Implementasi Threshold Metode Otsu Untuk Deteksi Bangun Ruang Pada Citra Digital

(1)

IMPLEMENTASI THRESHOLD METODE OTSU UNTUK

DETEKSI BANGUN RUANG PADA CITRA DIGITAL

SKRIPSI

DEWA MADE SURYADHARMA

091401058

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI

INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

IMPLEMENTASI THRESHOLD METODE OTSU UNTUK

DETEKSI BANGUN RUANG PADA CITRA DIGITAL

SKRIPSI

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat memperoleh ijasah Sarjana Ilmu Komputer

DEWA MADE SURYADHARMA

091401058

PROGRAM STUDI S1 ILMU KOMPUTER

FAKULTAS ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

PERSETUJUAN

Judul : IMPLEMENTASI THRESHOLD METODE OTSU UNTUK DETEKSI BANGUN RUANG PADA CITRA DIGITAL

Kategori : SKRIPSI

Nama : DEWA MADE SURYADHARMA

Nomor Induk Mahasiswa : 091401058

Program Studi : S1 ILMU KOMPUTER

Fakultas : ILMU KOMPUTER DAN TEKNOLOGI INFORMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Komisi Pembimbing :

Pembimbing 2 Pembimbing 1

Herriyance, ST, M.Kom Syahriol Sitorus, S.Si, MIT NIP. 19801024 201012 1 002 NIP. 19710310 199703 1 004

Diketahui/disetujui oleh

Program Studi S1 Ilmu Komputer Ketua,

Dr. Poltak Sihombing, M.Kom NIP. 19620317 199103 1 001


(4)

PERNYATAAN

IMPLEMENTASI THRESHOLD METODE OTSU UNTUK DETEKSI BANGUN RUANG PADA CITRA DIGITAL

SKRIPSI

Saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing telah disebutkan sumbernya.

Medan, Oktober 2013

Dewa Made Suryadharma 091401058


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Ida Shang Hyang Widhi Wasa, Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan berkat dan anugerah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini, sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Komputer, Program Studi S1 Ilmu Komputer, Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi, Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung. Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, Msc(CTM), Sp.A(K) selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Prof. Dr. Muhammad Zarlis selaku Dekan Fakultas Ilmu Komputer dan Teknologi Informasi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Dr. Poltak Sihombing, M.Kom. selaku Ketua Program Studi S1 Ilmu Komputer dan Dosen Pembanding II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran kepada penulis.

4. Ibu Maya Silvi Lydia, B.Sc. M.Sc. selaku Sekretaris Program Studi S1 Ilmu Komputer.

5. Bapak Syahriol Sitorus, S.Si, MIT selaku Dosen Pembimbing I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran kepada penulis.

6. Bapak Herriyance, S.T, M.Kom selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran kepada penulis.

7. Bapak Prof. Dr. Iryanto, M.Si selaku Dosen Pembanding I yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan masukan dan saran kepada penulis.

8. Semua dosen serta pegawai di Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU.

9. Kedua orang tua penulis, Bapak Dewa Putu Siantara dan Ibu Jero Metasari yang memberikan dukungan baik materi maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan kepada saudara penulis, Dewa Putu Adityadharma dan Dewa Nyoman Indradharma yang memberikan semangat kepada penulis.

10.Ardi Hasiholan Pakpahan yang mendukung dalam memberikan bantuan informasi dan saran kepada penulis.


(6)

11.Teman-teman pengurus IMILKOM Fasilkom-TI 2012-2013.

12.Teman-teman sekaligus keluarga besar Program Studi S1 Ilmu Komputer Fasilkom-TI USU.

13.Semua pihak yang terlibat langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat penulis ucapkan satu demi satu yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini.

Medan, Oktober 2013 Penulis,


(7)

ABSTRAK

Bangun ruang merupakan sebuah bangun yang dibatasi oleh beberapa sisi dan disebut juga bangun tiga dimensi. Jumlah model sisi yang membatasi bangun tersebut menentukan nama dan bentuk bangun tersebut. Unsur-unsur sebuah bangun ruang adalah titik sudut, rusuk, dan sisi. Proses deteksi citra bangun ruang merupakan salah satu proses awal untuk menentukan ciri-ciri dari sebuah bangun ruang. Hal tersebut memungkinkan untuk membuat suatu sistem pengolahan citra yang dapat menerima masukan berupa citra objek yang kemudian akan diproses, dideteksi, dan diberikan keluaran berupa deskripsi objek. Proses deteksi citra bangun ruang dilakukan dengan proses Threshold metode otsu dan dateksi tepi roberts. Metode otsu ini digunakan untuk menentukan nilai ambang dengan menggunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan akan memaksimumkan variable tersebut agar dapat memisahkan objek dan latar belakang. Langkah awal dari pembuatan sistem ini adalah pembuatan basis data dari enam jenis bangun ruang yaitu balok, kubus, bola, kerucut, tabung dan limas segitiga. Berdasarkan hasil uji deteksi implementasi threshold metode otsu untuk deteksi bangun ruang pada citra digital menghasilkan ketepatan pendeteksian bangun ruang sebesar 100%.


(8)

IMPLEMENTATION THRESHOLD METHOD OTSU FOR DETECTION GEOMATRIC AT DIGITAL IMAGE

ABSTRACT

Geometric is a waking restricted by some side and called also wake up in three dimensions. The number of model which limits wake up the sides determine the name and shape up. Elements of a geometric is the point angle, ribs, and sides. The process of detection geometric image is one of the initial processes to determine the characteristics of a geometric. It makes it possible to make an image processing system that can receive input in the form of the image of the object then will be processed, detected, and given the outflows in the form of a description of an object. The process of detection the image of geometric done with the process of threshold a method of otsu and edge detetion roberts. A method of otsu is used to determine the value of the verge of by using analysis diskriminan. Analysis diskriminan would maximize the the side variables in order to separate the object and the background. The initial step of manufacture of systems of this is making database of the six kinds of geometric, namely the beam cube, the ball, conical, a tube and limas of a triangle. Based on the detection of the implementation of test methods otsu threshold for the detection of geometric on digital image produce exactness detection geometric amounting to 100 %.


(9)

DAFTAR ISI

Hal.

Persetujuan ii

Pernyataan iii

Penghargaan iv

Abstrak vi

Abstract Vii Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel viii xi xiii

Bab 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Batasan Masalah 2

1.4 Tujuan Penelitian 3

1.5 Manfaat Penelitian 3

1.6 Metode Penelitian 1.7 Sistematika Penulisan

3 5 Bab 2 Landasan Teori

2.1 Pengolahan Citra 6

2.1.1 Citra 6

2.1.1.1 Citra Biner 7 2.1.1.2 Citra Grayscale 8

2.1.2 Citra Warna (8 bit) 9

2.1.3 Citra Warna (16 bit) 2.1.4 Citra Warna (24 bit)

9 10

2.2 Bangun Ruang 10

2.2.1 Kubus 10

2.2.2 Balok 11

2.2.3 Bola 11

2.2.4 Tabung 12

2.2.5 Limas Segitiga 12

2.2.6 Kerucut 13

2.3 JPEG 13

2.4 Thresholding 14


(10)

2.4.2 Metode Otsu

Hal. 17

2.5 Deteksi Tepi 20

2.5.1 Deteksi Tepi Roberts 21 Bab 3 Analisis Dan Perancangan Sistem

3.1 Analisis Sistem 22

3.1.1 Analisis Masalah 22

3.1.2 Analisis Kebutuhan Sistem 25

3.1.2.1 Kebutuhan Fungsional Sistem 25 3.1.2.2 Kebutuhan Non-Fungsional Sistem 26 3.1.3 Analisis Proses

3.2 Pemodelan

27 27

3.2.1 Use Case Diagram 27

3.2.2 SequenceDiagram 28

3.2.3 Activity Diagram 3.3 Pseudocode Program

31 33 3.3.1 Pseudocode Proses Implementasi Pendeteksian Bangun

Ruang

33 3.3.2 Pseudocode Proses Uji Deteksi Bangun Ruang 34

3.4 Perancangan Sistem 35

3.4.1 Perancangan Flowchart Sistem 3.4.2 Perancangan Antarmuka (Interface) 3.4.2.1 Form Awal

3.4.2.2 Form Utama 3.4.2.3 Form Uji Deteksi 35 35 36 37 39 Bab 4 Implementasi dan Pengujian

4.1 Implementasi 41

4.1.1 Form Awal 41

4.1.2 Form Utama 42

4.1.3 Form Uji Deteksi 45 4.1.4 Form Bantuan Utama 48 4.1.5 Form Bantuan Pengujian 49

4.2 Pengujian 50

4.2.1 Pengujian Black Box 50 4.2.1.1 Rencana Pengujian

4.2.1.2 Kasus dan Hasil Pengujian Alpha 4.2.1.3 Kesimpulan Hasil Pengujian Alpha

4.2.1.4 Kasus dan Hasil Pengujian Betha 4.2.1.5 Kesimpulan Hasil Pengujian Betha

50 51 53 53 56


(11)

Hal. 4.2.2 Pengujian Deteksi Bangun Ruang 56 4.2.2.1 Proses Uji Deteksi 58

4.3 Hasil Pengujian 65

Bab 5 Kesimpulan dan Saran

5.1 Kesimpulan 74

5.2 Saran Daftar Pustaka

Lampiran Listing Program Lampiran Curriculum Vitae

74 75 A-1 B-1


(12)

DAFTAR GAMBAR

Hal. Gambar 2.1 Gradasi warna grayscale 8 Gambar 2.2 Proses perubahan citra warna menjadi grayscale 9

Gambar 2.3 Format 8 bit 9

Gambar 2.4 Kubus 11

Gambar 2.5 Balok 11

Gambar 2.6 Bola Gambar 2.7 Tabung Gambar 2.8 Limas segitiga Gambar 2.9 Kerucut

Gambar 2.10 Proses Threshold

Gambar 2.11 Contoh citra setelah dilakukan threshold

Gambar 2.12 Contoh pengambilan nilai thresholding dengan metode Otsu

Gambar 2.13 Contoh hasil thresholding dengan metode Otsu pada tulang rahang

Gambar 2.14 Operator Roberts(b) dan (c) serta posisi pada citra f

12 12 13 13 15 17 18 20 21 Gambar 3.1 Kubus

Gambar 3.2 Balok Gambar 3.3 Bola Gambar 3.4 Tabung Gambar 3.5 Limas Gambar 3.6 Kerucut

Gambar 3.7 Use Case Diagram Sistem Deteksi Bangun Ruang

23 23 23 24 24 25 28 Gambar 3.8 Sequence Diagram Proses Implementasi Pendeteksian

Bangun Ruang

Gambar 3.9 Sequence Diagram Proses Uji Deteksi Citra Bangun Ruang

Gambar 3.10 Activity Diagram Implementasi Pendeteksian Bangun Ruang

29 30 31 Gambar 3.11 Activity Diagram Uji Deteksi Bangun Ruang 32

Gambar 3.12 Flowchart Sistem 33

Gambar 3.13 Rancangan Form Awal 36

Gambar 3.14 Rancangan Form Utama 37

Gambar 3.15 Rancangan Form Uji Deteksi 39

Gambar 4.1 Form Awal 42

Gambar 4.2 Form Utama 43

Gambar 4.3 Form Utama Setelah Dimasukan Citra 44 Gambar4.4 Utama Setelah Dilakukan Threshold Otsu 44 Gambar4.5 Form Utama Setelah Dilakukan Deteksi Tepi Terhadap

Citra


(13)

Hal.

