Efisiensi Kinerja Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia

EFISIENSI KINERJA BANK UMUM SYARIAH (BUS) DAN
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS)
DI INDONESIA

AHMAD AZHARI POHAN

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efisiensi Kinerja Bank
Umum Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Ahmad Azhari Pohan
NIM H54100023

ABSTRAK
AHMAD AZHARI POHAN Efisiensi Kinerja Bank Umum Syariah (BUS) dan
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia. Dibimbing oleh
NUNUNG NURYARTONO dan SALAHUDDIN EL AYYUBI.
Efisiensi merupakan salah satu parameter untuk mengukur kinerja lembaga
keuangan, diantaranya adalah BUS dan BPRS yang beroperasi dengan mengelola
input untuk menghasilkan output. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi nilai
efisiensi BUS dan BPRS di Indonesia secara terpisah dengan menggunakan
metode Data Envelopment Analysis (DEA) dan model Variable Return to Scale
(VRS) dengan pendekatan intermediasi berorientasikan output. Pemilihan konsep
efisiensi dengan pendekatan intermediasi ditetapkan karena lembaga keuangan
berperan penting sebagai perantara dengan menyerap dana dari shahibul maal dan
disalurkan kepada mudharib. Penelitian ini mengukur tingkat efisiensi 11 BUS
dan 113 BPRS selama periode 2013. Hasil penelitian menunjukkan pada setiap

BUS memiliki kinerja yang efisien. Berbeda dengan BPRS, dari 113 BPRS hanya
19 BPRS yang memiliki kinerja yang efisien. Hal ini mengakibatkan rendahnya
rata-rata nilai efisiensi BPRS. Variabel dengan potensi pengembangan terbesar
adalah variabel pembiayaan sebesar 68-73%, kemudian variabel aktiva lancar
sebesar 58-62% dan variabel pendapatan operasional lainnya sebesar 61-65%.
Kata kunci: DEA, efisiensi, output oriented, Variable Return to Scale

ABSTRACT
AHMAD AZHARI POHAN Islamic General Bank (BUS) dan Islamic Rural Bank
(BPRS) Performance Efficiency in Indonesia. Supervised NUNUNG
NURYARTONO and SALAHUDDIN EL AYYUBI.
Efficiency is one of the parameter to measure financial institution
performance, such as BUS and BPRS in managing operational input and
producing output. This study has an objective to identify both BUS and BPRS
efficiency score in Indonesia sepescorely, by using Data Envelopment Analysis
(DEA) method and Variable Return to Scale (VRS) model with intermediation
approachment and output oriented. Selection of the concept of efficiency in the
intermediation approach defined as financial institutions play an important role
as an intermediary to absorb funds from shahibul maal and distributed to
mudharib. This study measures 11 BUS dan 113 BPRS efficiency level during

2013 period. The study results show every BUS at 2013 period have perfect
performance efficiency. Difference with BUS, BPRS have a low average efficiency
score.There are only 19 BPRS have perfect performance efficiency. Potential
improvement in variable financing are 68-73%, variable current assets are 5862% and other operational income variable are 61-65%.
Keywords: DEA, efficiency, output oriented, Variable Return to Scale

EFISIENSI KINERJA BANK UMUM SYARIAH (BUS) DAN
BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) DI
INDONESIA

AHMAD AZHARI POHAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ilmu Ekonomi

DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi : Efisiensi Kinerja Bank Umum Syariah (BUS) dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia
Nama
: Ahmad Azhari Pohan
NIM
: H54100023

Disetujui oleh

Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M.Si
Pembimbing I

Salahuddin El Ayyubi, Lc MA
Pembimbing II

Diketahui oleh


Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.A.Ec
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga skripsi yang berjudul “Efisiensi Bank Umum
Syariah (BUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) di Indonesia” ini
dapat diselesaikan. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Institut Pertanian Bogor.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai efisiensi BUS dan BPRS
yang ada di Indonesia dengan metode Data Envelopment Analysis (DEA) dengan
pendekatan output (output oriented).
Pada kesempatan ini, ucapan terima kasih untuk orang-orang yang terkasih
kepada orang tua penulis Engges Muda Pohan (Ayah) dan Nurhayati Siregar
(Mama), saudara penulis, Budiman Pohan, Sanny Adrian Pohan, Dinda Eliza
Pohan dan keluarga lainnya atas segala teguran, doa, dan dukungan yang telah
diberikan. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada:

1.
Bapak Dr. Ir. R. Nunung Nuryartono, M. Si dan Bapak Salahuddin El
Ayyubi, Lc, M.A selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan
arahan, bimbingan, dan saran untuk membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
2.
Bapak Dr. Irfan Syauqi Beik, M.Ec yang telah bersedia menjadi dosen
penguji utama hasil penelitian ini dan Bapak Deni Lubis, MA sebagai dosen
penguji dari komisi pendidikan Departemen Imu Ekonomi.
3.
Teman-teman satu bimbingan yang saling mendukung, Luqman Azis,
Mirsad Awawin, Andri Sukrudin, Nana Rodiana, Fatimah Azzahra, dan
Masyitoh Al-Kautsar.
4.
Teman-teman yang luar biasa, Yeni Hanisah Piliang, Dani Yoga Nugraha,
Ujang Kurnia, Ahmad Fauzi, Rizqi Eka Sukmayasa, Ardhi Evan,
Muhammad Fakhri Nugraha, Cornel Ridha Adji Adyas, Pramono Widagdo,
Ahmad Nur Fadhian, Fuad Bahtiar, Hanif Furqon Abdurrahman, Sarah
Raisa, Zikra Donald, Hidayat terima kasih atas bantuan serta dukungannya.
5.

Teman-teman keluarga Ekonomi Syariah FEM IPB 47, 48, 49 dan keluarga
dari Ikatan Mahasiswa Asal Tapanuli Selatan serta Alumni Keluarga
Madrasah Nurul Ilmi atas kebersamaannya dan telah saling mengingatkan,
mendukung, dan mendoakan dalam semua kegiatan, mohon maaf tidak
dapat menyebutkan satu per satu.
6.
Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu per satu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2015
Ahmad Azhari Pohan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR


ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian


4

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

TINJAUAN PUSTAKA

4

Efisiensi

4

Data Envelopment Analysis (DEA)


6

Pendekatan dalam Data Envelopment Analysis (DEA)

8

Kelebihan dan Kelemahan DEA

9

Bank Syariah

9

Penelitian Terdahulu

10

Kerangka Pemikiran


13

METODE PENELITIAN

13

Jenis dan Sumber Data

13

Metode Analisis dan Pengolahan Data

14

Model Penelitian

14

Variabel Input-Output dan Defenisi Operasional

15

HASIL DAN PEMBAHASAN

16

Gambaran Umum

16

Tingkat Efisiensi Bank Umum Syariah

23

Tingkat Efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

24

SIMPULAN DAN SARAN

26

Simpulan

26

Saran

26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

31

RIWAYAT HIDUP

35

DAFTAR TABEL
1 Perkembangan Jumlah Unit dan Kantor Lembaga Keuangan Bank
Syariah di Indonesia Tahun 2010-2013.
2 Kinerja Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional (BK)
3 Kinerja BPRS dan BPR Konvensional
4 Variabel dalam Penelitian Terdahulu dengan Metode DEA
5 Perkembangan BOPO Bank Umum Syariah dan Bank Konvensional di
Indonesia
6 Perkembangan BOPO BPRS dan BPR Konvensional di Indonesia
7 Nilai Efisiensi Bank Umum Syariah Tahun 2013
8 BPRS dengan Kinerja yang Efisien
9 Frekuensi dan Sebaran Nilai Efisiensi BPRS
10 Distribusi Skala Efisiensi BPRS
11 Reference Set BPRS
12 Potensi Pengembangan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

