Perguruan Tinggi. Untuk lebih jelas mengenal tingkat pendidikan penduduk Desa Ara Condong dapat dilihat pada tabel 6 berikut : Tabel 7. Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan

No Tingkat Pendidikan Jumlah Persentase(%)

1 SD 784 28,03

2 SMP 1.080 38,61

3 SMA 820 29,31

4 Perguruan Tinggi 113 4,04

Jumlah 2.797 100

Sumber : Kantor Kepala Desa Ara Condong, 2012.

Tabel 7 menunjukan bahwa tingkat pendidikan penduduk Desa Ara Condong paling besar beradapada tingkat pendidikan menengah yaitu Sekolah Menengah Pertama (SMP) yaitu sebesar 1.080 orang (38,61%). Sekolah Menengah Atas (SMA) yaitu sebesar 820 orang (29,31%). Sekolah Dasar (SD) yaitu sebesar 784 orang (28,03%) dan Perguruan Tinggi berjumlah 113 orang (4,04%).


(42)

4.1.5 Sarana dan Prasarana

Untuk mencapai desa ini dapat dengan mudah ditempuh dengan menggunakan kendaraan roda empat atau roda dua. Adanya sarana dan prasarana pendidikan, kesehatan, peribadatan dan transportasi dapat semakin mampu menunjang peningkatan sumberdaya yang ada di Desa Ara Condong, sehingga desa ini dapat berkembang menjadi desa yang lebih baik dengan potensi yang dimilikinya. Pasar tradisional di Desa Ara Condong untuk saat ini belum tersedia. Secara rinci sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Ara Condong dijelaskan pada tabel berikut :

Tabel 8. Sarana dan Prasarana

No Sarana dan Prasarana Jumlah (Unit)

1 Sekolah

a. SD b SMP

2 1 2 Kesehatan

a. Puskesmas Pembantu 1

3 Tempat Peribadatan

a. Mesjid 15

4 Transportasi

a. Jalan Baik

b Jalan Rusak

3,4 (km) 1,7km Sumber : Kantor Kepala Desa Ara Condong, 2011

4.2 Karakteristik Sampel

Sampel penelitian adalah peternak yang mengusahakan usaha pembibitan dan penggemukan sapi potong di Desa Ara Condong. Karakteristik Peternak meliputi umur, pendidikan, lama berusaha, jumlah ternak dan jumlah tanggungan. Karakteristik peternak sampel di Desa Ara Condong dapat dilihat pada tabel berikut ini:


(43)

Tabel 9. Karakteristik Sampel di Desa Ara Condong, 2014.

Uraian Range Rata-rata

1. Umur (Tahun) 30 − 63 42

2. Pendidikan (Tahun) 6 − 12 9

3. Lamanya beternak (Tahun) 2 − 10 4,2

4. Jumlah Ternak (ekor) 1 − 5 3

5. Jumlah Tanggungan (orang 2 − 6 4

Dari tabel 9 dapat dikemukakan bahwa umur rata-rata pemilik usaha ternak sapi non gado adalah 42 tahun. Artinya masih dalam usia produktif sehingga dari segi fisik masih mampu mengerjakan usaha ternak sapi potong dengan baik. Rata-rata pendidikan terakhir peternak di Desa arah condong adalah SMP, lamanya beternak Rata-rat 4 tahun, Rata-rata jumlah ternak 3 ekor dan Rata-rata jumlah tanggungan keluarga adalah sebanyak 4 orang. Usaha ternak sapi potong ini sudah cukup lama dijalankan oleh masyarakat setempat, usaha ternak sapi potong ini sangat potensial untuk dikembangkan di Desa Ara Condong Kecamatan Stabat Kabupaten Langkat.


(44)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

Data statistik Kabupaten Langkat menunjukan bahwa sebanyak 55% merupakan warga jawa yang sebagian besar sudah turun temurun memelihara ternak. Kondisi ini telah berimbas kepada suku-suku lain yang melihat usaha pemeliharaan ternak dapat diandalkan sebagai sumber pendapatan keluarga, hal ini kelihatan jelas dipedesaan yang berdekatan dengan lokasi perkebunan, dimana telah timbul pemikiran/pendapat bahwa ada suatu kerugian jiwa rumah tangga bila tidak memelihara ternak. Perkembangan populasi sapi potong di perKecamatan di Kabupaten Langkat dapat dilihat dari Tabel 10 dibawah ini.

Tabel 10. Perkembangan populasi sapi potong perKecamatan di Kabupaten Langkat (ekor).