Gambar4.6 Form Uji Deteksi 46

Gambar4.7 Form Uji Deteksi Setelah Dimasukan Citra 46 Gambar 4.8 Form Uji Deteksi Setelah Dilakukan Threshold Otsu 47 Gambar 4.9 Form Uji Deteksi Setelah Dilakukan Deteksi Tepi 47 TerhadapCitra

Gambar 4.10 Form Bantuan Utama 48

Gambar 4.11 Form Bantuan Pengujian 49 Gambar 4.12 Uji Deteksi Bangun Ruang Balok 59 Gambar 4.13 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Balok 59 Gambar 4.14 Uji Deteksi Bangun Ruang Kubus 60 Gambar 4.15 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Kubus

Gambar 4.16 Uji Deteksi Bangun Ruang Bola

60 61 Gambar 4.17 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Bola 61 Gambar 4.18 Uji Deteksi Bangun Ruang Limas

Gambar 4.19 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Limas Gambar 4.20 Uji Deteksi Bangun Ruang Kerucut Gambar 4.21 Hasil Uji Bangun Ruang Kerucut Gambar 4.22 Deteksi Bangun Ruang Tabung

Gambar 4.23 Hasil Uji Deteksi Bangun Ruang Tabung

62 62 63 63 64 64


(14)

DAFTAR TABEL

Hal. Tabel 4.1 Rencana Pengujian

Tabel 4.2 Pengujian Hasil Input Citra Digital Oleh Pengguna Tabel 4.3 Pengujian Hasil Threshold Otsu Oleh Sistem Tabel 4.4 Pengujian Hasil Deteksi Tepi Oleh Sistem Tabel 4.5 Citra Bangun Ruang

Tabel 4.6 Hasil Uji Deteksi Citra Bangun Ruang

50 51 52 52 55 65 Tabel 4.7 Hasil Uji Deteksi Citra Bangun Ruang Dengan Citra Yang

Telah Mengalami Kerusakan


(15)

ABSTRAK

Bangun ruang merupakan sebuah bangun yang dibatasi oleh beberapa sisi dan disebut juga bangun tiga dimensi. Jumlah model sisi yang membatasi bangun tersebut menentukan nama dan bentuk bangun tersebut. Unsur-unsur sebuah bangun ruang adalah titik sudut, rusuk, dan sisi. Proses deteksi citra bangun ruang merupakan salah satu proses awal untuk menentukan ciri-ciri dari sebuah bangun ruang. Hal tersebut memungkinkan untuk membuat suatu sistem pengolahan citra yang dapat menerima masukan berupa citra objek yang kemudian akan diproses, dideteksi, dan diberikan keluaran berupa deskripsi objek. Proses deteksi citra bangun ruang dilakukan dengan proses Threshold metode otsu dan dateksi tepi roberts. Metode otsu ini digunakan untuk menentukan nilai ambang dengan menggunakan analisis diskriminan. Analisis diskriminan akan memaksimumkan variable tersebut agar dapat memisahkan objek dan latar belakang. Langkah awal dari pembuatan sistem ini adalah pembuatan basis data dari enam jenis bangun ruang yaitu balok, kubus, bola, kerucut, tabung dan limas segitiga. Berdasarkan hasil uji deteksi implementasi threshold metode otsu untuk deteksi bangun ruang pada citra digital menghasilkan ketepatan pendeteksian bangun ruang sebesar 100%.


(16)

IMPLEMENTATION THRESHOLD METHOD OTSU FOR DETECTION GEOMATRIC AT DIGITAL IMAGE

ABSTRACT

Geometric is a waking restricted by some side and called also wake up in three dimensions. The number of model which limits wake up the sides determine the name and shape up. Elements of a geometric is the point angle, ribs, and sides. The process of detection geometric image is one of the initial processes to determine the characteristics of a geometric. It makes it possible to make an image processing system that can receive input in the form of the image of the object then will be processed, detected, and given the outflows in the form of a description of an object. The process of detection the image of geometric done with the process of threshold a method of otsu and edge detetion roberts. A method of otsu is used to determine the value of the verge of by using analysis diskriminan. Analysis diskriminan would maximize the the side variables in order to separate the object and the background. The initial step of manufacture of systems of this is making database of the six kinds of geometric, namely the beam cube, the ball, conical, a tube and limas of a triangle. Based on the detection of the implementation of test methods otsu threshold for the detection of geometric on digital image produce exactness detection geometric amounting to 100 %.


(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi merupakan salah satu bagian penting dari kemajuan banyak bidang di seluruh dunia pada saat ini. Salah satu bidang yang sudah banyak terbantu dengan kemajuan teknologi yaitu bidang matematika dan bangun ruang merupakan salah satu topik dari matematika. Bangun ruang merupakan bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun dan juga merupakan objek 3D (Tiga Dimensi). Contoh bangun ruang yaitu balok, kubus, bola, dan lain-lain.

Pengolahan citra merupakan salah satu ilmu dalam bidang ilmu komputer yang banyak mengembangkan hal-hal mengenai matematika untuk dijadikan suatu teknologi yang dapat memberi banyak manfaat kepada kemajuan banyak hal di dunia ini. Salah satu contohnya yaitu program aplikasi seperti photoshop untuk melakukan desain gambar yang bisa berupa gambar-gambar seperti bangun ruang atau gambar-gambar lain yang berhubungan dengan bidang matematika dan bidang ilmu lainnya.

Analisis dengan menggunakan thresholding adalah salah satu cara untuk mengenali sebuah citra sesuai dengan nilai ambangnya. Dalam analisisnya, dengan memanfaatkan Metode Otsu untuk menentukan nilai ambang dari suatu citra. Metode Otsu merupakan metode pendekatan yang digunakan dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis


(18)

diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar belakang . [6]

Kelebihan dari Metode Otsu akan memaksimalkan kecocokan dari sebuah threshold sehingga dapat memisahkan objek dengan latar belakangnya. Semua ini diperoleh dengan menentukan nilai threshold yang memberikan pembagian kelas yang terbaik untuk semua piksel yang ada di dalam image. Dasar yang digunakan adalah dengan menggunakan histogram yang telah dinormalisasi dimana jumlah tiap point pada setiap level dibagi dengan jumlah total poin pada image.

Banyaknya pemanfaatan ilmu pengolahan citra dalam banyak bidang inilah yang akhirnya membuat penulis berkeinginan untuk melakukan implementasi Threshold metode Otsu untuk deteksi bangun ruang pada citra digital.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimana melakukan pengimplementasian suatu sistem deteksi bangun ruang pada citra digital dengan menggunakan threshold metode otsu dan bagaimana menghasilkan aplikasi untuk deteksi bangun ruang pada citra digital.

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang menjadi acuan dalam pengerjaan skripsi ini adalah: 1. Citra yang digunakan adalah file dalam bentuk *JPEG (.jpg).

2. Ukuran file cira digital yaitu berukuran 40 x 70 piksel.

3. Metode yang digunakan untuk deteksi menggunakan metode otsu.

4. Bangun ruang yang akan dideteksi ada 6 yaitu kubus, balok, bola, tabung, limas segitiga, dan kerucut.


(19)

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menghasilkan aplikasi untuk mendeteksi bangun ruang dengan menggunakan metode otsu.

2. Dengan menggunakan aplikasi ini dapat dimanfaatkan berbagai permasalahan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitan ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan tentang implementasi metode otsu dalam bidang pengolahan citra.

2. Dapat memberikan solusi berupa aplikasi dan informasi bagaimana cara mendeteksi citra bangun ruang yang dapat memberikan kemudahan untuk mengetahui hasil dari citra bangun ruang yang akan dideteksi.

1.6 Metode Penelitian

Tahapan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi Literatur

Pada tahap ini akan dilakukan pengumpulan bahan referensi yang terkait dengan thresholding dan metode otsu yang dapat berupa buku-buku, artikel-artikel atau e-book serta jurnal nasional dan internasional yang didapatkan melalui internet

2. Analisis dan Perancangan Perangkat Lunak

Pada tahap ini digunakan untuk mengolah data yang ada dan kemudian melakukan analisis terhadap hasil studi literatur yang diperoleh sehingga


(20)

menjadi suatu informasi. Kemudian seluruh hasil analisa terhadap studi literatur yang dilakukan seperti proses threshold dan mengenai metode otsu itu sendiri, digunakan untuk merancang perangkat lunak yang akan dihasilkan. Dalam tahapan ini, dilakukan perancangan bagaimana sistem nantinya akan dibuat dan dikembangkan sesuai dengan proses thresholding dan menerapkan metode otsu sehingga tercipta suatu sistem yang dapat membantu mendeteksi bangun ruang dengan menggunakan analisis threshold metode otsu.

3. Implementasi

Pada tahap ini dilakukan pembuatan coding dengan memasukkan data-data serta pengolahan data.

4. Pengujian sistem

Pada tahap ini dilakukan pengujian sistem yang telah dibuat untuk mendapatkan hasilnya apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan.

5. Dokumentasi

Pada tahap ini dilakukan dokumentasi data-data dan dokumentasi hasil dari penelitian.


(21)

1.7 Sistematika Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini penulis membuat sistematika sebagai berikut :

BAB 1: PENDAHULUAN

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai latar belakang masalah, perumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, metodeologi penelitian dan sistematika penulisan.

BAB 2: LANDASAN TEORI

Pada bab ini berisi penjelasan mengenai teori – teori yang terkait dengan penelitian ini diantaranya adalah membahas tentang pengolahan citra, citra digital, threshold, dan metode otsu.

BAB 3: ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

Bab ini berisi analisis terhadap fokus permasalahan penelitian dan perancangan terhadap sistem deteksi bangun ruang pada citra digital.

