STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK AUTIS DI SLB AUTISMA YOGASMARA, SEMARANG

STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK AUTIS DI SLB AUTISMA YOGASMARA, SEMARANG SKRIPSI

Diajukan guna memenuhi syarat Studi Strata-1 untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan

Oleh :

Nama

: TITI IVONY

: Pendidikan Non Formal

PENDIDIKAN NON FORMAL FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2016

MOTTO DAN PERSEMBAHAN MOTTO

1. Belajarlah mengalah sampai tak seorangpun bisa mengalahkanmu, belajarlah merendah sampai tak seorangpun yang bisa merendahkanmu (Gobind Vashdev)

2. Allah akan menolong seorang hamba, selama hamba itu senantiasa menolong saudaranya (HR.Muslim)

PERSEMBAHAN

1. Almarhumah Ibu tersayang, bapak Kasmuri, kedua adik saya tercinta Ahmad Sukri M. Dan Muhammad Nassir, serta saudara-saudara saya yang telah memberikan semangat dan mendoakan saya

2. Sahabat-sahabat saya Adi, Niken dan Riyanti, yang selalu memberikan dorongan , dukungan dan semangat

3. Teman-teman seperjuangan PLS 2012 yang tercinta

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi dengan judul “Strategi Pembelajaran Anak Autis di SLB Autisma Yogasmara ”. Penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk memperoleh gelar Sarjana Pendidikan di Jurusan Pendidikan Non Formal, Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih, kepada :

1. Prof. Dr. Fakhruddin, M.Pd, Dekan Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Semarang.

2. Dr. Utsman, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Non Formal, Universitas Negeri Semarang

3. Dra. Liliek Desmawati, M.Pd, dosen pembimbing yang tiada hentinya memberikan arahan, bimbingan dan semangat kepada saya, sehingga penyusunan skripsi bisa berjalan lancar

4. Tim penguji yang telah menguji dan memberikan masukan untuk kesempurnaan skripsi ini

5. Pengajar, pengelola dan orang tua di SLB Autisma Yogasmara yang telah bersedia menjadi subjek dan informan dalam penelitian dalam penyusunan skripsi

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, mengingat segala keterbatasan, kemampuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu kritik dan saran demi perbaikan sangat penulis harapkan . Dengan demikian penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua kalangan pembaca.

Penulis

ABSTRAK

Ivony, Titi. 2016. Strategi Pembelajaran Anak Autis di SLB Autisma Yogasmara. Skripsi program studi Pendidikan Non Formal Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Dra. Liliek Desmawati, M.Pd.

Kata kunci : Strategi Pembelajaran dan Autisme

Strategi pembelajaran yang digunakan ada 4 macam, yaitu SI (Sensori Integrasi), terapi okupasi, terapi bermain dan IP (Intervensi Perilaku).Dalam pelaksanaan strategi pembelajaran terdapat komponen-komponen pembelajaran, dan guna menentukan strategi pembelajaran yang tepat untuk anak berkebutuhan khusus.Permasalahan pada penelitian ini berfokus pada 1) apa itu autis; 2)bagaimana strategi pembelajaran yang digunakan dalam mengajar anak autis; 3)kelebihan dan kekurangan dari strategi yang digunakan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan mengenai autis serta bagaimana strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan kelebihan serta kekurangan dari strategi pembelajaran yang digunakan di SLB Autisma Yogasmara.

Pendekatan penelitian ini adalah kualitatif. Subyek penelitian ini adalah pengajar di SLB Autisma Yogasmara, serta kepala sekolah dan orang tua siswa sebagai pendukung dan pelengkap informan utama. Fokus penelitian ini adalah bagaimana strategi pembelajarn yang digunakan serta kelebihan dan kekurangan dari strategi pembelajaran itu sendiri. Sumber data primer penelitian ini ada 5 orang,yaitu 3 orag subyek utama dan 2 orang informan yang terdiri atas pengajar , kepala sekolah dan orang tua siswa di SLB Autisma Yogasmara, serta data sekunder penelitian ini diperoleh dari pustaka buku, dokumentasi dan internet. Teknik pengumpulan data menggunakan observasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik analisis data melalui reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Teknik keabsahan data melalui pengamatan dan triangulasi sumber.

Hasil penelitian adalah strategi pembelajaran yang digunakan di SLB Autisma Yogasmara ada 4 macam, yaitu SI (Sensori Integrasi), IP (Intervensi Perilaku), Terapi Bermain dan Terapi Okupasi. Kelebihan dari strategi yang digunakan yaitu sudah di sesuaikan dengan kebutuha anak, karena masing-masing anak autis mempunyai kebutuhan yang berbeda-beda pula, dan kekurangan dari strategi yang digunakan adalah masih ada beberapa anak yang kurang menerima strategi yang diberikan dan tingkat fokus anak yang secara tiba-tiba menghilang dan guru harus bisa mengembalikan tingkat fokus anak untuk mengikuti pembelajaran kembali.

Berdasarkan hasil penelitian di atas, disarankan untuk guru lebih menimbulkan kenyamanan anak dalam belajar, supaya fokus anak tidak terpecahkan dan dapat memaksimalkan pendampingan terhadap si anak untuk lebih meningkatkan kemajuan motorik anak.

4.2.3 Evaluasi Kegiatan Belajar Mengajar .................................................... 63

4.3 Kelebihan dan Kekurangan Strategi Pembelajaran di SLB Autisma

Yogasmara ........................................................................................................ 69

4.3.1 Kelebihan Strategi Pembelajaran .......................................................... 69

4.3.2 Kekurangan Strategi Pembelajaran ...................................................... 71

BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan ..................................................................................................... 74

5.2 Saran ............................................................................................................ 75

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 76 LAMPIRAN-LAMPIRAN .............................................................................. 77

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.1 KBM dengan SI (Sensori Integrasi) ........................................... 69 Gambar 4.2 KBM dengan Terapi Bermain .................................................... 70 Gambar 4.3 KBM dengan Terapi Okupasi .................................................... 70 Gambar 4.4 KBM dengan IP (Intervensi Perilaku) ....................................... 71

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat izin penelitian ...................................................................... 78

2. Instrumen wawancara ..................................................................... 79

3. Hasil Wawancara .......................................................................... 85

4. Daftar nama siswa ............................................................................ 106

5. Daftar nama guru ........................................................................... 107

6. Daftar sarana dan prasarana ....................................................... 108

7. Dokumentasi ................................................................................ 109

8. Surat keterangan telah melakukan penelitian .............................. 119

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pendidikan merupakan usaha sadar untuk mewujudkan dan mengembangkan potensi manusia. Fungsi pendidikan itu sendiri untuk mengembangkan kemampuan, membentuk watak serta peradaban yang bermanfaat. Pada dasarnya untuk memajukan pendidikan bukan hanya menjadi tanggung jawab pendidik atau guru di sekolah karena pendidikan tidak ditempuh hanya melalui jalur formal namun juga terdapat pendidikan informal dan Pendidikan non-formal.