No Kecamatan Tahun

2006 2007 2008 2009 2010

1 Bahorok 4.069 4.383 4.630 5.180 5.115

2 Salapian 4.142 4.970 1.752 4.941 5.440

3 Sei Bingei 3.752 4.502 5.705 6.393 3.635

4 Kuala 6.649 6.076 6.899 7.725 8.614

5 Selesai 5.003 6.004 7.607 8.826 9.723

6 Binjai 2.373 2.848 3.640 4.076 4.118

7 Stabat 11.662 16.995 22.188 24.862 29.497

8 Wampu 6.031 7.237 9.446 10.506 12.636

9 Batang Serangan 5.054 5.962 7.776 8.718 9.594

10 Sawit Seberang 1.859 2.231 2.909 3.257 3.818

11 Padang Tualang 3.754 4.005 4.923 5.518 2.348

12 Hinai 2.944 2.533 3.303 3.700 4.133

13 Secanggang 8.983 10.780 14.070 15.777 17.268


(45)

15 Gebang 2.250 1.787 2.330 2.605 3.122

16 Babalan 1.475 1.200 1.563 1.707 450

17 Sei Lepan 2.027 1.832 2.391 2.677 980

18 Brandan Barat 477 572 713 816 1.169

19 Besitang 1.760 2.112 2.008 2.248 2.549

20 Pangkalan Susu 1.775 1.356 1.029 1.135 1.040

21 Pematang Jaya 0 0 1.434 1.604 1.751

22 Serapit 0 0 4.408 2.529 3.237

23 Kutambaru 0 0 2.258 1.961 3.844

Jumlah 77.250 38.838 114.812 128.442 136.370

Sumber: BPS Kabupaten Langkat, 2011.

Dari tabel 10 dapat kita lihat perkembangan populasi sapi di daerah stabat selalu mengalami kenaikan setiap tahunnya. Dengan persentasi kenaikan rata-rata sebesar 26% pertahunnya.

Adapun karakteristik petani peternak di daerah penelitian dikumpulkan dari data primer yang dapat dilihat dari lampiran 1. Dimana dari lampiran dapat dilihat bahwa sampel di daerah penelitian beragam. Usia rata-rata sampel adalah 42 tahun, dan usia ini masih tergolong dalam usia produktif. Tingkat pendidikan sampel rata-rata adalah SMP, pengalaman beternak rata-rata 4 tahun lamanya, rata-rata jumlah ternak sapi yang peternak miliki adalah 3 ekor dan rata-rata jumlah tanggungan keluarga setiap peternak adalah 4 orang.

Dalam hipotesis 3 menyatakan bahwa kinerja penyuluhan di daerah penelitian berjalan sesuai dengan pedoman. Kinerja merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi dalam mencapai tujuan organisasi dalam periode waktu tertentu. Mengukur kinerja berarti mengukur sejauh mana tingkat keberhasilan suatu kegiatan yang telah dilakukan.


(46)

Menurut Fuddin (2008) mode CIPP merupakan model yang berorientasi kepada pemegang keputusan. Model ini membagi evaluasi dalam empat macam, yaitu : evaluasi konteks (melayani keputusan perencanaan), evaluasi input (untuk menolong mengatur keputusan menentukan sumber-sumber yang tersedia, anternatif-alternatif yang diambil, serta prosedur kerja untuk mencapai tujuan yang dimaksud), evaluasi proses (membantu keputusan sampai sejauh mana program telah dilaksanakan), evaluasi produk (yaitu meninjau kembali keputusan).

Untuk mengevaluasi kinerja kemitraan agribisnis tersebut dilakukan dengan menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, Product). Penilaian kinerja penyuluhan dapat dilihat pada tabel 10.

Tabel 10. Penilaian Kinerja Penyuluh Peternakan No Indikator Kinerja Nilai yang Diharapkan Nilai yang Diperoleh % Ketercapain Context

1 Perencanaan program penyuluhan meningkatkan pengetahuan petani

3 2,93 98

2 Perencanaan program penyuluhan meningkatkan pendapatan petani

3 2,77 92

3 Perencanaan program

penyuluhan membantu petani dalam berusaha tani

3 2,57 86

4 Perencanaan program penyuluhan mempercepat tingkat adopsi petani

3 2,57 86

5 Perencanaan program

penyuluhan mensejahterakan petani dan keluarganya

3 2,73 91

Jumlah 15 13,53 90

Input

1 Penyuluh sebagai fasilitator kegiatan penyuluhan

3 3 100

2 Petani peternak yang aktif 3 3 100


(47)