BAB 4: IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN SISTEM

Bab ini membahas tentang implementasi dan pengujian sistem.

BAB 5: KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini akan memuat kesimpulan isi dari keseluruhan uraian bab-bab sebelumnya dan saran-saran dari hasil yang diperoleh yang diharapkan dapat bermanfaat untuk pengembangan selanjutnya.


(22)

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1 Pengolahan Citra

Pengolahan citra adalah kegiatan memanipulasi citra yang telah ada menjadi gambar lain dengan menggunakan suatu algoritma atau metode tertentu. Proses ini mempunyai data masukan dan informasi keluaran yang berbentuk citra. Teknik-teknik pengolahan citra biasanya digunakan untuk melakukan transformasi dari satu citra ke citra yang lain.

Pengolahan citra meliputi penajaman citra, penonjolan fitur tertentu dari suatu citra kompresi citra dan koreksi citra yang tidak fokus atau kabur dan berbagai manipulasi citra lainnya. Umumnya, operasi-operasi pada pengolahan citra diterapkan pada citra untuk meningkatkan kualitas penampakan atau untuk menonjolkan beberapa aspek informasi yang terkandung di dalam citra, mengelompokkan elemen pada citra dan menggabungkan citra dengan yang lain.

2.1.1 Citra

Citra adalah gambar analog dalam dua dimensi. Dari sudut pandang matematika citra adalah fungsi menerus dari intensitas cahaya pada bidang dua dimensi, di dalam sebuah citra mengandung banyak informasi yang sering mengalami derau (noise) mengakibatkan informasi yang diperoleh dari citra tersebut menjadi kurang akurat. Derau (noise) yang terjadi misalnya warna yang terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring) dan sebagainya. [7]


(23)

Citra digital adalah citra yang dapat diolah oleh komputer. Sebuah citra grayscale ukuran 150x150 piksel (elemen terkecil dari sebuah citra) diambil sebagian berukuran 9x8 piksel. Maka, monitor akan menampilkan sebuah kotak kecil. Namun, yang disimpan dalam memori komputer hanyalah angka-angka yang menunjukkan besar intensitas pada masing-masing piksel tersebut. [8]

Citra digital dinyatakan dengan matriks berukuran N x M yang tersusun sebagai berikut:

f(x,y)=

⎝ ⎜ ⎛

�(0,0) �(0,1)

�(1,0) �(1,1) ⋯

�(0,� −2) �(0,� −1) �(1,� −2) �(1,� −1)

⋮ ⋮ ⋮

�(� −2,0) �(� −2,1)

�(� −1,0) �(� −1,1) ⋯ �

(� −2,� −2) �(� −2,� −1) �(� −1,� −2) �(� −1,� −1)

⎟ ⎞

keterangan:

N = jumlah baris 0 ≤ y ≤ N – 1 M = jumlah kolom 0 ≤ x ≤ M – 1 G = maksimal warna intensitas 0 ≤ f(x,y) ≤ L – 1 (derajat keabuan / gray level)

Interval (0,G) disebut skala keabuan (grayscale). Besar G tergantung pada proses digitalisasinya. Biasanya keabuan 0 menyatakan intensitas hitam dan G menyatakan intensitas putih. Untuk citra 8 bit nilai G = 28 = 256 warna (derajat keabuan). Teknologi dasar untuk menciptakan dan menampilkan warna pada citra digital berdasarkan pada penelitian bahwa sebuah warna merupakan kombinasi dari tiga warna dasar, yaitu merah, hijau, dan biru (Red, Green, Blue - RGB). [3]

2.1.1.1 Citra Biner

Citra biner adalah citra digital yang hanya memiliki dua kemungkinan nilai pixel yaitu hitam dan putih. Cita biner juga disebut sebagai citra B&W (black and


(24)

white) atau citra monokrom. Hanya dibutuhkan 1 bit untuk mewakili nilai setiap pixel dari citra biner.

Citra biner sering kali muncul sebagai hasil dari proses pengolahan seperti segmentasi, pengambangan, morfologi, ataupun dithering. [6]

2.1.1.2 Citra Grayscale

Citra grayscale merupakan citra digital yang hanya memiliki satu nilai kanal pada setiap pixelnya, dengan kata lain nilai bagian Red = Green = Blue. Nilai tersebut digunakan untuk menunjukkan tingkat intensitas warnanya. Warna yang dimiliki adalah warna dari hitam, keabuan, dan putih. Tingkatan keabuan disini merupakan warna abu dengan berbagai tingkatan dari hitam hingga putih. [6]

Citra grayscale memiliki derajat keabuan 8 bit seperti yang dapat dilihat berikut ini :

Gambar 2.1 : Gradasi warna grayscale

Operasi grayscale bertujuan untuk merubah citra 24 bit RGB menjadi citra abu-abu. Pemilihan pemrosesan pada tingkat abu-abu ini dikarenakan lebih sederhana. karena hanya menggunakan sedikit kombinasi warna dan dengan citra abu-abu dirasakan sudah cukup untuk memproses suatu gambar. Perubahan citra 24 bit RGB menjadi citra abu-abu adalah dengan menghitung rata-rata dari intensitas 0.299*red, 0.587*green, 0.114*blue dari citra 24 bit RGB. [2]

Grayscale sendiri merupakan sebuah proses pengolahan citra yang biasa digunakan untuk mempertegas citra yang sebelumnya berupa citra warna lalu


(25)

dirubah menjadi citra digital dengan skala keabuan. Berikut merupakan contoh perubahan dari citra warna menjadi citra keabuan dengan proses grayscale :

Gambar 2.2 : Proses perubahan citra warna menjadi citra grayscale

2.1.2 Citra Warna (8 bit)

Setiap pixel dari citra warna (8 bit) hanya mewakili oleh 8 bit dengan jumlah warna maksimum yang dapat digunakan adalah 356 warna. Ada dua jenis warna 8 bit. Pertama, citra warna 8 bit dengan menggunakan palet warna 256 dengan setiap paletnya memiliki pemetaan nilai (colormap) RGB tertentu. Model ini lebih sering digunakan. Kedua, setiap pixel memiliki format 8 bit sebagai berikut. [6]

Gambar 2.3 : Format 8 bit

2.1.3 Citra Warna (16 bit)

Citra warna 16 bit (biasanya disebut sebagai citra highcolor) dengan setiap pixelnya diwakili dengan 2 byte memory (16 bit).


(26)

Warna 16 bit memiliki 65.536 warna. Dalam formasi bitnya, nilai merah dan biru mengambil tempat di 5 bit di kanan dan kiri. Komponen hijau memiliki 5 bit ditambah 1 bit ekstra. Pemilihan komponen hijau dengan deret 6 bit dikarenakan penglihatan manusia lebih sensitif terhadap warna hijau. [6]

2.1.4 Citra Warna (24 bit)

Setiap pixel dari citra warna 24 bit diwakili dengan 24 bit sehingga total 16.777.216 variasi warna. Variasi ini sudah lebih dari cukup untuk memvisualisasikan seluruh warna yang dapat dilihat penglihatan manusia. Penglihatan manusia dipercaya hanya dapat membedakan hingga 10 juta warna saja. Setiap poin informasi pixel (RGB) disimpan ke dalam 1 byte data. 8 bit pertama menyimpan nilai biru, kemudian diikuti dengan nilai hijau pada 8 bit kedua dan pada 8 bit terakhir merupakan warna merah. [6]

2.2 Bangun Ruang

Bangun Ruang adalah bagian ruang yang dibatasi oleh himpunan titik-titik yang terdapat pada seluruh permukaan bangun tersebut. Permukaan bangun itu disebut sisi. Dalam memilih model untuk permukaan atau sisi, sebaiknya digunakan model berongga yang tidak transparan. Model untuk bola lebih baik digunakan sebuah bola sepak dan bukan bola bekel yang pejal, sedangkan model bagi sisi balok lebih baik digunakan kotak kosong dan bukan balok kayu. Hal ini mempunyai maksud untuk menunjukkan bahwa yang dimaksud sisi bangun ruang adalah himpunan titik-titik yang terdapat pada permukaan atau yang membatasi suatu bangun ruang tersebut . [9]

2.2.1 Kubus


(27)

1. Jumlah sisi ada 6 buah yang memiliki bentuk bujur sangkar. 2. Memiliki 8 titik sudut.

3. Memiliki 12 rusuk dengan panjang yang sama. 4. Memiliki 4 diagonal ruang dan 12 diagonal bidang

Gambar 2.4 : Kubus

2.2.2 Balok

Balok memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Alasnya berbentuk segi empat 2. Memiliki 12 rusuk

3. Memiliki 6 bidang sisi 4. Memiliki 8 titik sudut

5. Memiliki 4 diagonal ruang dan 12 diagonal bidang

Gambar 2.5 : Balok

2.2.3 Bola

Bola memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Hanya memiliki 1 bidang


(28)

2. Tidak memiliki sudut dan tidak memiliki rusuk

Gambar 2.6 : Bola

2.2.4 Tabung

Tabung memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Memiliki 2 rusuk

2. Alas dan atapnya berupa lingkaran

3. Memiliki 3 bidang sisi yaitu 2 bidang sisi lingkaran dan 1 bidang selimut

Gambar 2.7 : Tabung

2.2.5 Limas Segitiga

Limas Segitiga memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Alasnya berbentuk segitiga

2. Memiliki 4 bidang sisi (alas dan 3 sisi tegak) 3. Memiliki 6 rusuk


(29)

Gambar 2.8 : Limas Segitiga 2.2.6 Kerucut

Kerucut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 1. Memiliki 2 bidang sisi

2. Memiliki 2 rusuk dan 1 titik sudut

Gambar 2.9 : Kerucut

2.3 JPEG

JPEG (Joint Photographic Expert Group) merupakan format file yang paling tinggi tingkat popularitasnya dalam dunia digital fotografi. JPEG memiliki kemampuan dalam kedalaman warna 24 bit (3 saluran warna dimana masing-masing saluran memiliki kedalaman warna sebanyak 8 bit).


