Sebaran Partikulat (PM10) pada Musim Kemarau di Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya

SEBARAN PARTIKULAT (PM10) PADA MUSIM KEMARAU
DI KABUPATEN TANGERANG DAN SEKITARNYA

KHARIZA DWI SEPRIANI

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sebaran Partikulat
(PM10) pada Musim Kemarau di Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2015
Khariza Dwi Sepriani
NIM G24100076

ABSTRAK
KHARIZA DWI SEPRIANI. Sebaran Partikulat (PM10) pada Musim Kemarau di
Kabupaten Tangerang dan Sekitarnya. Dibimbing oleh ANA TURYANTI dan
MAHALLY KUDSY.
Pencemaran udara yang bersumber dari aktivitas antropogenik dewasa ini
menjadi semakin meningkat seiring dengan berkembangnya sektor industri dan
transportasi. Kabupaten Tangerang dan sekitarnya merupakan daerah industri
besar di Indonesia, sehingga masyarakat di wilayah tersebut memiliki potensi
terpapar pencemar udara yang tinggi. Salah satunya adalah partikulat. Sebaran
partikulat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya jumlah sumber emisi, serta
faktor meteorologi terutama angin. Pemantauan sebaran pencemar perlu dilakukan
sebagai pertimbangan untuk mengambil kebijakan terkait masalah lingkungan.
Namun pemantauan pencemar terkendala oleh biaya yang besar dan ketersediaan
alat di lapangan, sehingga untuk memudahkan melakukan pemantauan digunakan
model sebaran pencemar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui arah sebaran

pencemar PM10 di wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya berdasarkan
arah angin pada musim kemarau. Metode dalam penelitian ini menggunakan
model Chimere yang dapat menghasilkan prakiraan pencemar udara harian,
termasuk aerosol dan polutan lain. Hasil analisis menunjukkan konsentrasi PM10
tinggi di daerah sekitar Kotamadya Tangerang. Banyaknya industri dan padatnya
kendaraan bermotor serta angin dominan yang menuju timur pada musim kemarau
menyebabkan konsentrasi PM10 di Kota Tangerang Selatan hingga Kota
Tangerang lebih tinggi daripada di sekitarnya, yakni mencapai 26-28 μg m-3. Nilai
korelasi antara kecepatan angin dan konsentrasi partikulat sebesar -0.46
menunjukkan kecepatan angin cukup mempengaruhi tingkat konsentrasi PM10.
Kata kunci: PM10, Kabupaten Tangerang, Sebaran pencemar

ABSTRACT
KHARIZA DWI SEPRIANI. Dispersion of Particulate Matter (PM10) in the Dry
Season at Tangerang District and around. Supervised by ANA TURYANTI and
MAHALLY KUDSY.
Air pollution originating from anthropogenic activities nowadays be increased
along with industry development and transportation sector. Tangerang District and
its surrounding areas are a large industrial area in Indonesia, so people in the
region have a high potential for exposure to air pollutant. Particulate is one of the

pollutions. Monitoring the pollutant dispersion is necessary to be conducted as a
consideration to take a policy related to environmental issues. However, pollutant
monitoring constrained by cost and availability of tools in the field, so the model
is used to make pollutant monitoring easier. This study aims to determine the
direction of PM10 pollutant dispersion in Tangerang and the surrounding area
based the dominant wind direction in the dry season. The method in this study
uses Chimere model that can generate daily air pollution forecast. Result shows
high PM10 concentration around Tangerang City. High number of industries and

vehicles and also the dominant winds eastward in the dry season led to a
concentration of PM10 in Tangerang City until South Tangerang City higher than
around, namely reached 26-28 μg m-3. Correlation value between wind speed and
particulate concentration is -0.46 indicated that the wind speed has considerable
influence the level of PM10 concentrations.
Keywords: PM10, Tangerang District, Pollutant dispersion

SEBARAN PARTIKULAT (PM10) PADA MUSIM KEMARAU
DI KABUPATEN TANGERANG DAN SEKITARNYA

KHARIZA DWI SEPRIANI


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Sebaran Partikulat (PM10) pada Musim Kemarau di Kabupaten
Tangerang dan Sekitarnya
Nama
: Khariza Dwi Sepriani
NIM
: G24100076


Disetujui oleh

Ana Turyanti, SSi MT
Pembimbing I

Dr Ir Mahally Kudsy, MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Tania June, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang
berjudul Sebaran Partikulat (PM10) pada Musim Kemarau di Kabupaten
Tangerang dan Sekitarnya sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana

pada Program Studi Meteorologi Terapan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis haturkan kepada :
1. Ibu, Bapak, Mas Kiki, Wawan dan Uni yang telah memberikan semangat,
kasih sayang, doa, dan dukungan serta fasilitas yang telah diberikan
selama ini.
2. Ibu Ana Turyanti, SSi MT dan Bapak Dr Ir Mahally Kudsy, MSc selaku
pembimbing tugas akhir yang telah memberikan arahan, motivasi, dan
bantuannya dalam penyelesaian tugas akhir.
3. Bapak Dr Rahmat Hidayat, MSc selaku dosen penguji penulis.
4. Bapak Rudy Setiawan yang telah banyak membantu penulis dalam
pengumpulan data lapangan.
5. Bapak Suyantoko dan Ibu Puji Lestari dari Stasiun Meteorologi Curug
yang telah memberi kemudahan dalam perolehan data cuaca.
6. Seluruh dosen atas ilmu-ilmu yang telah diberikan dan staf Departemen
Geofisika dan Meteorologi atas kerjasamanya.
7. Teman seperjuangan, Duwi Kaeruni Asih dan Rony Hutapea yang tetap
berjuang bersama penulis sampai akhir.
8. Ramdan Aji Dewanto atas waktu, dukungan dan semangatnya kepada
penulis.
9. Ismail, Murni, Givo, Em, dan Ryan yang telah banyak membantu penulis

dalam pengerjaan tugas akhir ini.
10. Teman sekamar, Citra, yang selalu menyemangati penulis untuk
menyelesaikan tugas akhir ini.
11. Teman-teman GFMers 47 yang telah memberikan persahabatan yang
indah selama ini, dukungan, dan motivasi bagi penulis.
12. Semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat penulis sebutkan satupersatu dalam penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis sangat berharap semoga tulisan ini dapat memberikan manfaat
bagi banyak pihak dan bagi ilmu pengetahuan. Penulis juga menyadari bahwa
dalam tulisan ini masih banyak kekurangan maupun kesalahan. Oleh karena itu,
masukan dari para pembaca sangat diharapkan guna memperbaiki sehingga tulisan
ini bisa menjadi lebih baik.