mengikuti penyuluhan 4 Penyuluh mempunyai

komitmen dan semangat mengabdi agar dapat

memperdayakan kemampuan petani

3 2,73 91

5 Materi yang disampaikan oleh penyuluh mudah dimengerti oleh peternak

3 2,77 92

Jumlah 15 12,5 83,2

Process

1 Kunjungan secara langsung dalam proses penyuluhan

3 2,83 95

2 Melakukan diskusi dengan petani untuk memenuhi permintaan dan keinginan yang sesuai dengan kebutuhan petani

3 3 100

3 Metode pelaksanaan penyuluhan mudah dimengerti oleh petani

3 2,57 86

4 Frekuensi kegiatan

penyuluhan berkaitan dengan program penyuluhan

3 1 33

Jumlah 12 9,40 78

Product

1 Perubahan kemampuan tingkat adopsi petani

3 2,50 83

2 Peningkatan pendapatan petani setelah adanya program penyuluhan

3 2,60 87

3 Kepuasan petani terhadap program penyuluhan

3 2,33 78

4 Komitmen petani untuk melanjutkan program penyuluhan

3 2,33 78

Jumlah 12 10,7 81,5

Total 54 46,13 83,17

Sumber : Analisis data primer (Lampiran 2, 3, 4, dan 5), 2014.

Keempat macam evaluasi CIPP (Context, Input, Process, Product) tersebut dapat divisualisasi ke dalam aspek penilaian kinerja penyuluhan. Berdasarkan indikator yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat diketahui hasil penilaian


(48)

kinerja penyuluhan pada indikator Context di daerah penelitian dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Transformasi Nilai Kinerja Penyuluhan Pada Indikator Context No Indikator Kinerja

Context

Penilaian Baik % Kurang

Baik

% Tidak Baik

% 1 Perencanaan program

penyuluhan meningkatkan pengetahuan peteni

14 46,66 11 36,66 5 16,6 6

2 Perencanaan program penyuluhan

meningkatkan pendapatan petani

11 36,66 17 56,66 2 6,66

3 Perencanaan program penyuluhan membantu petani dalam berusaha tani

11 36,66 13 43,33 6 20

4 Perencanaan program penyuluhan mempercepat tingkat adopsi petani

11 36,66 13 43,33 6 20

5 Perencanaan program penyuluhan

mensejahterakan petani dan keluarganya

10 33,33 19 63,33 1 3,33

Rataan 11,4 37,99 14,6 48,66 4,6 13,3 3

Sumber : Analisis data primer (Lampiran 2), 2014.

Sesuai Tabel 11 dapat dilihat bahwa 11 orang (37,99%) menyatakan bahwa kinerja Penyuluh di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik, sedangkan yang menyatakan kurang berjalan dengan baik yaitu 15 orang (48,66%) dan yang menyatakan tidak berjalan dengan baik yaitu 5 orang (13,33%). Dapat disimpulkan bahwa kinerja Penyuluh di daerah penelitian kurang berjalan dengan baik. Hal ini senada dengan hasil penelitian terdahulu oleh Yuki (2013) yang


(49)

menyatakan bahwa hasil penelitiannya berdasarkan indikator context tidak berjalan dengan baik.

Untuk indikator Input (Masukan), hasil transformasi kinerja penyuluhan di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Hasil Transformasi Nilai Kinerja PenyuluhanPada Indikator Input No Indikator Kinerja

Input

Penilaian

Baik % Kurang

Baik

% Tida

k Baik

%

1 Penyuluh sebagai fasilitator kegiatan penyuluhan

15 50 14 46,66 1 3,33

2 Petani peternak yang aktif

15 50 14 46,66 1 3,33

3 Pertisipasi petani dalam mengikuti penyuluhan

0 0 0 0 30 100

4 Penyuluh mempunyai komitmen dan semangat mengabdi agar dapat memperdayakan kemampuan petani

11 36,66 16 53,33 3 10

5 Materi yang disampaikan oleh penyuluh mudah dimengerti oleh peternak

13 43,33 12 40 5 16,66

Rataan 10,8 36 11,2 37,33 8 26,66

Sumber : Analisis data primer (Lampiran 3), 2014.

Tabel 12 menunjukkan bahwa 11 orang (36%) menyatakan bahwa kinerja Penyuluh di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik, sedangkan yang menyatakan kurang berjalan dengan baik yaitu 11 orang (37,33%) dan yang menyatakan tidak berjalan dengan baik yaitu 8 orang (26,66%). Dapat


(50)

disimpulkan bahwa kinerja Penyuluh di daerah penelitian berjalan kurang baik. Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Yudi (2014) yang menyatakan bahwa indikator input (masukan) dari kinerja perusahaan/manajemen pabrik sudah terencana dengan baik dimana rata-rata masinis pabrik menyatakan sudah terencana dan keseluruhan sampel menjawab A sehingga diperoleh nilai 30 (100 %).