(30)

JPEG menghasilkan ukuran file kecil dengan memanfaatkan kompresi lossy. Kompresi lossy menghilangkan detail pada gambar sehingga dapat dikatakan sebagai kurangnya informasi. [4]

2.4 Thresholding

Dalam pengolahan citra, proses operasi ambang batas atau sering disebut thresholding ini merupakan salah satu operasi yang sering digunakan dalam menganalisis suatu obyek citra. Threshold merupakan suatu cara bagaimana mempertegas citra dengan mengubah citra menjadi hitam dan putih (nilainya hanya tinggal menjadi antara 0 dan 1). Di dalam proses threshold ini harus ditetapkan suatu variabel yang berfungsi sebagai batas untuk melakukan konversi elemen matriks citra menjadi hitam atau putih. Jika nilai elemen matriks dibawah ini dikonversi menjadi nilai 0 (hitam) dan jika diatas nilai ini elemennya dikonversi menjadi 1. [10]

Pengembangan citra (image thresholding) merupakan metode yang paling sederhana untuk melakukan segmentasi. Thresholding digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada citra. Proses thresholding ini pada dasarnya adalah proses pengubahan kuantisasi pada citra. Untuk mendapatkan hasil segmentasi yang bagus, beberapa operasi perbaikan kualitas citra dilakukan terlebih dahulu untuk mempertajam batas antara objek dengan latar belakangnya. [1]

Dalam pemanfaatan threshold biasanya untuk citra RGB (Red, Green, Blue) akan dirubah dulu menjadi citra grayscale (keabuan) terlebih dahulu baru nantinya akan dilakukan proses thresholding.

Pada operasi ini nilai pixel yang memenuhi syarat ambang batas dipetakan ke suatu nilai yang dikehendaki. Dalam hal ini syarat ambang batas dan nilai yang dikehendaki disesuaikan dengan kebutuhan. [10]


(31)

2.4.1 Proses Threshold

Proses thresholding atau binerisasi pada prinsipnya adalah melakukan pengubahan nilai derajat keabuan menjadi dua nilai yaitu 0 atau warna hitam dan 255 atau warna putih. Pemilihan nilai threshold yang digunakan berpengaruh terhadap ketajaman suatu citra. [2] Secara umum proses threshold citra grayscale untuk menghasilkan citra biner adalah sebagai berikut:

g(x,y) = �0 jika �(�,�) ≥ � 1 jika �(�,�) < � �

keterangan:

g(x,y) = citra biner dari citra grayscale f(x,y) T = nilai threshold

Proses threshold dilakukan dengan memeriksa nilai derajat keabuan pada citra. Jika nilai derajat keabuan kurang dari nilai threshold maka warna piksel berubah menjadi hitam, begitu juga sebaliknya jika piksel lebih dari nilai threshold maka warna piksel akan berubah menjadi putih. [6]

Nilai T memegang peranan yang sangat penting dalam proses pengambangan. Kualitas hasil citra biner sangat tergantung pada nilai T yang digunakan. Nilai threshold antara 0 – 255, dimana artinya bila ada intensitas pixel yang bernilai diatas threshold maka intensitas pixel tersebut akan bernilai sama dengan threshold. [6]

Terdapat dua jenis pengambangan, yaitu pengambangan global (global

thresholding) dang pengambangan secara lokal adaptif (locally adaptive


(32)

Gambar 2.10 : Proses Threshold

a) Thresholding global

Salah satu cara untuk memilih nilai ambang adalah dengan melihat histogram citra tersebut. Histogram adalah menggambarkan citra yang memiliki dua mode berbeda sehingga memudahkan untuk memilih yang berbeda hingga ada yang ditemukan sehingga mengahasilkan T ambang batas yang memisahkannya. Cara lain untuk memilih T adalah dengan trial dan eror, memilih nilai ambang batas yang berbeda hingga ada yang ditemukan sehingga menghasilkan hasil yang baik. [1]

b) Thresholding lokal

Metode thresholding global dapat gagal jika kontras latar belakang tidak merata. Thresholding akan dikatakan sebagai thresholding lokal jika nilai T (nilai ambang) bergantung pada nilai gray level f(x,y) dan nilai properti lokal citra p(x,y). Dalam thresholding lokal citra akan dibagi ke dalam bagian yang lebih kecil – kecil dan proses pengembangan akan dilakukan secara lokal. Kelebihan yang dimiliki thresholding adalah secara subyektif,citra yang dihasilkan akan lebih bagus. Thresholding lokal dapat ditunjukkan bahwa proses ini adalah setara dengan thresholding f(x,y) dengan fungsi lokal yang bervariasi T ambang (x,y) [1] :

g(x,y) = �0 jika �(�,�) ≥ � 1 jika �(�,�) < � � Dimana :


(33)

�0(x,y) adalah membuka morfologi dari f,dan �0 konstan adalah hasil dari fungsi graytresh digunakan pada �0.

Pada pengambangan global, seluruh pixel pada citra dikonversikan menjadi hitam dan putih dengan nilai ambang T. Kemungkinan besar pada pengambangan global akan banyak informasi hilang karena hanya menggunakan satu nilai T untuk keseluruhan pixel. Untuk mengatasi masalah ini dapat digunakan pengambangan secara lokal adaptif. Pada pengambangan lokal, suatu citra dibagi menjadi blok-blok kecil dan kemudian dilakukan pengambangan lokal pada setiap blok dengan nilai T yang berbeda. [6]

Gambar 2.11 : Contoh citra setelah dilakukan threshold

2.4.2 Metode Otsu

Metode Otsu menghitung nilai ambang T secara otomatis berdasarkan citra masukan. Pendekatan yang digunakan oleh metode otsu adalah dengan melakukan analisis diskriminan yaitu menentukan suatu variabel yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami. Analisis diskriminan akan memaksimumkan variabel tersebut agar dapat memisahkan objek dengan latar belakang. [5]

Untuk memilih nilai ambang batas secara otomatis, Gonzalez dan Woods (2002) menggambarkan prosedur iterasi sebagai berikut [2]:


(34)

1. Dipilih dahulu perkiraan awal untuk T. (disarankan estimasi awal adalah titik tengah antara nilai-nilai intensitas minimun dan maksimum citra).

2. Bagi citra menggunakan T. Ini akan menghasilkan dua kelompok pixel G1, yang terdiri dari semua pixel dengan nilai-nilai intensitas ≥ T, dan G2 yang terdiri dari pixel dengan nilai-nilai <T.

3. Menghitung nilai rata-rata intensitas µ1 dan µ2 untuk pixel di daerah G1 dan G2.

4. Menghitung nilai ambang baru dengan persamaan : T = 1

2 (µ1+µ2)

5. Ulangi langkah 2 hingga langkah 4 sampai perbedaan t di iterasi berturut-turut lebih kecil dari T0 parameter standar.

Gambar 2.12 : Contoh pengambilan nilai thresholding dengan metode Otsu

Sebuah fungsi yang menghitung graythresh disebut batas menggunakan metode otsu (Otsu,1979). Formulasi dari metode otsu adalah sebagai berikut [2]:

Nilai ambang yang akan dicari dari suatu citra gray level dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar antara 1 sampai dengan L, dengan nilai L = 255. Sedangkan jumlah pixel pada tingkat keabuan i dilambangkan oleh n1 dan jumlah pixel pada citra oleh N = n1 + n2 + .... + nL [2].

Misalkan nilai ambang yang akan dicari dinyatakan dengan k. Nilai k berkisar antara 1 sampai dengan L, dengan L = 255 [6].


(35)

Probabilitas untuk pixel i dinyatakan dengan :

P

i = ��

(1)

Dengan ni menyatakan jumlah pixel dengan tingkat keabuan I dan N

menyatakan banyaknya pixel pada citra.

Nilai momen kumulatif ke nol, momen kumulatif ke satu, dan nilai rata-rata berturut-turut dapat dinyatakan sebagai berikut.

w(k) = ∑�=1�� (2) �(�)= =1� .�� (3) �T = ∑�=1� .�� (4) Nilai ambang k dapat ditentukan dengan memaksimumkan persamaan :

2 (k*) = max1≤�<�2

� (�) (5)

Dengan :

2

� (k) =

[���(�)−�(�)]²

�(�)[1−�(�)] (6)

Keterangan :

pi : probabilitas pixel

ni : jumlah pixel pada tingkat keabuan


(36)

k : nilai ambang suatu citra w : momen kumulatif µ : nilai rata-rata µT : nilai rata-rata total δ : varians kelas

Metode ini adalah metode yang sangat populer diantara semua metode thresholding yang ada. Teknik Otsu ini memaksimalkan kecocokan dari sebuah threshold sehingga dapat memisahkan objek dengan latar belakangnya. Semua ini didapatkan dengan memilih nilai threshold yang memberikan pembagian kelas yang terbaik untuk semua piksel yang ada didalam image. Dasarnya adalah dengan menggunakan histogram yang telah dinormalisasi dimana jumlah tiap poin pada setiap level dibagi dengan jumlah total poin pada image[5].

Gambar 2.13 : contoh hasil thresholding dengan metode Otsu pada tulang rahang

2.5 Deteksi Tepi

Deteksi tepi berfungsi untuk memperoleh tepi objek. Deteksi tepi memanfaatkan perubahan nilai intensitas yang drastis pada batas dua area. Defenisi tepi disini adalah himpunan piksel yang terhubung yang terletak pada batas dua area.

Umumnya, deteksi tepi menggunakan dua macam detektor, yaitu detektor baris (Hy) dan detektor kolom (Hx). Beberapa contoh yang tergolong jenis ini adalah operator Roberts, Prewitt, Sobel, dan Frei-Chen.


(37)

2.5.1 Deteksi Tepi Roberts

Operator Roberts, yang pertama kali dipublikasikan pada tahun 1965, terdiri atas dua filter berukuran 2x2. Ukuran filter kecil membuat komputasi sangat cepat. Namun, kelebihan ini sekaligus menimbulkan kelemahan, yakni sangat terpengaruh oleh derau. Selain itu, operator roberts memberikan tanggapan lemah terhadap tepi, kecuali kalau tepi sangat tajam[10].

X x+1

y

z

1

z

2 1 0 0 -1

y+1

z

3

z

4 0 -1 1 0

(a) Posisi pada citra f (b) Gx (c) Gy

Gambar 2.14 : Operator Roberts (b) dan (c) serta posisi pada cita f

Bentuk operator Roberts ditunjukkan di gambar 2. Misalkan, f adalah citra yang akan dikenaloperator Roberts. Maka, nilai operator Roberts pada (y,x).


(38)

BAB 3

ANALISIS DAN PERANCANGAN SISTEM

3.1. Analisis Sistem

Analisis sistem merupakan tahap awal dari sebuah penelitian yang bertujuan untuk mengetahui masalah yang terkait dalam pembuatan sistem dengan mempelajari dan memahami masalah yang akan diselesaikan dengan menggunakan sistem ini. Setelah mengetahui permasalahan yang ingin diselesaikan maka dilanjutkan dengan proses perancangan model yang nantinya akan memenuhi kebutuhan dan permintaan pengguna. Analisis selanjutnya yang merupakan analisis terakhir yaitu analisis proses yang diimplementasikan dalam sebuah sistem.

