minyak. Peralatan yang digunakan antara lain gelas piala, gelas ukur, stirrer, timbangan analitik, homogenizer dan spray dryer.
Penelitian yang dilakukan terdiri atas 2 tahap. Tahap pertama optimasi penggunaan bahan pakan yang tersedia di lokasi penelitian sebagai bahan
penyalut berdasarkan imbangan karbohidrat dan protein 1 : 2 Montesqrit 2007. Pada tahap kedua dilakukan optimasi penggunaan bahan penyalut berdasarkan
imbangan minyak ikan dan bahan penyalut. Hasil analisa proksimat kandungan zat makanan dari bahan pakan yang
digunakan sebagai bahan penyalut dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan zat makanan bahan pakan sebagai bahan penyalut 100 BK
Bahan Pakan Bahan
Kering Karbo-
hidrat Protein
Kasar Lemak
Kasar Abu
BETN Serat
Kasar Bungkil Kelapa
87.90 76.64
15.90 3.46
4.00 67.24
9.40 Dedak Halus
90.76 64.52
13.46 13.02
9.01 60.50
4.03 Bungkil Kedele
91.75 32.02
41.38 0.91
25.70 19.61
12.41 Tepung Daging
95.20 7.20
51.39 13.77
27.66 1.49
5.71
Keterangan : Hasil Analisa dari Laboratorium Nutrisi Non Ruminansia Fakultas
Peternakan Universitas Andalas 2008 penjumlahan dari BETN + serat kasar
Berdasarkan kandungan karbohidrat dan protein dalam bahan pakan tersebut maka disusun formulasi bahan pakan sebagai bahan penyalut yang didasarkan
kepada kandungan karbohidrat dan protein dari bahan pakan tersebut Tabel 2. Tabel 2. Formulasi bahan pakan sebagai bahan penyalut dan kandungan zat
makanan masing-masing formulasi tersebut Bahan pakan
Perlakuan A
B C
D E
F Tpg daging
30.40 60.59
62.99 32.80
32.80 61.59
Dedak halus 0.00
19.40 0.00
1.60 0.00
11.20 Bgkl kedele
49.60 0.00
0.00 45.60
45.92 0.00
Bgkl kelapa 0.00
0.00 17.00
0.00 1.28
7.20 Minyak ikan
20 20
20 20
20 20
T o t a l 100
100 100
100 100
100
Keterangan : A : Tepung daging + bungkil kedele B : Tepung daging + dedak halus
C : Tepung daging + bungkil kelapa D : Tepung daging + bungkil kedele + dedak halus
` E : Tepung daging + bungkil kedele + bungkil kelapa
F : Tepung daging + dedak halus + bungkil kelapa
Setelah formulasi bahan pakan sebagai bahan penyalut disusun selanjutnya dilakukan pembuatan mikrokapsul. Prosedur pembuatan mikrokapsul minyak ikan
diawali dengan melarutkan formula bahan penyalut dalam air destilata, pada wadah yang lain disiapkan minyak ikan yang digunakan yaitu sebesar 25 dari
berat bahan penyalut. Selanjutnya kedalam campuran minyak ikan tersebut ditambahkan emulsifier lesitin kedele sebesar 2.5 dari berat minyak, supaya
tercampur merata minyak dan emulsifier diaduk dengan stirer selama 10 menit pada suhu 40
C. Setelah masing-masing formula bahan penyalut larut dalam air destilata kemudian dicampurkan dengan minyak ikan dan emulsifier. Selanjutnya
distirer pada suhu 40 C selama 10 menit dan dilanjutkan dengan homogenisasi
selama 10 menit. Akhir dari proses mikroenkapsulasi adalah dengan mengeringkan emulsi dengan pengering semprot. Afeli 1998 telah mendapatkan
produk mikrokapsul yang kering dengan pengering semprot pada suhu inlet dan
outlet masing-masing 180 C dan 90
C. Peubah yang diamati meliputi : kadar air dengan metode oven biasa AOAC,
1984, kadar minyak terkapsul dan kadar minyak total dengan metode soxhlet Apriyantono,1989, kadar minyak tidak terkapsul Wanasundara dan Shahidi,
1995 dan nilai efisiensi enkapsulasi Lin et al., 1995 Rancangan yang digunakan Rancangan Acak Lengkap dengan 6 macam
perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil percobaan dianalisis dengan analisis sidik ragam, jika ada perbedaan nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji
Duncan. Pada percobaan kedua dilakukan optimasi penggunaan bahan penyalut
berdasarkan imbangan minyak dan bahan penyalut. Formulasi imbangan antara minyak dan bahan penyalut dibuat dengan mengkombinasikan pemakaian minyak
dengan bahan penyalut. Formula bahan penyalut yang digunakan berdasarkan formulasi yang terbaik dalam percobaan tahap pertama yang menghasilkan
karakteristik mikrokapsul lebih baik. Imbangan minyak ikan dengan bahan penyalut menggunakan tiga macam perlakuan yakni 1 : 3, 1 : 4 dan 1 : 5 atau
setara dengan penggunaan minyak 33.3, 25, dan 20 dari berat bahan penyalut. Prosedur pembuatan mikrokapsul dan peubah yang diamati sama dengan
percobaan sebelumnya. Mikrokapsul dengan karakteristik mikrokapsul lebih baik 4
dianalisa kandungan asam lemak omega-3, dan mikrokapsul tersebut digunakan dalam penelitian lebih lanjut untuk uji coba ke dalam ransum ternak unggas.
