Hubungan Antara Gaya Kepemimpinan, Partisipasi Masyarakat Dan Efektivitas Program Csr Pt Pertamina Ru Vi Balongan

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN, PARTISIPASI
MASYARAKAT DAN EFEKTIVITAS PROGRAM CSR
PT PERTAMINA RU VI BALONGAN
(Kasus Kelompok Pantai Lestari dan Jaka Kencana
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)

ARIS WIDIANTO

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan antara Gaya
Kepemimpinan, Partisipasi Masyarakat dan Efektivitas Program CSR PT
Pertamina RU VI Balongan (Kasus Kelompok Pantai Lestari dan Jaka Kencana
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat), merupakan hasil karya saya sendiri yang
belum pernah diajukan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi oleh lembaga

manapun. Skripsi ini juga tidak mengandung bahan-bahan yang pernah ditulis
atau pernah diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan yang
dinyatakan dalam naskah dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2016

Aris Widianto
I34120001

ABSTRAK
ARIS WIDIANTO. Hubungan antara Gaya Kepemimpinan, Partisipasi
Masyarakat dan Efektivitas Program CSR PT Pertamina RU VI Balongan. Di
bawah bimbingan SITI AMANAH.
PT Pertamina menjalankan Program CSR Mangrove Edupark dengan
melibatkan dua kelompok mitra binaan yaitu kelompok Pantai Lestari dan Jaka
Kencana. Berkaitan dengan hal tersebut, kepemimpinan suatu kelompok penerima
program yang disertai partisipasi masyarakat sebagai anggota, merupakan hal
penting untuk mendukung keberhasilan Program CSR yang efektif. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan gaya kepemimpinan,

partisipasi masyarakat, dan efektivitas pada Program CSR. Penelitian ini
merupakan penelitian eksplanatori dan penelitian desktriptif yang menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan metode survei melibatkan kelompok mitra binaan
di Desa Karangsong dan Pabean Udik. Hasil dari penelitian ini adalah gaya
kepemimpinan yang dipakai ketua kelompok Jaka Kencana dominan otoriter dan
pada Pantai Lestari dominan demokrasi. Terdapat hubungan antara tingkat
pengetahuan anggota dengan gaya kepemimpinan ketua kelompok Jaka Kencana
dan Pantai Lestari. Terdapat hubungan positif yang lemah antara gaya
kepemimpinan dan tingkat partisipasi anggota pada kedua kelompok. Terdapat
hubungan positif gaya kepemimpinan dengan efektivitas Program CSR pada
kedua kelompok, serta terdapat hubungan positif antara partisipasi dengan
efektivitas Program CSR pada kedua kelompok.
Kata Kunci: CSR, efektivitas, gaya kepemimpinan, partisipasi masyarakat.

ABSTRACT
ARIS WIDIANTO. The Correlation between Leadership Style, Community
Participation and Effectiveness CSR Program of CSR Program PT Pertamina RU
VI Balongan. Supervised by SITI AMANAH.
PT Pertamina implemented of Mangrove Edupark CSR Program with the
partners involved two groups: Jaka Kencana and Pantai Lestari. Remember the

leadership of a group by recipients of the program with community participation
as a member, is essential for the success of an effectiveness CSR program. The
objective of the research is to analyze the correlation between leadership styles,
community participation, and the effectiveness of the CSR Program Mangrove
Edupark. This research was explanatory and research descriptive that used a
quantitative approach with survey method involving the partners in the village
group Karangsong and Pabean Udik. The results from this study is that
leadership styles used for the leader Jaka Kencana dominant is authoritarian and
the dominant for Pantai Lestari is democracy. There is a positive correlation
between the level of knowledge of the profile member with a leadership style Jaka
Kencana group leader and Pantai Lestari. There is a real positive pour
correlation between leadership style and the level of participation of members in
both groups. There is a positive correlation with the leadership style of the
effectiveness of CSR programs in both groups, and there is a positive correlation
between participation with the effectiveness of CSR programs in both groups.
Keywords: CSR, effectiveness, leadership styles, community participation

HUBUNGAN ANTARA GAYA KEPEMIMPINAN, PARTISIPASI
MASYARAKAT DAN EFEKTIVITAS PROGRAM CSR
PT PERTAMINA RU VI BALONGAN

(Kasus Kelompok Pantai Lestari dan Jaka Kencana
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)

ARIS WIDIANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Judul

:


Nama Mahasiswa
NIM

:
:

Hubungan antara Gaya Kepemimpinan, Partisipasi
Masyarakat dan Efektivitas Program CSR PT
Pertamina RU VI Balongan
(Kasus Kelompok Pantai Lestari dan Jaka Kencana
Kabupaten Indramayu, Jawa Barat)
Aris Widianto
I34120001

Disetujui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc.
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Siti Amanah, MSc.
Ketua Departemen

Tanggal Lulus: _______________

ii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Hubungan antara Gaya Kepemimpinan, Partisipasi
Masyarakat dan Efektivitas Program CSR PT Pertamina RU VI Balongan” (Kasus
Kelompok Pantai Lestari dan Jaka Kencana Kabupaten Indramayu, Jawa Barat).
Penelitian ini ditujukan untuk memenuhi satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat dan tugas akhir skripsi pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada
Dr.Ir. Siti Amanah, MSc sebagai dosen pembimbing yang senantiasa memberikan

saran, arahan serta masukan yang sangat berarti selama penulisan skripsi ini.
Kemudian Dr. Ivannovich Agusta, SP, MSi. Ir. Fredian Tonny, MS. Hana
Indriana, MSi. sebagai dosen yang telah berkenan mereview dan memberi banyak
masukan dan perbaikan. Setelah itu, Manager CSR PT Pertamina, Bapak Agus
Mashud yang telah berkenan memberikan izin kepada peneliti dalam melakukan
penelitian. Ungkapan terimakasih juga untuk Mas Edward, Pak Asep Suwanda
yang telah memberikan support dan perizinan untuk peneliti. Pak Cecep
Supriyatna, Pak Nana Kanan, Mas Riza, Mba Tri sebagai CSR PT Pertamina yang
telah memberikan banyak bantuan, masukan informasi dan data. Terima kasih
juga kepada Bapak Sugiyanto dan Ibu Yuwana sebagai orang tua tercinta serta
Heru Cokro Hadianto selaku adik tercinta yang menjadi sumber motivasi dan
selalu memberikan dorongan positif kepada peneliti. Seluruh keluarga SKPM 49,
dan Keluarga Majalah Komunitas, Keluarga Mahasiswa Nahdlatul Ulama,
Keluarga Paguyuban Karya Salemba Empat juga Kelompok friendzone Muchlisah
Harliani, Rohmah Hidayati, Ferisa Anis Danesvaran sebagai teman berdiskusi
sekaligus memotivasi penulis untuk menyelesaikan skripsi. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada sahabat kost Bang Faizal Firdaus, Paman Han,
beserta kawan-kawan yang telah membantu peneliti selama di Indramayu.
Terakhir penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua orang
yang telah memberikan semangat dan doa bagi penulis dan tidak bisa disebutkan

namanya satu persatu. Semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi semua
kalangan.
Bogor, September 2016

