Karakterisasi Dan Biokompatibilitas Kolagen Gelembung Renang Ikan Cunang (Muraenesox Talabon) Sebagai Biomaterial Scaffold Kultur Sel

KARAKTERISASI DAN BIOKOMPATIBILITAS KOLAGEN
GELEMBUNG RENANG IKAN CUNANG (Muraenesox talabon)
SEBAGAI BIOMATERIAL SCAFFOLD KULTUR SEL

I WAYAN DARYA KARTIKA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

i

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Karakterisasi dan
Biokompatibilitas Kolagen Gelembung Renang Ikan Cunang (Muraenesox
talabon) sebagai Biomaterial Scaffold Kultur Sel” adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017

I Wayan Darya Kartika
NIM. C351140081

ii

iii

RINGKASAN
I WAYAN DARYA KARTIKA. Karakterisasi dan Biokompatibilitas Kolagen
Gelembung Renang Ikan Cunang (Muraenesox talabon) sebagai Biomaterial
Scaffold Kultur Sel. Dibimbing oleh WINI TRILAKSANI dan I KETUT MUDITE
ADNYANE
Produksi perikanan Indonesia terus meningkat setiap tahunnya dan
menghasilkan limbah perikanan pasca pengolahan, salah satunya gelembung
renang. Gelembung renang mempunyai sifat fungsional yang unik karena potensi

kandungan kolagen yang cukup tinggi sehingga dapat menjadi alternatif untuk
memenuhi kebutuhan pangan fungsional dan kosmetik sekaligus mengatasi
kontroversi keamanan produk kolagen di kalangan keyakinan dan etnis tertentu,
serta memiliki permintaan yang tinggi untuk bidang medis, terutama dalam bidang
kultur sel. Proses isolasi dengan berbagai modifikasi dilakukan untuk memperoleh
kolagen dengan rendemen dan kualitas yang tinggi, sekaligus memenuhi
karakteristik biomaterial scaffold kultur sel. Tujuan penelitian ini adalah
mendapatkan kolagen dengan karakteristik yang sesuai untuk kultur sel melalui
identifikasi bioavailabilitas bahan baku, proses eliminasi protein nonkolagen dan
modifikasi proses ekstraksi kolagen berbasis limbah gelembung renang ikan cunang
(Muraenesox talabon).
Limbah gelembung renang ikan cunang (Muraenesox talabon) memiliki
proporsi 0.26% dari seluruh bobot ikan (kurang dari 2% dari seluruh limbah nondaging) dengan kandungan protein 93.87% (basis kering). Bioavailabilitas kolagen
terletak pada jaringan membran internal (tunica interna) dengan dominasi
komposisi asam amino glisina, prolina, dan alanina sebagai penciri eksistensi
kolagen. Perlakuan pretreatment dengan larutan NaOH 0.10 M selama 12 jam
merupakan proses yang efektif dalam menghilangkan protein nonkolagen
gelembung renang ikan cunang karena dapat melarutkan protein nonkolagen tanpa
kehilangan protein kolagen secara signifikan.
Proses ekstraksi asam maupun ekstraksi hidrotermal menghasilkan kolagen,

yang teridentifikasi sebagai kolagen tipe I dengan rendemen masing-masing
mencapai 2.73-6.40% untuk ekstraksi asam dan 26.20-43.33% untuk ekstraksi
hidrotermal. Kandungan hidroksiprolin untuk seluruh perlakuan mencapai 71.9985.49 mg/100 mg yang mengindikasikan kemurnian ekstrak kolagen diatas 70%.
Sediaan kolagen gelembung renang dari seluruh proses ekstraksi menunjukkan
eksistensi gugus amida A, amida B, amida I, II dan III dengan rasio serapan kolagen
dan struktur heliks. Komposisi asam amino, asam imino, stabilitas termal, derajat
kelarutan dan derajat pengembangan terbaik dihasilkan oleh kolagen hasil ekstraksi
asam 4 °C (A1) dan ekstraksi hidrotermal pada suhu ruang (H2).
Biokompatibilitas kolagen gelembung renang terpilih (A1 dan H2) pada
proses kultur sel sebagai substrat pelekatan sel menunjukkan tingkat inhibisi
dibawah 40%. Efek sitoproliferatif tertinggi ditunjukkan oleh viabilitas sel tertinggi
pada aplikasi kolagen A1 1200 ppm yaitu lebih dari 110%.
Kata kunci: biokompatibilitas, biomaterial scaffold, gelembung renang ikan cunang
(Muraenesox talabon), karakterisasi, kultur sel

iv

SUMMARY
I WAYAN DARYA KARTIKA. Characterization and Biocompatibility of Yellowpike Conger (Muraenesox talabon) Swim Bladder Collagen as Cell Culture
Scaffold Biomaterial. Supervised by WINI TRILAKSANI and I KETUT MUDITE

ADNYANE
Indonesian fisheries production increase every year and produces fisheries
waste, one of them is swim bladder. Swim bladder has unique functional properties
due to the high potency of collagen content, therefore can be utilized as an
alternative in fullfiling the needs as functional food and cosmetics demand for the
biomedical fields, especially in application of cell culture technology as well as
overcoming the product safety problem and controversy in certain etnic group. The
collagen isolation within various modifications were conducted to produce collagen
with high yield, good quality, and fullfiling the suitable biomaterial scaffold
characteristics for cell culture. The purpose of this study was to get collagen with
suitable characteristics for cell culture through the bioavailability identification of
raw materials, non-collagenous substances elimination processing and modification
of extraction processing based on the swim bladder waste of yellow-pike conger
(Muraenesox talabon)
The swim bladder waste of yellow-pike conger (Muraenesox talabon) had a
proportion of 0.26% of the total weight of fish (less than 2% of all non-meat waste)
with 93.87% protein content (dry base). Bioavailability of collagen tissue located
in the internal membrane (tunica interna) with a predominance of glycine, proline
and alanine as a marker of the collagen existence. Pretreatment with 0.10 M NaOH
solution for 12 hours was the effective process to remove non-collagenous proteins

of yellow-pike conger swim bladder.
Both the acid extraction and hydrothermal extraction produced collagen,
which was identified as type I collagen with a yield reached 2.73 to 6.40% for acid
extraction and from 26.20 to 43.33% for hydrothermal extraction, respectively. The
hydroxyproline content for all treatments reached 71.99 to 85.49 mg / 100 mg
indicating that collagen purity was above 70%. Swim bladder collagen extract of
the entire extraction process demonstrated the existence amide group A, B amide,
amide I, II and III with the absorption ratio and the helical structure of collagen.
The best composition of amino acids, imino acids, thermal stability, relative
solubility and swelling degree produced by collagen with acid extraction at 4 °C
(A1) and with hydrothermal extraction at room temperature (H2).
Biocompatibility of the swim bladder collagen candidate (A1 and H2) in cell
culture processes as cell adhesion substrates showed inhibition rate below 40%. The
highest cytoproliferative effects demonstrated by the highest cell viability on the
application of collagen A1 1200 ppm of more than 110%.
Keywords: Biocompatibility, characterization, cell culture, scaffold biomaterial,
yellow-pike conger (Muraenesox talabon) swim bladder

v


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

vi

BIOKOMPATIBILITAS

KARAKTERISASI DAN BIOKOMPATIBILITAS KOLAGEN
GELEMBUNG RENANG IKAN CUNANG (Muraenesox talabon)
SEBAGAI BIOMATERIAL SCAFFOLD KULTUR SEL