Untuk indikator Process (Proses), hasil transformasi kinerja penyuluhan di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 13.

Tabel 13. Hasil Transformasi Nilai Kinerja Penyuluhan Pada Indikator Process No Indikator Kinerja

Process

Penilaian Baik % Kurang

Baik

% Tidak Baik

% 1 Kunjungan secara

langsung dalam proses penyuluhan

14 46,66 13 43,33 3 10

2 Melakukan diskusi dengan petani untuk memenuhi permintaan dan keinginan yang sesuai dengan kebutuhan petani

13 43,33 17 56,66 0 0

3 Metode pelaksanaan penyuluhan mudah dimengerti oleh petani

11 36,66 14 46,66 5 16,66

4 Frekuensi kegiatan penyuluhan berkaitan dengan program penyuluhan

0 0 0 0 30 100

Rataan 9,5 31,66 11 36,66 9,5 31,66

Sumber : Analisis data primer (Lampiran 4), 2014.

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa 10 orang (31,66%) menyatakan bahwa kinerja Penyuluh di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik,


(51)

sedangkan yang menyatakan kurang berjalan dengan baik yaitu 11 orang (36,66%) dan yang menyatakan tidak berjalan dengan baik yaitu 9 orang (31,66%). Dapat disimpulkan bahwa kinerja Penyuluh di daerah penelitian kurang berjalan dengan baik. Hasil ini sama dengan penelitian Yuki (2013) yang menyatakan bahwa kinerja Kelompok Tani dalam indikator input di daerah penelitian kurang berjalan dengan baik.

Untuk indikator Product (Hasil), hasil transformasi kinerja penyuluhan di daerah penelitian dapat dilihat pada tabel 14.

Tabel 14. Hasil Transformasi Nilai Kinerja Penyuluhan Pada Indikator Product No Indikator Kinerja

Product

Penilaian Baik % Kurang

Baik

% Tidak Baik

% 1 Perubahan kemampuan

tingkat adopsi petani

11 36,66 14 46,66 5 16,66 2 Peningkatan pendapatan

petani setelah adanya program penyuluhan

12 40 16 53,33 2 6,66

3 Kepuasan petani terhadap program penyuluhan

9 30 12 40 9 30

4 Komitmen petani untuk melanjutkan program penyuluhan

9 30 12 20 11 36,66

Rataan 10,25 34,16 13,5 39,99 6,75 22,49

Sumber : Analisis data primer (Lampiran 5), 2014.

Sesuai Tabel 14 dapat dilihat bahwa 10 orang (34,16%) menyatakan bahwa kinerja penyuluh di daerah penelitian sudah berjalan dengan baik, sedangkan yang menyatakan kurang berjalan dengan baik yaitu 13 orang (39,99%) dan yang menyatakan tidak berjalan dengan baik yaitu 7 orang (22,49%). Dapat disimpulkan bahwa kinerja penyuluh di daerah penelitian kurang berjalan dengan


(52)

baik. Hal ini berbeda dengan penelitian Yudi (2014) yang menyatakan bahwa kinerja untuk indikator product (hasil) dari kinerja perusahaan/manajemen pabrik berjalan dengan baik dimana rata-rata masinis pabrik menyatakan produk sudah cukup baik dimana 30 jawaban A dengan nilai rataan 22,5 (75%) dan 10 jawaban B dengan nilai rataan 5 (25%).

Berdasarkan indikator penilaian kinerja penyuluh yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat diketahui hasil trnsformasi kinerja penyuluh di daerah penelitian secara keseluruhan (Context, Input, Process, Product) dapat dilihat pada tabel 15.

Tabel 15. Hasil Transformasi Penilaian Kinerja Penyuluh di Desa Ara Condong No Uraian Indikator Nilai Yang

Diharapkan

Nilai Yang Diperoleh

% Ketercapaian

1 Context 3-15 11,23 75

2 Input 3-15 10,16 67,73

3 Process 3-12 8,00 67

4 Product 3-12 8,5 70,83

12-54 38,2 70,14

Sumber : Analisis data primer (Lampiran 2, 3, 4, 5, 6), 2014.

