Pemodelan Berbasis Agen Pada Penyebaran Dinamis Demam Berdarah

PEMODELAN BERBASIS AGEN PADA PENYEBARAN
DINAMIS EPIDEMI DEMAM BERDARAH

HETI MULYANI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Berbasis
Agen pada Penyebaran Dinamis Epidemi Demam Berdarah adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Heti Mulyani
NIM G651140111

RINGKASAN
HETI MULYANI. Pemodelan Berbasis Agen Pada Penyebaran Dinamis Demam
Berdarah. Dibimbing oleh TAUFIK DJATNA dan IMAS SUKAESIH
SITANGGANG.
Demam berdarah (DBD) adalah salah satu epidemi yang masih menjadi
masalah serius khususnya di daerah tropis seperti Indonesia. Penelitian ini
mengusulkan pemodelan berbasis agen (PBA) untuk kasus epidemi DBD.
Pemodelan berbasis agen adalah model komputasi yang digunakan untuk
merepresentasikan simulasi, perilaku agen, dan interaksi antar agen. PBA
mengusulkan pemodelan epidemi dengan lebih memperhatikan faktor kontak
antar individu, lebih memperhatikan faktor lingkungan, serta bersifat dinamis.
Kriteria PBA terdiri dari 3 faktor, yaitu menentukan agen yang terlibat, relasi
yang terjadi antara agen, serta faktor lingkungan. Agen yang teribat dalam model
memiliki sifat otonom dan bereaksi terhadap pesan. Agen pada penelitian ini
adalah manusia sebagai host dan nyamuk sebagai vektor. Relasi menunjukkan
bagaimana terjadinya proses infeksi yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan.

Dalam penelitian ini parameter lingkungan yang digunakan adalah suhu dalam
derajat Celsius dan kelembaban dalam persen. PBA dalam penelitian ini
mengikuti model matematika SIR (Susceptible, Infected, Recovered). Dimana
individu terbagi 3 yaitu rentan, terinfeksi dan sembuh.
Evaluasi model dilakukan dengan dua proses yaitu verifikasi dan validasi.
Verifikasi dilakukan dengan merumuskan data sintetis dengan 3 uji skenario
menggunakan data randomisasi. Sedangkan validasi dilakukan dengan
menggunakan data suhu dan kelembaban pada BMKG Dramaga pada model lalu
dibandingkan dengan data kasus DBD di Kecamatan Dramaga yang diperoleh dari
Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor. Penelitian ini menunjukkan bahwa pemodelan
berbasis agen mampu menunjukkan sensitivitas faktor lingkungan serta
menunjukkan tren penyebaran yang sama antara data aktual dengan hasil simulasi.
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemodelan berbasis agen pada
penyebaran dinamis DBD memerlukan beberapa faktor seperti perilaku agen,
atribut agen, interaksi agen serta faktor lingkungan. Evaluasi model menunjukkan
tren penyebaran DBD yang sama antara data aktual dengan hasil simulasi.
Kata kunci: demam berdarah, epidemi, perilaku agen, pemodelan berbasis agen

SUMMARY
HETI MULYANI. Agent Based Model on Dynamic Spreading Dengue Fever

Epidemic. Supervised by TAUFIK DJATNA and IMAS SUKAESIH
SITANGGANG.
Dengue fever is one of the most rapidly spreading mosquito-borne viral
diseases especially in tropical area like Indonesia.This research proposed Agent
Based Model (ABM) for epidemic dengue fever case. ABM is a computational
model for representation simulation, behavior agent and interaction agent. ABM
observe more about individu contact, environment dan characteristic dynamic.
ABM have three criteria are determine agent, relationship and environment factor.
Agent comprised autonomous, and react to message. This research used two kind
of agent are human as host and mosquito as vector. Relationship showed how
infection process can occur influence by environment factor, in this research
environment factor used temperature and humidity. ABM in this research follow
mathematic model Susceptible, Infected, Recovered (SIR) model which individu
were divide into three categories are susceptible, infection and recover.
The evaluation model was conducted by verification and validation data.
Verification was conducted with syntetic data scenario used random data. The
Validation was conducted by comparing the result of the proposed model with
actual data from Meteorology Climatology and Geophysics Council and health data
from public health Office Bogor. The evaluation result showed that ABM can show
sensitivity from environment factor and have trend similar result with actual data.

The result showed that agent based model on spreading dynamic dengue fever
epidemic have require more factors such as behavior agent, attribute agent,
interaction agent and environment factor. Moreover, the evaluation showed that agent
based model have similar pattern trend spreading dengue fever with actual data.
Keywords: agent based model, behavior, dengue fever, epidemic.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PEMODELAN BERBASIS AGEN PADA PENYEBARAN
DINAMIS EPIDEMI DEMAM BERDARAH

HETI MULYANI


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji pada Ujian Sidang Komisi Tesis:

Dr Ir Sri Wahjuni, MT

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah Agent

Based Model, dengan judul Pemodelan Berbasis Agen pada Penyebaran Dinamis
Epidemi DBD.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Eng Ir Taufik Djatna MSi
dan Ibu Dr Imas Sukaesih Sitanggang SSi MKom selaku pembimbing yang telah
banyak memberi saran. Terima kasih kepada Dr Ir Sri Wahjuni MT selaku penguji
luar atas saran dan masukannya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibunda tercinta Ibu Anih atas
doanya, ayahanda tercinta Bapak Uteng (Alm). Penulis ucapkan terima kasih
kepada suami tercinta Dedy Djunaedi, anakku tersayang Fachri Zhafran Alkhairi
yang telah menjadi sumber inspirasi, kekuatan dan motivasi dalam menyelesaikan
tesis ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada kakak tercinta Supriyadi dan Ecep
Suryana atas dukungan dan motivasi serta doanya. Terima kasih penulis ucapkan
kepada Ibu Puspa Eosina untuk semua bantuan dan dukungannya. Terima kasih
juga untuk sahabat-sahabat terbaik Siti Yuliyanti, Ela Kurniati (alm), Puspa Citra,
dan Novi Indah Pradasari serta semua rekan-rekan di Ilkom 2014 yang sudah
memberikan saran dan masukkan dalam penyelesaian tesis ini.
Penulis ucapkan terima kasih kepada seluruh dosen Departemen Ilmu
Komputer angkatan 2014 atas ilmu dan bimbingannya, semoga ilmu yang
diperoleh berkah dan bermanfaat. Penulis ucapkan terima kasih kepada Direktorat
Penidikan Tinggi (DIKTI) atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam

Negeri (BPPDN) serta kampus Sekolah Tinggi teknologi Indonesia
Tanjungpinang (STTI) dalam penyelesaian tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016
Heti Mulyani

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2
3

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemodelan Berbasis Agen
Epidemiologi dalam Bahasan Komputasi
Demam Berdarah (DBD)
Platforms Pemodelan Berbasis Agen
Platforms NetLogo


3
3
5
6
8
9

3 METODE
Tahapan Penelitian
Akuisisi Pengetahuan Pakar Epidemiologi
Pengumpulan Data
Analisis
Perancangan
Implementasi
Evaluasi Model

10
10
11

11
11
12
12
12

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Analisis Sistem
Hasil Analisis Agen
Implementasi
Evaluasi Model
Verifikasi Sensitivitas Model
Validasi

13
13
13
20
20
21

23

KESIMPULAN

25

SARAN

26

DAFTAR PUSTAKA

26

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Nilai rentang suhu terhadap perilaku nyamuk
Nilai rentang kelembaban terhadap perilaku nyamuk
Atribut agen
Perilaku agen
Kebutuhan verifikasi model pengaruh lingkungan terhadap perilaku
nyamuk
6 Parameter inisialisasi kebutuhan validasi model

5
5
13
14
21
23

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Struktur umum model berbasis agen
Tipe pengaturan agen
Siklus hidup nyamuk aedes aegypti (Almeida 2010)
Mekanisme penularan DBD
Library model pada NetLogo
Library model epidemi pada NetLogo
Tahapan penelitian
Diagram use case pemodelan berbasis agen pada DBD
Diagram state pada agen nyamuk
Diagram aktivitas reproduksi nyamuk
Diagram aktivitas perilaku nyamuk menggigit
Diagram aktivitas pengaruh suhu pada perilaku nyamuk
Diagram sequence proses infeksi DBD
Diagram class model berbasis agen pada DBD
Hasil implementasi penyebaran DBD berbasis agen
Hasil skenario uji dengan suhu dan kelembaban optimal
Hasil uji skenario dengan suhu dan kelembaban rendah
Hasil uji skenario dengan suhu dan kelembaban fluktuatif
Tampilan model dengan data cuaca BMKG bulan Januari-Juni 2015
Tampilan model dengan data cuaca BMKG bulan Juli-Desember 2015
Laju pertumbuhan nyamuk
Persentase manusia terinfeksi

4
4
7
8
9
10
11
15
15
16
17
18
19
19
20
21
22
22
23
24
24
25

DAFTAR LAMPIRAN
1 Source Code program Neltogo
2 Data suhu rata-rata harian Kecamatan Dramaga tahun 2015 dalam
(derajat Celsius)
3 Data kelembaban harian Kecamatan Dramaga Tahun 2015 dalam
persen (%)

30
34
35

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyebaran penyakit merupakan salah satu persoalan yang penting untuk
mendapatkan perhatian, terutama penyakit yang menyebar secara cepat kepada
manusia. Penyakit yang menyebar secara luas dan cepat oleh infeksi dan
mempengaruhi banyak individu di suatu daerah atau populasi pada waktu yang
sama disebut epidemi (White et al. 2007). Beberapa contoh epidemi adalah severe
acute respiratory sindrom atau lebih dikenal dengan singkatan SARS, aviance
influenza atau flu burung dan dengue fever atau demam berdarah (DBD). Di
Indonesia tercatat tahun 2014 jumlah kasus DBD mencapai 100.347 orang dengan
kematian berjumlah 907 orang (Ditjen PP & PL Kemenkes RI 2015). Penyakit
yang menyebar melalui populasi merupakan masalah kesehatan yang serius dan
dapat menjadi ancaman ekonomi. Karena itu perlu dilakukan monitoring untuk
mempelajari penyebaran penyakit dengan tujuan untuk mengendalikan
penyebarannya. Model epidemi diharapkan mampu untuk mengontrol penyebaran
penyakit sehingga model tersebut bisa digunakan untuk strategi kebijakan dalam
melakukan pencegahan seperti vaksinasi, fogging, penyuluhan dan sebagainya.
Pemodelan epidemi telah banyak dikembangkan, salah satunya untuk
menangani epidemi DBD. Beberapa penelitian terkait epidemi demam berdarah
(DBD) diantaranya Mangobi (2011) membuat model untuk penyebaran DBD
dengan model matematik dengan memperhatikan faktor kelahiran dan kematian
karena 2 faktor ini merupakan salah satu hal penting dalam prediksi dinamis
DBD, Rahayu et al. (2012) membuat model prediksi kasus DBD dengan pengaruh
iklim di Surabaya dan menyatakan faktor curah hujan dan kelembaban
mempengaruhi penyebaran DBD, Ariati dan Anwar (2014) melakukan prediksi
DBD di kota Bogor dan menyatakan faktor suhu, kelembaban, curah hujan
mempengaruhi penyebaran DBD. Penelitian tentang model epidemi susceptible,
infected, recovered atau model SIR telah dilakukan oleh Side dan Noorani (2013)
untuk penyebaran DBD di Sulawesi dan Selangor Malaysia.
Berdasarkan model yang sudah dibangun pada penelitian sebelumnya,
sebagian besar model matematika yang ada, membangun model untuk
mensimulasikan epidemi berdasarkan pada persamaan diferensial biasa,
menyederhanakan asumsi kondisi lingkungan, dan menganggap bahwa dunia ini
homogen serta individu-individu tersebar secara merata (Barton 2016). Model ini
memiliki kelemahan yaitu tidak mensimulasikan secara tepat karakteristik
penyebaran epidemi seperti proses kontak individu, pengaruh perilaku individu,
aspek spasial penyebaran epidemi. Sehingga diperlukan pemodelan yang berbasis
pada perilaku agen. Pemodelan berbasis agen merupakan model epidemiologi
yang sedang berkembang saat ini selain cellular automata (CA). Pendekatan
metode ini bisa digunakan untuk memodelkan epidemi dengan memperhatikan
faktor-faktor spasial. Pemodelan berbasis agen maupun CA mampu
mengimplementasikan dunia yang heterogen di mana individu-individunya
tersebar secara tidak merata layaknya di dunia nyata. Pemodelan berbasis agen
dan CA juga mampu mengimplementasikan berbagai macam faktor yang
mempengaruhi epidemi.
Eosina et al. (2016) membuat model penyebaran