I WAYAN DARYA KARTIKA

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

viii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Tati Nurhayati, SPi, MSi
.......................................

xi

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, Ida Sang
Hyang Widhi Waça atas segala asung kertha wara nugraha-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan tesis dengan judul “Karakterisasi dan Biokompatibilitas
Kolagen Gelembung Renang Ikan Cunang (Muraenesox talabon) sebagai
Biomaterial Scaffold Kultur Sel”. Penelitian ini didanai oleh Lembaga Pengelola
Dana Pendidikan (LPDP) melalui Beasiswa Penelitian Indonesia Tesis/Disertasi.
Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Sains di
Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian
Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih yang setulusnya kepada:
1) Dr Wini Trilaksani, MSc selaku ketua komisi pembimbing dan sekaligus
Ketua Program Studi Pascasarjana Teknologi Hasil Perairan yang
memberikan banyak bantuan serta pengarahan selama proses penelitian dan
penulis tesis ini.
2) Dr drh I Ketut Mudite Adnyane, MSi selaku komisi pembimbing yang telah
membimbing dan memberikan pengarahan tentang dunia veteriner selama
proses penelitian dan penulisan tesis ini.
3) Dr Eng Uju, SPi, MSi selaku Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB
4) Dr Asadatun Abdullah, MSM, MSi selaku perwakilan gugus kendali mutu
atas kesediaan waktu dalam mengoreksi draft tesis sekaligus memberi
masukan yang konstruktif kepada penulis.

5) Dr Tati Nurhayati, SPi, MSi selaku penguji luar komisi atas kesediaan waktu
untuk mengkaji, mengoreksi dan memberi masukan terhadap tesis ini.
6) Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang telah memberi dukungan
finansial melalui Beasiswa Pendidikan Indonesia Tesis/Disertasi.
7) Keluarga besar penulis, ayah I Ketut Sudarwa dan ibu Made Aryawati, serta
adik I Made Puja Raditya serta seluruh keluarga atas doa, kasih sayang,
semangat dan dukungan selama penulis menempuh studi.
8) Teman-teman pascasarjana THP 2014, inspirator sekaligus motivator yang
luar biasa Ayu Christien Rahaweman yang telah banyak memberikan
semangat dan bantuan kepada penulis serta seluruh sahabat yang selalu
mendoakan dan membantu penulis.
9) Pihak-pihak terkait yang telah membantu dalam penelitian, yang tidak dapat
penulis sebutkan namanya satu per satu
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Februari 2017

I Wayan Darya Kartika
NG

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
xvi
1. PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Rumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
3
2. METODE PENELITIAN
4
Waktu dan Tempat
4

Bahan dan Alat
4
Prosedur Penelitian
4
Prosedur Analisis
9
Rancangan Percobaan dan Analisis Data
16
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Karakteristik Gelembung Renang Ikan Cunang (Muraenesox talabon) dan
Ketersediaan Kolagen
21
Karakteristik proporsi dan proksimat gelembung renang
21
Karakteristik morfologis gelembung renang
24
Kandungan asam amino gelembung renang
29
Penghilangan Protein Nonkolagen dari Gelembung Renang
30
Pengaruh konsentrasi dan durasi pretreatment
31
Kombinasi pretreatment terbaik
32
Profil Kolagen Gelembung Renang Hasil Ekstraksi Asam dan Hidrotermal 32
Persebaran molekul kolagen gelembung renang
33
Kandungan kimia ekstrak kolagen gelembung renang
34
Rendemen dan kemurnian kolagen gelembung renang
35
Karakteristik Fisikokimia Kolagen Gelembung Renang
37
Spektrum gugus fungsi kolagen gelembung renang
38
Bobot molekul kolagen gelembung renang
41
Komposisi asam amino kolagen gelembung renang
43
Profil termodinamik kolagen gelembung renang
46
Karakteristik Sediaan Kolagen Gelembung Renang untuk Kultur Sel
48
Derajat kelarutan kolagen gelembung renang
49
Derajat pengembangan kolagen gelembung renang
50
Biokompatibilitas Kolagen Gelembung Renang pada Kultur Sel Epitel
51
Kondisi kultur sel epitel
51
Efek coating sediaan kolagen terhadap pertumbuhan sel Vero
52
4. SIMPULAN DAN SARAN
55
Simpulan
55
Saran
55
DAFTAR PUSTAKA
57
LAMPIRAN
65
RIWAYAT HIDUP
83

DAFTAR TABEL
0
01
02
03
04
05
06
07
08

09
10

Perlakuan suhu pada proses ekstraksi kolagen gelembung renang
7
Perlakuan kombinasi konsentrasi NaOH dan waktu perendaman
16
Analisis ragam (ANOVA)
20
Kandungan kimia (basis basah) gelembung renang ikan cunang (basah,
kering), tuna (Thunnus albacares), dan patin (Pangasius sp.)
23
Kandungan kimia (basis kering) gelembung renang ikan cunang (basah,
kering), tuna (Thunnus albacares), dan patin (Pangasius sp.)
23
Rendemen dan kadar hidroksiprolina kolagen gelembung renang yang
diekstrak dengan metode berbeda*
36
Posisi puncak serapan spektrum FTIR kolagen gelembung renang yang
diekstrak dengan metode berbeda*
38
Rasio serapan gugus amida I dan amida III kolagen kolagen gelembung
renang yang diekstrak dengan metode berbeda* terhadap serapan kolagen
dan gelatin
41
Komposisi kolagen (residu/1000 residu) kolagen gelembung renang yang
diekstrak dengan metode berbeda*
44
Hasil analisis sifat termal kolagen gelembung renang yang diekstrak dengan
metode berbeda*
47

DAFTAR GAMBAR
01

02
03
04
05
06

07

08

Jenis-jenis gelembung renang ikan (a) dan gelembung renang ikan
cunang (b); lingkaran merah menunjukkan jenis gelembung renang
spesies ikan cunang.
Skema penelitian secara keseluruhan (tahap I, II, III, IV dan V).
Prosedur tissue processing (Kiernan 1999).
Diagram proses analisis data kuantitatif
Gelembung renang ikan cunang dipisahkan dari ikan (a), gelembung
renang (b), kumpulan limbah gelembung renang (c).
Proporsi gelembung renang terhadap (a) seluruh bagian dan (b) limbah
ikan cunang Muraenesox talabon ( kepala, jeroan, gelembung
renang, kulit, tulang, daging).
Struktur morfologis gelembung renang ikan cunang
(Muraenesox talabon) keseluruhan (A) dan sebagian kecil (B). Jaringan
otot (JO), jaringan kolagen (JK), dan serabut kolagen (SK); Pewarnaan
Casson’s Trichrome; Skala bar = 400 m.
Ilustrasi mekanisme reaksi histokimia pewarna Hematoxylin-Besi dan
Casson’s Trichrome (menggunakan model substrat-auxachromechromogen).