Dalam UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003. Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawa b.”

Menurut UUD ’45 Pasal 28B Ayat 2 yaitu “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup , tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskrimina si”.Pasal 28H Ayat 2 menyatakan bahwa “setiap Menurut UUD ’45 Pasal 28B Ayat 2 yaitu “Setiap anak berhak atas kelangsungan hidup , tumbuh dan berkembang, serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskrimina si”.Pasal 28H Ayat 2 menyatakan bahwa “setiap

Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun proses itu dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Rifa ’i Achmad

.2012;157).Menurut Gagne (1981;32) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal peserta didik yang dirncang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar ini dirancang agar memungkinkan peserta didik memproses informasi nyata dalam rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dan peserta didik , atau antar peserta didik.Dalam proses komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal (lisan), dan dapat pula secara nonverbal, seperti penggunaan media komputer dalam pembelajaran. Komunikasi dalam pembelajaran ditujukan untuk membantu proses belajar. Aktivitas komunikasi itu dapat dilakukan secara mandiri, yakni ketika peserta didik melakukan aktivitas belajar mandiri, seperti mengkaji buku, melakukan kegiatan laboratorium, atau menyelesaikan proyek inkuiri, dan dapat pula secara berkelompok seperti halnya proses pembelajaran di kelas (Rifa ’i Achmad.2012;159).

Apabila pembelajaran itu di tinjau dari segi internal dan eksternal maka teori pembelajaran atau instruksional adalah penerapan prinsip-prinsip teori belajar, teori tingkah laku, dan prinsip pengajaran dalam usaha mencapai tujuan Apabila pembelajaran itu di tinjau dari segi internal dan eksternal maka teori pembelajaran atau instruksional adalah penerapan prinsip-prinsip teori belajar, teori tingkah laku, dan prinsip pengajaran dalam usaha mencapai tujuan

Anak autis adalah anak dengan tingkah laku berfokus terhadap dirinya sendiri dan adanya perilaku pengulangan gerak atau tingkah laku yang bersifat monoton (Siegel,B.1996;9). Berdasarkan pendapat tersebut , prevalensi atau munculnya anak autis diperkirakan 10 anak hingga 15 anak autis dari 10.000 anak usia sekolah (Siegel,B.1996;12; Sutadi,1997;13; Widyawati,2001;1). Masih ada hal lain yang berkaitan dengan autisme yang perlu dituntaskan misalnya, minimnya informasi dan persepsi negatif sebagian masyarakat terhadap anak penyandang autis. Padahal dibalik keterbatasan atau hambatan dalam komunikasinya, tidak sdikit anak yang terlahir dengan autisme sesungguhnya memiliki bakat istimewa dan meraih keberhasilan luar biasa di usia dewasa.(Jurnal of Communication Studies ,Vol5, No.1)

Autisme pertama kali dijabarkan oleh Dr.Leo Kanner pada tahun (1943;119) , ia menggambarkannya sebagai gangguan penyempitan daya terima sensori seseorang, termasuk dalam berhubngan dengan orang lain.Batas lingkup autis ternyata sedemikian ekstrem, sehingga mereka tidak dapat melibatkan orang lain selain dirinya sendiri., anak-anak yang diteliti Kanner tidak mau melibatkan diri dalam kehidupan orang lain dan memberontak terhadap siapapun , termasuk orang tuanya sendiri, yang mengusik kehidupannya (Bonnice, Sherry.2009;24- 25).

Para penyandang autis yang bisa berkomunikasi melalui wicara sering dianggap “seperti berkotbah” saat mereka bicara. Subjek pembicaraan mereka Para penyandang autis yang bisa berkomunikasi melalui wicara sering dianggap “seperti berkotbah” saat mereka bicara. Subjek pembicaraan mereka

Sensory intregation dysfunction adalah ketidakmampuan untuk memproses informasi yang diterima melalui indera. Istilah lain yang digunakan adalah sensory intregation disordersatau hendaya intregasi sensoris.Ketidakberfungsian terjadi di dalam sistem saraf pusat yang terdapat dalam kepalayang disebut dengan otak. Akibat ketidakberfungsian integrasi sensoris , seorang anak tidak dapat melakukan respon atau menanggapi informasi sensoris untuk dijadikan sesuatu yang bermakna secara konsisten (Delphie, Bandi.2009;49-50). Kapan saja seorang anak menunjukan masalah tingkah laku seperti tingkah laku menyakiti diri sendiri, agresif, dan tantrum (rewel), menurut perspektif kaum behavioris, selalu di dahului oleh adanya penyebab yang disebut antecedence. Oleh karena itu fokus utamanya adalah menghilangkan atau sekurang-kurangnya mengurangi tingkah laku bermasalah itu, diubah menjadi tingkah laku yang lebih adaptif, agar anak dapat hidup dengan taman sebayanya.

Akademi Neurologi Amerika (American Academy of Neurology) dan Masyarakat Neurologi Anak (Child Neurology Society) menyarankan agar pengamatan perkembangan seyogyanya dilakukan pada saat anak dibawa kontrol ke dokter, sejak usia anak-anak hingga usia sekolah ,dan selanjutnya tidak terikat pada usia bila muncul kekhawatiran yang berkenaan dengan penerimaan sosial, proses belajar, atau perilaku.Children with autism can range from high functioning to nonverbal (Schreibman,1988; international jurnal of special education 2002, Vol 17,No.2)

Etiologi anak autis menurut (Wenar,C & Kerig,P, (2006;141) terbagi atas dua kelompok besar, yaitu faktor biologis dan konteks yang terjadi dalam pikiran diri sendiri. Faktor biologis meliputi faktor lingkungan, faktor genetika, faktor neuropsikologis, penemuan-penemuan neurokemis ,dan penemuan-penemuan neuroanatomis.Konteks yang terjadi dalam diri sendiri meliputi kasih sayang, perkembangan emosi, ekspresi emosional, kerja sama atensi, perkembangan bahasa, pengambilan perspektif, perkembangan kognitif, fungsi-fungsi eksekutif, dan teori berpikir.