2
DBD dengan cellular automata dengan data masih bersifat statis, sehingga model
tersebut perlu dikembangkan agar prediksi penyebaran DBD bisa lebih dinamis
dengan memperhatikan perilaku dan interaksi agen. Kelebihan pemodelan
berbasis agen adalah mampu menyediakan lingkungan yang fleksibel
dibandingkan CA yang dibatasi oleh sel. Aplikasi pemodelan berbasis agen telah
banyak digunakan di berbagai bidang diantaranya demografi dan epidemiologi.
Isidiro et al. (2009) membuat pemodelan berbasis agen pada populasi dinamis
nyamuk, namun masih belum mempertimbangkan faktor iklim. Khalil et al.
(2009) mensimulasikan agent based model untuk pandemik influenza di Mesir
namun masih belum mencantumkan atribut agen. Jacintho et al. (2010)
melakukan simulasi agent based model pada epidemi menggunakan Swarm
platform dan menyatakan pada musim kemarau perkembangan nyamuk lebih
cepat daripada musim hujan. Almeida et al. (2010) melakukan model dan simulasi
pada populasi nyamuk dengan repast dan menghasilkan akurasi agent based
model sebesar 98 %. Karena itu pemodelan berbasis agen diperlukan untuk
memprediksi secara dini masalah epidemi.
Pada penelitian ini, model diimplementasikan menggunakan NetLogo
yaitu platform open source yang dikembangkan untuk pemodelan berbasis agen.
Pada NetLogo terdapat library untuk model epidemi, namun model epidemi yang
ada, baru membangun model epidemi yang terjadi antara manusia dengan manusia
tanpa ada vektor perantara. Karena itu, perlu dikembangkan untuk model epidemi
yang terjadi melalui perantara vektor dalam hal ini adalah nyamuk khususnya
pada kasus DBD. Penelitian ini mengusulkan untuk melakukan pemodelan
epidemi DBD dengan pemodelan berbasis agen, sehingga pemodelan berbasis
agen mampu menghasilkan model epidemi untuk melihat penyebaran DBD dan
memonitor perkembangannya secara mikro berdasarkan perilaku agen.
Perumusan Masalah
Permasalahan yang akan dikaji pada penelitian ini adalah bagaimana
menganalisis, membangun dan mengevaluasi pemodelan berbasis agen pada
penyebaran dinamis DBD.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
1 Menganalisis perilaku dan kebutuhan agen yang terlibat dalam proses
penyebaran DBD
2 Memodelkan penyebaran DBD berbasis agen pada framework NetLogo
3 Mengevaluasi kinerja model berbasis agen pada penyebaran dinamis DBD
Manfaat Penelitian
Model yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk mengetahui spesifikasi
perilaku agen yang terlibat dalam penyebaran DBD dan memudahkan dalam
pengendalian penyebaran DBD.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini meliputi:
Model yang digunakan adalah model berbasis agen dengan agen adalah
manusia dan nyamuk
2 Pemodelan penyebaran dinamis menggunakan parameter lingkungan berupa
iklim (suhu dan kelembaban) dan demografi (laju pertumbuhan penduduk).
3 Status kesehatan agen mengikuti model SIR (Suspectible, Infected, Recovered)
(Mangobi 2011) dengan modifikasi.
1

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pemodelan Berbasis Agen
Pemodelan berbasis agen adalah salah satu bentuk pemodelan epidemi
yang sangat berkembang saat ini selain cellular automata. North dan Macal
(2011) mengatakan pemodelan berbasis agen adalah pendekatan untuk suatu
sistem pemodelan yang tediri dari interaksi agen dan individu yang otonom.
Berbagai aplikasi agent based model banyak digunakan diantaranya untuk aplikasi
rantai pasok, pemilihan kampanye dan penyebaran penyakit. Rodriguez (2013)
menyebutkan agent based model dapat dibangun dari dinamika sistem yang ada
atau kejadian diskrit untuk menggambarkan perilaku yang dan interaksi yang
kompleks.
Model berbasis agen merupakan metode komputasional yang
memungkinkan peneliti untuk menciptakan, menganalisa, melakukan eksperimen
dan model yang terdiri dari agen-agen yang saling berinteraksi dengan lingkungan
(Abdou et al. 2012). ABM mensimulasikan tindakan dan interaksi dari beberapa
agen, dengan tujuan untuk meniru perilaku sistem secara keseluruhan dan untuk
memprediksi pola fenomena yang kompleks. Agen berperilaku independen, tetapi
bereaksi terhadap lingkungan, serta bereaksi terhadap agen lainnya. Misalnya
ketika nyamuk lapar, maka akan akan mencari target manusia sebagai sumber
energi. Agen juga berperilaku dengan batasan rasionalitas dan bertindak untuk
kepentingan diri mereka, misalnya bereproduksi, meningkatkan keuntungan, atau
mengubah status kesehatan. Agen juga bisa belajar untuk menghindari kegagalan.
Sebuah model berbasis agen harus memiliki tiga unsur (Macal dan North 2011) :
1 Satu set agent, attribut dan perilaku mereka .
2 Satu set relationship agen dan metode interaksi yaitu topologi yang mendasari
keterhubungan dan mendefinisikan bagaimana dan dengan siapa agen
berinteraksi .
3 Lingkungan (environment) agen. Agen berinteraksi dengan lingkungan selain
dengan agen lain
Elemen utama yang menjadi fokus pemodelan adalah agen. Agen memiliki
kemampuan secara otonom untuk bereaksi terhadap sistem, membuat keputusan –
keputusan berdasarkan input informasi, aktif dan dinamis. Agen dapat melakukan
2 jenis pendekatan dalam menentukan perilakunya, yaitu pendekatan sebab-akibat
(IF-THEN Rules) dan pendekatan pendekatan intelegensia buatan yang adaptif

4
misalnya neural network. Struktur umum model berbasis agen dapat dilihat pada
Gambar 1 (Macal dan North 2011).