Aris Widianto

DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Masalah Penelitian
Tujuan Penelitian
Kegunaan Penelitian
PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pemimpin dan Kepemimpinan
Gaya Kepemimpinan
Faktor-faktor Gaya Kepemimpinan
Hasil Penelitian tentang Gaya Kepemimpinan
Partisipasi Masyarakat
Tingkatan Partisipasi Masyarakat

Corporate Social Responsibility (CSR)
Tahapan Corporate Social Responsibility
Efektivitas Program CSR
Kerangka Pemikiran
Hipotesis Penelitian
PENDEKATAN LAPANGAN
Metode Penelitian
Lokasi dan Waktu Penelitian
Teknik Penentuan Informan dan Responden
Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Definisi Operasional
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Profil Desa Karangsong dan Pabean Udik
GAMBARAN UMUM KELOMPOK PENERIMA PROGRAM
Profil Kelompok Jaka Kencana
Profil Kelompok Pantai Lestari
GAMBARAN UMUM KETUA KELOMPOK PENERIMA PROGRAM
Profil Ketua Kelompok Jaka Kencana dan Pantai Lestari
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN DAN PROGRAM CSR

PERTAMINA RU VI BALONGAN
PT. Pertamina RU-VI BALONGAN
Program Corporate Social Resposibility
Program Lingkungan Mangrove Edupark
Ikhtisar
ANALISIS PROFIL ANGGOTA KELOMPOK PEMANFAAT
Karakteristik Anggota Kelompok Jaka Kencana dan Pantai Lestari
GAYA KEPEMIMPINAN KETUA KELOMPOK PEMANFAAT
Gaya Kepemimpinan Setiap Situasi
Gaya Kepemimpinan Ketua Secara Umum
Ikhtisar
PARTISIPASI ANGGOTA KELOMPOK PEMANFAAT
Partisipasi Anggota Setiap Tahapan

1
1
3
4
4
5

5
5
6
8
9
10
11
13
14
15
17
19
21
21
21
22
22
23
24
29
29
35
35
37
41
41
PT
47
47
54
56
62
63
63
67
67
71
72
73
73

ii

Kondisi Partisipasi Secara Umum
78
Ikhtisar
80
EFEKTIVITAS PROGRAM CSR
81
Analisis Efektivitas Program CSR Mangrove Edupark
81
Ikhtisar
83
HUBUNGAN GAYA KEPEMIMPINAN, PARTISIPASI ANGGOTA, DAN
EFEKTIVITAS PROGRAM
85
Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Partisipasi Anggota
85
Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Gaya Kepemimpinan
87
Hubungan Gaya Kepemimpinan dan Efektivitas Program
89
Hubungan Tingkat Partisipasi dan Efektivitas Program CSR
90
Ikhtisar
92
PENUTUP
95
Simpulan
95
Saran
96
DAFTAR PUSTAKA
97
LAMPIRAN
101

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Tingkatan partisipasi Arnstein
Perbandingan definisi CSR dan kata kunci
Faktor yang mempengaruhi efektivitas Program CSR
Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas Program CSR
Instrumen pengumpulan data
Definisi operasional profil anggota kelompok
Definisi operasional faktor-faktor situasi gaya kepemimpinan
Definisi operasional tingkat partisipasi
Definisi operasional tingkat efektivitas Program CSR
Jumlah penduduk Desa Pabean Udik dan Karangsong menurut
jenis kelamin tahun 2014
Jumlah KK menurut jenis kelamin tahun 2014
Jumlah penduduk menurut kelompok umur muda, umur produktif,
dan umur tua tahun 2014
Jumlah dan jenis sekolah di Desa Pabean Udik dan Karangsong
tahun 2014
Jumlah kepala keluarga menurut tingkat pendidikan tahun 2014
Penduduk yang bekerja dirinci menurut status dalam pekerjaan di
Desa Pabean Udik dan Karangsong tahun 2014
Kegiatan yang Jaka Kencana dengan CSR PT Pertamina RU VI
Balongan
Penghargaan kelompok Jaka Kencana
Penghargaan Pantai Lestari
Kegiatan Pantai Lestari dengan CSR PT Pertamina RU VI Balongan
Kapasitas dan distribusi produk Pertamina RU-VI Balongan
Prestasi PT Pertamina RU VI Balongan
Frekuensi dan persentase profil anggota kelompok penerima program
Gaya kepemimpinan ketua tiap kelompok pada setiap situasi
Ikhtisar gaya kepemimpinan
Partisipasi anggota penerima pogram setiap tahapan
Tingkat partisipasi anggota tiap kelompok secara umum
Analisis efektivitas Program CSR kelompok Jaka Kencana dan
Pantai Lestari
Ikhtisar efektivitas Program CSR
Hubungan gaya kepemimpinan dengan tingkat partisipasi anggota
tiap kelompok
Hubungan tingkat pengetahuan dengan gaya kepemimpinan ketua
tiap kelompok
Hubungan gaya kepemimpinan dengan efektivitas Program CSR
kelompok Jaka Kencana
Hubungan tingkat partisipasi anggota dengan efektivitas Program
CSR
Ikhtisar hubungan gaya kepemimpinan, partisipasi, dan efektivitas
Program CSR

12
14
16
17
23
24
26
27
38
30
30
30
31
31
32
36
37
38
39
53
54
63
67
72
73
80
81
83
85
87
89
91
92

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Kerangka Pemikiran.......................................................................................18
Logo PT. Pertamina (Persero) RU-VI Balongan
49
Lokasi PT. Pertamina (Persero) RU-VI Balongan
50
Struktur Organisasi PT. PERTAMINA (Persero) RU-VI
52
Implementasi Program Penanaman Mangrove Pantai Lestari
59
Implementasi Program Pengolahan Mangrove Jaka Kencana
60
Evaluasi Program Mangrove Edupark di Kantor Kecamatan Indramayu
61
Diagram jenjang pendidikan anggota Kelompok Jaka Kencana
65
Diagram jenjang pendidikan anggota Kelompok Pantai Lestari
65
Perbedaan gaya kepemimpinan ketua dari dua kelompok
72
Posisi tangga partisipasi anggota Kelompok Jaka Kencana dan Pantai
78
Lestari
12 Posisi kekuatan partisipasi anggota Kelompok Jaka Kencana dan Pantai 79
Lestari

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9.
10.

