RESPONSIBILITIES OF BANK LENDING IN SOIL WITH WARRANTY LINKED WITH PRUDENTIAL PRINCIPLES BASED LAW NUMBER 10 OF
1998 CONCERNING THE AMENDMENT OF ACT NUMBER 7 OF 1992 ON BANKING AND LAW NUMBER 4 OF 1996 ON THE RIGHTS OF
LIABILITY.
ABSTRACT
This thesis discusses the implementation of the precautionary principle to the provision of credit by a bank guarantee in the form of land. The precautionary
principle is one of the important principles in the management of the banking system in which banks in carrying out functions and business activities tend to a
variety of risks, then it must be cautious in order to protect the public funds entrusted to it. Implementation of the precautionary principle have an impact on
the banking institution itself and to the public, especially customers of the bank. The precautionary principle as a form of legal protection against indirect
customers for anticipated losses to customers. The results of this study indicate that the application of the precautionary
principle in lending by banks to borrowers using the collateral of land must be made in accordance with the General Provisions of bank credit that has been set
by the bank. Each of borrowers who will apply for the credit has to go through the stages and requirements based bank, all of which is done as a form of prudential
banking application itself. The form of sanctions against the banks management or unscrupulous employees who do not apply the precautionary principle in the
provision of credit in the form of administrative or judicial sanctions sanctions.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lembaga keuangan, sebagaimana halnya suatu lembaga atau institusi pada hakikatnya berada dan ada di tengah-tengah masyarakat itu sendiri. Saat ini
terdapat berbagai jenis lembaga yang ada dan dikenal dalam masyarakat yang
masing-masing mempunyai tugas sendiri sesuai dengan maksud dan tujuan dari tiap lembaga yang bersangkutan
1
. Bank adalah suatu lembaga keuangan yang eksistensinya tergantung pada
kepercayaan mutlak dari para nasabahnya yang mempercayakan dana dan jasa- jasa lain yang dilakukan mereka melalui bank pada khususnya dan dari
masyarakat luas pada umumnya. Kepercayaan masyarakat kepada bank merupakan unsur paling pokok dari eksistensi suatu bank sehingga terpeliharanya
kepercayaan masyarakat kepada perbankan adalah juga kepentingan masyarakat banyak
2
. Dana bank bersumber dari modal sendiri, pinjaman pihak luar, dan
simpanan pihak ketiga atau dana yang dihimpun dari masyarakat. Dana-dana yang dihimpun dari masyarakat merupakan sumber dana terbesar yang paling
diandalkan oleh bank. Selain dari tiga macam bentuk simpanan dana pihak ketiga tersebut, masih terdapat beberapa macam dana pihak ketiga lainnya yang diterima
bank. Dari berbagai sumber dana yang berhasil dihimpun oleh bank, kemudian oleh bank disalurkan kembali dana tersebut kepada masyarakat secara efektif dan
efisien. Dana tersebut sebagian besar dialokasikan untuk kredit, oleh karena kegiatan pemberian kredit merupakan rangkaian kegiatan utama suatu bank.
Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang- undang 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pasal 1 angka 11 memberikan
pengertian kredit sebagai penyediaan uang atau tagihan yang dapat disamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi hutangnya setelah jangka waktu dengan pemberian bunga.
Pemberian kredit oleh bank kepada nasabahnya berdasarkan ketentuan Pasal 8 ayat 1 Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas
Undang- undang 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, pertama kali sebelum menyetujui permohonan yang diajukan calon debitur untuk mendapatkan fasilitas
1
Sri Redjeki Hartono, Hukum Asuransi dan Perusahaan Asuransi, Jakarta: Sinar Grafika, 2001, hlm.4.
2
Adrian Sutedi, Hukum Perbankan, Suatu Tinjauan Pencucian Uang, Merger, Likuidasi dan Kepailitan, Jakarta: Sinar Grafika, 2010, hlm. 1.
kredit, maka bank akan melakukan analisa secara yuridis dan ekonomis terhadap calon debitur untuk menentukan kemampuan dan kemauan calon debitur tersebut
dalam membayar kembali fasilitas kredit yang akan dinikmatinya sesuai dengan yang telah diperjanjikan.
Setiap permohonan kredit yang telah disetujui oleh pihak bank kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian kredit. Perjanjian kredit tersebut disepakati
oleh kedua belah pihak, yaitu kreditur Bank dan debitur nasabah sebagai suatu wujud dari asas kebebasan berkontrak.
