Aktivitas Insektisida Tujuh Ekstrak Tumbuhan Asal Kabupaten Merauke, Provinsi Papua Terhadap Larva Crocidolomia Pavonana (F) (Lepidoptera Crambidae)

AKTIVITAS INSEKTISIDA TUJUH EKSTRAK TUMBUHAN ASAL
KABUPATEN MERAUKE, PROVINSI PAPUA TERHADAP
LARVA CROCIDOLOMIA PAVONANA (F.)
(LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)

JOHANA ANIKE MENDES

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Aktivitas Insektisida
Tujuh Ekstrak Tumbuhan Asal Kabupaten Merauke, Provinsi Papua terhadap
Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apa pun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016
Johana Anike Mendes
NIM A351130031

RINGKASAN
JOHANA ANIKE MENDES. Aktivitas Insektisida Tujuh Ekstrak Tumbuhan
Asal Kabupaten Merauke, Provinsi Papua terhadap Larva Crocidolomia pavonana
(F.) (Lepidoptera: Crambidae). Dibimbing oleh DADANG dan ENDANG SRI
RATNA.
Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) atau ulat krop kubis
merupakan salah satu hama penting pada tanaman Famili Brasiccaceae yang
serangannya dapat menyebabkan kerusakan mencapai 100%. Umumnya, petani
menggunakan insektisida sintetik untuk mengendalikan hama ini. Aplikasi
insektisida sintetik secara terus menerus dengan teknik aplikasi yang kurang
bijaksana dapat menimbulkan dampak negatif. Untuk itu diperlukan tindakan
pengendalian yang ramah lingkungan, aman bagi kesehatan manusia, dan

organisme bukan sasaran. Tujuan penelitian ini untuk menguji aktivitas tujuh
ekstrak tumbuhan yang berasal dari Kabupaten Merauke, Provinsi Papua terhadap
larva instar II C. pavonana.
Tujuh ekstrak tumbuhan uji yaitu ekstrak biji Areca catechu (Arecaeae),
kulit kayu Eucalyptus pellita (Myrtaceae), umbi Myrmecodia pendans
(Rubiaceae), buah Piper aduncum (Piperaceae), daun Piper betle (Piperaceae),
buah Pandanus conoideus (Pandanaceae), dan rimpang Zingiber officinale
(Zingiberaceae). Pengujian mortalitas terdiri dari dua uji yaitu uji tunggal dan uji
campuran ekstrak menggunakan metode residu pada daun dan perlakuan topikal.
Sementara itu, pengujian penghambatan aktivitas makan menggunakan dua
metode yaitu metode pilihan dan tanpa pilihan.
Ekstrak P. aduncum pada konsentrasi 0.25% dengan metode residu pada
daun dapat mematikan larva uji sebesar 80% dan dengan metode perlakuan
topikal pada dosis 10 µg/µl menyebabkan kematian larva sebesar 100%.
Demikian juga dengan ekstrak P. conoideus pada dosis 20 µg/µl yang diuji
dengan metode perlakuan topikal menyebabkan kematian larva sebesar 100%.
Berdasarkan tingkat mortalitas dan interaksi bahan aktif, campuran ekstrak P.
aduncum dan P. conoideus tidak efektif membunuh larva pada perbandingan 1:1,
1:2, 2:1(w/w), baik pada metode residu pada daun maupun perlakuan topikal.
Pengujian aktivitas penghambatan makan pada konsentrasi 2% ekstrak Z.

officinale dengan metode tanpa pilihan menghasilkan penghambatan aktivitas
makan larva dengan kriteria sedang (75%). Sementara itu, konsentrasi 2% ekstrak
P. betle, 0.5% ekstrak A. catechu, 2% ekstrak E. pellita, dan 1% ekstrak Z.
officinale berturut-turut dapat menghambat aktivitas makan larva sebesar 100%,
81%, 81% dan 83% dengan kriteria kuat pada metode pilihan.
Kata kunci : Crocidolomia pavonana, ekstrak tumbuhan, mortalitas, Provinsi
Papua, penghambatan aktivitas makan

SUMMARY
JOHANA ANIKE MENDES. Insecticide Activity of Seven Plant Extracts
Collected from Merauke District of Papua Province against Crocidolomia
pavonana (F.) Larvae (Lepidoptera: Crambidae). Supervised by DADANG and
ENDANG SRI RATNA.
Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) or cabbage crop
caterpillar is one of the important pests of Brassicaceae that can cause damage up
to 100%. Generally, farmers use synthetic insecticides to control this pest.
Applications of synthetic insecticides continuously with improper application
techniques can cause negative impacts. So that, pest control measures that are
environmentally friendly, safe for human health and non-target organisms need to
be considered. The purpose of this research were to test the activities of seven

plant extracts collected from Merauke, Papua Province against second instar
larvae of C. pavonana.
These extracts were Areca catechu (Arecaceae) seeds, Eucalyptus pellita
(Myrtaceae) tree barks, Myrmecodia pendans (Rubiaceae) tubers, Piper aduncum
(Piperaceae) fruits, Piper betle (Piperaceae) leaves, Pandanus conoideus
(Pandanaceae) fruits, and Zingiber officinale (Zingiberaceae) rhizomes. The
mortality testing consisted of two tests namely, single and extract mixture using
leaf residual and topical application methods. Meanwhile, feeding inhibition test
using two methods i.e. choice and no choice methods.
P. aduncum extract at a concentration of 0.25% with leaf residual test and
dose of 10 µg/µl with topical test could kill 80% and 100% of larvae, respectively.
Similarly, treatment of 20 µg/µl dose of P. conoideus extract using topical test
caused 100% larvae mortality. Based on the mortality rates and the character of
the extract interaction, extract mixtures of P. aduncum and P. conoideus at ratios
1:1, 1:2 and 2:1 (w/w) were ineffective, both on the leaf residual as well as topical
application methods. Application of 2% concentration of Z. officinale extract
using no choice method resulted in 75% larval feeding inhibition with moderate
criteria. Furthermore, application of 2% P. betle, 0.5% A. catechu, 2% E. pellita,
and 1% Z. officinale extracts concentration, were able to inhibit 100%, 81%, 81%
and 83%, respectively, of the larvae feeding activity with strong criteria using

choice method.
Key words : Crocidolomia pavonana, feeding inhibition activity, mortality, Papua
Province, plant extracts

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

AKTIVITAS INSEKTISIDA TUJUH EKSTRAK TUMBUHAN
ASAL KABUPATEN MERAUKE, PROVINSI PAPUA
TERHADAP LARVA CROCIDOLOMIA PAVONANA (F.)
(LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)

JOHANA ANIKE MENDES


Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Entomologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas
segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah
ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Entomologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian berjudul Aktivitas Insektisida Tujuh Ekstrak Tumbuhan Asal

Kabupaten Merauke, Provinsi Papua terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.)
(Lepidoptera: Crambidae) dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan
Toksikologi Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor pada bulan Juni 2014 hingga Oktober 2015.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga besar penulis yang telah
mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis. Ucapan terima kasih juga
disampaikan kepada Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc. selaku ketua komisi pembimbing
dan Dra. Endang Sri Ratna, PhD. selaku anggota komisi pembimbing yang telah
banyak memberikan motivasi, arahan, bimbingan dan saran sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan karya ilmiah ini. Terima kasih juga
diucapkan kepada Dr. Ir. Teguh Santoso, DEA. sebagai peguji luar komisi untuk
semua pertanyaan dan saran yang membantu dalam penyempurnaan karya ilmiah
ini.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Rektor Universitas Musamus, Dekan
Fakultas Pertanian, dan Ketua Program Studi Agroteknologi atas kesempatan, izin
dan bantuan selama penulis menempuh pendidikan. Terima kasih juga diucapkan
kepada Direktorat Jenderal Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia atas
bantuan Beasiswa Unggulan (BU) yang sangat membantu penulis dalam
menyelesaikan program pendidikan ini.
Kepada rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana Program Studi Entomologi