Peta Wilayah
Jadwal Penelitian
Daftar Responden
Data Uji Reliabilitas, Uji Validitas , Uji Normalitas Uji Korelasi SPSS
Dokumentasi Kegiatan Lapang
Kuesioner
Pertanyaan Mendalam
Catatan Lapang
Tulisan Tematik
Riwayat Hidup

102
103
104
105
110
112
128
135
137
140

ii

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sumber daya alam merupakan segala sesuatu yang berasal dari alam dan
digunakan untuk memberi manfaat kepada manusia dan makhluk hidup sekitarnya
untuk keberlangsungan hidup mereka. Sumber daya alam di Indonesia umumnya
dikelola oleh pemerintah maupun perusahaan-perusahaan swasta. Akan tetapi,
tidak semua proses pengelolaan sumber daya alam yang dilakukan di Indonesia
tepat guna. Hampir semua pengelolaan sumber daya alam rentan terkena isu
kerusakan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat akibat adanya eksploitasi
besar-besaran yang dilakukan untuk mengambil manfaat dari sumber daya alam
tersebut. Di Indonesia sendiri, perusahaan tambang merupakan salah satu sektor
pembangunan yang sangat penting sehingga pengembangannya secara
berkelanjutan perlu dilakukan karena berhubungan erat dengan pendapatan
nasional dan daerah serta memberikan manfaat bagi masyarakat di sekitar
perusahaan (Mutmainna 2014)
Masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar wilayah Pertamina RU VI
Balongan merupakan masyarakat yang termasuk dalam wilayah operasi
pengolahan minyak mentah hasil tambang PT Pertamina yaitu Ring 1 Desa
Balongan dan Ring 3 Desa Karangsong dan sekitarnya. Arviana (2014)
menjelaskan bahwa Ring 3 yaitu Desa Karangsong menjadi perhatian bagi
Pertamina karena pada tahun 2008 pernah terjadi tumpahan minyak oleh kapal
tanker di sekitar tempat warga mencari ikan. Hal ini menyebabkan warga
menuntut ganti rugi kepada pihak PT. Pertamina. Salah satu upaya yang dilakukan
oleh PT Pertamina untuk meredam konflik tersebut adalah dengan melaksanakan
CSR.
Pelaksanaan Program CSR sudah semestinya dilakukan oleh PT Pertamina
yang merupakan salah satu perusahaan pengolahan minyak dan gas bumi negara
di Indonesia yang termasuk dalam BUMN. Komitmen penyediaan dana untuk
Program CSR Pertamina adalah sebesar 1 persen dari prognosis laba perseroan
dengan pembagian realisasi 80 persen dana untuk Program CSR perusahaan yang
direncanakan dan 20 persen dana untuk program yang sifatnya responsif (PT
Pertamina 2011). Oleh karena itu, PT Pertamina telah menerapkan beberapa
Program CSR bagi masyarakat desa binaan sekitar perusahaan mereka. Beberapa
program yang telah dilaksanakan PT Pertamina yakni program lingkungan, sosial,
kesehatan dan ekonomi yang semuanya berfokus pada pemberdayaan masyarakat
sekitar operasi perusahaan.
Aturan dasar dari pemerintah Indonesia yang membuat konsep CSR tersebut
harus direalisasikan dan diimplementasikan oleh setiap perusahaan di Indonesia
karena diberlakukannya Undang-Undang tentang Perseroan Terbatas (UU-PT)
No. 40 Tahun 2007 yang salah satu pasal dalam UU-PT tersebut, yakni Pasal 74
ayat 1, disebutkan bahwa setiap perseroan yang menjalankan kegiatan usaha yang
berkaitan dengan pengelolaan sumber daya alam diwajibkan untuk melaksanakan
kegiatan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Berdasarkan Undang-Undang
tersebut, setiap perusahaan kini wajib mengeluarkan dana perusahaannya untuk
mengimplementasikan dan membuat Program CSR yang ditujukan bagi seluruh
stakeholder terkait. Peraturan Pemerintah No. 47 tahun 2012 tentang Tanggung

2

Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas juga menyatakan bahwa setiap
perseroan mempunyai tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Perusahaan sebagai pelaku dunia usaha adalah salah satu dari pihak yang
turut andil dalam menjalankan pembangunan di Indonesia. Kegiatan-kegiatan
yang direncanakan oleh perusahaan melibatkan berbagai macam pihak, seperti
pemerintah, masyarakat, pihak asing, dan lain sebagainya. Masyarakat yang
berada di sekitar lokasi operasional perusahaan adalah salah satu pihak yang dapat
mempengaruhi keberadaan dan keberlanjutan suatu perusahaan. Mereka adalah
pihak yang paling merasakan dampak suatu kegiatan operasional perusahaan baik
dari segi sosial ekonomi maupun lingkungan. Oleh karena itu, perusahaan sangat
perlu menjaga keseimbangan dengan masyarakat khususnya yang berada di
sekitar lokasi operasional perusahaan dalam rangka menjaga eksistensinya
(Rahmawati 2011). Pelaksanaan CSR seringkali mengalami masalah didalam
pelaksanaanya, banyak kelompok penerima program yang diberikan dana CSR
dipakai tidak sesuai harapan, sehingga pelaksanaan CSR dapat tidak berjalan tepat
sasaran. Salah satu upaya yang dapat dilakukan perusahaan agar pelaksanaan CSR
berjalan tepat sasaran adalah dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat
secara langsung (Arviana 2014).
Pemimpin adalah orang yang berperan sentral dalam menggerakkan
organisasi dan bertanggung jawab terhadap kelangsungan berjalannya organisasi
yang dipimpinnya. Pemimpin juga memastikan tujuan dari organisasi tersebut
tercapai dengan efektif dan efisien serta memiliki tanggung jawab pula terhadap
orang-orang yang dipimpinnya (Bahri 2011). Oleh karena itu, pemimpin adalah
salah satu komponen yang menentukan partisipasi sebuah kelompok atau
lembaga. Pada penelitian Riyadi (2012) bahwa terciptanya kenyamanan kelompok
antara kepala dengan anggota dapat terwujud dengan suatu cara kepemimpinan
yang tepat. Penerapan gaya kepemimpinan yang seusai membuat anggota dapat
bekerja lebih efekif dan efisien, sehingga dapat mendorong peningkatan
partisipasi kerja secara maksimal.
Berdasarkan penelitian Rosyida dan Nasdian (2011) partisipasi merupakan
kunci keberhasilan pelaksanaan Program CSR, karena dengan adanya partisipasi
masyarakat suatu program baru dapat dijalankan. Partisipasi masyarakat juga
menentukan kefektifan suatu Program CSR (Rahmawati 2010). Keefektifan suatu
program juga dapat tercapai secara maksimal apabila dalam pelaksanaannya
menerapkan beberapa indikator efektivitas program yang dapat dilihat dari
sejauhmana program tersebut telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan
menggunakan keahlian dari luar yang diperlukan (pendampingan) juga partisipasi
seluruh masyarakat (Rahmawati 2010). Hasil penelitian Mutmainah (2014) bahwa
terdapat hubungan positif antara peran kepemimpinan dengan efektivitas program
pemberdayaan petani. Program Mangrove edupark merupakan salah satu jenis
pogram CSR Program Pemberdayaan dan Lingkungan Hidup (PPLH) yang
bergerak pada bidang pengelolaan hutan mangrove dan pengolahan mangrove
menjadi suatu produk makanan. Program tersebut merupakan program unggulan
CSR PT Pertamina yang telah menjadi kawasan ekowisata di Desa Karangsong
dan Desa Pabean Udik. Program ini dilakukan dengan memberdayakan
masyarakat sekitar perusahaan yang melibatkan dua kelompok sebagai
mitrabinaan oleh PT Pertamina yaitu Kelompok Jaka Kencana sebagai kelompok
pengolahan dan Kelompok Pantai Lestari sebagai kelompok pengelolaan