Gambar 1 Struktur umum model berbasis agen
Gambar 1 menunjukkan struktur umum model berbasis agen yang terdiri
dari agent, topologi untuk interaksi agen serta lingkungan tempat agen melakukan
interaksi.
Agen
Agen merupakan bagian dari model yang mewakili objek maupun actor
yang memiliki ciri sebagai berikut (Abdou 2012) :
1 Otonom artinya agen merupakan unit mandiri yang mampu memproses,
menukar informasi dengan agen lain, bebas membuat keputusan, bebas
berinteraksi.
2 Heterogen artinya agen memiliki kebebasan membangun otonomi attribut.
Misal agen manusia memiliki attribut umur, jenis kelamin, pekerjaan dan lainlain.
3 Aktif artinya agen memiliki kebebasan untuk melakukan mobilitas, adaptasi,
interaktif dan lain-lain.
Tipe pengaturan agen secara internal menurut ( Macal dan North 2011) dapat
dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Tipe pengaturan agen

5
Gambar 2 menunjukkan pengaturan agen secara internal dalam pemodelan
berbasis agen dengan memiliki memori. Setiap aktivitas agen akan tersimpan di
memori sehingga ketika akan mengambil keputusan disesuaikan dengan keadaan
lingkungan atau kondisi tubuh sesuai yang tersimpan di memori. Hal yang penting
pada sebuah agen adalah prilaku dan atributnya, sehingga dua hal ini perlu
mendapatkan perhatian secara khusus.
Relationship agen
Pemodelan berbasis agen memperhatikan relationship dan interaksi. Isu
utama dalam pemodelan berbasis agen adalah harus jelas siapa terhubung dengan
siapa, apa yang bisa dilakukannya, kenapa, kapan dan bagaimana dinamika yang
mengatur mekanisme interaksi. Mekanisme interaksi digambarkan dalam
topologi. Jenis Topologi dalam pemodelan berbasis agen terdiri atas : soup yaitu
Sebuah model nonspatial di mana agen tidak memiliki atribut lokasi, grid yaitu
pola interaksi agen dan informasi lokal yang tersedia berbentuk sel, Euclidian
space yaitu ruang tempat agen bergerak berbentuk 2 dimensi atau 3 dimensi,
geographical information system yaitu agen bergerak dalam ruang spasial, dan
network yaitu agen mengikuti link jaringan statik atau dinamis (Macal dan North
2011).
Lingkungan
Lingkungan merupakan tempat agen berinteraksi satu sama lain.
Lingkungan ditempati oleh agen manusia dan nyamuk serta memiliki suhu dan
kelembaban yang mempengaruhi perilaku nyamuk. Tabel 1 Nilai rentang suhu
terhadap perilaku nyamuk (Rodriguez et al. 2013 ; Soegijanto 2006).
Tabel 1 Nilai rentang suhu terhadap perilaku nyamuk
Rentang (0 Celsius)
0 ≤ suhu ≤ 10 dan suhu > 39
10 < suhu < 20
20 ≤ suhu ≤ 39
25 ≤ suhu ≤ 27
Suhu < 0 dan suhu > 41

Perilaku nyamuk
Tidak aktif
Terbang acak
Terbang acak,menggigit
Reproduksi
Mati

Faktor lingkungan kelembaban juga mempengaruhi perilaku nyamuk. Nilai
rentang kelembaban terhadap perilaku nyamuk (Jacintho et al. 2010, Jacob et
al.2014), ditunjukkan pada Tabel 2.
Tabel 2 Nilai rentang kelembaban terhadap perilaku nyamuk

Rentang (%)
Kelembaban > 70
Kelembaban ≥ 60
Kelembaban < 60

Perilaku nyamuk
Reproduksi, terbang acak, menggigit
Terbang acak
Mati

Epidemiologi dalam Bahasan Komputasi
Epidemiologi adalah disiplin ilmu inti dari ilmu kesehatan masyarakat.
Epidemiologi mempelajari tentang penyebaran dan penentu dari keadaan -

6
keadaan peristiwa yang berkaitan dengan kesehatan dalam suatu populasi tertentu.
Tujuan epidemiologi adalah untuk menggambarkan status kesehatan populasi,
menentukan “sebab” masalah kesehatan, menentukan riwayat alamiah suatu
penyakit, mengevaluasi suatu tindakan intervensi kesehatan, memprediksi
terjadinya masalah kesehatan dalam sebuah populasi serta menanggulangi
masalah kesehatan. Sedangkan epidemi adalah penyakit yang menyebar secara
luas dan cepat pada populasi di waktu yang sama (White et al. 2007). Epidemi
yang cukup terkenal diantaranya SARS, DBD, influenza.
Kajian tentang kesehatan masyarakat terus dilakukan baik oleh peneliti
dari berbagai disiplin ilmu maupun ahli kesehatan, tujuannya adalah untuk
melindungi, memelihara, memulihkan, dan meningkatkan kesehatan populasi.
Sedang epidemiologi memberikan kontribusinya dengan mendeskripsikan
distribusi penyakit pada populasi, meneliti paparan faktor-faktor yang
mempengaruhi atau menyebabkan terjadinya perbedaan distribusi penyakit
tersebut.
Penelitian tentang epidemiologi DBD telah banyak dilakukan terutama
menggunakan model SIR. Derouich et al. (2003) membuat model SIR untuk DBD
dan menyatakan bahwa DBD adalah penyakit yang kompleks yang dipengaruhi
faktor manusia, biologi, lingkungan dan sosio-ekonomi. Melakukan pencegahan
dari faktor lingkungan saja tidak cukup, sehingga perlu dilakukan proses vaksinasi.
Side dan Noorani (2013) membuat model SIR untuk penyebaran DBD di Selangor
(Malaysia) dan Sulawesi (Indonesia). Penelitian ini menunjukkan bahwa nilai
infected vector (Iv < 1) dan nilai tingkat perindukan R0 < 1, sehingga penyebaran
DBD di Selangor dan Sulawesi tidak mengkhawatirkan, namun pencegahan tetap
harus diambil, karena virus dengue di kedua negara tersebut menyebar sangat
cepat. Selain model SIR, model komputasi yang telah dikembangkan untuk model
DBD adalah Celullar Automata (CA), yaitu model pendekatan spasial yang
digunakan untuk prediksi dan visualisasi penyebaran DBD (Eosina et al. 2016)
dan hasinya menyatakan bahwa hasil model CA hampir sama dengan hasil pada
model SIR.
Demam Berdarah (DBD)
Dari hasil wawancara pakar dengan ahli entomologi dan patologi di IPB
menyatakan bahwa demam berdarah (DBD) adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus dengue. Virus ini ditemukan pada nyamuk aedes aegypti dan aedes
albopictus. Nyamuk aedes aegypti hanya berada pada lingkungan indoor, tidak
terkena sinar matahari dan biasa ada di tempat lembab. Sedangkan nyamuk aedes
albopictus berada pada lingkungan outdoor seperti kebun. Dari kedua jenis
nyamuk ini yang paling sering menyebabkan DBD adalah nyamuk aedes aegypti,
karena berada di lingkungan manusia.
Distribusi atau penyebaran penyakit DBD bisa berdasarkan umur,
tempat dan waktu. DBD dapat menyerang semua umur, walaupun yang biasa
diserang adalah anak-anak, namun saat ini orang dewasa juga bisa terjangkit
penyakit tersebut karena faktor mobilisasi atau pekerjaan yang membuat
seseorang menjelajahi berbagai tempat. Dari segi tempat DBD bisa menyerang
semua tempat kecuali tempat dengan ketinggian 1000 meter di atas permukaan