2013 IPB, rekan-rekan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga,
civitas akademik Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor serta
rekan-rekan seperjuangan asal Merauke, khususnya Evie Andriani, SP. MSi., Dita
Megasari, SP. MSi., Herni Dwi Pebrianti, SP. MSi., Nia Kurniawaty, SPd. MSi.,
Susilawati, SP. MSi., Ridwan Isnaeni Mahfud, SP MSi., Mariana Lusia Resubun,
SP. dan Fajar Firmansyah, STP., penulis mengucapkan terima kasih atas segala
bantuan, dukungan dan kebersamaannya selama penulis menempuh pendidikan
program Magister ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan karya
ilmiah ini tetapi, penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

Johana Anike Mendes

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

xii


DAFTAR GAMBAR

xii

DAFTAR LAMPIRAN

xiii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
2
2
3


TINJAUAN PUSTAKA
Ekologi Merauke dan Keragaman Tumbuhan
Bioekologi dan Pengendalian Crocidolomia pavonana (F.)
Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan dan Manfaatnya
Insektisida Nabati

4
4
5
6

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Metode
Analisis Data

8
8
8

12

HASIL PENELITIAN
Toksisitas Ekstrak Tunggal
Metode Residu pada Daun
Metode Perlakuan Topikal
Toksisitas Campuran Ekstrak
Metode Residu pada Daun
Metode Perlakuan Topikal
Penghambatan Aktivitas Makan
Metode Tanpa Pilihan
Metode Pilihan
PEMBAHASAN UMUM

13
13
13
17
17
20
23
23
23
25

SIMPULAN

29

DAFTAR PUSTAKA

30

LAMPIRAN

35

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL

1 Kriteria penghambatan aktivitas makan.
2 Penduga parameter persamaan regresi probit hubungan konsentrasi
tujuh ekstrak tumbuhan terhadap mortalitas larva C. pavonana pada
pengamatan 72 JSP yang diuji dengan metode residu pada daun.
3 Penduga parameter persamaan regresi probit hubungan dosis tujuh
ekstrak tumbuhan terhadap mortalitas larva C. pavonana pada
pengamatan 72 JSP yang diuji dengan metode perlakuan topikal.
4 Penduga parameter toksisitas campuran ekstrak P. aduncum dan P.
conoideus terhadap larva C. pavonana yang diuji dengan metode residu
pada daun.
5 Sifat interaksi campuran ekstrak P. aduncum dan P. conoideus yang
diuji dengan metode residu pada daun.
6 Penduga parameter toksisitas campuran ekstrak P. aduncum dan P.
conoideus terhadap larva C. pavonana yang diuji dengan metode
perlakuan topikal.
7 Sifat interaksi campuran ekstrak P. aduncum dan P. conoideus yang
diuji dengan metode perlakuan topikal.
8 Persentase penghambatan aktivitas makan tujuh ekstrak tumbuhan
terhadap larva C. pavonana yang diuji dengan metode tanpa pilihan.
9 Persentase penghambatan aktivitas makan tujuh ekstrak tumbuhan
terhadap larva C. pavonana yang diuji dengan metode pilihan.

12

16

16

19
20

22
23
24
24

DAFTAR GAMBAR
1 Tata letak daun perlakuan penghambatan aktivitas makan larva C.
pavonana menggunakan metode tanpa pilihan (no choice) dan pilihan
(choice).
2 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan lima ekstrak
tumbuhan yang diuji dengan metode residu pada daun.
3 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan tujuh
ekstrak tumbuhan yang diuji dengan metode perlakuan topikal.
4 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran
ekstrak P. aduncum dan P. conoideus yang diuji menggunakan metode
residu pada daun.
5 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan campuran
ekstrak P. aduncum dan P. conoideus yang diuji dengan metode
perlakuan topikal.

11
14
15

18

21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Mortalitas larva C. pavonana pada pengujian tujuh ekstrak tumbuhan
yang diuji dengan metode residu pada daun.
2 Penduga parameter persamaan regresi tujuh ekstrak tumbuhan terhadap
mortalitas larva C. pavonana yang diuji dengan metode residu pada
daun.
3 Mortalitas larva C. pavonana pada pengujian tujuh ekstrak tumbuhan
yang diuji dengan metode perlakuan topikal.
4 Penduga parameter persamaan regresi tujuh ekstrak tumbuhan terhadap
mortalitas larva C. pavonana yang diuji dengan metode perlakuan
topikal.
5 Mortalitas larva C. pavonana pada pengujian campuran ekstrak P.
aduncum dan P. conoideus yang diuji dengan metode residu pada daun.
6 Mortalitas larva C. pavonana pada pengujian campuran ekstrak P.
aduncum dan P. conoideus yang diuji dengan metode perlakuan topikal.
7 Berat kering daun perlakuan tujuh ekstrak tumbuhan dan kontrol yang
diuji dengan metode tanpa pilihan.
8 Berat kering daun perlakuan tujuh ekstrak tumbuhan dan kontrol yang
diuji dengan metode pilihan.

36

37
38

39
40
41
42
43

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Pada era modern, usaha meningkatkan produksi pertanian sangat didukung
oleh berbagai sarana seperti pupuk dan varietas unggul, pengairan atau irigasi
yang baik dan pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru. Seiring dengan
penerapan pola teknologi hijau, upaya ini seringkali memberikan dampak
perubahan pada ekosistem yang mengakibatkan timbulnya masalah serangan
organisme penganggu tanaman (OPT).
Pengendalian secara kimiawi, seperti penggunaan insektisida sintetik
merupakan pengendalian hama dan bagian integral dari teknologi modern dalam
upaya mempertahankan dan meningkatkan produksi pertanian. Pada umumnya,
petani sayuran Famili Brassicaceae menggunakan insektisida sintetik dalam
mengendalikan hama Plutella xylostella (Lepidoptera: Yponomeutidae) dan
Crocidolomia pavonana (Lepidoptera: Crambidae) (Dono et al. 2010).
Penggunaan insektisida sintetik ini banyak dipilih oleh petani karena memiliki
beberapa keuntungan, antara lain praktis dalam aplikasinya, mampu
mengendalikan serangga hama dengan cepat dan memerlukan waktu, biaya dan
tenaga kerja yang lebih efisien (Dadang & Prijono 2008). Namun demikian,
penggunaan insektisida sintetik juga memiliki kelemahan akibat penggunaan atau
aplikasi yang tidak tepat serta frekuensi penyemprotan yang tinggi, yakni
terjadinya resistensi dan resurjensi populasi hama serta peledakan hama sekunder,
polusi pada lingkungan, dan peningkatan biaya produksi untuk mengendalikan
hama yang telah resisten serta terbunuhnya musuh alami seperti predator dan
parasitoid (Miller & Spoolman 2011). Oleh karena itu, perlu upaya pengendalian
lain yang relatif lebih aman terhadap lingkungan di antaranya menggunakan
insektisida nabati. Insektisida nabati merupakan insektisida berbasis bahan aktif
senyawa metabolit sekunder tumbuhan (Dadang & Prijono 2008). Keunggulan
insektisida nabati antara lain mudah terdegradasi di alam sehingga tidak
meninggalkan racun di lingkungan, menghambat aktivitas makan serangga hama
walaupun tidak langsung menyebabkan kematian tetapi dapat menyebabkan
kelumpuhan, memiliki daya racun yang rendah terhadap organisme non-target,
bersifat selektif terhadap serangga hama dan kurang berbahaya untuk seranggaserangga menguntungkan serta memiliki toksisitas rendah untuk tanaman (Leslie
1994).
Penggunaan insektisida nabati berupa ekstrak minyak atsiri dan senyawa
aktif tumbuhan telah banyak dilaporkan oleh beberapa penulis. Senyawa minyak
atsiri dari tanaman Eucalyptus staigeriana (Myrtaceae) dilaporkan bersifat
insektisida terhadap telur, larva dan imago lalat Lutzomyia longipalpis (Diptera:
Psychocidae) (Maciel et al. 2010). Sementara itu ekstrak tanaman E. benthamii
juga dilaporkan mengandung senyawa cis-ocimene (56.88%) yang mampu
menyebabkan mortalitas dan bersifat repelen terhadap imago Sitophilus zeamais
(Coleoptera: Curculionidae) (Mossi et al. 2010). Kandungan minyak atsiri dari
daun Piper betle (Piperaceae) dilaporkan dapat menyebabkan mortalitas terhadap
larva nyamuk Aedes aegypti (Diptera: Culicidae) (Tennyson et al. 2012). Minyak
atsiri rimpang jahe Zingiber officinale (Zingiberaceae) dilaporkan efektif