5
6
11
19
21

22

25

27

xv

09

10
11

12

13

14
15

16

17

18

19

20
21

Reaksi histokimia kolagen dengan asam fosfotungtat dan chromogen
(dye) pewarna Trichrome pada proses pewarnaan jaringan gelembung
renang ikan cunang (Muraenesox talabon).
28
Komposisi asam amino per 1 gram (berat basah) limbah gelembung
renang ikan cunang (Muraenesox talabon).
29
Konsentrasi protein nonkolagen terlarut larutan NaOH. Konsentrasi
NaOH
0.05 M;
0.10 M; dan
0.15 M. Durasi perendaman
2 jam selama 24 jam (12 siklus).
31
Evaluasi kolagen hasil ekstraksi asam pada suhu 4 °C (A1), ekstraksi
asam pada suhu ruang (A2), ekstraksi hidrotermal pada suhu 40 °C (H1)
dan ekstraksi hidrotermal pada suhu ruang (H2) dengan menggunakan
pewarna Casson’s Trichrome (skala bar = 400 m).
34
Kandungan proksimat ( air, protein, lemak, abu ditambah
karbohidrat) hasil ekstrak basah dari proses ekstraksi asam pada suhu
4 °C (A1), ekstraksi asam pada suhu ruang (A2), ekstraksi hidrotermal
pada suhu 40 °C (H1) dan ekstraksi hidrotermal pada suhu ruang (H2)
pada kondisi basis basah (bb) dan basis kering (bk).
35
Spektrum serapan FTIR kolagen dengan proses ekstraksi asam pada
suhu 4 °C (A1 ―) dan ekstraksi asam pada suhu ruang (A2 ----).
39
Spektrum serapan FTIR kolagen dengan proses ekstraksi hidrotermal
pada suhu 40 °C (H1 ―) dan ekstraksi hidrotermal pada suhu ruang
(H2 ----).
39
Pola pita protein kolagen hasil ekstraksi asam pada suhu 4 °C (A1),
ekstraksi asam pada suhu ruang (A2), ekstraksi hidrotermal pada suhu
40 °C (H1) dan ekstraksi hidrotermal pada suhu ruang (H2) dalam
SDS-PAGE 10% akrilamid.
42
Proporsi asam amino glisina, alanina, prolina, dan hidroksiprolina (%)
pada kolagen hasil ekstraksi asam pada suhu 4 °C ( A1), ekstraksi asam
pada suhu ruang ( A2), ekstraksi hidrotermal pada suhu 40 °C ( H1)
dan ekstraksi hidrotermal pada suhu ruang ( H2).
45
Komposisi asam imino dan sekuens triplet glisina (G), prolina (P), dan
alanina (A)/hidroksiprolina (O) dari kolagen hasil ekstraksi asam pada
suhu 4 °C ( A1), ekstraksi asam pada suhu ruang ( A2), ekstraksi
hidrotermal pada suhu 40 °C ( H1) dan ekstraksi hidrotermal pada
suhu ruang ( H2).
46
Kelarutan relatif (%) kolagen hasil ekstraksi asam dan hidrotermal
dari gelembung renang ikan cunang dalam 0.05 asam asetat pada
pH berbeda (n=3)
49
Derajat pengembangan kolagen dari seluruh proses ekstraksi (kandidat
vs non-kandidat)
51
Inhibisi (%) sel Vero setelah diberi perlakuan coating matriks kolagen
hasil ekstraksi asam pada suhu 4 °C (A1), ekstraksi asam pada suhu
ruang (A2), ekstraksi hidrotermal pada suhu 40 °C (H1) dan ekstraksi
hidrotermal pada suhu ruang (H2) dengan beberapa konsentrasi
( 1200 ppm, 600 ppm, 300 ppm, 150 ppm dan 75 ppm).
53

xvi

22

23

Viabilitas sel Vero setelah diberi perlakuan coating matriks kolagen
hasil ekstraksi asam pada suhu 4 °C (A1), ekstraksi asam pada suhu
ruang (A2), ekstraksi hidrotermal pada suhu 40 °C (H1) dan ekstraksi
hidrotermal pada suhu ruang (H2) dengan beberapa konsentrasi
( 1200 ppm, 600 ppm, 300 ppm, 150 ppm dan 75 ppm).
54
Morfologi sel Vero tanpa coating kolagen (a) dan dengan coating
kolagen hasil ekstraksi asam pada suhu 4 °C (A1) (b), ekstraksi asam
pada suhu ruang (A2) (c), ekstraksi hidrotermal pada suhu 40 °C (H1)
(d) dan ekstraksi hidrotermal pada suhu ruang (H2) (e) pada konsentrasi
600 ppm.
54

DAFTAR LAMPIRAN
0
01
02
03
04
05
06
07
08
09
10
11
12
13
14
15
16

Analisis data (deskriptif, uji asumsi dan hipotesis) parameter dari
hasil percobaan
Data proporsi bagian tubuh ikan cunang (Muraenesox talabon)
Uji korelasi dan Uji T-sampel berpasangan data kandungan kimia
(basis basah) gelembung renang (b) dan kering (k) ikan cunang
Uji korelasi dan Uji T-sampel berpasangan data kandungan kimia
(basis kering) gelembung renang basah (b) dan kering (k) ikan cunang
Kandungan, persentase dan residu asam amino gelembung renang ikan
cunang (Muraenesox talabon) per 0,1 gram bahan baku (berat basah)
Penentuan absorbansi Bovine Serum Albumin (BSA) berbagai
konsentrasi sebagai kurva standar protein terlarut
Absorbansi protein terlarut (uji Bradford) NaOH 0.05 M; 0.10 M dan
0.15 M setiap 2 jam selama 24 jam
Konsentrasi protein terlarut larutan NaOH 0.05 M; 0.10 M dan
0.15 M setiap 2 jam selama 24 jam (mL)
Analisis sidik ragam (ANOVA) in Time kadar protein (nonkolagen)
terlarut
Penentuan nilai Rf dari jejak pita protein SDS-PAGE sebagai
kurva standar bobot molekul protein
Bobot molekul (BM) protein kolagen (SDS-PAGE) menurut
kurva standar
Analisis proksimat ekstrak kolagen basah (basis basah dan basis kering)
Penentuan emisi 4-L-hidroksiprolin berbagai konsentrasi sebagai kurva
standar hidroksiprolin
Komposisi asam amino kolagen hasil ekstraksi asam dan ekstraksi
hidrotermal per 1 gram sampel
Data absorbansi, persentase penghambatan dan tabel probit
coating kolagen
Kurva inhibisi coating kolagen terhadap sel Vero dan contoh
perhitungan IC50