Rancangan yang digunakan Rancangan acak lengkap dengan 3 macam perlakuan dan 3 ulangan. Data hasil percobaan dianalisis dengan analisis sidik
ragam, jika ada perbedaan nyata antar perlakuan dilakukan uji lanjut dengan uji Duncan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh kombinasi bahan pakan sebagai bahan penyalut terhadap
karakteristik mikrokapsul. Penggunaan kombinasi dua atau tiga macam bahan pakan sebagai bahan
penyalut mempengaruhi mikrokapsul minyak ikan yang dihasilkan. Karakteristik mikrokapsul minyak ikan dengan menggunakan kombinasi bahan pakan tersebut
dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik mikrokapsul minyak ikan dengan menggunakan kombinasi
bahan pakan sebagai bahan penyalut
Perlakuan Jumlah
minyak g
Kadar minyak tidak
terkapsul Kadar
minyak terkapsul
Kadar minyak
total Efisiensi
enkapsulasi
A 24.63
4.44 13.14
b
17.58
b
53.35
b
B 30.86
3.97 22.60
a
26.57
a
73.23
a
C 29.26
4.26 22.04
a
26.30
a
75.32
a
D 25.14
3.53 10.56
c
14.09
c
42.00
c
E 24.97
3.08 10.33
c
13.41
c
41.37
c
F 30.18
4.96 12.96
b
17.92
b
42.94
c
Keterangan: Supeskrip dengan huruf yang tidak sama kearah kolom menunjukkan berbeda P0.01
A : Tepung daging + bungkil kedele B : Tepung daging + dedak halus
C : Tepung daging + bungkil kelapa D : Tepung daging + bungkil kedele + dedak halus
E : Tepung daging + bungkil kedele + bungkil kelapa F : Tepung daging + dedak halus + bungkil kelapa
Jumlah minyak ikan yang digunakan dan total padatan sama pada semua perlakuan yaitu sebesar 20g dan 100g.
Minyak yang digunakan 20g ditambah kadar lemak bahan penyalut Dihitung berdasarkan dari berat mikrokapsul
Efisiensi enkapsulasi = kadar minyak terkapsul x total padatan g x 100 minyak + lemak bahan penyalut g
Kadar minyak terkapsul
Kadar minyak terkapsul berarti jumlah kandungan minyak yang terdapat dalam mikrokapsul atau jumlah minyak yang dapat diperangkap oleh bahan
penyalut. Jumlah minyak terkapsul yang diperoleh dalam penelitian ini berkisar antara 10.33 – 22.60 dari berat mikrokapsul Tabel 3.
Perlakuan dengan memanfaatkan bahan pakan yang disusun ke dalam berbagai formulasi berdasarkan imbangan karbohidrat dan protein membentuk
bahan penyalut 1 : 2 sangat nyata mempengaruhi kadar minyak terkapsul P0.01. Perlakuan dengan kombinasi tepung daging dan dedak halus perlakuan
B dan tepung daging dengan bungkil kelapa perlakuan C menghasilkan kadar minyak terkapsul lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Tingginya
kadar minyak terkapsul dari kedua perlakuan tersebut disebabkan karena penggunaan tepung daging lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain.
