Dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (Tmc) Terhadap Produktivitas Dan Pendapatan Petani Padi Irigasi Waduk Jatiluhur (Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang).

DAMPAK TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA (TMC)
TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI
PADI IRIGASI WADUK JATILUHUR
(Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang)

RAHAYU FITRI INDRIYANI

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dampak Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi
Irigasi Waduk Jatiluhur (Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang)adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014

Rahayu Fitri Indriyani
H44100010

ABSTRAK
RAHAYU FITRI INDRIYANI. Dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) Terhadap
Produktivitas Dan Pendapatan Petani Padi Irigasi Waduk Jatiluhur (Studi Kasus: Desa
Citrajaya Kabupaten Subang). Dibimbing oleh EKA INTAN KUMALA PUTRI.
Beras adalah komoditas strategis bagi perekonomian nasional di negara-negara
Asia, termasuk Indonesia. Oleh karena itu, banyak petani Indonesia yang
mengembangkan sistem usahatani. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di
Indonesia yang memiliki produksi dan produktivitas beras yang tinggi. Produksi padi
bergantung pada sistem irigasi. Waduk Jatiluhur merupakan salah satu bendungan yang
berfungsi sebagai penyedia air untuk pertanian. Ketersediaan air di Waduk Jatiluhur
mengalami penurunan pada musim kering, hal ini mempengaruhi pasokan air, khususnya

untuk sistem irigasi. Oleh karena itu, peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) operasi Teknologi Modifikasi Cuaca
(TMC) perlu menjadi perhatian guna pengelolaan sistem irigasi yang lebih baik. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi dampak TMC terhadap ketersediaan air
di Waduk Jatiluhur, perubahan produktivitas padi dan pendapatan usahatani. Penelitian
ini menggunakan perubahan produktivitas dan pendapatan, fungsi cobb-douglas dan
regresi linear berganda. Metode pengambilan contoh dengan purposive sampling. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan jumlah air yang dipasok oleh Waduk Jatiluhur adalah
33.400.000 m³ dan 32.100.000 m³, perubahan produktivitas adalah 110,84% dan
perubahan pendapatan usahatani adalah sebesar 265,58%.
Kata kunci: Cobb-Douglas, Hujan buatan, Perubahan pendapatan, Perubahan
produktivitas, Teknologi Modifikasi Cuaca

ABSTRACT
RAHAYU FITRI INDRIYANI. Weather Modification Technology (TMC) impact on the
productivity and income of rice farmers Irrigation Jatiluhur (Case: Citrajaya-Subang).
Supervised byEKA INTAN KUMALA PUTRI.
Rice is strategic comodity for national economy in Asian countries, including
Indonesia. Therefore, many farmers in Indonesia elaborate rice farming system. West
Java is one of Indonesia provinces which has high rice production and productivity. Rice

production is mainly depended on irrigation system. Jatiluhur Dam is one of dam which
is supplies water irrigation for agriculture. The water supply in that dam has decreased,
this influences the water supply in Jatiluhur Dam, especially to the irrigation system.
Therefore, Unit Pelaksana Teknis (UPT)’s role, Simulated Rain Badan Pengkajian and
Penerapan Teknologi (BPPT) Weather Modification Technology (TMC) operation are
need to be overviewed.The objectives of this study are to identify simulated rain impact to
water supply, irrigation rice farmer productivity and income of Jatiluhur Dam.This
research uses productivity and income change, Cobb-Douglas function, and

multiple linear regression. The example taking method is purposive sampling.The
result shows that the amount of water which is supplied by Jatiluhur Dam is 33 400 000
m³ and 32 100 000 m³, farmer productivity is 110.84% and farmer income is 265.58%.

Keyword: Cobb-Douglas, Income change, Produktivity change, Simulated rain,
Weather Modification Technology

DAMPAK TEKNOLOGI MODIFIKASI CUACA (TMC)
TERHADAP PRODUKTIVITAS DAN PENDAPATAN PETANI
PADI IRIGASI WADUK JATILUHUR
(Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang)


RAHAYU FITRI INDRIYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2014 ini ialah
Teknologi Modifikasi Cuaca, dengan judul Dampak Teknologi Modifikasi Cuaca

(TMC) terhadap Produktivitas dan Pendapatan Petani Padi Irigasi Waduk
Jatiluhur (Studi Kasus: Desa Citrajaya Kabupaten Subang).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Eka Intan Kumala Putri,
MSselaku pembimbing,Bapak Novindra S.P., M.Si selaku penguji utama, Bapak
Kastana Sapanli S.Pi, M.Siselaku penguji wakil departemen ekonomi sumberdaya
dan lingkungan serta kepada Dr Ir Aceng Hidayat, MT yang telah banyak
memberi saran, Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak
Tukiyyat beserta staf Unit Pelaksana Teknik Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi, yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta teman-teman, atas segala
doa dan kasih sayangnya.Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus2014

Rahayu Fitri Indriyani

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................... i
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. ii

DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Perumusan Masalah ....................................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................... 7
1.4 Manfaat Penelitian ......................................................................................... 7
1.5 Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................................
2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS) ...................................................... 9
2.2 Pengertian Irigasi ......................................................................................... 10
2.3 Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ........................................................... 12
2.3.1 Peranan TMC ...................................................................................... 13
2.3.2 TMC dalam menambah Curah Hujan ................................................. 13
2.3.3 Dampak TMC terhadap Kualitas Air Hujan ....................................... 15
2.3.4 Pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) ............................. 15
2.4 Faktor dan Fungsi Produksi Pertanian......................................................... 18
2.5 Analisis Pendapatan .................................................................................... 22
2.6 Penelitian Terdahulu .................................................................................... 23
III. KERANGKA PEMIKIRAN ..............................................................................
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ....................................................................... 25

3.1.1 Konsep Usahatani ............................................................................... 25
3.1.2 Fungsi Cobb-Dauglas ......................................................................... 26
3.1.3 Pendapatan .......................................................................................... 29
3.1.4 Model Regresi Berganda .................................................................... 30
3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ................................................................ 31
IV. METODE PENELITIAN ...................................................................................
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................................... 34
4.2 Jenis dan Sumber data ................................................................................. 35
4.3 Metode Pengambilan Data .......................................................................... 35

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ........................................................ 35
4.4.1 Fungsi Cobb-Douglas ......................................................................... 36
4.4.2 Analisis Pendapatan ............................................................................ 37
4.4.3 Pengujian Parameter Regresi .............................................................. 38
V. GAMBARAN UMUM .........................................................................................
5.1 Kondisi Umum Waduk Jatiluhur ................................................................. 41
5.2 Gambaran Umum Kabupaten Subang ......................................................... 42
5.3 Gambaran Umum Kecamatan Binong ......................................................... 45
5.4 Gambaran Umum Responden Desa Citrajaya ............................................. 45
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................