2
membunuh larva Spodoptera frugiperda (Lepidoptera: Noctuidae) (Knaak et al.
2013). Umbi Myrmecodia pendans (Rubiaceae) mengandung senyawa flavonoid,
tanin, tokoferol dan polisakarida (Roslizawaty et al. 2013). Senyawa flavonoid
pada tanaman Tephrosia purpuria (Leguminoceae) dilaporkan bersifat insektisida
terhadap Callosobruchus maculatus (Coleoptera: Bruchidae) (Diwan & Saxena
2010). Menurut Anshul et al. (2013) senyawa flavonoid pada tanaman Artemisia
annua (Asteraceae) mampu menghambat pertumbuhan Helicoverpa armigera
(Lepidoptera: Noctuidae). Ekstrak buah Piper aduncum (Piperaceae) dilaporkan
mengandung senyawa dilapiol yang bersifat insektisida terhadap larva C.
pavonana (Lepidoptera: Crambidae) (Syahroni & Prijono 2013).
Crocidolomia pavonana merupakan salah satu hama penting pada tanaman
Famili Brassicaceae. Hama ini mampu menyebabkan kerusakan terutama pada
musim kering hingga 100% (Sudarwohadi 1975). Tindakan pengendalian yang
dilakukan petani antara lain, menggunakan insektisida sintetik, penggunaan
musuh alami, pengendalian secara mekanik dengan cara memetik bagian tanaman
untuk mengumpulkan telur dan larva pada bagian tanaman yang terserang
serangga hama kemudian dimusnahkan namun, tindakan pengendalian tersebut
tidak memberikan pengaruh dalam menekan populasi hama tersebut. Oleh karena
itu, dalam pengujian ini C. pavonana layak untuk dijadikan hama sasaran dalam
pengujian insektisida nabati.
Kabupaten Merauke merupakan salah satu kabupaten yang terletak di
bagian selatan Provinsi Papua. Sumberdaya hayati seperti tumbuh-tumbuhan yang
tersebar dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai sumber makanan, bahan sandang,
obat-obatan, bahan bangunan dan perkakas. Famili tumbuhan yang tersebar di
daerah Kabupaten Merauke antara lain Arecaceae, Myrtaceae, Pandanaceae,
Piperaceae, Rubiaceae dan Zingiberaceae. Anggota famili tumbuh-tumbuhan
tersebut diduga mengandung senyawa aktif sebagai insektisida. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian untuk menguji aktivitas tumbuh-tumbuhan yang berasal
dari Kabupaten Merauke, Provinsi Papua sebagai insektisida nabati.

Rumusan Masalah
Penggunaan insektisida sintetik dapat menimbulkan dampak negatif maka
potensi tumbuh-tumbuhan sebagai insektisida nabati perlu dikembangkan.
Kabupaten Merauke memiliki sumberdaya hayati yang dapat dikembangkan
antara lain tumbuh-tumbuhan dari Famili Arecaceae, Myrtaceae, Pandanaceae,
Piperaceae, Rubiaceae dan Zingiberaceae. Untuk itu, diperlukan studi untuk
menguji keefektifan tumbuh-tumbuhan tersebut sebagai insektisida terhadap larva
C. pavonana.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas insektisida nabati tujuh
ekstrak tumbuhan, antara lain biji Areca catechu (Arecaceae), kulit kayu
Eucalyptus pellita (Myrtaceae), umbi Myrmecodia pendans (Rubiaceae), buah
Piper aduncum (Piperaceae), daun Piper betle (Piperaceae), buah Pandanus

3
conoideus (Pandanaceae) dan rimpang Zingiber officinale (Zingiberaceae) yang
berasal dari Kabupaten Merauke, Provinsi Papua terhadap larva C. pavonana.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang aktivitas
tujuh ekstrak tumbuhan asal Kabupaten Merauke, Provinsi Papua sebagai
insektisida nabati.

4

TINJAUAN PUSTAKA

Ekologi Merauke dan Keragaman Tumbuhan
Kabupaten Merauke merupakan salah satu dari 29 Kabupaten yang berada
di Provinsi Papua dan terletak di bagian selatan. Kabupaten Merauke memiliki
luas wilayah 45 071 km2 (11% dari wilayah provinsi) lebih luas dibandingkan luas
wilayah kabupaten lainnya di Provinsi Papua. Wilayah Kabupaten Merauke
sebagian besar merupakan dataran rendah dengan keadaan wilayah di dominasi
rawa-rawa yang tergenang air dengan luas areal 1 425 000 ha. Kabupaten
Merauke mempunyai kemiringan pesisir pantai 0 sampai 8%, dan beberapa
wilayah dengan topografi sedikit berbukit (Bappeda Merauke 2013).
Papua secara umum memiliki beberapa jenis tumbuhan endemik tetapi
mempunyai jumlah yang terbatas. Menurut Marshal (2006), keendemikan jenis
tumbuhan di Papua mencapai 60% sampai 90%, tetapi sebaran famili yang
ditemukan relatif sedikit. Tumbuh-tumbuhan yang tersebar dimanfaatkan oleh
masyarakat sebagai sumber makanan, bahan sandang, bahan obat-obatan, bahan
bangunan, dan perkakas.
Tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Merauke antara lain buah pinang
(Areca catechu) (Arecaceae) yang digunakan untuk menyirih, kegiatan adat dan
dimanfaatkan juga sebagai obat sakit gigi dan obat cacing. Buah sirih hijau (Piper
betle) (Piperaceae) juga digunakan untuk menyirih, dimakan dengan buah pinang.
Umbi sarang semut merah (Myrmecodia pendans) (Rubiaceae) dipercaya
berkhasiat sebagai obat paru-paru dan kanker. Jahe merah (Zingiber officinale)
(Zingiberaceae) dipercaya untuk mengusir roh jahat, digunakan sebagai bumbu
masak, obat untuk menurunkan demam pada anak-anak. Akar tuba (Derris
elliptica) (Fabaceae) dimanfaatkan masyarakat untuk mencari ikan di daerah
rawa. Sagu (Metroxylon sagu) (Arecaceae) dimanfaatkan bagian-bagiannya untuk
memenuhi kebutuhan hidup antara lain batang dimanfaatkan sebagai sumber
makanan pokok, daun dimanfaatkan sebagai atap rumah serta dahan dimanfaatkan
sebagai bahan pembuatan dinding rumah.