1
2
3
12
22
22
23
24
25
25
26
27

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11

Frontier Produksi dan Efisiensi Teknis
Efisiensi dengan Pendekatan Output
Bagan Kerangka Pemikiran
Total Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah
Total Dana Pihak Ketiga Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Total Pembiayaan Bank Umum Syariah
Pertumbuhan Pembiayaan per Sektor Ekonomi Bank Umum Syariah
Tahun 2013
Total Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Pertumbuhan Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2013
Total Aset Bank Umum Syariah
Total Aset Bank Pembiayaan Rakyat Syariah

5
7
13
17
17
18
19
19
20
21
21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai Efisiensi CCR dan BCC BPRS Pada Tahun 2013
2 Identitas BPRS yang Dijadikan Sampel

31
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan lembaga keuangan syariah dimulai dengan berdirinya Bank
Muamalat Indonesia yang diprakarsai oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada
tahun 1992. Bank syariah diatur secara formal melalui UU No. 10 tahun 1998
yang memberikan landasan operasional bagi bank syariah untuk mengatur dan
memperbolehkan setiap bank konvensional untuk membuka sistem pelayanan
syariah (dual banking system). Office chanelling kemudian diatur dalam Peraturan
Bank Indonesia (PBI) No. 8/3/PBI/2006 yang menyatakan bahwa bank
konvensional dapat membuka layanan syariah dalam operasional usahanya.
Hukum formal pada perbankan syariah semakin lengkap dengan ditetapkannya
UU No. 21 tahun 2008 yang berisikan peraturan secara menyeluruh untuk setiap
BUS, UUS dan BPRS di Indonesia sehingga pertumbuhan lembaga keuangan
bank syariah semakin cepat.
Lembaga keuangan bank syariah terdiri dari Bank Umum Syariah (BUS),
Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BUS
dan BPRS beroperasi dengan menerapkan prinsip syariah. Namun, skala usaha
BUS lebih luas dibandingkan BPRS. Selain itu BPRS memiliki batasan
operasional seperti larangan untuk membuka rekening giro dan tidak dapat ikut
serta dalam kegiatan kliring.
Tabel 1 Perkembangan Jumlah Unit dan Kantor Lembaga Keuangan Bank Syariah
di Indonesia Tahun 2010-2013.
Kelompok Bank
Bank Umum Syariah
Unit Usaha Syariah
- Jumlah Kantor BUS
- Jumlah Kantor UUS
BPRS
- Jumlah Kantor BPRS

2010
11
23
1 215
262
150
286

2011
11
24
1 401
336
155
364

2012
11
24
1 745
517
158
401

2013
11
23
1 998
590
160
399

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2013

Sepanjang tahun 2010-2013 jumlah Bank Umum Syariah (BUS) tidak
mengalami perubahan. Namun jumlah Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) mengalami perubahan. Berkurangnya jumlah
UUS disebabkan oleh restrukturisasi HSBC amanah global, sedangkan pada
BPRS terdapat dua BPRS baru yaitu HIK Makassar dan Mitra Agro Usaha
Lampung. Perkembangan ini sejalan dengan peningkatan jumlah kantor bank
syariah seperti Kantor Cabang Pembantu (KCP), Kantor Kas (KK) dan Kantor
Cabang (KC). Peningkatan jumlah jaringan kantor tersebut mampu meningkatkan
pembiayaan kepada masyarakat yang tercermin dari peningkatan jumlah total
rekening syariah (Pembiayaan dan Dana Pihak Ketiga) sebesar 13.9% dari 10.8
juta rekening menjadi 12.3 juta rekening pada tahun 2013 (Outlook Perbankan
Syariah 2014).

2
Menurut Bank Indonesia (2011), perkembangan industri perbankan syariah
terus mengalami kemajuan dengan pertumbuhan rata-rata mencapai 40.2% per
tahunnya sedangkan pertumbuhan perbankan nasional sebesar 16.7% per tahun.
Namun, perkembangan kinerja perbankan syariah masih lebih rendah jika
dibandingkan dengan perbankan konvensional. Hal ini dikarenakan perbankan
syariah masih dalam tahap ekspansi sehingga sangat membutuhkan pembangunan
infrastruktur baru di berbagai daerah. Perbandingan kinerja perbankan syariah
(BUS dan BPRS) dapat dilihat dari indikator pada Tabel 2 dan Tabel 3, yaitu;
Capital Adequacy Ratio (CAR), Return on Asset (ROA), BOPO, Non Performing
Financing (NPF) sedangkan Non Performing Loan (NPL) untuk bank
konvensional dan Financing to Deposit Ratio (FDR) sedangkan Loan to Deposit
Ratio (LDR) untuk bank konvensional.
Indikator CAR merupakan rasio kecukupan modal yang dibutuhkan
perbankan untuk mengatasi resiko kerugian yang dapat ditimbulkan dari
penanaman aktiva beresiko. Rasio modal yang tinggi dapat melindungi nasabah
dan berdampak kepada tingkat kepercayaan masyarakat. Indikator ROA
merupakan ukuran profitabilitas perbankan, selain itu rasio ini juga mencerminkan
hasil dari serangkaian kebijakan perbankan dalam meningkatkan return. Oleh
karena itu, ROA yang tinggi mengindikasikan bahwa perbankan memiliki kinerja
yang baik karena mampu memperoleh return yang lebih tinggi. BOPO merupakan
rasio untuk mengukur tingkat efisiensi perbankan. Semakin rendah nilai BOPO
maka kinerja perbankan akan lebih efisien karena mampu memperoleh
pendapatan yang lebih tinggi dengan biaya yang lebih rendah. NPF merupakan
rasio pembiayaan atau kredit bermasalah. Tingginya nilai NPF mengindikasikan
bahwa kinerja perbankan semakin buruk karena tingginya jumlah kredit macet.
Sedangkan FDR merupakan rasio dalam mengukur kemampuan bank dalam
membayar penarikan dana oleh nasabah dengan mengandalkan pembiayaan.
Semakin tinggi nilai FDR maka kinerja perbankan semakin baik karena laba yang
diperoleh semakin tinggi (Fahmy 2013).
Tabel 2 Kinerja Bank Umum Syariah dan Bank Umum Konvensional (BK)
No.
1
2
3
4
5