6.1 Identifikasi dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap
ketersediaan air di Waduk Jatiluhur ......................................................... 55
6.2 Identifikasi produktivitas padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) di Waduk Jatiluhur .......................................... 63
6.3 Perbandingan Pendapatan sebelum dan sesudah adanya Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) ......................................................................... 77
6.4 Implikasi dan Rekomendasi ....................................................................... 82
VII. SIMPULAN DAN SARAN ...............................................................................
7.1 Simpulan ...................................................................................................... 83
7.2 Saran ............................................................................................................ 83
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 85
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................. 109

DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1 Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Konstan menurut
Lapangan usaha 2010-2012 ............................................................................. 1
2 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Indonesia tahun
2010 ................................................................................................................. 2

3 Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi Jawa Barat 2011 ..................... 3
4 Matriks Metode Tujuan Penelitian, Sumber Data dan Metode
Analisis Data .................................................................................................. 36
5 Selang Nilai Statistik Durbin-Watson serta Keputusannya ........................... 40
6 Luas Wilayah Menurut Klarifikasi Ketinggian di Kabupaten
Subang ........................................................................................................... 44
7 Jumlah Produksi dan Produktivitas Padi sebelum dan sesudah
adanya TMC di Desa Citrajaya ...................................................................... 50
8 Kebutuhan Tenaga Kerja untuk Aktivitas Usahatani sebelum dan
sesudah adanya TMC dalam satu tahun ......................................................... 53
9 Total Curah Hujan, Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan
Selama Periode Kegiatan TMC 04-19 Juni 2012 .......................................... 57
10 Jumlah Tambahan Aliran Hasil Kegiatan TMC Citarum dari
Tanggal 04-19 Juni 2012 ............................................................................... 59
11 Total Curah Hujan, Rata-rata Curah Hujan dan Hari Hujan
Selama Periode Kegiatan TMC 02-20 Nopember 2012 ................................ 61
12 Jumlah Tambahan Aliran Hasil Kegiatan TMC Citarum dari
Tanggal 02-20 Nopember 2012 ..................................................................... 63
13 Jenis Pestisida yang digunakan Petani sebelum dan sesudah
adanya TMC dalam satu tahun ...................................................................... 64

14 Perbandingan Penggunaan Benih Padi Petani Desa Citrajaya
sebelum dan sesudah adanya TMC ................................................................ 64
15 Perbandingan Penggunaan Pupuk Padi Petani Desa Citrajaya
sebelum dan sesudah adanya TMC ................................................................ 65
16 Jumlah Tenaga Kerja yang digunakan dalam Usahatani sebelum dan
sesudah adanya TMC ..................................................................................... 66
17 Perbandingan Kebutuhan Air Irigasi Petani sebelum dan sesudah
adanya TMC .................................................................................................. 67
18 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi sebelum
adanya TMC .................................................................................................. 68
19 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Padi sesudah
adanya TMC .................................................................................................. 73
20 Jumlah Produksi dan Produktivitas Padi sebelum dan sesudah adanya
TMC ............................................................................................................... 78
21 Penerimaan Usahatani Padi sebelum dan sesudah adanya TMC ................... 78
22 Biaya Usahatani Padi sebelum dan sesudah adanya TMC ............................ 79
23 Perbandingan Pendapatan Usahatani Petani sebelum dan sesudah
adanya TMC .................................................................................................. 81

DAFTAR GAMBAR

Nomor
Halaman
1 Hubungan Fungsional Produksi Fisik dengan Faktor Produksi .................... 21
2 Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................... 33
3 Peta tiga dimensi Daerah Aliran Sungai (DAS) Citarum, JawaBarat ........... 34
4 Lokasi Penelitian ........................................................................................... 34
5 Karakteristik Petani Desa Citrajaya Berdasarkan Sebaran Usia ................... 46
6 Karakteristik Petani Desa Citrajaya Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......... 46
7 Karakteristik Desa Citrajaya Berdasarkan Pengalaman Usahatani ............... 47
8 Karakteristik Desa Citrajaya Berdasarkan Status Pekerjaan Petani .............. 48
9 Kalender Tanam Padi sebelum dan sesudah adanya TMC ........................... 51
10 Rata-rata Curah Hujan di DAS Citarum selama Periode TMC 04-19
Juni 2012 ....................................................................................................... 55
11 Kondisi aliran Waduk Jatiluhur selama Periode TMC 04-19 Juni 2012 ....... 58
12 Grafik Rata-rata Curah Hujan di DAS Citarum selama Periode TMC
04-19 Juni 2012 ............................................................................................. 60
13 Grafik Rata-rata Curah Hujan di DAS Citarum selama Periode TMC
02-20 Nopember 2012 ................................................................................... 60
14 Kondisi aliran Waduk Jatiluhur selama Periode TMC 02-20 Nopember
2012 ............................................................................................................... 62
15 Scatterplot Model Regresi Berganda sebelum adanya TMC ........................ 70
16 Scatterplot Model Regresi Berganda sesudah adanya TMC ......................... 74