Bioekologi dan Pengendalian Crocidolomia pavonana (F.)
Ulat krop kubis atau C. pavonana (Lepidoptera: Crambidae) merupakan
salah satu hama utama pada tanaman Famili Brassicaceae. Hama ini dapat
menyebabkan kerusakan pada musim kemarau hingga 100% (Sudarwohadi 1975).
Larva C. pavonana melalui lima instar dengan stadia 8-12 hari. Larva instar
I berukuran panjang 2-3 mm, berwarna hijau kekuningan serta hidup
berkelompok. Larva instar II berwarna hijau muda dengan panjang 5.5-6.1 mm
dan memiliki garis hijau muda sepanjang punggung. Larva instar III berwarna
hijau dengan panjang 11-13 mm sedangkan, larva instar IV dengan panjang 20
mm, berwarna hijau dengan titik-titik hitam dan memiliki tiga garis memanjang di
bagian dorsal serta satu garis memanjang di bagian lateral. Larva instar V
berwarna kuning kehijauan dan akan berubah menjadi berwarna cokelat serta

5
ukuran tubuhnya yang mengecil dan akan turun ke tanah untuk membentuk pupa
(Prijono & Hasan 1992).
Pupa C. pavonana memiliki ukuran panjang 10 mm dengan stadia 10-15
hari pada suhu 24°C sampai 33.2°C dan kelembaban antara 54.1% sampai 87.8%.
Imago C. pavonana berwarna cokelat muda, berukuran panjang sekitar 18 mm
dan aktif pada malam hari. Imago betina dapat bertahan hidup selama 23 hari
sampai 28 hari dan mampu menghasilkan telur sekitar 75 butir sampai 300 butir di
dalam 2 sampai 10 kelompok telur (Kalshoven 1981). Sementara itu, imago jantan
dapat bertahan hidup selama 24 hari sampai 29 hari.
Tindakan pengendalian terhadap C. pavonana dapat menggunakan teknik
budidaya yang dilakukan dengan sistem tumpang sari menggunakan tanaman sawi
jabung (Brasicca juncea (L.) Czern.) yang berhasil mengurangi kerusakan tanpa
menggunakan insektisida sintetik (Srinivasan & Moorthy 1991). Pengendalian
secara mekanis dapat dilakukan dengan cara mengumpulkan telur dan larva yang
berada pada bagian tanaman dan dimusnahkan. Pengendalian secara biologi
menggunakan parasitoid larva Sturmia inconspicuoides Bar. (Diptera:
Tachinidae), predator Ropalidia bambusae Rich. (Hymenoptera: Vespidae)
(Sastrosiswojo et al. 2005) dan Bacillus thuringiensis. Pengendalian secara
kimiawi menggunakan insektisida sintetik.

Senyawa Metabolit Sekunder Tumbuhan dan Manfaatnya
Tumbuhan merupakan salah satu organisme yang dapat menghasilkan
metabolisme berupa metabolit primer dan sekunder. Metabolit primer merupakan
senyawa yang dihasilkan dari proses fotosintesis dan berperan dalam proses
fisiologi tumbuhan. Senyawa metabolit primer yang dihasilkan seperti
karbohidrat, protein, dan lemak. Metabolit sekunder merupakan senyawa kimia
yang disintesis oleh tumbuhan untuk pertahanan diri dari habitat disekitarnya.
Senyawa metabolit sekunder memiliki beberapa fungsi antara lain atraktan dalam
proses penyerbukan, alelopati dalam persaingan dengan tumbuhan lain,
melindungi saat keadaan lingkungan ekstrim, dan sebagai pelindung dari serangan
hama atau penyakit. Senyawa metabolit sekunder yang dihasilkan seperti
flavonoid, terpenoid, dan alkaloid (Bernays & Chapman 1994).
Senyawa metabolit sekunder tertentu dapat menganggu pertumbuhan
serangga, mengakibatkan penurunan aktivitas kerja enzim pencernaan yang
berfungsi merombak dan mengabsorbsi nutrisi yang bermanfaat bagi serangga
serta menyebabkan kematian. Senyawa mimosin dari tanaman Mimosa pudica
(Fabaceae) dan Leucaena leucocephala (Fabaceae) dapat menghambat
pertumbuhan dan perkembangan Tribolium castaneum (Coleoptera:
Tenebrionidae) dan mampu menurunkan aktivitas enzim amilase yang berperan
dalam proses pencernaan serangga tersebut (Ishaaya et al. 1991). Senyawa aktif
dalam ekstrak petroleum biji srikaya (Annona squamosal L.) (Annonaceae)
mempunyai toksisitas tertinggi bagi larva T. castaneum dibandingkan senyawa
aktif dalam ekstrak metanol biji srikaya pada LD50 berturut-turut 0.03 µg cm-2 dan
15.697 µg cm-2 (Khalequzzaman & Sultana 2006).
Senyawa azadiraktin dari formulasi minyak mimba (Azadirachta indica)
(Meliaceae) yang dilaporkan Dua et al. (2009) mampu menyebabkan mortalitas

6
50% larva nyamuk Anopheles stephensi, Culex quinquefasciatus dan Aedes
aegypti (Diptera: Culicidae) pada konsentrasi berturut-turut 1.6, 1.7, dan 1.8 ppm
selama 48 jam setelah perlakuan. Senyawa katekin dari kulit kayu Acacia catechu
(Fabaceae) dapat menyebabkan mortalitas beberapa serangga gudang (Khatun et
al. 2011). Ekstrak Artemisia annua (Asteraceae) mengandung senyawa flavonoid
yang dapat menghambat pertumbuhan pengerek Helicoverpa armigera
(Lepidoptera: Noctuidae) (Anshul et al. 2013). Campuran ekstrak Piper aduncum
(Piperaceae) dan Sapindus rarak DC (Sapindaceae) mampu menyebabkan
mortalitas dan menghambat pertumbuhan larva instar II C. pavonana
(Lepidoptera: Crambidae) (Syahroni & Prijono 2013). Menurut Ravaomanarivo
et al. (2014), komponen kimia seperti alkaloid dan flavonoid dalam ekstrak biji
sirsak (Annona muricata) (Annonaceae) dapat menyebabkan mortalitas tertinggi
pada nyamuk Aedes albopictus dan Culex quinquefasciatus (Diptera: Culicidae)
dibandingkan dengan ekstrak biji srikaya (Annona squamosa) (Annonaceae)
dengan LC50 untuk imago dan larva berturut-turut 1% sampai 5% dan 0.5%
sampai 1%.