3.1.1. Analisis Masalah

Bangun ruang disebut juga bangun tiga dimensi. Bangun ruang merupakan sebuah bangun yang memiliki ruang yang dibatasi oleh beberapa sisi. Jumlah dan model sisi yang membatasi bangun tersebut menentukan nama dan bentuk bangun tersebut. Unsur – unsur sebuah bangun ruang adalah titik sudut, rusuk, dan sisi. Bangun ruang yang nantinya akan dianalisis yaitu

a) Kubus

Kubus memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

5. Jumlah sisi ada 6 buah yang memiliki bentuk bujur sangkar 6. Memiliki 8 titik sudut

7. Memiliki 12 rusuk dengan panjang yang sama 8. Memiliki 4 diagonal ruang dan 12 diagonal bidang


(39)

Gambar 3.1 : Kubus

b) Balok

Balok memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 6. Alasnya berbentuk segi empat 7. Memiliki 12 rusuk

8. Memiliki 6 bidang sisi 9. Memiliki 8 titik sudut

10. Memiliki 4 diagonal ruang dan 12 diagonal bidang

Gambar 3.2 : Balok

c) Bola

Bola memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 3. Hanya memiliki 1 bidang

4. Tidak memiliki sudut dan tidak memiliki rusuk

Gambar 3.3 : Bola

d) Tabung


(40)

4. Memiliki 2 rusuk

5. Alas dan atapnya berupa lingkaran

6. Memiliki 3 bidang sisi yaitu 2 bidang sisi lingkaran dan 1 bidang selimut

Gambar 3.4 : Tabung

e) Limas Segitiga

Limas Segitiga memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 5. Alasnya berbentuk segitiga

6. Memiliki 4 bidang sisi (alas dan 3 sisi tegak) 7. Memiliki 6 rusuk

8. Memiliki 4 titik sudut

Gambar 3.5 : Limas

f) Kerucut

Kerucut memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 3. Memiliki 2 bidang sisi


(41)

Gambar 3.6 : Kerucut

Permasalahan yang akan diselesaikan dengan menggunakan sistem ini adalah untuk mengenali citra bangun ruang dari enam objek bangun ruang yang akan di deteksi. Dalam sistem ini citra bangun ruang tersebut akan dideteksi dengan menggunakan threshold metode otsu dan menggunakan deteksi tepi robert.

3.1.2. Analisis Kebutuhan Sistem

Analisis kebutuhan sebuah sistem dibagi menjadi dua kategori yaitu : analisis kebutuhan fungsional dan analisis kebutuhan non-fungsional.

3.1.2.1. Kebutuhan Fungsional Sistem

Kebutuhan fungsional sistem merupakan segala sesuatu yang dibutuhkan sistem. Dalam pengimplementasian sistem deteksi citra bangun ruang threshold metode otsu ini memiliki kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi, antara lain :

1. Citra digital yang akan dideteksi adalah citra digital berformat .jpg atau .jpeg.

2. Ukuran citra yang akan dideteksi adalah citra yang berukuran 40 x 70 pixel.

3. Proses awal implementasi pada sistem ini dilakukan dengan melakukan threshold metode otsu dan deteksi tepi robert.


(42)

4. Sistem nantinya melakukan pengujian apakah bangun ruang yang akan diuji dapat di deteksi sistem atau tidak.

5. Sistem akan menampilkan hasil identitas bangun ruang yang telah diuji.

3.1.2.2. Kebutuhan Non-Fungsional Sistem

Agar membantu kinerja sistem agar lebih baik, terdapat kebutuhan non-fungsional sistem, antara lain :

1. Performa

Sistem dan perangkat lunak yang dibangun harus dapat menunjukkan hasil dari proses implementasi threshold metode otsu untuk deteksi bangun ruang pada citra digital.

2. Mudah digunakan ( user friendly)

Sistem dan perangkat lunak yang dibangun harus sederhana agar mudah digunakan oleh user. Sistem yang nantinya digunakan memiliki interface yang menarik dan memliki cara penggunaan yang mudah dalam pengoperasian sistem.

3. Hemat biaya

Sistem atau perangkat lunak yang digunakan tidak memerlukan perangkat tambahan atau perangkat pendukung lainnya yang dapat mengeluarkan biaya.

4. Dokumentasi

Sistem atau perangkat lunak yang dibangun dapat menyimpan citra digital yang merupakan hasil pengimplementasian threshold metode otsu dengan format file jpg.

5. Kontrol

Sistem yang akan dibangun harus memiliki kontrol berupa enable dan disable, ketika citra belum di-input maka tombol fungsi pada sistem dalam keadaan tidak aktif atau disable, setelah citra di-input, maka tombol fungsi


(43)

tertentu yang merupakan bagian dari fungsi pengimplementasian akan aktif.

3.1.3. Analisis Proses

Dalam sistem ini menggunakan threshold metode otsu dan deteksi tepi robert yang kemuadian nantinya akan dilakukan proses pelatihan untuk mendeteksi citra bangun ruang yang akan dikenali. Proses threshold metode otsu membagi histogram citra gray level kedalam dua daerah yang berbeda tanpa membutuhkan bantuan user untuk memasukkan nilai ambang yang dilakukan dengan analisis deskriminan yaitu menentukan suatu variable yang dapat membedakan antara dua atau lebih kelompok yang muncul secara alami, analisis deskriminan akan memaksimumkan variable tersebut agar dapat memisahkan objek dan latar belakang suatu citra. Kemudian dilakukan proses deteksi tepi dengan menggunakan deteksi tepi robert dari citra bangun ruang yang telah melakukan threshold otsu dan dilakukan proses pelatihan untuk mendeteksi citra bangun ruang yang akan dikenali.

3.2. Pemodelan

Pada pengimplementasian deteksi citra bangun ruang ini digunakan UML sebagai bahasa pemodelan yang berfungsi untuk membantu merancang sistem deteksi bangun ruang. Model UML yang digunakan dalam penelitian ini yaitu use case, sequence diagram, dan activity diagram.

3.2.1. Use Case Diagram

Use case diagram adalah suatu diagram yang merupakan teknik untuk merekam persyaratan fungsional dan berfungsi untuk menggambarkan interaksi antara pengguna sistem dengan sistem itu sendiri kemudian memberi suatu penjelasan bagaimana sistem tersebut digunakan. Berikut ini merupakan use case diagram


(44)

dari sistem yang dirancang dan dibangun oleh penulis yang dapat dilihat pada gambar 3.7

Sistem Uji Deteksi Citra

Bangun Ruang

Implementasi Threshold Otsu

Uji Deteksi Bangun Ruang User

Deteksi Tepi Robert

<<include>> <<include>> Proses

Gambar 3.7 Use Case Diagram Sistem Deteksi Bangun Ruang

3.2.2 Squence Diagram

Sequence diagran adalah diagram yang menunjukkan kelompok-kelompok objek yang saling berkolaborasi dalam beberapa kebiasaan (behavior). Sequence diagram menunjukkan sejumlah objek contoh dan pesan-pesan yang lewat objek-objek tersebut dalam use case. Berikut ini merupakan gambaran dari sequence diagram dari sistem yang telah dirancang dan dibangun oleh penulis yang dapat dilihat pada gambar 3.8 dan gambar 3.9.


(45)

Input Citra

Threshold Otsu

Deteksi Tepi

Reduksi Data

Proses

Input Citra Bangun Ruang

Proses Reduksi (matriks)

Proses Deteksi Tepi( matriks)

Proses Threshold Otsu

Proses Implementasi

Simpan Proses Implementasi ( Bobot)

Gambar 3.8 Sequence Diagram Proses Implementasi Pendeteksian Bangun Ruang


(46)

Input Citra

Threshold Otsu

Deteksi Tepi

Reduksi Data

Uji Deteksi

Input Citra Bangun Ruang

Proses Reduksi (matriks)

Proses Deteksi Tepi( matriks)

Proses Threshold Otsu

Proses Simulai Uji Deteksi

Set String ( Identitas Bangun Ruang)


(47)

3.2.3. Activity Diagram

Activity diagram adalah diagram yang berfungsi untuk menggambarkan logika procedural, jalur kerja suatu sistem. Diagram ini hampir memiliki peran yang sama dengan diagram alir yang mana memungkinkan siapapun yang melakukan proses agar dapat memilih urutan dalam melakukan kinerja sistem sesuai yang diinginkan. Berikut ini merupakan activity diagram dari sistem yang telah dirancang dan dibangun oleh penulis yang dapat dilihat pada gambar 3.10 dan gambar 3.11.

User menekan tombol ambil citra Open dialog dan membaca citra bangun ruang ke axes

User menthreshold Otsu citra bangun ruang

Sistem akan melakukan threshold otsu pada citra bangun ruang

User menekan tombol deteksi tepi

Sistem akan melakukan deteksi tepi pada citra bangun ruang

User Mengisi Identitas bangun ruang

Sistem akan menyimpan citra hasil threshold dan deteksi tepi

User menekan tombol reduksi data

Sistem meereduksi data

User Sistem

User menekan tombol simpan

User menekan tombol proses untuk melakukan implementasi pendeteksian

bangun ruang

Sistem melakukan pelatihan pendeteksian bangun ruang

Sistem menyimpan bobot pelatihan


(48)

User menekan tombol ambil citra Open dialog dan membaca citra bangun ruang yang akan dideteksi ke dalam axes

User menthreshold Otsu citra bangun ruang

Sistem akan melakukan threshold otsu pada citra bangun ruang

User menekan tombol deteksi tepi

Sistem akan melakukan deteksi tepi pada citra bangun ruang

User menekan tombol uji deteksi bangun ruang

Sistem melakukan deteksi citra bangun ruang

User Sistem

Sistem menampilkan hasil deteksi citra bangun ruang


(49)

3.3. Pseudocode Program

Pseudocode merupakan algoritma yang diterjemahkan dengan bahasa tingkat

tinggi, bahasa yang digunakan agar mudah dimengerti manusia dan dapat digambarkan dengan mudah sehingga dapat dipahami oleh manusia itu sendiri.