66
67
68
69
70
71
72
72
73
75
76
76
77
78
79
80

1

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Potensi sumber daya ikan Indonesia sangat melimpah, namun pemanfaatan
selama ini hanya sebatas daging (fillet) untuk dikonsumsi. Proporsi fillet ikan
mencapai 37-40% dari seluruh bobot total ikan (Kittiphattanabawon et al. 2010).
Bagian selain daging mencapai 60-63% dan merupakan produk hasil samping
dengan nilai komersial yang rendah. Produksi perikanan pada tahun 2014 mencapai
20.72 juta ton, terdiri dari produksi perikanan tangkap sebesar 6.72 juta ton dan
produksi perikanan budidaya sebesar 14.52 juta ton (termasuk rumput laut) dengan
nilai peningkatan 8-10 juta ton/tahun (KKP 2015). Produksi perikanan tangkap
diprediksi mencapai kisaran 20 juta ton pada tahun 2016 (KKP 2015) dengan 6063% potensi limbah mencapai sekitar 12 juta ton. Limbah perikanan tersebut berupa
kepala, kulit, tulang, sirip, serpihan daging dan isi perut ikan, disamping itu terdapat
pula limbah ikan berkualitas rendah (second grade) dari proses pengolahan industri
(Muyoga et al. 2004a). Sisik dan perut ikan merupakan 2% dari seluruh limbah ikan
yang belum termanfaatkan secara optimal.
Perut ikan, katak, atau lupe ikan adalah istilah komersial gelembung renang
di Indonesia. Perut ikan dari beberapa spesies ekonomis penting misalnya kakap
putih (Lates calcarifer), patin (Pangasius sp.), kurau/kuro (Eleutheronema
tetradactylum) dikomersialkan dalam bentuk kering dengan harga mencapai Rp 12 juta/kg. Kebutuhan lupe ikan umumnya cukup tinggi di Indonesia karena
dijadikan bahan tambahan dalam sup hipio dan resep obat-obatan Tiongkok
(ANTARA 2015). Gelembung renang diproses menjadi isinglass untuk fining agent
pada industri bir di Eropa karena kandungan proteinnya dapat mengikat atau
mengkelat substansi pencemar (Trilaksani et al. 2006; Niu et al. 2013).
Studi anatomi dan morfologi menunjukkan bahwa gelembung renang tidak
hanya berfungsi sebagai sistem keseimbangan dan pengatur daya apung ikan,
namun juga sebagai organ hidroakustik dan memperkuat impuls suara yang
disalurkan organ osilasi Weber (Sarnowski 2004). Volume gelembung renang
hanya menempati 5% dari volume ikan, namun mampu mengembalikan signal echo
lebih dari 50% pada pengujian Target Strength/TS dengan instrumen hidroakustik
SIMRAD EY-60 (Yulandasari 2012). Pencitraan obyek dengan high-resolution
microtomographic yang dipadukan dengan studi histologis tiga dimensi
menunjukkan adanya hubungan unik antara gelembung renang-organ telinga
primitif pada kelompok ikan Teleostei (Schulz-Mirbach et al. 2013). Fungsi dan
peran yang unik dari gelembung renang diduga terkait dengan struktur jaringan ikat,
khususnya matriks ekstraseluler atau extra cellular matrix (ECM).
Molekul struktural dan fungsional ECM belum sepenuhnya dikarakterisasi,
namun masing-masing komponennya seperti elastin, laminin, fibronektin dan
kolagen telah diekstraksi dan digunakan untuk banyak aplikasi. Kolagen
merupakan komponen struktural utama jaringan ikat putih (white connective tissue)
yang meliputi hampir 25-30% total protein pada tubuh vertebrata (Walters dan
Stegemann 2014). Tipe kolagen yang teridentifikasi pada limbah ikan adalah tipe I
dan V dari 25 jenis kolagen (I sampai XXV) yang telah diidentifikasi hingga kini.
Limbah kulit, tulang dan sisik ikan merupakan kolagen tipe I; sedangkan kolagen

2

tipe V terdapat pada jaringan ikat dalam kulit dan tendon (Nagai dan Suzuki 2000);
serta kolagen tipe lain yang belum teridentifikasi pada gelembung renang.
Produk kolagen yang diekstrak dari ikan menjadi alternatif untuk mengatasi
kebutuhan sekaligus kontroversi penggunaan kolagen di kalangan keyakinan dan
etnis tertentu (Choi et al. 2013) terhadap bahan baku terestrial (babi, sapi dan
ayam). Yamaguchi (2002) menyatakan sekitar 10% dari total konsumen kolagen di
dunia terjangkit penyakit bovine spongiform encephalopathy (BSE) dan penyakit
mulut dan kuku (PMK) karena infeksi protein prion yang tidak dapat dihilangkan
dari sumber kolagen selama proses pengolahan. Hal tersebut menjadi pemicu
bergesernya tren penggunaan sumber terestrial ke sumber akuatik, salah satunya
ikan. Keunggulan kolagen dari limbah ikan yakni memiliki serat protein kolagen
yang lebih pendek dari hewan terestrial, sehingga limbah gelembung renang
diharapkan juga dapat ditransformasi menjadi kolagen dengan spesifikasi
biomaterial medis(Liu et al. 2012; Muyonga et al. 2004a).
Pasar global kolagen dan biomaterial berbasis HA (hidroksiapatit) akan
mencapai 4.6 miliar US Dolar pada 2020, seiring meningkatnya penggunaan
biomaterial dalam pengobatan regeneratif (GIA 2015). Bidang pengobatan
regeneratif selama ini masih terfokus pada zat pemicu regenerasi jaringan, namun
belum fokus pada material organik sekaligus stimulator pertumbuhan sel (secara
holistik). Oleh karena itu, kolagen dari bahan baku ikan berpeluang untuk
dikembangkan sebagai perancah atau scaffold. Scaffold berbasis kolagen
merupakan biomaterial yang berfungsi sebagai penyokong atau substrat untuk
pertumbuhan sel dan menyatu dengan sel karena bersifat biodegradabel dan
biokompatibel. Spesifikasi kolagen sebagai perancah dapat terpenuhi apabila
terdapat kompatibilitas biologis antara produk kolagen dengan jaringan. Prinsip
resorbable collagen membranes (RCM) melalui pewarnaan Trichrome
memastikan suatu produk mengandung kolagen dan mampu “meluruh” pada
jaringan kolagen dalam tubuh (Almazrooa et al. 2014). Bioavailabilitas sekuen
asam amino dasar –Gly-X-Y– pada setiap modifikasi proses ekstraksi harus tetap
terjaga hingga produk akhir, sehingga menjadi nilai tambah untuk produk kolagen.
Produksi fish collagen dan produk turunannya masih didominasi dari limbah
sisik dan kulit ikan melalui ekstraksi asam. Ekstraksi asam dari kulit kakap merah
Lates calcarifer menghasilkan kolagen dengan rendemen 15.8% basis basah dan
58.1% basis kering; serta menghasilkan produk turunan gelatin dengan rendemen
14.33-16.80% (Trilaksani et al. 2012). Proses ekstraksi kolagen dari gelembung
renang belum banyak dieksplorasi, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa
kolagen yang diekstrak dari gelembung renang dapat menghasilkan rendemen yang
lebih besar. Proses ekstraksi asam gelembung renang kakap merah L. calcarifer
menghasilkan kolagen larut asam (ASC) dengan rendemen 28.5% (basis basah)
atau setara 85.3% basis kering (Sinthusamran et al. 2013). Gelembung renang
yellowfin tuna menghasilkan ASC dengan rendemen mencapai 1.07% (Kaewdang
et al. 2014). Gelembung renang ikan patin Pangasius hypopthalmus juga telah
ditransformasi menjadi isinglass dengan rendemen 94.38-94.63% (Trilaksani et al.
2006).
Perkembangan kajian mengenai proses isolasi dan ekstraksi kolagen
berkembang pesat sehingga berpeluang meningkatkan rendemen serta kualitas
kolagen. Beberapa kajian mengenai proses ekstraksi kolagen antara lain ekstraksi
dengan enzim pepsin (Liu et al. 2012), ekstraksi dengan pretreatment asam (Niu et