Tingginya penggunaan tepung daging pada perlakuan B dan C mempengaruhi kandungan zat makanan pada kedua perlakuan tersebut.
Kandungan lemak lebih tinggi dan kandungan serat kasar lebih rendah pada kedua perlakuan tersebut dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Kandungan lemak
tinggi membantu mempermudah minyak ikan untuk disaluti oleh bahan penyalut, sedangkan jika kandungan serat kasar tinggi menunjukkan banyak komponen
karbohidrat tersebut yang sukar larut dalam air sehingga mengganggu emulsi antara minyak ikan dan bahan penyalut sebagai akibatnya membuat minyak ikan
tersebut tidak diperangkap oleh bahan penyalut dan menurunkan kadar minyak terkapsul. Montesqrit 2007 mendapatkan kandungan lemak kasar yang tinggi
dan serat kasar yang rendah dalam komposisi bahan penyalut menghasilkan karakteristik mikrokapsul lebih baik.
Pada Tabel 3 terlihat bahwa penggunaan dengan dua macam bahan pakan sebagai bahan penyalut perlakuan B dan C menghasilkan kadar minyak
terkapsul lebih baik dibandingkan dengan menggunakan tiga macam bahan pakan perlakuan F. Hal ini disebabkan dengan menggunakan dua macam bahan pakan
kesempatan untuk mengikat minyak ikan lebih kuat sehingga kadar minyak terkapsul lebih tinggi, akan tetapi jika tiga macam bahan menyebabkan adanya
perebutan untuk berikatan dengan minyak ikan sehingga mempengaruhi kemampuan untuk memerangkap minyak ikan.
Dedak padi dan bungkil kelapa mempunyai sifat yang sama yaitu cendrung menyerap air lebih besar dan mampu berikatan atau menyerap lemak. Jika kedua
bahan tersebut masing-masing dicampur dengan tepung daging perlakuan B dan C maka akan menyerap air sewaktu homogenisasi dan selanjutnya menyerap
lemak atau bergabung dengan minyak ikan. Ikatan antara dedak atau bungkil kelapa dengan minyak ikan akan diperkuat oleh tepung daging sehingga sewaktu
dikeringkan dengan pengering semprot ikatan mereka secara fisik tidak putus akibatnya banyak minyak yang tersalut dan kadar minyak terkapsul lebih tinggi.
Sebaliknya jika kedua bahan tersebut dedak dan bungkil kelapa digabung dengan tepung daging perlakuan F menyebabkan terjadi perebutan untuk bergabung
dengan minyak ikan sehingga sebagian dari mereka lepas dan tidak bergabung dengan minyak, akibatnya sewaktu dilakukan pengeringan berkurang jumlah
minyak yang dapat disaluti sehingga menurunkan kadar minyak terkapsul.
Kadar minyak tidak terkapsul
Minyak yang terekstrak dalam analisis kadar minyak dapat dibedakan atas dua yaitu minyak yang terdapat dalam mikrokapsul dan minyak yang terdapat
pada permukaan mikrokapsul. Minyak yang terdapat dalam mikrokapsul disebut minyak terkapsul, sedangkan minyak yang terdapat pada permukaan mikrokapsul
dikenal dengan minyak tidak terkapsul. Jumlah minyak tidak terkapsul diperoleh sebesar 3.08 – 4.96 dari berat mikrokapsul Tabel 3.
Perlakuan kombinasi bahan pakan yang digunakan sebagai bahan penyalut dalam mikroenkapsulasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar minyak tidak
terkapsul. Kadar minyak tidak terkapsul diperoleh lebih rendah, hal ini disebabkan oleh minyak tidak kontak langsung dengan panas sehingga lebih
banyak minyak yang dapat terlindungi atau terkapsulkan oleh bahan penyalut.
Efisiensi enkapsulasi
Efisiensi enkapsulasi yang diperoleh dalam percobaan ini berkisar antara 41.37 – 75.32 Tabel 3. Nilai yang diperoleh tersebut mendekati dengan
penelitian sebelumnya menggunakan bahan pakan berupa dedak gandum, bungkil 7
kedele dan tepung daging dan tulang yaitu berkisar 41.94 – 77.52 Montesqrit, 2007.