Bogor, Januari 2015
Khariza Dwi Sepriani

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

x


DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

1


TINJAUAN PUSTAKA

2

Pencemaran Udara

2

Karakteristik Partikulat Pencemar Udara

3

Dispersi Pencemar Udara

3

Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Tangerang

4


Model Chimere

4

METODE

5

Waktu dan Tempat Penelitian

5

Bahan

5

Alat

5


Pengolahan Data dengan Model Chimere

5

Visualisasi Output Model

6

Analisis Data Angin

6

Metode Penentuan Koefisien Korelasi

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Kondisi Meteorologi Tangerang

7

Sebaran Konsentrasi PM10 Hasil Analisis Model Chimere

9

Analisis Hubungan Kecepatan Angin dan Konsentrasi PM10
SIMPULAN DAN SARAN

12
13

Simpulan

13

Saran

13

DAFTAR PUSTAKA

14

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian
2 Rataan tingkat curah hujan bulanan selama tahun 2009 hingga 2013
3 Diagram windrose sebaran angin musim kemarau (a) dan musim hujan
(b)
4 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 28
Juli 2013 pukul 06 UTC
5 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 30
Juli 2013 pukul 18 UTC
6 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 1
Agustus 2013 pukul 06 UTC
7 Hubungan antara kecepatan angin dengan konsentrasi PM10 selama
lima hari

7
8
8
9
10
11
12

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta wilayah kajian
2 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 28
Juli 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang
3 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 29
Juli 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang
4 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 30
Juli 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang
5 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 31
Juli 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang
6 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 1
Agustus 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang
7 Data kondisi meteorologi pada lima hari pemantauan
8 Rataan konsentrasi PM10 dan kecepatan angin

16
17
19
21
23
25
27
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Udara merupakan komponen penting dalam kehidupan sehingga perlu
dipelihara kualitasnya agar dapat memberikan daya dukung yang optimal bagi
makhluk hidup. Pencemaran udara saat ini semakin menunjukkan kondisi yang
membahayakan. Sumber pencemaran yang berasal dari aktivitas antropogenik
antara lain industri, transportasi, perumahan, serta perkantoran. Pertumbuhan
penduduk yang turut memicu peningkatan pembangunan seperti industri dapat
memberikan dampak positif bagi peningkatan pendapatan daerah, namun disisi
lain juga akan memberikan kontribusi negatif, salah satunya berupa pencemaran
udara.
Kabupaten Tangerang dan sekitarnya merupakan wilayah industri besar di
Indonesia. Kemajuan sektor industri di wilayah ini terbilang cukup pesat sehingga
masyarakat memiliki potensi terpapar oleh pencemar yang tinggi. Meningkatnya
jumlah masyarakat yang beraktivitas dapat meningkatkan emisi yang dihasilkan
dari kegiatan antropogenik baik dalam sektor industri maupun transportasi.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Noor dan Sofyan (2012)
menyebutkan bahwa emisi tertinggi dari bidang transportasi dihasilkan oleh
Kabupaten Tangerang diikuti oleh Jakarta Selatan dan Kota Tangerang.
Salah satu zat pencemar yang cukup banyak dihasilkan oleh kegiatan
antropogenik adalah partikulat (Particulate Matter (PM)). Partikulat yang
berukuran kurang dari 10 μm disebut dengan PM10. Sekitar 50% dari total emisi
debu di atmosfer merupakan PM10. Emisi ini berkontribusi secara signifikan bagi
pemanasan atmosfer, tidak hanya menyebar tetapi juga menyerap radiasi surya
(Haywood dan Boucher 2000). Sebaran PM10 di udara dipengaruhi oleh kondisi
sumber pencemar serta oleh proses fisik dan kimiawi pencemar tersebut di
atmosfer. Bahan pencemar ini akan terbawa oleh angin dan akan berakumulasi di
tempat tujuan arah angin tersebut. Pencemar partikulat apabila terhirup dalam
jumlah banyak dalam waktu yang lama dapat menyebabkan kerusakan fungsi
organ pernapasan. Pengaruh musim juga dapat meningkatkan konsentrasi PM10
di suatu wilayah. Berdasarkan penelitian dari Muhaimin (2014) konsentrasi total
partikulat pada musim kemarau lebih tinggi daripada ketika musim hujan, hal ini
karena pada musim hujan zat pencemar yang ada di atmosfer mengalami proses
penghilangan atau pengurangan akibat adanya pencucian udara oleh hujan
(Puspitasari 2011), sehingga polutan akan terlihat lebih jelas.
Pemantauan sebaran pencemar perlu dilakukan untuk memprediksi arah
sebaran polutan dari suatu sumber terutama pencemar yang berupa partikulat.
Namun pemantauan pencemar terkendala oleh biaya yang besar dan ketersediaan
alat di lapangan, sehingga untuk mempermudah digunakan model sebaran
polutan, salah satunya adalah Chimere.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui arah sebaran pencemar
PM10 di wilayah Kabupaten Tangerang pada musim kemarau.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Pencemaran Udara
Udara merupakan komponen utama bagi kehidupan makhluk hidup.
Makhluk hidup membutuhkan udara yang baik agar dapat melakukan berbagai
aktivitas dalam kehidupannya. Namun seiring dengan meningkatnya populasi
manusia mendorong peningkatan aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan hidup.
Sehingga dapat berdampak pada pencemaran udara dan penurunan kualitas udara
(Wang et al. 1997). Salah satunya dengan meningkatnya industri di kota-kota
besar. Peningkatan aktivitas industri berkontribusi dalam peningkatan polutan di
udara (Goyal dan Rao 2006).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 41 Tahun
1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara, yang dimaksud dengan
pencemaran udara adalah masuk atau dimasukkannya zat, energi, dan atau
komponen lain ke dalam udara ambien oleh kegiatan manusia, sehingga mutu
udara ambien turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan udara ambien
tidak dapat memenuhi fungsinya. Zat pencemar (polutan) yang berada di udara
antara lain partikel-partikel halus yang mengambang di udara (aerosol), partikel
debu, asap, dan gas-gas yang bersifat toksik sebagai hasil sampingan dari industri
serta aktivitas manusia.
Pencemaran udara dapat bersumber dari faktor alami seperti letusan gunung
berapi, kebakaran hutan alami, dan pencemaran udara akibat dari gas-gas alam,
maupun faktor antropogenik seperti industri dan transportasi (Soedomo 2001).
Sumber pencemar dapat pula dikelompokkan menjadi sumber diam (tidak
bergerak) seperti industri dan sumber bergerak, misalnya kendaraan bermotor.
Menurut Tjasjono (1999), pola sumber pencemaran udara dapat dibagi
menjadi :
1. Sumber titik yang dihasilkan oleh industri dari polutan yang dikeluarkan oleh
cerobong-cerobong pabrik.
2. Sumber garis, polutan dihasilkan dari sumber yang membentuk garis yang
memanjang seperti jalan raya.
3. Sumber area, dihasilkan dari suatu wilayah atau area dengan cakupan yang
cukup luas, seperti kawasan pabrik dan area kebakaran hutan.
Berdasarkan perilakunya di udara, pencemaran udara dapat dibagi menjadi
pencemar primer dan sekunder (Suryani et al. 2010). Pencemar primer merupakan
pencemar yang komposisinya tidak akan mengalami perubahan di atmosfer baik
karena proses kimiawi maupun fisis dalam jangka waktu yang relatif lama (harian
sampai tahunan), seperti CO, NOx, CO2, N2O, metana, senyawa halogen, dan zat
lain yang memiliki waktu tinggal lama di atmosfer karena bersifat stabil terhadap
reaksi-reaksi kimia dan fisik yang terjadi di atmosfer. Sedangkan pencemar
sekunder merupakan pencemar yang terbentuk di atmosfer akibat dari hasil reaksireaksi kimia dan fisik yang terjadi di atmosfer seperti proses hidrolisis, oksidasi
dan fotokimia, contohnya photochemical smog. Secara luas, pencemaran udara
bersumber dari (Arya 1999) :