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1 Hidrologi Waduk Jatiluhur periode TMC ...................................................... 83
2 Karakteristik Petani Padi Desa Citrajaya Kabupaten Subang ........................ 85
3 Penggunaan Pestisida Padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi
Motifikasi Cuaca (TMC) ................................................................................ 87
4 Penggunaan Tenaga Kerja sebelum adanya Teknologi Modifikasi
Cuaca (TMC) ................................................................................................. 89
5 Penggunaan Tenaga Kerja sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca
(TMC) ............................................................................................................ 91
6 Luas Lahan dan Produksi Padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) ............................................................................... 93
7 Penggunaan Benih Padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi
Motifikasi Cuaca (TMC) ................................................................................ 94
8 Penggunaan Pupuk Padi sebelum adanya Teknologi Modifikasi Cuaca
(TMC) ............................................................................................................ 95
9 Penggunaan Pupuk Padi sesudah adanya Teknologi Modifikasi Cuaca
(TMC) ............................................................................................................ 96
10 Penggunaan Air sebelum dan sesudah adanya Teknologi Motifikasi
Cuaca (TMC) ................................................................................................. 97
11 Hasil Model Regresi Linear Berganda ........................................................... 98
12 Kuesioner Penelitian ...................................................................................... 106
13 Dokumentasi Penelitian ................................................................................ 108

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris, hal ini dapat dilihat dari kekayaan
alam yang dimiliki seperti kondisi geografis, iklim dan cuaca yang mendukung
untuk berbagai macam tanaman serta ketersediaan lahan yang luas dan subur.
Indonesia memiliki potensi besar pada sektor pertanian yang merupakan motor
penggerakpertumbuhan ekonomi, karenasebagian besar penduduk Indonesia
tinggal di pedesaan dan melakukan kegiatannya di sektor pertanian, sehingga
peran sektor pertanian menjadi sangat penting dan perlu untuk terus
dikembangkan.
Pengembangan sektor pertanian, pada umumnya lebih menekankan pada
peningkatan output (produksi) dan maksimalisasi produktivitas dari faktor-faktor
produksi utama, seperti tanah, tenaga kerja, modal dan manajemen atau
pengelolaan. Sektor Pertanian memiliki peran yang besar terhadap pembangunan
ekonomi Indonesia yaitu sebagai penyumbang Produk Domestik Bruto (PDB),
penghasil devisa, dan juga sebagai penyedia kebutuhan pangan nasional. Produk
Domestik Bruto atas dasar harga konstan menurut lapangan usaha menunjukkan
bahwa peranan sektor pertanian berada pada posisi ketiga setelah sektor industri
pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran.
Tabel 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Konstan Menurut
Lapangan Usaha (Miliar Rupiah) 2010-2012
Lapangan Usaha

2010

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan
Perikanan
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas & Air Bersih
Konstruksi
Perdagangan, Hotel & Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan
Jasa-jasa
Total

304.777,10

315.036,80

328.279,70

187.152,50
597.134,90
18.050,20
150.022,40
400.474,90
217.980,40
221.024,20
217.842,20
2.314.458,80

190.143,20
633.781,90
18.899,70
159.122,90
437.472,90
241.303,00
236.146,60
232.659,10
2.464.566,10

193.115,70
670.190,60
20.080,70
170.884,80
473.110,60
265.383,70
253.022,70
244.869,90
2.618.938,40

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)

2011

2012

2
Tabel 1 menunjukkan bahwa Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia
secara total mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai 2012. Sektor
pertanian menjadi kontributor PDB Indonesia terbesar ketiga setelah sektor
industri pengolahan, perdagangan, hotel dan restoran. Hal ini disebabkan karena
ketersediaan lahan pertanian di Indonesia masih tersedia, sehingga proses
produksi untuk sektor pertanian tidak mengalami kendala yang sangat besar.
Jawa Barat merupakan salah satu lumbung padi nasional. Produksi padi
yang besar ditopang oleh produktivitas padi yang cukup tinggi. Berikut adalah
tabel yang menunjukkan luas panen, produktivitas dan produksi padi beberapa
provinsi di Indonesia pada tahun 2012.
Tabel 2. Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Padi 2012
Provinsi

Luas Panen
(Ha)

DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur

1.897,00
1.918.799,00
1.773.558,00
152.912,00
1.975.719,00

Produksi
(Ton)
11.044,00
11.271.861,00
10.232.934,00
946.224,00
12.198.707,00

Produktivitas
(Ku/Ha)
58,22
58,74
57,70
61,88
61,74

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
Tabel 2 menunjukkan bahwa Jawa Barat pada tahun 2012 mendapatkan
urutan kedua nasional dalam menghasilkan padi yaitu sebesar 11.271.861 ton
dengan produktivitas 58,74 kuintal/hektar setelah Provinsi Jawa Timur sebesar
12.198.707 ton dengan produktivitas 61,74 ton/hektar dan luasnya panen
mencapai 1.918.799 hektar.
Produksi padidaerah-daerah di Jawa Barat mempunyai persentase yang
cukup tinggi terhadap total produksi padi Provinsi Jawa Barat maupun
nasional.Kontribusilahan sawah di daerah irigasi Jatiluhur merupakan daerah yang
memiliki kontribusi terbesar dibandingkan daerah-daerah lainnya terhadap total
produksi padi Provinsi Jawa Barat yaitu berkisar antara 40-45%, sementara
terhadap total produksi padi nasional berkisar antara 7-9,4%. (Laporan TMC,
2012). Berikut adalah tabel yang menunjukkan luas panen, produktivitas dan
produksi padi beberapa kabupaten wilayah irigasi Jatiluhur di Jawa Barat pada
tahun 2011.

3
Tabel 3. Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi 2011
Kabupaten
Indramayu
Subang
Purwakarta
Karawang
Bekasi
Sukabumi
Cianjur

Luas Panen
(Ha)

Produktivitas
(Ku/Ha)