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa untuk indikator kinerja Penyuluh Peternak Sapi berdasarkan pada context (konteks) didapatkan nilai yang diharapkan pada kisaran 3 − 15 dan nilai yang diperoleh 11,23 dengan persentase ketercapain sebesar 75%, maka dapat diketahui bahwa perencanaan Kinerja Penyuluh Peternak Sapi di dalam contex (konteks) dapat ditingkatkan kinerjanya lagi sebesar 25%, agar mencapai nilai yang optimal.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat dilihat bahwa Context (konteks) atau perencanaan kinerja penyuluh di daerah penelitian belum


(53)

optimal. Untuk mencapai nilai optimal pemerintah perlu lebih memperhatikan kebutuhan para peternak dalam menyusun perencanaan dalam usaha budidaya sapi.

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa untuk indikator kinerja pada kategori Input (masukan) didapatkan nilai yang diharapkan pada kisaran 3 − 15 dan nilai yang diperoleh sebesar 10,16 dengan persentase ketercapaian sebesar 67,73%. Maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan kinerja penyuluh didalam Input (masukan) harus ditingkatkan lagi kinerjanya sebesar 27% agar mencapai nilai yang optimal.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat dilihat bahwa Input (masukan) pelaksanaan kinerja penyuluh didaerah penelitian masih jauh dari nilai optimal. Karena masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan indikator input (masukan) yaitu kurangnya kesiapan PPL untuk melakukan kegiatan penyuluhan dan kurangnya komitmen dan semangat PPL untuk melakukan kegiatan penyuluhan sehingga menurunkan kinerja penyuluh.

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa untuk indikator kinerja berdasarkan pada Process (Proses) didapatkan nilai yang diharapkan pada kisaran 3 − 12 dan nilai yang diperoleh sebesar 8,00 dengan persentase ketercapaian sebesar 67%. Maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan kinerja penyuluh didalam Process (proses) harus ditingkatkan lagi kinerjanya sebesar 33% agar mencapai nilai yang lebih optimal.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat dilihat bahwa Process (proses) pelaksanaan kinerja penyuluh di daerah penelitian jauh dari nilai optimal. Karena masih banyak kekurangan dalam pelaksanaan indikator Process


(54)

(proses) yaitu tidak adanya jadwal pelatihan tentang cara beternak dengan baik di daerah penelitian. Apabila penyuluh ingin memberikan informasi tentang cara beternak, penyuluh tersebut mengunjungi peternak ke rumah masing-masing peternak tanpa ada jadwal khusus. Hal ini membuat penyuluh bekerja kurang efisien karena memerlukan banyak waktu untuk berkunjung ke rumah-rumah peternak dan membuat kinerja penyuluh menurun.

Dari Tabel 15 dapat diketahui bahwa untuk indikator kinerja berdasarkan pada product (hasil) didapatkan nilai yang diharapkan pada kisaran 3 − 12 dan nilai yang diperoleh sebesar 8,5 dengan persentase ketercapaian sebesar 70,83%. Maka dapat diketahui bahwa pelaksanaan kinerja penyuluh didalam product (hasil) harus ditingkatkan lagi kinerjanya sebesar 29,17% agar mencapai nilai yang lebih optimal.

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dilihat bahwa product (hasil) pelaksanaan kinerja penyuluh di daerah penelitian menunjukan peningkatan produktifitas dan pendapatan dari beternak sapi tetapi tidak merata. Para peternak juga merasa kurang puas dengan kinerja penyuluhan di daerahnya dan peternak tidak memiliki komitmen untuk melanjutkan program penyuluhan diwaktu yang akan datang. Secara keseluruhan dari hasil penelitian menggunakan model CIPP (Context, Input, Process, Product) bahwa pelaksanaan kinerja penyuluhan di daerah penelitian diperoleh nilai sebesar 70,14%. Artinya pelaksanaan kinerja penyuluhan di daerah penelitian kurang berjalan kurang baik atau belum optimal.

Dari keempat indikator CIPP diatas, Indikator Input (masukan)dan Process (Proses) yang paling mendukung penurunan kinerja penyuluh di daerah penelitian


(55)

dengan hasil parameter yaitu tidak adanya jadwal kegiatan penyuluhan dan tidak adanya pelatihan-pelatihan tentang tata cara beternak yang baik. Dengan tidak adanya jadwal kegiatan penyuluhan dan tidak adanya pelatihan-pelatihan tentang cara beternak, kegiatan penyuluhan tidak bisa berjalan dengan baik.

Dari hasil pengamatan saya di Lapangan, ada beberapa faktor yang menjadi permasalahan di dalam pelaksanaan penyuluhan ini yaitu PPL bukan hanya bertugas memberikan penyuluhan, Tetapi PPL juga bertugas sebagai Mantri hewan, pengecekan sapi sebelum di potong dan pengutipan PAD hewan ternak untuk wilayah Stabat. Dengan rutinitas yang cukp tinggi ini PPL menjadi tidak memiliki waktu banyak untuk memberikan penyuluhan kepada peternak. Sehingga tidak ada jadwal kunjungan khusus PPL berkunjung ke Peternak.