7
laut. Karena pada tempat yang tinggi dengan suhu rendah siklus perkembangan
nyamuk tidak optimal (Roose 2008).
Pakar entomologi menyatakan pola perjangkitan infeksi virus dengue
dipengaruhi iklim dan kelembaban. Curah hujan juga akan mempengaruhi
kelembaban, sehingga jika kelembaban naik, maka perindukan nyamuk juga
meningkat. Suhu dan kelembaban pada setiap tempat dan waktu berbeda.
Sehingga pola terjadinya penyakit juga berbeda.
Vektor Bionomik
Vektor bionomik merupakan riwayat hidup, kebiasaan, pemuliaan dan
adaptasi suatu makhluk hidup. Bionomik nyamuk meliputi : tempat perindukan
(breeding place), kebiasaan menggigit (feeding habit), kebiasaan istirahat (resting
habit), jarak terbang (flight range). Nyamuk memiliki durasi energi sebesar
259.200 detik (Almeida 2010). Maksimum energi nyamuk dikalkulasikan dari
kekuatan nyamuk bertahan tanpa makan selama 3 hari= 259.200 detik. Ketika
durasi energi antara 1 - 129.600 detik, nyamuk akan mencari makan dengan
menggigit manusia. Nyamuk bertelur dan makan pada suhu 200- 390 Celsius. Suhu
optimal untuk bertahan antara 270-310 Celsius. Nyamuk tidak aktif pada suhu
kurang dari 100 C dan suhu lebih dari 390 C, mati pada suhu kurang dari 00 dan
suhu lebih dari 410 C. Nyamuk mengalami siklus hidup sebanyak empat tahap.
Siklus hidup nyamuk dapat dilihat pada Gambar 3 (Almeida 2010).
Telur

Larva

Pupa

Lahir

Dewasa
Mati

Peluang meninggal

Gambar 3 Siklus hidup nyamuk aedes aegypti (Almeida 2010)
Nyamuk mengalami metamorfosis pada siklus hidupnya. Menurut pakar
IPB sekali bertelur nyamuk menghasilkan kurang lebih 100 butir. Telur akan
berubah menjadi larva dalam 3 hari dengan suhu lebih dari 200 Celsius dan
kelembaban diatas 70 persen. Larva akan berubah menjadi pupa dalam waktu 3
sampai 5 hari dengan suhu antara 250 Celsius sampai 290 Celsius. Pupa akan
berubah menjadi dewasa dalam waktu 3 hari dengan suhu 200 Celsius dan
memiliki probabilitas untuk hidup sebesar 83 persen. Nyamuk dewasa hanya yang
betina yang akan menyebar virus dengue. Nyamuk jarang tebang pada suhu
kurang dari 160 Celsius (Jachinto 2010)
Mekanisme Penularan DBD
Pakar entomologi menyatakan faktor utama penyebaran DBD ada 3
faktor, yaitu: keberadaan virus, nyamuk, manusia. Nyamuk yang mengandung
virus dengue ketika menggigit manusia, virus akan masuk ke dalam tubuh
manusia dan akan berebut protein. Jika antibodi manusia tidak kuat, maka dapat
menyebabkan kematian. Manusia yang sudah tertular virus dengue, apabila digigit
oleh nyamuk penular yang sehat, maka nyamuk tersebut otomatis mengandung
virus juga, dan mampu menyebarkan virus tersebut kepada manusia sehat lainnya.
Mekanisme penularan DBD dapat dilihat pada Gambar 4.

8
Nyamuk+virus
Menggigit

Nyamuk sehat

Manusia sehat

Manusia dengan
Virus dengue

Menggigit

Gambar 4 Mekanisme penularan DBD
Gambar 4 menunjukkan penularan DBD hanya terjadi jika ada nyamuk
terinfeksi dengue menggigit manusia sehat, atau manusia terinfeksi dengue digigit
oleh nyamuk sehat.
Platforms Pemodelan Berbasis Agen
Platforms pemodelan berbasis agen merupakan perangkat lunak yang
dirancang untuk mengembangkan aplikasi berbasis agen. Ada beberapa platforms
pemodelan berbasis agen, diantaranya MASON, Repast, NetLogo, Java Swarm
dan Objective C Swarm (Railsback et al. 2005). NetLogo merupakan platform
tingkat tinggi, menyediakan bahasa pemrograman yang sederhana namun kuat,
tampilannya menggunakan graphical interface, dan memiliki dokumentasi yang
komprehensif. Kelemahan NetLogo adalah lingkungan pemrograman yang terlalu
sederhana, adanya pembatasan kode dalam satu file, kurang organisasi sehingga
rumit untuk model yang besar.
MASON bisa menjadi pilihan yang baik bagi pengembang yang
memiliki pengalaman bekerja pada model komputasi yang komplek, misalnya
jumlah agen sangat banyak dan waktu yang dibutuhkan lama. Kelemahan
MASON adalah pemrograman di level bawah lebih rumit, tidak memiliki standar,
tidak kompatibel pada koleksi kelas, kurangnya jendela debugging ketika bekerja
di Eclipse.
Repast merupakan platforms Java yang paling lengkap dan menerapkan
sebagian besar fungsi Swarm. Repast telah menambahkan kemampuan seperti
kemampuan untuk melakukan reset dan melakukan restart model dari antarmuka
grafis. Repast memiliki beberapa elemen dasar yang tidak lengkap sehingga rumit
dipakai oleh pemula. Contohnya pelabelan fungsi utama dipisahkan dari
perangkat lunak inti, tersedia beberapa koleksi fungsi seperti arrayList dan
Vektor, namun yang bisa digunakan hanya arrayList, data record tidak mampu
menampilkan statistik secara lengkap.
Swarm dirancang untuk digunakan secara luas di seluruh domain ilmiah
dan menggunakan pendekatan konseptual. Konsep utamanya merancang model
membentuk kawanan atau segerombolan membentuk kelompok objek dan
melakukan eksekusi. Waktu eksekusi menggunakan swarm lama untuk model
yang kompleks.
Menurut Wilensky (2004) NetLogo dikembangkan untuk memenuhi
kebutuhan penelitian dan komunitas pendidikan dengan memberikan visual yang
sederhana namun menarik. Railsback (2006) menyatakan NetLogo sangat