230.985
176.369
38.022
188.769
98.574
130.312
139.932

61,26
60,10
57,28
60,17
58,31
55,56
56,51

Produksi
(Ton)
1.415.050
1.059.905
217.805
1.135.863
574.787
724.025
790.824

Sumber: Badan Pusat Statistik (2013)
Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2011 daerah-daerah irigasi
Jatiluhur yaitu Indramayu, Karawang dan Subang menghasilkan produksi padi
yang cukup besar yaitu sebesar 1.415.050 ton dengan produktivitas 61,26
kuintal/hektar, 1.135.863 ton dengan produktivitas 60,17 kuintal/hektar dan
1.059.905 ton dengan produktivitas 60,10 kuintal/hektar.
Peningkatan lahan panen, produktivitas dan produksi pertanian khususnya
padi di Jawa Barat harus dilakukan dengan berbagai upaya agar tetap dapat
dipertahankan dan dapat berkontribusi dalam perekonomian Indonesia. Upayaupaya yang dilakukan yaitu dengan pemenuhan kebutuhan faktor produksi untuk
pertanian seperti pupuk, pestisida, benih, tenaga kerja, dan air. Air merupakan
salah satu faktor produksi yang sangat penting sehingga ketersediaan air harus
selalu terjaga keberadaan dan fungsinya agar lahan-lahan pertanian tidak
mengalami kekeringan pada musim kemarau yang dapat menyebabkan penurunan
produktivitas secara jangka panjang.
Guna meningkatkan fungsi dan pengendalian tata air untuk pertanian maka
diterapkan suatu sistem pengairan atau yang dikenal dengan istilah irigasi. Irigasi
adalahsemua atau segala kegiatan yang mempunyai hubungan dengan usaha untuk
mendapatkan air guna keperluan pertanian. Usaha yang dilakukan tersebut dapat
meliputiperencanaan, pembuatan, pengelolaan, serta pemeliharaan sarana untuk
mengambil air dari sumber air dan membagi air tersebut secara teratur dan apabila
terjadi kelebihan air dengan membuangnya melalui saluran drainasi.Menurut PP
Irigasi No 20 tahun 2006, irigasi merupakan usaha penyediaan dan pengaturan air
untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi irigasi air permukaan, irigasi
rawa, irigasi air bawahtanah, irigasi pompa dan irigasi tambak.

4
Pada wilayah Sungai Citarum dengan luas areal kurang lebih 12.000
2

km yang meliputi 12 wilayah administrasi kabupaten atau kota di lingkungan
Provinsi Jawa Barat, terdapat lahan irigasi seluas 353.082 hektar yang terdiri dari
322.461 hektar lahan irigasi teknis, dan 30.621 hektar lahan irigasi semi teknis
(Laporan TMC, 2012).
Daerah Irigasi Jatiluhur merupakan jaringan irigasi dengan sumber air yang
berasal dari Waduk Jatiluhur. Waduk ini merupakan bagian dari tiga waduk
kaskade Citarum yaitu Saguling, Ciratadan Jatiluhur dengan total kapasitas
tampungan air sebesar 4,51 milyar m3 dengan rincian Saguling 0,98 milyar m3,
Cirata 0,97 milyar m3 dan Jatiluhur 2,56 milyar m3. Tiga waduk tersebut
dihubungkan oleh Sungai Citarum yang merupakan sungai terbesar dan terpanjang
di Jawa Barat dengan panjang aliran 297 km (Laporan TMC, 2012).
Sumber air waduk ketiga waduk kaskade Citarum berasal dari hujan 2.0004.000 mm, yang dipengaruhi oleh fenomena iklim. Pengaruh El Nino dapat
mengakibatkan penurunan curah hujan hingga mencapai 60% dari kondisi normal,
sementara sebaliknya pengaruh La Nina dapat meningkatkan curah hujan menjadi
120% dari kondisi normal.Aliran Sungai Citarumdikeluarkan dan dikendalikan
dari Waduk Jatiluhur. Waduk Jatiluhur dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan
air baku bagi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) di beberapa kabupaten di
Jawa Barat dan wilayah DKI Jakarta serta untuk kawasan industri yang berada di
wilayah Kota Jakarta dan sekitarny (Laporan TMC, 2012).
Selain itu, Waduk Jatiluhur dimanfaatkan untuk pembangkit listrik tenaga
air (PLTA) yang cukup memberikan kontribusi terhadap pasokan kebutuhan
listrik nasional, khususnya bagi jaringan interkoneksi Jawa-Bali dengan
menghasilkan produksi listrik sebesar lima milyar KWh/tahun, serta mengairi
areal pertanianseluas kurang lebih 264.000 ha di wilayah Pantura Jawa Barat
meliputi Kabupaten Karawang, Bekasi, Purwakarta, Subang dan Indramayuyang
merupakan daerah sentra produksi padi (Laporan TMC, 2012).
Waduk Jatiluhur memanfaatkan hujan yang dipengaruhi oleh fenomena
iklim dalam penyediaan air, sedangkan air yang tersedia di waduk tersebut
bersifat stabil maka ketika memasuki periode musim kemarau intensitas curah

5
hujan di Waduk Jatiluhur mulai berkurang secara signifikan, terlihat langsung
pada perubahan realisasi tinggi muka air (TMA).
Ketersediaan air yang berada di waduk tersebut mengalami penurunan dan
ini berakibat pada penyediaan air di Waduk Jatiluhur tersebut khususnya
berdampak pada sistem irigasi. Penyediaan air irigasi dari Waduk Jatiluhur
dituntut untuk mampu secara berkelanjutan khususnya mengairi daerah pertanian
di wilayah Pantura Jawa Barat agar mampu memproduksi padi secara
optimal.Oleh karena itu, peran Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) operasi TMC perlu menjadi
perhatian guna pengelolaan sistem irigasi yang lebih baik.
1.2 Perumusan Masalah
Air merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi berbagai
kehidupan, tidak adanya air atau kurang tersedianya air di suatu daerah akan
menimbulkan masalah pada berbagai kehidupan, penderitaan, dan kesengsaraan,
kesulitan yang diikuti dengan pertentangan dan persengketaan (Kartasapoetra,
1991). Air memiliki peran sangat penting dalam produksi pertanian. Jika
penyediaan air tidak ada maka produksi pertanian tidak dapat berjalan. Hal ini
menunjukkan bahwa sumberdaya air menjadi faktor utama untuk keberlanjutan
pertanian khususnya pertanian irigasi. Menurut Undang-undang No.7 Tahun 2004
tentang sumberdaya air menyebutkan bahwa:
1. Sumberdaya air merupakan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang memberikan
manfaat untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia dalam
segala bidang.
2. Dalam menghadapi ketidakseimbangan antara ketersediaan air yang cenderung
menurun dan kebutuhan air yang semakin meningkat, sumberdaya air wajib
dikelola dengan memperhatikan fungsi sosial, lingkungan hidup dan ekonomi
secara selaras.
3. Pengelolaan sumberdaya air perlu diarahkan untuk mewujudkan sinergi dan
keterpaduan yang harmonis antarwilayah, antarsektor dan antargenerasi.
Berdasarkan undang-undang tersebut, salah satu pengelolaan sumberdaya
air yang dapat dilakukan untuk menjaga ketersediaan air yaitu dengan sistem
irigasi. Sistem irigasi merupakan kegiatan penyediaan dan pengaturan air untuk