Efisiensi enkapsulasi dari mikrokapsul yang diperoleh sangat nyata P0.01 dipengaruhi oleh perlakuan. Perlakuan dengan komposisi tepung daging dan
dedak halus perlakuan B dan perlakuan C tepung daging dan bungkil kelapa menghasilkan efisiensi enkapsulasi P0.01 lebih tinggi Tabel 3. Tingginya
nilai efisiensi enkapsulasi tersebut disebabkan oleh kadar minyak terkapsul yang diperoleh juga lebih tinggi dan total padatan dalam jumlah yang sama. Nilai
efisiensi enkapsulasi tinggi menunjukkan banyaknya minyak yang dapat diperangkap oleh bahan penyalut selama proses pengeringan. Kelly dan Keogh
2000 menyatakan efisiensi enkapsulasi adalah tingkat kemampuan bahan penyalut untuk memerangkap minyak ikan dari kerusakan selama proses
pengeringan. Keberhasilan proses mikroenkapsulasi dapat dilihat dari nilai efisiensi
enkapsulasi yang dihasilkan. Nilai efisiensi enkapsulasi tertinggi yang diperoleh dalam percobaan ini yaitu sebesar 75.32 pada perlakuan dengan komposisi
bahan penyalut terdiri dari tepung daging dan bungkil kelapa Tabel 3. Nilai efisiensi enkapsulasi yang diperoleh mendekati dengan hasil penelitian
sebelumnya dimana didapatkan nilai efisiensi enkapsulasi tertinggi 77.52 dengan menggunakan bahan penyalut campuran dedak gandum, bungkil kedele
dan tepung daging Montesqrit, 2007.
Pengaruh imbangan minyak ikan dan bahan penyalut terhadap karakteristik mikrokapsul minyak ikan
Hasil-hasil pengamatan terhadap kadar minyak terkapsul, kadar minyak tidak terkapsul dan efisiensi enkapsulasi dari perlakuan berdasarkan imbangan
minyak ikan dan bahan penyalut dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Karakteristik mikrokapsul dengan perlakuan imbangan minyak ikan dan
bahan penyalut
Perlakuan Jumlah
minyak g
Kadar minyak tidak terkapsul
Kadar minyak terkapsul
Kadar minyak
total Efisiensi
enkapsulasi MP 13
35.19 8.00
a
21.96
a
29.97 62.41
b
MP 14 30.87
3.97
b
22.60
a
26.57 73.23
a
MP 15 28.02
5.08
c
13.55
b
18.63 48.42
c
Keterangan: Supeskrip dengan huruf yang tidak sama kearah kolom menunjukkan berbeda P0.01
MP 13 : imbangan minyak dan penyalut 1 : 3 MP 14 : imbangan minyak dan penyalut 1 : 4
MP 15 : imbangan minyak dan penyalut 1 : 5 Minyak yang digunakan ditambah kadar lemak bahan penyalut
Dihitung berdasarkan dari berat mikrokapsul Efisiensi enkapsulasi = kadar minyak terkapsul x total padatan g x 100
Jumlah minyak g
Kadar minyak terkapsul
Kadar minyak terkapsul yang diperoleh dengan perlakuan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut berkisar antara 13.55 – 22.60 dari berat
mikrokapsul. Imbangan jumlah minyak ikan dan bahan penyalut dapat mempengaruhi kadar minyak terkapsul. Hasil analisa keragaman menunjukkan
bahwa kadar minyak terkapsul dari mikrokapsul yang diperoleh Tabel 4 sangat nyata P0.05 dipengaruhi oleh perlakuan imbangan minyak ikan dan bahan
penyalut. Uji lanjut dengan Duncan memperlihatkan perlakuan dengan imbangan minyak dan bahan penyalut 1 : 4 MP 14 dan 1 : 3 MP 13 tidak nyata berbeda
dan sangat nyata mengandung kadar minyak terkapsul yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan imbangan 1 : 5 MP 15.
Kadar minyak terkapsul pada imbangan minyak dan penyalut 1: 5 MP 15 lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan 1 : 3 dan 1 : 4, hal ini disebabkan
oleh jumlah minyak yang berkurang dan bahan penyalut meningkat sehingga mempengaruhi viskositas emulsi. Menurut Young et al 1993 emulsi dengan
viskositas kelarutan yang tinggi tidak cocok digunakan karena dapat menyebabkan minyak terkapsul menjadi lebih rendah dan minyak tidak terkapsul
jadi meningkat.