Insektisida Nabati
Berdasarkan bahan aktif pestisida diklasifikasikan ke dalam pestisida
sintetik dan pestisida alami. Pestisida sintetik merupakan pestisida berbahan aktif
senyawa sintetik sedangkan pestisida alami merupakan pestisida berbahan aktif
berupa bahan-bahan alami yang berasal dari mahkluk hidup atau mineral.
Pestisida alami terdiri dari tiga kategori yaitu pestisida biologi, metabolit
dan mineral (Permentan 2015). Pestisida biologi merupakan pestisida berbahan
aktif mikro organisme atau makhluk hidup seperti avermektin berbahan aktif hasil
fermentasi bakteri Streptomycetes avermitilis yang aktif terhadap serangga dan
nematoda selain itu, terdapat juga insektisida kartap yang mengandung senyawa
aktif hasil isolasi cacing laut Lumbriconereis heteropoda (Dadang & Prijono
2008). Pestisida metabolit merupakan pestisida berbahan aktif senyawa sekunder
dari makhluk hidup seperti tumbuhan yang diduga mampu mempengaruhi
aktivitas biologi, fisiologi, dan perilaku hama tanaman. Beberapa senyawa
sekunder yang menunjukkan keefektifan terhadap hama tanaman antara lain
senyawa aktif pada biji mahoni (Swietenia mahogoni Jacq) (Meliaceae) mampu
menghambat aktivitas makan larva P. xylostella pada metode pilihan maupun
tanpa pilihan pada taraf konsentrasi 5% (Dadang & Ohsawa 2000). Senyawa
saponin, alkaloid, dan tanin pada ekstrak kulit jengkol (Pithecellobium lobatum)
(Fabaceae) digunakan untuk menghambat aktivitas makan larva instar V Heliotis
armigera (Lepidoptera: Noctuidae) (Ambarningrum et al. 2007). Selain itu,
ekstrak kulit jengkol juga dapat mempengaruhi nilai konsumsi relatif, nilai
pertumbuhan relatif, dan efisiensi makan larva S. litura (Ambarningrum et al.
2009). Daun sirsak (Annona muricata) (Annonaceae) diduga mengandung
senyawa annonain dapat menghambat aktivitas makan larva S. litura
(Ambarningrum et al. 2012). Pestisida mineral merupakan pestisida berbahan
aktif berupa mineral seperti belerang dan silika.
Anggota famili tumbuhan lain yang telah dilaporkan mempunyai sifat
insektisida antara lain ekstrak metanol akar pasak bumi (Eurycoma longifolia)

7
(Simaroubaceae) memiliki aktivitas insektisida cukup kuat terhadap C. pavonana
(Lina et al. 2009). Menurut Dadang dan Undayasari (2005), ekstrak jeringau
(Acorus calamus) (Acoraceae), bunga lawang (Illicium verum) (Illiciaceae), nilam
(Pogostemon cablin) (Lamiaceae) dan akar wangi (Vetiveria zizanioides)
(Poaceae) memiliki aktivitas penghambatan telur C. chinensis yang tinggi yaitu
90%. Ekstrak buah cabe jawa (Piper retrofractum) (Piperaceae) dapat
menyebabkan kematian imago hama penghisap buah (Helopeltis antonii)
(Hemiptera: Miridae) pada konsentrasi 0.05% sampai 0.3% dan mampu
mengurangi jumlah nimfa keturunan yang dihasilkan pada perlakuan subletal
untuk konsentrasi 0.203% (Indriati et al. 2015).
Jenis tumbuh-tumbuhan yang tersebar di suatu daerah memiliki jumlah yang
cukup banyak tetapi, belum diteliti aktivitasnya sebagai insektisida. Sehingga
perlu dicari potensi lain dalam pemanfaatan tumbuh-tumbuhan terutama untuk
menemukan famili tumbuhan dan senyawa aktif baru yang dapat digunakan
sebagai insektisida untuk mengendalikan serangga hama.

8

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian
Bogor yang berlangsung dari Juli 2014 sampai Oktober 2015.

Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan meliputi larva instar II C. pavonana, metanol,
etil asetat, etanol, Tween-80, Agristik, serbuk gergaji, daun brokoli, madu 10%,
akuades, benih brokoli, pupuk kandang, NPK dan tanah. Alat-alat yang digunakan
meliputi rotary evaporator, microsyringe, kotak plastik (10 cm x 7 cm x 5 cm),
kurungan serangga (50 cm x 50 cm x 50 cm), neraca analitik, corong kaca, tabung
erlenmeyer, cawan petri berdiameter 9 cm, cawan petri berdiameter 14 cm, kapas,
kertas saring, tabung rol film, nampan, polybag 5 kg.

Metode
Tumbuhan Sumber Ekstrak
Bahan tumbuhan yang dikoleksi adalah biji pinang (Areca catechu)
(Arecaceae), kulit kayu putih (Eucalyptus pellita) (Myrtaceae), umbi sarang semut
(Myrmecodia pendans) (Rubiaceae), buah sirih hutan (Piper aduncum)
(Piperaceae), daun sirih hijau (Piper betle) (Piperaceae), buah merah (Pandanus
conoideus) (Pandanaceae), dan rimpang jahe merah (Zingiber officinale)
(Zingiberaceae) yang berasal dari Desa Kurik Kecamatan Kurik, Desa Wasur
Kecamatan Merauke dan Desa Kondo Kecamatan Noken njerai Kabupaten
Merauke, Papua.

Ekstraksi Tumbuhan
Ekstraksi bagian tumbuhan A. catechu, E. pellita, M. pendans, P. aduncum,
P. betle, P. conoideus dan Z. officinale dilakukan dengan metode maserasi.
Masing-masing bahan tumbuhan dipotong-potong dan dikeringanginkan selama
beberapa hari tanpa terkena cahaya matahari. Setelah bahan tumbuhan
keringangin, kemudian dihaluskan menggunakan blender dan diayak
menggunakan pengayak kawat dengan jalinan kawat berukuran 0.5 mm hingga
menjadi serbuk. Selanjutnya, 200 g serbuk masing-masing bahan tumbuhan
dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer dan direndam dalam pelarut organik.
Serbuk A. catechu, E. pellita, M. pendans, P. betle, P. conoideus dan Z.
officinale direndam dalam metanol, sedangkan serbuk P. aduncum direndam
dalam etil asetat masing-masing pada perbandingan 1:10 (w/v) selama 24 jam.
Hasil rendaman ekstrak disaring menggunakan corong kaca yang dialasi kertas

9
saring kemudian diuapkan menggunakan rotary evaporator pada suhu 50 °C dan
tekanan 337 mbar hingga diperoleh ekstrak kasar. Pelarut hasil evaporasi
digunakan kembali untuk merendam ulang ampas ekstrak dengan metode yang
sama. Selain itu, pelarut bekas perendaman juga digunakan untuk membilas
corong kaca dan labu erlenmeyer. Ekstrak yang diperoleh disimpan di dalam
lemari es pada suhu 4°C.

Penanaman dan Pemeliharaan Tanaman Brokoli
Bagian tanaman yang digunakan sebagai pakan serangga dan media
pengujian adalah daun brokoli (Brassica oleracea). Benih brokoli (SAKATA
green magic broccoli hibrida F1) diperoleh dari toko pertanian di daerah Bogor.
Benih brokoli disemai pada nampan yang telah diberi campuran tanah dan pupuk
kandang (1:1; w/w). Bibit yang berumur empat minggu atau telah memiliki
empat lembar daun dipindahkan ke polybag berkapasitas 5 kg yang berisi
campuran tanah dan pupuk kandang (3:1; w/w). Tanaman yang berumur empat
minggu diberi pupuk susulan NPK sekitar 5 g untuk tiap polybag.
Pemeliharaan tanaman brokoli meliputi penyiraman, penyulaman bagi
tanaman yang rusak, penyiangan gulma yang tumbuh pada polybag dan di sekitar
penanaman, pengendalian hama dan penyakit dilakukan secara mekanik dengan
cara mengambil larva dan daun yang terinfeksi penyakit kemudian dimusnahkan.
Daun brokoli yang digunakan sebagai pakan adalah daun yang berasal dari
tanaman brokoli yang telah berumur dua bulan.

