Pendekatan Jaringan Sosial Dinamis Untuk Pemodelan Penyebaran Penyakit Infeksi

PENDEKATAN JARINGAN SOSIAL DINAMIS UNTUK PEMODELAN PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI
DISERTASI
Oleh FIRMANSYAH 098110020/Ilmu Matematika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

PENDEKATAN JARINGAN SOSIAL DINAMIS UNTUK PEMODELAN PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Program Studi Doktor Ilmu Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sumatera Utara
Oleh FIRMANSYAH 098110020/Ilmu Matematika
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN 2013
Universitas Sumatera Utara

Judul Tesis
Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: PENDEKATAN JARINGAN SOSIAL DINAMIS UNTUK PEMODELAN PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI
: Firmansyah : 098110020 : Doktor Matematika

Menyetujui, Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Tulus, M.Si) Promotor

(Dr. Marwan Ramli, M.Si) Co-Promotor

(Prof. Dr. Herman Mawengkang) Co-Promotor

Ketua Program Studi (Prof. Dr. Herman Mawengkang)
Tanggal lulus: 16 Agustus 2013

Dekan (Dr. Sutarman, M.Sc)
Universitas Sumatera Utara

Telah diuji pada Tanggal 16 Agustus 2013
PANITIA PENGUJI TESIS Ketua : Prof. Dr. Tulus, M.Si Anggota : 1. Dr. Marwan Ramli, M.Si
2. Prof. Dr. Herman Mawengkang 3. Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc 4. Dr. M. D. H Gamal, M.Sc
Universitas Sumatera Utara

PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam disertasi saya yang Berjudul:
PENDEKATAN JARINGAN SOSIAL DINAMIS UNTUK PEMODELAN PENYEBARAN PENYAKIT INFEKSI

Merupakan gagasan atau hasil penelitian disertasi saya sendiri dengan pembimbingan para komisi pembimbing, kecuali yang dengan ditunjukkan rujukannya. Disertasi ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lainnya.
Semua data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.
Medan, Agustus 2013 Penulis,
Firmansyah
i
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Walaupun perkembangan medis dapat mereduksi konsekuensi penyebaran penyakit menular, pencegahan wabah tetap menjadi tumpuan utama. Setelah suatu model diformulasikan yang mengandung fitur utama perkembangan dan transmisi penyakit menular, selanjutnya model tersebut dapat dipakai untuk memprediksi,membuat strategi pemberantasan, mengendalikan atau mencegah penyebaran. Pemodelan penyebaran penyakit memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Kehidupan sosial manusia jauh lebih kompleks melebihi populasi yang beraneka ragam. Hal ini juga berlaku untuk sistem kompleks lainnya dimana kumpulan individu membentuk suatu jenis jaringan melalui terjadinya transmisi penyakit. Dinamika transmisi penyakit menular sensitif terhadap pola interaksi diantara individu rentan (susceptible) dan tertular (infectious). Kontak sosial manusia sangat heterogen dan berkelompok. Untuk memprediksi dampak dari pola ini terhadap transmisi penyakit menular, para epidemiologis menggunakan model jaringan acak, yang mana node menyajikan individu terpapar, tertular atau sembuh dan keterhubungan menyajikan kontak transmisi. Pada umumnya model-model ini tidak mengikut sertakan pengelompokan dan variabilitas dalam periode wabah. Disertasi ini mengajukan model matematika yang didasarkan pada dinamika kontak manusia untuk memprediksi penyebaran penyakit menular. Artinya, model mengikut-sertakan keterhubungan heterogen dan pengelompokan. Tipe model penyebaran (epidemi) yang diteliti adalah tipe model terpapar, tetular, sembuh dan terpapar, atau yang lebih dikenal sebagai tipe SIRS. Acuan dasar yang dipakai untuk diperolehnya model transmisi adalah model mean-field. Nilai Basic Reproduction Number (R0) dapat diperoleh dari model yang disajikan dalam bentuk Persamaan Diferensial Biasa (PDB). Model PDB ini disimulasikan sehingga dapat memberikan prediksi pada pola pengendalian penularan.
Kata kunci: Epidemiologi, Heterogen, Jaringan sosial.
ii
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT Although medical developments can reduce the consequences of the spread of infectious diseases, epidemic prevention remains the main pedestal. Having formulated a model that contains the main features of the development and transmission of infectious diseases, it can be used to predict different strategic to eradicate, control or prevent the spread. Modeling the spread of disease, although less accurate, still has the potential to improve human life. Human social life is much more complex than the diverse population. This is also true for other complex systems in which a collection of individuals form a kind of network through which the diseases spread. Transmission dynamics of infectious diseases are sensitive to patterns of interaction among exposed individuals (susceptible) and infected (infectious). Human social contacts and groups are known to be highly heterogeneous. To predict the impact of these patterns on the transmission of infectious disease, epidemiologists used random network model, in which the individual presents stains exposed, infected or recovered and connected-ness presents contact transmission. In general, these models do not include grouping and variability in the outbreak period. This dissertation propose a mathematical model based on the dynamics of human contact to predict the spread of infectious diseases. That is, the model includes heterogeneous connectivity and clustering. Types of deployment (epidemic) models examined are the susceptible, infectious, recovered and susceptible types, or better known as the type of SIRS. Baselines used for obtaining transmission model are the mean-field models. Basic value of reproduction number (R0) can be obtained from the model presented in the form of Ordinary Differential Equations (ODE). ODE model is simulated in order to provide predictive patterns of transmission control.
Keywords: Epidemic, Heterogeneous, Social network.
iii
Universitas Sumatera Utara

KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirobbilalamin, puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat pertolonganNYA disertasi ini dapat diselesaikan penyusunannya sehingga hendaknya dapat menjadi salah satu landasan dalam pengembangan ilmu matematika dibidang pemodelan. Penelitian dalam disertasi ini bertujuan untuk mengkonstruksikan model matematika yang berhubungan dengan Pendekatan Jaringan Sosial Dinamis untuk Pemodelan Penyebaran Penyakit Infeksi Penulis mengucapkan terima kasih yang sebanyak-banyaknya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Syahril Pasaribu,DTM & H,CTM, Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu Matematika di S3 Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) USU.
2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc selaku Dekan FMIPA USU yang telah memberikan kemudahan dalam mengakses fasilitas yang tersedia di FMIPA USU.
3. Bapak Prof. Dr. Herman Mawengkang selaku Ketua Program Studi Doktor Ilmu Matematika FMIPA USU sekaligus sebagai co-promotor yang tidak bosan-bosannya memberikan bimbingan, arahan, motivasi dan ikut mencarikan bahan-bahan yang diperlukan serta dukungan hingga disertasi/tulisan ini terwujud.
iv
Universitas Sumatera Utara