Yayasan YOGASMARA adalah salah satu yayasan yang dirancang atau di bentuk dalam rangka membantu anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam belajar, berkomunikasi ataupun melakukan kegiatan sehari-hari. YOGASMARA sendiri lebih fokus terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) Autis yang pada dasarnya anak-anak ini kurang dalam berkomunikasi, bersoisalisasi dan cenderung cuek atau asyik dengan dunia mereka sendiri. Yayasan ini terdapat berbagai macam kegiatan yaitu ,Yogasmara Special Needs School For Autism(Sekolah dengan Yayasan YOGASMARA adalah salah satu yayasan yang dirancang atau di bentuk dalam rangka membantu anak berkebutuhan khusus (ABK) dalam belajar, berkomunikasi ataupun melakukan kegiatan sehari-hari. YOGASMARA sendiri lebih fokus terhadap anak berkebutuhan khusus (ABK) Autis yang pada dasarnya anak-anak ini kurang dalam berkomunikasi, bersoisalisasi dan cenderung cuek atau asyik dengan dunia mereka sendiri. Yayasan ini terdapat berbagai macam kegiatan yaitu ,Yogasmara Special Needs School For Autism(Sekolah dengan

Kegiatan belajar mengajar yang dilakukan di SLB Autisma YOGASMARA menggunakan program individual learning, karena anak autis merupakan tipe anak yang sangat aktif atau asyik dengan dunia mereka sendiri. Sehingga disini saya ingin melakukan penelitian tentang :STRATEGI PEMBELAJARAN ANAK AUTIS DI SLB Autisma YOGASMARA, SEMARAN G”

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.2.1 Bagaimana strategi pembelajaran untuk anak autis di SLB Autisma YOGASMARA ?

1.2.2 Apa saja kelebihan dan kelemahan strategi pembelajaran anak autis di SLB Autisma YOGASMARA ?

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Mendeskripsikan strategi pembelajaran untuk anak autis di SLB Autisma YOGASMARA

1.3.2 mendeskripsikan kelebihan dan kelemahanstrategi pembelajaran anak autis di SLB Autisma YOGASMARA

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Berdasarkan uraian di atas, maka diharapkan penelitian ini memiliki kebermanfaatan.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Secara teoritis penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dari segi wawasan ataupun pengetahuan tentang anak Autis mulai dari definisi anak Autis sampai dengan kelebihan dan kekurangan yang dimiliki anak Autis.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai informasi atau wawasan tambahan dalam mengenal siapakah anak Autis.

1.4.2.2 Penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk acuan bagi pihak sekolah untuk lebih meningkatkan fokus strategi pembelajaran terhadap anak autis

1.4.2.3 Penelitian diharapkan dapat membantu orang tua untuk lebih mengetahui tentang anak Autis, karakteristik serta kelebihan dan kekurangan dalam proses pembelajaran di sekolah

1.5 PENEGASAN ISTILAH

Penegasan istilah dalam penelitian ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam obyek penelitian penelitian penelitian agar tidak adanya penyimpangan. Pada kesempatan ini penulis membatasi ruang lingkup penelitian, yaitu

1.5.1 Anak Autis

Kata Autism berasal dari bahasa Yunani Kuno atau Greek yang berarti selfatau diri sendiri.. Mereka memiliki kecenderungan hidup dalam dunianya sendiri.(Bandi Delphie, 2009;4). Para peneliti beranggapan bahwa kehidupan dalam dunianya sendiri akan berlangsung selama hidupnya. Menurut Ward, A. J (dalam Bandi Delpdi,2009;5) menyatakan bahwa penyandang sindrom autistik usia dini (early infantile autism) dapat terdeteksi melalui suatu diagnosis khusus oleh ahli medis atau psikolog sejak berusia 30 bulan.

Autisme adalah gangguan neurologis dalam perkembangan otak. Gejalanya biasa muncul pada anak-anak yang tampak tumbuh normal,sampai usia antara satu hingga tiga tahun. Penyandang autis biasanya menunjukan ketidakmampuan bergaul, dan ada masalah berimajinasi, kegiatan fisik dan kebahasaan. Beberapa orang penyandang autis berkondisi nonverbal, tetapi yang lain dapat berbicara dan berkomunikasi dengan lebih normal.

1.5.2 Proses Pembelajaran

Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun proses itu dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Perhatian peserta didik dalam pembelajaran ,misalnya dipengaruhi oleh susunan rangsangan yang berasal dari luar. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun proses itu dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Perhatian peserta didik dalam pembelajaran ,misalnya dipengaruhi oleh susunan rangsangan yang berasal dari luar. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi

Pembelajaran yang diidentikan dengan kata “belajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang berarti proses , perbuatan, cara mengajar atau mengajarkan sehingga anak didik mau belajar (Nurhalim,K.2014;25).

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA

2.1 AUTIS

2.1.1 Pengertian Autis

Salah seorang yang pertama mempelajari anak sebagai individu adalah J.A.Comenius , seorang pembaru pendidikan yang terkenal di abad 17. Comenius berpendapat bahwa anak-anak harus dipelajari bukan sebagai embrio orang dewasa melainkan dalam sosok alami anak yang penting untuk memahami kemampuan

bagaimana berhubungan dengannya.(Elizabet B.Hurlock, 1978;2).

Anak Autis merupakan anak dengan hendaya perkembangan atau developmental disorders. Kelainannya sangat mempengaruhi diri anak dalam berbagai

dan pengalaman- pengalamannya.(Siegel,B,1996;9 dalam Pendidikan Anak Autis oleh Bandi Delphie,2009;2).