3

al. 2013), ekstraksi hidrotermal (Niu et al. 2013), ekstruksi-hidroekstraksi (Huang
et al. 2016) serta ekstraksi dengan metode asam-hidro (Djailani et al. 2016). Prosesproses tersebut mengkombinasikan efek reagen kimia serta pengaturan suhu
sehingga terdapat peluang untuk denaturasi kolagen menjadi derivat protein lain.
Faktor struktur jaringan gelembung renang yang cukup “rapuh” memungkinkan
proses ekstraksi dengan penggunaan bahan kimia yang rendah konsentrasi dan
meminimalkan masukkan temperatur selama proses ekstraksi. Oleh karena itu,
perlu dilakukan eksplorasi lebih jauh mengenai modifikasi proses isolasi dan
karakterisasi kolagen gelembung renang ikan cunang melalui modifikasi dan
validasi pada proses ekstraksi untuk memperoleh kualitas dan kuantitas kolagen
sebagai bahan scaffold yang maksimal.

Rumusan Masalah
Gelembung renang merupakan potensi limbah organik yang belum banyak
dimanfaatkan kandungan kolagennya yang diduga merupakan bagian yang kecil
dari total proporsi limbah. Ikan cunang (Muraenesox talabon) adalah salah satu
komoditas lokal perairan Indonesia yang memiliki ukuran besar. Ikan dewasa
memiliki panjang ±1 meter dengan bobot tubuh ±1.5 kg. Pemanfaatan secara
optimal 2% gelembung renang ikan cunang berarti memanfaatkan potensi sumber
kolagen terbarukan dari limbah perikanan. Kolagen berbasis gelembung renang
memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan salah satunya dibidang medis,
yakni sebagai scaffold atau substrat bagi pertumbuhan sel seperti sel Vero.
Produktivitas kolagen dari gelembung renang sangat dipengaruhi oleh metode
ekstraksi dan suhu ekstraksi yang digunakan. Metode ekstraksi kolagen telah
banyak dikembangkan diantaranya ekstraksi menggunakan enzim pepsin, ekstraksi
dengan pre-treatment asam, ekstraksi hidrotermal, ekstruksi-hidroekstraksi serta
ekstraksi dengan metode asam-hidro. Proses-proses tersebut berpeluang untuk
denaturasi kolagen menjadi derivat protein lain, oleh karena itu eksplorasi
mengenai modifikasi proses isolasi dan karakterisasi kolagen gelembung renang
ikan cunang melalui modifikasi dan validasi pada proses ekstraksi perlu dilakukan
sehingga memperoleh kolagen yang baik sebagai bahan scaffold yang maksimal.

Tujuan Penelitian
Tujuan umum dari penelitian ini adalah mengembangkan sediaan kolagen
untuk biomaterial scaffold dari gelembung renang ikan cunang. Tujuan khusus
penelitian ini meliputi:
1. Memperoleh informasi bioavailabilitas kolagen pada limbah gelembung
renang ikan cunang (Muraenesox talabon).
2. Menentukan pra-perlakuan terbaik untuk mengeliminasi substansi
nonkolagen pada jaringan gelembung renang ikan cunang (Muraenesox
talabon).
3. Mendapatkan dan mengidentifikasi ekstrak kolagen (kualitas dan kuantitas)
dari limbah gelembung renang ikan cunang melalui modifikasi proses
ekstraksi.

4

4. Menghasilkan sediaan kolagen dari gelembung renang dan menentukan sifat
fisikokimia yang sesuai (mengacu kepada standar) keperluan kultur sel.
5. Menguji kompatibilitas kolagen gelembung renang secara biologis pada
proses kultur sel mamalia (sel Vero).
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap proses
pengembangan sediaan obat untuk keperluan klinis dan medis yang aman untuk
digunakan oleh masyarakat.

2. METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2015 hingga Juli 2016. Proses
ekstraksi kolagen dilakukan di Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Departemen
Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB. Karakterisasi
histomorfologi dilakukan di Laboratorium Histologi, Departemen Anatomi,
Fisiologi dan Farmakologi (AFF), Fakultas Kedokteran Hewan IPB dan
Laboratorium Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) Institut Pertanian Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan utama yang digunakan adalah gelembung renang ikan cunang
(Muraenesox talabon) yang diperoleh dari hasil samping sentra UKM kerupuk di
Desa Kenanga, Kecamatan Sindang, Kabupaten Indramayu-Jawa Barat. Larutan
reagen NaOH, asam asetat (CH3COOH), HCl, etanol, NaCl pro analis (Merck,
USA), akuades, deionized distilled water (DD-H2O) dan larutan Bradford
digunakan selama proses ekstraksi kolagen. Larutan Bouin dan Paraformaldehyde,
garam fisiologis, alkohol bertingkat (70%, 80%, 90%, 95%, absolut), xylol, parafin,
metanol, akuades, larutan pewarna Casson’s Trichrome digunakan selama proses
pembuatan preparat hingga pewarnaan jaringan kolagen.
Peralatan yang digunakan meliputi seperangkat alat bedah jaringan, Tissue®
Tek TEC (Sakura Finetek, USA), inkubator EYELA® (Tokyo Rikakikai, Jepang),
tissue cassette, tabung Eppendorf, mikroskop Olympus CX-31 (Olympus
Lifescience, USA), Dino-Eye®, neraca digital (Sartorius, Jerman), pH-meter, kertas
pH, magnetic stirrer dengan hotplate (Yamato Scientific, Jepang), waterbath (38
°C), sentrifuge HIMAC CR 21G (Hitachi Koki, Jepang), freeze dryer, pipet
volumetrik, pipet tetes, mikropipet dan alat-alat gelas seperti gelas obyek, cover
glass, tabung reaksi, gelas ukur, gelas piala, labu Erlenmeyer, corong, sudip.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan melalui tahapan: (1) penentuan ketersediaan kolagen
pada limbah gelembung renang ikan cunang, (2) penghilangan protein nonkolagen
dengan pretreatment, (3) isolasi kolagen dengan modifikasi proses ekstraksi, (4)
karakterisasi fisikokimia sediaan kolagen dan (5) biokompatibilitas scaffold
kolagen pada kultur sel mamalia (sel Vero)

5

Penentuan ketersediaan kolagen pada limbah gelembung renang ikan cunang
(Kiernan 1999; AOAC 1995; Nollet dan Toldrá 2011)
Gelembung renang ikan cunang (Gambar 1b) merupakan tipe gelembung
renang ikan Teleostei (Gambar 1a) yang berbentuk kantung dengan ujung-ujung
menyempit, disajikan pada Gambar 2. Gelembung renang dipisahkan dari organ
ikan cunang lain secara hati-hati sehingga didapat gelembung renang yang utuh dan
lengkap. Penentuan proporsi dilakukan dengan penimbangan gelembung renang
(ketelitian 0.10 g) terhadap (a) keseluruhan bagian tubuh ikan dan (b) potensi
limbah ikan (non-daging) cunang. Kandungan kimia gelembung renang ditentukan
melalui uji proksimat (AOAC 1995), kemudian dibandingkan dengan kandungan
kimia gelembung renang kering (komersial; diuji dengan metode yang sama).
Morfologi gelembung renang diketahui dengan uji histologi (Kiernan 1999).
Ketersediaan kolagen ditentukan dengan uji asam amino (Nollet dan Toldrá 2011)
dan analisis lebih detail dilakukan pada asam amino penciri kolagen, yaitu glisina,
prolina, alanina, dan hidroksiprolina (Ramachandran dan Reddi 2013).
(a)
Amla sp.
Protopterus sp.