3.3.1. Pseudocode Proses Implementasi Pendeteksian Bangun Ruang THRESHOLD OTSU

otsu2 ← graythresh(citra2);

citra_otsu2 ← im2bw(rgb2gray(citra2),otsu2);

DETEKSI TEPI ROBERT nilai_det ← 240;

citra_gray ← rgb2gray(citra); [b k]← size(citra_gray); for x← 1:b

for y← 1:k

if citra_gray(x,y)<nilai_det citra_gray(x,y)← 0;

elseif citra_gray(x,y)>=nilai_det citra_gray(x,y)← 1;

end end end

PELATIHAN

input← reduksi_data target ← target'; input ← input';

[net,output]← adapt (net,input,target); [net,tr] ← train (net,input,target);


(50)

3.3.2. Pseudocode Proses Uji Deteksi Bangun Ruang THRESHOLD OTSU

otsu2 ← graythresh(citra2);

citra_otsu2 ← im2bw(rgb2gray(citra2),otsu2);

DETEKSI TEPI nilai_det ← 240;

citra_gray ← rgb2gray(citra); [b k]← size(citra_gray); for x← 1:b

for y← 1:k

if citra_gray(x,y)<nilai_det citra_gray(x,y)← 0;

elseif citra_gray(x,y)>=nilai_det citra_gray(x,y)← 1;

end end end

UJI DETEKSI

input← reduksi_data

citra_gray[A B]← citra_gray

ujidata ← reshape(citra_gray,1,2800) ujidata ←ujidata * signal

target ← target’


(51)

3.4. Perancangan Sistem

3.4.1. Perancangan Flowchart Sistem

Start

Ambil Citra

Proses Threshold

Otsu

Reduksi Data

Proses Pengenalan

Finish Edge Detection

Uji Deteksi

Gambar 3.12 Flowchart Sistem

3.4.2. Perancangan Antarmuka (Interface)

Sistem uji deteksi bangun ruang ini dirancang dan dibangun dengan bahasa pemrograan MATLAB R2012a. Perancangan antarmuka atau interface ini bertujuan untuk memudahkan interaksi antara manusia dengan komputer sehingga manusia dapat menggunakan sistem yang telah dirancang dan dibangun dapat dipergunakan dengan baik dan mudah digunakan.


(52)

3.4.2.1. Form Awal

Form awal merupakan tampilan pertama pada sistem deteksi bangun ruang. Didalam form awal terdapat tombol menu utama yang dugunakan untuk menuju proses selanjutnya. Berikut rancangan form utama yang dapat dilihat pada gambar 3.13.

Gambar 3.13 Rancangan Form Awal

Keterangan :

1. Merupakan label untuk keterangan judul skripsi. 2. Merupakan label untuk penempatan logo.

3. Merupakan label untuk keterangan nama dan nim.

4. Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah menuju form utama.


(53)

3.4.2.2. Form Utama

Setelah menekan tombol utama maka akan menuju form utama. Berikut rancangan form utama yang dapat dilihat pada gambar 3.14.

Gambar 3.14 Rancangan Form Utama

Keterangan :

1. Merupakan label untuk keterangan judul skripsi.

2. Merupakan Picture Box yang digunakan untuk menampilkan citra/ gambar bangun ruang pertama.

3. Merupakan Sub-menu item dari file yang berfungsi untuk membuka file citra/ gambar bangun ruang pertama.


(54)

4. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses threshold otsu pada citra bangun ruang pertama.

5. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses deteksi tepi pada citra bangun ruang pertama.

6. Merupakan Picture Box yang digunakan untuk menampilkan citra/ gambar bangun ruang kedua.

7. Merupakan Sub-menu item dari file yang berfungsi untuk membuka file citra/ gambar bangun ruang kedua.

8. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses threshold otsu pada citra bangun ruang kedua.

9. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses deteksi tepi pada citra bangun ruang kedua.

10.Merupakan Picture Box yang digunakan untuk menampilkan citra/ gambar bangun ruang ketiga.

11.Merupakan Sub-menu item dari file yang berfungsi untuk membuka file citra/ gambar bangun ruang ketiga.

12.Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses threshold otsu pada citra bangun ruang ketiga.

13.Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses deteksi tepi pada citra bangun ruang ketiga.

14.Merupakan label untuk keterangan nama bangun ruang.

15.Merupakan Text Box yang digunakan untuk memasukkan nama bangun ruang sebagai identitas.

16.Merupakan Button yang berfungsi untuk menyimpan citra yang telah melakukan proses threshold dan deteksi tepi.

17.Merupakan Button yang berfungsi untuk mereduksi data hasil dari thresholdotsu sehingga data menjadi lebih kecil.

18.Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses pelatihan yang nantinya citra bangun ruang akan dikenali.

19.Merupakan Button yang berfungsi untuk me-reset sistem yang nantinya sistem akan kembali keadaan semula yang belum melakukan proses.


(55)

20.Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah yang akan menuju sub-menu Uji Deteksi.

21.Merupakan Button yang berfungsi untuk mengakhiri sistem.

22.Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah yang terdapat pada bantuan.

23.Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah agar kembali ke sub-menu sebelumnya.

3.4.2.3. Form Uji Deteksi

Form uji deteksi merupakan form yang digunakan untuk mengetahui hasil dari pengimplementasian sebelumnya. Berikut rancangan form utama yang dapat dilihat pada gambar 3.15.


(56)

Keterangan :

1. Merupakan Picture Box yang digunakan untuk menampilkan citra/ gambar yang akan dideteksi.

2. Merupakan Sub-menu item dari file yang berfungsi untuk membuka file citra/ gambar.

3. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses thresholdotsu. 4. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses deteksi tepi. 5. Merupakan Text Box yang digunakan untuk menampilkan keterangan dari

proses yang telah dikerjakan sistem.

6. Merupakan Button yang berfungsi untuk melakukan proses uji deteksi bangun ruang.

7. Merupakan Button yang berfungsi untuk me-reset sistem yang nantinya sistem akan kembali keadaan semula yang belum melakukan proses.

8. Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah agar kembali ke sub-menu sebelumnya.

9. Merupakan Button yang berfungsi untuk mengakhiri sistem.

10.Merupakan Tools Strip Menu Item untuk membuat pilihan menu atau perintah yang terdapat pada bantuan.


(57)

BAB IV

IMPLEMENTASI DAN PENGUJIAN

4.1. Implementasi

Setelah tahap analisis dan perancangan sistem maka tahap selanjutnya adalah implementasi dan pengujian terhadap sistem yang dibangun. Sistem deteksi citra bangun ruang ini menggunakan bahasa pemrograman MATLAB R2012a dan menggunakan Microsoft Exel 2007. Bahas pemrograman MATLAB R2012a digunakan agar memudahkan penulis membangun sistem yang akan dibuat dan Microsoft Exel 2007 digunakan untuk penyimpanan data. Pada sistem ini terdapat 5 form yang digunakan dimana form tersebut terdiri dari form Awal, form Utama, form Uji Deteksi, form bantuanUtama, form bantuanPengujian.

4.1.1. Form Awal

Form awal merupakan form yang pertama kali tampil ketika aplikasi dimulai. Form awal ini terdiri dari keterangan judul skripsi, nama dan nim penulis skripsi kemudian terdapat tombol menu utama. Adapun tampilan form awal dapat dilihat pada gambar 4.1.


(58)

Gambar 4.1. Form Awal

4.1.2. Form Utama

Setelah form awal selesai maka lanjut ke form berikutnya yaitu form utama. Form utama merupakan bagian utama dari sistem yang didalamnya terdapat fungsi-fungsi utama dari sistem yang dibangun. Dimana pada form ini akan dilakukan implementasi citra bangun ruang. Langkah pertama pada sistem ini yaitu dengan memasukkan tiga citra bangun ruang yang berbeda yang dilakukan dengan menekan tombol ambil citra. Setelah ketiga citra tersebut dimasukkan akan dilakukan proses threshold otsu kemudian dideteksi tepi dengan menekan tombol threshold otsu dan deteksi tepi. Lalu setelah dilakukan proses threshold otsu dan deteksi tepi citra tersebut disimpan sesuai dengan nama citra bangun ruang. Langkah ini dilakukan terhadap enam bangun ruang yang nantinya akan dideteksi. Proses selanjutnya setelah semua citra bangun ruang sudah disimpan akan dilakukan reduksi data dengan menekan tombol reduksi yang digunakan untuk menyederhanakan data. Kemudian akan dilakukan implementasi bangun ruang


(59)

dengan menekan tombol proses. Adapun tampilan form utama dapat dilihat pada gambar 4.2, 4.3, 4.4, 4.5.


(60)

Gambar 4.3. Form Utama Setelah Dimasukan Citra


(61)

Gambar 4.5. Form Utama Setelah Dilakukan Deteksi Tepi Terhadap Citra

4.1.3. Form Uji Deteksi

Form selanjutnya yaitu form uji deteksi, disini akan dilakukan pengujian terhadap citra yang nantinya akan dideteksi apakah citra tersebut memliki informasi sesuai dengan yang diinginkan. Pada form ini langkah pertama yang dilakukan yaitu dengan memasukan citra bangun ruang yang akan dideteksi dengan menekan tombol ambil citra, setelah citra dimasukkan dilakukan proses threshold otsu dengan menekan tombol threshold otsu kemudian citra tersebut dideteksi tepi dengan menekan tombol deteksi tepi. Proses selanjutnya setelah citra bangun ruang tersebut telah dilakukan proses threshold otsu dan deteksi tepi kemudian tersebut akan dideteksi dengan menekan tombol uji deteksi. Hasil uji deteksi akan menampilkan nama bangun ruang yang sesuai dengan citra yang diuji apabila


(62)

hasil uji deteksi tepat, dan sebaliknya jika hasil uji deteksi tidak tepat. Adapun tampilan form uji deteksi dapat dilihat pada gambar 4.6, 4.7, 4.8, 4.9.

Gambar 4.6. Form Uji Deteksi


(63)

Gambar 4.8. Form Uji Deteksi Setelah Dilakukan Threshold Otsu

Gambar 4.9. Form Uji Deteksi Setelah Dilakukan Deteksi Tepi Terhadap Citra


(64)

4.1.4. Form Bantuan Utama

Form ini digunakkan untuk membantu user (pengguna) agar mengetahui cara penggunaan sistem pada form bantuan utama. Adapun tampilan form bantuan utama dapat dilihat pada gambar 4.10.


(65)

4.1.5. Form Bantuan Pengujian

Form ini digunakkan untuk membantu user (pengguna) agar mengetahui cara penggunaan sistem pada form bantuan pengujian. Adapun tampilan form bantuan pengujian dapat dilihat pada gambar 4.11.


(66)

4.2. Pengujian

Uji deteksi akan dilakukan pada citra digital berformat JPG, yang mana citra tersebut berukuran 40 x 70 piksel. Awalnya citra dilakukan threshold metode otsu dan deteksi tepi terlebih dahulu, kemudian setelah itu dilakukan uji deteksi pada citra digital tersebut.

4.2.1 Pengujian Black Box

Pada proses pengujian Black Box akan dilakukan ujicoba perangkat lunak untuk mendapatkan serangkaian input yang digunakan untuk semua persyaratan fungsional untuk suatu program.