3
1.

2.

3.

Sumber urban dan industri, yang terdiri dari pembangkit tenaga listrik,
transportasi, industri, proses pembakaran, pembuangan limbah, dan aktivitas
konstruksi.
Sumber rural dan pertanian, yang terdiri dari debu yang berterbangan,
membuka lahan dengan cara membakar hutan dan lahan (slash burning),
emisi tanah, penggunaan pestisida dan bahan kimia, serta proses pembusukan
limbah.
Sumber alami, yang berupa erosi angin yang membawa partikel tanah,
kebakaran hutan alami akibat sambaran petir, letusan gunung berapi, emisi
biogenik, percikan air laut dan evaporasi yang mengangkat partikel garam ke
udara, proses mikroba tanah, pembusukan alami bahan-bahan organik, serta
petir yang menghasilkan NO dan selanjutnya dapat bereaksi secara fotokimia
menjadi O3.
Karakteristik Partikulat Pencemar Udara

Partikulat merupakan campuran partikel-partikel solid dengan tetesan air
yang terdapat di udara. Konsentrasi PM dapat ditunjukkan dengan satuan massa
per unit volume (µg m-3) atau dalam fraksi massa (ppb). Partikel-partikel ini dapat
memiliki berbagai macam bentuk dan ukuran. Sumber alami partikulat berasal
dari letusan gunung berapi, kebakaran hutan alami, debu pasir di padang pasir,
serta percikan air laut. Sedangkan sumber antropogenik berasal dari pembakaran
bahan bakar, industri, dan pembangunan infrastruktur. Biasanya ukuran partikulat
di atmosfer dibagi menjadi dua kategori, yaitu fine particles yang berukuran lebih
kecil dari 2,5 mikrometer (PM2,5) dan coarse particles yang berukuran lebih
besar dari 2,5 mikrometer dan lebih kecil dari 10 mikrometer (PM10) (Hewitt et
al. 2003).
PM10 termasuk dalam ukuran diantara jenis partikel halus dan kasar,
sedangkan PM2,5 termasuk dalam pada jenis partikel halus (Arya 1999). PM10
mempunyai indikator kesehatan karena dapat memperparah berbagai macam
penyakit seperti penyakit jantung dan paru-paru dikarenakan di dalam partikulat
PM10 terdapat karbon, SOF (Soluble Organic Fraction), debu, SO4, dan H2O
(Sokhi 1998).
Dispersi Pencemar Udara
Atmosfer secara alami mempunyai kemampuan untuk menetralisir
pencemar yang terakumulasi di udara. Penyebaran pencemar secara umum
dipengaruhi oleh faktor meteorologis pada wilayah tersebut dan proses yang
terjadi di atmosfer (Arya 1999). Parameter meteorologi dapat mempengaruhi
proses dispersi (penyebaran), dilusi (pengenceran), transformasi fisik dan kimia
zat-zat pencemar, serta transportasi (perpindahan) zat pencemar dari sumber.
Dispersi pencemar terjadi karena adanya tenaga yang membawa zat pencemar ke
udara ambien. Difusi terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi kandungan
pencemar dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Proses dispersi dan difusi
dapat menghasilkan dilusi. Transformasi zat pencemar dapat merubah kandungan
zat tersebut menjadi zat yang berbeda karakteristik fisik dan kimianya serta