4. Bapak Prof. Dr. Saib Suwilo, M.Sc selaku Sekretaris Program Studi Doktor Ilmu Matematika FMIPA USU, dosen dan penguji yang telah banyak memberikan masukan-masukan yang sangat berarti bagi terwujudnya disertasi/tulisan ini.
5. Bapak Prof. Dr. Tulus, MS selaku Ketua/promotor yang selalu tanpa bosan memberikan pembimbingan dan masukan hingga disertasi/tulisan ini terwujud.
6. Bapak Dr. Marwan Ramli, MS selaku dosen dan sekaligus sebagai copromotor yang selalu siap sedia menyediakan waktu dan pikiran dalam membimbing saya untuk menyelesaikan disertasi/tulisan ini.
7. Bapak Dr.M. D. H. Gamal, M.Sc selaku penguji dari dosen luar yang telah banyak memberikan masukan-masukan berharga melalui pertanyaan dan kritik untuk perbaikan disertasi/tulisan ini.
8. Bapak Rektor UMN Al Washliyah besertaWakil-Wakil Rektor yang telah memberikan bantuan moril maupun material semasa saya menempuh pendidikan.
9. Ayahnda H.M. Nasir Padjim dan Hj. Ibunda Saibah Binti Senaris (Alm) yang telah memberikan contoh teladan, kasih sayang yang tak terhingga, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini.
10. Ayahnda mertua HM. Jazid dan Ibunda Hj. Jusnah yang tak mengenal lelah dalam memberikan motivasi dan kasih sayangnya yang tulus. v
Universitas Sumatera Utara

11. Istri dan anak-anak tercinta yang telah banyak berkorban dan banyak memberikan perhatian serta pengetian yang sangat berarti dalam perjalanan hidup dan studi saya.
12. Ibu Misisani,S.Si selaku KTU Program Studi yang selalu memberikan pelayanan admistrasi, petunjuk kelengkapan dan peringatan tentang waktuwaktu penting selama mengikuti Program S3 Matematika di FMIPA USU.
13. Semua teman-teman seperjuangan di Program S3 Matematika FMIPA USU angkatan 2009 yang selalu berbagi dan saling memotivasi atas kekurangan dan kelebihan yang ada, terutama kepada teman saya Bapak Dr. Hotman Simbolon, MS yang selalu memberikan motivasi,dukungan dan semangat yang luar biasa yang sangat saya rasakan dan sangat berarti bagi saya.
14. Teman-teman Dosen di UMN Al Washliyah dan semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian disertasi/tulisan ini.
Medan, Agustus 2013 Penulis,

Firmansyah
vi
Universitas Sumatera Utara

RIWAYAT HIDUP Firmansyah lahir dari Ayahnda bernama H. Muhammad Nasir Padjim dan Ibunda Hj.Saibah binti Senaris (Alm) di Kota Jaya (Kabupaten Lahat Propinsi Sumatera Selatan) padatanggal 10 Nopember 1967. Penulis merupakan anak ke6 dari 10 bersaudara, dengan Istri bernama Fismarini,SE,Akt dan dikaruniai 3 orang anak, yaitu Faza H. Adli, Adinda Aisyah dan Amanda Azzahra. Pada tahun 1987 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Lahat dan melanjutkan pendidikan di Jurusan Pendidikan Matematika Universitas Sriwijaya Palembang, lulus pada tahun 1992 dengan status (ex) penerima beasiswa Ikatan Dinas (TID) dari Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia. Pada tahun 1994 penulis mengikuti program PraPasca-sarjana pada program Studi Matematika Universitas Gadjah Mada dan ditahun berikutnya mengikuti Program Pasca Sarjana pada program Studi yang sama dan selesai ditahun 1997 (diwisuda tahun 1998). Berikutnya, pada tahun 2009 penulis mendapat kesempatan mengikuti Program S3 Matematika di Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Universitas Sumatera (USU) dan berkat bimbingan dan arahan para Dosen/Staf pengajar di S3 Matematika FMIPA USU, penulis sering mengikuti seminar dan konferensi baik tingkat regional, nasional maupun internasional. Selanjutnya pada tahun 1993 sampai sekarang penulis adalah dosen PNS yang ditempatkan di Kopertis Wilayah I DPK pada IKIP Al Washliyah Medan yang sekarang berubah nama menjadi Universitas Muslim Nusantara (UMN) Al Washliyah Medan.
vii
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR ISI

Halaman

PERNYATAAN ABSTRAK ABSTRACT KATA PENGANTAR RIWAYAT HIDUP DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

i ii iii iv vii viii x xi

BAB 1 PENDAHULUAN

1


1.1 Latar Belakang 1.2 Permasalahan 1.3 Tujuan Penelitian 1.4 Urgensi Model Epidemi

1 9 9 10

BAB 2 BEBERAPA MODEL EPIDEMI

14

2.1 Model Pertumbuhan Populasi 2.1.1 Model pertumbuhan populasi exponensial
2.2 Model Epidemi Deterministik (Populasi Tertutup) 2.2.1 Model epidemi SI 2.2.2 Model epidemi SIS 2.2.3 Model epidemi SIR
2.3 Model Epidemi Deterministik (Populasi Terbuka) 2.3.1 Model SI 2.3.2 Model SIR

14 14 18 19 21 22 24 24 25

viii
Universitas Sumatera Utara

2.3.3 Model SIRS
BAB 3 KONSTRUKSI R0DAN JARINGAN SOSIAL
3.1 Basic Reproduction Number (R0) 3.2 Persamaan Logistik dalam Epidemiologi 3.3 Model Pertambahan Perokok 3.4 Model Epidemi Measles 3.5 Model Satu Agen Infeksi 3.6 Model Infeksi SEIR 3.7 Jaringan Sosial

3.7.1 Graph dan graph berarah 3.7.2 Ordo, ukuran dan densitas 3.7.3 Subgraph dan clique 3.7.4 Graph random sederhana dan graph berarah 3.7.5 Graph random markov 3.8 Aproksimasi Mean-Field
BAB 4 PEMODELAN
4.1 Model Jaringan 4.2 Model Mean-Field untuk Jaringan Acak
4.2.1 Model baku mean-field 4.2.2 Modifikasi mean-field model 4.3 Ekspresi Ro pada Jaringan
BAB 5 KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan 5.2 Penelitian Lebih Lanjut DAFTAR PUSTAKA