3

(Pertamina 2014). Program ini menjadi unggulan dikarenakan ketua kelompok
dari Pantai Lestari bersama anggota berhasil dalam mengelola kawasan mangrove
yang subur dan menjadi kawasan ekowisata pusat mangrove di Jawa Barat. Pada
latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk meneliti tentang gaya kepemimpinan,
partisipasi yang ada pada masing-masing kelompok binaan tersebut dalam
mempengaruhi efektivitas CSR Program Mangrove edupark. Hasil penelitian
Nikolaus (2014) bahwa partisipasi masyarakat desa akan semakin tinggi jika
didorong oleh tipe kepemimpinan kepala desa yang semakin demokratis.
Pemimpin formal maupun informal suatu program di desa harus mampu
merangkul seluruh lapisan masyarakat agar dapat berjalan beriringan dengan satu
tujuan yaitu membangun desa menuju masyarakat yang lebih maju dan lebih baik.
Terdapat berbagai macam gaya kepemimpinan dan tingkatan partisipasi yang
digunakan dalam mewujudkan suatu program menjadi efektif. Oleh karena itu,
penting mengkaji hubungan gaya kepemimpinan dan partisipasi masyarakat
terhadap efektivitas Program Mangrove Edupark pada kelompok binaan PT.
Pertamina RU VI Balongan.
Masalah Penelitian
Kepemimpinan dan keberhasilan Corporate Social Responsibility (CSR)
merupakan unsur penting bagi perusahaan dalam menjamin keberlanjutan bisnis.
CSR sekaligus merupakan wujud tanggungjawab perusahaan terhadap aspek
sosial dan lingkungan. Perusahaan industri yang sangat menggantungkan kegiatan
operasionalnya kepada sumber daya alam ini telah memiliki kesadaran akan
dampak operasionalnya terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Hal tersebut
membuat CSR PT Pertamina membuat Program Mangrove Edupark dalam
praktek keperdulian lingkungan terhadap lingkungan mangrove dan memberikan
manfaat terhadap masyarakat dan lingkungan di berbagai desa binaannya
khususnya didaerah sekitar operasi kilang. (Pertamina 2015). PT Pertamina telah
berupaya melaksanakan Program CSR berlandaskan prinsip-prinsip partisipasi
masyarakat, belum diketahui sejauhmana tingkat penerapan gaya kepemimpinan
dan partisipasi masyarakat yang dilakukan PT Pertamina padaProgram Mangrove
edupark ini.
Pemimpin memiliki gaya kepemimpinannya sendiri. Pemimpin atau ketua
adalah seorang yang memiliki pengaruh pada kelompoknya sehingga mereka
memiliki gaya kepemimpinan dalam menjalankan Program CSR yang masuk di
desanya. Jadi dapat di analisis, Bagaimana gaya kepemimpinan yang
diterapkan oleh ketua kelompok pada Program Mangrove Edupark PT
Pertamina RU VI Balongan ? Gaya kepemimpinan yang diterapkan ketua juga
dipengaruhi oleh profil individu (Bahri 2011) salah satunya adalah tingkat
pengetahuan anggota sehingga dapat dibuat pertanyaan bagaimana hubungan
tingkat pengetahuan anggota dengan gaya kepemimpinan pada Program
Mangrove Edupark PT Pertamina RU VI Balongan ? Gaya kepemimpinan
yang diterapkan ketua akan berdampak pada partisipasi atau keterlibatan anggota
dalam kegiatan kelompok dan partisipasi anggota kelompok binaan juga turut
mempengaruhi berjalanya Program CSR suatu perusahaan (Mutmainna 2014),
sehingga dapat dibuat pertanyaan, bagaimana hubungan gaya kepemimpinan
dengan tingkat partisipasi anggota kelompok pada Program Mangrove
Edupark PT Pertamina RU VI Balongan? Ketua kelompok akan memiliki

4

pengaruh yang besar terhadap suatu program yang dijalankannya karena gaya
kepemimpinan yang diterapkan. Gaya kepemimpinan ini memungkinkan program
berjalan efektif atau berjalan gagal. Oleh karena itu perlu diteliti, bagaimana
hubungan gaya kepemimpinan dengan efektivitas Program Mangrove
Edupark PT Pertamina RU VI Balongan? Partisipasi yang dilakukan oleh
anggota kelompok dalam menjalankan berbagai kegiatan CSR akan
mempengaruhi efektivitas Program CSR. Efektivitas merupakan sebuah
pengukuran yang suatu targetnya telah tercapai sesuai dengan apa yang
direncanakan. Perusahaan mengharapkan bahwa Program CSR yang
diimplementasikannya berhasil. oleh karena itu perlu diteliti bagaimana
hubungan partisipasi anggota kelompok dengan efektivitas Program
Mangrove Edupark PT Pertamina RU VI Balongan?
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian secara umum adalah untuk menganalisis hubungan gaya
kepemimpinan dan partisipasi masyarakat terhadap efektivitas Program CSR PT.
Pertamina RU VI Balongan. Secara khusus bertujuan penelitian untuk:
1. Mengidentifikasi gaya kepemimpinan ketua kelompok binaan yang pada
Program Mangrove Edupark PT Pertamina RU VI Balongan.
2. Menganalisis hubungan tingkat pengetahuan anggota dengan
gaya
kepemimpinan ketua kelompok pada Program Mangrove Edupark PT
Pertamina RU VI Balongan.
3. Menganalisis hubungan gaya kepemimpinan dengan tingkat partisipasi
anggota kelompok pada Program Mangrove Edupark PT Pertamina RU VI
Balongan?
4. Menganalisis hubungan gaya kepemimpinan dengan efektivitas Program
Mangrove Edupark PT Pertamina RU VI Balongan.
5. Menganalisis hubungan tingkat partisipasi anggota kelompok dengan
efektivitas Program Mangrove Edupark PT Pertamina RU VI Balongan.
Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang
berminat maupun yang terkait dengan Program CSR, khususnya kepada :
1. Peneliti, untuk menambah pengetahuan dan pengalaman mengenai gaya
kepemimpinan dan partisipasi masyarakat terhadap efektivitas CSR dan
mampu memaknai secara ilmiah fenomena yang terlihat. Selanjutnya, untuk
civitas akademika dapat memperoleh koleksi terbaru penelitian yang akan
memperkaya perkembangan pengetahuan mengenai gaya kepemimpinan dan
partisipasi masyarakat terhadap efektivitas Program CSR.
2. Kalangan perusahaan, untuk menjadi bahan pertimbangan dan data untuk
mengevaluasi penerapan Program CSR yang telah dilaksanakan. Serta
memiliki data dan informasi terbaru yang dapat digunakan untuk meningkatkan
efektivitas Program CSR.
3. Masyarakat, dapat memperoleh pengetahuan serta gambaran bagaimana
partisipasi masyarakat pada Program CSR yang telah dilaksanakan.
4. Pemerintah, diharapkan dapat menentukan arah kebijakan dan peraturan
mengenai CSR yang lebih bermanfaat bagi masyarakat.