Hubungan Antara Karakteristik Petani Peternak Dengan Kinerja Penyuluh Karakteristik petani peternak yang diduga berhubungan dengan kinerja penyuluh adalah Umur, Lama Beternak, Pendidikan, Jumlah Ternak dan Tanggungan Keluarga. Untuk mengetahui hubungan kinerja penyuluh dengan karakteristik peternak, maka dianalisis dengan menggunakan analisis korelasi Rank Spearman.

a. Analisis hubungan umur peternak dengan kinerja penyuluh

Dari hasil analisis pada lampiran diperoleh rs = 0,052 yang berarti keeratan

korelasi antara umur peternak dengan kinerja penyuluh memliki keeratan yang sangat lemah. Sementara thitung = - 0,28 dan ttabel = 2,043 . Data ini menunjukkan


(56)

ditolak artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara umur peternak dengan kinerja penyuluh.

Hasil pengamatan dilapangan menunjukan bahwa peternak yang memiliki umur muda maupun tua tidak memiliki hubungan dengan kinerja penyuluhan. Hal ini dikarenakan beternak bukan pekerjaan pokok peternak sehingga peternak tidak sungguh-sungguh dalam menjalankan usaha ternaknya, hal ini secara langsung dapat menurunkan kinerja penyuluh. Sejalan dengan penelitian (Haryudi, 1997), menyatakan bahwa kemampuan fisik seseorang sangat ditentukan oleh tingkat umur. Dimana pada batasan umur tertentu dengan semakin bertambahnya umur maka kemampuan fisik juga melemah. Haryadi (1997) juga menyatakan bahwa dengan kondisi daya dukung wilayah untuk pengembangan peternakan sapi potong relatif cukup mendukung sehingga peternak akan lebih mempunyai kesempatan untuk belajar memanfaatkan potensi yang ada karena kapasitas belajar seseorang akan meningkat sesuai dengan perkembangan umur sejak seseorang mengenal lingkungan.

b. Analisis hubungan lama beternak dengan kinerja penyuluh

Dari hasil analisis pada lampiran diperoleh rs = 0,267 yang berarti keeratan

korelasi antara lama beternak dengan kinerja penyuluh memliki keeratan yang lemah. Sementara thitung = 1.43 dan ttabel = 2,043. Data ini menunjukkan bahwa

thitung < ttabel . Dengan kriteria ini dapat disimpulkan Ho diterima dan H1 ditolak

artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara lama beternak dengan kinerja penyuluh.

Hasil pengamatan dilapangan menunjukan bahwa pengalaman beternak tidak memiliki hubungan dengan kinerja penyuluh. Hal ini dikarekan beternak


(57)

adalah pekerjaan tambahan bagi peternak bukan menjadi pekerjaan pokok. Dan usaha ternak sapi juga sudah menjadi turun temurun sehingga Peternak sudah merasa mampu mengelola ternak mereka berdasarkan pengalaman yang sudah mereka punya sehingga Peternak merasa tidak perlu berhubungan dengan penyuluh. Hal ini secara langsung dapat menurunkan kinerja dari penyuluh.

Peneliti lain Kantari, Erly (2006) menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara pengalaman beternak dengan pertemuan dengan penyuluh, hubungan penyuluh dengan peternak dan hubungan lembaga dengan peternak. Namun terdapat hubungan yang nyata negatif dengan para kelembagaan penyuluhan sebagai sumber informasi, pendidik, membantu mengambil keputusan dan membantu mencapai tujuan. Hasil tersebut menunjukan bahwa lembaga penyuluhan belum berfungsi sebagaimana mestinya.

c. Analisis hubungan pendidikan peternak dengan kinerja penyuluh

Dari hasil analisis pada lampiran diperoleh rs = 0,304 yang berarti keeratan

korelasi antara pendidikan peternak dengan kinerja penyuluh memliki keeratan yang cukup erat. Sementara thitung = 1,78 dan ttabel = 2,043. Data ini menunjukkan

bahwa thitung < ttabel . Dengan kriteria ini dapat disimpulkan Ho diterima dan H1

ditolak artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara pendidikan dengan kinerja penyuluh.