25
26
26 27 30 34 37 40 44 46 48 50 52 56 57
60
65 66 66 68 71
74
74 75 76

ix
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR TABEL


Nomor

Judul

3.1 Matriks ajensi untuk graph Gambar 3.1

Halaman 48

x
Universitas Sumatera Utara

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Judul

Halaman

2.1 Model SI dengan β = 0, 1 dan nilai awal S(0) = 10, I(0) = 0, 1


21

2.2 Model SIRS dengan α = 0, 2, β = 0, 1, λ = 0, 2 dan nilai awal S(0) =

10, I(0) = 0, 1 dan R(0) = 0

24

3.1 Graph dengan 17 node (jaringan persahabatan)

47

3.2 Graph berarah dengan 37 node (jaringan kolaborasi )

48

3.3 Sebaran degree untuk graph pertemanan mutual

50


3.4 Sebaran geodesik untuk graph pertemanan mutual

52

3.5 Graph tak bebas untuk graph random Marokov pada 4 node

57

xi
Universitas Sumatera Utara

ABSTRAK
Walaupun perkembangan medis dapat mereduksi konsekuensi penyebaran penyakit menular, pencegahan wabah tetap menjadi tumpuan utama. Setelah suatu model diformulasikan yang mengandung fitur utama perkembangan dan transmisi penyakit menular, selanjutnya model tersebut dapat dipakai untuk memprediksi,membuat strategi pemberantasan, mengendalikan atau mencegah penyebaran. Pemodelan penyebaran penyakit memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Kehidupan sosial manusia jauh lebih kompleks melebihi populasi yang beraneka ragam. Hal ini juga berlaku untuk sistem kompleks lainnya dimana kumpulan individu membentuk suatu jenis jaringan melalui terjadinya transmisi penyakit. Dinamika transmisi penyakit menular sensitif terhadap pola interaksi diantara individu rentan (susceptible) dan tertular (infectious). Kontak sosial manusia sangat heterogen dan berkelompok. Untuk memprediksi dampak dari pola ini terhadap transmisi penyakit menular, para epidemiologis menggunakan model jaringan acak, yang mana node menyajikan individu terpapar, tertular atau sembuh dan keterhubungan menyajikan kontak transmisi. Pada umumnya model-model ini tidak mengikut sertakan pengelompokan dan variabilitas dalam periode wabah. Disertasi ini mengajukan model matematika yang didasarkan pada dinamika kontak manusia untuk memprediksi penyebaran penyakit menular. Artinya, model mengikut-sertakan keterhubungan heterogen dan pengelompokan. Tipe model penyebaran (epidemi) yang diteliti adalah tipe model terpapar, tetular, sembuh dan terpapar, atau yang lebih dikenal sebagai tipe SIRS. Acuan dasar yang dipakai untuk diperolehnya model transmisi adalah model mean-field. Nilai Basic Reproduction Number (R0) dapat diperoleh dari model yang disajikan dalam bentuk Persamaan Diferensial Biasa (PDB). Model PDB ini disimulasikan sehingga dapat memberikan prediksi pada pola pengendalian penularan.
Kata kunci: Epidemiologi, Heterogen, Jaringan sosial.
ii
Universitas Sumatera Utara

ABSTRACT Although medical developments can reduce the consequences of the spread of infectious diseases, epidemic prevention remains the main pedestal. Having formulated a model that contains the main features of the development and transmission of infectious diseases, it can be used to predict different strategic to eradicate, control or prevent the spread. Modeling the spread of disease, although less accurate, still has the potential to improve human life. Human social life is much more complex than the diverse population. This is also true for other complex systems in which a collection of individuals form a kind of network through which the diseases spread. Transmission dynamics of infectious diseases are sensitive to patterns of interaction among exposed individuals (susceptible) and infected (infectious). Human social contacts and groups are known to be highly heterogeneous. To predict the impact of these patterns on the transmission of infectious disease, epidemiologists used random network model, in which the individual presents stains exposed, infected or recovered and connected-ness presents contact transmission. In general, these models do not include grouping and variability in the outbreak period. This dissertation propose a mathematical model based on the dynamics of human contact to predict the spread of infectious diseases. That is, the model includes heterogeneous connectivity and clustering. Types of deployment (epidemic) models examined are the susceptible, infectious, recovered and susceptible types, or better known as the type of SIRS. Baselines used for obtaining transmission model are the mean-field models. Basic value of reproduction number (R0) can be obtained from the model presented in the form of Ordinary Differential Equations (ODE). ODE model is simulated in order to provide predictive patterns of transmission control.
Keywords: Epidemic, Heterogeneous, Social network.

iii
Universitas Sumatera Utara

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Wabah penyakit infeksi seperti penyakit SARS, flu burung, flu babi yang terjadi berturut-turut pada tahun 2002, 2003 dan 2006 yang mencemaskan dan memakan banyak korban serta menimbulkan berbagai dampak psikologis maupun kerugian material, membuat para peneliti berpikir tentang pentingnya pemahaman dan prediksi dinamika penyebaran penyakit infeksi, sehingga dampak dari penyebaran penyakit tersebut dapat diminamilisir. Pakar dan ilmuan merasa mempunyai tantangan dan kesempatan untuk terus menerus menggali dan menemukan ilmu pengetahuan baru guna mengatasi masalah ini. Ilmuan Matematika termasuk didalamnya ikut berperan serta ingin memberikan kontribusi dan sumbangan pemikiran mengurai permasalahan yang ada.
Model matematika diharapkan dapat memberikan pemahaman tentang dinamika epidemi dan dapat pula digunakan sebagai dasar membuat keputusan mengenai kebijakan yang berkaitan dengan kesehatan masyarakat, baik untuk mengurangi kemungkinan penyebaran wabah maupun menghentikan infeksi. Model matematika telah dipakai sejak lama untuk memprediksi dinamika epidemi penyebaran penyakit menular serta untuk menguji strategi pengendalian yang diajukan.
1
Universitas Sumatera Utara

2
Model yang berkaitan dengan efek vaksinasi pada epidemi penyakit cacar dikemukakan oleh Daniel Bernoulli seorang matematikawan Perancis yang mengusulkan model deterministik untuk memperlihatkan bahwa inokulasi dengan bentuk lunak dari virus cacar dapat mengurangi laju kematian penderita di Perancis. Selanjutnya Hamer mempostulasikan bahwa peluang suatu penularan dalam periode waktu berikutnya (dalam model waktu diskrit) berbanding lurus dengan jumlah individu tertular dikalikan dengan jumlah individu rentan. Ide ini dikenal sebagai prinsip aksi massa (mass-action) dan telah banyak dipakai dalam berbagai bidang keilmuan.
Model epidemi dapat merupakan model sederhana yang terdiri dari beberapa persamaan atau dapat pula berbentuk model kompleks yang dalam hal demikian ini model tersebut perlu disimulasikan pada komputer super. Belakangan ini, muncul Perdebatan hangat tentang matematika epidemiologi yang berkenaan dengan seberapa rinci faktor yang perlu diikut sertakan dalam model epidemi (Smieszek, 2009). Model sederhana dibangun berdasarkan sedikit asumsi dan karena itu lebih transparan, sehingga model-model ini dapat memberikan pemahaman yang jelas terhadap faktor yang dapat menimbulkan epidemi. Akan tetapi, apabila suatu model merepresentasikan kenyataan yang sangat sederhana, besar kemungkinan bahwa model tersebut kurang bermanfaat bila digunakan sebagai alat untuk memberi pemahaman dan peramalan epidemi. Model kompleks membutuhkan banyak asumsi dan karena itu terlihat lebih realistik dan akurat dibandingkan dengan model yang sederhana. Realitanya, asumsi yang ada
Universitas Sumatera Utara

