Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Prinsip ekonomi Islam di kenal sebagai prinsip ekonomi yang berbasis syariah dimana dalam prinsip ekonomi tersebut, Islam secara terang membebaskan diri dari hal-hal yang bersifat ribawi. Dalam prinsip ekonomi syariah terdapat beberapa instrument ekonomi untuk membantu kepentingan sosial seperti, pemanfaatan dana zakat, infaq, maupun sedekah untuk membiayai kesejahteraan umat. Menurut Yusuf Al- Qaradhawi, “Zakat adalah bagian tertentu dari harta yang diwajibkan Allah SWT untuk diberikan kepada orang yang berhak. ” 1 Bahkan dalam instrument ekonomi seperti zakat memiliki potensi besar apabila dapat dikelola secara baik oleh pemerintah, dimana di dalam zakat itu sendiri adalah sejumlah uang ataupun dana yang di keluarkan orang yang memiliki perekonomian berkecukupan dan memenuhi syarat tertentu, disalurkan untuk golongan orang tertentu dan digunakan untuk kepentingan umat. Hal ini menjadikan potensi besar apabila di terapkan di Indonesia mengingat sebagian besar masyarakat Indonesia bergama islam dan ini dapat di jadikan alternatif Pemerintah untuk melaksanakan pemerataan kesejahteraan pada tiap lapisan masyarakat. “Pendayagunaan harta produktif untuk konteks pada zaman sekarang sangatlah diperlukan, karena dengan pendayagunaan harta zakat secara produktif tersebut yang diterima oleh mustahiq tidak habis begitu saja, akan tetapi bisa dikembangkan sesuai dengan kehendak dan tujuan zakat itu sendiri, yaitu menghilangkan kemiskinan dan mensejahterakan bagi kaum miskin dengan harapan secara 1 Mujahidin Akhmad. Ekonomi Islam sejarah, Konsep, Instrumen, Negera dan Pasar .Jakarta, PT. Rajawali Pers.2013, h. 68 2 bertahap mereka tidak selamanya menjadi mustahiq melainkan akan mejadi muzakki ” 2 Para ahli menyimpulkan bahwa ada tiga penyebab kemiskinan yaitu karena keterbatasan sumber daya yang dimiliki, kedua adalah akibat rendahnya kualitas sumber daya manusia, ketiga adalah kurangnya akses modal yang menyebabkan kurang berkembangnya usaha yang dijalankan dan rendahnya tingkat produksi baik barang maupun jasa. Ketiga penyebab kemiskinan tersebut merupakan tugas semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat dalam upaya mengentaskan kemiskinan. “ Adapun pemanfaatan dana zakat dapat dikatagorikn sebagai berikut: 1. Pendayagunaan yang konsumtif dan tradisional sifatnya dalam kategori ini penyaluran diberikan kepada orang yang berhak menerimanya untuk dimanfaatkan langsung oleh yang berangkutan seperti: zakat fitrah yang diberkan kepada fakir miskin untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari atau zakat harta yang diberikan kepada korban bencana alam. 2. Pendayagunaan yang konsumtif kreatif, maksudnya penyaluran dalam bentuk alat-alat sekolah atau beasiswa dan lain-lain. 3. Pendayagunaan produktif tradisional, maksudnya penyaluran dalam bentuk barang-barang produktif, misalnya kambing, sapi, mesin jahit, alat-alat pertukangan, dan sebagainya. Tujuan dari kategori ini adalah untuk menciptakan suatu usaha atau memberikan lapangan kerja bagi fakir miskin. 4. Pendayagunaan produktif kreatif, pendayagunaan ini diwujudkan dalam bentuk modal yang dapat dipergunakan baik untuk membangun sebuah proyek social maupun untuk membantu atau menambah modal seorang pedagang atau pengusaha kecil ”. 3 “Dilema ekonomi yang diharapkan oleh masyarakat kapitalis modern bermuara pada tiga kombinasi kekuatan pokok, cita rasa borjuis, perpolitikan demokrasi dan etos individualis ”. 4 2 Mu’inan Rifi, Potensi Zakat dari konsumtif-kariatif ke produktif-berdayagunaPerspektif Hukum Islam, Yogyakarta, Citra Pustaka, 2011 h. 142 3 . M. Daud Ali, “Sistem Ekonomi Islam Zakat dan Wakaf” Jakarta: UI Press, 1988, h. 62-63 4 Daniel Bell, The Cultural Contradiction of Capitalis, London: Heinemann, 1976, h. 80 3 Prinsip yang ditanamkan dalam sistem ekonomi Islam yaitu; 1. Tauhid, melahirkan tanggung jawab penuh kepada Allah dalam berekonomi, serta memahi ekonomi sebagai perintah ibadah. 