Dari hasil penelitian peternak yang memiliki pendidikan lebih tinggi ataupun lebih rendah tidak menunjukan adanya hubungan dengan kinerja penyuluh. Hal ini dikarenakan bahwa beternak bukan usaha pokok peternak. Peternak yang pendidikannya tinggi pekerjaan pokoknya adalah pegawai swasta atau pegawai negri, sedangkan peternak yang pendidikannya rendah usaha


(58)

pokoknya adalah petani. Hal ini secara langsung dapat menurunkan kinerja penyuluh. Menurut peneliti Setyonni (2000), bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi tingkat pemahamannya terhadap sesuatu yang dipelajari. Tingkat pendidikan yang rendah menghambat intensitas peternak dalam menggali informasi peternakan melalui penyuluh maupun media penyuluhan.

d. Analisis hubungan jumlah ternak dengan kinerja penyuluh

Dari hasil analisis pada lampiran diperoleh rs = 0,362 yang berarti keeratan

korelasi antara jumlah ternak dengan kinerja penyuluh memliki keeratan yang cukup erat. Sementara thitung = 2,076 dan ttabel = 2,043. Data ini menunjukkan

bahwa thitung > ttabel . Dengan kriteria ini dapat disimpulkan Ho ditolak dan H1

diterima artinya terdapat hubungan yang nyata antara jumlah ternak dengan kinerja penyuluh.

Dari hasil penelitian didapat bahwa terdapat hubungan yang nyata antara jumlah ternak dengan kinerja penyuluhan. Ini dikarenakan peternak yang memiliki jumlah ternak banyak tentunya juga memiliki modal yang besar sehingga dia terstimulasi untuk mengusahakan usaha ternaknya lebih optimal lagi. Meningkatnya jumlah ternak akan mendorong Peternak semakin banyak berhubungan dengan penyuluh, ini secara langsung dapat meningkatkan kinerja penyuluh.

Menurut Khairunas dkk (2006), skala usaha ternak sapi potong yang berskala kecil dan merupakan usaha sambilan dengan jumlah ternak yang dipelihara berkisar antara 1-3 ekor/peternak. Dalam kondisi seperti ini beternak bukan hanya dipandang sekedar mendatangkan keuntungan, melainkan juga sebagai tabungan dan kesukaan. Jadi beternak bukan hanya semata-mata


(59)

mengelola ternak sapi tapi juga mengusahakan jenis kegiatan pertanian lain seperti palwija dalam sebuah sistem pertanian terpadu dan terikat. Hal ini akan berkaitan dengan karakteristik yang dijalankan oleh peternak. Yaitu apakah termasuk usaha pokok atau usaha sampingan.

e. Analisis hubungan jumlah tanggungan dengan kinerja penyuluh

Dari hasil analisis pada lampiran diperoleh rs = 0,153 yang berarti keeratan

korelasi antara tanggungan keluarga dengan kinerja penyuluh memliki keeratan yang lemah. Sementara thitung = 0.83 dan ttabel = 2,043. Data ini menunjukkan

bahwa thitung < ttabel . Dengan kriteria ini dapat disimpulkan Ho diterima dan H1

ditolak artinya tidak terdapat hubungan yang nyata antara jumlah tanggungan dengan kinerja penyuluh.

Dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa tidak ada hubungan yang nyata antara jumlah tanggungan dengan kinerja penyuluh. Banyak atau tidaknya jumlah tanggungan peternak tidak memiliki hubungan dengan kinerja penyuluh. Peternak yang tanggungan keluarganya sedikit ataupun banyak tetap mengusahakan ternaknya dengan maksimal. Salah satu faktor penyebab tanggungan keluarga tidak berhubungan dengan kinerja penyuluh adalah karena beternak bukan pekerjaan pokok peternak yang ada didaerah penelitian, sehingga mereka tidak mengusahakan usaha ternaknya dengan maksimal tetapi belum optimal. Hal ini secara langsung dapat menurunkan kinerja penyuluh. Soekarwati (1980) dalam Aceh (2000) yang menyatakan bahwa peternak yang memiliki jumlah keluarga yang banyak akan lebih sulit dalam menerapkan teknologi baru karena biaya untuk mencukupi kebutuhan keluarga sangat tinggi sehingga peternak sulit meneriama resiko yang besar jika nantinya inovasi tersebut tidak berhasil.


(60)

BAN VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1. Perkembangan ternak sapi lima tahun terakhir di daerah penelitian meningkat setiap tahunnya dengan rata-rata peningkatan 26% per tahunnya.

2. Karakteristik peternak di daerah penelitian beragam. Usia rata-rata peternak adalah 42 tahun, dan usia ini masih tergolong dalam usia yang produktif. Tingkat pendidikan peternak yaitu rata-rata tingkat Sekolah Menengah Pertama/SMP, rata-rata penglaman beternak petani 4 tahun, rata-rata jumlah ternak setiap peternak 3 ekor, dan rata-rata jumlah tanggungan keluarga setiap peternak adalah empat orang.

