Sistem Informasi Geografis Berbasis Web Penyebaran Demam Berdarah Dengue Kota Bogor

(1)

ALBERT YOSUA

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(2)

ALBERT YOSUA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Komputer pada

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU KOMPUTER

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2007


(3)

of Bogor. Under the direction of HARI AGUNG ADRIANTO and WISNU ANANTA KUSUMA. The needs of publishing information about infect diseases are required by many organizations such as Official Health Department. One of information is the spreading of dengue fever spatially. Dengue fever at Indonesia, especially Bogor has occurred every year. The solution of this problem is by using the advantages of web-based Geographic Information Systems (GIS) technology.

The development of web-based GIS was to giving the information about rainfall and the spreading of dengue fever at village administration that located in Bogor municipality. But, the data of rainfall were not represents all of the village so the rainfall value of that village were estimated through spatial interpolation. Estimating was using inverse distance weighted method. Spatial interpolation is a process of using points with known values to estimate value at other points, for these studies the known points were three weather stations at Bogor municipality.

The average of dengue fever total for year of 2002-2006 shows when rainy season from the beginning of year until the starting of dry season at the middle of year, dengue fever increased steadily. It increased approximately about 200 sufferers per month. The overlay mapping of rainfall value with dengue fever sufferer gives information that dengue fever happened excessive at December to July with the maximum sufferer were found at March in village administration of Kebon Pedes and Sukaresmi. At this month the value of rainfall was 320-370 millimeters. Another fact founded is dengue fevers were not increased, on other word decreased, at August until November. Access time of these mapping were counted to get some information to analyze. As a result, differences function for manipulating maps were not give influence directly to the access time.

Keywords: geographic information systems, dengue fever, rainfall value, spatial interpolation, inverse distance weighted


(4)

ALBERT YOSUA. Sistem Informasi Geografis Berbasis Web Penyebaran Demam Berdarah Dengue Kota Bogor. Dibimbing oleh HARI AGUNG ADRIANTO dan WISNU ANANTA KUSUMA.

Kebutuhan untuk melakukan penyebaran informasi penyakit menular diperlukan oleh beberapa pihak, seperti Dinas Kesehatan. Salah satu informasinya adalah mengenai penyebaran penderita demam berdarah dengue (DBD) secara spasial. DBD di Indonesia khususnya Kota Bogor terjadi hampir setiap tahun. Solusi dari permasalahan di atas dapat diatasi dengan memanfaatkan teknologi aplikasi SIG berbasiskan web.

Sistem dikembangkan untuk memberikan informasi curah hujan (CH) dan penyebaran penderita DBD perkelurahan di Kota Bogor. Namun, data CH yang diperoleh belum mewakili semua kelurahan yang ada di Kota Bogor sehingga dilakukan interpolasi spasial dengan metode

inverse distance weighted untuk mengetahui nilai CH setiap kelurahan. Interpolasi spasial

menggunakan data nilai CH dari stasiun cuaca di Bogor yang diketahui.

Data rata-rata bulanan penderita DBD tahun 2002-2006 menunjukkan bahwa pada saat musim hujan pada awal tahun hingga menjelang musim kemarau pada pertengahan tahun terjadi lonjakan jumlah penderita yaitu sekitar 200 penderita dalam sebulan. Pemetaan overlay CH dengan serangan DBD menunjukkan kasus DBD banyak terjadi di bulan Desember sampai bulan Juli dan penyebaran tertinggi terjadi pada bulan Maret di kelurahan Kebon Pedes dan Sukaresmi. Pada bulan tersebut CH berada pada tingkat 320-370 milimeter. Fakta lain menunjukkan bahwa kasus DBD tidak mengalami peningkatan pada bulan Agustus sampai November. Waktu akses dari hasil pemetaan tersebut kemudian diukur dan diperoleh informasi bahwa proses fungsi yang berbeda untuk memanipulasi peta tidak mempengaruhi waktu akses.

Kata kunci: sistem informasi geografis, demam berdarah dengue, curah hujan, interpolasi spasial,


(5)

Nama :

Albert

Yosua

NRP :

G64103050

Menyetujui:

Pembimbing I,

Hari Agung Adrianto, S.Kom., M.Si.

NIP 132311918

Pembimbing II,

Wisnu Ananta Kusuma, S.T., M.T.

NIP 132312485

Mengetahui:

Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

Institut Pertanian Bogor

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, M.S.

NIP 131473999


(6)

Alhamdulillaahirabbil‘aalamiin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah dengan judul Sistem Informasi Geografis Berbasis Web Penyebaran Demam Berdarah Dengue Kota Bogor. Shalawat serta salam juga penulis sampaikan kepada junjungan kita Rasulullah Muhammad SAW beserta seluruh sahabat dan umatnya hingga akhir zaman.

Penulis menyadari bahwa keberhasilan penulisan karya ilmiah ini tidak terlepas dari pihak-pihak yang telah banyak membantu. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Ayah dan Ibu yang telah membantu dalam memberikan dorongan baik material maupun doa selama proses pembuatan skripsi ini.

Bapak Hari Agung Adrianto, S.Kom., M.Si. sebagai dosen Pembimbing I dan Bapak Wisnu Ananta Kusuma, S.T., M.T. sebagai dosen Pembimbing II yang telah bersedia meluangkan waktu serta memberikan saran dan bimbingannya selama penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Bapak Panji Wasmana, S.Kom., M.Si. yang telah bersedia menjadi moderator dalam seminar dan penguji penulis. Bapak Habib dan Bapak Ade dari Balai Geomatika Bakosurtanal, dr. Eddy Dharma dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, dan Ibu Rini dari Dept. GFM FMIPA IPB.

Ilkomerz 40, Yustin yang memberikan motivasi dan semangat untuk kelulusan, Ghoffar yang membantu dalam proses sidang, Andy J yang membantu dalam proses seminar, Olan, Akhyar, Yogi, Nacha, Dhany, Gallan, Andi Kiwil, Teh Arum, Diku, Anti, serta seluruh Ilkomerz 40 lainnya atas segala dukungan, nasihat, keceriaan, dan persahabatan yang selama ini diberikan.

Departemen Ilmu Komputer, staf, dan dosen yang telah begitu banyak membantu baik selama pelaksanaan skripsi ini maupun sebelumnya. Semua pihak lain yang telah membantu penulis, dan mohon maaf tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam pembuatan karya ilmiah ini. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan demi perbaikan di masa mendatang. Penulis berharap hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak, serta dapat menjadi acuan bagi penelitian berikutnya.

Bogor, September 2007


(7)

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 13 Januari 1985 dari ayah Binsar Sahala Sitompul dan ibu Armayenny Army. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.

Tahun 2003, penulis lulus dari SMU Negeri 1 Padang dan pada tahun yang sama lulus Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Ilmu Komputer, Jurusan Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten mata kuliah basisdata pada tahun ajaran 2006/2007. Tahun 2006 penulis berkesempatan untuk bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Ilmu Komputer (Himalkom) pada Departemen Pengembangan Potensi dan Penelitian Mahasiswa. Pada tahun 2007 penulis mengikuti Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dari Dikti dan lulus sampai tingkat IPB. Penulis melakukan praktek kerja lapang di PT Inixindo Persada Rekayasa Komputer yang berlokasi di Jakarta, pada tanggal 3 Juli 2006 sampai 26 Agustus 2006 dengan bidang kajian Sistem Informasi Paspor Ditjen Imigrasi Indonesia.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL

...ix

DAFTAR GAMBAR

...ix

DAFTAR LAMPIRAN

...x

PENDAHULUAN

Latar Belakang ...1

Tujuan...1

Ruang Lingkup ...1

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Informasi Geografi (SIG) ...1

Struktur Data Spasial...2

Interpolasi...2

Shapefile...2

MapServer ...3

Mapfile...3

PostGIS...3

CartoWeb ...3

Demam Berdarah Dengue ...4

METODOLOGI

Analisis Kebutuhan ...4

Perancangan Konseptual ...4

Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data...4

Akuisisi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak...5

Perencanaan dan Perancangan Basisdata...5

Perancangan Antarmuka...5

Pengembangan Aplikasi ...5

Pengujian ...5

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kebutuhan ...5

Perancangan Konseptual ...6

Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data...7

Akuisisi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak...14

Perencanaan dan Perancangan Basisdata...15

Perancangan Antarmuka...15

Pengembangan Aplikasi ...15

Pengujian ...17

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan...20

Saran...20


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Fungsi SIG DBD ...6

2 Jarak antara titik perkiraan dengan titik kontrol (meter) ...8

3 Kategori kasus DBD ...11

4 Kelas overlay serangan DBD bulan Januari ...12

5 Tabel basisdata ...15

6 Ukuran file gambar peta ...17

7 Waktu akses sistem ...19

8 Ukuran jarak...19

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Interpolasi...2

2 Penerapan interpolasi. ...2

3 Arsitektur MapServer...3

4 Arsitektur CartoWeb. ...3

5 Tahapan penelitian. ...5

6 Diagram konteks sistem. ...6

7 Rancangan antarmuka. ...7

8 Peta Kota Bogor dengan tiga stasiun klimatologi dan nilai CH pada bulan 2006. ...8

9 Nilai titik 0 diinterpolasi oleh tiga stasiun yang diketahui nilainya. ...8

10 Peta surface CH hasil dari metode IDW. ...9

11 Peta isohyet yang dibuat dari metode IDW. ...9

12 CH hasil interpolasi...9

13 Peta hasil interpolasi CH bulan Januari 2006...9

14 CH rata-rata bulanan 2002-2006. ...10

15 Grafik rata-rata bulanan penderita DBD tahun 2002-2006. ...11

16 Peta kelas persebaran DBD tahun 2002-2006. ...11

17 Peta kelas overlay sebaran DBD bulan Januari. ...13

18 Status stratifikasi kelurahan tahun 2006...14

20 Tampilan utama...15

21 Icon untuk melakukan fungsi pada peta. ...15

22 Icon untuk melakukan pergeseran peta. ...15

23 Grafik ukuran file gambar proses pembesaran skala. ...17

24 Grafik ukuran file gambar proses perkecilan skala. ...17

25 Grafik waktu akses proses loading awal peta...18

26 Grafik waktu proses perbesaran skala. ...18

27 Grafik waktu proses perkecilan skala...18

28 Grafik waktu proses kueri. ...18


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 DFD level 1 ...22

2 DFD level 2 proses 1...22

3 DFD level 2 proses 2...23

4 DFD level 2 proses 3...23

5 DFD level 3 Proses 2.6...24

6 Kamus data...24

7 Dekomposisi fungsional modul...31

8 Hasil interpolasi CH kelurahan (dalam mm)...33

9 Sebaran penderita DBD perkelurahan (2002-2006) ...40

10 Kasus DBD rata-rata bulanan perkelurahan 2002-2006...42

11 Kelas overlay serangan DBD ...43

12 Pemetaan kelas overlay serangan DBD...49

13 Status stratifikasi kelurahan ...50

14 Pemetaan status stratifikasi kelurahan...51

15 Implementasi basisdata ...52


(11)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sistem informasi geografis (SIG) merupakan sistem yang cukup menarik untuk dikaji. Sistem ini dalam perkembangannya selalu dibuat agar lebih interaktif. SIG melakukan integrasi data spasial (peta vektor dan citra digital), atribut (tabel sistem basisdata), dan elemen penting lainnya seperti audio maupun video.

Seiring dengan perkembangan teknologi dan waktu, kebutuhan akan adaptasi penerapan SIG juga berkembang. Bila sebelumnya para pengguna sudah merasa cukup dengan aplikasi SIG standalone, sekarang tidak lagi. Para pengguna menginginkan aplikasi yang tersambung melalui jaringan LAN atau internet. Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk melakukan publikasi produk SIG ataupun penyebaran informasi berbasis spasial.