6
memenuhi kepentingan pertanian dengan memanfaatkan air yang berasal dari air
permukaan dan air tanah.
Salah satu kegiatan irigasi yang dilakukan untuk mengatasi pengelolaan dan
penyediaan air untuk lahan pertanian berada di daerah Purwakarta yaitu Irigasi
Jatiluhur. Irigasi Jatiluhur merupakan jaringan irigasi dengan sumber air yang
berasal dari Waduk Jatiluhur.Waduk ini merupakan bagian dari tiga waduk
kaskade Citarum yaitu Saguling, Cirata dan Jatiluhur. Irigasi Jatiluhur memiliki
fungsi sebagai penampung dan pengendali air pada waktu musim hujan maupun
kemarau. Sistem irigasi ini membantu petani untuk meningkatkan produktivitas
pertanian khususnya padi yang berada didaerah Waduk Jatiluhur tersebut.
Air yang tersedia di Waduk Jatiluhur yang digunakan untuk sistem irigasi
tersebut memanfaatkan hujan yang dipengaruhi oleh fenomena iklim dalam
penyediaan air, sedangkan air yang tersedia di waduk tersebut bersifat stabil maka
ketika terjadi musim kemarau maka ketersediaan air yang berada di waduk
tersebut akan mengalami penurunan. Sehingga penyediaan air untuk irigasi
mengalami penurunan.
Penyediaan air irigasi dari Waduk Jatiluhur dituntut untuk mampu secara
berkelanjutan mengairi daerah pertanian di wilayah PanturaJawa Barat agar
mampu memproduksi padi secara optimal.Oleh karena itu, peran Unit Pelaksana
Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT)
operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) perlu menjadi perhatian guna
pengelolaan sistem irigasi yang lebih baik.
Unit Pelaksana Teknis (UPT) Hujan Buatan Badan Pengkajian dan
Penerapan Teknologi (BPPT) operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
merupakan lembaga yang memiliki peran penting dalam penyediaan air di Waduk
Jatiluhur pada waktu musim kemarau. Oleh karena itu, lembaga ini memiliki
pengaruh besar terhadap peningkatan produksi pertanian di wilayah irigasi Waduk
Jatiluhur. Adanya lembaga ini diharapkan dapat menyediakan air untuk irigasi di
Waduk Jatiluhur agar tidak mengalami penurunan pada waktu musim kemarau
sehingga dari pemanfaatan irigasi tersebut dapat meningkatkan produktivitas dan
produksi pertanian. Berdasarkan uraian di atas, permasalahan yang dapat dikaji
adalah sebagai berikut :

7
1. Bagaimana dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap ketersediaan
Air di Waduk Jatiluhur ?
2. Bagaimana produktivitas padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) di sekitar Waduk Jatiluhur ?
3. Bagaimana perubahan pendapatan usahatani petani padi sebelum dan sesudah
adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di sekitar Waduk Jatiluhur ?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan
umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dampak Teknologi Modifikasi
Cuaca (TMC) terhadap kesejahteraan petani padi di sekitar Waduk Jatiluhur.
Sementara, tujuan khusus dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) terhadap
ketersediaan Air di Waduk Jatiluhur.
2. Mengidentifikasi produktivitas padi sebelum dan sesudah adanya Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) di sekitar Waduk Jatiluhur.
3. Menghitung perubahan pendapatan usahatani petani padi sebelum dan sesudah
adanya Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) di sekitar Waduk Jatiluhur.

1.4 Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan tujuan yang telah diuraikan, makapenelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa, penelitian ini memberikan tambahan khazanah pengetahuan
kepada mahasiswa mengenai dampak Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
terhadap ketersediaan air khususnya terhadap produktivitas padi di sekitar
Waduk Jatiluhur.
2. Bagi masyarakat di sekitar Waduk Jatiluhur, penelitian ini membantu
masyarakat khususnya petani untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) khususnya terhadap produktivitas
pertanian di sekitar Waduk Jatiluhur.

8
3. Bagi stakeholder, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan
dalam pengambilan keputusan bagi pihak-pihak yang terkait khususnya
Pengelola Waduk Jatiluhur.
4. Bagi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), penelitian ini
diharapkan dapat menjadi masukan dalam menentukan dampak ekonomi yang
ditimbulkan dari Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau khususnya terhadap
produktivitas pertanian di sekitar Waduk Jatiluhur.
5. Bagi peneliti, sebagai persyaratan menyelesaikan studi program sarjana untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen,
Institut Pertanian Bogor.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengidentifikasi dampak Teknologi Modifikasi Cuaca
(TMC) terhadap ketersediaan air dan produktivitas padi di Desa Citra Jaya,
Kecamatan Binong, Kabupaten Subang, Provinsi Jawa Barat. Teknologi
Modifikasi Cuaca (TMC) dilaksanakan pada bulan Juni dan November 2012.
Produktivitas padi sebelum pelaksanaan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
yaitu kondisi pada tahun 2011. Produktivitas pertanian setelah pelaksanaan
Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) yaitu kondisi pada tahun 2012.