Pemeliharaan dan Perbanyakan Serangga Uji
Serangga uji yang digunakan adalah larva C. pavonana yang berasal dari
pertanaman kubis di Desa Gandamanah, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor.
Pemeliharaan serangga dilakukan di Laboratorium Fisiologi dan Toksikologi
Serangga Departemen Proteksi Tanaman, Institut Pertanian Bogor. Prosedur
pemeliharaan dan perbanyakan serangga mengacu pada metode Prijono dan Hasan
(1992). Larva dipelihara di dalam kotak plastik berjendela kasa (10 cm x 7 cm x 5
cm) dan diberikan pakan daun brokoli bebas insektisida. Menjelang berpupa, larva
instar V diberikan serbuk gergaji steril dalam kotak plastik sebagai media berpupa
dan dimasukkan ke dalam kurungan serangga (50 cm x 50 cm x 50 cm)
berdinding kain kasa dan plastik. Imago yang muncul diberikan pakan cairan
madu 10% yang diserapkan pada kapas, sementara itu bagi imago betina
diletakkan daun brokoli sebagai media meletakkan telur; tangkai dimasukkan ke
dalam tabung rol film yang dibungkus kapas. Kelompok telur yang diletakkan
kemudian diambil dan dimasukkan ke dalam kotak plastik dan dibiarkan hingga
telur menetas. Larva yang muncul diberi pakan daun brokoli dan dipelihara untuk
mendapatkan larva instar II.

Uji Toksisitas Ekstrak Tunggal
Sediaan ekstrak buah P. aduncum, daun P. betle, buah P. conoideus dan,
rimpang Z. officinale masing-masing dilarutkan dalam metanol ditambah
pengemulsi Tween-80 (5:1; v/v), sementara itu ekstrak biji A. catechu dan kulit

10
kayu E. pellita dilarutkan dalam etanol dan pengemulsi Tween-80 (5:1; v/v), dan
ekstrak umbi M. pendans dilarutkan dalam etanol dan pengemulsi Agristik (5:1;
v/v). Masing-masing ekstrak terlarut kemudian diencerkan dengan menambahkan
akuades sampai volume tertentu sesuai dengan dosis uji yang diinginkan. Setiap
perlakuan kontrol pada pengujian tersebut digunakan akuades ditambah dengan
larutan pelarut dan pengemulsi masing-masing ekstrak seperti yang diuraikan di
atas. Pengujian toksisitas dilakukan dengan dua metode yaitu residu pada daun
dan perlakuan topikal (Dadang & Prijono 2011).

Metode Residu pada Daun. Potongan daun brokoli berukuran 4 cm x 4 cm
dicelupkan satu per satu ke dalam sediaan larutan uji, sedangkan potongan daun
yang digunakan sebagai kontrol dicelup ke dalam larutan pelarut dan pengemulsi,
lalu dikeringudarakan selama beberapa menit. Setelah potongan daun mengering,
dimasukkan dua potong daun perlakuan dan dua potong daun kontrol ke dalam
cawan petri (diameter 9 cm) secara terpisah kemudian dimasukkan 10 ekor larva
C. pavonana instar II.

Metode Perlakuan Topikal. Sebanyak 10 ekor larva C. pavonana instar II
dimasukkan ke dalam cawan petri diameter 9 cm yang telah dialasi tisu. Sediaan
larutan uji dan kontrol yang telah disiapkan kemudian diteteskan pada bagian
dorsal toraks larva dengan microsyringe dan dibiarkan selama beberapa menit
hingga tetesan mengering. Setelah tetesan ekstrak mengering, diberikan dua
potong daun brokoli berukuran 4 cm x 4 cm bebas insektisida sebagai pakan bagi
serangga sasaran.
Perlakuan pada kedua metode di atas, diulang sebanyak lima kali dan
diamati pada 24, 48, dan 72 jam setelah perlakuan (JSP) dengan menghitung
jumlah larva yang mati. Data mortalitas yang diperoleh dianalisis dengan POLOPC (LeOra Software 1987).

Uji Toksisitas Campuran Ekstrak
Ekstrak yang diujikan yaitu ekstrak P. aduncum dan P. conoideus yang
diencerkan dengan pelarut metanol dan pengemulsi Tween-80 (5:1; v/v) serta
aquades. Pengujian terdiri dari tiga perbandingan yaitu 1:1, 1:2 dan 2:1 (w/w).
Metode yang digunakan adalah metode residu pada daun dan perlakuan
topikal yang mempunyai tahapan pengujian sama dengan pengujian toksisitas
ekstrak tunggal seperti yang diuraikan di atas. Pengamatan dilakukan pada 24, 48,
dan 72 JSP dengan menghitung jumlah larva uji yang mati. Kemudian nilai-nilai
LC/LD yang diperoleh digunakan untuk menentukan nilai indeks kombinasi (IK)
yang dihitung menggunakan rumus Chou dan Talalay (1984):
IK =

+

+(

)

11
Dimana, LCx1 dan LCx2 merupakan nilai LC ekstrak tunggal. LCx1(cm) dan LCx2(cm)
merupakan LC/LD campuran yang dikalikan proporsi ekstrak di dalam campuran
yang mengakibatkan mortalitas (15%-90%). Berdasarkan nilai IK dapat
ditentukan sifat interaksi yang diadaptasi menurut Kosman dan Cohen (1996) dan
Gisi (1996) sebagai kebalikan dari nisbah ko-toksisitas.
(1) bila IK < 0.5, komponen campuran bersifat sinergistik kuat;
(2) bila IK 0.5-0.77, komponen campuran bersifat sinergistik lemah;
(3) bila IK > 0.77-1.43, komponen campuran bersifat aditif;
(4) bila IK > 1.43, komponen campuran bersifat antagonistik.

Uji Penghambatan Aktivitas Makan
Sediaan larutan uji yang digunakan dalam pengujian penghambatan
aktivitas makan dibuat dengan cara dan tahapan yang sama seperti pengenceran
bahan ekstrak pada pengujian toksisitas. Pengujian penghambatan aktivitas makan
dilakukan dengan dua metode yaitu metode tanpa pilihan dan pilihan (Prijono
2005).

Metode Tanpa Pilihan. Digunakan empat potongan daun brokoli (4 cm x 4 cm)
dan cawan petri (diameter 9 cm). Dua potong daun dicelupkan dalam larutan
ekstrak uji dengan taraf konsentrasi tertentu sedangkan dua potong daun lainnya
dicelup dalam larutan kontrol, kemudian dikeringudarakan selama beberapa
menit. Setelah kering, daun disusun dalam cawan petri secara terpisah (Gambar
1a).