2. Khalifah, kesadaran sebagai wakil Allah dimuka bumi melahirkan sikap, ekonomi yang benar sesuai dengan tuntunan syar’i, berekonomi semata- mata untuk kemaslahatan umat manusia, dan berupaya mewujudkan keadilan dan kesejahteraan umat manusia. ” 5 Allah SWT Firman : ” Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka Q.S. At- Taubah : 103 ” 6 Adapun dalam konsep Islam, zakat dikenakan apabila terpenuhi dua hal: Nisab batas minimal harta yang menjadi obyek zakat, yaitu setara 96 gram emas dan haul batas minimal waktu harta dimiliki yaitu satu tahun. Sedangkan memberikan sedekah dijalan Allah meliputi semua usaha kebaikan untuk kemaslahatan umum atau untuk menghindarkan segala bentuk kejahatan, kesulitan umum, seperti persediaan perlengkapan pertahanan, membangun madrasah, dan sebagainya yang membawa manfaat dan kebaikannya berguna untuk umat rakyat. 7 Allah berfirman ; 5 Abdul Ghofur Ruslan, Konsep Distribusi dalam Ekonomi Islam, Yogyakarta, Pustaka Pelajar 2013, h. 65 6 Kementerian Agama RI. 2013. Al Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: CV. Aneka Ilmu, 2013 ,h.184 7 Rasjid Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung, Sinar baru Algensindo, 2012, h, 214 4 Artinya: “ Sesungguhnya orang-orang yang beriman, mengerjakan amal saleh, mendirikan sembahyang dan menunaikan zakat, mereka mendapat pahala di sisi Tuhannya. Tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak pula mereka bersedih hati. Q.S. Al-Baqarh:277 ” 8 . Landasan Yudisial yang kuat dari negara dan pemerintah ajaran Islam dapat berjalan secara optimal, dengan runtuhnya Khilafah Islamiyah, secara otomatis penopang tegaknya ajaran Islam termasuk zakat tidak ada lagi, karena tidak ada lagi yang mampu mengatur masyarakat untuk menjalankan kewajiban agama secara optimal. Sebaliknya tidak sedikit undang-undang-undang zakat yang mandul. Nabi Muhammad saw: Artinya “Islam itu bersaksi bahwa tiada tuhan selain Allah dan sesungguhnya Muhammad itu utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, puasa bulan ramadhan dan menunaikan haji jika mampu. ” HR. Muslim 9 “ Ibrahim Ibrahim Hilal berpendapat bahwa Padahal, dalam hubungannya dengan lembaga kekuasaan, zakat merupakan keputusan sosial dan politik sekaligus ”. 10 8 Kementerian Agama RI. Al Qur’an dan Terjemahannya. Jakarta: CV. Aneka Ilmu, 2013,h.34 9 Muslim, Imam tt, Shahih Muslim Juz I. Syirkah Ma’arif Lithob’i Wannasyr, Bandung,1998,h.23 10 Mujahidin Akhmad, Ekonomi Islam Sejarah,Konsep, Instrumen, Negara dan Pasar, Jakarta, RajaGrafindo Persada, 2013, h. 79 5 Zakat produktif adalah zakat yang dikelola dengan cara produktif, yang dilakukan dengan cara pemberian modal usaha kepada para fakir dan miskin sebagai penerima zakat dan kemudian dikembangkan, untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka untuk masa yang akan datang. Berbeda dengan zakat konsumtif yaitu penyaluran zakat berbentuk pemberian dana langsung berupa santunan sebagai bentuk pemenuhan kebutuhan pokok penerima mustahik seperti untuk makan, pakaian, biaya sekolah dan lain-lain. 11 Pendayagunaan zakat produktif sangat efektif dalam memberantas kemiskinan. Dan jika dilihat dari tujuan utama adanya perintah zakat itu sendiri, maka bisa dipastikan bahwa zakat secara produktif inilah yang dikehendaki Islam, karena lebih sesuai dengan ruh perintah zakat yang ingin mengentaskan seseorang dari keterpurukan ekonomi. Zakat produktif yaitu zakat yang diberikan kepada mustahik sebagai modal untuk menjalankan suatu kegiatan ekonomi yaitu untuk menumbuhkembangkan tingkat ekonomi dan potensi produktivitas mustahik. 