9

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Daerah Aliran Sungai (DAS)
Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan unit alam berupa kawasan yang
dibatasi oleh pemisah topografis berupa punggung-punggung bukit yang
menampung, menyimpan dan mengalirkan curah hujan yang jatuh diatasnya ke
sungai utama (Sunarti, 2008) dan kemudian menyalurkannya ke laut (Asdak,
1995).Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air
menyebutkan bahwa DAS adalah suatu bentang lahan yang dibatasi oleh
punggung bukit pemisah aliran (topographic divide) yang menerima, menyimpan,
dan mengalirkan air hujan melalui jaringan sungai dan bermuara di satu patusan
(single outlet) di sungai utama menuju danau dan laut. DAS merupakan ekosistem
alam berupa hamparan lahan yang bervariasi menurut kondisi geomorfologi
(geologi, topografi, dan tanah), penggunaan lahan, dan iklim yang memungkinkan
terwujudnya ekosistem hidrologi yang unik.
Berdasarkan fungsinya, DAS dibagi menjadi tiga bagian yaitu DAS bagian
hulu,DAS bagian tengah, dan DAS bagian hilir. DAS bagian hulu didasarkan pada
fungsi konservasi yang dikelola untuk mempertahankan kondisi lingkungan DAS
agar tidak terdegradasi, yang dapat diindikasikan oleh kondisi tutupan vegetasi
lahan DAS, kualitas air, kemampuan menyimpan air (debit), dan curah hujan.
DAS bagian tengah didasarkan pada fungsi pemanfaatan air sungai yang dikelola
untuk dapat memberikan manfaat bagi kepentingan sosial dan ekonomi, yang
dapat diindikasikan dari kuantitas air, kualitas air, kemampuan menyalurkan air,
dan ketinggian muka air tanah, serta terkait pada prasarana pengairan seperti
pengelolaan sungai, waduk, dan danau. DAS bagian hilir didasarkan pada fungsi
pemanfaatan air sungai yang dikelola untuk dapat memberikan manfaat sosial dan
ekonomi, yang diindikasikan melalui kuantitas dan kualitas air, kemampuan
menyalurkan air, ketinggian curah hujan, dan terkait untuk kebutuhan pertanian,
air bersih, serta pengelolaan air limbah (Effendi, 2008).
Pengelolaan DAS pada dasarnya ditujukan untuk terwujudnya kondisi yang
optimal dari sumberdaya vegetasi, tanah, dan air, sehingga mampu memberi
manfaat secara maksimal dan berkesinambungan bagi kesejahteraan manusia.

10
Selain itu pengelolaan DAS dipahami sebagai suatu proses formulasi dan
implementasi kegiatan atau program yang bersifat manipulasi sumberdaya alam
dan manusia yang terdapat di DAS untuk memperoleh manfaat produksi dan jasa
tanpa menyebabkan terjadinya kerusakan sumberdaya air dan tanah, yang dalam
hal ini termasuk identifikasi keterkaitan antara tata guna lahan, tanah dan air, serta
daerah hulu dan hilir suatu DAS (Asdak, 1995).

2.2 Pengertian Irigasi
Pengertian irigasi secara umum yaitu pemberian air kepada tanah dengan
maksud untuk memasok lengas esensial bagi pertumbuhan tanaman (Hansen, et al.
1990). Menurut Peraturan Pemerintah (PP) No. 23 Tahun 1982 disebutkan bahwa
irigasi merupakan bentuk kegiatan penyediaan, pengambilan, pembagian,
pemberian dan penggunaan air untuk pertanian dengan menggunakan satu
kesatuan saluran dan bangunan berupa jaringan irigasi. Menurut Peraturan
Pemerintah (PP) No. 20 Tahun 2006 irigasi adalah usaha penyediaan, pengaturan,
dan pembuangan air irigasi untuk menunjang pertanian yang jenisnya meliputi
irigasi permukaan, irigasi rawa, irigasi air bawah tanah, irigasi pompa, dan irigasi
tambak.
Sumber air bagi pengairan pertanian irigasi dibagi menjadi dua yaitu air
permukaan tanah dan air tanah. Air Permukaan Tanah adalah air yang berasal dari
hujan yang terinfiltrasi melalui pori-pori tanah ke dalam tanah dan sebagiannya
lagi membentuk aliran air permukaan (run off)yang terus mengalir ke bagian
bawah dan masuk ke sungai-sungai. Air Tanah adalah air yang terdapat di dalam
lapisam padat atau batuan yang terbentuk dari bahan-bahan pasir dan kerikil, tufa
vulkanis, batu gamping dan beberapa bahan lainnya (Pusposutardjo, 2001).
Irigasi berfungsi mendukung produktivitas usaha tani guna meningkatkan
produksi pertanian dalam rangka ketahanan pangan nasional dan kesejahteraan
masyarakat, khususnya petani, yang diwujudkan melalui keberlanjutan sistem
irigasi. Tujuan umum irigasi secara implisit mencakup kegiatan drainase pertanian,
terutama yang berkaitan dengan tujuan mencuci dan melarutkan garam dalam
tanah (Pusposutardjo, 2001).

11
Tujuan umum irigasi kemudian dirinci lebih lanjut, yaitu:
1. Menjamin keberhasilan produksi tanaman dalam menghadapi kekeringan
jangka pendek (dalam bahasa Jawa disebut bethatan).
2. Mendinginkan tanah dan atmosfir sehingga akrab untuk pertumbuhan tanaman.
3. Mengurangi bahaya kekeringan.
4. Mencuci atau melarutkan garam dalam tanah.
5. Mengurangi bahaya pemipaan tanah.
6. Melunakkan lapisan olah dan gumpalan-gumpalan tanah.
7. Menunda pertunasan dengan cara pendinginan lewat evaporasi.
Klasifikasi Jaringan Irigasi
Jaringan Irigasi merupakan satu kesatuan saluran dan bangunan yang
diperlukan untuk pengaturan air irigasi, mulai dari penyediaan, pengambilan,
pembagian, pemberian dan penggunaannya. Jaringan irigasi berdasarkan
pengelolaannya dapat dibedakan menjadi jaringan irigasi utama dan jaringan
irigasi tersier (Kartasapoetra, dkk., 1991).
1. Jaringan Irigasi Utama
Jaringan irigasi yang meliputi bangunan bendung, saluran-saluran primer
dan sekunder termasuk bangunan-bangunan utama dan pelengkap, saluran
pembawa dan saluran pembuang. Bangunan utama merupakan bangunan yang
mutlak diperlukan bagi eksploitasi, meliputi bangunan pembendung, bangunan
pembagi dan bangunan pengukur.
2. Jaringan Irigasi Tersier
Jaringan irigasi yang merupakan jaringan air pengairan di petak tersier,
mulai air keluar dari bangunan ukur tersier, terdiri dari saluran tersier dan
kuarter termasuk bangunan pembagi tersier dan kuarter, beserta bangunan
pelengkap lainnya yang terdapat di petak tersier.
Menurut Sudjarwadi (1990), berdasarkan cara pengaturan, pengukuran, dan
kelengkapan fasilitas jaringan irigasi dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis
yaitu jaringan irigasi sederhana, semi teknis, dan teknis.
1. Jaringan Irigasi Sederhana, yaitu jaringan irigasi yang diusahakan secara
mandiri oleh suatu kelompok petani pemakai air, sehingga kelengkapan
maupun kemampuan dalam mengukur dan mengatur masih sangat terbatas.