Cyprinus sp.

Teleostei

Polypterus

Urodale

(b)
Gambar 1 Jenis-jenis gelembung renang ikan (a) dan gelembung renang ikan
cunang (b); lingkaran merah menunjukkan jenis gelembung renang
spesies ikan cunang.
Separasi gelembung renang dari organ lain, pemotongan bahan baku dan
preparasi lainnya dilakukan dalam keadaan dingin (4-10 °C) dan menggunakan
gunting bedah. Gelembung renang utuh disimpan pada suhu rendah/dibekukan
apabila tidak digunakan langsung (masa simpan maksimal 2 bulan) (Liu et al.
2015). Prosedur penentuan ketersediaan kolagen pada limbah gelembung renang
ikan cunang disajikan pada Gambar 2 (Tahap I).
Penghilangan protein nonkolagen dengan pretreatment (Liu et al. 2015)
Protein nonkolagen, pigmen dan lemak dieliminasi dari gelembung renang
melalui perendaman gelembung renang (berukuran 4.0 ± 0.5 cm2 ) dalam larutan
alkali NaOH dengan rasio sampel : larutan adalah 1:10 (b/v), dalam 3 perlakuan
konsentrasi NaOH yaitu 0.05 M; 0.1 M dan 0.15 M. Sampel direndam setiap 2 jam
selama 24 jam pada suhu 4 °C dengan regulasi larutan NaOH setiap 2 jam. Analisis
kandungan protein terlarut dilakukan pada air sisa rendaman NaOH untuk
menentukan konsentrasi alkali dan waktu perendaman terbaik. Proses tersebut
diulang kembali dengan konsentrasi larutan alkali dan waktu perendaman terbaik.
Proses eliminasi substansi nonkolagen dapat dilihat pada Gambar 2 (Tahap II)

6

Pencucian,
pemotongan

Uji
Histologi
(Pewarnaan
kolagen)

Potongan
GR

Penimbangan
Penentuan proporsi

Tahap I

GR utuh

0.05 M

Perendaman GR dalam NaOH
Sampel : NaOH = 1:10 (b/v)
setiap 2 jam selama 24 jam

0.10 M
0.15 M

Tidak

Residu
NaOH
Matriks
GR
Ekstraksi Asam

Optimal

Uji Bradford
(sebagai pretreatment)

Ekstraksi Hidrotermal

4 °C

ruang

40 °C

ruang

ASC
(4 °C)

ASC
(ruang)

WSC
(40 °C)

WSC
(ruang)

Tahap III

NaOH (aq)

Tahap II

Analisis proksimat
Analisis asam amino

Karakterisasi fisikokimia kolagen:
(1)Keragaan molekul kolagen, (2) Pola pita protein SDS-PAGE, (3)
Spektrum gugus fungsi, (4) Komposisi asam amino, (5) Rendemen kolagen
kering, (6) Kadar hidroksiprolin, (7) Sifat termal, (8) Derajat pengembangan

Pengujian biokompatibilitas kolagen pada sel Vero
melalui aplikasi kolagen sebagai pelapis (coating)
media kultur, pada konsentrasi 75 ppm, 150 ppm, 300
ppm, 600 ppm dan 1200 ppm dalam media DMEM

Gambar 2 Skema penelitian secara keseluruhan (tahap I, II, III, IV dan V).

Tahap V

Tahap IV

Freeze drying (−40 °C; 1 atm) kolagen

7

Isolasi kolagen dengan modifikasi proses ekstraksi (Liu et al. 2015; Huang et
al. 2016)
Ekstraksi asam atau Acid Soluble Collagen (ASC) dilakukan sesuai prosedur
Liu et al. (2015) dengan modifikasi suhu ekstraksi. Residu NaOH dicuci dengan
akuades pH 7.0 ± 0.5 dingin hingga netral. Sampel kemudian diekstrak dengan
CH3COOH 0.5 M (rasio 1:10; b/v) dengan perlakuan suhu ekstraksi selama 48 jam
(2 hari) pada suhu 4 °C (A1) dan pada suhu ruang (A2). Suspensi hasil ekstraksi
disaring menggunakan kain katun tipis. Filtrat suspensi dipresipitasi dengan NaCl
hingga mencapai konsentrasi akhir 2.7 M dan diacampur hingga homogen.
Campuran suspensi-NaCl kemudian didiamkan semalam pada suhu 4 °C, kemudian
dipisahkan antara natan (pelet) dan supernatan dengan sentrifugasi (10.000×g, 30
menit, suhu 4 °C). Pelet kolagen terpresipitasi dikumpulkan dan selanjutnya
didialisis menggunakan kantong dialisis (diameter pori-pori membran = 14 kDa)
dalam asam asetat 0.1 M, asam asetat 0.05 M dan akuades berturut-turut selama 12
jam. Hasil dialisis merupakan larutan kolagen ASC.
Hidroekstraksi atau Water Soluble (WSC) dilakukan sesuai prosedur Huang
et al. (2016) dengan modifikasi suhu ekstraksi. Residu NaOH dicuci dengan
akuades pH 7.0 ± 0.5 dingin hingga netral. Sampel kemudian direndam NaOH (1:3)
(b/v) CH3COOH 0.05 M selama 15 menit pada suhu ruang. Sampel dicuci dengan
akuades pH 7.0 ± 0.5 dingin hingga netral dan diekstrak dengan perbandingan 1:1
(b/v) selama 1 jam dengan perlakuan suhu ekstraksi. Suspensi yang telah
diekstraksi, kemudian disaring menggunakan kain katun tipis. Konsentrasi air
dikurangi dengan proses evaporasi vakum pada suhu 30 °C. Hasil evaporasi
merupakan larutan kolagen WSC.
Pelakuan suhu pada proses ekstraksi dideskripsikan pada Tabel 1. Perlakuan
diatur dalam Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan sub-pengamatan (a) empat
perlakuan berbeda yang dianalisis ANOVA (A1 vs A2 vs H1 vs H2) dan (b) dua
perlakuan berpasangan (sebelum vs sesudah) dari proses asam (A1 vs A2) serta
hidrotermal (H1 vs H2) diuji T-berpasangan.
Tabel 1 Perlakuan suhu pada proses ekstraksi kolagen gelembung renang
Metode ekstraksi
Temperatur
Agitasi Kode perlakuan
Acid
Suhu rendah (4.0±1.0 °C)
Ya
A1
Acid
Suhu ruang (27-30 °C)
Ya
A2
Hydrothermal
Suhu tinggi (40.0±1.0 °C)
Ya
H1
Hydrothermal
Suhu ruang (27-30 °C)
Ya
H2
Hasil ekstrak basah dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer (−40 °C;
1 atm) sehingga diperoleh kolagen kering bubuk. Analisis proksimat dilakukan pada
ekstrak basah kolagen, yakni kadar air, kadar protein dan kadar lemak (dalam % bb
dan % bk). Rasio lemak (% bk) protein (% bk) sampel dilakukan mengacu
Trilaksani et al. (2006) untuk mengetahui keberhasilan proses ekstraksi komponen
protein melalui 4 jenis metode ekstraksi. Analisis rendemen basis basah dan basis
kering dilakukan pada kolagen kering. Prosedur ekstraksi kolagen disajikan pada
Gambar 2 (Tahap III).