4.2.1.1 Rencana Pengujian

Rencana pengujian ini akan dilakukan dengan menguji sistem dengan Alpha dan Betha.

Tabel 4.1 Rencana Pengujian

Item Pengujian Detail Pengujian Jenis Pengujian Thresholding

menggunakan Threshold Otsu

Lakukan Threshold Otsu Black Box Tampilkan hasil

Threshold Otsu

Black Box

Deteksi Tepi menggunakan Deteksi

Tepi Roberts

Lakukan deteksi tepi Black Box Tampilkan hasil deteksi

tepi


(67)

4.2.1.2 Kasus dan Hasil Pengujian Alpha

Berdasarkan rencana pengujian, maka dapat dilakukan pengujian Alpha pada sistem sebagai berikut:

Tabel 4.2 Pengujian Hasil Input Citra Digital Oleh Pengguna

Kasus dan Hasil Uji (Input Normal)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan Citra Digital Format JPG Menampilkan proses implementasi terhadap input citra yang berformat file JPG

Menampilkan hasil citra dari implementasi berformat file JPG

Diterima

Kasus dan Hasil Uji(Input Tidak Normal)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan Citra Digital

Format non-JPG

Tidak bisa memproses lebih lanjut (terjadi eror) Tidak bisa memproses lebih lanjut (terjadi eror) Diterima


(68)

Tabel 4.3 Pengujian Hasil Threshold Otsu Oleh Sistem

Kasus dan Hasil Uji (Proses Threshold Otsu dilakukan)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan Proses Threshold

Otsu Dilakukan

Menampilkan hasil proses Threshold Otsu Menampilkan hasil proses Threshold Otsu Diterima

Kasus dan Hasil Uji (Proses Threshold Otsu tidak dilakukan

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan Proses Threshold

Otsu Tidak Dilakukan Tidak memproses lebih lanjut Tidak memproses lebih lanjut Diterima

Tabel 4.4 Pengujian Hasil Deteksi Tepi Oleh Sistem

Kasus dan Hasil Uji (Proses Deteksi Tepi dilakukan)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan Proses Deteksi Tepi Dilakukan Menampilkan hasil proses Deteksi Tepi Menampilkan hasil proses Deteksi Tepi Diterima

Kasus dan Hasil Uji (Proses Deteksi Tepi tidak dilakukan)

Masukan Yang Diharapkan Pengamatan Kesimpulan Proses Deteksi Tepi Tidak Dilakukan Tidak memproses lebih lanjut Tidak memproses lebih lanjut Diterima


(69)

4.2.1.3 Kesimpulan Hasil Pengujian Alpha

Berdasarkan hasil pengujian Alpha yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa sistem sudah berjalan dengan cukup maksimal dimana perkembangan selanjutnya dapat terjadi kesalahn yang menyebakan hasil tidak berjalan sesuai hasil pengujian Alpha pada saat sistem digunakan.

4.2.1.4 Kasus dan Hasil Pengujian Betha

Pada proses pengujian ini akan dilakukan pengujian secara langsung pada pengguna. Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui kualitas sistem yang telah dibuat apkah sistem sudah sesuai yang diharapkan atau belum. Pengujian ini dilakukan dengan memberikan kuisioner kepada masing-masing pengguna, kuisioner ini dibagikan kepada 15 Mahasiswa Universitas Sumatera Utara.

Adapun kuisioner yang ditanyakan kepada pengguna, adalah sebagai berikut: 1. Apakah sistem yang dibangun mudah digunakan?

2. Apakah sistem yang dibangun mudah dipelajari?

3. Apakah sistem ini dapat membantu dalam mendeteksi citra bangun ruang? 4. Apakah sistem yang dibangun sesuai dengan judul skripsi penulis?

5. Apakah sistem yang dibangun melakukan fungsi sesuai dengan yang digambarkan penulis?

Masing-masing pertanyaan dijawab dengan pilihan sebagai berikut: a. Setuju

b. Cukup setuju c. Biasa saja d. Kurang setuju e. Tidak setuju


(70)

Berdasarkan data hasil jawaban kuisioner, dapat dicari dari masing-masing jawaban dengan menggunakan rumus Y=P/Q*100%

Keterangan:

P= Banyaknya jawaban responden pada tiap soal Q= Jumlah Responden

Y= Nilai Persentase

1. Apakah sistem yang dibangun mudah digunakan?

Pilihan Jumlah

Responden Persentase

a. Setuju 8 53%

b. Cukup setuju 6 40%

c. Biasa saja 1 7%

d. Kurang setuju 0 0%

e. Tidak setuju 0 0%

2. Apakah sistem yang dibangun mudah dipelajari?

Pilihan Jumlah

Responden Persentase

a. Setuju 7 47%

b. Cukup setuju 6 40%

c. Biasa saja 2 13%

d. Kurang setuju 0 0%


(71)

3. Apakah sistem ini dapat membantu dalam mendeteksi citra bangun ruang?

Pilihan Jumlah

Responden Persentase

a. Setuju 6 40%

b. Cukup setuju 9 60%

c. Biasa saja 0 0%

d. Kurang setuju 0 0%

e. Tidak setuju 0 0%

4. Apakah sistem yang dibangun sesuai dengan judul skripsi penulis?

Pilihan Jumlah

Responden Persentase

a. Setuju 10 67%

b. Cukup setuju 5 33%

c. Biasa saja 0 0%

d. Kurang setuju 0 0%

e. Tidak setuju 0 0%

5. Apakah sistem yang dibangun melakukan fungsi sesuai dengan yang digambarkan penulis?

Pilihan Jumlah

Responden Persentase

a. Setuju 5 33%

b. Cukup setuju 10 67%

c. Biasa saja 0 0%

d. Kurang setuju 0 0%


(72)

4.2.1.5 Kesimpulan Hasil Pengujian Betha

Berdasarkan hasil persentase di atas yang diperoleh dari pengujian betha maka dapat disimpulkan bahwa sistem deteksi citra bangun ruang sudah sesuai dengan tujuan dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

4.2.2 Pengujian Deteksi Bangun Ruang

Pengujian pada sistem ini akan dilakukan pada citra bangun ruang yang nantinya akan dideteksi untuk dapat diketahui hasilnya apakah sesuai atau tidak antara citra bangun ruang dan hasil berupa nama bangun ruang yang akan dideteksi. Berikut kriteria dari citra yang akan dideteksi :

1. Format citra digital yang digunakan adalah berformat JPEG. 2. File citra bangun ruang berukuran 40 x 70 piksel.

3. Citra asli yang digunakan dalam pengujian sistem ini dapat dilihat pada tabel 4.5 berikut.

Tabel 4.5. Citra Bangun Ruang

NAMA BANGUN RUANG

GAMBAR I GAMBAR II GAMBAR III


(73)

KUBUS

BOLA

LIMAS


(74)

TABUNG

Tabel 4.5 merupakan citra bangun ruang yang berukuran 40 x70 piksel yang menjadi objek yang akan dideteksi nantinya dimana citra bangun ruang yang akan dilakukan pendeteksian ada 6 buah yaitu balok, kubus, bola, limas, kerucut, tabung.

4.2.2.1 Proses Uji Deteksi

Pada tahapan ini sistem akan melakukan uji deteksi dari citra bangun ruang. Ketika user hendak melakukan uji deteksi pada citra maka user dapat membuka menu ambil citra dengan menekan tombol ambil citra setalah aplikasi dijalankan, kemudian setelah citra di-inputkan citra tersebut akan melakukan proses threshold otsu dengan menekan tombol threshold otsu selanjutnya dikakuan deteksi tepi pada citra dengan menekan tombol deteksi tepi. Berikut ini merupakan tampilan uji deteksi dari sistem yang telah dibangun.

Pada Gambar 4.12 sampai gambar 4.23 dapat dilihat proses uji deteksi dimana setiap bangun ruang yang di deteksi berjumlah enam buah bangun ruang. Proses uji deteksi dinyatakan berhasil jika menghasilkan identitas bangun ruang yang sesuai dengan citra bangun ruang yang diuji deteksi. Dan dinyatakan tidak berhasil jika citra bangun ruang yang akan dideteksi menghasilkan identitas bangun ruang yang tidak diinginkan atau tidak dapat dideteksi.


(75)

Gambar 4.12. Uji Deteksi Bangun Ruang Balok


(76)

Gambar 4.14. Uji Deteksi Bangun Ruang Kubus


(77)

Gambar 4.16. Uji Deteksi Bangun Ruang Bola


(78)

Gambar 4.18. Uji Deteksi Bangun Ruang Limas


(79)

Gambar 4.20. Uji Deteksi Bangun Ruang Kerucut


(80)

Gambar 4.22. Uji Deteksi Bangun Ruang Tabung


(81)

4.3. Hasil Pengujian

Pada tabel 4.6 akan ditunjukkan hasil uji deteksi dari citra bangun ruang, dimana bangun ruang yang akan diuji berjumlah 6 buah bangun ruang dengan masing-masing bangun ruang akan diuji 3 citra bangun ruang.

Tabel 4.6. Hasil Uji Deteksi Citra Bangun Ruang No Nama Bangun

Ruang

Citra Bangun Ruang

Citra Setelah Threshold Otsu dan

Deteksi Tepi

Hasil Uji Deteksi

1 Balok BALOK

BALOK

BALOK


(82)

KUBUS

KUBUS

3 Bola BOLA

BOLA


(83)

4 Limas LIMAS

LIMAS

LIMAS

5 Kerucut KERUCUT


(84)

KERUCUT

6 Tabung TABUNG

TABUNG

TABUNG

Berdasarkan hasil uji deteksi pada tabel 4.6 dapat dilihat hasil pengujian citra bangun ruang yang dilakukan terhadap delapan belas citra dari enam jenis bangun ruang dapat mendeteksi dengan tepat delapan belas citra bangun ruang, dengan kata lain semua citra bangun ruang dapat dideteksi dengan tepat. Dari hasil tersebut dapat diperoleh persentase ketepatan uji deteksi bangun ruang dengan threshold otsu dan deteksi tepi robert yaitu 100% dideteksi dengan tepat dan menghasilkan identitas bangun ruang yang tepat.