Berangkat dari hal tersebut, banyak pihak yang berkeinginan dan ikut serta dalam mengembangkan aplikasi SIG berbasiskan jaringan LAN dan internet. Perkembangan aplikasi SIG model ini juga meningkatkan isu-isu konsep dan teknologi seputar SIG dan jaringan komputer.

Pada saat ini, kebutuhan untuk melakukan penyebaran informasi penyakit menular diperlukan oleh beberapa pihak, seperti Dinas Kesehatan. Salah satu informasinya adalah mengenai penyebaran penderita demam berdarah dengue (DBD) secara spasial. DBD di Indonesia khususnya Kota Bogor terjadi hampir setiap tahun.

Solusi dari permasalahan di atas dapat diwujudkan dengan memanfaatkan teknologi aplikasi SIG berbasiskan web. Jika informasi spasial tersebut telah dipublikasikan secara bebas dan online, banyak manfaat yang akan diperoleh. Salah satunya yaitu lembaga atau instansi yang berkepentingan dalam menanggulangi penyakit menular akan menggunakan data spasial sebagai alat bantu visual untuk kegiatan terkait. Data spasial, data lokasi penderita, beserta atribut (umur, jenis kelamin) dapat dipetakan dan ditinjau secara online dan periodik. Hal tersebut dapat dilakukan dengan aplikasi SIG berbasis web.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan suatu sistem informasi geografis penyebaran DBD berbasis web

dengan menggunakan MapServer. Penyajian sistem dirancang agar mudah diakses oleh berbagai pihak terkait. Informasi akan disajikan dalam bentuk peta yang menunjukkan curah hujan dan penyebaran penderita DBD perkelurahan.

Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:

1 Peta geografi Kota Bogor meliputi wilayah kecamatan dan kelurahan, tahun 2005.

2 Data geografi yang digunakan adalah posisi suatu lokasi, nama lokasi, dan luas wilayah.

3 Data geografi disajikan dalam bentuk peta.

4 Penelitian akan menghasilkan sistem berbasis web.

5 Analisis kinerja sistem dari segi ukuran

file gambar yang dihasilkan, kecepatan proses render peta sehingga dapat ditampilkan pada browser dalam bentuk gambar dengan menggunakan MapServer dan perbandingan jarak antara objek yang ada di peta dengan jarak yang sebenarnya.

TINJAUAN PUSTAKA

Sistem Informasi Geografi (SIG)

Sistem Informasi Geografis (SIG) adalah suatu sistem yang dapat menangkap, menyimpan, menganalisis, melakukan kueri, dan menampilkan data geografi. SIG dapat dibagi menjadi empat komponen (Kang 2002) yaitu:

1 Sistem komputer

Sistem komputer berupa komputer dan sistem operasi yang digunakan untuk mengoperasikan SIG.

2 Perangkat lunak SIG

Perangkat lunak SIG berupa program dan antarmuka pengguna untuk menjalankan perangkat keras.

3 Perangkat fikir

Perangkat fikir merujuk pada tujuan, sasaran, dan alasan penggunaan SIG. 4 Infrastruktur

Infrastruktur merujuk pada kebutuhan fisik berhubungan dengan organisasi dan lingkungan pengunaan SIG.


(12)

Struktur Data Spasial

Dalam kerangka kerja SIG, data secara logika dibagi menjadi dua kategori, data spasial dan data tekstual (atribut). Data spasial merupakan data yang memiliki informasi lokasi atau data yang bereferensi geografis dan data atribut merupakan data yang memiliki informasi fitur spasial (Kang 2002).

Interpolasi

Interpolasi memrediksi nilai dari sel pada raster yang memiliki jumlah data titik contoh terbatas. Interpolasi dapat digunakan untuk memprediksi nilai yang tidak diketahui dari data titik geografis: elevasi, CH, konsentrasi kimia, tingkat kebisingan, dan lain-lain (McCoy dan Johnston 2002).

Gambar 1 sebelah kiri merupakan sekumpulan data yang telah diketahui nilainya. Gambar sebelah kanan merupakan sebuah raster yang telah diinterpolasi dari titik sebelumnya. Nilai yang tidak diketahui diprediksi dengan sebuah formula matematika menggunakan nilai dari titik terdekat yang diketahui. Sel merah menandakan nilai masukan dari sekumpulan data titik.

Gambar 1 Interpolasi.

Terdapat berbagai alasan untuk menggunakan interpolasi. Untuk mengunjungi setiap area yang akan diteliti agar diperoleh nilai ketinggian, kekuatan, atau konsentrasi dari suatu fenomena biasanya sangat sulit atau mahal. Oleh karena itu, dipilih masukan lokasi titik contoh dan nilai hasil prediksi dapat diberikan kepada lokasi lainnya. Masukan titik dapat berupa titik yang menyebar secara teratur atau acak dengan memiliki nilai ketinggian, konsentrasi, atau kekuatan.

Asumsi yang membuat interpolasi merupakan pilihan untuk digunakan adalah karena objek spasial yang terdistribusi juga memiliki korelasi spasial. Dengan kata lain, objek yang berdekatan akan memiliki kecenderungan memiliki karakteristik yang sama.

Sebagai contoh, jika terjadi hujan pada salah satu sisi jalan, dapat diprediksi di sisi

jalan yang lainnya juga terjadi hujan. Keyakinan terjadinya hujan akan berkurang untuk kota lainnya atau di provinsi lainnya. Dengan analogi ini, akan terlihat nilai titik yang dekat dengan titik contoh akan mendekati nilai tersebut daripada titik yang jauh dengan titik contoh. Hal ini merupakan dasar dari interpolasi.

Salah satu penerapan dari interpolasi dapat dilihat pada Gambar 2. Setiap simbol pada layer titik menunjukkan sebuah lokasi dimana nilainya telah diketahui. Dengan interpolasi, nilai antara titik masukan dapat diketahui.

Gambar 2 Penerapan interpolasi. Metode interpolasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode inverse distance

weighted (IDW). IDW merupakan metode

yang mengasumsikan bahwa nilai yang tidak diketahui dari sebuah titik akan lebih dipengaruhi oleh titik kontrol terdekat daripada titik kontrol yang lebih jauh. Metode ini umumnya digunakan pada pemetaan berbasiskan komputer (Kang 2002).

Derajat dari pengaruh suatu titik kontrol, atau bobot, diekspresikan dengan perbandingan terbalik jarak antara titik dengan sebuah pangkat. Pangkat dari 1.0 berarti sebuah perubahan yang konstan untuk nilai antara titik, dan metode ini disebut interpolasi linear. Pangkat dari 2.0 atau lebih berarti perubahan dari nilai lebih besar di dekat sebuah titik yang diketahui dan menurun untuk titik yang lebih jauh.

Persamaan dari metode IDW adalah:

1 0

1

1

1

s

i K

i i

s

K

i i

z

d

z

d

=

=

=

dimana z0 adalah nilai perkiraan pada titik 0, zi adalah nilai z pada titik kontrol i, di adalah jarak antara titik kontrol i dan titik 0, s adalah jumlah dari titik kontrol yang digunakan untuk melakukan perkiraan, dan k adalah pangkat.


(13)

Titik kontrol merupakan titik dengan nilai yang telah diketahui. Jumlah dan distribusi dari titik kontrol sangat mempengaruhi akurasi dari interpolasi spasial. Asumsi dasar dari interpolasi spasial adalah nilai yang akan diperkirakan pada sebuah titik akan lebih dipengaruhi oleh titik kontrol terdekat daripada titik kontrol yang berada lebih jauh.

Shapefile

Shapefile menyimpan lokasi geografis dan

informasi atribut titik (point), garis (polyline), dan poligon (polygon). Bentuk geometri yang tersimpan adalah dalam bentuk koordinat vektor. Format ini adalah format yang dikeluarkan oleh Enviromental System

Resource Institute (ESRI) yang merupakan

salah satu vendor SIG terkemuka (Kang 2002). ESRI shapefile terdiri atas:

1 Mainfile (.shp)

Merupakan file yang dapat diakses secara langsung dan panjang dari record variabel dalam file mendeskripsikan bentuk verteksnya.

2 Indexfile (.shx)

Pada file index, tiap record terdiri atas proses cetakan offset yang berhubungan dengan record file utama.

3 Tabel dBASE (.dbf)

Pada tabel dBASE terdapat fitur atribut dengan satu record pada setiap fiturnya.

MapServer

MapServer merupakan aplikasi

open-source yang digunakan untuk menampilkan

data spasial atau peta melalui web. Aplikasi Mapserver dapat mengolah data SIG dalam format raster maupun format vektor. Arsitektur dari MapServer dapat dilihat pada Gambar 3 (Prahasta 2007).

Gambar 3 Arsitektur MapServer.

Format raster seperti TIFF/GeoTIFF, EPPL7 dan berbagai format data raster lain dapat diolah dengan menggunakan pustaka

GDAL. Di sisi lain, format vektor seperti

shapefile (ESRI), ArcSDE (ESRI), PostGIS,

dan berbagai format data vektor dapat digunakan pustaka OGR.

Mapfile

Mapfile merupakan file yang menyimpan

berbagai konfigurasi untuk menggambarkan data spasial dan atribut dari shapefile ke dalam bentuk halaman web (Mitchell 2005).

Mapfile mendefinisikan sekumpulan objek

peta sekaligus membedakan bentuk dan sifat peta yang akan ditampilkan pada browser. Walaupun data geografisnya sama, aplikasi yang menggunakan mapfile berbeda dapat menampilkan peta yang berbeda pula, sesuai hasil interaksi dengan pengguna (Kropla 2005).

PostGIS

PostGIS digunakan untuk menyimpan tipe data geografis pada basis data relasional PostgreSQL. PostGIS dikembangkan oleh Refraction Research. PostGIS membuat objek spasial, berupa titik, garis, atau poligon, dapat disimpan dalam sistem manajemen basisdata (Mitchell 2005).

CartoWeb

Gambar 4 Arsitektur CartoWeb. CartoWeb merupakan framework SIG berbasis web dengan memiliki kerangka kerja yang modular dan dapat diubah. CartoWeb dapat digunakan untuk membangun aplikasi SIG tingkat lanjut, seperti analisis spasial. CartoWeb sendiri merupakan aplikasi yang dikembangkan secara open-source oleh Camptocamp SA, berdasarkan aplikasi pengembangan SIG UMN MapServer dan


(14)

dirilis berdasarkan pada lisensi GNU GPL. Pada Gambar 4 terlihat arsitektur CartoWeb (http://www.cartoweb.org/index.html).

Demam Berdarah Dengue (DBD)

Penyakit demam berdarah dengue adalah salah satu bentuk klinis dari penyakit akibat infeksi dengan virus dengue pada manusia. Di lain pihak, manifestasi klinis dari infeksi virus dengue dapat berupa demam dengue dan demam berdarah dengue.

Demam dengue ditandai oleh gejala klinik berupa demam, nyeri pada seluruh tubuh, ruam dan perdarahan. Penjelasannya sebagai berikut:

1 Demam

Demam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini timbulnya mendadak, tinggi (dapat mencapai 39-40 derajat celcius), dan dapat disertai badan yang menggigil. Pada saat demam berakhir, sering kali dalam bentuk turun mendadak dan disertai dengan berkeringat banyak. Keadaan ini dikenal dengan istilah demam biphasik, yaitu demam yang berlangsung selama beberapa hari, sempat turun di tengahnya menjadi normal kemudian naik lagi dan baru turun lagi saat penderita sembuh (gambaran kurva panas sebagai punggung unta).