8

Karakterisasi fisikokimia sediaan kolagen
Sediaan kolagen dikarakterisasi secara fisikokimia yang meliputi: (1)
keragaman molekul kolagen dengan pewarnaan kolagen (Luna 1972; Khadijah
2014), (2) pola pita dan bobot molekul protein dengan SDS-PAGE (Laemlli 1970),
(3) spektrum gugus fungsi amida dengn FT-IR (Muyonga et al. 2004b), (4)
komposisi asam amino dengan UPLC (Nollet dan Toldrá 2011; Waters AccQ Inc.
1993), (5) rendemen kolagen (Huang et al. 2016), (6) kadar hidroksiprolina dengan
spektrofluorometer (Gurung et al. 2009; Rismana et al. 2014), (7) sifat termal
kolagen dengan DSC (Safandowska dan Pietrucha 2013), (8) derajat
pengembangan (Tronci 2014). Parameter kualitatif dinilai secara kuantitatif dengan
konversi berdasarkan skala Likert (McHall 2001; Gibbons dan Chakraborti 2011)
melalui pembobotan skala sesuai justifikasi ilmiah. Penentuan karakteristik
fisikokimia kolagen disajikan pada Gambar 2 (Tahap IV).
Pengujian biokompatibilitas sediaan kolagen sebagai scaffold pada kultur sel
Vero (Sripriya dan Kumar 2016)
Ekstrak kolagen diaplikasikan sebagai scaffold atau media penunjang pada
kultur sel. Kultur sel memungkinkan sel dapat tumbuh di luar jaringan organisme
hidup dengan menyediakan, mengontrol dan memodifikasi faktor-faktor
pertumbuhan pada media pertumbuhan. Biokompatibilitas atau kecocokan secara
biologis dari kolagen ditentukan dengan mengevaluasi derajat proliferasi,
pertumbuhan dan morfologi sel sebelum dan setelah aplikasi kolagen sebagai
matriks ekstraseluler. Sel yang digunakan dalam penelitian ini adalah Sel Vero.
Sel Vero dibiakan dalam media Dulbecco’s Modified Eagle’s Medium
(DMEM) yang dilengkapi dengan 10% Fetal Bovine Serum (FBS), 100 unit/mL
penisillin dan 100 g/mL streptomisin. Sel dibiakan dengan konsentrasi 5000 sel
dalam 100 L media penumbuh selama 24 jam dalam inkubator pada suhu 37 °C
dan atmosfer 5% CO2. Kolagen yang diaplikasikan ke sel dilarutkan dengan asam
asetat, sehingga perlu dilakukan pengujian toksisitas pelarut terhadap sel Vero. Sel
Vero yang telah dibiakan selama 24 jam selanjutnya ditambahkan dengan 0.5% dan
0.1% asam asetat glasial. Inkubasi dilakukan kembali dalam waktu 48 jam pada
inkubator dengan suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2. Sel yang tidak mendapat
perlakuan asam asetat glasial digunakan sebagai kontrol. Efek sitotoksisitas pelarut
ditentukan melalui MTT assay. Konsentrasi asam asetat terendah dengan tingkat
penghambatan terendah digunakan sebagai pelarut kolagen pada tahap evaluasi
sitoproliferatif.
Aplikasi matriks kolagen dilakukan melalui metode coating (pelapisan)
larutan kolagen gelembung renang ikan cunang (M. talabon) pada microplate 96
well mengacu Sripriya dan Kumar (2016) dengan modifikasi konsentrasi. Larutan
kolagen dengan konsentrasi 75 ppm, 150 ppm, 300 ppm, 600 ppm dan 1200 ppm
dalam media DMEM dimasukkan ke dalam well kemudian dibiarkan selama ±15
menit, kemudian disterilkan dengan sinar UV dan diinkubasi selama 4 jam pada
suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2. Inkubasi dilakukan agar matriks kolagen dapat
melapisi dasar well dengan baik. Campuran DMEM dan larutan coating kolagen
dikeluarkan dari dalam plate, kemudian ditambahkan sel Vero dalam media DMEM
sebanyak 100 L (5×103 sel) per well. Inkubasi dilakukan kembali selama 48 jam
pada inkubator dengan suhu 37 °C dan atmosfer 5% CO2. Sel yang tidak mendapat

9

perlakuan coating kolagen pada well digunakan sebagai kontrol. Efek
sitoproliferatif kolagen ditentukan melalui MTT assay.

Prosedur Analisis
Penentuan proporsi gelembung renang (Niu et al. 2013)
Bagian edibel dari ikan pada umumnya adalah daging dan sisanya adalah
limbah perikanan. Niu et al (2013) menyatakan bahwa limbah industri perikanan
berupa tulang, kulit, sisik, kepala, dan bagian dalam jeroan (ikan), termasuk
gelembung renang. Penentuan proporsi gelembung renang terhadap ikan utuh (a)
dan limbah ikan (b) dilakukan sesuai persamaan.
ሺaሻ=

ሺbሻ=

bobot gelembung renang (g)
bobot ikan utuh (g)

bobot gelembung renang (g)
bobot ikan utuh ሺgሻ-bobot daging (g)

Persamaan tersebut juga berlaku pada bagian tubuh selain gelembung renang,
misalnya (a) daging, tulang, kulit, sisik, kepala, dan bagian dalam jeroan dan (b)
tulang, kulit, sisik, kepala, dan bagian dalam jeroan. Perbandingan proporsi (a) dan
(b) diilustrasikan dengan grafik batang.
Analisis kandungan kimia gelembung renang (AOAC 1995)
Analisis proksimat merupakan analisis yang dilakukan untuk memprediksi
komposisi kimia suatu bahan, termasuk di dalamnya analisis kadar air, abu, lemak,
protein dan serat kasar. Uji kadar air merupakan pengujian untuk menentukan
jumlah air bebas ataupun air terikat yang terdapat pada suatu bahan. Tahap awal
pengujian kadar air yakni cawan porselen dikeringkan dari sisa air dalam oven (105
°C, 1 jam). Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (±15 menit) dan dibiarkan
sampai dingin. Cawan tersebut ditimbang kembali hingga beratnya konstan.
Sebanyak 5 g sampel dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan
dengan oven pada suhu 105 °C selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah
selesai proses kemudian cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan
dibiarkan sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali. Kadar air ditentukan
menurut persamaan:
BെC
×100%
Kadar airሺ%ሻ=
BെA
Keterangan :