3
seringkali tidak dievaluasi kebenarannya, asumsi-asumsi ini mengandung banyak parameter yang nilainya tidak diketahui atau hanya diketahui secara kurang akurat. Stehle et al. (2011) mengetengahkan isu tentang kesederhaan dan kompleksitas model, dan hasilnya memperlihatkan bahwa peningkatan kompleksitas suatu model tidak selalu berakibat pada peningkatan akurasi.
Pada pemodelan epidemi, terdapat dua jenis model matematika yaitu; model deterministik dan model stokastik. Model deterministik, yang dikenal juga sebagai model kompartemen, mengkategorikan individu ke dalam subkelompok yang berbeda (kompartemen). Misalnya individu dikategorikan ke dalam tiga subkelompok yang saling eksklusif, subkelompok rentan (susceptible), subkelompok tertular (infected) dan subkelompok sembuh (recovered). Model klasik kompartemen dari tipe rentan (susceptible) tertular (infected) sembuh (recovered) rentan (susceptible), yang lebih popular dengan sebutan SIRS (yang selanjutnya dipakai dalam desertasi ini), dibentuk sebagai himpunan persamaan differensial biasa (Kermack dan McKendrick, 1927). Akibatnya, beberapa pengandaian penyederhanaan dipakai, seperti, waktu dan perubahan ukuran populasi pada skala kontinu, dengan semua proses terjadi secara kontinu dan bersamaan; terdapat percampuran lengkap dalam kompartemen model, kemudian himpunan syarat awal yang diberikan selalu membawa pada hasil sama (Anderson dan May, 1992).
Secara matematis model SIRS dapat dinyatakan sebagai berikut ini. Andaikan N menyatakan ukuran populasi. Untuk t 0, andaikan S(t) jumlah individu rentan pada waktu t, I(t) jumlah individu tertular pada waktu t, R(t)
Universitas Sumatera Utara


4

jumlah

individu

sembuh

hingga

waktu

t,

kemudian

s(t)

=

S(t) N

,

i(t)

=

I (t) N

dan

r(t)

=

R(t) N

.

Dalam sembarang selang waktu [t, t + ∆t] individu rentan sangat

berkemungkinan terjadi kontak dengan sembarang individu yang pada saat ini

telah tertular. Dalam selang waktu sama, setiap individu tertular dapat sembuh

dan imun sementara, selanjutnya individu yang imun tersebut dapat saja kehi-

langan imunitasnya dan menjadi rentan kembali. Karena S(t) + I(t) + R(t) = N ,

pasangan (I(t), R(t)) atau (i(t), r(t)) secara lengkap memberikan status dari sis-

tem pada sembarang waktu t.

Sistem biologi cenderung melanggar beberapa asumsi yang melatarbelakangi pembentukan model kompartemen klasik epidemi penyakit, antara lain, misalnya populasi terdiri dari individu-individu. Karena itu ukuran populasi hanya dapat berubah secara diskrit (dengan skala bilangan bulat) dan pada kejadian diskrit (lahir, mati, dan lain-lain), syarat awal tidak dapat didefinisikan secara sempurna, yang terakhir, tidak semua individu dapat berinteraksi satu dengan lainnya. Model yang lebih kompleks dapat mengatasi kekurangan ini. Model stokastik sederhana dapat mengatasi skala diskrit (terhadap waktu dan ukuran populasi) dan dapat membentuk rentang hasil berbeda dengan mengimplementasikan pengaruh stokastik (acak). Namun, model ini tetap memandang semua individu sama dan dapat dipertukarkan. Mengakibatkan dua individu dapat berinteraksi satu dengan lainnya dengan peluang sama. Pada sistem nyata hal seperti ini tidak sesuai dengan kenyataan. Kebanyakan interaksi, dan transmisi penyakit, menghendaki kedekatan atau setidak-tidaknya menjadi lebih lemah de-

Universitas Sumatera Utara

5
ngan semakin jauhnya jarak antar dua individu.Dalam populasi, individu yang berpindah-pindah memiliki pola kedekatan yang dapat ditelusuri dengan cara memantau jaringan kontak antar individu, yang disebut jaringan sosial.
Dewasa ini, model matematika telah dikembangkan untuk memeriksa pengaruh heterogenitas pencampuran antara individu didalam pola penyebaran penyakit menular (Hethcote, 2000). Pada berbagai teknik yang ada, model jaringan yang paling banyak diusulkan, terutama yang berkaitan dengan kontak sosial. Hal ini mendefinisikan interaksi antara pasangan atau grup individu dan memperhitungkannya sebagai rute transmisi penyakit (Meyers et al., 2005; Eubank, 2006; Newman, 2002).
Jaringan kontak semakin dikenal sebagai titik sentral untuk dinamika penyakit menular dan fenomena transmisi lainnya (Lloyd dan May, 2001; Barabasi, 2002; Newman et al., 2006). Sebagai akibat dari struktur jaringan kontak, sebagian besar populasi tercampur secara heterogen yang mengakibatkan asumsi aksi-massa (mass-action) tidak dapat dipakai untuk mendeskripsikan penyebaran penyakit epidemi. Hasil perkembangan dari penyebaran penyakit dalam jaringan telah memberikan tantangan terhadap formalisme yang masih dipakai secara luas tentang model epidemi yang didasarkan pada persamaan Kermack dan McKendrik (1927) (Lihat misalnya, Morris, 1995; May dan Lloyd, 2001); Eames dan Keeling, 2002; Newman, 2002). Model deterministik yang diperkenalkan oleh Ermack dan McKendrik beserta kebanyakan turunannya dikenal sebagai model mean-field, atau kompartemen, atau aksi-massa. Karena model-
Universitas Sumatera Utara