Indikator (%)
CAR
ROA
BOPO
NPF/NPL
FDR/LDR

2010
BUS
BK
16.25 17.17
1.67
2.86
86.14 86.09
3.02
2.56
89.67 75.50

2011
BUS
16.63
1.79
85.42
2.52
88.94

BK
16.07
3.03
85.34
2.17
79.00

2012
BUS
BK
14.14 17.32
2.14
3.08
82.51 74.15
2.22
1.87
99.99 83.96

Sumber: Laporan Pengawasan Perbankan 2012

Pada Tabel 2 dapat diketahui bahwa kinerja BUS pada rasio CAR, ROA,
BOPO dan NPF lebih rendah dibandingkan bank konvensional. Namun, pada
rasio FDR BUS memiliki kinerja paling tinggi sebesar 99.99% dibandingkan
Bank Konvensional sebesar 83.96%.
Sementara itu, pada Tabel 3 dapat diketahui bahwa BPRS memiliki kinerja
yang lebih rendah jika dibandingkan dengan BPR dari indikator CAR, ROA,
BOPO dan NPF. Pada rasio BOPO BPRS mengalami penurunan yang drastis pada

3
tahun 2012. Sehingga efisiensi BPRS mejadi lebih rendah dibandingkan BPR
Konvensional. Tingginya nilai NPF mengindikasikan bahwa BPRS memiliki
masalah kredit macet yang cukup tinggi. Sedangkan pada rasio FDR, BPRS
mampu memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan BPR
Konvensional walaupun pada tahun 2012 terjadi penurunan jumlah pembiayaan
yang dikeluarkan jika dibandingkan dengan tahun 2011.
Tabel 3 Kinerja BPRS dan BPR Konvensional
No.
1
2
3
4
5

Indikator (%)
CAR
ROA
BOPO
NPF/NPL
FDR/LDR

2010
BPRS
BPR
27.50 30.01
3.50
3.16
78.10 80.97
6.50
6.12
128.47 75.50

2011
BPRS
BPR
23.50
28.68
2.70
3.32
76.30
79.47
6.11
5.22
127.71
79.00

2012
BPRS
BPR
25.16 27.55
2.64
3.46
86.25 77.77
6.15
4.75
120.96 78.63

Sumber: Laporan Pengawasan Perbankan 2012

Secara umum dapat disimpulkan bahwa kinerja perbankan syariah lebih
rendah jika dibandingkan dengan bank konvensional. Salah satu upaya untuk
meningkatkan kinerja perbankan syariah adalah dengan peningkatan efisiensi agar
perbankan syariah mampu bersaing lebih baik dengan perbankan konvensional.
Pengawasan dan pengukuran tingkat efisiensi kinerja perlu dilakukan
dengan dasar untuk menjaga dan menganalisis pengembangan peran dan fungsi
perbankan syariah di Indonesia. Terdapat tiga alasan kuat yang menyatakan
pentingnya efisiensi pada bank syariah. Pertama, peningkatan efisiensi pada biaya
operasional akan memberikan profit yang lebih besar dan meningkatkan peluang
dalam persaingan. Hal ini relevan dengan keberadaan bank syariah yang bersaing
dengan bank konvensional di berbagai daerah. Kedua, nasabah akan tertarik
dengan kualitas dan layanan terbaru yang ditawarkan oleh bank syariah, dan hal
ini dipengaruhi oleh efisiensi kinerja bank syariah. Ketiga, kesadaran akan
pentingnya efisiensi akan membantu para regulator untuk membuat peraturan
yang baik pada industri perbankan (Global Islamic Finance Report 2011).
Oleh karena itu peningkatan efisiensi pada perbankan syariah penting untuk
dilakukan. Pengukuran kinerja efisiensi dapat memakai pendekatan parametrik
dan non-parametrik. Penggunaan metode non-parametrik yaitu Data Envelopment
Analysis (DEA) diasumsikan sebagai salah satu pendekatan yang tepat untuk
mengukur tingkat efisiensi perbankan syariah di Indonesia.
Perumusan Masalah
Indonesia pada tahun 2013 memiliki 11 Bank Umum Syariah (BUS), 23
Unit Usaha Syariah (UUS) dan 160 Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)
yang tersebar di Indonesia. Meningkatnya jumlah bank syariah menyebabkan
semakin tingginya tingkat persaingan antara sesama bank syariah dan juga bank
konvensional. Sehingga dibutuhkan berbagai upaya untuk meningkatkan daya
saing bank syariah. Menurut Soemitra (2010), terdapat beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam pengembangan perbankan syariah diantaranya adalah efisiensi

4
operasional perbankan syariah yang masih belum optimal. Oleh karena itu
dibutuhkan pengukuran kinerja operasional bank syariah dan mengarahkannya
kepada kinerja yang lebih efisien.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas dalam
penelitian ini dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana tingkat efisiensi Bank Umum Syariah di Indonesia?
2. Bagaimana tingkat efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di
Indonesia?
Tujuan Penelitian
1. Menganalisis tingkat efisiensi Bank Umum Syariah Indonesia.
2. Menganalisis tingkat efisiensi Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di
Indonesia.
Manfaat Penelitian
1. Bagi pemerintah, sebagai masukan agar tetap berkoordinasi dengan Bank
Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam membuat regulasi
yang baik.
2. Bagi stakeholder, sebagai masukan dalam menjalankan kegiatan
operasionalnya dan agar terus meningkatkan efisiensi dan kinerjanya.
3. Bagi peneliti dan mahasiswa, penelitian ini dapat dipakai sebagai
tambahan literatur yang dapat memberikan informasi mengenai efisiensi
kinerja BUS dan BPRS di Indonesia secara umum.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dari penelitian ini dibatasi pada pengamatan kinerja BUS
dan BPRS di Indonesia dengan melihat nilai efisiensi yang dihasilkan dari
masing-masing BUS dan BPRS. Hal ini dilakukan untuk menguji nilai kinerja
keuangan BUS dan BPRS berdasarkan nilai efisiensi Data Envelopment Analysis
(DEA) secara agregat.

TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi
Menurut Ascarya (2005), konsep efisiensi diawali dari konsep ekonomi
mikro, yaitu teori produsen dan konsumen. Teori produsen cenderung untuk
memaksimumkan keuntungan dan meminimalkan biaya. Sedangkan teori
konsumen cenderung untuk memaksimalkan utilitasnya atau tingkat kepuasannya.
Pada teori produsen dikenal adanya garis frontier produksi. Garis ini
menggambarkan hubungan antara input dan output. Garis frontier ini mewakili

5
tingkat output maksimum dari setiap penggunaan input yang mewakili
penggunaan teknologi dari suatu perusahaan atau industri

.
Sumber: Coelli, et al (1998)