12
Ketersediaan air biasanya melimpah dan mempunyai kemiringan yang sedang
sampai curam, sehingga mudah untuk mengalirkan dan membagi air.
2. Jaringan Irigasi Semi Teknis, yaitu jaringan irigasi yang memiliki bangunan
sadap yang permanen ataupun semi permanen. Jaringan saluran sudah terdapat
beberapa bangunan permanen namun sistem pembagiannya belum sepenuhnya
mampu mengatur dan mengukur.
3. Jaringan Irigasi Teknis, yaitu jaringan irigasi yang memiliki bangunan sadap
yang permanen. Disamping itu terdapat pemisahan antara saluran pembeir dan
pembuang. Pengaturan dan pengukuran dilakukan dari bangunan penyadap ke
petak tersier.

2.3 Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC)
TMCatau yang lebih dikenal dengan sebutan Hujan Buatan adalah suatu
bentuk upaya manusia untuk memodifikasi cuaca dengan tujuan untuk
meningkatkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain enhancement) atau
sebaliknya, yaitu untuk menurunkan intensitas curah hujan di suatu tempat (rain
reduction). Prinsip dasar penerapan TMCuntuk menambah curah hujan adalah
mengupayakan agar proses terjadinya hujan menjadi lebih efektif.TMC sudah
sering dimanfaatkanuntuk tujuan antisipasi dan mitigasi bencana kekeringan
dengan cara menambah volume simpanan air pada beberapa waduk dan danau
strategis di Indonesia, baik untuk kebutuhan irigasi maupun kebutuhan PLTA.
DAS Citarum dengan tiga waduk kaskadenya merupakan salah satu lokasi
yangmemanfaatkan TMC dalam upaya pengelolaan sumberdaya airnya (Pratama,
2012).
TMC berfungsi untuk meningkatkan intensitas curah hujan, pengisian
waduk irigasi teknis dan pembangkit listrik tenaga air (PLTA), mengantisipasi
bencana penyimpangan iklim yaitu kekeringan dan banjir.Dalam Perjalanan
waktu, hasil pengembanganTMCmampu meningkatkan pelayanan kepada
pemerintah dan masyarakat secara signifikan.Hal ini ditunjukkan dengan adanya
peningkatan permintaan TMC dariwaktu ke waktu.TMC bukan merupakan
kegiatan membuat hujan melainkan merupakan kegiatan untuk mempercepat dan
memperbanyak curah hujan.

13
Tujuan TMC lebih rinci sebagai berikut:
1.

Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) merupakan suatu solusi teknis dalam
penanggulangan bencana penyimpangan iklim.

2.

Memberikan layanan jasa teknologi modifikasi cuaca.

3.

Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dalam rangka peningkatan
profesionalime.

4.

Mengkaji dan mengembangkan teknologi baru baik peralatan dan strategi
pelaksanaan serta melakukan sosialisasi manfaat teknologi modifikasi cuaca
dalam rangka peningkatan pelayanan jasa teknologi modifikasi cuaca.

5.

Memberikan layanan informasi, proses administrasi yang cepat dan akurat
dalam rangka pelayanan dan pengembangan teknologi modifikasi cuaca.

2.3.1

Peranan TMC
Pada abad baru ini, para pakar yang berkaitan dengan air sependapat

bahwa air akan menjadi sumber konflik baru, disamping minyak bumi. Oleh
karena itu negara yang menguasai teknologi pengaturan cuaca akan menjadi
negara yang kuat. Badan Meteorologi Dunia (WMO)menetapkan angka
peningkatan curah hujan menggunakan TMC sebesar 10-15% merupakan
peningkatan yang dapat digunakan untuk perencanaan dalam pengelolaan sumber
daya air.Dalam pelaksanaannya, teknologi ini memilki sifat yang unik, karena
tidak memerlukan bangunan sipil yang permanen, dan ramah lingkungan.Bila
dalam pelaksanaannya kemudian terjadi perubahan jumlah curah hujan yang
berpotensi menimbulkan banjir, maka kegiatan dapat segera dihentikan (Pratama,
2012).
2.3.2

TMC dalam menambah Curah Hujan
Pada penerapan TMC untuk menambah curah hujan, diupayakan proses

hujan

menjadi

efektif.Upaya

dilakukan

dengan

menambahkan

partikel

higroskopik dalam spektrum UGN> 5 mikron dalam awan yang sedang dalam
fasa berkembang atau matang sehingga proses hujan dapat segera dimulai serta
berkembang meluas ke seluruh awan.Pada kondisi tertentu, dengan masuknya
partikel Higroskopik berukuran UGN ke dalam awan, maka proses hujan yaitu
tumbukan dan penggabungandapat dimulai lebih awal, durasi hujan lebih lama,
dan daerah hujan pada awan semakin luas, serta frekuensi hujan di tanah semakin