Setiap pemberian kredit yang disalurkan kepada masyarakat selalu mengandung resiko, sehingga oleh karena itu, bank di dalam menjalankan
kegiatan usahanya, harus selalu berpedoman dan menerapkan prinsip kehati- hatian serta asas-asas pemberian kredit yang sehat. Prinsip kehati-hatian
diwujudkan dalam bentuk penerapan secara konsisten berdasarkan itikad baik terhadap semua persyaratan dan peraturan perundang-undangan yang terkait
dengan pemberian kredit oleh bank yang bersangkutan
3
. Prosedur pemberian kredit yang baik diperlukan untuk menyakinkan
kesesuaian praktek perkreditan dengan kebijakan perkreditan bank. Dengan adanya prosedur pemberian kredit yang baik diharapkan terjadinya praktek-
praktek perkreditan yang tidak sehat dapat dihindari. Kebijakan dan prosedur kredit diterapkan untuk mengarahkan pada tercapainya tujuan-tujuan suatu usaha.
Setiap tahapan proses pemberian kredit harus senantiasa dilaksanakan dengan menerapkan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati- hatian tersebut tercermin dalam
kebijakan pokok perkreditan, tata cara penilaian kualitas kredit, profesionalisme dan integritas pejabat perkreditan. Kebijakan pokok pemberian kredit meliputi
pokok-pokok pengaturan tata cara pemberian kredit yang sehat. Prosedur dalam perkreditan dimulai dari adanya pengajuan permohonan
kredit dari masyarakat, proses analisis kredit, proses pencairan kredit, sampai dengan proses umpan balik pelaksanaan kredit, konsep prosedur dan kebijakan
kredit ini mengikuti alur proses kredit itu sendiri maka harus didukung dengan
3
Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, cetakan II, Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2006, hlm.66.
prinsip kehati- hatian dalam penyaluran kredit kepada masyarakat dan diharapkan tidak menimbulkan kredit bermasalah dikemudian hari dengan baik. Adapun
analisis yang digunakan oleh bank terhadap calon debitur yaitu dengan menggunakan prinsip yang telah dikenal dalam dunia perbankan sebagai Prinsip 5
C. Prinsip 5 C terdiri dari character, capital, capacity, collateral dan condition of economy.
Dana perkreditan dalam proses pembangunan mempunyai kedudukan yang cukup penting, sehingga harus ada suatu bentuk perlindungan melalui suatu
lembaga hak jaminan yang dapat memberikan kepastian hukum bagi para pihak yang berkepentingan. Salah satu bentuk pengamanan kredit dalam praktek
perbankan dilakukan dengan pengikatan jaminan. Bentuk jaminan yang paling banyak digunakan sebagai agunan dalam perjanjian kredit bank adalah hak atas
tanah, baik dengan status hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan maupun hak pakai.
Bank di dalam memberikan kreditnya kepada debitur yang menggunakan jaminan diwajibkan untuk menggunakan prinsip kepercayaan serta menerapkan
dan mengutamakan prinsip kehati-hatian. Prinsip kehati-hatian prudential banking merupakan salah satu prinsip yang harus ada di dalam setiap bank, baik
yang beroperasi secara konvensional maupun syari’ah. Prinsip kehati-hatian ini adalah suatu asas atau prinsip yang menyatakan bahwa bank di dalam
menjalankan fungsi dan kegiatan utamanya wajib bersikap hati-hati prudent dalam rangka melindungi dana masyarakat yang dipercayakan kepadanya
4
. Bank di dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam posisinya sebagai
kreditur, diharuskan juga menjalankan perannya tersebut dengan berdasarkan suatu kebijaksanaan untuk selalu tetap memelihara keseimbangan yang tepat
antara keinginan untuk memperoleh keuntungan dalam bentuk bunga dengan tujuan likuiditas dan solvabilitas. Likuiditas disini adalah kemampuan bank
tersebut di dalam menjamin terbayarnya hutang-hutang jangka pendeknya, sedangkan solvabilitas adalah kemampuan untuk melunasi semua hutang-
4
Rachmadi Usman, Aspek-Aspek Hukum Perbankan Di Indonesia, cetakan kedua, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003, hlm. 18.
hutangnya dimana solvabilitas bank juga tergantung pada solvabilitas masing- masing nasabahnya. Untuk menjaga solvabilitas bank, maka bank dituntut kehati-
hatiannya dalam memberikan kredit kepada nasabahnya, dan menyelidiki terlebih dahulu apaskah si calon debitur itu sungguh-sungguh dapat dipercaya dan dapat
diandalkan bank able.
B. Identifikasi Masalah