Gambar 1 Frontier Produksi dan Efisiensi Teknis
Gambar 2 merupakan frontier produksi yang menunjukkan tingkat output
maksimum yang dapat dicapai pada tiap tingkat input, dengan tingkat teknologi
tertentu dalam suatu industri. Perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut
dapat beroperasi pada frontier jika perusahaan efisien secara teknis (garis OF‟)
atau di bawah frontier jika perusahaan tidak efisien secara teknis. Titik A
merupakan titik yang inefisien, sedangkan titik B dan C menunjukkan titik yang
efisien. Perusahaan yang beroperasi di titik A merupakan perusahaan yang
inefisien secara teknis. Perusahaan tersebut dapat meningkatkan output ke tingkat
output yang sama dengan titik B tanpa membutuhkan input yang lebih besar.
Efisiensi menjadi tolak ukur dalam mengukur kinerja. Terdapat dua faktor
yang menyebabkan efisiensi, yaitu: (1) Memakai jumlah unit input yang lebih
sedikit namun mampu menghasilkan output yang sama; (2) Memakai jumlah unit
input yang tetap namun output yang dihasilkan lebih besar (Huri dan Susilowati
2004). Sedangkan menurut Hidayat (2008), efisiensi terjadi jika: (1) Pemakaian
input yang sama menghasilkan output yang lebih banyak. (2) Pemakaian input
yang lebih sedikit menghasilkan output yang sama. (3) Pemakaian input yang
lebih banyak menghasilkan output yang lebih banyak lagi dibandingkan dengan
input yang digunakan. Efisiensi merupakan jawaban atas kesulitan dalam
menghitung ukuran kinerja seperti tingkat efisiensi alokasi, teknis maupun
efisiensi ekonomi. Efisiensi teknis adalah kombinasi antara kapasitas dan
kemampuan unit ekonomi memproduksi sejumlah output dari sejumlah input yang
ada beserta teknologi. Sedangkan efisiensi ekonomi merupakan penjumlahan dari
efisiensi alokasi dan efisiensi teknis (Tanjung dan Devi 2013).
Syariat islam mengatur segala aspek kehidupan termasuk diantaranya adalah
aspek ekonomi sebagai acuan dalam kegiatan sehari-hari. Efisiensi dalam islam
terdapat pada Surat Al Isra‟ ayat 26-27 yang artinya sebagai berikut: Dan
berikanlah haknya kepada kerabat dekat, juga kepada orang miskin dan orang
dalam perjalanan; dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu)
secara boros. Sesungguhnya orang-orang yang pemboros itu adalah saudara
syaitan dan syaitan itu sangat ingkar kepada Tuhannya.

6
Ayat di atas menganjurkan manusia untuk tidak menyia-nyiakan hartanya
secara sia-sia (boros). Perilaku boros dapat menjadi perbuatan ingkar kepada
Allah subhanahu wa ta’ala. Pengukuran tingkat efisiensi pada BUS dan BPRS
dapat mengacu dari dua ayat tersebut, dengan melihat pemakaian input yang ada
untuk menghasilkan output semaksimal mungkin tanpa adanya penghamburan
sumber daya yang digunakan (input).
Coelli, et al. (1998) menyatakan konsep efisiensi dibedakan menjadi tiga
yaitu: efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. Efisiensi teknis
mengukur tingkat produksi yang dicapai pada tingkat penggunaan input tertentu.
Efisiensi harga atau alokatif mengukur tingkat keberhasilan bank dalam usahanya
untuk mencapai keuntungan maksimum yang dicapai pada saat nilai produk
marginal setiap faktor produksi yang diberikan sama dengan biaya marginalnya.
Efisiensi ekonomis adalah kombinasi antara efisiensi teknis dan efisiensi harga.
Muharam dan Pusvitasari (2007), menyatakan secara umum efisiensi
perbankan dapat didekomposisikan menjadi efisiensi skala (scale efficiency),
efisiensi dalam cakupan (scope efficiency) efisiensi teknis (technical efficiency)
dan efisiensi alokasi (allocative efficiency). Bank dikatakan mencapai efisiensi
dalam skala ketika bank bersangkutan mampu beroperasi dalam skala hasil yang
konstan (constant return to scale). Sedangkan efisiensi cakupan dapat tercapai
ketika bank mampu beroperasi dalam diversifikasi alokasi. Efisiensi alokasi dapat
tercapai jika bank mampu menentukan berbagai output yang dapat
memaksimalkan keuntungan. Sedangkan efisiensi teknis pada dasarnya
menyatakan hubungan antara input dan output dalam suatu proses produksi. Suatu
proses produksi dapat dikatakan efisien apabila pada penggunaan input dengan
sejumlah tertentu dapat menghasilkan output yang maksimal, atau untuk
menghasilkan output tertentu digunakan input yang paling minimal.
Data Envelopment Analysis (DEA)
DEA merupakan prosedur yang dirancang untuk mengukur efisiensi relatif
satu Decision Making Unit (DMU) yang memakai banyak input dan banyak
output, dimana penggabungan antara input dan output tidak mungkin untuk
dilakukan. Efisiensi relatif suatu DMU adalah dengan membandingkan suatu
DMU dengan DMU lain dalam sampel dengan memakai input dan output yang
sama yang diperoleh dari hasil laporan keuangan organisasi. Menurut Tanjung dan
Devi (2013), data keuangan tersebut harus asli sebelum dilakukan manipulasi agar
benar-benar menggambarkan efisiensi dan jika terdapat satu atau lebih data dari
suatu DMU yang tidak tersedia maka harus dikeluarkan dari keseluruhan sampel.
Inti dari DEA adalah menentukan bobot untuk setiap input dan output dari
DMU. Bobot tersebut harus bersifat tidak bernilai negatif dan bersifat universal.
Kemudian akan dilakukan skor nilai efisiensi yang dibatasi antara 0 dan 1, dimana
DMU yang efisien mempunyai skor 1 dan DMU yang inefisien memiliki skor 0.
Nilai-nilai efisiensi tersebut adalah relatif dan nilai yang dihasilkan dengan
membandingkan antara setiap DMU pada kumpulan data yang dianalisis.
Terdapat dua model DEA yang sering digunakan dalam mengukur efisiensi
yaitu CCR (Charnes, Cooper dan Rhodes) dan BCC (Bankers, Charnes dan
Cooper). Model CCR dipelopori oleh Charnes, Cooper dan Rhodes pada tahun
1978 dengan asumsi adanya CRS (Constant Return to Scale), dimana perubahan

7
proporsional pada semua tingkat input akan menghasilkan perubahan proporsional
yang sama pada tingkat output. DEA dipakai untuk mengukur tingkat efisiensi
relatif, terutama berdasarkan efisiensi teknis. Model CCR mengevaluasi scale
efficiency dan technical efficiency secara simultan. Sedangkan BCC yang
dikemukakan oleh Bankers, Charnes dan Chooper pada tahun 1984 sebagai
perluasan dari CCR dengan asumsi adanya Variable Return to Scale (VRS).
Maksudnya semua unit yang diukur akan menghasilkan perubahan pada berbagai
tingkat output dan adanya anggapan bahwa skala produksi dapat memengaruhi
efisiensi. Model BCC mengevaluasi khusus pada technical efficiency sehingga
model ini dapat dikatakan menghitung nilai murni dari efisiensi teknis (pure
technical efficiency).
Model CCR akan sesuai jika DMU beroperasi pada skala optimum. Namun,
kompetisi tidak sempurna, regulasi pemerintah, keterbatasan keuangan dapat
membuat perbankan dalam kondisi tidak optimal. Selain itu faktor teknologi juga
dapat memengaruhi efisiensi operasional bank. Sehingga hal tersebut dapat
menjadi variabel dari model BCC dan terbukanya kemungkinan bahwa skala
produksi dapat memengaruhi efisiensi.
Pengukuran efisiensi DEA dapat dilakukan dengan dua pendekatan, yaitu
pendekatan input dan pendekatan output. Pendekatan input digunakan untuk
mengetahui kuantitas input yang dapat dikurangi secara proporsional untuk
menghasilkan output dengan jumlah yang sama. Sedangkan pendekatan output
untuk mengetahui berapa banyak jumlah output yang dapat ditingkatkan secara
proporsional dengan kuantitas input yang tetap. Pendekatan output digunakan
ketika kondisi pasar masih bagus sehingga produsen diharapkan mampu
mempertahankan atau bahkan meningkatkan output dengan input yang tetap
(Tanjung dan Devi 2013).