2 Nyeri seluruh tubuh

Dengan timbulnya gejala panas pada penderita infeksi virus dengue maka akan segera disusul dengan timbulnya keluhan nyeri pada seluruh tubuh. Pada umumnya yang dikeluhkan adalah nyeri otot, nyeri sendi, nyeri punggung, dan nyeri pada bola mata yang semakin meningkat apabila digerakkan.

3 Ruam

Ruam yang terjadi pada infeksi virus dengue ini dapat timbul pada saat awal panas yang berupa flushing yaitu berupa kemerahan pada daerah muka, leher, dan dada. Ruam juga dapat timbul pada sakit hari ke-4 berupa bercak-bercak merah kecil seperti bercak pada penyakit campak.

4 Perdarahan

Bentuk perdarahan spontan yang dapat terjadi pada penderita demam dengue dapat berupa perdarahan kecil-kecil di kulit, perdarahan agak besar di kulit, perdarahan gusi, perdarahan hidung, dan kadang-kadang

dapat terjadi perdarahan yang masif yang dapat berakhir dengan kematian.

Secara umum 4 gejala yang terjadi pada demam dengue sebagai manifestasi gejala klinis dari bentuk reaksi tubuh manusia atas keberadaan virus dengue juga didapatkan pada demam berdarah dengue. Yang membedakan demam berdarah dengue dengan demam dengue adalah adanya manifestasi gejala klinis berupa keluarnya plasma (cairan) darah dari dalam pembuluh darah keluar dan masuk ke dalam rongga perut dan rongga selaput paru (Darmowandowo 2004).

METODOLOGI

Metode yang digunakan pada penelitian ini memiliki beberapa tahapan. Tahapan ini sesuai dengan tahapan proses dalam pengembangan SIG yang dikemukakan oleh Becker (1996) (Gambar 5).

Analisis Kebutuhan

Analisis adalah tahapan untuk mengetahui kebutuhan dari sistem. Tahapan ini akan menjelaskan solusi permasalahan yang diperoleh dari pengembangan sistem aplikasi berbasis web dan sesuai dengan informasi yang didapat. Tahapan analisis merumuskan spesifikasi kebutuhan perangkat lunak, dimulai dari spesifikasi pengguna, kebutuhan pengguna, kebutuhan data, dan kebutuhan fungsional sistem.

Perancangan Konseptual

Perancangan konseptual meliputi perancangan konseptual basisdata dan desain proses dari sistem. Perancangan basisdata mengidentifikasikan data yang dibutuhkan. Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data curah hujan dan penyakit DBD Kota Bogor. Data spasial yang dibutuhkan berupa data spasial kelurahan Kota Bogor. Desain proses dibuat berdasarkan kebutuhan fungsional dan kebutuhan data. Aliran informasi dan data yang terjadi diilustrasikan dalam diagram konteks.

Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data

Tahap survei ketersediaan data melakukan inventarisasi dan dokumentasi data: peta, tabular, dan digital. Tahapan ini mengevaluasi setiap data yang potensial untuk pengembangan sistem dan dilakukan pengumpulan data tersebut. Data diperoleh melalui Balai Geomatika Bakosurtanal dan Dinas Kesehatan Kota Bogor.


(15)

Analisis Kebutuhan

Perancangan Konseptual

Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data

Akuisisi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Perencanaan dan Perancangan Basisdata

Perancangan Antarmuka Sistem

Pengembangan Aplikasi

Pengujian Sistem

Gambar 5 Tahapan penelitian.

Akuisisi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Tahapan ini dilakukan untuk merancang perangkat keras dan perangkat lunak yang digunakan dalam pengembangan sistem, berdasarkan fungsionalitas sistem. Perangkat keras yang dibutuhkan harus mampu menjalankan perangkat lunak yang dipilih. Perangkat lunak yang dibutuhkan dalam pengembangan sistem ini adalah perangkat lunak: pembuatan data spasial, sistem manajemen basisdata, dan pengembangan sistem pemetaan berbasis web.

Perencanaan dan Perancangan Basisdata

Tahapan ini dilakukan dengan melakukan perancangan lojik dan fisik basisdata. Perancangan lojik merupakan perancangan basisdata dengan membuat diagram keterhubungan antartabel. Perancangan fisik dilakukan dengan memilih atribut yang akan terdapat dalam masing-masing tabel.

Setelah dilakukan perencanaan basisdata maka akan dilakukan pembangunan basisdata. Pembangunan basisdata ini melakukan masukan tipe data spasial dan atribut ke dalam basisdata.

Perancangan Antarmuka

Data yang telah ada diintegrasikan sehingga dapat ditampilkan melalui sistem. Perancangan antarmuka dilakukan pada isi, arsitektur aplikasi dan informasi, desain antarmuka, dan struktur navigasi.

Pengembangan Aplikasi

Perangkat dan teknologi diaplikasikan untuk membangun aplikasi web yang telah dirancang. Pengembagan aplikasi dilakukan dengan melakukan konfigurasi layer pada

mapfile. Mapfile akan berfungsi untuk

mengatur layer yang akan ditampilkan, sumber data yang diperoleh, dan cara ditampilkan.

Pengujian

Pengujian terhadap sistem dilakukan dengan menggunakan metode black-box. Pengujian dilakukan dengan cara memberikan masukan tertentu untuk memeriksa apakah luaran yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Pengujian juga dilakukan dengan menganalisis ukuran file gambar yang dihasilkan dan waktu akses. Analisis dilakukan dengan melakukan perbandingan data dari setiap percobaan dan dibuat grafik percobaan tersebut. Pengujian juga dilakukan terhadap jarak objek pada peta luaran aplikasi MapServer dengan jarak objek di tempat yang sebenarnya di muka bumi.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Kebutuhan

Sistem dikembangkan untuk memberikan informasi penyebaran penderita DBD perkelurahan di Kota Bogor dan hubungannya dengan curah hujan secara spasial. Untuk mewujudkan hal tersebut dilakukan analisis agar sistem sesuai dengan tujuan yang diharapkan.

1.1 Spesifikasi Pengguna

Pengguna dari sistem ini adalah Dinas Kesehatan yang menggunakan sistem sebagai salah satu tindakan antisipatif dalam penanggulangan penyebaran penderita DBD. Kewenangan dari pengguna adalah melihat dan melakukan edit data spasial pada sistem.

1.2 Kebutuhan Pengguna

Sistem akan memungkinkan pengguna melihat penyebaran penderita DBD secara spasial dan melihat penyebaran penderita DBD dalam bentuk poligon hingga titik lokasi


(16)

kejadian. Sistem akan berisi peta dan data geografi Kota Bogor, penyebaran penderita DBD, penyebaran curah hujan (CH), relasi antara CH dengan jumlah penderita DBD, serta status stratifikasi DBD kelurahan dalam kurun waktu tahun 2002-2006.

Data tersebut dapat dilihat dengan memilih layer yang akan diaktifkan. Pengguna juga dapat memperbesar, memperkecil, maupun mencetak peta sesuai kebutuhan. Sistem juga akan menyediakan fungsi untuk melakukan edit pada data spasial penderita DBD.

1.3 Kebutuhan Data

Sistem menampilkan data spasial yang membutuhkan data spasial administratif Kota Bogor (kecamatan dan kelurahan), jalan, sungai, tataguna lahan, dan bangunan. Sistem juga membutuhkan data CH perkelurahan, jumlah penderita DBD perkelurahan untuk tahun 2002-2006, dan penderita DBD pertitik lokasi kejadian yang ada di Kota Bogor.

1.4 Kebutuhan Fungsional

Fungsi dari sistem diidentifikasi setelah dilakukan analisis kebutuhan pengguna. Fungsi dari sistem dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Fungsi SIG DBD

No. Fungsi Sistem

1 Melihat informasi DBD 2 Memilih tema aktif peta 3 Menambah data penderita DBD 4 Mengubah data penderita DBD 5 Menghapus data penderita DBD 6 Mencetak tampilan peta 7 Melakukan perubahan ukuran peta 8 Melakukan perubahan skala peta 9 Menggeser posisi peta

10 Melakukan kueri titik penderita DBD 11 Melakukan kueri poligon kelurahan 12 Menghitung jarak antartitik 13 Menghitung luas poligon 14 Melakukan full-extent peta

Perancangan Konseptual

Hasil dari perancangan akan menjadi acuan untuk melakukan pengembangan sistem. Perancangan terdiri atas pemodelan kebutuhan fungsional, perancangan isi, dan perancangan antarmuka.

2.1 Pemodelan Kebutuhan Fungsional

Kebutuhan fungsional dimodelkan dengan menggunakan Data Flow Diagram (DFD). DFD menggambarkan proses yang ada serta aliran keluar dan masuknya data dalam aplikasi. Diagram konteks merupakan level yang paling tinggi. Perincian dari proses diagram konteks digambarkan melalui diagram yang lebih rendah.

Terdapat satu entitas yang berinteraksi pada sistem yaitu pengguna. Pengguna memberikan masukan tertentu kepada aplikasi kemudian hasil eksekusi dengan fungsi tertentu diberikan ke pengguna. Gambaran aplikasi terlihat dalam diagram konteks pada Gambar 6.

Pengguna

0 SIG DBD Kota

Bogor Permintaan informasi DBD Permintaan tema peta Permintaan edit peta Permintaan cetak peta Data skala peta Data ukuran peta Permintaan manipulasi peta

Kueri poligon Kueri titik

Data titik Data poligon

Tampilan peta

Hasil kueri poligon Hasil kueri titik Hasil cetak peta Informasi DBD

Jarak antartitik Luas poligon

Gambar 6 Diagram konteks sistem. Diagram konteks dikembangkan lagi menjadi DFD level 1 (Lampiran 1). DFD level 1 memiliki informasi proses yang terjadi dalam aplikasi serta aliran data dari entitas ke aplikasi atau aplikasi ke entitas dengan lebih detail. Aplikasi SIG DBD memiliki DFD level 2 (Lampiran 2-4) dan level 3 (Lampiran 5). Kamus data dapat dilihat pada Lampiran 6. Dekomposisi fungsional modul disertakan pada Lampiran 7.

2.2 Isi

Isi yang disajikan dalam aplikasi dibagi menjadi dua bagian utama, yaitu:

a Peta spasial penyebaran DBD Kota Bogor Pada bagian peta, informasi yang disajikan adalah:

1 Layer spasial, meliputi:

a Layer kelas penyebaran DBD


(17)

b Layer penyebaran DBD tahun 2006

c Layer peta dasar d Layer administratif

e Layer sungai

f Layer jalan

g Layer tataguna lahan

h Layer bangunan

i Layer stratifikasi penyebaran

DBD pertahun 2 Komponen peta, meliputi:

a Legenda b Navigasi peta c Arah mata angin d Skala

3 Kueri, berisi informasi dari penderita DBD perkelurahan, meliputi:

a Nama kelurahan

b Jumlah penderita DBD tahun 2002 sampai dengan 2006

c Untuk kueri titik, berisi data atribut penderita DBD, yaitu alamat dan jenis kelamin

b Informasi DBD

Informasi DBD akan berisi artikel mengenai penyebaran DBD. Artikel tersebut menginformasikan kegiatan pencegahan penyebaran, program pencegahan dari Dinas Kesehatan, maupun penjelasan mengenai DBD.