(85)

Tabel 4.7. Hasil Uji Deteksi Citra Bangun Ruang dengan Citra Yang Telah Mengalami Kerusakan

No Nama Bangun Ruang

Citra Bangun Ruang

Citra Setelah Threshold Otsu dan

Deteksi Tepi

Hasil Uji Deteksi

1 Balok BALOK

Tidak Terdeteksi

BALOK


(86)

KUBUS

KUBUS

3 Bola BOLA


(87)

BOLA

4 Limas LIMAS

Tidak Terdeteksi

Tidak Terdeteksi


(88)

5 Kerucut Tidak Terdeteksi

KERUCUT

Tidak Terdeteksi


(89)

TABUNG

TABUNG

Berdasarkan hasil uji deteksi pada tabel 4.7 dapat dilihat hasil pengujian citra bangun ruang yang dilakukan terhadap delapan belas citra dari enam jenis bangun ruang yang telah mengalami noise dapat mendeteksi dengan tepat tiga belas citra bangun ruang dan lima citra bangun ruang tidak dapat dideteksi dengan tepat. Dari hasil tersebut dapat diperoleh persentase ketepatan uji deteksi bangun ruang dengan threshold otsu dan deteksi tepi robert yaitu 72% dapat dideteksi dengan tepat, dimana hasil perhitungannya seperti dibawah ini.

Citra noise yang dapat dideteksi

total citra noise x 100% = % 13

18 x 100% = 72%

Sedangkan untuk citra bangun ruang yang telah mengalami noise yang tidak dapat dideteksi yaitu 28% tidak dapat dideteksi, dimana hasil perhitungannya seperti dibawah ini.

Citra noise yang tidak terdeteksi

total citra noise x 100% = % 5


(90)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil uji deteksi yang telah dilakukan pada bab sebelumnya dengan pembahasan dan evaluasi, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai berikut :

1. Deteksi citra bangun ruang yang belum mengalami noise (kerusakan) dapat dideteksi dengan threshold metode otsu dan deteksi tepi roberts dengan ketepatan 100% apabila citra bangun ruang tidak mengalami kerusakan dan hasilnya sesuai dengan target yang diberikan.

2. Deteksi citra bangun ruang yang mengalami noise (kerusakan) 10 % dapat dideteksi dengan threshold metode otsu dan deteksi tepi roberts dengan ketepatan sebesar 72% .

3. Uji deteksi citra bangun ruang dengan menggunakan threshold metode otsu dan deteksi tepi robert dapat dideteksi pada citra jenis JPEG.

5.2. Saran

Beberapa saran yang dapat dijadikan pertimbangan dalam pengembangan sistem ini antara lain :

1. Disarankan agar sistem dapat melakukan deteksi tepi bangun ruang pada jenis file lainnya seperti jenis file .bmp, .tiff, .png, dan lain-lain.

2. Disarankan untuk bangun ruang yang ingin dideteksi dapat ditambah lebih banyak lagi tidak hanya enam jenis bangun ruang.

3. Disarankan dalam implementasi threshold otsu untuk mendeteksi bangun ruang dapat menggunakan jenis deteksi tepi lainnya seperti deteksi tepi sobel, deteksi tepi prewitt, dan lain-lain.


(91)

DAFTAR PUSTAKA

[1] Arifin, A. Z. ____. Algortima Thresholding Adaptif Berdasarkan Deteksi Blok Terhadap Citra Dokumen Terdegradasi. Tugas Akhir. Surabaya, Indonesia : Institut Teknologi Sepuluh Nopember.

[2] Cahyaningsih, S. 2010. Deteksi Osteoporosis Dengan Thresholding Metode Otsu Pada Citra X-Ray Tulang Rahang. Skripsi. Malang : Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.

[3] Gonzalez, R. C dan Woods, R. E. 2010. Digital Image Processing. New Jersey : Pearson Education.

[4] Montabone, Sebastian.2010. Beginning Digital Image Processing. USA : Apress.

[5] Putra, D. 2004. Binerisasi Citra Tangan Dengan Metode Otsu._____. Bali : Universitas Udayana.

[6] Putra, D. 2010. Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta : ANDI.

[7] Sitorus, S., dkk. 2006. Pengolahan Citra Digital. Konten Mata Kuliah E-Learning. Medan : Universitas Sumatera Utara.

[8] Sugiharto, A dan Harjoko, A. 2006. Kompresi Citra Digital Dengan Fraktal Sebagai Teknik Kompresi Alternatif. Prosiding Seminar Nasional SPMIPA. Semarang,Indonesia : Universitas Diponegoro.

[9] Suharjana, Agus. 2008. Pengenalan Bangun Ruang dan Sifat-Sifatnya. Yogyakarta : Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidikan dan Tenaga Kependidikan Matematika Yogyakarta.

[10] Sutoyo, T., dkk. 2009. Teori Pengolahan Citra Digital. Yogyakarta : ANDI.


(92)

LAMPIRAN LISTING PROGRAM

Awal.m

function varargout = awal(varargin)

gui_Singleton = 1;

gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ...

'gui_Singleton', gui_Singleton, ...

'gui_OpeningFcn', @awal_OpeningFcn, ...

'gui_OutputFcn', @awal_OutputFcn, ...

'gui_LayoutFcn', [] , ...

'gui_Callback', []);

if nargin && ischar(varargin{1})

gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1});

end

if nargout

[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});

else

gui_mainfcn(gui_State, varargin{:});

end

% --- Executes just before awal is made visible.

function awal_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)

handles.output = hObject; guidata(hObject, handles);

% --- Outputs from this function are returned to the command line.

function varargout = awal_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)

varargout{1} = handles.output; handles.output = hObject ;

handles.citra=imread('logousu.jpg'); guidata(hObject, handles);

axes(handles.axes1); imshow(handles.citra); guidata(hObject, handles);

% --- Executes on button press in menuawal.

function menuawal_Callback(hObject, eventdata, handles)


(1)

else a(1,1)=1; end if (output(2,1)<0.8) a(2,1)=0; else a(2,1)=1; end if (output(3,1)<0.8) a(3,1)=0; else a(3,1)=1; end if (output(4,1)<0.8) a(4,1)=0; else a(4,1)=1; end if (output(5,1)<0.8) a(5,1)=0; else a(5,1)=1; end if (output(6,1)<0.8) a(6,1)=0; else a(6,1)=1; end bangunruang=[a(1,1);a(2,1);a(3,1);a(4,1);a(5,1);a(6,1)]; bangunruang1 = [1; 0; 0; 0; 0; 0;];

bangunruang2 = [0; 1; 0; 0; 0; 0;]; bangunruang3 = [0; 0; 1; 0; 0; 0;]; bangunruang4 = [0; 0; 0; 1; 0; 0;]; bangunruang5 = [0; 0; 0; 0; 1; 0;]; bangunruang6 = [0; 0; 0; 0; 0; 1;]; if isequal (a,bangunruang1)

edit1='KUBUS';

elseif isequal (a,bangunruang2) edit1='BALOK';

elseif isequal (a,bangunruang3) edit1= 'LIMAS';

elseif isequal (a,bangunruang4) edit1='KERUCUT';

elseif isequal (a,bangunruang5) edit1='TABUNG';

elseif isequal (a,bangunruang6) edit1='BOLA';


(2)

edit1='Tidak Terdeteksi'; end

set(handles.edit1,'String',edit1);

% --- Executes on button press in keluar.

function keluar_Callback(hObject, eventdata, handles)

pilihan = questdlg ('Anda Ingin Keluar Dari Sistem ?', 'Confirm', 'Yes', 'No', 'No');

switch pilihan case 'Yes' close all end

% --- Executes on button press in kembali.

function kembali_Callback(hObject, eventdata, handles) utama;

close ujideteksi;

% --- Executes on button press in reset.

function reset_Callback(hObject, eventdata, handles) set(handles.edit1,'String','','Enable','on');

axes(handles.axes1); imshow(1);

% --- Executes on button press in bantuan.

function bantuan_Callback(hObject, eventdata, handles) bantuanPengujian;

close ujideteksi;

bantuanUtama.m

function varargout = bantuanUtama(varargin) gui_Singleton = 1;

gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ...

'gui_OpeningFcn', @bantuanUtama_OpeningFcn, ... 'gui_OutputFcn', @bantuanUtama_OutputFcn, ...


(3)

'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1})

gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end

if nargout

[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else

gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end

% --- Executes just before bantuanUtama is made visible.

function bantuanUtama_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)

handles.output = hObject; guidata(hObject, handles);

% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = bantuanUtama_OutputFcn(hObject, eventdata, handles)

varargout{1} = handles.output;

function edit1_Callback(hObject, eventdata, handles)

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function edit1_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end

% --- Executes on button press in kembaliUtama.

function kembaliUtama_Callback(hObject, eventdata, handles) utama;

close bantuanUtama;

bantuanPengujian.m


(4)

gui_Singleton = 1;

gui_State = struct('gui_Name', mfilename, ... 'gui_Singleton', gui_Singleton, ...

'gui_OpeningFcn', @bantuanPengujian_OpeningFcn, ...

'gui_OutputFcn', @bantuanPengujian_OutputFcn, ...

'gui_LayoutFcn', [] , ... 'gui_Callback', []); if nargin && ischar(varargin{1})

gui_State.gui_Callback = str2func(varargin{1}); end

if nargout

[varargout{1:nargout}] = gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); else

gui_mainfcn(gui_State, varargin{:}); end

% --- Executes just before bantuanPengujian is made visible. function bantuanPengujian_OpeningFcn(hObject, eventdata, handles, varargin)

% Choose default command line output for bantuanPengujian handles.output = hObject;

% Update handles structure guidata(hObject, handles);

% --- Outputs from this function are returned to the command line. function varargout = bantuanPengujian_OutputFcn(hObject,

eventdata, handles)

% Get default command line output from handles structure varargout{1} = handles.output;

% --- Executes on button press in kembaliPengujian.

function kembaliPengujian_Callback(hObject, eventdata, handles) ujideteksi;

close bantuanPengujian;

% --- Executes on selection change in listbox2.


(5)

% --- Executes during object creation, after setting all properties.

function listbox2_CreateFcn(hObject, eventdata, handles) % Hint: listbox controls usually have a white background on Windows.

% See ISPC and COMPUTER.

if ispc && isequal(get(hObject,'BackgroundColor'), get(0,'defaultUicontrolBackgroundColor'))

set(hObject,'BackgroundColor','white'); end


(6)

CURRICULUM VITAE

Nama

: Dewa Made Surya Dharma

Alamat Sekarang

: Jl. Bakti Indah - VII No.117 Medan

Alamat Orang tua

: Jl. Bakti Indah - VII No.117 Medan

Telp/Hp

: 082368661111

Email

Riwayat Pendidikan

2009-2013

: S1 Ilmu Komputer Universitas Sumatera Utara, Medan

2006-2009

: SMA Kartia I-2 Medan

2003-2006

: SMP Kartika I-2 Medan

1997-2003

: SD Taman Asuhan Pematang Siantar

Keahlian/Kursus yang diikuti