5

PENDEKATAN TEORITIS
Tinjauan Pustaka
Pemimpin dan Kepemimpinan
Pemimpin (Leader) adalah seorang yang dengan cara apapun, mampu
mempengaruhi pihak orang lain untuk berbuat sesuatu, sesuai dengan kehendak
orang itu sehingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Tidak jauh berbeda,
pemimpin juga didefinisikan sebagai pengaruh antar personal yang dilaksanakan
dalam suatu keadaan yang ditujukan untuk mencapai suatu tujuan khusus, melalui
proses komunikasi (Wiriadihardja 1987).
Kepemimpinan merupakan kemampuan menggerakkan atau memotivasi
anggota organisasi agar secara serentak melakukan kegiatan yang sama dan
terarah pada pencapaian tujuannya. Kepemimpinan yang efektif harus
memberikan pengarahan terhadap usaha-usaha semua orang yang dipimpin dalam
pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan yang efektif akan selalu berusaha
agar kehendaknya diterima dan dirasakan oleh seluruh anggota kelompok sebagai
kehendaknya juga (Randhita 2009). Pada konteks ini, pemimpin merujuk pada
sosok seseorang. Selain itu, kepemimpinan merujuk pada kondisi atau hubungan
antara pemimpin dengan orang yang dipimpin (bawahan).
Pemimpin berperan besar dalam mencapai kesuksesan suatu kelompok atau
organisasi. Davis (1979) menyebutkan ada empat ciri utama pemimpin yang
mempunyai pengaruh terhadap kesuksesan kepemimpinan dalam organisasi :
1. Kecerdasan (intelligence). Kecerdasan seorang pemimpin sangat
diperlukan karena dalam sebuah organisasi, pemimpin menjadi fokus
utama dalam mengarahkan anggotanya. Pemimpin dituntut untuk dapat
mewakili, mengarahkan dan memberikan pandangan kepada
anggotanya.. Penelitian-penelitian pada umumnya menunjukkan bahwa
seorang pemimpin mempunyai tingkat kecerdasan yang lebih tinggi
daripada pengikutnya, tetapi tidak sangat berbeda.
2. Kedewasaan sosial dan hubungan sosial yang luas (Social Maturity and
breadth). Dalam sebuah organisasi, pemimpin membawahi banyak orang
dengan kepribadian yang berbeda. Dalam hal ini pemimpin harus dapat
mengakomodasi kepentingan anggotanya. Pemimpin juga dituntut untuk
bersikap lebih sabar dalam mengatasi masalah yang terjadi dalam
organisasinya. Pemimpin cenderung mempunyai emosi yang stabil dan
dewasa atau matang, serta mempunyai kegiatan-kegiatan dan perhatian
yang luas. Hubungan sosial yang luas berarti seorang pemimpin yang
memiliki jaringan lebih banyak tentu akan berpengaruh lebih besar
terhadap kesuksesan pemimpin.
3. Motivasi diri dan dorongan berprestasi. Pemimpin dituntut untuk
mempunyai motivasi dan dorongan berprestasi yang tinggi. Mereka
bekerja keras lebih untuk nilai intrinsik daripada ekstrinsik. Dengan
begitu, pemimpin diharapkan dapat memotivasi semua anggotanya.
4. Sifat-sifat hubungan manusiawi. Seorang pemimpin yang sukses akan
mempengaruhi harga diri dan martabat pengikut-pengikutnya,
mempunyai perhatian yang tinggi dan berorientasi pada pegawai.

6

Gaya Kepemimpinan
Setiap pemimpin memiliki berbagai cara dalam mengatur, mengarahkan dan
memimpin untuk mencapai tujuan kelompoknya. Cara – cara dalam memimpin
disebut sebagai gaya kepemimpinan. Gaya kepemimpinan merupakan norma
perilaku yang digunakan seseorang pada saat orang tersebut mencoba
mempengaruhi orang lain agar bertindak sesuai dengan apa yang diharapkan
(Thoha 1991). Cara pemimpin dalam menggunakan kontrol atas anggota
kelompoknya disebut dengan gaya kepemimpinan (Hybels 2003). Tidak ada satu
pun gaya kepemimpinan yang terbaik dalam segala situasi, sebuah tindakan
pemimpin harus bergantung pada pekerjaan yang dilakukan. Berdasarkan hasil
penelitian Siregar (2006) hubungan antara atasan dan karyawan akan harmonis
apabila atasan mampu menyesuaikan gaya kepemimpinan dengan situasi yang
dihadapi. Adanya gaya kepemimpinan yang sesuai diharapkan dapat memberikan
kepuasan kerja kepada karyawan. Terdapat beberapa gaya kepemimpinan menurut
Wahjosumidjo (1984), yaitu:
1. Gaya Kepemimpinan Direktif
Gaya kepemimpinan direktif dicirikan oleh pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan berkaitan dengan seluruh pekerjaan menjadi tanggung
jawab pemimpin dan ia hanya memberikan perintah kepada bawahannya
untuk melaksanakannya. Selain itu, Pemimpin menentukan semua standar
bagaimana bawahan menjalankan tugas.
2. Gaya Kepemimpinan Konsultatif
Gaya kepemimpinan konsultatif dicirikan oleh pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah dilakukan oleh pemimpin setelah mendengarkan
keluhan dan bawahan. Pemimpin juga menentukan tujuan dan
mengemukakan berbagai ketentuan yang bersifat umum setelah melalui
proses diskusi dan konsultasi dengan para bawahan. Dengan demikian,
hubungan antara pemimpin dengan bawahan berlangsung baik.
3. Gaya Kepemimpinan Partisipatif
Gaya kepemimpinan partisipatif dicirikan oleh pemimpin dan bawahan
sama-sama terlibat dalam pengambilan keputusan dan pemecahan masalah
atau dengan kata lain apabila pemimpin akan mengambil keputusan,
dilakukan setelah adanya saran dan pendapat dari bawahan. Hal ini
menyebabkan hubungan dengan bawahan terjalin dengan baik dan dalam
suasana yang penuh persahabatan dan saling mempercayai.
4. Gaya Kepemimpinan Delegatif
Gaya kepemimpinan delegatif dicirikan oleh pemimpin mendiskusikan
masalah-masalah yang dihadapi dengan bawahan dan selanjutnya
mendelegasikan pengambilan keputusan dan pemecahan masalah kepada
bawahan. Selain itu, bawahan memiliki hak untuk menentukan langkahlangkah bagaimana keputusan dilaksanakan.
Pendapat lain menyebutkan terdapat tiga macam gaya kepemimpinan
teori Lippit dan White (Oktavina 2013) , yaitu:
1. Otokratis
Gaya otokratis kemampuan mempengaruhi orang lain agar bersedia bekerja
sama untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dengan cara segala kegiatan
yang akan dilakukan diputuskan oleh pimpinan semata-mata.