Metode Pilihan. Digunakan empat potong daun brokoli (4 cm x 4 cm) dan cawan
petri (diameter 14 cm). Dua potong daun brokoli dicelupkan ke dalam larutan
ekstrak uji dengan taraf konsentrasi tertentu sedangkan dua potong daun lainnya
dicelupkan di dalam larutan kontrol. Kemudian dikeringudarakan selama beberapa
menit. Potongan daun yang telah kering kemudian diletakkan dalam cawan petri
(Gambar 1b).
A

B

Gambar 1 Tata letak daun perlakuan penghambatan aktivitas makan larva C.
pavonana menggunakan metode tanpa pilihan (no choice) (a) dan
pilihan (choice) (b)

12
Sebanyak 10 ekor larva instar II C. pavonana dimasukkan ke dalam masingmasing cawan petri dan dibiarkan makan selama 24 jam. Setiap perlakuan diulang
sebanyak lima kali. Setelah 24 jam, sisa potongan daun diambil kemudian
dibungkus aluminium foil dan dikeringkan pada suhu 105 °C selama 2 jam.
Potongan daun yang telah dikeringan ditimbang untuk menentukan berat kering
dan dilanjutkan dengan menghitung persentase penghambatan aktivitas makan.
Data berat kering daun perlakuan menggunakan metode tanpa pilihan maupun
pilihan disajikan pada lampiran 7 dan 8.
Rumus penghambatan aktivitas makan dengan metode tanpa pilihan:
PM =

x 100%

rumus penghambatan aktivitas makan dengan metode pilihan:
PM =

x 100%

Keterangan :
PM
: Penghambatan makan (%)
BKK : Berat kering daun tanpa perlakuan yang termakan (kontrol) (g)
BKP : Berat kering daun perlakuan yang termakan (g)
Persentase penghambatan aktivitas makan yang diperoleh dapat digunakan
untuk menentukan kriteria penghambatan aktivitas makan menurut Park et al.
(1997) (Tabel 1).
Tabel 1 Kriteria penghambatan aktivitas makan
Penghambat makan (%)
Kriteria
x ≥ 80
Kuat
61 ≤ x < 80
Sedang
40 ≤ x < 60
Lemah
x < 40
Sangat lemah
x : persentase penghambatan aktivitas makan.

Analisis Data
Data hubungan antara mortalitas larva uji dengan konsentrasi dan dosis
ekstrak dianalisis untuk menentukan LC50/LD50 dan LC95/LD95 menggunakan
program POLO-PC (LeOra Software 1987).

13

HASIL PENELITIAN

Toksisitas Ekstrak Tunggal
Metode Residu pada Daun
Mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan tujuh ekstrak tumbuhan yang
diujikan dengan metode residu pada daun menunjukkan lima ekstrak
menyebabkan mortalitas mulai 24 JSP, sedangkan dua ekstrak lainnya yaitu
ekstrak daun P. betle dan rimpang Z. officinale tidak menunjukkan adanya
mortalitas.
Mortalitas larva pada perlakuan lima ekstrak tumbuhan mulai 24 JSP
menunjukkan ekstrak A. catechu, M. pendans, P. aduncum, dan P. conoideus
menyebabkan mortalitas berturut-turut 54%, 48%, 48%, dan 48% pada
konsentrasi tertinggi, sedangkan ekstrak E. pellita menyebabkan mortalitas
sebesar 24% pada konsentrasi 1.3%. Pada pengamatan 48 JSP, menunjukkan
adanya peningkatan mortalitas pada ekstrak A. catechu, E. pellita, P. aduncum,
dan P. conoideus berturut-turut menjadi 60%, 44%, 76%, dan 64%, sementara itu
ekstrak M. pendans tidak terjadi peningkatan mortalitas. Pada pengamatan 72 JSP,
ekstrak A. catechu, E. pellita, M. pendans, dan P. conoideus tidak terjadi
peningkatan mortalitas larva C. pavonana, kecuali ekstrak P. aduncum yang
menunjukkan penambahan mortalitas menjadi 12%, 34%, dan 80% pada taraf
konsentrasi berturut-turut 0.06%, 0.13%, dan 0.25% (Gambar 2).
Toksisitas kelima ekstrak dapat dievaluasi dari parameter persamaan regresi
probit yang menunjukkan hubungan konsentrasi dengan mortalitas larva uji.
Berdasarkan nilai LC, ekstrak P. aduncum memiliki nilai LC50 dan LC95
berturut-turut sebesar 0.15% dan 0.60% lebih rendah dibandingkan keempat
ekstrak lainnya. Selain itu, nilai b (kemiringan regresi) ekstrak P. aduncum lebih
tinggi dibandingkan dengan keempat ekstrak lainnya (Tabel 2). Hal ini
menunjukkan bahwa ekstrak P. aduncum memiliki toksisitas paling tinggi
terhadap larva C. pavonana.

Metode Perlakuan Topikal
Pada pengamatan 24 JSP, ekstrak P. aduncum dapat menyebabkan 100%
mortalitas larva C. pavonana pada dosis 10 µg/µl dan 20 µg/µl, sedangkan ekstrak
P. conoideus menyebabkan mortalitas 100% larva C. pavonana pada dosis 20
µg/µl. Mortalitas pada perlakuan ekstrak A. catechu, E. pellita dan P. betle pada
dosis 20 µg/µl berturut-turut sebesar 32%, 18%, dan 4% sementara itu, mortalitas
terendah ditunjukkan pada perlakuan ekstrak M. pendans dan Z. officinale sebesar
2%. Pengamatan 48 JSP, terjadi penambahan mortalitas masing-masing ekstrak
seiring peningkatan taraf dosis. Pada pengamatan 72 JSP, ekstrak A. catechu, E.
pellita, P. aduncum, dan P. conoideus penambahan mortalitas tetapi dalam
persentase yang rendah (< 10%), sedangkan ekstrak P. betle, Z. officianale, dan
M. pendans tidak terjadi peningkatan mortalitas (Gambar 3).
Aktivitas insektisida tujuh ekstrak dapat dilihat dari parameter persamaan
regresi probit yang menunjukkan hubungan dosis dengan mortalitas larva uji.
Berdasarkan nilai LD, ekstrak P. aduncum mempunyai nilai LD50 dan LD95

14
sebesar 1.46 µg/µl dan 6.85 µg/µl kemudian, diikuti oleh nilai LD50 dan LD95
ekstrak P. conoideus sebesar 7.09 µg/µl dan 20.27 µg/µl. Nilai b (kemiringan
regresi) ekstrak P. conoideus memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan keenam
ekstrak lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis ekstrak P.
conoideus yang diujikan maka dapat mematikan serangga uji lebih banyak
dibandingkan dengan ekstrak lainnya (Tabel 3).
E. pellita

Mortalitas (%)

A. catechu

P. aduncum

Mortalitas (%)

M. pendans

Mortalitas (%)

P. conoideus

Waktu pengamatan (Jam setelah perlakuan)

Gambar 2 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan lima
ekstrak tumbuhan yang diuji dengan metode residu pada daun

15
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

A. catechu

Mortalitas (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

24

48

Mortalitas (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Mortalitas (%)

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

48

100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
48

48

72

72

P. conoideus

24

72

Z. officinale

24

48

P. aduncum

24

72

P. betle

24

24
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0

Mortalitas (%)

100
90 s M. pendans
80
70
60
50
40
30
20
10
0
24
48

72

E. pellita

48

72

Kontrol
1 µg/ µl
5 µg/ µl
10 µg/ µl
20 µg/ µl

72
Waktu pengamatan (Jam setelah perlakuan)

Gambar 3 Perkembangan mortalitas larva C. pavonana pada perlakuan tujuh
ekstrak tumbuhan yang diuji dengan metode perlakuan topikal

a

a : intersep garis regresi probit, b : kemiringan regresi probit, GB : galat baku. b LC : lethal concentration, SK : selang kepercayaan.