4
tingkat toksisitasnya. Zat pencemar akan diangkut ke udara secara horizontal
sesuai dengan arah dan kecepatan angin dengan proses transportasi.
Polutan akan mengalami proses pengenceran dikarenakan faktor-faktor
meteorologis yang mempengaruhinya, diantaranya arah dan kecepatan angin, suhu
udara, stabilitas atmosfer, mixing height, dan turbulensi (Fairuzi 2012). Arah dan
kecepatan angin menentukan arah dan seberapa jauh polutan bergerak
meninggalkan sumbernya. Proses dispersi bergantung dari variasi arah angin,
apabila secara kontinu angin menyebar ke berbagai arah, maka area sebaran
pencemar akan semakin luas, sedangkan jika arah angin hanya bergerak pada satu
arah tertentu maka daerah tersebut akan terpapar pencemar dengan konsentrasi
tinggi.
Profil suhu udara yang berbanding terbalik terhadap ketinggian (lapse rate)
pada lapisan troposfer berperan penting dalam proses dispersi polutan. Variasi
suhu yang terjadi akan memicu gradien tekanan yang akan mempengaruhi arah
dan kecepatan angin. Selain itu variasi suhu udara juga dapat mempengaruhi
stabilitas udara yang terbentuk sehingga berpengaruh pada proses dispersi vertikal
polutan. Menurut Kozarev dan Ilieva (2011), suhu di dekat permukaan memiliki
karakteristik yang berbeda dengan di udara dikarenakan pertukaran bahang yang
terjadi di dekat permukaan berlangsung melalui proses konveksi bebas yang
ditunjukkan dengan pergerakan laminar dan konveksi paksa dengan pergerakan
turbulen.
Kondisi Umum Wilayah Kabupaten Tangerang
Kabupaten Tangerang merupakan kabupaten yang terletak di timur Provinsi
Banten pada koordinat 106°20′-106°43′ Bujur Timur dan 6°00′-6°20′ Lintang
Selatan. Wilayah ini berbatasan dengan Laut Jawa disebelah Utara, Kabupaten
Bogor di sebelah Selatan, Kabupaten Serang dan Kabupaten Lebak di sebelah
Barat, dan Kota Tangerang di sebelah Timur (Lampiran 1). Luas wilayah 1011.86
km2 dengan jumlah penduduk sekitar 2 393 897 jiwa (BPS 2012). Secara
topografi, Kabupaten Tangerang berada pada dataran rendah dan dataran tinggi.
Dataran rendah sebagian besar berada di wilayah utara, sedangkan dataran tinggi
berada di wilayah bagian tengah ke arah selatan.
Model Chimere
Chimere merupakan model tiga dimensi transport kimia Eulerian. Model ini
didesain untuk menghasilkan prakiraan polusi udara harian, termasuk aerosol dan
polutan lain (CHIMERE documentation 2014). Model Chimere adalah bagian dari
sistem prakiraan pencemaran udara nasional Prev’Air di Perancis. Model ini
melibatkan banyak perbandingan fokus studi terutama dalam hal ozon dan PM10
dari skala urban ke skala benua. Aplikasi model Chimere terutama dilakukan di
Eropa serta Afrika dan Atlantik Utara untuk simulasi emisi debu dan sepanjang
Amerika Tengah untuk studi mengenai aerosol organik (Srivastava et al. 2014).
Chimere dapat digunakan untuk menghitung perubahan konsentrasi skala
spasiotemporal dari sejumlah besar gas dan partikulat di masing-masing domain
grid yang dapat mencakup kota besar, regional, atau benua. Pengaruh eksternal
diperlukan untuk menjalankan simulasi, seperti : meteorological fields, emisi

5
polutan utama, dan kondisi kimia boundary. Menggunakan input data tersebut,
Chimere menghitung dan menyediakan konsentrasi atmosfer dalam 10 fase gas
dan jenis-jenis aerosol sepanjang domain lokal hingga benua. Proses kunci yang
mempengaruhi konsentrasi kimia yang terdapat dalam Chimere antara lain : emisi,
transpor (adveksi dan pencampuran), kimia, dan deposisi. Chimere dijalankan
dengan meteorological fields dari regional model, seperti MM5. Meteorological
fields dalam model MM5 telah disusun untuk menjalankan model Chimere. Field
data meteorologi dan turbulensi per jam yang dihitung pada grid Chimere tersedia
di output meteo file. Field data meteorologi pada setiap running model merupakan
output dari model skala meso MM5 dan diinterpolasi pada grid Chimere
(CHIMERE documentation 2014).

METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Februari 2014 hingga September
2014 di Laboratorium Meteorologi dan Pencemaran Atmosfer Departemen
Geofisika dan Meteorologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,
Institut Pertanian Bogor dan UPT Hujan Buatan BPPT Jakarta.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data emisi
antropogenik global dan data angin global pada koordinat 105o BT – 114o57’12’’
BT dan 5o33’36’’ LS – 8o30’ LS dengan ketinggian tiap level adalah sekitar 25 m
AGL (meter Above Ground Level). Data diperoleh dari website
www.lmd.polytechnique.fr/chimere/download.php untuk data emisi antropogenik
dan www.rda.ucar.edu/datasets/ds083.2/index.html untuk data angin global.
Selain itu, validasi dengan kondisi angin daerah menggunakan data arah dan
kecepatan angin dari Stasiun Meteorologi Curug Budiarto. Seluruh data yang
digunakan dimulai dari tanggal 28 Juli hingga 1 Agustus 2013.
Alat
Alat yang digunakan dalam proses pengolahan data adalah perangkat lunak
Microsoft Excel 2007, WRPLOT View 7.0.0, model Chimere, dan GrADS 2.0.1.
Prosedur Analisis Data
Pengolahan Data dengan Model Chimere
Sebelum melakukan running model Chimere, source code dan data dari
model Chimere diunduh terlebih dahulu. Data yang diambil merupakan data emisi
untuk bulan Juli dan Agustus. Input untuk model Chimere ini berasal dari data
emisi global dan data meteorologi global yang merupakan output dari MM5. Data
emisi sudah termasuk boundary dan initial condition yaitu berupa chemical
boundary dan initial concentration sehingga hasil yang tergambarkan tidak hanya
dari sumber titik, namun juga dari kimia atmosfer. Parameterisasi yang dilakukan

6
merupakan penentuan kondisi meteorologi berupa suhu, kelembaban, angin, dan
tekanan udara.
Menentukan jangka waktu yang akan digunakan, yaitu dimulai dari time = 1
hingga time = 121. Domain diperoleh dengan menentukan koordinat kartesian
(nzdoms dan nmdoms) dalam parameter chimere.par. Running chimere-domain.sh
setelah menentukan koordinat untuk membuat semua data landuse yang
diperlukan untuk deposisi dan emisi biogenik MEGAN terdapat pada grid domain
sehingga data landuse akan secara otomatis diperhitungkan.
Visualisasi Output Model
Hasil keluaran model berupa file output.ctl yang berisi emisi antropogenik
dari wilayah domain. Visualisasi dilakukan dengan perangkat lunak GrADS
dengan menentukan waktu yang diperlukan, yaitu setiap enam jam mulai dari t =
1 yang menunjukkan pukul 00 UTC pada tanggal 28 Juli 2013 hingga t = 115
yang menunjukkan pukul 18 UTC pada tanggal 1 Agustus 2013. Perangkat lunak
GrADS juga digunakan untuk memperoleh nilai rataan konsentrasi PM10 dan
kecepatan angin dalam wilayah kajian.
Analisis Data Angin
Data arah dan kecepatan angin aktual diperoleh dari Stasiun Meteorologi
Curug Budiarto Tangerang. Data kecepatan angin berupa data per jam selama
enam bulan dan dirata-ratakan menjadi data harian. Sementara itu data arah angin
berupa data harian yang dapat langsung digunakan. Data ini kemudian diolah
dengan model WRPLOT dan menghasilkan diagram windrose.
Metode Penentuan Koefisien Korelasi
Penentuan koefisien korelasi digunakan untuk mencari hubungan antara dua
variabel dengan nilai berkisar antara -1 hingga +1. Hubungan tersebut
menunjukkan perbandingan terbalik jika nilai yang diperoleh negatif dan
berbanding lurus jika bernilai positif. Penentuan koefisien korelasi dapat
dituliskan sebagai berikut (Aunuddin 2005) :