Kadar minyak tidak terkapsul
Kadar minyak tidak terkapsul yang dihasilkan pada perlakuan imbangan minyak ikan dan bahan penyalut berkisar 3.97 - 8.00 Tabel 4. Kadar terendah
didapatkan pada perlakuan MP 14 dan tertinggi didapatkan pada perlakuan MP 13. Hasil analisa keragaman menunjukkan bahwa kadar minyak terkapsul dari
mikrokapsul yang diperoleh sangat nyata dipengaruhi oleh perlakuan. Kadar minyak tidak terkapsul pada perlakuan MP 13 lebih tinggi
dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini disebabkan tingginya minyak ikan yang digunakan menyebabkan jumlah bahan penyalut berkurang.
Berkurangnya jumlah tepung daging menyebabkan berkurangnya bantuannya untuk memperkuat ikatan antara bahan penyalut lain dengan minyak ikan. Setelah
dedak bergabung dengan minyak ikan, tepung daging membantu ikatan mereka akan tetapi karena jumlah minyak ikan tinggi maka tidak semua dapat dibantu
oleh tepung ikan akibatnya sebagian dari ikatan tersebut lepas sehingga berada di luar mikrokapsul dan mengakibatkan kadar minyak tidak terkapsul lebih tinggi.
Efisiensi Enkapsulasi
Efisiensi enkapsulasi yang diperoleh dalam percobaan ini berkisar antara 48.42 – 73.23 Tabel 4. Efisiensi enkapsulasi dari mikrokapsul sangat nyata
P0.01 dipengaruhi oleh perlakuan. Imbangan minyak ikan dan bahan penyalut 1 : 4 MP 14 nyata lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain. Tingginya
nilai efisiensi enkapsulasi tersebut disebabkan oleh kadar minyak terkapsul yang diperoleh tinggi dan jumlah minyak yang digunakan lebih rendah dibandingkan
dengan perlakuan MP 13, walaupun kadar minyak terkapsul antara perlakuan MP 13 dan MP 14 tidak berbeda nyata akan tetapi nilai efisiensi enkapsulasi nyata
lebih tinggi pada perlakuan MP 14. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa variasi jumlah minyak yang
digunakan mengakibatkan adanya perbedaan efisiensi enkapsulasi. Pengunaan minyak dengan imbangan 1 : 4 atau 25 dari total padatan mencapai titik
optimasi dimana jika imbangan diturunkan atau ditingkatkan mengakibatkan efisiensi enkapsulasi berkurang. Imbangan minyak ikan dan bahan penyalut 1 : 4
adalah imbangan yang baik dimana imbangan 1 : 4 juga diperoleh oleh mikroenkapsulasi asam lemak omega-3 dengan bahan penyalut lemak susu
dihasilkan efisiensi enkapsulasi sebesar 95.6 Kim et al., 1996. Pada penelitian ini didapatkan konfirmasi bahwa imbangan minyak ikan dan
bahan penyalut 1 : 4 menghasilkan karakteristik mikrokapsul terbaik. Perlakuan B dan C Tabel 3 diperoleh dengan menggunakan imbangan minyak ikan dan
bahan penyalut 1 : 4 dan kedua perlakuan tersebut menghasilkan karakteristik mikrokapsul yang lebih baik dimana nilai efisiensi enkapsulasi kedua perlakuan
tersebut masing-masing adalah 73.23 perlakuan B dan 75.32 perlakuan C. Mikrokapsul dari kedua perlakuan tersebut diuji kandungan asam lemak omega-
3nya dan dibandingkan hasilnya. Hasil analisa asam lemak dari kedua mikrokapsul tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.
Dari Tabel 5 terlihat kandungan asam lemak dari kedua mikrokapsul tersebut tidak berbeda nyata. Asam lemak omega-3 yang didapatkan dari kedua
mikrokapsul tersebut berkisar 10.64 – 11.04, kandungan EPA dan DHA sebesar 1.84 dan 7.74, dengan demikian kedua mikrokapsul tersebut dapat dipilih untuk
digunakan dalam aplikasi ke dalam ransum ayam guna mendapatkan produk ternak yang tinggi asam lemak omega-3.
Tabel 5 Kandungan asam lemak dari dua mikrokapsul yang mempunyai nilai efisiensi enkapsulasi tinggi Perlakuan B dan C.
Jenis asam lemak Perlakuan ALtotal AL
B C
EPA 20:5 1.84
1.89 DHA 22:6