Sumber: Coelli, et al (1998)
Gambar 2 Efisiensi Teknis dengan Pendekatan Output
Gambar 3 menunjukkan sebuah perusahaan dengan dua jenis output (O1 dan
O2) dan sebuah input (I) dengan asumsi constant return to scale. Kurva ZZ1
adalah kurva kemungkinan produksi yang menunjukkan efisien secara teknis
sedangkan kurva RR1 adalah garis isorevenue yang menunjukkan rasio harga
kedua output. Titik BB1 menggambarkan efisien teknik karena terletak pada

8
isoquant. Titik A merupakan titik yang tidak efisien, dan jarak AB merupakan
potential improvement yang mungkin dilakukan perusahaan pada titik A untuk
menjadi perusahaan yang efisien secara teknis.
Efisiensi Teknis (ET)= 0A/0B
(1)
Jika kita memiliki informasi harga (RR1), maka efisiensi alokatif dapat
didefinisikan menjadi:
Efisiensi Alokatif (AE)= 0B/0C

(2)

Titik C merupakan potential improvement yang memiliki arti dimana
perusahaan B masih dapat meningkatkan pendapatannya dengan berproduksi di
titik yang efisien secara teknis dan alokatif, yaitu di titik B1.
Secara umum, Efisiensi Ekonomi (EE) merupakan produk perkalian antara
Efisiensi Teknis dengan Efisiensi Alokatif, sehingga:
Efisiensi Ekonomi= (0A/0B)x(0B/0C)= ET x EA

(3)

Pendekatan dalam Data Envelopment Analysis (DEA)
Pemakaian input dan output dalam DEA bertujuan untuk mendefinisikan
hubungan input dan output dalam kegiatan finansial suatu lembaga keuangan.
Menurut Hadad et al (2003) terdapat tiga pendekatan yang umum dipakai dalam
metode DEA, yaitu:
1.
Pendekatan Aset (Asset Approach)
Pendekatan aset mencerminkan fungsi primer sebuah lembaga keuangan
sebagai pencipta kredit pinjaman atau pembiayaan. Pada pendekatan ini,
output didefinisikan dalam bentuk aset seperti kredit, surat-surat berharga
dan alternatif aset lainnya. Sedangkan input diukur dari harga tenaga kerja,
harga dana dan harga fisik modal.
2.
Pendekatan Produksi (Production Approach)
Pendekatan produksi menjadikan lembaga keuangan sebagai produsen dari
akun deposito dan kredit pinjaman lalu mendefinisikan output sebagai
penjumlahan rekening tabungan dan kredit pinjaman. Sedangkan input
dihitung dari jumlah tenaga kerja, pengeluaran modal pada aset-aset tetap
dan material lainnya.
3.
Pendekatan Intermediasi (Intermediation Approach)
Intermediasi pada perbankan memungkinkan perbankan untuk
mengumpulkan modal dan menyalurkannya kembali. Pengelolaan sumber
dana yang efisien sangatlah penting untuk memaksimumkan profit.
Sehingga DPK dan deposito berjangka yang dimiliki perbankan harus
dikelola dengan baik untuk mengurangi beban pajak, kemudian kredit atau
pembiayaan sebagai sumber pendapatan perbankan harus dimaksimalkan
agar perbankan dapat memperoleh profit yang maksimum (Nuryartono et.al
2012).
Pendekatan ini menjadikan input institusional seperti biaya tenaga kerja,
modal dan pembayaran bunga pada deposit, lalu dengan output yang diukur
dalam bentuk kredit pinjaman dan investasi finansial.

9
Konsekuensi adanya tiga pendekatan menyebabkan perbedaan dalam
penentuan variabel input dan output yang akan digunakan. Perbedaan yang paling
menonjol dalam menentukan input-output terdapat pada pendekatan produksi dan
pendekatan intermediasi. Pada pendekatan produksi, simpanan diperlakukan
sebagai output, karena simpanan merupakan jasa yang dihasilkan melalui
pengumpulan dana dari pihak ketiga. Sedangkan pada pendekatan intermediasi
simpanan diperlakukan sebagai input, karena simpanan yang dihimpun bank akan
ditransformasikan ke dalam bentuk aset yang menghasilkan, terutama dalam
bentuk kredit pinjaman.
Kelebihan dan Kelemahan DEA
Metode DEA (Data Envelopment Analysis) memiliki kelebihan dan
kelemahan. Kelebihan dari penggunaan metode DEA diantaranya adalah:
1.
DEA dapat menangani pengukuran efisiensi secara relatif bagi beberapa
Decision Making Unit (DMU) sejenis dengan menggunakan banyak input
dan output.
2.
Metode ini tidak memerlukan asumsi bentuk fungsi hubungan antara
variabel input dan output dari DMU sejenis yang akan diukur efisiensinya.
3.
DEA membandingkan setiap DMU yang ada secara langsung dengan DMU
lainnya yang sejenis.
4.
Faktor input dan output dapat memiliki satuan pengukuran yang berbeda
tanpa perlu melakukan perubahan satuan dari kedua variabel tersebut.

1.
2.

3.

Selain itu, DEA memiliki beberapa kelemahan diantaranya adalah:
DEA merupakan sebuah extreme point technique, maka kesalahankesalahan pengukuran dapat menyebabkan masalah yang signifikan.
DEA hanya mengukur efisiensi relatif dari setiap DMU dan tidak mengukur
efisiensi secara absolut. DEA hanya menunjukkan perbandingan penilaian
baik dan buruk suatu DMU yang dibandingkan dengan sekumpulan DMU
lainnya yang sejenis.
Karena DEA merupakan teknik non-parametrik, maka uji hipotesis secara
sistermatik akan sulit dilakukan.
Perbankan Syariah

Perbankan syariah adalah bank yang menjalankan kegiatan usahanya sesuai
dengan prinsip-prinsip syariah, dan menurut jenisnya terdapat bank umum syariah,
unit usaha syariah dan bank perkreditan rakyat syariah.
1.

2.

Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank syariah yang dalam kegiatannya
memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. BUS dapat berupa bank
devisa dan non devisa. Bank devisa merupakan bank yang dapat melakukan
transaksi dengan mata uang asing termasuk transfer ke luar negeri, inkaso ke
luar negeri, pembukaan letter of credit, dan sebagainya.
Unit Usaha Syariah (UUS) merupakan unit kerja dari kantor pusat bank
umum konvensional yang melaksanakan kegiatan usahanya dengan
menerapkan prinsip syariah. UUS juga dapat sebagai unit kerja di kantor
cabang bank asing konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari

10

3.

kantor cabang pembantu syariah atau unit syariah (Bank Indonesia 2007).
UUS dapat berusaha sebagai bank devisa atau bank non devisa.
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) merupakan bank syariah yang
dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Bentuk hukum dari BPRS adalah perseroan terbatas dan hanya dapat
dimiliki oleh Warga Negara Indonesia (WNI), pemerintah daerah, atau
kemitraan antara WNI atau badan hukum Indonesia dengan pemerintah
daerah.
Penelitian Terdahulu

Ascarya (2005) melakukan penelitian dengan menganalisis efisiensi Bank
Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia dengan
memakai data periode tahun 2002-2004 dengan metode Data Envelopment
Analysis (DEA), memakai pendekatan intermediasi dan operasional dengan
orientasi output. Hasil penelitian menunjukkan perbankan syariah (BUS dan
UUS) pada tahun 2002-2004 relatif efisien secara teknis, baik dengan pendekatan
intermediasi (91.8%) maupun operasional (84.75%). Hasil perhitungan efisiensi
DEA tidak selalu konsisten dengan perhitungan konvensional ROA dan FDR.
Karena pemakaian variabel dalam DEA lebih banyak dan komprehensif. Variabel
input dan output yang digunakan dalam perhitungan konvensional merupakan
bagian dari varibel input-output dalam DEA. Kendala dalam penelitian ini adalah
jumlah sampel yang tersedia terlalu sedikit. Sehingga perhitungan efisiensi dari
observasi cenderung mengalami self identifier dan kurang representatif.
Muharam dan Pusvitasari (2007) dengan menerapkan Data Envelopment
Analysys (DEA) dan dengan pendekatan fungsi intermediasi bank, telah
menganalisis perbandingan efisiensi bank syariah yang ada pada tahun 2005.
Bank Syariah yang diteliti sebanyak 12 bank yang dibagi ke dalam tiga kelompok.
Hasil dari penelitian mereka terdapat perbedaan tingkat efisiensi pada masingmasing bank disetiap triwulannya. Sepanjang 2005, terdapat tiga bank yang
memiliki kinerja yang cukup efisien sebesar 100 persen, yaitu BTN Syariah,
Niaga Syariah dan Permata Syariah. Sedangkan Sembilan bank lainnya
mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2005, dan Bank Syariah Mandiri mengalami
inefisiensi sepanjang tahun 2005. Pada triwulan berikutnya bank-bank syariah
tersebut mengalami fluktuasi kembali. Namun menurut laporan Statistik
Perbankan Syariah periode Desember 2005 yang diterbitkan oleh Bank Indonesia
dan Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2005 yang menyebutkan
kinerja perbankan syariah mengalami kemajuan dari tahun sebelumnya sesuai
dengan hasil penelitian yang telah dilakukan.
Andryani (2008) melakukan penelitian dengan menganalisis efisiensi Bank
Umum Syariah (BUS) sebanyak 17 bank syariah (yang terdiri dari BUS dan UUS)
dari tahun 2004-2007 dengan menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA)
dengan pendekatan intermediasi dan model BCC dengan asumsi variable return
to scale (VRS) berdasarkan output oriented dan penambahan berupa perubahan
Total Factor Productivity (TFP). Hasil penelitian menunjukkan selama periode
2004-2007 mengalami peningkatan rata-rata efisiensi teknis industri perbankan
syariah sebesar 91% setiap tahunnya, dengan efisiensi rata-rata tertinggi terjadi
pada tahun 2004 yaitu sebesar 99.5% dan efisiensi terendah terjadi pada tahun

11
2006 yaitu sebesar 85.4%. Perubahan TFP indutri perbankan syariah
menunjukkan trend yang meningkat dan disebabkan oleh perubahan kemajuan
teknologi.
Paramita (2008) melakukan penelitian dengan menganalisis efisiensi BPR
seluruh Indonesia dengan pendekatan Stochastic Frontier Analysis (SFA) yang
merupakan pendekatan parametrik dan Data Envelopment Analysys (DEA)
merupakan pendekatan non-parametrik, memberikan kesimpulan bahwa variabel
cost of labour merupakan variabel yang paling memengaruhi besar kecilnya nilai
efisiensi BPR di Indonesia. Peneliti membandingkan hasil nilai efisiensi yang ada
dengan menggunakan metode SFA dan DEA, hasilnya adalah dalam SFA nilai
efisiensi yang ada lebih bervariasi sedangkan dalam DEA hanya terdapat tiga
kategori yaitu kategori BPR yang tidak efisien, kurang efisien dan efisien.
Efisiensi DEA memiliki hubungan positif dengan modal inti dan nilai kesehatan.
Sedangkan SFA memiliki hubungan negatif dengan modal inti dan nilai kesehatan.
Sehingga efisiensi BPR dengan pendekatan SFA malah menurunkan modal inti
BPR.
Hidayat (2008) melakukan penelitian dengan menganalisis efisiensi
perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA). Data yang digunakan adalah data Bank Umum
Syariah dan Unit Usaha Syariah dari kuartal pertama tahun 2004 sampai kuartal
ke-empat tahun 2007 dengan objek 3 BUS dan 6 UUS. Model yang digunakan
adalah model CCR dan BCC dengan pendekatan intermediasi dan input (inputoriented). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Perbankan syariah di Indonesia
(BUS dan UUS) berkembang dengan signifikan baik dari aspek kelembagaan,
networking, aset, dana pihak ketiga, maupun pembiayaan. Berdasarkan hasil
perhitungan DEA, bank yang paling efisien adalah Bank Muamalat
Indonesia.Sedangkan secara berkelompok disimpulkan bahwa kelompok BUS
lebih efisien dibandingkan dengan kelompok UUS.
Nuryartono et.al (2012) melakukan penelitian dengan menganalisis efisiensi
pada BPR di Indonesia dengan menggunakan pendekatan parametrik yaitu
Stochastic Frontier Analysis (SFA) dan Time Variying Decay (TVD) serta fungsi
biaya loglinear. Data yang digunakan adalah data seluruh BPR di Indonesia pada
tahun 2006 dan 2007. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari seluruh variabel
yang digunakan (Total Cost, Price of Labor, Price of Fund, Credit, NPL, NonInterest Income Activities, EOTA) hanya varibel EOTA yang tidak signifikan
pada taraf nyata 1%. Hal ini mengindikasikan bahwa jika terjadi penambahan
sebesar 1% pada biaya tenaga kerja maka biaya akan meningkat sebesar 0.3792%.
Sedangkan nilai efisiensi yang dihasilkan oleh SFA menunjukkan secara umum
terjadinya penurunan efisiensi, dikarenakan jumlah BPR dengan nilai efisiensi
tertinggi (NE> 94%) mengalami penurunan dari 448 BPR pada tahun 2006
menjadi 340 BPR pada tahun 2007. Menurunnya jumlah BPR yang efisien
disebabkan oleh meningkatnya biaya tenaga kerja dan biaya pajak.