Keterangan :
= koefisien korelasi
= variabel pertama
= rataan variabel pertama

= variabel kedua
= rataan variabel kedua

Keseluruhan tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

7

Gambar 1 Diagram alir penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Meteorologi Tangerang
Berdasarkan data yang diperoleh dari Stasiun Meteorologi Budiarto, Curug
dalam rentang tahun 2009 - 2013, temperatur udara rata-rata 26.7oC, rata-rata
temperatur udara bulanan tertinggi pada bulan April dan September yaitu 27.1oC
dan rata-rata temperatur udara bulanan terendah pada bulan Januari yaitu 26oC.
Rata-rata kelembaban udara sekitar 81% dengan intensitas radiasi 60%. Rata-rata
curah hujan bulanan tertinggi terjadi pada bulan Januari yaitu 302.46 mm dan
terendah pada bulan Agustus yaitu 103.62 mm, sedangkan rata-rata curah hujan
dalam 5 tahun adalah 191 mm. Rata-rata kecepatan angin dalam setahun adalah 5
m s-1.
Sebagian besar wilayah Indonesia pada tahun 2013 memasuki musim
kemarau mulai sekitar bulan April, Mei, dan Juni (BMKG 2013). Diagram curah
hujan pada Gambar 2 menunjukkan rata-rata curah hujan bulanan dalam rentang
lima tahun untuk menggambarkan masa musim kemarau. Berdasarkan pola curah
hujan dari tahun 2009 menunjukkan curah hujan mulai menurun dari bulan Mei
dan meningkat kembali di bulan Oktober.

8
350
300

CH (mm)

250
200
150
100
50
0
Jan

Feb Mar Apr Mei

Jun

Jul Agust Sep

Okt Nop Des

Bulan

Gambar 2 Rataan tingkat curah hujan bulanan selama tahun 2009 hingga 2013
Arah angin pada musim kemarau ini digambarkan dengan menggunakan
diagram windrose hasil keluaran perangkat lunak WRPLOT View 7.0.0. Data
yang digunakan adalah data angin Stasiun Meteorologi Curug Budiarto Tangerang
selama dua tahun (2012-2013) pada musim kemarau dan hujan.

(a)

(b)

Gambar 3 Diagram windrose sebaran angin musim kemarau (a) dan musim hujan
(b)
Gambar 3(a) mewakili kondisi arah dan kecepatan angin pada musim
kemarau dan Gambar 3(b) pada musim hujan di Kabupaten Tangerang dan
sekitarnya. Berdasarkan gambar tersebut tidak begitu terlihat arah angin dominan
selama bulan Mei – Oktober yang merupakan musim kemarau. Namun angin dari
arah Barat terlihat lebih sering terjadi dengan frekuensi sebanyak 20%. Kecepatan
angin bervariasi dalam bulan kering ini. Kecepatan angin tertinggi yang tercatat
adalah sebesar 9.7 m s-1. Sedangkan kecepatan angin dominan sebesar 4 m s-1.
Arah angin bulan November – April terlihat dominan dari arah barat dengan

9
frekuensi mencapai 50% dan kecepatan angin tertinggi sebesar 11.5 m s-1. Faktor
lokal seperti topografi mempengaruhi arah angin. Wilayah Barat Kabupaten
Tangerang berbatasan dengan Kabupaten Serang yang berada di dataran tinggi
sehingga angin akan bergerak menuju wilayah Kabupaten Tangerang yang lebih
rendah. Topografi Kabupaten Tangerang berbatasan dengan Laut Jawa di sebelah
Utara sehingga faktor angin lokal yaitu angin darat laut juga mempengaruhi arah
angin.
Sebaran Konsentrasi PM10 Hasil Analisis Model Chimere
Sebaran PM10 di wilayah Kabupaten Tangerang pada musim kemarau
diwakili oleh periode 28 Juli 2013 – 1 Agustus 2013. Data sebaran konsentrasi ini
merupakan data emisi antropogenik global yang diambil pada ketinggian 25 m
AGL. Lampiran 2 - 6 menunjukkan sebaran PM10 per 6 jam hasil model Chimere
dengan daerah kajian yang diperluas hingga Kota Tangerang. Waktu yang
digunakan dimulai pada pukul 00 UTC yang menunjukkan waktu dimulainya
aktivitas masyarakat hingga 18 UTC ketika aktivitas masyarakat cenderung
menurun. Perluasan tampilan untuk melihat sebaran yang lebih luas.
Berdasarkan arah angin dalam rentang waktu pengamatan selama lima hari,
partikulat menyebar menuju arah Timur dan Tenggara. Wilayah Timur Kabupaten
Tangerang merupakan Kota Tangerang sementara di Tenggara merupakan Kota
Tangerang Selatan. Partikulat menyebar menuju Kota Tangerang dan Tangerang
Selatan disebabkan oleh arah angin yang bergerak menuju Timur dan Tenggara.
Gambar 4 menunjukkan pergerakan partikulat menuju arah angin. Angin
bertiup cukup kencang dari Utara dan Barat Laut kemudian berangsur menurun
ketika berada di Kecamatan Kosambi, Sepatan, dan Kota Tangerang yang berada
di Timur sehingga terlihat penumpukan partikulat dengan konsentrasi berkisar
antara 12-14 μg m-3.

(a)

(b)

Gambar 4 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m ) (a) dan pola angin (b) tanggal 28
Juli 2013 pukul 06 UTC
-3

Pergerakan angin ini dipengaruhi faktor lokal berupa angin laut yang
berasal dari Laut Jawa di Utara bergerak menuju daratan yang lebih panas pada
siang hari. Ketika malam hari angin bertiup menuju laut di Utara dengan sebagian

10
berbelok menuju Kota Tangerang dan Tangerang Selatan. Hal ini dikarenakan
suhu permukaan di wilayah perkotaan lebih tinggi dengan kondisi penduduk yang
padat disertai dengan aktivitas penduduk yang tinggi pula sehingga
memungkinkan kondisi atmosfer permukaan menjadi tidak stabil dan terjadi
turbulensi yang disertai dengan percampuran PM10 di permukaan dan
menyebabkan tingginya konsentrasi di Kota Tangerang dan Kota Tangerang
Selatan.
Kecepatan angin mempengaruhi tingkat konsentrasi partikulat. Ketika angin
bertiup kencang, partikulat akan tersebar lebih luas dan menurunkan
konsentrasinya. Begitu pula sebaliknya, ketika angin bertiup lemah, partikulat
tidak tersebar dan menumpuk di satu lokasi sehingga konsentrasinya meningkat.
Lampiran 6 menunjukkan kecepatan angin yang lemah akan meningkatkan
konsentrasi partikulat. Selain itu faktor curah hujan saat hari pengamatan juga
mempengaruhi konsentrasi partikulat. Seperti pada hari ke tiga pada tanggal 30
Juli 2013 (Gambar 5) konsentrasi rendah hingga di bawah 2 μg m-3 di Kecamatan
Cisoka dan Jayanti akibat angin yang bertiup kencang dan hujan yang mencapai
62.4 mm berdasarkan data online dari website BMKG (Lampiran 7), sehingga
terjadi pencucian polutan.