6
model ini menggunakan asumsi utamanya adalah pencampuran individu yang homogen(Anderson dan May, 1992). Untuk populasi yang berukuran besar, setiap individu membuat kontak dengan subpopulasi yang kecil dan terkelompok. Kemudian lokal korelasi yang dihasilkan dari transmisi dalam jaringan terstruktur demikian tidak dapat ditampung oleh model baku mean-field secara sempurna (Keeling, 1999. a,b).
Meskipun adanya keberatan tentang asumsi populasi yang tercampur homogen, banyak teori yang telah diajukan berdasarkan asumsi tersebut (lihat misalnya, Anderson dan May, 1992; Smith, 2005). Kesederhanaan model yang diperoleh membuat asumsi tersebut menarik dan menantang. Perluasan dari teori tersebut telah banyak dikembangkan untuk mengakomodasi ketercampuran heterogen dalam suatu populasi (atau komunitas spesies). Hal ini dilakukan dengan cara memperhatikan subkelompok host ganda dan matriks transmisi yang menspesifikasi individu yang terkena infeksi berasal dari individu yang mana dikenal sebagai matriks WAIFW (Anderson dan May, 1984; Schenzle, 1984; Diekmann, 1990; Dobson, 2004). Akan tetapi, dalam kerangka dasar ini transmisi dalam subkelompok tetap homogen. Hal yang lebih ekstrim lagi, transmisi dapat dinyatakan pada tingkat individu dalam jaringan kontak sebagai suatu proses stokastik. Model jaringan menambah realitas pada struktur kontak, namun informasi empiris untuk mendeskripsikan secara lengkap lintasan transmisi sering kali tidak mudah atau tidak mungkin diperoleh. Keseimbangan yang sama terbukti dalam model pada proses transmisi penyakit lainnya, misalnya, penyebaran
Universitas Sumatera Utara

7
perilaku, rumor dan virus komputer, serta pada sistem dinamika ekologi yang mencakup interaksi individu. Karena keseimbangan ini merupakan penggabungan dalam ekologi dan epidemiologi, model yang berbasis individu telah dilakukan secara paralel dan merupakan usaha yang masih terus berlanjut, terutama untuk penyederhanaan yang dapat mengaproksimasi dinamika sistem kompleks (lihat, Bolker dan Pacala, 1997; Levin dan Pacala, 1997; Keeling, 1999a,b; Iwasa, 2000; Law and Dieckmann, 2000; Pascual, 2005). Misalnya, konsep empiris dari efektif sekitar minimum telah dikembangkan untuk menguji pentingnya korelasi lokal dan ketidakpastian demograpi, serta kinerja yang terkait dengan model meanfield dalam dinamika epidemi (Keeling dan Grenfell, 2000). Begitupun, asumsi dasar untuk penelitian demikian ini ialah bahwa jaringan dipandang statis: artinya setelah asosiasi terbentuk antara dua individu, asosiasi ini akan tetap tidak berubah. Sayangnya, asosiasi antara individu dalam jaringan sosial biasanya berubah dengan terbentuknya hubungan baru dan hilangnya hubungan lama. Kondisi demikian ini terjadi secara kontinu.
Model deterministik, juga dikenal sebagai model Kompartmental yang mengkategorikan individu ke dalam subkelompok yang berbeda (Kompartemen). Misalnya Individu dikategorikan kedalam tiga subkelompok yang saling eksklusif; subkelompok rentan (Susceptibles), subkelompok infeksi/tertular (infektives) dan subkelompok yang pindah (removed) yang mewakili individu yang meninggal karena penyakit, sembuh dari infeksi dan memiliki kekebalan tubuh yang tetap atau individu yang sudah diasingkan dari sisa populasi. Sebagian besar model
Universitas Sumatera Utara

8 yang menggambarkan perilaku penyakit menular, yang telah digunakan sampai sekarang, adalah deterministik. Karena model ini hanya membutuhkan sedikit data, dan relatif lebih mudah menerapkannya.
Model stokastik bergantung pada variasi kesempatan dalam exposure risiko, penyakit, dan faktor lainnya. Model jenis ini memberikan wawasan lebih ke pemodelan tingkat individu, mempertimbangkan ukuran populasi kecil di mana setiap individu memainkan peran penting dalam model. Oleh karena itu, model ini digunakan ketika heterogeneitas penting untuk dipertimbangkan. Para peneliti dalam memodelkan penyakit epidemi, mengasumsikan bahwa populasi yang terkait sebagai berikut:
1. Semua anggota populasi yang terpapar (susceptible) identik dari pandangan pemodelan
2. Terdapat masukan konstanta mendasar untuk model, yaitu basic reproduction number R0 yang menunjukkan rata-rata jumlah terinfeksi baru yang diakibatkan oleh setiap individu baru terinfeksi
3. Kelompok lokal yang mencakup sekurang-kurangnya satu individu terinfeksi dikarakterisasi oleh pencampuran homogen yang berarti bahwa setiap anggota terpapar memiliki peluang yang sama untuk terjangkit dari individu yang sudah terjangkit
Universitas Sumatera Utara

9
1.2 Permasalahan
Penelitian disertasi ini terfokus pada model epidemi penyakit menular, untuk populasi yang bersifat heterogen. Model ini diajukan mengingat karakteristik individu dalam sebuah populasi berbeda (tidak homogen). Disini, populasi terpapar heterogen dalam berbagai cara antara lain dapat dipandang dari individu yang berinteraksi sosial aktif dengan individu lainnya, individu yang secara relatif tidak aktif berinteraksi dengan individu lainnya pada suatu waktu. Model yang diselidiki pada penelitian disertasi ini didasarkan pada model mean-field baku. Parameter utama yang menjadi ukuran untuk pengendalian epidemi yang dikenal dengan basic reproductive number dengan model mean-filed akan diselidiki secara lebih detil dalam rangka pengembangan model. Model modifikasi meanfiled yang dihasilkan pada hakekatnya mengandung secara tersirat beberapa efek penting dari pencampuran heterogen dalam jaringan kontak pada epidemi.
1.3 Tujuan Penelitian
Penelitian Disertasi ini bertujuan membangun model penyebaran penyakit menular dalam jaringan dinamis tipe SIRS untuk populasi yang bersifat heterogen. Model yang dibangun dengan menggunakan kerangka dasar model mean-field baku ini menyelidiki sebuah parameter yang dikenal sebagai basic reproductive number secara detail, khususnya apabila asumsi dasar dari model, pencampuran populasi homogen, tidak berlaku. Dalam model SIRS, parameter ini memiliki peran yang sangat penting sebagai ambang aba-aba adanya wabah,
Universitas Sumatera Utara

10
terhadap relevansi untuk menguji ukuran pengendalian penyebaran. Hasil penyelidikan terhadap relevansi untuk menguji ukuran pengendalian penyebaran. Hasil penyelidikan terhadap parameter tersebut akan memberikan arah pada pengembangan model mean-field yang pada hakekatnya mengandung secara tersirat beberapa efek penting dari pencampuran heterogen dalam jaringan kontak pada epidemi penyakit menular.
1.4 Urgensi Model Epidemi
Epidemiologi merupakan studi tentang distribusi dan determinan penyakit prevalensi pada manusia. Salah satu fungsi epidemiologi adalah untuk menggambarkan distribusi penyakit, yaitu mencari tahu siapa, berapa banyak, dari apa, dimana dan kapan suatu penyakit menyebar. Fungsi lainnya adalah untuk mengidentifikasi penyebab atau faktor risiko dari suatu penyakit, selanjutnya adalah untuk membangun dan menguji teori serta untuk membuat perencanaan, melaksanakan, mengevaluasi, kontrol dan selanjutnya membuat program pencegahan. Pemodelan epidemiologi dapat memainkan peran penting dalam hal mengontrol dan membuat program pencegahan yang dalam hal ini difokuskan pada pemodelan penyakit menular pada populasi manusia.
Sebagian besar pemodelan penyakit menular mengacu pada pemodelan deterministik dimana populasi dibagi menjadi kompartemen berdasarkan status epidemi(misalnya rentan, infeksi, pulih). Kemunculan penyakit menular masih menyebabkan penderitaan dan kematian di dunia terutama dinegara berkembang,
Universitas Sumatera Utara