12 Dalam pendistribusian dana zakat produktif dibagi menjadi dua bagian yaitu produktif konvensional dan produktif kreatif. Pendistribusian zakat secara produktif konvensional adalah zakat yang diberikan dalam bentuk barang-barang produktif, di mana dengan menggunakan barang-barang tersebut, para pemberi zakat muzakki dapat menciptakan suatu usaha, seperti pemberian bantuan ternak kambing, sapi perahan atau untuk membajak sawah, alat pertukangan, mesin jahit. Sedangkan pendistribusian zakat secara produktif kreatif adalah zakat yang diwujudkan dalam bentuk pemberian modal bergulir, baik untuk pemodalan proyek sosial, seperti pembangunan sosial, seperti pembangunan sekolah, sarana kesehatan atau tempat ibadah maupun sebagai modal usaha untuk membantu atau bagi pengembangan usaha para pedagang atau pengusaha kecil. 13 Peran Zakat produktif dalam Pengentasan Kemiskinan adalah bahwa aliran dana zakat secara produktif dapat dikembangkan oleh penerima zakat untuk kemandirian 11 Asnainu,. Zakat Produktif dalam Perspektif Islam, Bengkulu: Pustaka Pelajar 2008, h.187 12 Qadir, A. Zakat dalam Dimensi Mahdah dan Sosial .Jakarta: Raja Grafindo Persada.1998, h.167 13 Ibid, h.169 6 mereka. Pemberian zakat produktif lebih jauh lagi diharapkan dapat memutus lingkaran kemiskinan, dimana hal tersebut terjadi karena rendahnya tingkat kesejahteraan karena produktivitas dalam menghasilkan nilai tambah yang rendah. Produktivitas sangat erat kaitannya dengan modal, akses pasar dan kualitas sumberdaya manusia, yang menjadi tumpuan dalam pengelolaan dana zakat adalah untuk memotong keterbatasan modal dan kualitas sumberdaya manusia yang kurang memadai. 14 Dana zakat yang dikumpulkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan lahir batin masyarakat seperti sarana ibadah, pendidikan, kesehatan, pelayanan sosial dan ekonomi Proyek-proyek tersebut di atas dilaksanakan sesuai dengan urutan prioritas dan alternatif yang paling memungkinkan bagi penggunaan dana zakat. 15 Program pemberdayaan dana zakat pada BAZNAS Kabupaten OKU Timur melalui: 16 1. Program Bedah rumah 2013 2. Program Zakat Produktif Kreatif Bergulir 2014 3. Program Zakat Langsung Tunai ZLT 1000 fakir miskin 2015 4. Program zakat produktif bagi usaha mikro 2016 Dengan pemberdayaan zakat tersebut peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di BAZNAS Kabupaten OKU Timur Provinsi Sumatera Selatan. Dari data pra survey yang peneliti lakukan pada BAZNAS Kabupaten OKU Timur, pada akhir tahun 2015, maka diperoleh data rekapitulasi penerimaan dan pengeluaran berdasarkan laporan pengurus per 31 Desember 2015, adalah : 14 Mannan, M. A. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Dana Bhakti Wakaf. Yogyakarta, 1997, h.23 15 Anshori, Abdul Ghofur.. Hukum dan Pemberdayaan Zakat: Upaya Sinergis Wajib Pajak di Indonesia. Yogyakarta: Pilar Media ANGGOTA IKAPI, 2006. h. 54 16 Dokumen BAZNAS Kabupaten OKU Timur. 7 Tabel 1.1 Rekapitulasi Penerimaan BAZNAS OKU Timur 17 No. Uraian Jumlah Rp 1 2 3 1. Penerimaan 168.892.240 2. Pengeluaran 128.431.282 3. Sisa bulan ini 40.460.958 4. Sisa bulan lalu 898.296.500 5. Sisa seluruhnya 938.757.458 Sembilan Ratus Tiga Puluh Delapan Juta Tujuh Ratus Limapuluh Tujuh Ribu Empat Ratus Limapuluh Delkapan Rupiah Sumber: BAZNAS OKU Timur Dari rekap penerimaan BAZNAS Kabupaten OKU Timur yang setiap bulan lebih kurang sebesar Rp. 168.892.240,00 di himpun dari Dinas, Badan, Kantor, BUMN, BUMD, dan Kecamatan yang telah menyampaikan zakatnya pada bulan Desember 2015. Dari jumlah tersebut disalurkan sesuai dengan golongan Asnaf yang berhak menerimanya selama bulan Desember 2015 sebesar Rp.128.431.281,00, dengan perincian per asnaf sebagai berikut; Tabel 1.2 Rekapitulasi Penyaluran Dana BAZNAS OKU Timur 18 No. Golongan Asnab Jumlah Rp Sumber Dana 1 2 3 4 1. Fakir Miskin 13.450.000 Zakat 2. Mu’allaf 600.000 Zakat 3. Gharim - - 4. Fisabilillah 77.113.752 Zakat 5. Ibnu Sabil 800.000 Zakat 6. Amil 21.467.530 Zakat 7. Yatim Piatu 15.000.000 Infaq JUMLAH 128.431.282 Sumber: BAZNAS OKU Timur 17 Hamdi M. Adil . Laporan Akhir Tahun BAZNAS OKU Timur, 2015, h. 