Kata “Autis” berasal dari bahasa Yunani “Autos ” yang berarti “sendiri”, Autisme pertama kali dijabarkan oleh Dr. Leo Kanner pada tahun 1943, ia menggambarkannya sebagai gangguan penyempitan daya terima sensor seseorang, termasuk dalam berhubungan dengan orang lain. Anak autis mungkin Kata “Autis” berasal dari bahasa Yunani “Autos ” yang berarti “sendiri”, Autisme pertama kali dijabarkan oleh Dr. Leo Kanner pada tahun 1943, ia menggambarkannya sebagai gangguan penyempitan daya terima sensor seseorang, termasuk dalam berhubungan dengan orang lain. Anak autis mungkin

Pemeriksaan Autis pada saat anak sehat kontrol ke dokter, menurut Akademi Neurologi Amerika (American Academy of Neurology) dan Masyarakat Neurologi Anak (Child Neurology Society) menyarankan agar pengamatan perkembangan seyogyanya dilakukan pada saat anak dibawa kontrol ke dokter, sejak usia kanak-kanak hingga usia sekolah , dan selanjutnya tidak terikat pada usia bila muncul kekhawatiran yang berkenaan dengan penerimaan sosial, proses belajar, atau perilaku.(Bonnice, Sherry.2004;20).

Karena tidak ada tes medis yang memastikan suatu diagnosis autisme, anak-anak harus dievaluasi dengan mewawancarai orang tua atau walinya . Evaluasi juga dilakukan melalui pengamatan perilaku dan pertimbangan tahapan- tahapan perkembangan. Biasanya seorang spesialis pendengaran atau wicara akan dilibatkan dalam evaluasi ini. Beberapa tes penyaringan digunakan untuk mencirikan orang-orang penyandang autisme, yaitu sistem penilaian CARS, CHAT dan Kuesioner Penyaringan Autisme.

Kebanyakan penyandang autis tidak memahami apa yang dirasakan orang lain. Mereka tidak mampu mempercayai suatu situasi, dengan kata lain mereka bereaksi terhadap suatu situasi hanya saat situasi itu terjadi, bukan karena mereka mengerti bahwa orang lain mempunyai rencana, pikiran atau pandangan yang dapat berubah dari apa yang tampak benar saat itu.

Autis/autisme adalah gangguan perkembangan saraf yang kompleks dan ditandai dengan kesulitan dalam interaksi sosial, komunikasi dan perilaku terbatas, berulang-ulang dan karakter strereotip. Gejala autis muncul sebelum 3 tahun pertama kelahiran sang anak, tetapi tiap anak gejala autisnya berbeda-beda.

Autisme adalah gangguan neurologis dalam perkembangan otak. Gejalanya biasa muncul pada anak-anak yang tampak tumbuh normal,sampai usia antara satu hingga tiga tahun. Penyandang autis biasanya menunjukan ketidakmampuan bergaul, dan ada masalah berimajinasi, kegiatan fisik dan kebahasaan. Beberapa orang penyandang autis berkondisi nonverbal, tetapi yang lain dapat berbicara dan berkomunikasi dengan lebih normal.

Autisme tidak disebabkan oleh masalah psikologi atau emosi. Autisme adalah gangguan spektrum. Ini berarti penyandangya tidak hanya memiliki gejala- gejala yang berbeda, tetapi intensitasnya juga beragam . Seorang anak mungkin tidak dapat berbicara sama sekali, anak lain mungkin dapat menggunakan satu atau dua kata sekali bicara, sementara anak lainnya lagi mungkin anak normal saat ia berbicara kecuali bentuk bicaranya yang monoton (Bonnice , Sherry.2009;17)

Anak autistik dapat mengenali namanya sendiri, dan dapat mengidentifikasi orang lain melalui namanya. Persoalan muncl pada saat namanya diubah dengan kata ganti orang. Penggunaan kata ganti orang merupakan persoalan perspektif. Penggunaan kata ganti orang secara benar tergantung siapa pembicaraannya dan siapa pendengarnya (Delphie, Bandi. 2009;39).

Berdasarkan laporan dalam International Journal of Special Education (2002,Vol.12,No.2) ,Laughlin menyatakan bahwaanak autistik merupakan anak dengan kelainan khusus yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :

1. Hendaya perilaku yang kompleks dan meluas

2. Kelainan spesifik yang kemunculannya diketahui pertama kali pada usia 3 tahun

3. Anak autis merupakan anak yang berkelainan dengan karekteristik serius terhadap

merespon secara tidak normal,ketrampilan sosialnya mengalami kemunduran , dan ketiadaan motivasi.(Schreibman, 1988 dalam Laughlin, 2002;1).

kemampuan

berbahasa,

Anak autis banyak menunjukan emosi negatif, anak autis juga sangat jarang menunjukan rasa senang secara langsungterhadap pengaruh langsung temannya, seperti memberikan senyum pada orang lain yang menaruh perhatian kepadanya. Jadi, yang hilang pada anak autis adalah emosi yang merupakan salah satu bagian penting dalam interaksi timbal balik (Delphie, Bandi.2009;35).

2.1.2 Penyebab Autis

Autisme tidak disebabkan oleh masalah psikologi atau emosi. Autisme adalah gangguan spektrum. Ini berarti penyandangya tidak hanya memiliki gejala- gejala yang berbeda, tetapi intensitasnya juga beragam . Seorang anak mungkin tidak dapat berbicara sama sekali, anak lain mungkin dapat menggunakan satu atau dua kata sekali bicara, sementara anak lainnya lagi mungkin anak normal saat ia berbicara kecuali bentuk bicaranya yang monoton (Bonnice , Sherry.2009;17)

Para ilmuwan berpikir bahwa ada hubungan genetika dan lingkungan. Mengetahui penyebab pasti dari autisme sangat sulit karena otak manusia sangat rumit,otak mengandung sel saraf lebih dari 100 miliar neuron, setiap neuron mungkin memiliki ratusan atau ribuan sambungan yang membawa pesan ke sel- sel saraf lain di otak dan tubuh . Neurotransmiter menjaga neuron bekerja sebagaimana mestinya, sepertti Anda dapat melihat, merasakan, bergerak, mengingat, emosi pengalaman, berkomunikasi dan melakukan banyak hal penting lainnya.