7

Produktivitas kelompok yang dipimpin oleh Pimpinan Otoriter, lazimnya
lebih produktif, dalam arti hasil kerja sebagai topeng yang ada hubungannya
dengan kesenangannya. Kepemimpinan ini, umumnya dianggap kurang baik dan
negatif. Dalam jangka panjang menjadi tidak efektif. Ciri-ciri perilaku
kepemimpinan otokratik serta reaksi bawahannya, dapat digambarkan sebagai
berikut:
a. Semua kebijaksanaan ditentukan oleh pimpinan
b. Langkah kegiatan teknis ditentukan oleh pimpinan, pada saat-saat tertentu,
sehingga biasanya langkah-langkah berikutnya tidak ada kepastian.
c. Pimpinan mendiktekan tugas-tugas khusus dan para anggota adalah
pelaksananya.
d. Pimpinan cenderung untuk mencela atau memuji secara personal dan tetap
menjauhkan diri dari kegiatan kelompok, kecuali dalam hal berdemostrasi.
Pemimpin yang otoriter menjadi pemimpin terbaik ketika kelompok harus
melakukan pekerjaan yang sangat cepat. Satu orang mengambil alih tanggung
jawab proyek dan menunjuk anggota lain untuk membagi tugas. (Hybels dan
Weaver 2003).
2. Demokratis
Gaya demokratis adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan ditentukan bersama antara pimpinan dan
bawahan. pemimpin demokratis mendukung komunikasi di antara para anggota
kelompok dengan cara mendorong mereka untuk menentukan sendiri
kebijaksanaan dan kegiatan kelompok. Pemimpin berbuat demikian dengan cara
mengajukan beberapa sasaran dan prosedur alternatif, memperkenankan anggota
untuk memilih sendiri pasangan dalam bekerja, memuji, dan mengeritik anakanak muda secara obyektif dan kritis serta dengan meminta saran-saran.
Wiriadihardja (1987) menjelaskan bahwa suasana dalam kelompok ini lebih akrab
dan saling menghormati. Hubungan dengan pimpinan lebih bersahabat dan
berlandaskan hubungan tugas kedinasan. Produktivitas meskipun tidak mencapai
puncak, namun para pegawai bawahan menikmati kegembiraan-kerja dan
memanfaatkan pengalamannya. Pada akhirnya hubungan kerja pola ini akan
menjadi lebih baik. Umumnya dinilai lebih baik dan positif dalam jangka panjang
akan menjadi lebih efektif, baik dalam arti kegembiraan bawahan. Ciri-ciri
perilaku kepemimpinan demokratik serta reaksi bawahannya dapat digambarkan
sebagai berikut:
a. Semua kebijaksanaan dibahas dan ditentukan bersama oleh kelompok, dengan
dorongan dan bantuan pimpinan.
b. Prespektif kegiatan diperoleh selama masa pembahasan. Langkah- langkah
umum kebijaksanaan kelompok digariskan terlebih dahulu danjika diperlukan
dapat meminta nasihat teknis. Pimpinan memberikan saran beberapa alternatif
prosedur yang dapat dipilih di antaranya.
c. Para pegawai bawahan bebas untuk bekerja sama dengan siapa saja yang
mereka senangi. Pembagian tugas pekerjaan diserahkan kepada kelompok
untuk ditentukan bersama.
d. Pemimpin selalu “obyektif” dan berpikir “serba fakta” dalam memberikan
pujian atau kritikan. Serta berusaha memberi semangat kepada kelompok,
tanpa banyak mencampuri urusan pekerjaan.

8

3. Laissez-Faire
Gaya laissez-faire adalah kemampuan mempengaruhi orang lain agar
bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan dengan cara
berbagai kegiatan yang akan dilakukan lebih banyak diserahkan kepada bawahan.
Kepemimpinan laissez faire pada dasarnya menunjukkan suatu pola pengabaian
yakni di mana pemimpin yang dipilih atau tokoh berwenang dalam suatu
kelompok berusaha menghindari suatu tanggung jawab terhadap para
pengikutnya. Menurut Wiriadihardja (1987) hasil kerja kelompok yang dipimpin
oleh pimpinan laissez faire lebih memprihatinkan. Para pegawai bawahan
keadaannya frustasi dan bekerja ogah-ogahan, main-main, kurang kecintaan
terhadap perkejaannya. Kelompok kerja ini menunjukkan rasa kurang puas. Ciriciri perilaku kepemimpinan laissez faire serta reaksi bawahannya sebagai berikut:
a. Kebebasan sepenuhnya untuk mengambil keputusan diberikan kepada
kelompok maupun individual, tanpa banyak campur-tangan pimpinan.
b. Bermacam-macam bahan/data diberikan. Pimpinan dengan jelas
menyatakan hanya akan memberikan bahan informasi bila diminta saja
Pimpinan tidak mengambil keaktifan dalam pembahasan bersama
kelompok
c. Sama sekali tanpa partisipasi pimpinan
d. Pimpinan jarang memberikan komentar secara spontan, terhadap
kegiatan bawahannya, kecuali bila ditanya. Tidak ada usaha-usaha untuk
menilai atau mengatur jalannya pekerjaan organisasi.
Gaya kepemimpinan tentu akan menyebabkan kepatuhan bawahan atau
anggota yang berbeda – beda. Dalam tulisan ini diarahkan untuk mendapatkan
jenis kepatuhan yang partisipatif. Gaya kepemimpinan yang dapat memunculkan
kepatuhan tesebut adalah gaya kepemimpinan demokratis yaitu ketika pemimpin
memberikan ruang terbuka kepada bawahan atau anggota untuk berkontribusi dan
memberikan gagasannya.
Faktor-faktor Gaya Kepemimpinan
Menurut Thoha (1991), gaya kepemimpinan adalah suatu pola perilaku yang
konsisten yang ditunjukan oleh seorang pemimpin dan sebagai yang diketahui
oleh pihak lain atau pengikutnya. Pola perilaku umum yang biasanya terlihat
antaranya perilaku yang berorientasi pada tugas dan perilaku yang berorientasi
pada hubungan.
Perilaku yang berorientasi tugas adalah suatu perilaku seorang pemimpin
untuk mengatur dan merumuskan peranan-peranan dari anggota-anggota
kelompok atau para pengikut; menerangkan kegiatan yang harus dikerjakan oleh
masingmasing anggota, kapan dilakukan, dimana melaksanakannya dan
bagaimana tugas-tugas itu harus dicapai. Selanjutnya disifati oleh usaha-usaha
untuk menciptakan pola organisasi yang mantap, jalur komunikasi yang jelas dan
cara-cara melakukan jenis pekerjaan yang harus dicapai.
Perilaku yang berorientasi hubungan adalah suatu perilaku seorang
pemimpin yang ingin memelihara hubungan-hubungan antar pribadi antara
dirinya dengan anggota-anggota kelompok atau para pengikutnya dengan cara
membuka lebar-lebar jalur komunikasi, mendelegasikan tanggung jawab dan
memberikan kesempatan pada para bawahan untuk menggunakan potensinya. Hal