9
dianjurkan bahkan untuk prototipe yang nantinya akan diterapkan pada platforms
tingkat yang lebih rendah. NetLogo juga memiliki kecepatan menengah.
Platforms NetLogo
NetLogo adalah bahasa pemrograman multi agent dan model lingkungan
untuk simulasi fenomena yang kompleks (Wilensky et al. 2004). Pemodel dapat
memberikan instruksi kepada ratusan atau ribuan agen independen, memberikan
intruksi operasi secara bersamaan. NetLogo merupakan tool untuk pemodelan
berbasis agen yang dibangun oleh Northwester University for Connected Learning
(CCL) dan Computer Based Modeling (Wilensky et al. 2004). Untuk mengontrol
model, NetLogo memiliki button, sedangkan untuk mengontrol parameter
memiliki slider. NetLogo ditulis dalam bahasa java dan memiliki library model
untuk berbagai disiplin ilmu.
Library model berisi simulasi yang telah dibangun pada NetLogo dan bisa
di kembangkan dan di modifikasi. Area library model diantaranya sosial, biologi,
matematik, kimia, ilmu komputer, epidemi, game dan lain-lain. NetLogo memiliki
kurang lebih 150 model yang sudah dibangun dan bisa dimodifikasi (Wilensky
2004). Gambar 5 menunjukkan library model yang ada pada NetLogo 5.3

Gambar 5 Library model pada NetLogo

10
Gambar 5 menunjukkan library model pada NetLogo. Telah dibangun
model untuk biologi, matematik, socio-science, epidemi dan lain-lain. Model
tersebut bisa dikembangkan sesuai kebutuhan karena bersifat open source. Model
epidemi untuk infeksi antar manusia sudah tersedia di NetLogo, tetapi infeksi
yang melalui vektor masih belum ada. Contoh library model epidemi pada
NetLogo ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6 Library model epidemi pada NetLogo
Gambar 6 menunjukan tampilan lingkungan NetLogo untuk model epidemi
penyebaran penyakit yang terjadi melalui interaksi antara manusia dengan
manusia. Untuk Grafical User Interface, NetLogo memiliki 3 tab yang bisa
digunakan untuk mengembangkan model, yaitu interface, information, dan code.
Interface merupakan tampilan utama untuk menampilkan grafik, slider, button,
plot, input dan lain-lain. Information merupakan dokumentasi model yang
menjelaskan aturan dibelakang model dan menyarankan pembaca untuk
mencobanya. Code merupakan kode aktual prosedur yang dibangun pada sebuah
model. Model yang baik akan menambahan komentar tentang cara kerja pada
kode yang dituliskan.

3 METODE
Tahapan Penelitian
Gambar 7 merupakan tahapan penelitian yang terdiri dari identifikasi
masalah untuk mengetahui masalah yang akan diselesaikan, lalu merumuskan
masalah dan menentukan tujuan penelitian. Pada tahap ini juga menjelaskan ruang
lingkup dan batasan penelitian yang akan dilakukan. Tahapan selanjutnya

11
melakukan literature review untuk mendapatkan data karakteristik dari agen dan
lingkungan penyebab DBD. Data tersebut diperoleh dari jurnal ilmiah, buku dan
wawancara pakar dengan ahli Entomologi dan Pathologi Fakultas Kedokteran
Hewan IPB.
Mulai

Analisis
Analisis Behaviour
Agen

Identifikasi dan
perumusan masalah

Analisis Lingkungan
Literature Review

Akuisis Pengetahuan
Pakar

Perancangan

Pengumpulan Data
Implementasi

Data cuaca
dan kasus
DBD

Verifikasi &
Validasi

Selesai

Ya

Sesuai ?

Tidak

Gambar 7 Tahapan penelitian

Akuisisi Pengetahuan Pakar Epidemiologi
Akuisisi pengetahuan pakar epidemiologi dilakukan dengan melakukan
wawancara kepada ahli entomologi dan patologi. Narasumber berasal dari
Fakultas kedokteran Hewan (FKH) IPB berjumlah 3 orang. Wawancara dilakukan
untuk mendapatkan informasi mengenai faktor-faktor penyebab DBD, mekanisme
penularan DBD, siklus hidup aedes aegypti, faktor prediksi penyebaran dinamis
DBD. Perilaku setiap faktor yang terlibat (manusia, nyamuk, lingkungan) dan
penanggulangan DBD.
Pengumpulan Data
Pada penelitian ini data yang digunakan terdiri dari 2 data sekunder, yaitu:
data kejadian DBD yang diperoleh dengan cara observasi dokumen. Data yang
digunakan adalah laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor tahun 2015. Data
iklim berupa suhu dan kelembaban diperoleh dari BMKG Dramaga Bogor. Data
yang digunakan adalah data iklim BMKG pada tahun 2015. Data yang diperoleh
akan digunakan untuk evaluasi model berbasis agen.
Analisis
Pada tahap analisis dibagi 2 bagian, yaitu analisis agen dan analisis
lingkungan. Pada analisis agen dilakukan penentuan agen-agen yang terlibat,
penentuan atribut serta perilaku masing-masing agen. Selain atribut dan perilaku
pada tahap analisis juga ditentukkan parameter untuk inisialisasi data. Pemodelan