Secara historis para ahli dan peneliti dalam bidang autisme mengalami kesulitan dalam menentukan seseorang sebagai penyandang autisme atau tidak, pada awalnya diagnosa disandarkan pada ada atau tidaknya gejala, namun saat ini para ahli setuju bahwa autisme merupakan sebuah kontinum. Gejala-gejala autisme dapat dilihat apabila seorang anak memiliki kelemahan di tiga domain tertentu, yaitu sosial, komunikasi, dan tingkah laku yang berulang.

2.1.3 Karakteristik Autis

Menurut B.Delphie,(2009;25).Anak autis merupakan anak dengan hendaya perkembangan atau developmental disorder. Kelainannya sangat mempengaruhi diri anak yang bersangkutan dalam berbagai aspek lingkungan kehidupan dan pengalaman-pengalamannya.

Berdasarkan laporan dalam International Journal of Special Education (2002,Vol.12,No.2) ,Laughlin menyatakan bahwaanak autistik merupakan anak dengan kelainan khusus yang berkaitan dengan hal-hal sebagai berikut :

4. Hendaya perilaku yang kompleks dan meluas

5. Kelainan spesifik yang kemunculannya diketahui pertama kali pada usia 3 tahun

6. Anak autis merupakan anak yang berkelainan dengan karekteristik serius terhadap

merespon secara tidak normal,ketrampilan sosialnya mengalami kemunduran , dan ketiadaan motivasi.(Schreibman, 1988 dalam Laughlin, 2002;1).

kemampuan

berbahasa,

Beberapa atau keseluruhan karakteristik yang disebutkan berikut ini dapat diamati pada penyandang autisme beserta spektrumnya baik dengan kondisi ringan hingga berat sekalipun, diantaranya :

1. Hambatan dalam komunikasi, misal berbicara dan memahami bahasa

2. Kesulitan dalam berhubungan dengan orang lain atau obyek di sekitarnya serta menghubungkan peristiwa-peristiwa yang terjadi.

3. Bermain dengan mainan atau benda-benda lain secara tidak wajar

4. Sulit menerima perubahan pada rutinitas dan lingkungan yang dikenali

5. Gerakan tubuh yang berulang-ulang atau adanya pola-pola perilaku yang tertentu

2.1.4 Jenis Autis

Tidak semua orang autis memiliki gejala-gejala yang sama, dan terdapat perbedaan pada tingkat keseriusannya juga.

2.1.4.1 Fungsi Rendah versus Fungsi Tinggi

Orang autis dengan fungsi rendah bisa menjadi nonverbal total, tidak punya hubungan antarpribadi (bahkan dengan orang tua maupun saudara kandung), dan kemungkinan bersikap menyakiti diri sendiri atau agresif. Mungkin juga ia mengalami cacat mental taraf tertentu atau bermasalah dalam kemampuan membuang hajat dan ketrampilan dasar perawatan.

Di sisi lain terdapat orang-orang autis dengan fungsi tinggi. Orang-orang seperti ini mungkin tidak pernah terdiagnosis autis, tetapi mereka dapat mengalami penderitaan dalam hidupnya berupa kegelisahan, depresi atau masalah obsesif-kompulsif. Meskipun tampak mampu menjalaninya, mereka akan mengalami kesulitan dalam menjalin hubungan , dan pada usia anak-anak sering menjadi korban ejekan, tekanan atau ditinggalkan oleh teman sebaya.

Orang autis fungsi rendah dengan bakat savant (orang yang menunjukan pengetahuan luar biasa, khususnya dalam satu bidang) dan orang autis fungsi tinggi bisa mengalami kemampuan bagus dalam bidang musik, matematika atau penciptaan benda-benda, mereka dapat lebih terampil daripada orang-orang yang tidak autis. Ini mungkin karena mereka dapat sangat fokus pada satu hal dan cara berpikirnya tidak sama dengan orang rata-rata, pada tingkat apapun orang autis sangat jujur, tampaknya mereka memang tidak mampu berbohong.

2.1.4.2 Sindrom Asperger

Gangguan ini termasuk subkategori autisme, sejenis gangguan berat tetapi berkadar sedang. Namun demikian , sindrom Asperger jauh lebih lazim dibandingkan kelainan autis.

Tony Attwood , penulis Asperge r’s Syndrome membuat daftar hendaya-hendaya sosial yang sangat khas terdapat pada anak penyandang sindrom Asperger, berikut ini :

 Ketidakmampuan untuk berinteraksi dengan anak sebaya

 Kehilangan minat berinteraksi dengan teman sebaya

 Kurang dapat menghargai tanda-tanda sosial

 Perilakunya tidak tepat secarasosial dan emosional

Attwood juga membuat daftar perilaku nonverbal berikut ini, yang juga menjadi ciri-ciri kondisi sindrom Asperger :

 Penggunaan gerak gerik yang sangat terbatas

 Behasa tubuh kaku

 Mimik wajah terbatas

 Ungkapan-ungkapan tidak tepat

 Tatapan mata kaku dan khas

Meskipun mengalami kesulitan untuk menjalankan fungsi sosialnya, anak- anak penyandang sindrom Asperger memiliki banyak kemampuan intelektual. Bank ingatan jangka panjangnya sangat besar , mereka dapat mengingat rincian- rincian terkecil tentang bidang-bidang yang diminatinya. Meskipun cenderung mempunyai “pikiran satu jalur” dan cara berpikirnya sering kaku dan todak luwes , anak-anak penyandang sindrom Asperger dinilai memiliki kosa kata yang sangat banyak, oleh dua peneliti Tirosh dan Canby.

Anak-anak penyandang sindrom Asperger juga memiliki daya khayal yang luar biasa. Akan tetapi, sementara anak-anak lain mungkin berlagak menjadi tokoh-tokoh favorit dari cerita dongeng atau acara TV , anak-anak penyandang sindrom Asperger sering berpura-pura menjadi benda mati, bukannya menjadi orang lain atau hewan. Attwood menuturkan “Ada satu anak meluangkan waktu bermenit-menit mengayunkan badan dari kiri ke kanan. Saat ditanya tentang apa yang sedang dilakukannya , ia menjawab “aku adalah pembersih kaca mobil”- benda yang sedang menarik minatnya. Ada anak laki-laki lain menjadi sebuah teko teh, sementara seorang anak perempuan meluangkan waktu berminggu- minggu berpura-pura menjadi sebuah toilet yang tersumba t”.