2.3 Antarmuka

Perancangan antarmuka terdiri atas perancangan antarmuka perangkat keras, perangkat lunak, dan aplikasi. Perancangan perangkat keras memberikan informasi mengenai spesifikasi perangkat keras yang sesuai dengan sistem. Perancangan perangkat lunak memberikan informasi mengenai perangkat lunak yang akan digunakan oleh aplikasi.

a Antarmuka perangkat keras

Spesifikasi perangkat keras yang dirancang untuk menjalankan aplikasi web sistem adalah:

1 Server

a Prosesorclock speed 2.8 GHz b Memori RAM 1024 MB c Kapasitas harddisk 80 GB

d VGA Card 128 MB

e Monitor resolusi 1024x768 piksel

2 Client

a Prosesorclock speed 1 GHz b Memori RAM 256 MB

c Kapasitas harddisk 20 GB

d VGA Card 32 MB

e Monitor resolusi 1024x768 piksel b Antarmuka perangkat lunak

Spesifikasi perangkat lunak yang dirancang untuk menjalankan aplikasi web sistem adalah:

1 Server

a Windows XP Professional b PostgreSQL 8.2.3

c PostGIS 1.2.1 d MapServer 4.8.2 e CartoWeb 3.3.0

2 Client

a Windows XP Professional b Mozilla Firefox 2.0 c Antarmuka aplikasi

Antarmuka aplikasi terdiri dari empat bagian utama, yaitu header, navigasi, isi, dan

footer. Header terletak di bagian atas,

navigasi di bagian kiri, isi di bagian tengah dan kanan, dan footer di bagian bawah. Rancangan antarmuka aplikasi dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Rancangan antarmuka.

2.4 Batasan Sistem

Batasan yang digunakan dalam pengembangan aplikasi web ini adalah

shapefile yang akan di-upload memiliki

format yang baku dan tidak boleh diubah. Hal ini dilakukan agar proses konversi data dapat dibaca oleh sistem manajemen basisdata.

Survei Ketersediaan dan Pengumpulan Data

Tahapan ini merupakan lanjutan dari tahapan sebelumnya yaitu mengumpulkan data sesuai dengan kebutuhan data yang telah didefinisikan. Data spasial administratif Kota Bogor (kecamatan dan kelurahan), jalan, sungai, tataguna lahan, dan bangunan


(18)

diperoleh melalui Balai Geomatika Bakosurtanal, sedangkan data CH perkelurahan diperoleh melalui stasiun klimatologi di sekitar Kota Bogor. Data jumlah penderita DBD perkelurahan untuk tahun 2002-2006 diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor, dan data penderita DBD pertitik lokasi kejadian diperoleh melalui rumah sakit yang ada di Kota Bogor.

Data CH yang diperoleh belum mewakili semua kelurahan yang ada di Kota Bogor. Stasiun klimatologi yang ada hanya berjumlah tiga buah. Stasiun klimatologi tersebut adalah stasiun klimatologi Baranang Siang, Cimanggu, dan Dramaga. Karena pemetaan yang akan ditampilkan kepada pengguna adalah CH perkelurahan maka dilakukan interpolasi spasial untuk mengetahui nilai CH setiap kelurahan yang ada.

Sistem juga akan menampilkan kelas dan stratifikasi DBD. Kelas overlay DBD merupakan overlay antara layer CH dengan jumlah penderita DBD perkelurahan. Tujuan dari kelas overlay ini adalah untuk melihat persebaran curah hujan dan penderita DBD. Di lain pihak, stratifikasi adalah status suatu kelurahan untuk identifikasi penyebaran DBD oleh Dinas Kesehatan. Status tersebut adalah endemis, sporadis, dan potensial.

3.1 Interpolasi Spasial

Gambar 8 merupakan sebuah peta dari 3 stasiun klimatologi yang ada di sekitar Kota Bogor dan nilai CH pada bulan Januari 2006. Peta tersebut menunjukkan bahwa terdapat area yang cukup luas yang tidak diketahui nilai CH-nya.

Tabel 2 Jarak antara titik perkiraan dengan titik kontrol (meter)

Jarak antara titik Jarak

0, 1 6798.47

0, 2 5563.74

0, 3 6525.44

Sebagai contoh penerapan interpolasi dapat dilihat pada kasus berikut. Terdapat sekumpulan data CH yang telah diketahui pada tiga stasiun untuk bulan Januari 2006. Akan dihitung interpolasi untuk nilai yang tidak diketahui pada titik 0 dengan menggunakan metode IDW. Gambar 9 memperlihatkan lokasi titik 0 yang akan dicari nilainya. Tabel 2 menunjukkan jarak dalam meter antara titik 0 dan tiga titik yang diketahui nilainya.

Gambar 8 Peta Kota Bogor dengan tiga stasiun klimatologi dan nilai CH pada bulan Januari 2006.

Gambar 9 Nilai titik 0 diinterpolasi oleh tiga stasiun yang diketahui nilainya. Dengan melakukan substitusi pada nilai yang diketahui dan jaraknya pada persamaan, dapat diketahui nilai z0. Perhitungannya sebagai berikut:


(19)

2

2

2

2

5

1 1

(293)

6798.47 1 (571)

5563.74 1 (284)

6525.44 3.14 10

i i z

d

− =

+ +

= ×

2

2

2

2

8

1 1

6798.47 1 5563.74

1 6525.44 7.74 10

i d

− =

+ +

= ×

5

0 8

3.14 10 7.74 10 406.26

z

− − × =

× =

Dari hasil persamaan diketahui untuk titik 0 curah hujan bernilai 406 mm.

Gambar 10 memperlihatkan sebuah

surface CH yang dihasilkan oleh metode IDW

(dengan pangkat 2) dari nilai tiga stasiun klimatologi. Gambar 11 memperlihatkan peta

surface isohyet (isoline dari CH). Bulatan dari isoline merupakan ciri dari hasil metode IDW.

Gambar 10 Peta surface CH hasil dari metode IDW.

Gambar 11 Peta isohyet yang dibuat dari metode IDW.

Setelah diperoleh hasil interpolasi CH maka akan dihitung CH untuk masing-masing kelurahan. Hasilnya dapat dilihat pada Gambar 12. Gambar tabel bagian atas adalah titik kontrol untuk interpolasi beserta nilainya. Gambar tabel bagian bawah adalah nilai CH setiap kelurahn yang diperoleh dari hasil interpolasi. ID merupakan identifikasi kelurahan. Hasil interpolasi setiap bulan selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 8. Hasil peta dari interpolasi CH pada bulan Januari 2006 dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 12 CH hasil interpolasi.

Gambar 13 Peta hasil interpolasi CH bulan Januari 2006.


(20)

3.2 Curah Hujan

Analisis data CH untuk wilayah Kota Bogor menggunakan data CH yang diperoleh dari hasil interpolasi. Grafik CH rata-rata bulanan dari tahun 2002-2006 dapat dilihat pada Gambar 14.

0 50 100 150 200 250 300 350 400 450 500

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Bulan

CH

(

m

m

)

.

Gambar 14 CH rata-rata bulanan 2002-2006. Berdasarkan rata-rata bulanan selama kurun waktu tersebut untuk masing-masing bulan tampak bahwa CH maksimum terjadi pada bulan Januari yaitu 312-528 mm. CH minimum terjadi pada bulan Agustus dengan kisaran antara 124-268 mm. Akan tetapi jika ditinjau dari distribusi spasialnya tampak bahwa CH yang diterima di wilayah Kota Bogor bagian tengah ke selatan lebih banyak bila dibandingkan dengan daerah lainnya. Hasil analisis CH dapat diuraikan sebagai berikut:

Januari. Jumlah CH rata-rata berkisar

antara 312-528 mm. Secara spasial distribusi CH hampir merata kecuali di bagian barat daya Bogor.

Februari. CH mulai tampak turun, tetapi

masih berkisar antara 292-456 mm. Penurunan CH terlihat jelas pada wilayah utara dan barat Bogor.

Maret. CH pada bulan Maret juga

mengalami penurunan. Konsentrasi CH berada di bagian tengah ke selatan Bogor. CH berkisar antara 300-368 mm.

April. CH pada bulan April mengalami

peningkatan yang cukup signifikan. Distribusi CH berada di bagian tengah ke timur dan barat Bogor. CH berkisar antara 304-528 mm.

Mei. CH pada bulan Mei menunjukkan penurunan dibandingkan bulan April. CH berkisar antara 284-372 mm. Bagian utara Bogor terlihat penurunan CH dan tersebar merata.

Juni. CH pada bulan Juni menunjukkan kondisi semakin menurun dibandingkan

dengan bulan Mei. CH berada pada kisaran 180-260 mm. Mulai terlihat penurunan CH pada wilayah Bogor bagian timur.

Juli. Dibandingkan bulan Juni CH rata-rata pada bulan Juli menunjukkan penurunan di sebagian besar wilayah Bogor. CH berkisar antara 144-248 mm.

Agustus. CH pada bulan Agustus

merupakan CH terendah dibandingkan bulan lainnya. CH berkisar antara 124-268 mm. CH rendah terlihat menyebar merata di wilayah tengah dan selatan Bogor.

September. CH pada bulan September

menunjukkan peningkatan sedikit dibandingkan bulan Agustus. Secara umum CH berada pada rentang 229-268 mm. Secara spasial CH tersebar merata di seluruh wilayah Bogor.

Oktober. CH pada bulan Oktober

menunjukkan peningkatan yang signifikan dibandingkan dengan bulan September. CH berkisar antara 300-410 mm. CH yang rendah masih terlihat di bagian barat dan utara Bogor.

November. CH pada bulan November

menunjukkan sedikit penurunan. CH turun pada bagian tengah ke selatan Bogor. CH berkisar antara 304-384 mm.

Desember. CH pada bulan Desember

menunjukkan pola yang hampir mirip dengan pola CH November. CH berkisar antara 288-392 mm. CH tersebar merata pada wilayah timur Bogor.

3.3 Sebaran Penderita DBD

Analisis data DBD yang dipergunakan dalam penelitian ini menggunakan data yang diperoleh dari Dinas Kesehatan Kota Bogor. Berdasarkan data DBD tahun 2002-2006 diperoleh informasi bahwa pada umumnya kasus DBD dalam setahun jumlahnya berkisar antara 300~1300 kasus. Pada tahun 2002 jumlahnya mencapai 337 kasus, sedangkan pada tahun 2003, 2004, 2005, dan 2006 jumlahnya berturut-turut mencapai 599, 868, 857, dan 1220.

Dari data DBD tersebut dilakukan perhitungan nilai rata-rata bulanan jumlah penderita yang terserang DBD tahun 2002-2006 dan ditampilkan ke dalam grafik. Dari grafik diketahui rata-rata puncak serangan DBD pada bulan Maret, disajikan pada Gambar 15. Data rata-rata bulanan sebaran penderita DBD secara rinci perkelurahan dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari data


(21)

rata-rata bulanan juga tampak bahwa pada saat musim hujan pada awal tahun hingga menjelang musim kemarau terjadi lonjakan jumlah penderita yaitu sekitar 200 penderita dalam sebulan.

0 1 2 3

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des Bulan

Jum

lah pe

nde

ri

ta

.

Gambar 15 Grafik rata-rata bulanan penderita DBD tahun 2002-2006.

Untuk melakukan pemetaan dari hasil rata-rata bulanan, jumlah serangan DBD dikelompokkan menjadi beberapa kelas yaitu 0 - 1, 2 - 3, dan > 3 (Tabel 3). Pembagian kelas ini ditujukan untuk mempermudah identifikasi daerah dalam analisis.

Tabel 3 Kategori kasus DBD

No Kasus DBD Kategori

1 0 - 1 Rendah

2 2 - 3 Sedang

3 > 3 Tinggi

Setelah diberi kelas maka dibuat sebaran tersebut ke dalam peta. Gambar 16 merupakan peta kelas persebaran DBD tahun 2002-2006. Gambar 16 menunjukkan bahwa daerah yang memiliki intensitas serangan tertinggi (> 3 penderita) adalah kelurahan Tegal Gundil dan Bantar Jati. Kelurahan yang memiliki intensitas sedang (2 - 3 penderita) adalah Tanah Sareal, Kebon Pedes, Sukaresmi, Kedung Badak, Tanah Baru, Tegal Lega, Babakan, Baranang Siang, dan Gunung Batu, sedangkan yang memiliki intensitas rendah (0 - 1 penderita) adalahkelurahan selainnya.