12
Tabel 4 Variabel dalam Penelitian Terdahulu dengan Metode DEA
No.

Peneliti

Pendekatan

Oriented

Variabel
Input
Intermediasi:
Biaya tenaga
kerja, aktiva
tetap,
dana
Pihak Ketiga.
Operasional:
Biaya bunga,
biaya
operasional,
biaya
operasional
lainnya.
Dana pihak
ketiga, biaya
operasional
lainnya.

1

Ascarya
(2005)

Intermediasi
dan
Operasional

Output

2

Muharam
dan
Puspitasari
(2007)

Intermediasi

Output

3

Andryani
(2008)

Intermediasi

Output

Beban
personalia,
aktiva tetap,
dana
pihak
ketiga.

4

Hidayat
(2008)

Intermediasi

Input

Biaya tenaga
kerja, modal
serta
pembayaran
bunga
(margin) pada
deposit.

Variabel
Output
Intermediasi:
Pinjaman,
pendapatan
lainnya, aktiva
lancar.
Operasional:
Pendapatan
bunga,
pendapatan
operasional
lainnya.
Pembiayaan,
aktiva lancar,
pendapatan
operasional
lainnya.
Total
pembiayaan,
pendapatan
operasional
lainnya, aktiva
produktif
lainnya.
Pinjaman,
pembiayaan,
investasi
keuangan.

Sumber: Penelitian terdahulu

Berdasarkan penelitian terdahulu yang menjadi rujukan terlihat bahwa yang
digunakan adalah pendekatan intermediasi dan berorientasikan output. Secara
umum penelitian ini fokus mengikuti dua dari beberapa penelitian yang dirujuk,
yaitu penelitian yang dilakukan Ascarya (2005) serta Muharam dan Pusvitasari
(2007) tetapi tidak mengabaikan teori serta hasil yang dijabarkan dari beberapa
penelitian sebelumnya.

13
Kerangka Pemikiran
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat efisiensi Bank Umum
Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah di Indonesia. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah variabel input yang terdiri dari Dana Pihak
Ketiga (DPK) dan biaya operasional lainnya, dan variabel output yang terdiri dari
pendapatan operasional lainnya, aktiva lancar dan pembiayaan. Secara konseptual
alur pemikiran dapat dilihat pada (Gambar 3).
Lembaga Keuangan Syariah

Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah (BPRS)

Bank Umum Syariah
(BUS)

Pendekatan Intermediasi

Variabel-variabel Analisis

Efisiensi Lembaga
Keuangan Syariah

Input

DEA
(CCR dan BCC)
Output oriented

Efisien

Tidak Efisien

Keterangan:
: Alur Analisis
: Alat Analisis

Gambar 3 Bagan Kerangka Pemikiran

Output

14

METODE
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data panel, yang berupa
data kerat lintang (cross section) sebanyak 11 BUS dan 113 BPRS di Indonesia
dan data deret waktu (time series) dalam periode kuartalan pada tahun 2013 yang
kemudian diolah menjadi data tahunan. Pada BPRS dipilih 113 BPRS dari 160
BPRS yang ada dikarenakan 113 BPRS tersebut memiliki data yang lengkap pada
setiap kuartalnya di tahun 2013 sedangkan 47 BPRS lainnya tidak memiliki data
yang cukup pada penelitian ini. Data yang diperoleh merupakan data sekunder
yang bersumber dari website resmi Bank Indonesia berupa laporan neraca
keuangan dan laporan laba-rugi BUS dan BPRS.
Metode Analisis dan Pengolahan Data
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif dan kuantitatif.
1. Analisis deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk eksplorasi, klarifikasi mengenai suatu
fenomena atau kenyataan sosial dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel
yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti.
2. Analisis Kuantitatif
Analisis kuantitatif dinyatakan sebagai metode yang lebih menekankan pada
aspek pengukuran secara obyektif terhadap fenomena sosial. Pengukuran yang
dilakukan menjabarkan fenomena sosial kedalam beberapa komponen masalah,
variabel dan indikator. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian adalah Data
Envelopment Analisys (DEA) dengan pendekatan intermediasi perbankan dan
berorientasikan output. Software yang digunakan adalah Microsoft Excel 2010
untuk tabulasi data dan program DEAP 2.1.
Model Penelitian
Pendekatan DEA (Data Envelopment Analysis) dilakukan untuk menghitung
nilai efisiensi, model yang digunakan adalah model Charnes, Cooper dan Rhodes
(CCR) dengan asumsi Contant Return to Scale (CRS) (Coelli et.al 1998), yang
artinya setiap peningkatan input secara proporsional meningkatkan output dengan
persentase yang sama. Asumsi CRS berlaku jika DMU beroperasi dalam skala
optimum. Model CCR secara simultan mengevaluasi sekaligus scale efficiency
dan technical efficiency. Secara umum model tersebut adalah sebagai berikut:
Minθλθ
St
-yt + Yλ ≥ 0
θxt–Xλ≤0
λ≥0
Keterangan:
Y
= y1 + y2 + ….. + yn
X
= x1 + x2 + ….. + Xn

(4)
(5)
(6)

15
N
x1
y1
λ

= jumlah unit yang diobservasi
= input x untuk unit 1
= output x untuk unit 1
= vector dari konstan

Model kedua merupakan pengembangan dari model CCR yang
diperkenalkan oleh Banker, Charnes dan Cooper (BCC) pada tahun 1984 (Coelli,
et.al 1998). Asumsi Constant Return to Scale pada model CCR berlaku jika unit
observasi berada pada keadaan optimal. Namun, dalam kondisi nyata sering
ditemukan kendala (persaingan, regulasi pemerintah, kendala keuangan, dll) yang
menyebabkan unit tidak beroperasi secara optimal (Tanjung dan Devi 2013).
Pada model BCC diperkenalkan asumsi Variable Return to Scale (VRS)
yang menghasilkan nilai efisiensi teknis dan nilai efisiensi skala secara terpisah
karena itu model BCC sering disebut sebagai pure technical efficiency. Persamaan
yang digunakan serupa dengan CCR, namun terdapat kendala konveksitas N1‟λ=
1, sehingga:
Minθλθ
st
-yt + Yλ ≥ 0
θxt – Xλ ≤ 0
NI‟λ ≥ 1
λ≥0
Keterangan:
Y
= y1 + y2 + ….. + yn
X
= x1 + x2 + ….. + Xn
n
= jumlah unit yang diobservasi
x1
= input x untuk unit 1
y1
= output x untuk unit 1
NI‟λ = N X 1 vector 1

(7)
(8)
(9)
(10)

Pada umumnya suatu DMU memiliki karakteritik yang mirip satu sama lain.
Namun, biasanya tiap bank memiliki ukuran tingkat produksi yang bervariasi. Hal
ini mengisyaratkan bahwa ukuran bank memiliki peran penting dalam
menentukan efisiensi atau inefisiensinya. Model CCR mencerminkan nilai
efisiensi teknis dan efisiensi skala sekaligus, sedangkan model BCC hanya
mencerminkan efisiensi teknis. Sehingga efisiensi skala adalah rasio dari efisiensi
pada model CCR dan model BCC.
SE= TECRS/TEVRS

(11)

Jika nilai SE=1 berarti DMU tersebut beroperasi pada ukuran efisiensi skala
terbaik. Jika nilai SE kurang dari satu maka terdapat inefisiensi skala pada DMU
tersebut. Jadi, DMU yang efisien pada model CCR berarti efisien juga skala
efisiensinya. Sedangkan DMU yang efisien pada model BCC tapi tidak efisien
pada model CCR berarti terdapat inefisiensi skala. Hal ini dikarenakan DMU
tersebut efisien secara teknis namun inefisien secara skala.