(a)

(b)

Gambar 5 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m ) (a) dan pola angin (b) tanggal 30
Juli 2013 pukul 18 UTC
-3

Konsentrasi tertinggi per hari selama 5 hari pengamatan tercatat mencapai
kisaran 26 – 28 μg m-3 dengan rataan 11.7 μg m-3 pada hari ke lima tanggal 1
Agustus 2013 pukul 06 UTC (Gambar 6). Penumpukan PM10 terlihat jelas di
Kota Tangerang Selatan dan Kota Tangerang. Curah hujan yang rendah yaitu
hanya 1.3 mm disertai dengan kecepatan angin yang lemah menjadi penyebab
meningkatnya konsentrasi pada hari tersebut. Selain itu pola angin menunjukkan
angin yang bertiup lemah tersebut mengarah ke Kota Tangerang Selatan Kota
Tangerang Selatan.

11

(a)

(b)

Gambar 6 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m ) (a) dan pola angin (b) tanggal 1
Agustus 2013 pukul 06 UTC
-3

Menurut PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara,
baku mutu udara ambien nasional untuk PM10 selama 24 jam adalah sebesar 150
μg m-3. Hasil pemantauan konsentrasi di wilayah Kabupaten Tangerang dan
sekitarnya menunjukkan konsentrasi PM10 masih di bawah baku mutu udara
ambien.
Salah satu sumber emisi PM10 antropogenik berasal dari industri di wilayah
Kabupaten Tangerang dan sekitarnya. Jumlah industri di Kabupaten Tangerang
sebanyak 692 industri (BPS 2013), sedangkan di Kota Tangerang berjumlah 665
industri skala besar (Pemerintah Kota Tangerang 2013). Padatnya wilayah Kota
Tangerang menyebabkan suhu permukaan lebih tinggi sehingga atmosfer
permukaan menjadi tidak stabil dan terjadi pencampuran PM10 dengan atmosfer.
Emisi antropogenik dapat berasal dari Kabupaten Tangerang, namun arah angin
yang menuju Kota Tangerang dan Tangerang Selatan menyebabkan PM10
terbawa dan terakumulasi sehingga berpotensi mengalami peningkatan di Kota
Tangerang. Selain itu, aktivitas masyarakat baik industri maupun transportasi di
Kota Tangerang dan Tangerang Selatan juga ikut berkontribusi meningkatkan
konsentrasi PM10 di wilayah ini. Secara umum, dalam waktu lima hari
pengamatan terlihat konsentrasi PM10 saat pagi hari cukup rendah kemudian
meningkat tinggi saat siang hari sekitar pukul 13.00 WIB (pukul 06 UTC). Ketika
menjelang malam hingga tengah malam konsentrasi PM10 kembali mengalami
penurunan. Hal ini dikarenakan aktivitas masyarakat yang menghasilkan emisi
PM10 dilakukan pada siang hari. Berdasarkan data yang diperoleh dari BLHD
Kabupaten Tangerang tahun 2012 - 2013, konsentrasi PM10 tertinggi pada udara
ambien tercatat pada salah satu perusahaan di Kecamatan Balaraja, yaitu
mencapai 310 μg m-3. Nilai tersebut sudah melebihi nilai baku mutu udara ambien
nasional 24 jam.
Massa PM10 lebih berat daripada polutan gas, sehingga ketika terjadi
percampuran PM10 akan langsung jatuh kembali ke permukaan. Keberadaan
partikulat di atmosfer cukup dinamis sehingga konsentrasinya dapat meningkat
atau pun menurun. Perubahan konsentrasi PM10 di atmosfer ini dipengaruhi pula
oleh waktu tinggalnya (residence time). Waktu tinggal partikulat di atmosfer
bergantung pada ukurannya. Efek dari gravitasi dapat menyebabkan partikel

12
berukuran kasar seperti PM10 secara cepat dapat dihilangkan dari atmosfer oleh
sedimentasi (waktu tinggal antara beberapa menit dan beberapa jam). Selain itu
partikel dalam bentuk yang lebih kecil dapat dengan cepat bertransformasi
menjadi partikulat berukuran kasar oleh proses koagulasi. Waktu tinggal tertinggi
di atmosfer (dapat mencapai beberapa minggu) adalah berupa partikulat yang
berakumulasi, sehingga dapat dengan mudah dibawa oleh angin hingga ribuan
kilometer dari wilayah terbentuknya (Perrino 2010).
Analisis Hubungan Kecepatan Angin dan Konsentrasi PM10
Berdasarkan hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa pada saat
tertentu terjadi penurunan konsentrasi PM10. Faktor penyebab penurunan
konsentrasi tersebut dapat dipengaruhi oleh kecepatan angin yang bertiup di
wilayah tersebut. Kecepatan angin mempengaruhi distribusi pencemar,
konsentrasi pencemar akan berkurang jika angin kencang dan membagikan
pencemar secara mendatar dan tegak lurus. Rataan kecepatan angin dalam luasan
wilayah yang tercakup dalam koordinat digunakan untuk menganalisis hubungan
antara konsentrasi PM10 dengan faktor kecepatan angin (Lampiran 8). Analisis
yang dilakukan mencakup keseluruhan waktu yang digunakan, yaitu dimulai dari
tanggal 28 Juli 2013 pukul 00 UTC hingga 1 Agustus 2013 pukul 18 UTC.

Gambar 7 Hubungan antara kecepatan angin dengan konsentrasi PM10 selama
lima hari
Terlihat dari Gambar 7 konsentrasi cukup tinggi pada hari pertama hingga
tengah hari kedua yaitu pada t = 1 hingga t = 31. Rata-rata konsentrasi pada waktu
tersebut hingga mencapai 9 μg m-3. Tingginya konsentrasi PM10 tersebut disertai
dengan kecepatan angin yang tidak terlalu kencang. Nilai tertinggi dari rata-rata
kecepatan angin sebesar 24 m s-1, sedangkan mulai dari tengah hari kedua hingga
hari keempat, yaitu t = 37 hingga t = 91 terjadi peningkatan kecepatan angin
hingga 24 m s-1 yang mengakibatkan penurunan konsentrasi PM10 hingga tercatat
nilai terkecil sebesar 4 μg m-3. Terjadi peningkatan konsentrasi PM10 yang cukup
signifikan pada t = 103 hingga mencapai 11.5 μg m-3 dengan rata-rata kecepatan
angin 16 m s-1.