Berdasarkan kriteria hasil analisis rata-rata bulanan kasus DBD di setiap kelurahan di wilayah Kota Bogor (peta persebaran bulanan disertakan pada Lampiran 10) dapat diuraikan secara rinci sebagai berikut:

Januari. Pada bulan Januari terjadi kasus

DBD di wilayah Kota Bogor berkisar antara rendah sampai tinggi. Terdapat 3 kelurahan atau sekitar 4.4% masuk dalam kategori tinggi, 16 kelurahan atau sekitar 23.5% masuk dalam kategori sedang, dan 49 kelurahan atau sekitar 72.1% masuk dalam kategori rendah.

Gambar 16 Peta kelas persebaran DBD tahun 2002-2006.

Februari. Pada bulan Februari terjadi

adanya lonjakan kasus DBD dibandingkan dengan bulan Januari. Terdapat 7 kelurahan atau sekitar 10.3% masuk dalam kategori tinggi, 23 kelurahan atau sekitar 33.8% masuk dalam kategori sedang, dan 38 kelurahan atau sekitar 55.9% masuk dalam kategori rendah.

Maret. Pada bulan Maret kasus DBD

terjadi peningkatan lagi dibandingkan dengan bulan Februari. Terdapat 12 kelurahan atau sekitar 17.6% masuk dalam kategori tinggi, 22 kelurahan atau sekitar 32.4% masuk dalam kategori sedang, dan 34 kelurahan atau sekitar 50.0% masuk dalam kategori rendah.

April. Pada bulan April terjadi penurunan

kasus DBD dibandingkan dengan bulan Maret. Terdapat 1 kelurahan atau sekitar 1.5% masuk dalam kategori tinggi, 11 kelurahan atau sekitar 16.2% masuk dalam kategori sedang, dan 56 kelurahan atau sekitar 82.4% masuk dalam kategori rendah.

Mei. Pada bulan Mei terjadi sedikit peningkatan kasus DBD dibandingkan dengan bulan April. Terdapat 2 kelurahan atau sekitar 2.9% masuk dalam kategori tinggi, 11 kelurahan atau sekitar 16.2% masuk dalam kategori sedang, dan 55 kelurahan atau sekitar 80.9% masuk dalam kategori rendah.

Juni. Pada bulan Juni terjadi sedikit penurunan kasus DBD dibandingkan dengan bulan Mei. Terdapat 2 kelurahan atau sekitar 2.9% masuk dalam kategori tinggi, 12 kelurahan atau sekitar 17.6% masuk dalam kategori sedang, dan 54 kelurahan atau sekitar 79.4% masuk dalam kategori rendah.

Juli. Pada bulan Juli terjadi penurunan kasus DBD yang cukup signifikan dibandingkan dengan bulan Juni. Terdapat 2 kelurahan atau sekitar 2.9% masuk dalam kategori tinggi, 4 kelurahan atau sekitar 5.9% masuk dalam kategori sedang, dan 62


(22)

kelurahan atau sekitar 91.2% masuk dalam kategori rendah.

Agustus. Pada bulan Agustus terjadi

penurunan kasus DBD dibandinkan dengan bulan Juli dimana tidak terdapat kelurahan dalam kategori tinggi. Terdapat 5 kelurahan atau sekitar 7.4% masuk dalam kategori sedang dan 63 kelurahan atau sekitar 92.6% masuk dalam kategori rendah.

September. Bulan September merupakan

bulan dengan angka kasus paling rendah dalam setahun, dimana tidak terdapat kelurahan dalam kategori tinggi. Terdapat 3 kelurahan atau sekitar 4.4% masuk dalam kategori sedang dan 65 kelurahan atau sekitar 95.6% masuk dalam kategori rendah.

Oktober. Pada bulan Okober terjadi

adanya peningkatan kasus DBD dibandingkan dengan bulan September. Terdapat 1 kelurahan atau sekitar 1.5% masuk dalam kategori tinggi, 2 kelurahan atau sekitar 2.9% masuk dalam kategori sedang, dan 65 kelurahan atau sekitar 95.6% masuk dalam kategori rendah.

November. Pada bulan November terjadi

peningkatan kasus DBD, walaupun tidak terdapat kelurahan yang masuk dalam kategori tinggi. Terdapat 6 kelurahan atau sekitar 8.8% masuk dalam kategori sedang dan 62 kelurahan atau sekitar 91.2% masuk dalam kategori rendah.

Desember. Pada bulan Desember terjadi

peningkatan kasus DBD yang cukup signifikan dibandingkan dengan bulan November. Terdapat 3 kelurahan atau sekitar 4.4% masuk dalam kategori tinggi, 11 kelurahan atau sekitar 16.2% masuk dalam kategori sedang, dan 54 kelurahan atau sekitar 79.4% masuk dalam kategori rendah.

Hubungan antara unsur iklim dengan serangan DBD dilakukan dengan cara memetakan salah satu unsur iklim, curah hujan (CH) dan jumlah intensitas serangan DBD. Pemetaan serangan DBD dan unsur iklim CH menghasilkan kelas overlay

serangan DBD dan CH. Serangan DBD tertinggi terdapat pada kelurahan Bantar Jati dan Tegal Gundil yang termasuk kelas G (curah hujan 420-470 mm) dengan memiliki intensitas serangan 3-5 penderita. Tabel 4 menunjukkan kelas overlay serangan DBD bulan Januari. Untuk kelas overlay serangan DBD bulan lainnya dapat dilihat pada Lampiran 11.

Tabel 4 Kelas overlay serangan DBD bulan Januari

ID Kelurahan/desa Kesakitan CH (mm) Kelas

56 Sindang Barang 1 270 - 320 D 57 Bubulak 0 270 - 320 D 59 Margajaya 0 270 - 320 D 60 Balumbang Jaya 0 270 - 320 D 55 Cilendek Barat 1 320 - 370 E 58 Situgede 0 320 - 370 E 61 Semplak 1 320 - 370 E 65 Loji 1 320 - 370 E 4 Kedung Badak 2 370 - 420 F 5 Kedung Jaya 2 370 - 420 F 7 Kedung Waringin 1 370 - 420 F 10 Cibadak 1 370 - 420 F 25 Ciwaringin 1 370 - 420 F 27 Kebon Kelapa 1 370 - 420 F 53 Menteng 2 370 - 420 F 54 Cilendek Timur 1 370 - 420 F 62 Curug 2 370 - 420 F 63 Curug Mekar 0 370 - 420 F 64 Pasir Mulya 1 370 - 420 F 66 Gunung Batu 2 370 - 420 F 1 Tanah Sareal 1 420 - 470 G 2 Kebon Pedes 5 420 - 470 G 3 Sukaresmi 3 420 - 470 G 6 Sukadamai 1 420 - 470 G 8 Kayu Manis 0 420 - 470 G 9 Mekar Wangi 2 420 - 470 G 11 Kencana 1 420 - 470 G 12 Cibuluh 2 420 - 470 G 16 Bantar Jati 4 420 - 470 G 17 Kedung Halang 2 420 - 470 G 18 Ciparigi 2 420 - 470 G 22 Sempur 2 420 - 470 G 26 Panaragan 1 420 - 470 G 37 Cikaret 1 420 - 470 G 67 Pasir Jaya 1 420 - 470 G 68 Pasir Kuda 1 420 - 470 G 13 Cimahpar 1 470 - 520 H 14 Tanah Baru 2 470 - 520 H 15 Tegal Gundil 5 470 - 520 H 19 Ciluar 2 470 - 520 H 21 Cibogor 0 470 - 520 H 23 Tegal Lega 1 470 - 520 H 24 Babakan 2 470 - 520 H 28 Gudang 0 470 - 520 H 29 Paledang 1 470 - 520 H 30 Babakan Pasar 0 470 - 520 H 31 Batu Tulis 0 470 - 520 H 32 Rangga Mekar 0 470 - 520 H 33 Pamoyanan 0 470 - 520 H 34 Mulya Harja 0 470 - 520 H 35 Bondongan 3 470 - 520 H 36 Empang 1 470 - 520 H 38 Cipaku 1 470 - 520 H 39 Genteng 0 470 - 520 H 40 Rancamaya 0 470 - 520 H 41 Kertamaya 0 470 - 520 H 42 Bojongkerta 0 470 - 520 H 43 Pakuan 0 470 - 520 H 44 Lawang Gintung 1 470 - 520 H 45 Harjasari 0 470 - 520 H 46 Muarasari 0 470 - 520 H 48 Katu Lampa 1 470 - 520 H 49 Tajur 0 470 - 520 H 50 Sindang Sari 0 470 - 520 H 51 Sindang Rasa 0 470 - 520 H 47 Baranang Siang 3 520 - 570 I 52 Sukasari 1 520 - 570 I


(23)

Gambar 17 Peta kelas overlay sebaran DBD bulan Januari.

Dengan melakukan pemetaan kelas

overlay serangan DBD (Lampiran 12)

diketahui beberapa informasi. DBD banyak terjadi di antara bulan Desember sampai bulan Juli dan penyebaran tertinggi terjadi pada bulan Maret yaitu 8 kasus pada daerah Kebon Pedes dan Sukaresmi. Pada bulan tersebut CH berada pada tingkat 320 - 370 mm. Fakta lain menunjukkan bahwa pada tahun 2002 - 2006 kasus DBD tidak mengalami peningkatan pada bulan Juli sampai September. Pada bulan tersebut CH berkisar antara 120-270 mm. Peta kelas overlay sebaran DBD untuk bulan Januari dapat dilihat pada Gambar 17.

Peta juga menunjukkan hubungan antara penyakit DBD yang ditemukan dengan bulan yang sebelumnya mengalami hujan. Kejadian DBD menurun untuk bulan dengan bulan sebelumnya memiliki kelas A, B, dan C, yaitu ketika CH berada dalam rentang 120-270 mm (bulan Agustus, September, dan Oktober). Ketika bulan sebelumnya memiliki kelas D dan seterusnya akan ditemukan peningkatan kejadian DBD. Kejadian DBD mencapai puncaknya pada bulan Februari dan Maret. CH bulan ini lebih rendah daripada bulan sebelumnya, akan tetapi masih memiliki CH dengan kelas D, E, dan seterusnya.

3.4 Stratifikasi Kelurahan

Status stratifikasi terdiri atas endemis, sporadis, dan potensial. Endemis berarti dalam tiga tahun terakhir kelurahan tersebut ditemukan penderita DBD secara berturut-turut, sporadis berarti minimal sekali dalam tiga tahun terakhir kelurahan tersebut ditemukan penderita DBD, dan potensial berarti tidak ditemukan penderita DBD dalam tiga tahun terakhir pada kelurahan tersebut. Status stratifikasi kelurahan dapat dilihat pada Lampiran 13. Hasil analisis stratifikasi dapat diuraikan sebagai berikut:

2002. Pada tahun 2002, distribusi spasial kelurahan status endemis banyak di bagian tengah wilayah Bogor. Di sisi lain, kelurahan status sporadis di bagian pinggir wilayah Bogor. Kelurahan status potensial terletak di bagian barat laut dan selatan wilayah Bogor. Terdapat 26 kelurahan atau sekitar 38.2% termasuk status endemis, 38 kelurahan atau sekitar 55.9% termasuk status sporadis, dan 4 kelurahan atau sekitar 5.9% termasuk potensial.

