Erlin Herliana, 2014 Strategi Berbahasa Pada Anak Autis Di SLB Abcde Lob
Universitas Pendidikan Indonesia
|
repository.upi.edu |
perpustakaan.upi.edu
Strategi
Tabel  diatas  terdapat  penutur  siapa  yang  menuturkan,  tuturan  bentuk bahasa, maksud pesan yang disampaikan, cara apakah dengan cara verbal atau
non-verbal,  komunikan  mitra  tutur  dan  bentuk  strategi  termasuk  strategi  apa berdasarkan tuturan.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam  penelitian  ini,  peneliti  akan  menggunakan  teknik  pengumpulan data,  yakni  observasi.  Observasi  merupakan  alat  yang  langsung  untuk  meneliti
bermacam-macam  gejala.  Banyak  aspek-aspek  tingkah  laku  manusia  yang  dapat diamati  melalui  observasi  langsung  Narbuko,  2010:  76.  Observasi  ini  dalam
penelitian  ini  disebut  sebagai  observasi  pastisipasi  partisipan.  Hal  itu  berarti peneliti  mempelajari  masalah  bahasa  yang  terjadi  pada    penderita  autis  dan
menjadi  bagian  dari  anggota  kelompok  anak  autis  tersebut.  Dalam  observasi pengumpulan data, peneliti akan memakai sistem simak, libat, dan catat. Peneliti
akan menyimak segala tingkah laku pada saat anak berbahasa.
G. Teknik Pengolahan Data
Pengolahan  data  penelitian  ini  akan  dilakukan  melalui  teori  yang dikembangkan  melalui  teori  psikolinguistik.  Data  diolah  berdasarkan  klasifikasi
bentuk verbal. Adapun uraian langkah-langkahnya sebagai berikut. 1.
Data dideskripsikan melalui bentuk verbal tuturan anak autis. 2.
Wujud verbal diidentifikasi berdasarkan kartu data untuk menentukan fungsi bahasa.
3. Wujud verbal diidentifikasi berdasarkan kartu data untuk menentukan strategi
kebahasaan. 4.
Data akan disimpulkan yang berdasarkan hasil temuan penelitian.
Erlin Herliana, 2014 Strategi Berbahasa Pada Anak Autis Di SLB Abcde Lob
Universitas Pendidikan Indonesia
| repository.upi.edu
| perpustakaan.upi.edu
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berbahasa  dapat  dikatakan  sebagai  aktivitas  komunikasi  antara  penutur dan  mitra  tutur.  Sebagian  besar  dari  mereka  dapat  berbicara,  namun  tidak  dapat
menggunakan  kemampuan  bahasanya  dalam  berkomunikasi  dengan  baik. Berkaitan  dengan  hal  tersebut,  pada  saat  penderita  autis  berbahasa  dalam
berkomunikasi  akan  menjadi  acuan  utama  penelitian  ini  untuk  mencari  tahu keberadaan  komunikasi  verbal  dan  non-verbal.  Data  diambil  dari  tiga  sumber
anak  yang  menderita  autis  usia  7,  8,  dan  9,  dua  anak  tergolong  low  functioning autism
An.B  dan  An.L  satu  anak  tergolong  high  functioning  autism  An.A. Berdasarkan  hasil  pembahasan  penelitian  dalam  skripsi  ini,  maka  dapat  diambil
kesimpulan sebagai berikut. 1.
Wujud  verbal  yang  terbentuk  pada  anak  autis  usia  7-9  tahun  terdapat  kata, klausa, dan kalimat. Wujud kata, seperti hoyong mau, kue, mas, bu. Wujud
klausa, seperti hoyong cokelat silver queen mau cokelat silver queen. Wujud kalimat, seperti sudah, atos sudah. Dapat disimpulkan bahwa wujud verbal
yang  sering  dituturkan  oleh  anak  autis  berupa  kata.  Setiap  tuturan  yang dibarengi dengan bentuk perilaku anak autis merupakan penegasan pesan dan
penekanan  pada  pesan  verbal  jika  maksud  tuturan  verbal  itu  sendiri  tidak dimengerti. Seperti pada anak yang bernama Byan, ketika anak tersebut ingin
meminta nilai pada  gurunya, ia bertutur “udah udah” sambil menyodorkan buku.  Bentuk  bahasa  tubuh  „menyodorkan  buku‟  tersebut  merupakan
penegasan  maksud  dan  memberikan  penekanan  pada  pesan  verbal  yang dituturkan anak tersebut.
2. Fungsi  bahasa menjadi  ciri  khas  anak  autis  dalam  berbahasa.  Dalam  fungsi
bahasa,  terdapat  lima  fungsi  bahasa.  Fungsi  tersebut  yaitu  fungsi instrumental,  fungsi  interaksional,  fungsi  personal,  fungsi  imajinatif,  fungsi