13
Berdasarkan hasil yang diperoleh, maka didapatkan nilai korelasi antara
nilai rataan kecepatan angin dengan rataan konsentrasi PM10. Nilai korelasi yang
diperoleh adalah -0.46. Hasil tersebut juga tidak berbeda jauh dengan hasil
analisis yang dilakukan oleh Turyanti dan Santikayasa (2007) untuk wilayah
Jakarta dengan nilai korelasi antara fluktuasi kecepatan angin dan konsentrasi
partikulat sebesar -0.47. Selain itu Chaloulakou et al. (2003) menyebutkan PM10
memiliki korelasi negatif dengan kecepatan angin, yaitu sebesar -0.43. Nilai
tersebut menunjukkan hubungan berbanding terbalik antara nilai rataan kecepatan
angin dengan rataan konsentrasi PM10, yaitu untuk menggambarkan semakin
kencang tiupan angin maka konsentrasi PM10 akan berkurang. Hal ini juga sesuai
dengan hasil penelitian Maraziotis et al. (2008) yang menyebutkan bahwa terdapat
korelasi antara konsentrasi partikulat dengan kecepatan angin. Nilai korelasi
tersebut tergolong dalam kriteria korelasi cukup (Sarwono 2006), yaitu tingkat
konsentrasi PM10 tidak hanya dipengaruhi oleh kecepatan angin, namun juga oleh
faktor-faktor lainnya, seperti residence time, suhu, dan intensitas hujan yang
terjadi pada hari tersebut. Menurut Al-Jallad et al. (2013), korelasi positif antara
PM10 dan suhu udara menunjukkan pengaruh temperatur pada proses konversi
pembentukan partikulat baru dari gas menjadi partikel. Umumnya, konsentrasi
partikulat lebih tinggi sepanjang hari yang panas dikarenakan tingginya aktifitas
photochemical pada hari dengan intensitas radiasi yang tinggi (Chaloulakou et al.
2003).

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Sebaran pencemar PM10 di wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya
secara garis besar terlihat mengarah ke Kota Tangerang yang berada di bagian
Timur. Hal ini disebabkan karena arah angin dominan pada musim kemarau
tahun 2013 menuju ke Timur. Konsentrasi tertinggi mencapai 26-28 μg m-3
dengan rataan 11.5 μg m-3 pada tanggal 1 Agustus 2013 pukul 06 UTC yang
mencakup Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. Nilai tertinggi ini
menunjukkan konsentrasi PM10 di wilayah Kabupaten Tangerang dan sekitarnya
masih di bawah baku mutu nasional, yaitu 150 μg m-3 dalam waktu 24 jam. Secara
umum, konsentrasi PM10 saat pagi hari cukup rendah kemudian meningkat tinggi
saat siang hari sekitar pukul 13.00 WIB (pukul 06 UTC). Ketika menjelang
malam hingga tengah malam konsentrasi PM10 kembali mengalami penurunan.
Nilai korelasi antara kecepatan angin dan konsentrasi PM10 sebesar -0.46 dan
menunjukkan adanya hubungan berbanding terbalik di antara dua variabel dan
tergolong dalam kriteria korelasi cukup.
Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah membandingkan kondisi sebaran
PM10 musim kemarau dan musim hujan. Arah sebaran PM10 yang dominan
menuju Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan dapat menjadi pertimbangan
bagi pemerintah setempat untuk mengambil kebijakan terkait kondisi lingkungan,

14
seperti pengelolaan tata ruang dengan ditambahkan ruang terbuka hijau pada
wilayah ini.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Jallad F, Al-Katheeri E, Al-Omar M. 2013. Concentrations of particulate
matter and their relationship with meteorological variables. J. Sustainable
Environment Research. 23(3) : 191-198
Arya SP. 1999. Air Pollution Meteorology and Disperssion. New York (US) :
Oxford University Press.
Aunuddin. 2005. Statistika Rancangan dan Analisis Data. Bogor (ID) : IPB Press.
[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2013. Press Release
Prakiraan Musim Kemarau 2013 di Indonesia. Jakarta (ID) : BMKG.
[BMKG] Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika. 2014. Data Iklim
Periode 28 Juli 2013 – 1 Agustus 2013. BMKG [Internet]. [diunduh 2014
November 28]. Tersedia pada : http://dataonline.bmkg.go.id
[BPLHD] Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah. 2013. Laporan Rutin
Perusahaan Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup (UPL) / Upaya
Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL) Tahun 2010-2013. Tangerang
(ID) : BPLHD.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Statistik Daerah Kabupaten Tangerang 2012.
Tangerang (ID) : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2013. Kabupaten Tangerang dalam Angka 2013.
Tangerang (ID) : Badan Pusat Statistik Kabupaten Tangerang.
Chaloulakou A, Kassomenos P, Spyrellis N, Demokritou P, and Koutrakis P. 2003.
Measurements of PM10 and PM2,5 particle concentrations in Athens,
Greece. J. Atmospheric Environment. 37 : 649-660
CHIMERE Model documentation. 2014. Documentation of the chemistrytransport model [version chimere 2014b] Paris (FR) : LISA.
Fairuzi F. 2012. Penggunaan Hybrid Single Particle Lagrangian Integrated
Trajectory (HYSPLIT) untuk simulasi sebaran polutan NO2 dan SO2.
[skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Goyal SK dan Rao CVC. 2006. Air assimilative capacity-based environment
friendly siting of New Industries-A case study of Kochi Region, India. J.
National Environmental Engineering. 10 : 1016
Haywood J dan Boucher O. 2000. Estimates of the direct and indirect radiative
forcing due to tropospheric aerosol : A review; Rev. Geophysic. 38(4) 513543.
Hewitt CN dan Jackson AV. 2003. Handbook of Atmospheric Sciences. Oxford
(UK) : Blackwell Publishing Co.
Kozarev N dan Ilieva N. 2011. Gas pollutant dispersion in the atmosphere at
particular meteorological condition. J. Chemical Technology and
Metallurgy. 46(1) : 61-66
Maraziotis E, Sarotis L, Marazioti C, Marazioti P. 2008. Statistical analysis of
inhalable (PM10) and fine particles (PM2,5) concentrations in urban
region of Patras, Greece. Global NEST Journal 10 (2) : 123-131.