2003. Pada tahun 2003, distribusi spasial kelurahan status endemis banyak di bagian tengah wilayah Bogor dan mulai bergerak menyebar. Di sisi lain, kelurahan status sporadis terletak di bagian pinggir utara dan selatan wilayah Bogor. Kelurahan status potensial terletak di bagian barat laut dan selatan wilayah Bogor, berkurang satu kelurahan di bagian selatan dibandingakan dengan tahun 2002. Terdapat 44 kelurahan atau sekitar 64.7% termasuk status endemis, 21 kelurahan atau sekitar 30.9% termasuk status sporadis, dan 3 kelurahan atau sekitar 4.4% termasuk potensial.

2004. Pada tahun 2004, distribusi spasial kelurahan status endemis banyak di bagian tengah wilayah Bogor dan mulai bertambah satu kelurahan di bagian utara. Di sisi lain, kelurahan status sporadis bagian selatan wilayah Bogor tidak berubah. Kelurahan status potensial yang terletak di bagian barat laut berkurang dan tinggal di bagian selatan wilayah Bogor. Terdapat 46 kelurahan atau sekitar 67.6% termasuk status endemis, 20 kelurahan atau sekitar 29.4% termasuk status sporadis, dan 2 kelurahan atau sekitar 2.9% termasuk potensial.

2005. Pada tahun 2005, distribusi spasial kelurahan status endemis banyak di bagian tengah wilayah Bogor dan bertambah satu kelurahan di bagian utara. Di sisi lain, kelurahan status sporadis berada di bagian utara dan selatan wilayah Bogor. Kelurahan status potensial terletak di bagian selatan wilayah Bogor, berkurang satu kelurahan dibandingkan dengan tahun 2004. Terdapat 47 kelurahan atau sekitar 69.1% termasuk status endemis, 20 kelurahan atau sekitar 29.4% termasuk status sporadis, dan 1 kelurahan atau sekitar 1.5% termasuk potensial.

2006. Pada tahun 2006, distribusi spasial kelurahan status endemis hampir menutupi wilayah Bogor. Di sisi lain, kelurahan status sporadis ada di bagian pinggir utara dan selatan wilayah Bogor. Kelurahan status


(24)

geometry_columns edit_titik_dbd admin_kelurahan landuse bangunan jalan strata_dbd temp_2006 spatial_ref_sys sungai ch_2006 kelas_dbd admin_kecamatan mereferensi N memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki memiliki 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 gid nama_kec the_geom gid nama_kel the_geom gid kode_unsur nama_unsur the_geom gid id_kel the_geom jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des id umur kelamin alamat bulan the_geom gid landuse05 the_geom the_geom id_kel z006 z002 z003 z004 z005 gid gid length kode_unsur toponimi keterangan the_geom gid length kode_unsur the_geom nama_unsur

gid id_kel jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt the_geom nov des srid auth_name auth_srid srtext proj4text srid

type f_table_schema f_table_name f_table_catalog f_table_catalog f_geometry_columns coord_dimension gid id_kel jan feb mar apr mei jun jul agt sep okt nov des jan_ch feb_ch mar_ch apr_ch jun_ch jul_ch agt_ch sep_ch okt_ch nov_ch des_ch mei_ch

Gambar 19 Diagram keterhubungan antartabel. potensial satu-satunya terletak di bagian

selatan wilayah Bogor. Terdapat 59 kelurahan atau sekitar 86.8% termasuk status endemis, 8 kelurahan atau sekitar 11.8% termasuk status sporadis, dan 1 kelurahan atau sekitar 1.5% termasuk potensial.

Gambar 18 Status stratifikasi kelurahan tahun 2006.

Dari pemetaan yang dilakukan terlihat daerah yang berstatus endemis cenderung meningkat (Lampiran 14). Hasil pemetaan

juga menunujukkan terdapat satu kelurahan yang selama lima tahun berada dalam status potensial, yaitu kelurahan Kertamaya, yang artinya kelurahan tersebut tidak ditemukan penderita DBD dalam tujuh tahun terakhir. Tahun 2006 status endemis hampir meliputi semua kelurahan, yang artinya penderita DBD setidaknya sudah ditemui dalam tiga tahun terakhir dari tahun 2006 pada kelurahan tersebut. Gambar 18 memperlihatkan status stratifikasi kelurahan tahun 2006.

Akuisisi Perangkat Keras dan Perangkat Lunak

Tahapan ini mendefinisikan fungsi dari perangkat yang digunakan. Perangkat lunak yang digunakan adalah ArcView, MapServer, CartoWeb, dan PostgreSQL.

PostgreSQL 8.2.3 digunakan sebagai sistem manajemen basisdata untuk penyimpanan dan pengolahan data. PostGIS 1.2.1 digunakan sebagai ekstensi PostgreSQL untuk menyimpan dan mengolah data spasial


(25)

di dalam sistem manajemen basisdata PostgreSQL. MapServer 4.8.2 digunakan sebagai web server untuk aplikasi pemetaan berbasis web. CartoWeb 3.3.0 digunakan sebagai framework pengembangan aplikasi pemetaan berbasis web.

Perencanaan dan Perancangan Basisdata

Perancangan lojik basisdata ditampilkan dalam diagram keterhubungan antartabel, dapat dilihat pada Gambar 19. Perancangan fisik dilakukan dengan memilih atribut yang akan dimasukkan dalam masing-masing tabel. Tabel basisdata dirancang sesuai dengan kebutuhan fungsional aplikasi. Daftar tabel basisdata dapat dilihat pada Tabel 5.

Perancangan Antarmuka

Tahapan ini merupakan perancangan antarmuka pengguna. Pembuatan halaman akan menggabung hasil secara keseluruhan dari proses yang ada pada tahap perancangan. Tampilan halaman mempunyai bentuk yang terdiri dari bagian atas, kiri, tengah, dan bawah. Tampilan utama aplikasi dapat dilihat pada Gambar 20.

Gambar 21 menampilkan icon fungsi yang bisa dilakukan pada peta. Sedangkan Gambar 22 menunjukkan icon navigasi sekaligus menjadi arah mata angin pada peta.

Gambar 20 Tampilan utama.

Gambar 21 Icon untuk melakukan fungsi pada peta.

Gambar 22 Icon untuk melakukan pergeseran peta.

Tabel 5 Tabel basisdata

Nama Fungsi admin_kecamatan Menampilkan peta

administratif kecamatan admin_kelurahan Menampilkan peta

administratif kelurahan bangunan Menampilkan profil jenis

bangunan

ch_2006 Menampilkan persebaran

CH pada tahun 2006

edit_titik_dbd Menampilkan persebaran titik penderita DBD yang bisa di-edit

jalan Menampilkan peta jalan

kelas_dbd Menampilkan peta kelas persebaran rataan CH dan persebaran penderita DBD (2002 - 2006)

landuse Menampilkan peta

tataguna lahan

strata_dbd Menampilkan stratifikasi persebaran penderita DBD

sungai Menampilkan peta sungai geometry_columns Identifikasi spasial

spatial_ref_sys Referensi spasial

Pengembangan Aplikasi

Tahapan ini terdiri dari empat langkah. Langkah tersebut adalah implementasi basisdata, masukan, proses, dan luaran MapServer.

5.1 Implementasi Basisdata

Implementasi basisdata dilakukan sesuai dengan diagram keterhubungan antartabel dan mengacu pada tabel yang telah dirancang pada tahap perancangan. Atribut dan tipe data untuk setiap tabel dapat dilihat selengkapnya pada Lampiran 15.

5.2 Masukan MapServer

Sistem berbasis web yang dikembangkan dengan aplikasi MapServer memerlukan beberapa file digital data vektor atau data raster. Pada penelitian ini digunakan data vektor dalam format shapefile ArcView (ESRI). Format vektor memiliki ciri kompak, struktur data jelas, memiliki resolusi spasial


(26)

yang relatif tinggi, dan dapat dihubungkan dengan tabel atribut.

Data spasial (layer default) yang digunakan oleh MapServer adalah data spasial dalam format shapefile ArcView (ESRI). Penelitian ini menggunakan PostGIS dalam format data, agar data spasial dapat disimpan dalam sistem basisdata PostgreSQL. MapServer dapat menampilkan beberapa data spasial vektor dengan format selain shapefile

menggunakan tool atau pustaka OGR. OGR merupakan pustaka open-source. Pustaka ini menyediakan fungsi untuk membaca dan menulis data spasial dalam format shapefile

ArcView, PostGIS, Oracle Spatial, dan Tab/Mif MapInfo. Pembuatan tabel pada PostGIS dengan melakukan import data

shapefile ArcView, dapat digunakan program

shp2pgsql:

Penggunaan sistem manajemen basisdata PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS adalah karena sistem basisdata tersebut memiliki kemampuan untuk melakukan kueri secara spasial. MapServer, CartoWeb, dan PostgreSQL dengan ekstensi PostGIS juga merupakan aplikasi yang open-source

sehingga akan memudahkan pengembangan aplikasi. Hal ini dimungkinkan karena tersedianya dokumentasi dan source code

untuk dipelajari dan dikembangkan melalui lisensi GPL.

5.3 Proses MapServer

MapServer adalah aplikasi yang dijalankan pada web server. Instalasi MapServer membutuhkan beberapa komponen seperti server HTTP Apache, PHP, MapServer CGI, PHP/MapScript, program utiliti (pustaka) GDAL & OGR, dan program utiliti MapServer yaitu shp2img, legend, dan scalebar.

Peta tematik merupakan peta yang memperlihatkan distribusi spasial untuk satu atau lebih tematik (kelas informasi berdasarkan tema) dalam suatu area geografis. Untuk menghasilkan peta tematik pada MapServer dilakukan definisi layer yang menjadi basis tematiknya. Setiap layer pada

mapfile memiliki beberapa CLASS. CLASS

akan mendefinisikan cara tampilan objek unsur spasial. Untuk memisahkan unsur spasial menjadi beberapa kelas digunakan CLASSITEM dengan EXPRESSION sebagai

definisi batas kelas tersebut. Salah satu dari definisi layer dapat dilihat pada halaman sebelah.

5.4 Luaran MapServer

Hasil permintaan sebuah layer peta pada umumnya diimplementasikan dalam format raster atau file gambar yang dianggap standar yaitu GIF, PNG, JPG, dan lainnya. Dalam penelitian ini digunakan format file PNG. Proses kompresi pada PNG tidak menyebabkan adanya data yang hilang dan dapat ditampilkan secara transparency. Format JPG, proses kompresinya menyebabkan ada beberapa data yang hilang dan tidak dapat ditampilkan secara

transparency. Pada format file GIF, walaupun dapat ditampilkan dengan transparency, dukungan tampilannya hanya 8-bit color, berbeda dengan PNG yang mendukung 16-bit

grayscale dan 48-bit true color.

Data geografi yang diproses oleh MapServer akan menghasilkan file gambar dengan format tertentu. Format tersebut berupa PNG. Sistem juga akan memberikan

tool untuk melakukan perbesaran peta,

LAYER

NAME "admin_kecamatan" STATUS ON

DATA "the_geom FROM admin_kecamatan" TYPE LINE CLASSITEM "nama_kec" CONNECTIONTYPE POSTGIS CONNECTION "user=postgres password=postgres dbname=dbd host=localhost" UNITS METERS SIZEUNITS PIXELS LABELITEM "nama_kec" TOLERANCE 0 TOLERANCEUNITS PIXELS TEMPLATE "ttt" METADATA END CLASS NAME "warna" LABEL TYPE BITMAP SIZE MEDIUM POSITION LC OFFSET 0 0 COLOR 0 0 0 END

STYLE

SYMBOL "rechteck-quer-st" COLOR 42 83 180

SIZE 1 END END CLASS NAME "label" END END shp2pgsql -D [shapefile] [tablename]


(27)

perkecilan peta, pergeseran peta, kueri peta, perhitungan jarak dan luas peta, skala peta, dan ukuran peta.