A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g)

Kadar abu diukur dengan metode gravimetri. Cawan pengabuan dikeringkan
di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 °C, kemudian didinginkan selama
15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan.
Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di
atas nyala api bunsen hingga tidak berasap lagi. Setelah itu dimasukkan ke

10

dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 °C selama 1 jam, Cawan kembali
ditimbang hingga didapatkan berat konstan. Kadar abu ditentukan menurut
persamaan:
BെC
×100%
Kadar abuሺ%ሻ=
BെA
Keterangan :

A = Berat cawan porselen kosong (g)
B = Berat cawan dengan sampel (g)
C = Berat cawan dengan sampel setelah dikeringkan (g)

Kadar protein (kasar) diketahui dengan menentukan jumlah total nitrogen (N)
pada suatu bahan (asumsi: setiap asam amino mengandung N). Tahap-tahap yang
dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan
titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl. Sampel
ditimbang sebanyak 0.25 g, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100
mL, lalu ditambahkan 0.25 g selenium dan 3 mL H2SO4 pekat. Sampel didestruksi
pada suhu 410 °C selama kurang lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan.
Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL
NaOH 40%, kemudian dilakukan proses destilasi dengan suhu destilator 100 °C.
Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10
mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2 tetes indikator bromcresol green-methyl red
yang berwarna merah muda. Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna
hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat dititrasi dengan HCl
0.1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan
dicatat. Larutan blanko dianalisis seperti sampel. Kadar protein dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
ሺVol.ு஼௟ sampel-Vol.ு஼௟ blankoሻ×0.1NHCl×FP×14
×100%
Bobot sampelሺ‰ሻ
Protein ሺ%ሻ = %N×FK

Nitrogen (%) =

Keterangan:

FP = faktor koreksi alat = 2.5
FK = faktor konversi = 6.25

Kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet. Sampel seberat 5 g (W1)
dimasukkan ke dalam kertas saring pada kedua ujung bungkus ditutup dengan
kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak,
kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang
sudah ditimbang berat tetapnya (W 2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet.
Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan
disiram dengan pelarut lemak (benzena). Kemudian dilakukan refluks selama 6
jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut
lemak menguap. Pelarut pada proses destilasi akan tertampung di ruang ekstraktor,
pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu
lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan
dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak dihitung dengan
rumus sebagai berikut:

11

Keterangan:

Kadar lemak ሺ%ሻ=

ሺW2 -W1 ሻ
×100%
W3

W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu lemak kosong (g)
W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

Analisis karbohidrat (KH) dilakukan secara by difference, yaitu hasil
pengurangan dari 100 % dengan kadar air, kadar abu, kadar protein dan kadar
lemak, sehingga kadar karbohidrat tergantung pada faktor pengurangannya. Hal
ini karena karbohidrat sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Analisis kadar
karbohidrat dapat dihitung dengan persamaan berikut:
KarbohidratሺΨሻ=100%-(kadar air+kabar abu +kadar lemak+kadar protein)
Uji histologis (Kiernan 1999; Luna 1992)
Uji histologi meliputi tahap (1) preparasi sampel menjadi bentuk preparat
jaringan, (2) pembutan larutan pewarna, (3) pewarnaan jaringan. Gelembung
renang (jaringan) utuh diproses menjadi preparat jaringan melalui serangkaian
tissue processing (fiksasi, dehidrasi, penjernihan, infiltrasi, penanaman dan
pemotongan), seperti diilustrasikan pada Gambar 3 Jaringan difiksasi dalam larutan
Bouin hingga terfiksasi sempurna. Fiksasi dikatakan sempurna apabila larutan
fiksasi telah masuk (terpenetrasi) hingga ke lapisan jaringan paling dalam. Fiksasi
dihentikan dengan perendaman pada alkohol 70% (stopping point).

Gambar 3 Prosedur tissue processing (Kiernan 1999).
Dehidrasi jaringan dilakukan dengan perendaman sampel dalam alkohol
bertingkat, mulai dari alkohol 80%, 90%, 95% masing-masing selama 24 jam.
Dehidrasi dilanjutkan dalam alkohol absolut (I, II dan III) selama masing-masing 1
jam untuk menghilangkan air dan sisa larutan fiksasi. Jaringan dijernihkan
(clearing) dalam larutan xylol (xylol I, II dan III masing-masing selama 1 jam),
kemudian dilakukan infiltrasi parafin (parafin I, II dan III masing-masing selama 1
jam) yang dilakukan dalam oven. Jaringan ditanam (embedding) dalam
cetakan/blok parafin dan dibiarkan hingga dingin dan mengeras. Jaringan dipotong

12

(sectioning) dengan ketebalan tertentu (4-5 m) dengan mikrotom, kemudian
ditempatkan pada kaca obyek. Preparat disimpan dalam kotak preparat dalam
inkubator (37 °C) agar jaringan tidak berjamur dan kotor. Tissue processing
diilustrasikan pada Gambar 2. Proses pewarnaan diawali dengan penghilangan
parafin (perendaman preparat dalam xylol III, II, dan I masing-masing 2 menit) dan
rehidrasi (perendaman dalam alkohol III, II, I dan dilanjutkan alkohol 96%, 90%,
80%, 70% masing-masing 3 menit). Preparat direndam dalam akuades dan air kran
masing-masing selama 2 menit, kemudian preparat siap diwarnai.
Larutan pewarna jaringan kolagen terdiri atas Wiegert’s iron-hematoksilin
sebagai pewarna inti sel dan Casson’s Trichrome sebagai pewarna jaringan
kolagen. Larutan pewarna Casson’s Trichrome dibuat dengan mencampurkan
secara secara berturut-turut phospotungstic acid (PTA), Orange G, Aniline Blue,
Acid Fuchsin dengan perbandingan masing-masing 1 g : 2 g : 1 g :3 g dalam 200
mL akuades Pewarnaan jaringan diawali dengan deparafinasi dan rehidrasi
preparat, dicuci dengan akuades (3-5 menit), kemudian diwarnai pewarna
Wiegert's iron-Hematoxylin (campuran Wiegert's iron-Hematoxylin A dan
Wiegert's iron-Hematoxylin B rasio 1:1 (v/v)). Preparat pada kaca obyek dicuci
akuades secukupnya, kemudian diwarnai dengan larutan pewarna Casson’s
Trichrome. Kaca obyek direndam dalam asam asetat 1% selama 1 menit, kemudian
dilakukan dehidrasi cepat dengan alkohol absolut (III, II, I) dan penjernihan
dengan xylol (III, II, I). Sampel pada kaca obyek ditutup dengan cover glass yang
direkatkan dengan Entelan®, kemudian preparat diamati menggunakan mikroskop.
Kolagen ditunjukkan oleh jaringan ikat berwarna biru hingga kebiruan.
Kenampakan gambar jaringan kolagen diambil secara fotomikroskopis digital
menggunakan piranti lunak Dino-Eye® yang terpasang pada lensa okuler
mikroskop.
Penentuan komposisi asam amino gelembung renan