3. Hasil penelitian menggunakan CIPP (Context, Input, Process, Product) bahwa pelaksanaan kinerja penyuluhan di daerah penelitian diperoleh sebesar 38,2 dengan persentase ketercapaian sebesar 61,06%. Artinya pelaksanaan kinerja kelompok tani di daerah penelitian kurang baik.

4. Dari uji Rank Spearman dikatahui bahwa karakteristik peternak yang mempunyai hubungan yang nyata dengan kinerja penyuluh adalah jumlah ternak dan jumlah tanggungan keluarga. Sedangkan karakteristik dari segi umur, lamanya beternak, dan pendidikan peternak tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja penyuluhan di daerah penelitian.


(61)

6.2. Saran

Kepada Peternak

• Para peternak harus membuat persatuan para peternak agar para peternak dapat tolong-menolong dalam mengusahakan ternaknya.

• Disarankan kepada peternak agar lebih aktif lagi dalam proses pencarian informasi yang dapat mendukung usaha ternaknya tanpa harus menunggu kedatangan PPL.

Kepada Penyuluh Peternakan

• Penyuluh hendaklah membuat program yang berkelanjutan dan rutin kepada para peternak.

• Penyuluh diharapkan harus benar-benar menguasai ilmu tentang cara beternak, agar dapat membantu peternak menyelesaiakan masalah-masalah dalam usaha ternaknya untuk meningkatkan produksi dan pendapatan dalam berusaha ternak.

• Penyuluh harus membuat jadwal kunjungan dan jadwal pelatihan agar peternak dapat meluangkan waktunya untuk hadir dalam kegiatan penyuluhan.

• Penyuluh harus sering memberikan pelatihan-pelatihan yang dapat meningkatkan pengetahuan peternak

Kepada Pemerintah

• Perlu adanya penambahan PPL di daerah penelitian agar kegiatan penyuluhan dapat berjalan dengan optimal.

• Sebaiknya pemerintah membuat program penyuluhan sesuai dengan kebutuhan para peternak.


(62)

Kepada Peneliti Selanjutnya

• Untuk peneliti lain diharapkan meneliti cara meningkatkan peran peternak sebagai pekerjaan pokok bukan pekerjaan sampingan.


(1)

(2)

(3)

Lampiran 6. Skor Total Skor Kinerja Penyuluh

Sempel

context

input

process

product

total

1

9

11

6

6

32

2

8

9

6

6

28

3

10

8

6

8

32

4

11

9

6

8

34

5

8

10

8

6

32

6

10

9

7

8

34

7

10

9

7

8

34

8

10

9

7

8

34

9

11

10

9

8

38

10

10

9

7

8

34

11

10

9

7

8

34

12

10

9

7

8

34

13

9

10

8

7

34

14

9

9

7

7

32

15

14

12

10

11

47

16

9

9

6

8

32

17

9

9

7

7

32

18

9

9

7

7

32

19

9

8

8

7

32

20

9

9

8

6

32

21

12

13

10

9

43

22

14

13

10

9

47

23

15

13

10

12

50

24

15

13

10

12

50

25

15

13

10

12

50

26

15

13

9

10

49

27

15

13

9

11

49

28

15

13

9

10

49

29

15

13

10

10

50

30

12

11

9

10

43

Total

337

305

240

255

1153

Rataan

11.2

10,16

8

8,5

38,43


(4)

Lampiran 7. Hubungan antara Karakteristik Peternak dengan Kinerja Penyuluh

Nonparametric Correlations

Correlations

Umur Lamaberusaha Pendidikan JumlahTernak JumlahTanggungan Kinerja Spearman's rho Umur Correlation

Coefficient 1.000 .326 -.198 .084 .787

**

.052

Sig. (2-tailed) . .079 .294 .660 .000 .785

N 30 30 30 30 30 30

Lamaberusaha Correlation

Coefficient .326 1.000 -.071 .264 .211 .267

Sig. (2-tailed) .079 . .708 .159 .263 .154

N 30 30 30 30 30 30

Pendidikan Correlation


(5)

N 30 30 30 30 30 30 JumlahTanggungan Correlation

Coefficient .787

**

.211 -.004 .095 1.000 .153

Sig. (2-tailed) .000 .263 .983 .618 . .419

N 30 30 30 30 30 30

Kinerja Correlation

Coefficient .052 .267 .304 .362

* .153 1.000

Sig. (2-tailed) .785 .154 .103 .049 .419 .

N 30 30 30 30 30 30

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).


(6)