Sekolah-sekolah cenderung berdasar pada pemikiran verbal, tetapi para penyandang sindrom ini justru memiliki pemikiran verbal yang bagus sekali, meskipun tidak menguntungkan mereka saat berada di sekolah, kelebihan ini membuat mereka sangat mahir bermain catur. Sifat ini, beserta ciri-ciri sindrom Asperger lainnya, juga membantu para penyandang sindrom Asperger sukses dalam bidang seni dan sains.

2.1.4.3 Autis Savant

Orang-orang autis dengan kemampuan savant memiliki kemampuan istimewa dalam bidang tertentu , sehingga mencapai prestasi yang tidak dapat diraih oleh kebanyakan orang. Bidang-bidang ini dapat meliputi matematika, daya ingat, musik atau seni. Presentase savant dikalangan penyandang autis adalah 10 persen, sementara di lingkup masyarakat umum hanya 1 persen. Bila seseorang Orang-orang autis dengan kemampuan savant memiliki kemampuan istimewa dalam bidang tertentu , sehingga mencapai prestasi yang tidak dapat diraih oleh kebanyakan orang. Bidang-bidang ini dapat meliputi matematika, daya ingat, musik atau seni. Presentase savant dikalangan penyandang autis adalah 10 persen, sementara di lingkup masyarakat umum hanya 1 persen. Bila seseorang

2.1.4.4 Ketrampilan Bahasa

Orang tua anak-anak autis regresif biasanya memperhatikan adanya masalah dengan ketrampilan bahasa terlebih dahulu . Anak-anak seperti ini sempat mengembangkan kemampuan bahasa tetapi tampaknya perkembangan itu kemudian mundur. Beberapa anak masih mampu menyimpan beberapa kata, tetapi banyak yang kehilangan seluruh kemampuan verbalnya.

Anak-anak lain dapat tetap terus berkomunikasi tetapi tidak mendapatkan ketrampilan sosial apapun, sementara yang lain sama sekali tidak pernah mendapatkan fungsi kebahasaannya. Diantara dua kelompok ini terdapat orang- orang yang menggunakan bahasa dengan berbagai cara.

Banyak anak autis suka mengulang kata-kata yang didengarnya, kadang secara terus-menerus. Anak autis lain suka mengulang bait lagu atau puisi terus- menerus. Anak autis jarang menggunakan kata “saya” atau “aku” , ada anak autis yang selalu menggunakan diri ibunya setiap kali membutuhkan sesuatu. Waktu ia haus akan berkata “Ibu mau minum”.

Anak-anak autis sering menciptakan cara komunikasi mereka sendiri baik menggunakan satu kata yang memiliki arti satu konsep atau tugas penuh, tau dengan membuat sendiri kata-katanya untuk menyampaikan kebutuhan atau pikiranya. (Bonnice, Sherry.2009;18-20).

2.1.4.5 Fragile – X syndrome

Sindrom ini dapat berpengaruh terhadap terjadinya tuna grahita, demikian pula penyandang kelainan sindrom autistik.Ada dua penelitian yang telah menunjukan bukti bahwa tingkat prevalensi di antara orang tua yang mempunyai anak autistik adalah 2,5% hingga 7% (Bailey, Phillips, dan Rutter, 1996; Hagerman, 1992). Ketidak normalan lain , seperti tuberous sclerosis dan anomalies pada kromosom nomor 15 dapat menjadi penyebab terjadinya penyandang kelainan sindrom autistik. (Delphie, Bandi. 2009;9-10).

2.1.4.6 Rhett;s Disorder atau Gangguan Rhett

Gangguan ini kebanyakan tampak pada wanita (meskipun ada juga pria yang terdiagnosis) yang kehilangan kendali motorik mulai sekitar usia 18 bulan . Masalah lain meliputi ketidakmampuan menggenggam benda di tangan dan kesulitan berjalan tetapi akan berlanjut hingga meliputi kegelisahan, etidakmampuan belajar, perkembangan bahasa yang minim, atau bahkan nol dan tidak mampu bermain pura-pura. (Bonnice, Sherry, 2009;52).

2.1.4.7 Childhood Disintegrative Disorder (CDD)

Gangguan disintegrasi pada masa anak-anak yang merupakan bentuk kemunduran PDD (Pervasive Developmental Disorder) atau gangguan perkembangan pervasiv .Anak yang menyandangnya tampak berkembang normal selama dua tahun pertama tetapi kemudian mulai kehilangan ketrampilan- ketrampilannya setidaknya dalam dua bidang, termasuk ketrampilan bahasa, bermain dan sosial, pengendalian membuang air kecil, dan buang air besar atau ketrampilan motoriknya.

2.1.5 Perawatan untuk Autis

Ada beberapa hal yang dapat dilakukan untuk melakukan perawatan atau pengobatan untuk anak autis , di antaranya :

2.1.5.1 Penyelaan Dini

Penelitian menunjukan bahwa penyelaan dini dapat membuat perbedaan besar dalam hidup anak-anak yang terdiagnosis autisme. Program-program pendidikan yang terstruktur baik telah di rancang agar sesuai dengan kebutuhan masing-masing anak. Ini dapat memberikan dukungan atmosfer pendidikan yang paling .produktif . Intensitas program ini tampaknya juga dapat membawa perbedaan. Dibutuhkan suatu rencana yang lebih berupa cara hidup , bukan sekedar pertemuan pelajaran.

Penyelaan seperti ini mungkin dapat meliputi terapi komunikasi, perkembangan ketrampilan sosial, terapi integrasi sensor, dan analisis perilaku Penyelaan seperti ini mungkin dapat meliputi terapi komunikasi, perkembangan ketrampilan sosial, terapi integrasi sensor, dan analisis perilaku

Dalam program ini, dapat juga disertakan menitik beratkan ketrampilan- ketrampilan hidup. Seperti halnya semua anak, anak-anak autis pun perlu belajar strategi-strategi keselamatan, seperti cara menyeberang jalan, cara bersikap di dekat api, dan kompor yang panas, cara naik turun tangga, dan perilaku-perilaku lain yang diperlukan untuk hidup mandiri. Beberapa program spesifk telah dikembangkan untuk menjawab kebutuhan perawatan bagi anak autis.