9

semacam ini disifati oleh dukungan sosioemosional, kesetia-kawanan dan
kepercayaan bersama.
Menurut Amirullah (2015) dengan teori Kaplan dan Norton (2001) Gaya
kepemimpinan dapat dikemukakan dengan melihat faktor strategi visi organisasi
yaitu bagaimana pemimpin membuat tujuan atau visi untuk membuat strategi
keberlanjutan kelompok, membangun jaringan kerja dengan mitra organisasi,
desentralisasi kekuasaan kepada bawahan, memberikan inisiatif bawahan dengan
memberdayakan bawahan dalam melaksanakan tugas.
Pada penelitian Bahri (2011) Gaya Kepemimpinan dibagi menjadi 4 situasi
pekerjaan, yaitu (1) Tahap perencanaan dan pengambilan keputusan: pada tahap
ini bagaimana sikap pemimpin kepada anggota saat rapat dan berkumpul dalam
menentukan suatu tugas dan program secara bersama-sama. (2) Hubungan
pemimpin dan pegawai: Pada tahap ini, mengidentifikasi bagaimana hubungan
komunikasi pemimpin keseharianya terhadap pegawai. (3) Tahap evaluasi
pembuatan laporan: Pada tahap ini, bagaimana pemimpin melibatkan pegawai
dalam membuat laporan dan mengevaluasi tugas-tugas. (4) Tahap pelaksanaan
tugas: Tahap ini menjelaskan bagaimana pemimpin memberi contoh yang baik
dalam melaksanakan tugas-tugas, dan memberi nasihat atau wejangan kepada
pegawai.
Dari berbagai faktor situasi gaya kepemimpinan diatas, pada penelitian ini
menggunakan beberapa faktor yaitu pengambilan keputusan, interaksi pemimpin
dan anggota, pelaksanaan kegiatan dan keberlanjutan.
Hasil Penelitian tentang Gaya Kepemimpinan
Hasil penelitian Nikolaus (2014) bahwa partisipasi masyarakat desa
semakin tinggi jika didorong oleh tipe kepemimpinan kepala desa yang semakin
demokratis Berdasarkan beberapa penelitian yang dilakukan gaya kepemimpinan
memiliki keterkaitan dengan kinerja pegawainya. Menurut Oktaviani (2007)
kepemimpinan dalam birokrasi pemerintah yang partisipatif dapat membawa
pencapaian pembangunan yang positif bagi kemajuan desa. Pemimpin selalu
mengajak para pegawai untuk terlibat aktif menyelesaikan tugas yang ada
sehingga dalam kinerjanya pegawai terpacu dalam penyelesaian tugas yang cepat
dan tepat karena pegawai tersebut merasa bertanggung jawab atas tugas yang
diberikan oleh pemimpinnya. Menurut Sari (2007) gaya kepemimpinan yang baik
akan mencerminkan demokrasi dalam masyarakat yang baik. Selain itu Nordholty
(1987) menyatakan bahwa peran pemimpin dalam birokrasi pemerintah adalah
melayani masyarakat dan pemimpin harus lebih mementingkan kepentingan
masyarakat dibandingkan kepentingannya sendiri serta keluarganya sehingga gaya
kepemimpinan yang sesuai dengan kondisi pegawai dibutuhkan. Hal ini dapat
mempengaruhi peningkatan kinerja pegawai dalam menyelesaikan tugas yang
diberikan.
Menurut Liddle (1984) seorang pemimpin birokrasi pun tidak dapat
memaksakan kekuasaannya dalam menjalankan organisasi birokrasi pemerintah
karena pemaksaan kekuasaan yang dilakukan sebenarnya bukan untuk
mensejahterakan masyarakat tetapi untuk menyelamatkan kekuasaannya saja dan
mengakibatkan lingkungan kerja yang tidak kondusif karena ada rasa
keterpaksaan dalam menjalankan tugas. Oleh karena itulah gaya kepemimpinan
akan berpengaruh terhadap kondisi lingkungan kerja dan berakibat pada kinerja

10

pegawai. Gaya kepemimpinan merupakan suatu cara yang dimiliki oleh seseorang
dalam mempengaruhi anggotanya untuk bekerjasama dan berdaya upaya dengan
penuh semangat serta keyakinan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Artinya, gaya kepemimpinan dapat menuntun pegawai untuk bekerja lebih giat
lebih baik, lebih jujur, dan bertanggung jawab penuh atas tugas yang diembannya
sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan baik. Hubungan pimpinan dan
bawahan dapat diukur melalui penilaian pekerja terhadap gaya kepemimpinan
para pemimpin dalam mengarahkan dan membina para bawahannya untuk
melaksanakan pekerjaan (Hadari 2003).
Partisipasi Masyarakat
Menurut Nasdian (2003), pemberdayaan merupakan jalan atau sarana
menuju partisipasi. Pemberdayaan masyarakat menempatkan masyarakat sebagai
subjek pembangunan dari dunianya sendiri, bukan hanya penerima pembangunan.
Proses “partisipasi” ditujukan untuk mendevolusikan kekuasaan kepada
komunitas sehingga inklusivitas dari masyarakat miskin dapat ditingkatkan dalam
proses pengambilan keputusan (Rosyida 2012). Pada partisipasi masyarakat
terlibat secara inklusif artinya terlibat langsung dalam proses pengambilan
keputusan. Partisipasi adalah proses yang bertahap dari pemberian atau
pendistribusian kekuasaan pada komunitas sehingga memperoleh kontrol lebih
besar pada hidup mereka sendiri. Partisipasi masyarakat menggambarkan
bagaimana terjadinya pembagian ulang kekuasaan yang adil (redistribution of
power) antara penyedia kegiatan dan kelompok penerima kegiatan (Rosyida
2012).
Partisipasi berarti keikutsertaan seseorang dalam suatu proses. Nikolaus
(2014) menjelaskan partisipasi adalah keterlibatan langsung anggota masyarakat
dalam pembangunan desa meliputi kontribusi masyarakat desa dalam
pembangunan desa yang meliputi:
1. Dimensi kontribusi masyarakat
Dimensi kontribusi masyarakat dijabarkan menjadi indikator-indikator:
a. kontribusi pemikiran
b. kontribusi dana
c. kontribusi tenaga
d. kontribusi sarana
2. Dimensi pengorganisasian masyarakat dan dimensi pemberdayaan
masyarakat.Dimensi pengorganisasian masyarakat dijabarkan menjadi
indikator-indikator yaitu:
a. model pengorganisasian
b. struktur pengorganisasian
c. unsur-unsur pengorganisasian
d. fungsi pengorganisasian
3. Dimensi pemberdayaan masyarakat dijabarkan menjadi indikatorindikator sebagai berikut:
a. Peran masyarakat dalam pembangunan desa
b. Aksi masyarakat dalam pembangunan desa
c. Motivasi masyarakat dalam pembangunan desa