12
berbasis agen bersifat dinamis, maka jumlah agen dalam model bisa mengalami
penambahan jumlah. Pada agen manusia penambahan jumlah agen berdasarkan
pada laju pertumbuhan penduduk harian. Karena pada model menggunakan waktu
ticks dalam harian. Semakin tinggi laju pertumbuhan penduduk, maka
penambahan jumlah agen manusia semakin banyak.
Agen nyamuk dalam menjalankan misinya mencari target juga dipengaruhi
oleh tingkat infeksi (infection rate) yaitu probabilitas nyamuk akan menginfeksi
manusia di dekatnya. Semakin tinggi tingkat infeksi, maka jumlah penularan DBD
pada manusia semakin tinggi (Carmona et al. 2014).
Hasil yang diperoleh pada tahapan ini berupa data atribut agen, perilaku
agen serta parameter untuk inisialisasi model. Sedangkan analisis lingkungan,
menentukan parameter-parameter lingkungan yang mempengaruhi penyebaran
DBD sesuai dengan wawancara pakar dan studi literatur. Hasil yang diperoleh
pada tahapan ini berupa data pengaruh lingkungan terhadap perilaku agen.
Analisis pengaruh lingkungan terhadap perilaku agen merujuk pada Tabel 1 dan
Tabel 2.
Perancangan
Setelah melakukan analisis sistem, tahap berikutnya melakukan
perancangan sistem. Perancangan untuk membangun pemodelan berbasis agen
pada DBD ini dilakukan dengan menggunakan Unified Manipulation Language
(UML). Meskipun NetLogo tidak mendukung pemrograman berorientasi objek,
namun penggunaan UML tetap bisa digunakan untuk memudahkan dalam
pembacaan kode pada NetLogo (Bersini 2012). Dalam membangun UML untuk
pemodelan berbasis agen dilakukan beberapa analogi diantaranya agen berperan
sebagai kelas objek, menggunakan metode standar pada UML sebagai alat untuk
mendukung analisis, spesifikasi , dan desain perangkat lunak agen (Bauer et al.
2001).
Standar metode UML yang digunakan antara lain diagram use case yang
digunakan untuk menggambarkan aktivitas dalam sistem dilihat dari pengamatan
luar, diagram state yang menggambarkan secara garis besar perubahan yang
dilakukan agen serta diagram aktivitas merupakan penjabaran lebih rinci dari
diagram state, diagram sequence yang menggambarkan apa yang dilakukan agen
dalam sistem serta pesan apa yang dikirimoleh setiap agen, diagram class yang
menggambarkan kelas yang terlibat dalam model,
Implementasi
Setelah melalui proses perancangan sistem, dilakukan implementasi sistem
berdasarkan hasil rancangan yang telah dibangun. Penerapan rancangan dari
model UML diimplementasikan ke dalam bentuk pemrograman dengan
menggunakan software open source NetLogo. Dataset suhu dan kelembaban yang
diperoleh dari BMKG Dramaga Januari sampai Desember 2015 dibaca oleh
NetLogo dalam bentuk file.csv.
Evaluasi Model
Tahap berikutnya setelah implementasi yaitu melakukan evaluasi model.
Evaluasi dilakukan dengan 2 tahap proses, yaitu verifikasi dan validasi model.

13
Verifikasi dilakukan untuk memastikan bahwa pemrograman komputer sudah
berjalan sesuai konseptual model (Sargent 2014). Uji Verifikasi dilakukan dengan
uji skenario dengan melakukan uji sintetis data. Tahapan berikutnya adalah
melakukan uji validasi model dengan event validity (Sargent 2007), yaitu
membandingkan hasil pada model dengan sistem aktual. Validasi pada penelitian
ini dilakukan dengan membandingkan data aktual yang diperoleh dari dinas
kesehatan dan BMKG Dramaga Bogor dengan data hasil model berbasis agen.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian sebelumnya, mengenai pemodelan berbasis agen yang telah
dikembangkan oleh Isidiro et al. (2009), Jachinto et al. (2010), Almeida et al.
(2010), Rodriguez et al. (2013), maka pada beberapa analisis lingkungan dan
analisis agen, selain menggunakan hasil akuisisi wawancara pakar epidemiologi,
model ini juga menggunakan parameter dan perilaku agen dari penelitian tersebut.
Hasil Analisis Sistem
Pada tahap ini ditentukan agen serta variabel yang terlibat dalam
penyebaran DBD berbasis agen. Setelah melakukan wawancara pakar dan
literature review, faktor yang terlibat dalam penyebaran DBD berbasis agen
adalah manusia sebagai host dan nyamuk sebagai vector perantara, serta faktor
lingkungan berupa iklim yaitu suhu dalam derajat Celsius dan kelembaban dalam
persen. Data iklim yaitu suhu dan kelembaban diperoleh dari BMKG Dramaga
untuk wilayah stasiun Kecamatan Dramaga serta data kasus DBD dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Bogor.
Hasil Analisis Agen
Dalam membangun model penyebaran DBD berbasis agen dilakukan
analisis agen dengan melakukan penentuan parameter-parameter serta perilaku
masing-masing agen sebagai dasar untuk menentukan keputusan aksi dan interaksi
serta perubahan status kesehatan pada agen. Pada tahap ini di tentukan atribut dan
perilaku masing-masing agen. Atribut agen ditunjukkan pada Tabel 3, sedangkan
perilaku agen ditunjukkan pada Tabel 4.
Tabel 3 Atribut agen
Agen
Atribut
Nyamuk Id_nyamuk
Usia
Status_
kesehatan
Durasi_energi
Fertilitas
Posisi
Manusia Id_manusia
Usia

Keterangan
Nomor identitas masing-masing nyamuk
Nyamuk memiliki usia maksimal 33 hari (Pakar)
Nyamuk memiliki status kesehatan antara rentan
atau terinfeksi
Durasi energi maksimal nyamuk bertahan
selama 3 hari (259200 detik) (Almeida et al.
2010)
Nyamuk mampu bereproduksi sebanyak 4 kali
selama masa hidupnya (Pakar)
Posisi atau koordinat tempat nyamuk berada
Nomor identitas masing-masing agen manusia
Manusia memiliki usia maksimal 70 tahun (BPS

14
Bogor)
Infeksi terjadi apabila manusia rentan terinfeksi
virus dengue karena digigit nyamuk terinfeksi
Posisi atau koordinat tempat manusia berada

Status_kesehatan
Posisi

Tabel 4 Perilaku agen
Agen
Nyamuk

Perilaku
Menggigit

Keterangan
Nyamuk akan menggigit manusia jika energi
mencapai setengah dari energi maksimum
(Almeida et al. 2010)
Jika nyamuk telah terinfeksi virus dengue, dan
usianya > 12 hari, maka mampu menyebarkan
virus kepada manusia (Jacintho et al. 2010)
Terbang pindah posisi koordinat
Sekali bertelur nyamuk mampu menghasilkan
100 butir telur (pakar), dengan asumsi 10 persen
yang mampu mentransmisikan
Menyebabkan pindah koordinat
Penambahan jumlah populasi manusia
Pengurangan jumlah populasi manusia

Menyebarkan
virus
Terbang
Reproduksi

Manusia

Bergerak
Lahir
Mati

Hasil Perancangan
Setelah melakukan analisis, tahap selanjutnya adalah membuat
perancangan. Perancangan pemodelan berbasis agen menggunakan UML.
Diagram UML yang dibangun meliputi diagram use case, diagram state dan
diagram aktivitas, diagram sequence dan diagram class.
Diagram Use Case
Diagram use case menggambarkan aktivitas apa saja yang dilakukan oleh
suatu sistem dari sudut pandang pengamatan luar. Gambar 8 menunjukkan
diagram use case pemodelan berbasis agen pada DBD.
Cek target
tingkat infeksi