2.1.5.2 Analisis Perilaku Terapan

Meskipun ada kontroversi tentang intensitas pengajaran perilaku yang dibutuhkan untuk membantu anak-anak autis menjadi lebih tanggap terhadap dunia sekitarnya, kebanyakan pihak berwenang setuju bahwa setidaknya pelatihan di bidang ini akan membuat perbedaan dalam tingkat fungsi anak.

Applied Behavior Analysis (ABA) atau Analisis Perilaku Terapan yang diprakarsai oleh Dr. Ivor Lovaas pada tahun 1968 (dalam Bonnice, Sherry, 2009;66)merupakan analisis yang berdasar pada pemberian penghargaan kepada anak bila perilakunya sesuai yang diinginkan. Perilaku yang benar hendaknya diulang-ulang hingga menjadi bagian pemahaman anak.

Salah satu dasar pelatihan ini adalah bahwa program ini dirancang secar khusus untuk anak yang sedang dirawat. Ahli terapi dapat memulai dengan mewawancarai orang tua dan mengamati anak. Sementara mengamati perilakunya, ahli terapi atau orang tua dapat mengenali segala sesuatu yang Salah satu dasar pelatihan ini adalah bahwa program ini dirancang secar khusus untuk anak yang sedang dirawat. Ahli terapi dapat memulai dengan mewawancarai orang tua dan mengamati anak. Sementara mengamati perilakunya, ahli terapi atau orang tua dapat mengenali segala sesuatu yang

Ahli terapi kemudian dapat membahas bidang-bidang spesifik yang merupakan bidang yang harus diperbaiki pada si anak dan mulai melatih satu per satu ketrampilan. Saat si anak dapat menguasai satu ketrampilan, ketrampilan berikutnya dapat mulai diperkenalkan. Banyak orang yang bekerja dengan anak- anak autis percaya bahwa sebagian pengajaran ini harus menyertakan pemahaman mengapa si anak berperilaku tertentu , sehingga perilaku itu tidak hanya di ganti dengan perilaku lain yang tidak diinginkan. Misal, bila seorang anak suka menendang-nendang atau memukul karena takut naik bus sekolah, mungkin ia akan mulai menjerit bila rasa takut yang diungkapkannya melalui menendang dan memukul tidak diperhatikan.

Dalam lingkunagn ABA yang intens, dapat dilakukan pelatihan uji coba terpisah. Setiap permintaan dari ahli terapi harus menyimpulkan respon apa yang diberikan oleh anak dan apa reaksi yang diberikan oleh ahli terapi.Setiap tugas dipecah lagi menjadi bagian yang lebih kecil dan diterapkan satu per satu.Sasaran pendekatan ini adalah perilaku yang tak diinginkan dan ketrampilan-ketrampilan baru yang perlu diciptakan. ABA biasanya memerlukan tiga puluh hingga empat puluh jam kerja satu lawan satu, seiring dengan pelatihan kepada semua orang yang berinteraksi dengan si anak. Program ini berupaya membuat hidup si anak konsisten, mengisi hidupnya dengan pembiasaan perilaku yang pantas dilakukan.

Picture Exchange Communication System (PECS)

2.1.5.3 Sistem Komunikasi Pertukaran

Gambar/

PECS dikembangkan di Delaware Autistic Program agar orang-orang dengan ketrampilan verbal dapat mengkomunikasikan kebutuhan dan keinginan mereka. Dengan metode ABA, orang dapat saling bertukar gambar sesuatu yang diinginkannya. Mungkin berupa benda seperti minuman atau jas atau kegiatan seperti main ayunan atau pergi jalan-jalan. Satu hal menarik tetang metode ini adalah bahwa anak-anaklah yang memprakarsainya. Hasilnya akan tertanam melalui terkabulnya permintaan anak segera setelah gambar diterima.

2.1.5.4 Floor Time

Metode Floor Time dikembangkan oleh psikiatriwan anak Stanley Greenspan. Metode ini di dasarkan pada enam rangkaian perkembangan yang diperlukan oleh anak-anak untuk maju ke pembelajaran lanjut. Dengan mendorong anak-anak melalui enam tahap ini, interaksi dapat meningkat antara anak-anak dan oarang dewasa. Dengan mengikuti langkah anak, orang dewasa dapat mendorong lebih banyak lagi interaksi serupa.

2.1.5.5 Cerita-cerita Sosial

Program ini dikembangkan oleh Carol Gray pada tahun 1991 untuk mengajar ketrampilan-ketrampilan sosial. Program ini membuat anak-anak dapat menghadapi situasi melalui suatu cerita sebelum sebuah situasi yang sesungguhnya terjadi. Dengan melatih situasi-situasi yang biasanya dapat Program ini dikembangkan oleh Carol Gray pada tahun 1991 untuk mengajar ketrampilan-ketrampilan sosial. Program ini membuat anak-anak dapat menghadapi situasi melalui suatu cerita sebelum sebuah situasi yang sesungguhnya terjadi. Dengan melatih situasi-situasi yang biasanya dapat

2.1.5.6 Ahli Terapi Wicara

Ahli terapi wicara membantu anak dan orang dewasa yang menyandang masalah wicara dan bahasa. Sering sekali orang-orang orang autis menghadapi masalah mengucapkan suatu kata dengan artinya. Belajar cara berkomunikasi sangat penting karena banyak perilaku bermasalah orang autis sebenarnya merupakan upaya membuat orang lain memahami dunianya.

Sebagai titik awal, ahli terapi wicara menghubungkan kata dengan gambar atau benda sesungguhnya. Saat mengajar anak kata “bola”, ahli terapi dapat menunjukan sebuah bola kepada anak, memberikan kepadanya sambil berkata ‘bola”. Cara lain untuk anak autis berkomunikasi adalah dengan mengajarinya bahasa isyarat. Ini tidak berarti si anak tidak pernah berkomunikasi lisan, tetapi bahasa isyarat dapat menjadi pilihan komunikasi yang mengarah ke kemampuan wicara. (Bonnice, Sherry, 2009; 66-73).