11 sedangkan di negara maju penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung telah menyita perhatian yang lebih dari penyakit menular.
Mekanisme transmisi dari susceptibles kemudian terjadinya infeksi dapat dipahami untuk hampir semua penyakit menular dan penyebaran penyakit melalui rantai infeksi. Namun, transmisi interaksi dalam suatu populasi sangat kompleks, sehingga sulit untuk memahami dinamika pada skala penyebaran yang besar pada suatu penyakit tanpa struktur formal dari suatu model matematika. Model matematika telah menjadi alat penting dalam menganalisis penyebaran dan pengendalian penyakit menular yang dapat menjelaskan asumsi, variabel, dan parameter.
Model matematika dan simulasi komputer adalah alat eksperimental yang berguna untuk membangun dan pengujian teori-teori, menilai dugaan kuantitatif, menjawab pertanyaan spesifik, menentukan kepekaan terhadap perubahan nilai parameter, dan parameter kunci dalam prediksi melalui data. Memahami karakteristik transmisi dari penularan penyakit pada masyarakat, daerah dan negara dapat mempermudah mengadakan pendekatan untuk mengurangi penularan penyakit. Model matematis yang digunakan dalam membandingkan, merencanakan, melaksanakan, mengevaluasi, dan mengoptimalkan berbagai program deteksi, pencegahan, terapi dan kontrol. Pemodelan epidemiologi dapat berkontribusi pada desain dan analisis epidemiologi.
Universitas Sumatera Utara

12
Dalam banyak ilmu adalah mungkin untuk melakukan percobaan untuk mendapatkan informasi dan untuk menguji hipotesis. Percobaan dengan penyebaran infeksi penyakit pada populasi manusia, hal tersebut sering tidak mungkin dilakukan, tidak etis atau mahal. Data kadang-kadang tersedia dari epidemi yang terjadi secara alami atau darikejadian alami penyakit endemik, namun karena sesuatu hal data yang ada sering tidak lengkap. Kurangnya data yang dapat diandalkan membuat parameter yang akan diestimasi secara akurat menjadi sulit, sehingga hanya mungkin untuk memperkirakan kisaran nilai untuk beberapa parameter. Arena percobaan berulang dan data yang akurat biasanya tidak tersedia dalam epidemiologi, maka model matematika dan simulasi komputer dapat digunakan untuk melakukan eksperimen teoritis sehingga perhitungan dapat dilakukan dengan mudah untuk berbagai nilai parameter.
Pemodelan sering dapat digunakan untuk membandingkan penyakit yang berbeda di populasi yang sama, penyakit yang sama pada populasi yang berbeda, atau penyakit yang sama pada waktu yang berbeda. Model epidemiologi dapat juga berguna dalam membandingkan efek dari prosedur pencegahan atau kontrol. Hethcote dan Yorke, menggunakan model untuk membandingkan prosedur pengendalian wabah gonore seperti pemeriksaan, rescreening, melacak infectors, infectees pelacakan, pasca pengobatan melalui vaksinasi. Prediksi kuantitatif dari model epidemiologi biasanya akan mengarah pada beberapa ketidakpastian karena model yang diperoleh dan nilai parameter yang tersedia hanya dapat diperkirakan (Hethcote & Yorke, 1984).
Universitas Sumatera Utara

13 Pemodelan epidemiologi mengarah pada suatu pernyataan yang jelas dari asumsi tentang mekanisme biologis dan sosiologis yang mempengaruhi penyebaran penyakit. Parameter yang digunakan dalam model epidemiologi harus memiliki interpretasi yang jelas seperti durasi infeksi dan model diharapkan dapat digunakan untuk memprediksi dugaan yang bersifat kuantitatif. Model epidemiologi kadang-kadang dapat digunakan untuk memprediksi penyebaran atau timbulnya penyakit. Sebagai contoh, Hethcote memperkirakan bahwa Sindrom Rubella kongenital rubella dan akan menghilang di Amerika Serikat karena tingkat vaksinasi saat ini menggunakan gabungan vaksin campakgondong-rubela secara signifikan di atas ambang batas diperlukan untuk kekebalan kawanan untuk rubela. Model epidemiologis juga dapat digunakan untuk menentukan sensitivitas prediksi perubahan dalam nilai-nilai parameter. Setelah mengidentifikasi parameter yang memiliki pengaruh terbesar pada prediksi, dimungkinkan untuk merancang penelitian untuk mendapatkan estimasi parameter yang lebih baik.
Universitas Sumatera Utara

BAB 2 BEBERAPA MODEL EPIDEMI

2.1 Model Pertumbuhan Populasi

Laju pertumbuhan populasi akan dapat diketahui apabila kelahiran, kematian dan laju migrasi diketahui. Pada populasi tertutup, pertumbuhan populasi hanya bergantung padakelahiran dan kematian sedangkan pada populasi terbuka diperhitungkan juga laju migrasi dari populasi.

2.1.1 Model pertumbuhan populasi exponensial

Pertambahan populasi di suatu daerah tertentu bergantung pada kelahiran, kematian serta adanya keluar dan masuknya (migrasi) individu kepopulasi tersebut.

Lemma1

Bila di asumsikan total penduduk pada suatu populasi tertentu adalah N,

maka pertumbuhan penduduk adalah:

dN dt

= banyak kelahiran

banyak kematian + migrasi

Selanjutnya bila kelahiran dan kematian dipandang sebagai proporsi dari N yaitu

kelahiran bN dan kematian dN dan mengabaikan adanya migrasi (populasi ter-

tutup/isolated population), maka pertumbuhan penduduk menjadi:

dN dt

= bN

− dN

14

(2.1)
Universitas Sumatera Utara

15 dimana b, d > 0.bd > 0 dan bila bd < 0 maka populasi penduduk tersebut akan punah.

Lemma 2

Bila pertumbuhan penduduk terhadap satuan waktu t adalah

dN dt

=

bN −dN

maka total penduduk pada waktu t adalah :

N (t) = N 0e(b−d)t,

(2.2)

dimana N0 adalah total penduduk awal.