5 18 Ibid, h. 5 8 Adapun sumber dana zakat produktif pada BAZNAS Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur berasal dari Pegawai Negeri Sipil PNS Pemerintah Daerah di Kabupaten OKU Timur yang bertugas pada , Dinas, Badan, Kantor, BUMN, BUMD, dan Kecamatan serta sumber lainnya sebanyak ; 1. Pengawai Negeri Sipil PNS sebanyak 90 2. Sumber lainnya yang halal sebanyak 10 Masih banyak hambatan dan halangan dalam proses aplikasi, adapaun hambatan dalam proses tersebut adalah: 1. Pemahaman zakat masyarakat yang masih minim 2. Konsepsi fikih zakat yang belum sempurna 3. Benturan kepentingan 4. Hambatan politis 5. Sikap kurang percaya dari masyarakat 6. Sikap tradisionalis masyarakat Indonesia yang masih kuat memberikan zakat bukan pada mustahiknya 19 . Zakat dapat membantu memberantas tingkat kemiskinan apabila didayagunakan kepada yang berhak, bukan sekedar sebagai bantuan konsumtif, melainkan juga produktif selama tidak menyimpang tuntunan syariat Islam. Karena menurut Abdul Qodir “Ada dua penyebab seseorang atau kelompok orang masuk kedalam kemiskinan yaitu faktor internal dan faktor eksternal.” 20 “Integrasi zakat dalam menentukan kebijakan ekonomi nasional sangatlah diperlukan. Apalagi secara teoritis, aplikasi zakat dalam kehidupan perekonomian 19 Mohammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam-Zakat dan wakaf, Jakarta, UI Press, 1998, h. 53-56 20 Al Arif M. Nur Rianto. Pengantar Ekonomi Syariah Teori dan Praktik, Bandung, Pustaka Setia, 2015, h. 295 9 akan memberikan sejumlah implikasi penting, ada tiga sektor penting dalam perekonomian menurut al- Qur’an, yaitu: 21 a. Sektor riil al-bai, yaitu bisnis dan perdagangan. b. Sektor keuangan atau moneter, yang diindikasikan oleh larangan riba. c. Zakat, infak dan sedekah ZIS.” Sedangkan upaya penanggulangan kemiskinan menurut Undang Undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas ditempuh melalui dua strategi utama. Pertama melindungi keluarga dan kelompok masyarakat yang mengalami kemiskinan sementara. Kedua, membantu masyarakat yang mengalami kemiskinan kronis dengan memberdayakan dan mencegah terjadinya kemiskinan baru. Strategi tersebut selanjutnya dituangkan dalam tiga program yang langsung diarahkan pada penduduk miskin yaitu: 22 1. Penyediaan Kebutuhan Pokok; 2. Pengembangan Sistem Jaminan Sosial; dan 3. Pengembangan Budaya Usaha Masyarakat Miskin. Zakat modal perekonomian umat islam yang tak pernah habis, zakat seharusnya jangan habis dibagikan dalam seketika musim itu, zakat hendaknya didayagunakan dalam bentuk usaha-usaha yang produktif yang dapat mengarah kepada kewirausahaan. Menurut Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah UMKM : Pengertian UMKM adalah; 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 21 . Indonesia Zakat Development Report, 2011, Kajian Empiris Peran Zakat Dalam Pengentasan kemiskinan,Ciputat, Indonesia Magnificence of Zakat IMZ,hlm.9 22 Remi, Sutyastie Soemitro dan Prijono Tjiptoherijanto. Kemiskinan dan Ketidakmerataan di Indonesia. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta.2002, h.29 10 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukanoleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan usaha kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 23 Usaha Mikro Kecil dan Menengah memegang peran usaha yang sangat penting Peran usaha mikro kecil dan menengah UMKM dalam perekonomian Indonesia paling tidak dapat dilihat dari: . 24 1. kedudukannya sebagai pemain utama dalam kegiatan ekonomi di berbagai sektor; 2. penyedia lapangan kerja yang terbesar; pemain penting dalam pengembangan kegiatan ekonomi lokal dan pemberdayaan masyarakat; 3. pencipta pasar baru dan sumber inovasi; serta 4. sumbangannya dalam menjaga neraca pembayaran melalui kegiatan ekspor. Peran koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sangat strategis dalam perekonomian nasional, sehingga perlu menjadi fokus pembangunan ekonomi nasional pada masa mendatang . Zimerer mengemukakan beberapa karakteristik seorang usaha mikro kecil yang berhasil, diantaranya: 25 1. Proaktif, yaitu berinisiatif serta tegas dalam mengambil tindakan dan keputusan. 