14
tinggi. Dari sinilah didapatkan tambahan curah hujan. Injeksi partikel berukuran
UGN ke dalam awan memberikan dua manfaat sekaligus, yang pertama adalah
mengefektifkan proses tumbukan dan penggabungan sehinga menginisiasi
(mempercepat) terjadinya proses hujan, dan yang kedua adalah mengembangkan
proses hujan ke seluruh daerah di dalam awan. Proses Teknologi Modifikasi
Cuaca lebih rinci sebagai berikut:
Proses Penyemaian (seed) Awan
Beberapa jenis bahan higroskopik dapat digunakan, diantaranya Urea,
CaCl2, dan NaCl (Sodium klorida).Bahan

ini digiling halus,

dengan

menambahkan bahan anti gumpal "fumed silica" sebagai aditif sebanyak 0,5 - 3 %
berat.Dengan campuran seperti ini, partikel tidak menggumpal sehingga ketika
disebarkan, berupa beraian partikel tunggal.Penggilingan dengan teknik
konvensional pada umumnya mampu menghasilkan partikel higroskopik pada
spektrum UGN, dominan di daerah lebih besar dari 30 mikron.Bahan yang telah
digiling halus, dikemas dalam kantung plastik kedap udara seberat 10 kg.
Sebanyak 800 - 1000 kg bahan dimuat ke dalam pesawat yang dilengkapi dengan
corong pembuangan keluar, dan terbang menuju awan kumulus yang berkembang,
dengan ciri : penampilan berbentuk bunga kol, dengan dasar tidak lebih tinggi dari
5000 kaki, dan puncaknya lebih tinggi dari 11000 kaki. Pesawat diminta
memasuki awan, dan ketika berada di dalamnya, bahan dilepaskan keluar.
Posisi awan harus terletak di atas target yang telah ditentukanatau berada di
daerah upwind target, sehingga dengan proses waktu, hujan turun di atas target.
Keberadaan awan diinformasikan oleh pos pengamat, atau dicari selama
penerbangan (Laporan TMC, 2012).
Pengukuran Penambahan Curah Hujan
Tingkat penambahan curah hujan dilakukan berdasarkan pendekatan atau
estimasi menggunakan daerah kontrol atau pembandingyang berada diluar daerah
target dan tidak terkontaminasi dengan bahan semai yang dilepaskan, serta
memiliki karakteristik curah hujan yang berkorelasi kuat dengan curah hujan
daerah target. Pada daerah target dan kontrol dilakukan pengukuran curah hujan,
sehingga dapat dinyatakan curah hujan rata-rata bagi kedua daerah ini selama

15
berlangsungnya kegiatan TMC, masing-masing yaitu curah hujan terukur pada
daerah target (TU), dan curah hujan terukur pada daerah kontrol (KU).
Diketahuinya rata-rata curah hujan daerah kontrol (K), dapat diduga
besarnya curah hujan daerah target (T) bila tidak dilakukan tritmen penyemaian
awan. Besarnya selisih antara curah hujan terukur pada daerah target dengan
curah hujan dugaan dinyatakan sebagai hasil tambahan curah hujan (TCH):
TCH = TU – T
Keterangan:
TCH : Jumlah hasil tambahan curah hujan
TU
: Jumlah curah hujan terukur pada daerah target
T
: Jumlah curah hujan dugaan
2.3.3

Dampak TMC terhadap Kualitas Air Hujan
Kegiatan TMC merupakan kegiatan ramah lingkungan.Bahan yang

digunakan untuk penyemaian awan adalah bahan yang digunakan untuk
kehidupan sehari-hari. Bahan-bahan yang digunakan yaitu Urea (CO(NH2)2)
yang digunakan dalam pertanian, Sodium Klorida (NaCl) yang banyak terdapat di
atmosfer sebagai hasil dinamika air laut, dan juga digunakan untuk bahan
masakan. Kalsium Klorida (CaCl2) digunakan orang di negara lintang menengah
untuk ditaburkan dijalan raya untuk mencegah terbentuknya es dan salju. Dari sisi
konsentrasi, satu butir bahan higroskopik berukuran 10-50 mikron mengalami
pengenceran hingga sejuta kali ketika menjadi tetes hujan berukuran 2000
mikron.Hasil analisis air hujan selama beberapa kali kegiatan TMC telah
membuktikan bahwa parameter kualitas air hujan maupun badan-badan air masih
aman untuk digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
2.3.4

Pelaksanaan TMC
Pelaksanaan TMC dilakukan beberapa kegiatan persiapan menyangkut

aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan yaitu sebagai berikut:
Perijinan
Perijinan dilakukan dalam beberapa kegiatan seperti perijinan ke instansi
yang terkait seperti pemimpin wilayah yang meliputi beberapa Pemerintah
Kabupaten atau Kota. Perijinan dalam penggunaan pangkalan udara seperti
penggunaan fasilitas bandara.

16
Pesawat Terbang
Pesawat yang digunakan telah dimodifikasi yaitu semula sebagai versi
pesawat penumpang (PassengerVersion) dirubah menjadi versi pesawat penyemai
awan (Rain Maker Version).Modifikasi untuk pengalihan fungsi pesawat dapat
dilakukan dalam waktu yang sangat singkat karena proses pekerjaan dan peralatan
yang digunakan sudah mendapatkan sertifikasi dari Dinas Sertifikasi dan Kelaikan
Udara (DSKU) Departemen Perhubungan.
Bahan Semai
Bahan semai yang digunakan adalah NaCl berbentuk “super fine
powder”yaitu bubuk yang berukuran sangat halusdalam orde mikron.Bahan semai
tersebut dalam bentuk bubuk halus yang diperoleh melalui proses panjang yang
membutuhkan waktu, yaitu dari mulai tahap pengolahan di pabrik diantaranya
pembakaran pada temperatur tinggi, penggilingan, dan pengemasan, hingga tahap
pengiriman dari pabrik ke lokasi. Persiapan bahan semai membutuhkan waktu
minimal sepuluh hari sebelum operasi dimulai.
Instalasi Posko
Pusat Kendali Operasi (Posko) berfungsi sebagai pusat aktivitas
penerbangan, untuk tempat diskusi, briefing, dan sebagai pusat analisis data.Di
Posko semua data yang masuk dianalisis oleh Tim Flight Scientist. Pada salah
satu sisi ruang Posko diaktifkan Radio Komunikasi Ground To Air (GTA), radio
Single Side Band (SSB), beberapa unit komputer dan printer. Selain itu tidak jauh
dari Posko, ditempatkan gudang untuk penempatan stok bahan semai.
Instalasi Pos Pengamatan Meteorologi (POSMET)
Persyaratan penentuan lokasi POSMET yangadalah pertama harus di
lapangan terbuka. Kedua, pandangan harus leluasa dapat melihat