Bukti:

dN dt

=

bN

− dN



N (t) N0e(b−d)t, dimana N0 = N (0)

1 N

dN

=

(b − d)dt

Model ini dikenal sebagai model pertumbuhan ekponensial, yang pertama kali diajukan oleh Maltus pada tahun 1798.

Dapat dimengerti bahwa bila b > d maka pertumbuhan penduduk akan mengikuti model eksponensial. Pada kenyataannya model pertumbuhan penduduk eksponensial ini tidaklah realistik terutama untuk memprediksi pada jangka waktu yang panjang.

N (t) N0e(b−d)t, dimana N0 = N (0)
Model ini pertama kali diperkenalkanpada tahun 1838 oleh Verhurst yang merupakan pengembangan dari model eksponensial Maltus, selanjutnya dikembangkan lebih lanjut oleh R. Pearl dan L.J. Reed pada tahun 1920.

Universitas Sumatera Utara

16

Model logistik adalah :

dN dt

= rN

1



N K

(2.3)

K > 0, yang merupakan daya dukung lingkungan atau secara umum berarti ka-

pasitas media untuk mendukung populasi dan r = bd > 0, selanjutnya persamaan

diferensial diatas diselesaikan dengan memisahkan variabel:

N

dN (K −

N)

=

r K

dt

r K

t

+

c

=

1 K

1 N

+

K

1 −N

dN

=

1 K

(Ln (N )



Ln (K

− N ))

Jika total populasi pada saat t = 0 adalah N0 maka

c

=

1 K

(Ln (N0)



Ln (K



N0))

r K

t

1 K

(Ln (N0)



Ln

(K



N0))

=

(Ln

(N )



Ln

(K



N ))

rt

=

Ln

N (K − N0) N0 (K − N )

atau

ert

=

N (K − N0) N0 (K − N )

Akhirnya diperoleh:

N

(t)

=

K

K N0 ert − N0 + N0ert

(2.4)

Sebelum membahas tentang model epidemi deterministik, ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi, antara lain:

Universitas Sumatera Utara

17 Asumsi 1. Populasi dikondisikan pada kasus tertutup, artinya bahwa pemodelan diberlakukan pada interval waktu yang sempit sehingga total populasi konstan dengan mengabaikan kelahiran dan kematian. Asumsi 2. Setiap individu pada populasi dapat dimasukkan kedalam salah satu sub populasi yang saling terpisah ( mutually exclusive), yang berarti bahwa pada setiap waktu: S(t)+I(t) = N dengan kondisi awal S(0) = S0 dan I(0) = I0 sehingga S0+I0 = N atau S(0) + I(0) = N Asumsi 3. Semua anggota populasi bercampur secara homogen, artinya bahwa semua anggota populasi memiliki kesempatan (chance) yang sama untuk terkena infeksi. Hukum Aksi Massa (Law of Mass Action) yang pertama kali dikembangkan oleh Guldberg dan Waage pada 1864. Bila suatu sistem homogen, maka laju reaksi kimia (the rate of chemical reaction) adalah proporsi dari masa aktif dari zat yang bereaksi (to the active masses of the reacting substances). Selanjutnya pada tahun 1906 Law of Mass Action ini dikembangkan oleh Hamer yang menerapkannya pada dinamika populasi (population dynamics).
Universitas Sumatera Utara

Hamer.

18

Jika individu dalam suatu populasi yang tercampur secara homogen, maka laju interaksi antara dua himpunan bagian yang berbeda dari populasi adalah sebanding (proporsional) dengan hasil kali dari jumlah (numbers)anggota setiap subset bersangkutan.

2.2 Model Epidemi Deterministik (Populasi Tertutup)
Kajian tentang keterjadian (mewabahnya) penyakit disebut epidemiologi. Suatu epidemik merupakan mewabahnya suatu penyakit dalam waktu singkat. Suatu penyakit disebut endemi jika penyakit bertahan dalam suatu populasi. Jadi model epedemi dipakai untuk mendeskripsikan wabah cepat yang terjadi dalam waktu cukup singkat, sedangkan model endemi dipakai untuk mempelajari penyakit pada periode waktu lebih panjang, selama terdapat penambahan yang rentan karena adanya kelainan atau penyembuhan dari imunitas, sementara penyebaran penyakit menular melibatkan tidak hanya faktor terkait penyakit, misalnya agen penular, moda transmisi, periode laten, periode penularan, kerentanan dan daya tahan, tapi juga faktor sosial, budaya, demografi, ekonomi dan geografi. Tiga model dasar yang diberikan berikut ini merupakan prototipe sederhana dari tiga tipe, berbeda model epidemiologi. Model umun yang dibicarakan berikut mengikut sertakan lebih banyak faktor dari yang disebutkan diatas.

Universitas Sumatera Utara

19

Model epidemi deterministik dengan populasi tertutup merupakan pemodelan matematika dalam epidemi yang tidak memperhitungkan adanya migrasi populasi dalam model.

2.2.1 Model epidemi SI

Model matematika dalam epidemiolgi yang paling sederhana dikenal dengan RossEpidemic Model atau SI yang dikembangkan pada tahun 1911. Pada model SI, populasi dibagi menjadi dua bagian (subkelompok) yaitu populasi yang rentan (susceptible=S) terhadap penularan penyakit dan populasi yang terinfeksi (infectious = I) terhadap suatu penyakit.

Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah: bahwa populasi yang rentan tetap kontak berdekatan dengan populasi yang terinfeksi sepanjang waktu t ≥ 0, jumlah populasi konstan sebesar N dengan N = (S(t) + I(t)) dimana S dan I saling ekskusif dan pencampuran populasi secara homogen sehingga setiap individu memiliki peluang yang sama terjadinya infeksi.

Jika β ≥ 0 merupakan konstanta rata-rata (proporsi) kontak subkelompok yang menghasilan infeksi baru persatuan waktu dari keadaan semula yaitu rentan (atau disebut juga konstanta laju transmisi).

Selanjutnya dengan menggunakan menggunakan Law of Mass Action didapat Model SI dapat digambarkan seperti:

dS(t) dt

=

−β S (t)I (t)

Universitas Sumatera Utara

dI (t) dt

=

β S (t)I (t)

selanjutnya ditulis:

dS dt

=

−βSI

dI dt

= βSI

dengan kondisi awal S(0) = S0 dan I(0) = I0.

20 (2.5)

Pada model SI dapat dikatakan bahwa laju perubahan tertular adalah positif, jadi jumlah individu tertular akan terus meningkat sampai S(t) = 0.