2. Berorientasi pada prestasi yang tercermin dalam pandangan dan tindakan terhadap peluang, orientasi efisiensi, mengutamakan kualitas pekerjaan, penuh perencanaan, dan mengutamakan pengawasan. 3. Memiliki komitmen yang kuat kepada orang lain, misalnya dalam mengadakan kontrak dan hubungan kerjasama. Selain itu penerapan analisis kelayakan usaha didasarkan atas kondisi perekonomian usaha dan kepercayaan, sehingga tidak cukup untuk memenuhi kriteria kelayakan usaha bahwa kriteria pembiayaan, yaitu 1 Prinsip 23 Undang-Undang Rebuplik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008, tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah, pasal 1 h, 2 24 Kwartono, M, Analisis Usaha Kecil dan Menengah, Andi Offset, Yogyakarta, 2007, h. 143 25 Suryana. Kewirausahaan, Pedoman Praktis: Kiat dan Proses Menuju Sukses. Jakarta: Salemba Empat, 2009, h. 26 11 Kepercayaan, 2 Prinsip Kehati-hatian, 3 Prinsip 5C yang meliputi Character Kepribadian, Capacity Kemampuan, Capital Modal, Conditions of Economy Kondisi Ekonomi, Collateral Agunan, kemudian 4 Prinsip 7P yang meliputi Personality, Party, Purpose, Prospect, Payment, Profitability, dan Protection. 26 Peta yang didapatkan akan diklasifikasikan menjadi tiga kriteria kebijakan pro- poor kebijakan propoor adalah kebijakan yang meningkatkan pertumbuhan ekonomi di mana pertumbuhan ekonomi tersebut dapat mengurangi angka kemiskinan. Sesuai dengan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2010, yaitu: 27 a. Penanggulangan kemiskinanberbasis keluarga b. Penanggulangan kemiskinan berbasis pemberdayaan masyarakat c. Penanggulangan kemiskinan berbasis pengembangan usaha mikro, kecil dan menengah. Kemiskinan adalah suatu keadaan dimana seseorang tidak mampu mencapai salah satu tujuannya atau lebih, tujuan-tujuan yang dimaksud di sini tentunya dapat diinterpretasikan sesuai persepsi seseorang. Dengan demikian, kemiskinan dapat diartikan berdasarkan kondisi seseorang dalam mencapai tujuan-tujuan yang diinginkan. Di lain pihak Friedmann, mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidaksamaan kesempatan untuk mengakumulasikan basis kekuatan sosial. Basis kekuatan sosial meliputi modal yang produktif atau asset misalnya, tanah, perumahan, peralatan, kesehatan dan lain-lain; sumber-sumber keuangan income dan kredit yang memadai; organisasi sosial dan politik yang dapat digunakan 26 Antonio, Muhammad Syafi‟ i. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Jakarta: Gema Insan Press 2001, h. 237 27 Anonim. 2010. Intruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2010 tentang Program Pembangunan yang Berkeadilan. 12 untuk mencapai kepentingan bersama partai politik, sindikat, koperasi dan lain-lain; jaringan sosial untuk memperoleh pekerjaan, barang-barang dan lain-lain; pengetahuan dan keterampilan yang memadai dan informasi yang berguna untuk memajukan kehidupan. “Miskin adalah orang yang memiliki harta namun tidak mencukupinya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. ” 28 Sehingga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seseorang diharuskan bekerja keras, dengan bekerja keras diharapkan bisa merubah nasib kita. Allah berfirman dalam Al- Qur’an Surat Ar-Ra’d ayat ; 11 berbunyi: Artinya: “ Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri”. 29 Berdasarkan uraian diatas, maka saya terdorong untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengelolaan Zakat Produktif Pada Bidang Usaha Mikro Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Dalam Perspektif Ekonomi Islam Pada Badan Amil Zakat Nasional di Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur ”