16
Variabel Input-Output dan Definisi Operasional
Variabel input merupakan sumber dalam pendekatan intermediasi untuk
ditransformasikan menjadi output. Adapun variabel input dalam penelitian ini
adalah:
1.
Dana pihak ketiga (DPK) merupakan jumlah dana pihak ketiga yang
berhasil dihimpun dan memiliki persentase terbesar dari total modal yang
dimiliki oleh perbankan syariah yang terdiri giro wadiah, tabungan wadiah,
tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
2.
Biaya operasional lainnya merupakan tolak ukur biaya tenaga kerja dan
kegiatan perbankan seperti administrasi, promosi, transaksi valuta asing,
penurunan nilai surat berharga dan beban bonus titipan wadiah sebagai
ukuran biaya dari operasional bank yang terbebas dari beban bunga.

1.

2.

3.

Variabel output yang dipakai pada penelitian ini adalah:
Pembiayaan merupakan dana yang disalurkan bank kepada nasabah dalam
bentuk pembiayaan. Pembiayaan yang diberikan sebagian besar dalam
bentuk akad murabahah.
Aktiva lancar merupakan ukuran likuiditas bank yang artinya mudah untuk
diubah menjadi uang kas dalam siklus perusahaan normal yang terdiri dari
kas, penempatan pada Bank Indonesia, penempatan pada bank lain, surat
berharga yang dimiliki, piutang murabahah, piutang ishtishna, piutang
qardh, Ijarah, persediaan, pendapatan yang akan diterima dan biaya dibayar
dimuka.
Pendapatan operasional lainnya merupakan pendapatan yang diperoleh
selain dari pembiayaan pada sektor riil (pendapatan dari transaksi valuta
asing, jasa layanan dan lainnya). Variabel ini merupakan bentuk kreativitas
perbankan syariah dalam menghindari bunga (Andriyani 2008).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum
Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah merupakan
bagian dari pengembangan sebuah sistem perbankan nasional dalam kerangka
Arsitektur Perbankan Indonesia (API). API memiliki enam pilar utama sebagai
penopang yaitu struktur perbankan yang sehat, sistem pengaturan yang efektif,
sistem pengawasan yang independen dan efektif, industri perbankan yang kuat,
infrastruktur pendukung yang mencukupi dan perlindungan konsumen. Bank
Indonesia juga melakukan sejumlah penyempurnaan terkait program-program
kegiatan API. Penyempurnaan tersebut antara lain adalah strategi yang lebih
spesifik terkait pengembangan perbankan syariah, BPR dan UMKM. Hal ini
dilakukan agar program API tersebut lebih lengkap dan mencakup seluruh
perbankan secara keseluruhan baik itu Bank Umum dan BPR, baik yang
beroperasi dengan konvensional maupun syariah dan juga UMKM (Andriansyah
2009).

17
Salah satu cara untuk mengembangkan perbankan syariah adalah dengan
peningkatan efisiensi kinerja perbankan. Pengembangan perbankan syariah dapat
dinilai dari jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK), jumlah penyaluran pembiayaan,
aktiva lancar atau total aset, biaya operasional lainnya, pendapatan operasional
lainnya.
Perkembangan Dana Pihak Ketiga
Pola gambaran untuk menilai perkembangan perbankan syariah (BUS dan
BPRS) dapat dinilai dari pertumbuhan jumlah Dana Pihak Ketiga (DPK) yang
dihimpun perbankan syariah. Peningkatan jumlah DPK yang dimiliki perbankan
syariah menunjukkan adanya peningkatan aktivitas dan kegiatan perbankan
syariah, khususnya pada fungsi intermediasi sebagai penghimpun dana dari
masyarakat. Dana Pihak Ketiga terdiri atas tabungan mudharabah, giro wadiah,
tabungan wadiah dan deposito mudharabah.
DPK BUS pada tahun 2012 mengalami peningkatan dari Rp 115.41 triliun
menjadi Rp 147.51 triliun (27.81%), sedangkan pertumbuhan pada tahun 2011
sangat tinggi mencapai 51.80% dari Rp 76.03 triliun pada tahun 2010 menjadi Rp
115.41 triliun. Melambatnya pertumbuhan DPK BUS dikarenakan menurunnya
imbal bagi hasil seiring dengan menurunnya suku bunga simpanan. Rata-rata
tingkat imbal bagi hasil tahun 2011 sebesar 5.06% dan tahun 2012 hanya sebesar
4.60%, sedangkan imbalan deposito tahun 2011 rata-rata sebesar 7.40% dan tahun
2012 hanya sebesar 6.40%. Selain itu, penarikan dana haji oleh Kementrian
Agama sebesar Rp 4.02 triliun juga ikut memberikan pengaruh terhadap total
DPK perbankan syariah. Namun, pada tahun 2013 DPK perbankan syariah
meningkat menjadi Rp 183.53 triliun.
Walaupun secara nominal pertumbuhan DPK mengalami pelambatan,
namun dari sisi jumlah rekening terjadi peningkatan yang cukup signifikan
dibandingkan tahun 2012. Pada tahun 2013 meningkat menjadi 12.3 juta rekening.
Perkembangan ini menunjukkan dukungan kuat perbankan syariah dalam
meningkatkan akses keuangan masyarakat.

(Triliun Rp)

200
150
100

183.53

147.51
115.41
76.03

50
0
2010

2011

2012

2013

Tahun

Sumber: Statistik Perbankan Syariah 2013

Gambar 4 Total Dana Pihak Ketiga Bank Umum Syariah
Sedangkan pada BPRS perkembangan DPK yang dihimpun menunjukkan
kondisi yang cukup baik. Hal ini disebabkan oleh kemampuan BPRS yang
berhasil mempertahankan tingkat bagi hasil yang kompetitif sehingga dapat
mempertahankan nasabah lama dan mampu menarik nasabah baru.

18
Pertumbuhan DPK pada tahun 2013 lebih baik dibandingkan pada tahuntahun sebelumnya. Total aset BPRS mengalami peningkatan secara persentase
sebesar 34.12% pada tahun 2013. Sedangkan BPR Konvensional hanya sebesar
12.60%. Namun, total DPK BPRS masih rendah jika dibandingkan dengan BPR
Konvensional. Pada tahun 2013 total DPK BPR Konvensional sebesar Rp 50.52
triliun sedangkan pada BPRS sebesar Rp 3.66 triliun. Renda