15
Muhaimin. 2014. Permodelan dispersi polutan udara dari aktivitas PLTU Cirebon
pada musim kemarau dan hujan serta penggunaan 2 cerobong asap [tesis].
Yogyakarta (ID) : Universitas Gajah Mada.
Noor HAA dan Sofyan A. 2012. Inventarisasi emisi pencemaran udara dan gas
rumah kaca di Jabodetabek dengan menggunakan metode SIG (Sistem
Informasi Geografis) [skripsi]. Bandung (ID) : Institut Teknologi Bandung.
Perrino C. 2010. Atmospheric Particulate Matter, dalam : Proceedings of C.I.S.B.
Minisymposium. Rome (IT) : C.NR. Institute of Atmospheric Pollution.
Pemerintah Kota Tangerang. 2013. Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah
Kota Tangerang Tahun 2012. Tangerang (ID) : Pemerintah Kota
Tangerang.
PP No. 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Puspitasari AD. 2011. Pola spasial pencemaran udara dari sumber pencemar
PLTU dan PLTGU Muara Karang [skripsi]. Depok (ID) : Universitas
Indonesia.
Sarwono J. 2006. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. Yogyakarta (ID) :
Graha Ilmu.
Soedomo M. 2001. Pencemaran Udara. Bandung (ID) : Institut Teknologi
Bandung
Sokhi RS. 1998. Urban Air Quality : Monitoring and Modelling. Springer
Netherlands
Srivastava N, Satheesh SK, Blond N. 2014. Sensivity of meteorological input and
soil properties in simulating aerosol (dust, PM10, and BC) using CHIMERE
chemistry transport model. J. Earth System Science. 123(6) pp 1249-1264.
(IN) Indian Academy of Science
Suryani S, Gunawan, Upe A. 2010. Model Sebaran Polutan SO2 pada Cerobong
Asap PT. Semen Tonasa. Kongres dan Seminar Nasional Badan Koordinasi
Pusat Studi Lingkungan Hidup se-Indonesia ke XX. Pekanbaru (ID) : 14-16
Mei 2010
Tjasjono B. 1999. Klimatologi Umum. Bandung (ID) : Penerbit ITB
Turyanti A, Santikayasa IP. 2007. Analisa pola unsur meteorologi dan konsentrasi
polutan di udara ambien (Studi kasus Kota Jakarta dan Bandung). J.
Agromet Indonesia 20 (2): 25-37.
Wang M, Webber M, Finlayson B, Barnett B. 2007. Rural industries and water
pollution in China. J. of Enviromental Management. 86 : 648-659

16

LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta wilayah kajian

17
Lampiran 2 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 28
Juli 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang

00 UTC

06 UTC

12 UTC

18 UTC
(a)

00 UTC

06 UTC

18
Lampiran 2 lanjutan

12 UTC

18 UTC
(b)

19
Lampiran 3 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 29
Juli 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang

00 UTC

06 UTC

12 UTC

18 UTC
(a)

00 UTC

06 UTC

20
Lampiran 3 lanjutan

12 UTC

18 UTC
(b)

21
Lampiran 4 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 30
Juli 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang

00 UTC

06 UTC

12 UTC

18 UTC
(a)

00 UTC

06 UTC

22
Lampiran 4 lanjutan

12 UTC

18 UTC
(b)

23
Lampiran 5 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 31
Juli 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang

00 UTC

06 UTC

12 UTC

18 UTC
(a)

00 UTC

06 UTC

24
Lampiran 5 lanjutan

12 UTC

18 UTC
(b)

25
Lampiran 6 Sebaran konsentrasi PM10 (μg m-3) (a) dan pola angin (b) tanggal 1
Agustus 2013 tiap enam jam di Kabupaten Tangerang

00 UTC

06 UTC

12 UTC

18 UTC
(a)

00 UTC

06 UTC

26
Lampiran 6 lanjutan

12 UTC

18 UTC
(b)

27
Lampiran 7 Data kondisi meteorologi pada lima hari pemantauan

Nama Stasiun
BUDIARTO
CURUG
BUDIARTO
CURUG
BUDIARTO
CURUG
BUDIARTO
CURUG
BUDIARTO
CURUG

Tanggal

Suhu Suhu
Min. Maks.
(oC)
(oC)

Suhu
Ratarata
(oC)

Kelembaban Hujan Sunshine
Rata-rata (%) (mm)
(Jam)

28/07/2013

23

31.5

27

29/07/2013

22.8

31.8

26.1

88

4.5

3

30/07/2013

22.2

30.2

24.6

92

62.4

4.2

31/07/2013

23

30.4

26.1

80

0

3.3

01/08/2013

23.2

31.8

26.2

84

1.3

5.8

Keterangan :
8888 = tak terukur
Blank = tidak ada data

79 8888

4.2

28
Lampiran 8 Rataan konsentrasi PM10 dan kecepatan angin
Waktu
1
7
13
19
25
31
37
43
49
55
61
67
73
79
85
91
97
103
109
115

Rataan
Konsentrasi
PM10 (μg m-3)
6.2
8.1
6.4
6.7
8
8.7
3.8
4.5
4.6
5.5
5.5
5
5.1
7.1
3.4
3.7
6.5
11.7
6.1
7.5

Rataan
Kecepatan
Angin (m s-1)
10.3
6.5
9.2
11
8.9
10
14.2
19.4
22.7
23.8
22.6
22.1
20
16.9
17.2
16.5
15.7
15.7
16
15.5

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pontianak pada tanggal 23 September 1992 dan
merupakan anak kedua dari pasangan Harimawan dan Annie Rohani. Penulis
menempuh pendidikan dasar sejak tahun 1998 di SD Muhammadiyah 2 Pontianak
hingga tahun 2001 kemudian melanjutkan di SDN 17 Pontianak hingga tahun
2004 dan menamatkan pendidikan menengah pertama di SMP Negeri 2 Pontianak
pada tahun 2007 serta menyelesaikan pendidikan menengah akhir di SMA Negeri
1 Pontianak pada tahun 2010. Kemudian pada tahun yang sama penulis diterima
sebagai mahasiswi IPB program Mayor melalui jalur UTMI dengan memilih
Program Studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan Meteorologi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama masa perkuliahan penulis pernah aktif sebagai staf pengurus
Himpunan Mahasiswa Agrometeorologi (HIMAGRETO) pada tahun 2011 dan
2012. Selain itu, penulis juga pernah mengikuti kegiatan magang di Stasiun
Meteorologi Supadio Pontianak pada tahun 2013.