Pengujian

Setelah aplikasi dikonstruksi, dilakukan pengujian untuk mengetahui apakah aplikasi telah memenuhi kebutuhan yang telah didefinisikan. Tahap pengujian untuk aplikasi ini lebih terfokus pada proses, fungsi, dan luaran dari aplikasi. Berikut ini adalah hasil analisis dari beberapa pengujian, yaitu ukuran

file gambar, waktu akses, dan jarak. Hasil dari pengujian black-box selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 16.

6.1 Ukuran File Gambar

Luaran dari proses MapServer adalah suatu file gambar. Ukuran file gambar akan berbeda untuk setiap ukuran peta dan setiap hasil fungsi yang dilakukan pada peta. Untuk mengetahui ukuran file gambar yang dihasilkan dapat dilihat pada Tabel 6.

Dari Tabel 6, urutan proses menunjukkan proses penambahan layer. Urutan paling awal adalah ketika peta dengan tampilan layer default yaitu layer peta dasar. Urutan paling terakhir adalah ketika peta dengan tampilan semua layer diaktifkan. Terlihat bahwa ukuran file gambar yang dihasilkan akan semakin besar untuk setiap penambahan layer. Begitupun sebaliknya, semakin sedikit layer

yang diaktifkan maka semakin kecil ukuran

file gambar. Selanjutnya, semakin besar ukuran peta maka akan semakin besar pula file

gambar yang dihasilkan dan sebaliknya, semakin kecil ukuran peta semakin kecil ukuran file gambarnya.

Tabel 6 Ukuran file gambar peta

Ukuran peta (piksel) Urutan

proses 430x400 600x420 800x600

File gambar (KB)

1 3.30 5.09 7.90 2 5.57 8.64 13.07 3 10.72 17.43 27.47 4 13.37 21.92 34.73

Pengujian lainnya dilakukan pada ukuran

file gambar hasil dari proses perbesaran dan perkecilan skala peta. Pengujian juga dilakukan pada tiga jenis ukuran peta, yaitu 430x400, 600x420, dan 800x600 piksel (Gambar 23 dan 24).

0 2 4 6 8 10 12

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan U kur an file g am b ar ( KB) .

430x400 600x420 800x600 Gambar 23 Grafik ukuran file gambar proses

pembesaran skala.

Hasil dari pengujian proses pembesaran skala peta menghasilkan ukuran file gambar yang semakin kecil, dari peta awal yang belum diperbesar hingga peta yang telah dilakukan perbesaran 10x. Hal ini terjadi karena semakin besar skala peta maka semakin sedikit objek spasial yang akan ditampilkan, sehingga berpengaruh terhadap ukuran file gambar yang dihasilkan. Sebaliknya, proses perkecilan skala peta menghasilkan ukuran file gambar yang semakin besar, karena semakin banyak objek spasial yang akan ditampilkan dalam peta.

Dari Gambar 23 terlihat pada proses ulangan ke-1 ukuran file gambar yang meningkat lalu kemudian menurun. Ini terjadi karena pada gambar peta ulangan ke-2 memiliki objek spasial yang lebih banyak daripada objek spasial pada peta ulangan ke-1. Akan tetapi, pada ulangan ke-3 dan seterusnya objek spasial yang ditampilkan semakin berkurang, berakibat pada semakin kecilnya ukuran file gambar.

0 2 4 6 8 10 12

0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan Uk u ra n fi le ga m b ar ( K B ) .

430x400 600x420 800x600 Gambar 24 Grafik ukuran file gambar proses

perkecilan skala.

Begitu juga halnya pada Gambar 24. Dari ulangan ke-1 hingga ulangan ke-9, perkecilan skala peta menambah objek spasial yang


(28)

ditampilkan. Namun, pada ulangan ke-10 ukuran file gambar menurun karena objek spasial yang ditampilkan lebih sedikit daripada ulangan ke-9. Walaupun demikian, dapat disimpulkan bahwa semakin besar skala peta maka semakin kecil ukuran file gambar. Sebaliknya, semakin kecil skala peta maka semakin besar ukuran file gambar.

6.2 Waktu Akses

Sistem informasi geografis yang dihasilkan oleh MapServer akan memerlukan waktu akses melalui browser web. Pengujian waktu akses dilakukan dengan menggunakan

web server Lab. SEINS Dept. Ilkom IPB

Dramaga. Perangkat lunak dan keras sesuai dengan spesifikasi pada tahapan perancangan. Akses diperoleh melalui komputer client yang terhubung jaringan LAN dengan web server.

Waktu akses adalah waktu antara permintaan oleh pengguna hingga hasilnya ditampilkan pada browser. Pengukuran waktu akses dihitung pada setiap proses, yaitu proses

loading awal peta, perbesaran skala,

perkecilan skala, kueri, dan pergeseran. Ukuran peta untuk pengujian ini sama dengan ketika uji ukuran file gambar, yaitu 430x400, 600x420, dan 800x600 piksel. Ulangan untuk masing-masing ukuran peta dilakukan sebanyak sepuluh kali (Gambar 25, 26, 27, 28, dan 29). 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a ks es ( d et ik)

430x300 600x420 860x600 Gambar 25 Grafik waktu akses proses

loading awal peta.

Waktu proses loading awal peta adalah waktu untuk menampilkan peta untuk perrtama kali di browser web. Waktu proses perbesaran skala merupakan waktu yang diperlukan untuk menghasilkan peta dengan skala yang lebih besar dari sebelumnya. Waktu proses perkecilan peta didapat dari waktu untuk mendapatkan peta dengan skala yang lebih kecil dari sebelumnya.

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a ks es ( d et ik)

430x300 600x420 860x600 Gambar 26 Grafik waktu proses perbesaran

skala.

Gambar 28 menunjukkan waktu proses yang dilakukan untuk menampilkan hasil kueri. Kueri dilakukan dengan memilih objek spasial tertentu, kemudian MapServer akan menandai objek yang dikueri serta menampilkan tabel hasil kueri pada browser

web.

Untuk pengukuran waktu proses pergeseran diperoleh dengan menggeser peta ke berbagai arah penjuru mata angin. Arah penjuru mata angin tersebut adalah arah utara, timur laut, timur, tenggara, selatan, barat daya, barat, dan barat laut. Hasil pengukuran dapat dilihat pada Gambar 29.

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a k se s ( d et ik)

430x300 600x420 860x600 Gambar 27 Grafik waktu proses perkecilan

skala. 0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a ks es ( d et ik)

430x300 600x420 860x600 Gambar 28 Grafik waktu proses kueri.


(29)

0.000 2.000 4.000 6.000 8.000 10.000 12.000 14.000 16.000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Ulangan W akt u a ks es ( d et ik)

430x300 600x420 860x600 Gambar 29 Grafik waktu proses pergeseran.

Secara keseluruhan, nilai waktu akses untuk setiap proses tidak berbeda jauh. Dari Gambar 25-29 terlihat tidak terdapatnya perbedaan waktu yang cukup signifikan antar ulangan. Perbedaan ukuran peta juga tidak terlihat mempengaruhi ukuran waktu akses. Dapat disimpulkan bahwa untuk proses fungsi yang berbeda tidak mempengaruhi waktu akses, kecuali untuk proses loading awal peta. Nilai rata-rata waktu akses yang diperoleh dari semua ukuran peta adalah 6.069 detik. Waktu akses 6-10 detik cukup baik untuk waktu respon web (Galitz 2002). Hasil perolehan dari ukuran waktu akses secara keseluruhan dapat dilihat melalui Tabel 7. Tabel 7 Waktu akses sistem

Ukuran peta (piksel) Proses

430x300 600x420 860x600 Waktu akses (detik)

A* 4.813 4.311 4.958

B 5.759 5.897 6.195 C 6.806 5.630 6.033 D 6.356 7.770 6.147 E 5.718 7.167 7.480 Rata-rata 5.891 6.155 6.162

Rata-rata keseluruhan 6.069

*A: loading awal peta; B: perbesaran skala; C:

perkecil-an skala; D: kueri; E: pergeserperkecil-an.

6.3 Jarak

Salah satu fungsi yang disediakan oleh MapServer adalah penghitungan jarak antara dua objek spasial. Pengujian dilakukan untuk melihat perbandingan ukuran jarak yang dihasilkan MapServer dengan jarak yang sebenarnya di lapangan. Sebagai acuan akan digunakan peta yang diperoleh dari Balai Geomatika Bakosurtanal. Objek spasial yang ada di peta tersebut akan diukur melalui perangkat lunak ArcView. Pengukuran jarak objek spasial di muka bumi diperoleh melalui GPS, sedangkan untuk pengukuran objek

spasial dari luaran sistem aplikasi web digunakan fungsi yang telah disediakan oleh MapServer.

Terdapat tiga objek spasial yang akan diukur jaraknya. Objek spasial tersebut adalah kantor walikota bogor, air mancur, dan tugu kujang (Tabel 8).

Tabel 8 Ukuran jarak

Jarak (meter) Perangkat

A* B C ArcView 1634 2427 1376 GPS 1595 2449 1371 MapServer 1629 2418 1370 Rata-rata 1619 2431 1372

*A: kantor walikota – air mancur; B: air mancur – tugu

kujang; C: tugu kujang – kantor walikota.

Dari Tabel 8 didapat perbandingan ukuran jarak yang didapat antara MapServer, ArcView, dan GPS. Hasil jarak yang didapat berbeda untuk setiap perangkat. Dalam menggunakan MapServer, jarak dihitung dengan menarik garis lurus antara dua objek, yaitu objek yang satu dengan objek yang lainnya. Ketepatan untuk meletakkan kursor

di browser web sangat mempengaruhi hasil

jarak yang didapat. Dalam hal yang sama, pengukuran jarak dengan menggunakan ArcView juga dengan menarik garis lurus antara dua objek. Ketepatan pointer yang diletakkan pada objek sangat mempengaruhi hasil dari kalkulasi jarak. Disimpulkan dari hasil perhitungan jarak bahwa jarak yang diperoleh dari MapServer tidak berbeda jauh dengan jarak yang diperoleh dari ArcView maupun GPS.

Penentuan posisi objek dengan GPS dilakukan dengan satu pesawat penerima

(receiver). Akurasi untuk ukuran jarak yang

diperoleh melalui GPS ini adalah sekitar 25-50 meter (Gopi 2005). Artinya posisi sebenarnya berada dalam radius 25-50 meter dari posisi yang didapat melalui GPS. Hal ini terkait dengan GPS yang digunakan, yaitu tipe navigasi. Pengujian menentukan jarak antara posisi untuk penelitian ini dengan menggunakan GPS tipe navigasi sudah mencukupi.

Faktor lain yang mempengaruhi keakuratan hasil dari GPS adalah kondisi di lapangan dengan pohon yang lebat dan tinggi dan kondisi cuaca yang berawan. Keadaan tersebut mempengaruhi sinyal satelit yang diperoleh sehingga mempengaruhi posisi yang didapat.