B. Identifikasi dan Batasan Masalah

Dokumen yang terkait

Strategi pengelolaan zakat produktif pada Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) Kota Mojokerto dalam meningkatkan kesejahteraan mustahik.

2 12 116

PENGARUH ZAKAT PRODUKTIF TERHADAP PERTUMBUHAN USAHA MIKRO DAN KESEJAHTERAAN MUSTAHIK PADA BADAN AMIL ZAKAT KOTA PASURUAN JAWA TIMUR

0 2 176

Pengelolaan Zakat Produktif pada Bidang Usaha Mikro Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Dalam Perspektif Ekonomi Islam : Studi Pada Badan Amil Zakat Nasional di Kab. Ogan Komering Ulu Timur - Raden Intan Repository

0 0 13

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Pengelolaan Zakat Produktif pada Bidang Usaha Mikro Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Dalam Perspektif Ekonomi Islam : Studi Pada Badan Amil Zakat Nasional di Kab. Ogan Komering Ulu Timur - Raden Intan Repo

0 0 32

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG ZAKAT PRODUKTIF A. Pengelolaan Zakat 1. Pengertian dan Dasar Hukum Zakat a. Pengertian - Pengelolaan Zakat Produktif pada Bidang Usaha Mikro Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Dalam Perspektif Ekonomi Islam : Studi Pada Bada

0 0 59

BAB III PENYAJIAN DATA - Pengelolaan Zakat Produktif pada Bidang Usaha Mikro Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Dalam Perspektif Ekonomi Islam : Studi Pada Badan Amil Zakat Nasional di Kab. Ogan Komering Ulu Timur - Raden Intan Repository

0 0 14

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN ZAKAT PRODUKTIF OLEH BAZNAS OKU TIMUR PADA BIDANG USAHA MIKRO DAN UPAYA PENGENTASAN KEMISKINAN DALAM PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM - Pengelolaan Zakat Produktif pada Bidang Usaha Mikro Sebagai Upaya Pengentasan Kemiskinan Dalam Pers

0 0 36

Penyalagunaan Zakat Produktif dalam Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Pada Badan Amil Zakat Daerah Kabupaten Gowa) - Repositori UIN Alauddin Makassar

0 1 101

ANALISA PENGELOLAAN ZAKAT MAL DI BADAN AMIL ZAKAT (BAZNAS) KABUPATEN OGAN ILIR -

0 2 32

ANALISIS PENGELOLAAN ZAKAT PRODUKTIF di Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) DEMAK TAHUN 2016 - Unissula Repository

0 5 18