Penyelesaian model SI ini, dengan mengubah persamaan (2.5) menjadi :

dI dt

=

β(N

− I)I

(2.6)

Selanjutnya dengan pemisahan variabel dan diintegralkan dengan batas dari 0

sampai t sebagai berikut:

I (t) I (0)

I

1 (N −

I) dI

=

t
βdt
0

didapat:

I (0) N I (t) = I (0) + (N − I (0)) e−βNt

atau ditulis:

I

(t)

=

I0

+

I0N (N − I0) e−βNt

(2.7)

Dapat di amati bahwa I(t) dengan meningkatnya t dan untuk t → ∞, e−βNt → 0.

sehingga

I(t) →

I0N I0

=N

Universitas Sumatera Utara

21 Model terakhir ini menyatakan bahwa seiring dengan pertambahan waktu, jumlah populasi terinfeksi akan meningkat yang pada akhirnya semua populasi terinfeksi.
Gambar 2.1 Model SI dengan β = 0, 1 dan nilai awal S(0) = 10, I(0) = 0, 1
2.2.2 Model epidemi SIS Asumsi yang digunakan dalam model ini adalah: bahwa populasi yang
rentan tetap kontak berdekatan dengan populasi yang terinfeksi sepanjang waktu t ≥ 0, jumlah populasi konstan sebesar N dengan N = (S(t) + I(t)) dimana S dan I saling ekskusif dan pencampuran populasi secara homogen sehingga setiap individu memiliki peluang yang sama terjadinya infeksi. Akan tetapi jumlah atau ukuran populasi yang terinfeksi dapat berkurang seiring adanya perpindahan individu yang terinfeksi berubah status menjadi rentan kembali persatuan waktu dengan proporsi σ. Maka model SIS dapat dikonstruksikan sebagai:
Universitas Sumatera Utara

dS dt

=

−βSI

+

σI

dI dt

=

−βSI

− σI

dengan kondisi awal S(0) = S0 dan I(0) = I0.

22 (2.8)

2.2.3 Model epidemi SIR
Model SIR merupakan dasar bagi sebagian besar model deterministik yang masih digunakan sampai saat ini. Model ini pertama kali dikembangkan oleh Kermack dan McKendrik pada tahun 1927. Model SIR memiliki struktur dan asumsi yang sama dengan model SI, perluasannya adalah bahwa pada model SIR dimungkinkan populasi/anggota masyarakat yang terinfeksi untuk sembuh serta total populasi yang berjumlah N dibagi menjadi tiga subkelompok yang saling eksklusif; subkelompok rentan (Susceptibles) disimbolkan S(t), subkelompok infeksi/tertular (Infektives) disimbolkan I(t) dan subkelompok yang pindah (Removed) disimbolkan R(t).
R(t) mewakili individu yang meninggal karena penyakit, sembuh dari infeksi dan sekarang memiliki kekebalan tubuh yang tetap atau individu yang sudah diasingkan dari sisa populasi. Jadi pada subkelompok terakhir ini, tidak lagi berkontribusi pada penyebaran penyakit/epidemi. Akan tetapi masih tetap dipertahankan sebagai anggota total populasi sebesar N meskipun ada kemungkinan diantaranya ada yang sudah meninggal dunia. Pada model ini diasumsikan juga bahwa individu yang masuk pada R(t) tidak dapat kembali terinfeksi. De-

Universitas Sumatera Utara

23 ngan asumsi bahwa α adalah konstanta proporsi dari keadaan individu terinfeksi selanjutnya menjadi removed persatuan waktu.

Maka dengan demikian model persamaan diferensial yang mewakili tingkat perubahan populasi yang rentan persatuan waktu tetap seperti pada model SI, seperti pada persamaan (3). Hal ini dikarenakan tidak ada transfer langsung dari individu-individu dari subkelompok rentan terhadap subkelompok yang pindah. Namun model persamaan diferensial dari subkelompok tertular perlu dimodifikasi untuk memperhitungkan jumlah invidu yang tertular dan sembuh/pulih. Ketika jumlah yang pindah sebanding dengan jumlah yang tertular tiap satuan waktu, maka model persamaan diferensialnya menjadi:

dI/dt = βSI − αI

Sedangkan laju perubahan jumlah kepindahan tiap satuan waktu adalah:

dR dt

=

αI

dengan kondisi awal: R(0) = R0, sehingga model persamaan diferensial yang

lengkap yang merupakan model SIR adalah:

dS dt

=

−βSI

dI dt

=

βSI



αI

dR dr

=

αI

(2.9)

dengan kondisi awal: S(0) = S0, I(0) = I0, R(0) = R0 dan S(t) + I(t) + R(t) = N .

Model SIR diatas memiliki dua parameter α dan β yang ditentukan dari hasil analisa data yang diobservasi. Rata-rata penyembuhan αI berhubungan

Universitas Sumatera Utara

24

dengan waktu tunggu eksponensial

waktu

tunggu

eαI

dan

1 α

=

rata-rata

masa

tertular.

Gambar 2.2 Model SIRS dengan α = 0, 2, β = 0, 1, λ = 0, 2 dan nilai awal S(0) = 10, I(0) = 0, 1 dan R(0) = 0
2.3 Model Epidemi Deterministik (Populasi Terbuka)
Pada model epidemi deterministik dengan populasi terbuka, diasumsikan ada pertam populasi dari kelahiran (B) yang turut berpengaruh terhadap pertambahan pada sub populasi S dan selanjutnya diasumsikan bahwa pada setiap sub populasi akan diperhitungkan kematian individu dengan laju/rata-rata kematian µ.
2.3.1 Model SI

Universitas Sumatera Utara

sehingga model SI menjadi µ: ds/dt = B(βI + µ)Shf ill di/dt = βSI − µI
2.3.2 Model SIR

25 (2.10)

Sehingga model SIR deterministik menjadi:

dS dt

=B

− µS − βSI

dI dt

= βSI − µI − αI

dR dt

=

−µR

+

αI

S(0) = S0, I(0) = I0, R(0) = R0

2.3.3 Model SIRS

(2.11)

dS dt

=

B − µS − βSI + γR

dI dt

=

βSI

− µI

− αI

dR dt

=

−µR

+ αI

− γR

S(0) = S0, I(0) = I0, R(0) = R0

(2.12)

Universitas Sumatera Utara

BAB 3 KONSTRUKSI R0DAN JARINGAN SOSIAL

3.1 Basic Reproduction Number (R0)
R0 yang biasanya disebut dengan Basic Reproduction Number merupakan average number/angka rata-rata infeksi sekunder yang dihasilkan ketika satu individu terinfeksi dimasukkan ke populasi host/tuan rumah dimana setiap individu pada kondisirentan/susceptible. Pada kebanyakan model deterministik, suatu infeksi dimulai secara penuh jika dan hanya jika R0 > 1, dan sebaliknya jika R0 < 1 maka jumlah infeksi akan menurun dan pada akhirnya akan punah. Jadi basic reproduction number sering dipandang sebagai kuantitas ambang yang menentukan ketika suatu infeksi dapat menyerang dan bertahan pada populasi host yang baru.

Jika diasumsikan bahwa semua pasang individu memiliki kontak pada saat

yang sama sehingga menghasilkan individu yang t