(1)

Lampiran 15 Lanjutan

Tabel temp_2006

Nama kolom Tipe data Keterangan gid serial primary key, not null id_kel bigint

jan double precision

jan double precision

feb double precision

mar double precision

apr double precision

mei double precision

jun double precision

jul double precision

agt double precision

sep double precision

okt double precision

nov double precision

des double precision

the_geom geometry

Tabel geometry_columns

Nama kolom Tipe data Keterangan f_table_catalog character (256) primary key, not null f_table_schema character (256) primary key, not null f_table_name character (256) primary key, not null f_geometry_column character (256) primary key, not null coord_dimension integer not null

srid integer not null

type character (30) not null

Tabel spatial_ref_sys

Nama kolom Tipe data Keterangan srid integer primary key, not null auth_name character (256) auth_srid integer

srtext character (2048)


(2)

Pengujian Fungsi Memilih Tema Aktif Peta

No. Deskripsi Uji Kondisi Awal Skenario Uji Hasil yang Diharapkan Hasil yang Muncul Status

1

Memeriksa pilihan layer, sehingga terdapat tampilan tema peta yang sesuai

Berada pada halaman awal peta atau setelah pengguna menekan tombol "refresh"

Pengguna mengaktifkan layer penderita DBD titik dalam tahun 2006, kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer titik DBD tahun 2006

Peta dengan layer titik DBD tahun 2006

1* Pengguna mengaktifkan layer jumlah

penderita DBD poligon pada bulan tertentu, misalnya Januari, kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer poligon DBD bulan Januari

Peta dengan layer poligon DBD bulan

Januari 1 Pengguna mengaktifkan layer CH rataan

2002-2006 pada bulan tertentu, misalnya Januari, kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer CH rataan 2002-2006 bulan Januari

Peta dengan layer CH rataan 2002-2006 bulan Januari 1 Pengguna mengaktifkan layer relasi rataan

2002-2006 pada bulan tertentu, misalnya bulan Januari, kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer relasi rataan 2002-2006 bulan Januari

Peta dengan layerrelasi rataan 2002-2006 bulan Januari 1 Pengguna mengaktifkan layer sebaran CH

tahun 2006 bulan Januari, kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer sebaran CH tahun 2006 bulan Januari

Peta dengan layer sebaran CH tahun 2006 bulan Januari

1 Pengguna mengaktifkan layer kontur

sebaran CH tahun 2006 bulan Januari, kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer kontur sebaran CH tahun 2006 bulan Januari

Peta dengan layer kontur sebaran CH tahun 2006 bulan Januari

1 Pengguna mengaktifkan layer peta dasar,

kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer peta dasar

Peta dengan layer peta

dasar 1

Pengguna mengaktifkan layer administrasi kecamatan, kemudian pengguna menekan

tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer administrasi kecamatan

Peta dengan layer


(3)

Lampiran 16 Lanjutan

Pengguna mengaktifkan layer administrasi kelurahan, kemudian pengguna menekan

tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer administrasi kelurahan

Peta dengan layer

administrasi kelurahan 1 Pengguna mengaktifkan layer sungai,

kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer sungai

Peta dengan layer

sungai 1 Pengguna mengaktifkan layer jalan,

kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer jalan

Peta dengan layer jalan 1 Pengguna mengaktifkan layer landuse

(tataguna lahan), kemudian pengguna menekan tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer landuse

Peta dengan layer

landuse 1 Pengguna mengaktifkan layer bangunan

dengan melakukan perbesaran melalui tombol "zoom in" dan mengklik kursor pada peta sebanyak dua kali (layer bangunan akan aktif setelah dilakukan dua kali perbesaran)

Tampilan peta dengan layer bangunan

Peta dengan layer bangunan

1

Pengguna mengaktifkan layer stratifikasi tahun 2006, kemudian pengguna menekan

tombol "refresh"

Tampilan peta dengan layer stratifikasi tahun 2006

Peta dengan layer

stratifikasi tahun 2006 1

*1: Hasil sesuai harapan (OK); 2: Hasil tidak sesuai harapan (FAIL).

Pengujian Fungsi Melakukan Edit Peta

No. Deskripsi Uji Kondisi Awal Skenario Uji Hasil yang Diharapkan Hasil yang Muncul Status

1

Menambah data penderita DBD per- titik

Berada pada halaman awal peta atau setelah pengguna menekan tombol "refresh"

Pengguna melakukan upload file SHP, SHX, dan DBF yang berisi data titik penderita DBD yang terletak pada koordinat (696900, 9269543)

Terdapat tambahan titik penderita DBD pada peta dilengkapi dengan atribut penderita DBD di koordinat (696900, 9269543)

Peta dengan titik penderita DBD di koordinat (696900, 9269543) beserta atribut penderita DBD


(4)

Layer titik yang bisa di-edit telah diaktifkan, misalnya layer penderita titik DBD, kemudian memilih kursor untuk menambah data titik

Pengguna meletakkan kursor di lokasi penderita DBD pada peta, misalnya di koordinat (699832, 9270356), kemudian akan muncul form isian untuk memasukkan data atribut penderita DBD, berupa umur, kelamin, alamat, dan bulan terkena DBD

Terdapat tambahan titik penderita DBD pada peta di koordinat (699832, 9270356) dilengkapi dengan atribut penderita DBD yang dimasukkan oleh pengguna

Peta dengan titik penderita DBD di koordinat (699832, 9270356) beserta atribut penderita DBD yang telah ditambah

1

2

Mengubah data penderita DBD

Layer titik yang bisa di-edit telah diaktifkan, misalnya layer penderita titik DBD, kemudian memilih kursor untuk mengubah data titik

Pengguna meletakkan kursor di lokasi penderita DBD pada peta di koordinat (696900, 9269543), kemudian akan muncul form isian untuk mengubah data atribut penderita DBD, misalnya dengan mengubah bulan terkena DBD menjadi bulan Januari

Terdapat titik penderita DBD pada peta di koordinat (696900, 9269543) dilengkapi dengan atribut penderita DBD yang telah diubah oleh pengguna, yaitu perubahan data bulan menjadi bulan Januari

Peta dengan titik penderita DBD di koordinat (696900, 9269543) beserta atribut penderita DBD yang telah diubah, yaitu bulan terkena DBD menjadi bulan Januari

1

3

Menghapus data penderita DBD

Layer titik yang bisa di-edit telah diaktifkan, misalnya layer penderita titik DBD, kemudian memilih kursor untuk menghapus data titik

Pengguna meletakkan kursor di lokasi penderita DBD pada peta koordinat (696900, 9269543), kemudian akan muncul dialog untuk mengklarifikasi penghapusan data

Tidak terdapat titik penderita DBD pada peta di koordinat (696900, 9269543) yang telah dihapus oleh pengguna

Peta dengan tidak adanya titik penderita DBD di koordinat (696900, 9269543) yang telah dihapus

1

*1: Hasil sesuai harapan (OK); 2: Hasil tidak sesuai harapan (FAIL).

Pengujian Fungsi Mencetak Tampilan Peta

No. Deskripsi Uji Kondisi Awal Skenario Uji Hasil yang Diharapkan Hasil yang Muncul Status

1

Mencetak tampilan peta dalam bentuk PDF

Berada pada halaman peta atau setelah pengguna menekan tombol "reset session"

Pengguna memilih tema yang diinginkan, kemudian memilih format hasil cetakan dalam bentuk A4, mengisi judul cetakan, dan memilih untuk menampilkan legenda

Hasil cetakan dengan format hasil cetakan dalam bentuk A4, terdapat judul cetakan, dan legenda

FilePDF dengan format A4, terdapat judul


(5)

Lampiran 16 Lanjutan

Pengujian Fungsi Manipulasi Tampilan Peta

No. Deskripsi Uji Kondisi Awal Skenario Uji Hasil yang Diharapkan Hasil yang Muncul Status

1

Melakukan perubahan ukuran peta

Berada pada halaman peta atau setelah pengguna menekan tombol "reset session"

Pengguna melakukan perbesaran dengan memilih ukuran peta 1240x840

Tampilan peta dengan ukuran 1240x840

Peta dengan ukuran

1240x840 1*

2

Melakukan perubahan skala peta

Berada pada halaman peta atau setelah pengguna menekan tombol "reset session"

Pengguna melakukan perubahan dengan memilih skala peta 1:100000

Tampilan peta dengan skala 1:100000

Peta dengan skala

1:100000 1

3

Menggeser posisi peta Berada pada halaman peta atau setelah pengguna menekan tombol "reset session"

Pengguna menggeser peta dengan memilih tombol "pan" kemudian menggeser peta ke arah yang diinginkan, misalnya ke arah selatan

Tampilan peta bergeser ke arah utara sejauh

pergeseran yang

dilakukan oleh pengguna

Peta yang telah bergeser ke arah utara

1 Pengguna menggeser peta dengan memilih

tombol "S" yang artinya akan menggeser peta ke arah selatan

Tampilan peta bergeser ke arah selatan

Peta yang telah bergeser ke arah selatan 1

4

Melakukan full-extent peta

Berada pada halaman peta dengan peta yang telah diperbesar, diperkecil, atau digeser

Pengguna melakukan full-extent dengan memilih tombol "full-extent"

Tampilan peta dalam posisi full-extent

Peta dalam posisi full-extent

1

*1: Hasil sesuai harapan (OK); 2: Hasil tidak sesuai harapan (FAIL).

Pengujian Fungsi Melakukan Kueri Peta

No. Deskripsi Uji Kondisi Awal Skenario Uji Hasil yang Diharapkan Hasil yang Muncul Status

1

Melakukan kueri titik Layer titik yang bisa dikueri telah diaktifkan, misalnya layer penderita titik DBD

Pengguna melakukan kueri titik dengan memilih tombol "query" kemudian memilih titik yang diinginkan di koordinat (696900, 9269543)

Tampilan titik penderita DBD di koordinat (696900, 9269543) yang dikueri akan di-hilightdan terdapat tabel atribut hasil kueri

Titik penderita DBD di koordinat (696900, 9269543) yang di-hilight dan tabel atribut hasil kueri


(6)

2

Melakukan kueri poligon Layer poligon yang bisa dikueri telah diaktifkan, misalnya layer peta dasar

Pengguna melakukan kueri poligon dengan memilih tombol "query" kemudian memilih poligon yang diinginkan, misalnya poligon Baranang Siang

Tampilan poligon Baranang Siang yang dikueri akan di-hilightdan terdapat tabel atribut hasil kueri yaitu jumlah penderita DBD lima tahun dalam satu wilayah poligon (kelurahan) tersebut

Poligon Baranang Siang yang di-hilight dan tabel atribut hasil kueri berisi jumlah penderita DBD lima tahun dalam satu wilayah poligon (kelurahan) tersebut

1

*1: Hasil sesuai harapan (OK); 2: Hasil tidak sesuai harapan (FAIL).

Pengujian Fungsi Melakukan Perhitungan Peta

No. Deskripsi Uji Kondisi Awal Skenario Uji Hasil yang Diharapkan Hasil yang Muncul Status

1

Menghitung jarak titik pada peta

Berada pada halaman peta atau setelah pengguna menekan tombol "refresh", posisi peta berada di sekitar kelurahan Baranang Siang dan layer bangunan telah diaktifkan

Pengguna memilih tombol "distance" kemudian mengklik satu titik pada peta dan mengklik lagi pada satu titik lainnya, misalnya mengklik pada titik tugu Kujang dan mengklik pada titik kantor walikota Bogor

Hasil perhitungan jarak antara titik tugu Kujang dan titik kantor walikota Bogor dalam meter, yaitu sekitar 1376 meter

Jarak antara titik tugu Kujang dan titik kantor walikota Bogor sekitar 1370 meter 1

*

2

Menghitung luas permukaan pada peta

Berada pada halaman peta atau setelah pengguna menekan tombol "refresh"

Pengguna memilih tombol "surface" kemudian mengklik satu titik kemudian mengklik lagi di lokasi lain dan diulangi beberapa kali sampai membentuk satu poligon utuh, misalnya membentuk poligon kelurahan Baranang Siang

Hasil perhitungan luas permukaan dari poligon yang terbentuk dalam meter persegi yaitu sekitar 280 meter persegi

Luas permukaan poligon Baranang Siang sekitar 280 meter

persegi 1