2.2 Pembelajaran Anak Autis

2.2.1 Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran yang diidentikan dengan kata “belajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang Pembelajaran yang diidentikan dengan kata “belajar” berasal dari kata dasar “ajar” yang berarti petunjuk yang diberikan kepada orang supaya diketahui (diturut) ditambah awalan “pe” dan akhiran “an” menjadi “pembelajaran”, yang

Proses tindakan belajar pada dasarnya adalah bersifat internal, namun proses itu dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal. Perhatian peserta didik dalam pembelajaran ,misalnya dipengaruhi oleh susunan rangsangan yang berasal dari luar. Pembelajaran adalah seperangkat peristiwa (events) yang mempengaruhi peserta didik sedemikian rupa sehingga peserta didik itu memperoleh kemudahan (Rifa ’i ,Achmad.2012;157).

Belajar tidak selamanya memerlukan kehadiran seorang guru, belajar juga dapat dilakukan di luar lingkungan sekolah. Cukup banyak aktivitas yang dilakukan oleh seseorang di luar dan keterlibatan guru. Belajar dirumah cenderung menyendiri dan terlalu banyak mengharapkan bantuan dari orang lain , apalagi aktivitas itu berkenaan dengan kegiatan membaca sebuah buku tertentu (Nurhalim, K.2014;26).

Proses pembelajaran merupakan proses komunikasi antara pendidik dengan peserta didik . Dalam proses komunikasi itu dapat dilakukan secara verbal (lisan) , dan dapat pula secara nonverbal, seperti penggunaan media komputer dalam pembelajaran.

Komunikasi dalam pembelajaran ditujukan untuk membantu proses belajar, aktivitas komunikasi ini dapat dilakukan secara mandiri, yakni ketika peserta didik melakukan aktivitas belajar mandiri, seperti mengkaji buku, Komunikasi dalam pembelajaran ditujukan untuk membantu proses belajar, aktivitas komunikasi ini dapat dilakukan secara mandiri, yakni ketika peserta didik melakukan aktivitas belajar mandiri, seperti mengkaji buku,

Dengan demikian pendidikan, pengajaran dan pembelajaran mempunyai hubungan konseptual yang tidak berbeda , kalaupun dicari perbedaannya pendidikan memiliki cakupan yang lebih luas , yaitu mencakup baik pengajaran maupun pembelajaran.(Achmad, Rifa ’i. 2012; 157-159)

2.2.2 Komponen Pembelajaran

Bila pembelajaran tersebut ditinjau dari pendekatan sistem, maka dalam prosesnya akan melibatkan berbagai komponen. Komponen-komponen tersebut adalah : tujuan, subyek belajar, materi pelajaran, strategi, media, evaluasi, dan penunjang.

2.2.2.1 Tujuan

Tujuan yang secara eksplisit diupayakan pencapaiannya melalui kegiatanpembelajaran adalah instructional effect bisanya itu berupa pengetahuan dan ketrampilan atau sikap yang dirumuskan secara eksplisit dalam TPK semakin spesifik dan operasional.

Setelah peerta didik melakukan proses belajara –mengajar, selain memperoleh hasil belajar seperti yang dirumuskan dalam TPK, mereka akan memperoleh apa yang disebut dampak pengiring (nurturant effect) .Dampak pengiring dapat berupa kesadaran akan sifat pengetahuan, tenggang rasa, kecermatan dalam berbahasa, dan sebagainya.

2.2.2.2 Subyek Belajar

Subyek belajar dalam sistem pembelajaran merupakan komponen utama, karena berperan sebagai subyek sekaligus obyek. Sebagai subyek karena peserta didik adalah individu yang melakukan proses belajar-mengajar. Sebagai obyek karena kegiatan pembelajaran diharapkan dapat mencapai perubahan perilaku pada diri subyek belajar.

Untuk itu dari pihak peserta didik diperluan partisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran. Partisipasi aktif subyek belajar dalam proses pembelajaran antara lain, dipengaruhi faktor kemampuan yang telah dimiliki hubungannya dengan materi yang akan dipelajari.

2.2.2.3 Materi Pelajaran

Materi pelajaran juga komponen utama dalam proses pembelajaran, karena materi pelajaran akan memberi warna dan bentuk dari kegiatan. Materi pelajaran yang komprehensif , terorganisasi secara sistematis dan dideskripsikan dengan jelas akan berpengaruh juga terhadap intensitas proses pembelajaran.

Materi pembelajaran dalam sistem pembelajaran berada dalam silabus, RPP, dan buku sumber, maka hendaknya pendidik dapat memilih dan mengorganisasikan materi pelajaran agar proses pembelajaran dapat berlangsung intensif.

2.2.2.4 Strategi Pembelajaran

Strategi pembelajaran merupakan pola umum mewujudkan proses pembelajaran yang diyakini efektivitasnya untuk mencapai tujuan pembelajaran. Dalam penerapan strategi pembelajaran pendidik perlu memilih model-model pembelajaran yang tepat, metode mengjar yang sesuai, dan teknik mengajar yang menunjang pelaksanaan metode mengajar.

Untuk menentukan strategi pembelajaran yang tepat pendidik mempertimbangkan akan tujuan, karakteristik peerta didik, materi pelajaran dan sebagainya agar strategi pembelajaran tersebut dapat berfungsi secara maksimal.

2.2.2.5 Media Pembelajaran

Media pembelajaran adalah alat/wahana yang digunakan pendidik dalam proses pembelajaran, untuk membantu penyampaian pesan pembelajaran. Sebagai salah satu komponen sistem pembelajaran berfungsi meningkatkan peranan strategi pembelajaran.Sebab media pembelajaran merupakan salah satu komponen pendukung strategi pembelajaran disamping komponen waktu dan metode megajar.

Media digunakan dalam kegiatan intruksional, karena ; 1) Media dapat memperbesar benda yang sangat kecil dan tidak tampak oleh mata menjadi dapat dilihat dengan jelas, 2) Dapat menyajikan benda yang jauh dari subyek belajar, 3) Menyajikan peristiwa yang komplek, rumit, dan berlangsung cepat menjadi sistematik dan sederhana, sehingga mudah diikuti.

2.2.2.6 Penunjang

Komponen penunjang yang dimaksud dalam sistem pembelajaran adalah fasilitas belajar, buku sumber, alat pelajaran, bahan pelajaran, dan semacamnya. Komonen penunjang berfungsi sebagai memperlancar, melengkapi, dan mempermudah tercapainya proses pembelajaran. Sehinnga sebagai salah satu komponen pembelajaran, pendidik perlu memperhatikan , memilih, dan memanfaatkannya.

2.2.3 Prinsip-prinsip Pembelajaran