11

Menurut Nasdian (2003) ada beberapa cara untuk mengembangkan
partisipasi di tingkat komunitas. Pada dasarnya orang-orang akan berpartisipasi
dalam kegitan komunikasi apabila kondisi-kondisinya kondusif melakukan
kegiatan tersebut. Kondisi-kondisi tersebut adalah seperti berikut:
1. Warga komunitas akan berpartisipasi jika mereka memandang penting
issue-issue atau aktifitas tertentu. Untuk menentukan issue atau tindakan
mana yang penting, Biasanya isu-isu yang menyentuh kebutuhan
merupakan prioritas komunitas.
2. Warga komunitas berpartisipasi apabila mereka merasa bahwa
tindakannya akan membawa perubahan, khususnya di tingkat rumah
tangga atau individu, kelompok dan komunitas.
3. Perbedaan bentuk-bentuk partisipasi harus diakui dan dihargai. Jenis
partisipasi yang harus dihargai tidak hanya keterlibatan dalam kegiatankegiatan formal (kepanitiaan, pertemuan dan lain-lain), tetapi juga
kegitan-kegiatan yang lainnya (menyiapkan konsumsi, membuat notulen,
kegiatan kesenian dan lain-lain).
4. Isu-isu seperti ketersediaan transportasi, keamanan, waktu dan lokasi
aktifitas serta lingkungan tempat aktifitas terjadi merupakan sesuatu hal
yang penting dan perlu dipertimbangkan proses yang didasarkan pada
komunitas.
Tingkatan Partisipasi Masyarakat
Arnstein (1969) mengemukakan ada 8 (delapan) tingkat partisipasi yaitu: 1)
manipulasi, 2) terapi, 3) informasi, 4) konsultasi, 5) placation, 6) partnership, 7)
delegasi kewenangan, dan 8) kontrol. Terdapat 3 (tiga) tipologi partisipasi
berdasarkan tingkat partisipasi, yaitu non-partisipasi, tokenism, dan citizen power.
Manipulasi dan terapi termasuk ke dalam tipologi non-partisipasi. Tujuan
dari program bukan untuk berpartisipasi dalam perencanaan dan pengambilan
keputusan, namun memungkinkan pemegang kekuasaan untuk mendidik peserta.
Informasi, konsultasi, dan placation termasuk ke dalam tipologi tokenism.
Informasi dan konsultasi merupakan tahap menuju tokenism, artinya peserta dapat
mendengar dan didengar. Akan tetapi, peserta tidak memiliki kekuatan untuk
memastikan bahwa pandangan mereka diperhatikan dengan kuat. Tidak ada tindak
lanjut, tidak ada jaminan mengubah status quo. Sementara itu placation berada
pada posisi yang lebih tinggi dibandingkan dengan tokenism.
Selanjutnya di tingkat yang lebih tinggi dan memiliki pengaruh yang lebih
besar dalam pengambilan keputusan adalah tingkat partnership, delegasi
kewenangan, dan kontrol. Pada tahap partnership, peserta dapat bernegosiasi dan
terlibat dalam pertukaran dengan pemegang kekuasaan. Tahap delegasi
kewenangan dan kontrol adalah tahap yang pesertanya memperoleh mayoritas
kursi pengambilan kekuasaan, atau kekuasaan manajerial penuh.

12

Tabel 1. Tingkatan partisipasi Arnstein
No
Tingkat Partisipasi
Hakikat Kesertaan

8

Kontrol Masyarakat
(Citizen Control)
Pendelegasian
Kekuasaan
(Delegated
Power)

Sepenuhnya dikuasai oleh
masyarakat
Diberi kekuasaan
(sebagian atau seluruh
program)

6

Kemitraan
(Partnership)

5

Penentraman
(Placation)

4

Konsultasi
(Consultation)

3

Pemberitahuan
(Informing)
Terapi (Therapy)

Timbal balik
dinegosiasikan
Masyarakat
Saran Masyarakat
diterima tapi tidak selalu
dilaksanakan
Masyarakat didengar, tapi
tidak selalu dipakai
sarannya
Sekedar pemberitahuan
searah/sosialisasi
Sekedar agar masyarakat
tidak marah/sosialisasi
Permainan oleh
pemerintah

7

2
1

Manipulasi
(Manipulation)

Tingkat
Pembagian
Kekuasaan

Tingkat
kekuasaan ada
di masyarakat
(citizen power)

Tokenisme/
sekedar
justifikasi agar
mengiyakan

Non partisipasi

Menurut Arnstein (1969), berdasarkan kedelapan tingkat tersebut
dikelompokkan lagi menjadi tiga tingkat berdasarkan pembagian kekuasaan,
yaitu: (1) non-partisipasi, (2) tokenisme, dan (3) kekuatan warga negara (citizen
power). Tangga pertama (manipulation) dan kedua (therapy) termasuk dalam
tingkatan non-partisipasi atau tidak ada partisipasi. Tangga ketiga (informing),
keempat (consultation), dan kelima (placation) termasuk ke dalam tingkat
tokenisme atau sekedar justifikasi agar masyarakat mengiyakan. Selanjutnya pada
tangga keenam (partnership), ketujuh (delegated power), kedelapan (citizen
control) termasuk ke dalam tingkat citizen power yang masyarakatnya telah
memiliki kekuasaan. Partisipasi mendukung masyarakat untuk mulai “sadar” akan
situasi dan masalah yang dihadapinya serta berupaya mencari jalan keluar yang
dapat dipakai untuk mengatasi masalah mereka (memiliki kesadaran kritis) dan
partisipasi juga membantu masyarakat miskin untuk melihat realitas sosial
ekonomi yang mengelilingi mereka.

13

Nasdian (2014) dengan teori Cohen dan Uphoff membagi partisipasi ke
beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut:
1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan
masyarakat dalam rapat-rapat. Tahap pengambilan keputusan yang
dimaksud disini yaitu pada perencanaan suatu program. Artinya proses
pengambilan keputusan bermaksud untuk melihat sejauh mana kesadaran
masyarakat dalam memberikan penilaian dan menentukan pemilihan sesuai
dengan kebutuhan mereka sendiri. Seringkali pengambilan keputusan yang
dilakukan oleh stakeholders hanya terpusat pada orang-orang yang memiliki
kekuasaan, seperti pihak perusahaan yang lebih merasa mampu dari segala
bidang, sedangkan masyarakat cenderung diabaikan bahkan tidak dilibatkan
dalam proses ini,
2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan,
sebab inti dari pembangunan adalah pelaksanaanya. Wujud nyata partisipasi
pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk
sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan
sebagai anggota proyek.
3. Tahap monitoring dan evaluasi, tahap ini merupakan tahap yang cukup
penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini diperlukan sebagai
feedback yang dapat memberi masukan demi perbaikan pelaksanaan proyek
selanjutnya.
4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan
partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek.
Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subjek pembangunan,
maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut
berhasil mengenai sasaran.
Corporate Social Responsibility (CSR)
Aktivitas perusahaan tidak terlepas dari lingkungan, baik lingkungan fisik
maupun lingkungan sosial. Lingkungan fisik digunakan untuk aktivitas produksi
dan lingkungan sosial merupakan lingkungan perusahaan berinteraksi dengan
masyarakat. Pihak-pihak yang terlibat dalam lingkungan sosial perusahaan yakni
pemilik karyawan serta publik, yaitu masyarakat yang tinggal di sekitar
perusahaan yang merupakan sumber dari segala sumber daya yang dimiliki dan
direproduksi oleh perusahaan (Tanudjaja 2006).
Corporate Social Responsibility atau tanggung jawab sosial perusahaan
merupakan perwujudan komitmen dan tanggung jawab perusahaan terdapat
dampak negatif yang ditimbulkan akibat kegiatan usaha. Konsep CSR
dikemukakan oleh beberapa ahli. Tanggung jawab sosial perusahaan atau
corporate Social Responsibility adalah suatu konsep bahwa organisasi khususnya
perusahaan memiliki suatu tanggung jawab terhadap konsumen, karyawan,
pemegang saham, komunitas dan lingkungan dalam segala aspek operasional
perusahaan (Rusmawati 2013). Sukada et al. (2007) mengembangkan definisi
CSR