Terbang



Menggigit

Bergerak





Tambah energi

Cek lingkungan


Nyamuk
Cek kondisi tubuh

Update status kesehatan

Manusia


Lahir


Reproduksi




laju-pert-penduduk

Update jumlah

Keterangan
Use case

Mati

Asosiasi


Tidak memerlukan
proses sebelumnya


Cek usia



Harus ada proses
sebelumnya

15
Gambar 8 Diagram use case pemodelan berbasis agen pada DBD
Gambar 8 menunjukkan aktor atau agen yang terlibat dalam PBA. Agen
nyamuk akan terbang dan memeriksa target, ketika ada agen manusia, serta
kondisi lingkungan dan kondisi tubuh agen nyamuk memungkinkan untuk
menggigit, maka akan terjadi proses penggigitan. Hal ini menyebabkan terjadinya
perubahan status kesehatan pada manusia atupun agen nyamuk itu sendiri.
Aktivitas reproduksi terjadi dengan mengecek terlebih dahulu kondisi tubuh dan
lingkungan. Reproduksi pada nyamuk dan lahir pada manusia akan menambah
jumlah populasi agen. Nyamuk akan mati karena faktor usia, lingkungan serta
kondisi tubuh. Manusia akan mati karena faktor usia. Untuk menguraikan diagram
use case lebih rinci dibahas pada diagram state dan diagram aktivitas.
Diagram state dan diagram aktivitas
Diagram state menunjukkan proses yang menyebabkan kemungkinan
terjadinya perubahan pada suatu agen. Diagram state pada agen nyamuk dapat
dilihat pada Gambar 9.
stateagenNyamuk
Cek syarat reproduksi
Terbang random
Cek syarat
menggigit

reproduksi

menggigit

Gambar 9 Diagram state pada agen nyamuk
Gambar 9 menunjukkan agen nyamuk memiliki 3 state utama yaitu terbang
acak lalu menggigit dan reproduksi, dimana setiap state akan dipengaruhi oleh
faktor lingkungan yaitu suhu dan kelembaban serta agen harus mengecek syaratsyarat untuk menggigit dan reproduksi. Untuk penjelasan lebih lanjut dari diagram
state diuraikan dalam penjelasan diagram aktivitas. Gambar 10 menunjukkan
diagram aktivitas proses reproduksi pada agen nyamuk.

16
Agen nyamuk

Suhu lingkungan

Terbang random

Cek usia

inactive

tidak

Ya

Cek suhu optimal

tidak
Cek fertilitas

Ya

tidak
Ya
Cek energi

tidak
Ya
reproduksi

Gambar 10 Diagram aktivitas reproduksi nyamuk
Gambar 10 menjelaskan tentang alur dan syarat reproduksi pada nyamuk.
Selama siklus hidupnya nyamuk mampu bereproduksi maksimal 4 kali.
Reproduksi terjadi ketika nyamuk berusia dewasa yaitu diatas 12 hari. Pada usia
0-11 hari nyamuk mengalami metamorphosis dari telur, larva dan pupa. Ketika
usia mencukupi syarat reproduksi juga harus didukung oleh suhu dan kelembaban
yang optimal. Suhu dan kelembaban yang optimal untuk reproduksi nyamuk
dijelaskan pada Tabel 3 dan Tabel 4. Energi atau kapasitas darah juga
mempengaruhi reproduksi, jika energi cukup maka reproduksi bisa dilakukan.
Dalam hal ini untuk reproduksi nyamuk harus memiliki lebih dari setengah dari
durasi energi maksimumnya yaitu 129.600 (Almeida 2010). Proses reproduksi
akan mengurangi tingkat kesuburan. Berdasarkan Gambar 9, diagram aktivitas
nyamuk, selain reproduksi juga terdapat aktivitas perilaku menggigit. Diagram
aktivitas perilaku menggigit ditunjukkan pada Gambar 11.

17
Agen nyamuk

Suhu lingkungan

Agen manusia

Cek usia

tidak

Tidak aktif

ya

Cek energi min.

ya

Cek suhu optimal

tidak
ya

Terbang random

tidak

Cek target

tidak

ya

Gigit

Energi= energi + 86400
Fertilitas= fertilitas + 1

Cek status infeksi

ya

terinfeksi

tidak

Cek nyamuk terinfeksi

ya

terinfeksi

tidak

Gambar 11 Diagram aktivitas perilaku nyamuk menggigit
Gambar 11 diagram aktivitas menjelaskan tentang perilaku menggigit
yang dilakukan oleh nyamuk. Proses penggigitan hanya dilakukan oleh nyamuk
dewasa yaitu nyamuk dengan usia lebih dari 12 hari. Ketika syarat usia memenuhi
lalu mengecek energi yang dimiliki, ketika energi nyamuk penuh, dia cenderung
untuk istirahat atau terbang acak tanpa menggigit. Menurut Almeida (2010)
nyamuk akan mencari makan ketika energi mencapai setengah dari durasi energi
maksimum, yaitu sebesar 129.600 detik.
Syarat suhu dan kelembaban juga mempengaruhi proses penggigitan, sesuai
Tabel 1 dan Tabel 2. Ketika ada target manusia dan syarat mengigit terpenuhi,
maka nyamuk akan melakukan proses penggigitan. Proses ini akan menyebabkan
penambahan jumlah durasi energi. Ketika proses penggigitan terjadi
mengakibatkan 3 kemungkinan, yaitu nyamuk menjadi terinfeksi, manusia yang
terinfeksi, atau tidak terjadi proses infeksi sama sekali. Hal ini mengikuti dari
konsep matematika Susceptible, Infected, Recovered (SIR), yaitu ketika ada
nyamuk terinfeksi menggigit manusia yang susceptible (rentan), maka status
kesehatan manusia tersebut berubah menjadi terinfeksi, jika manusia terinfeksi
digigit oleh nyamuk susceptible, maka nyamuk akan berubah menjadi terinfeksi.
Ketika nyamuk dan manusia dalm kondisi susceptible, maka tidak akan terjadi

18
poses penyebaran infeksi, walupun terjadi penggigitan. Aktivitas reproduksi dan
menggigit dipengaruhi oleh lingkungan. Pengaruh lingkungan terhadap perilaku
nyamuk ditunjukkan pada Gambar 12.
Agen nyamuk

Cek suhu

Tidak aktif

Suhu Lingkungan

0