Tabel 3 Penduga parameter persamaan regresi hubungan dosis tujuh ekstrak tumbuhan pada pengamatan 72 JSP terhadap
mortalitas C. pavonana yang diujikan dengan metode perlakuan topikal
LD50
LD95
Ekstrak
a ± GBa
b ± GB
(SK 95%)(µg/µl)b
(SK 95%)( µg/µl)
A. catechu
-2.34 ± 0.41
1.66 ± 0.38
000025.70 ( - )
000000249.60 ( - )
E. pellita
-1.78 ± 0.42
0.79 ± 0.40
000180.34 ( - )
000021534.00 ( - )
M. pendans
-2.83 ± 0.70
0.85 ± 0.65
002162.40 ( - )
00018569E+06 ( - )
P. aduncum
-2.04 ± 0.26
2.45 ± 0.33
000001.46 (0.44 - 2.78) 000000006.85 (3.53 - 59.52)
P. betle
-2.09 ± 0.35
0.63 ± 0.35
002050.97 ( - )
00081163E+06 ( - )
P. conoideus
-0.37 ± 1.09
3.61 ± 1.14
000007.09 ( - )
000000020.27 ( - )
Z. officinale
-2.22 ± 0.39
0.55 ± 0.39
010826.00 ( - )
00010526E+08 ( - )
a

a : intersep garis regresi probit, b : kemiringan regresi probit. bGB : galat baku, LD : lethal dose; SK : selang kepercayaan.

16

Tabel 2 Penduga parameter persamaan regresi probit hubungan konsentrasi tujuh ekstrak tumbuhan terhadap mortalitas
larva C. pavonana pada pengamatan 72 JSP yang diujikan dengan metode residu pada daun
LC50
LC95
Ekstrak
a ± GBa
b ± GB
(SK 95%)(%)b
(SK 95%)(%)
A.catechu
-0.21 ± 0.98
1.14 ± 0.27
0.95 ( - )
26.19 ( - )
E. pellita
-0.26 ± 0.12
0.95 ± 0.30
1.89 (1.02-16.23)
98.84 (13.10-4163.00)
M. pendans
-0.50 ± 0.10
1.37 ± 0.33
2.33 (1.51-06.25)
36.75 (10.75-1061.70)
P. aduncum
-2.25 ± 0.35
2.72 ± 0.35
0.15 ( - )
0.60 ( - )
P. betle
-0.--00
P.conoideus
-0.48 ± 0.11
1.35 ± 0.28
0.92 (0.67- 1.54)
15.09 (05.57-0161.44)
Z. officinale
00 --.00
0.--00
0000-

Toksisitas Campuran Ekstrak
Ekstrak P. aduncum dan P. conoideus pada uji toksisitas tunggal
menunjukkan pengaruh mortalitas yang cukup baik sehingga pengujian campuran
kedua ekstrak dilakukan. Campuran ekstrak diuji dengan tiga perbandingan yaitu
1:1, 1:2 dan 2:1 (w/w).

Metode Residu pada Daun
Mortalitas larva pada pengujian campuran ekstrak dengan perbandingan 1:1
(w/w) mulai 24 JSP menyebabkan mortalitas 2%, 6%, 6%, 10%, 14%, dan 18%
pada konsentrasi berturut-turut 0.08%, 0.13%, 0.18%, 0.23%, 0.29%, dan 0.36%.
Pengamatan 48 JSP, menunjukkan adanya peningkatan mortalitas menjadi 6%,
12%, 16%, 18%, 24% dan 26%. Pengamatan 72 JSP menunjukkan peningkatan
mortalitas pada dosis 0.23% menjadi 20% sementara itu, konsentrasi lainnya tidak
terjadi peningkatan mortalitas (Gambar 4a).
Mortalitas tertinggi campuran ekstrak dengan perbandingan 1:2 (w/w) pada
pengamatan 24 JSP sebesar 14% pada konsentrasi 0.44% dan kematian terrendah
sebesar 0% pada konsentrasi 0.09% dan 0.16%. Pengamatan 48 JSP, terjadi
peningkatan mortalitas menjadi 4%, 8%, 14%, 14%, dan 20% pada konsentrasi
berturut-turut 0.16%, 0.22%, 0.28%, 0.36%, dan 0.44% sementara itu, konsentrasi
0.0908% tidak terjadi mortalitas. Pada 72 JSP, penambahan mortalitas hanya
terjadi pada konsentrasi 0.22% dan 0.36% menjadi 12% dan 16% sedangkan,
konsentrasi lainnya tidak menunjukkan penambahan mortalitas (Gambar 4b).
Pada pengamatan 24 JSP, pengujian campuran ekstrak perbandingan 2:1
(w/w) menyebabkan mortalitas sebesar 2%, 2%, 10%, 12% dan 22% pada taraf
konsentrasi berturut-turut 0.12%, 0.16%, 0.20%, 0.26%, dan 0.34% sementara itu,
konsentrasi 0.07% tidak terjadi mortalitas. Pengamatan 48 JSP, mortalitas
meningkat tiap taraf konsentrasi menjadi 2%, 6%, 10%, 24%, 30%, dan 38%.
Pada pengamatan 72 JSP, terjadi penambahan mortalitas pada konsentrasi 0.07%,
0.12%, dan 0.34% menjadi 4%, 10%, dan 40% (Gambar 4c).
Toksisitas campuran ekstrak berdasarkan nilai LC50 dan LC95 menunjukkan
perbandingan ekstrak 2:1 (w/w) memiliki nilai LC50 sebesar 0.42% dan LC95
sebesar 1.46% lebih rendah dibandingkan nilai LC kedua perbandingan lainnya.
Tingkat toksisitas perbandingan 2:1 (w/w) juga ditunjukkan dengan nilai a
(intersep regresi probit) yang memiliki nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
perbandingan yang lain. Selain itu, nilai b (kemiringan regresi probit) pada
perbandingan 2:1 (w/w) juga menunjukkan nilai yang lebih tinggi tiap waktu
pengamatan (Tabel 4).
Berdasarkan nilai indeks kombinasi, sifat interaksi campuran ekstrak
menunjukkan bahwa tiga perbandingan pada LC50 bersifat antagonistik sementara
itu, LC95 bersifat aditif pada perbandingan 1:1 dan 1:2 (w/w) untuk pengamatan
24 JSP selain itu, campuran ekstrak perbandingan 2:1 (w/w) bersifat aditif pada
pengamatan 24 dan 48 JSP (Tabel 5).

18

45

kontrol
0.08%
0.13%
0.18%
0.23%
0.29%
0.36%

Pa : Pc (1:1 (w/w))

Mortalitas (%)

40
35
30
25
20
15
10
5
0
24
45

48

72

kontrol
0.09%
0.16%
0.22%
0.28%
0.36%
0.44%

Pa : Pc (1:2 (w/w))

Mortalitas (%)

40
35
30
25
20
15
10
5
0

Mortalitas (%)

24
45
40
35
30
25
20
15
10
5
0

48

72
kontrol
0.07%
0.12%
0.16%
0.20%
0.26%
0.34%

Pa : Pc (2:1 (w/w))

24

48

72

Waktu pengamatan (Jam setelah perlakuan)

Gambar

Dokumen yang terkait

Aktivitas insektisida campuran ekstrak empat jenis tumbuhan terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Pyralidae)

1 11 63

Aktivitas Campuran Formulasi Bacillus thuringiensis dan Ekstrak Piper retrofractum Vahl. (Piperaceae) terhadap Larva Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae)

0 6 114

AKTIVITAS EKSTRAK METANOL AKAR PASAK BUMI (Eurycoma longifolia Jack) (Simaroubaceae) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana Fabricius (Lepidoptera : Crambidae).

0 0 6

UJI EKSTRAK METANOL BAGIAN TUMBUHAN LEGUNDI (Vitex trifolia L: VERBENACEAE ) TERHADAP LARVA Crocidolomia pavonana (F. ) ( LEPIDOPTERA : CRAMBIDAE ).

0 0 6

Status dan Mekanisme Resistensi Biokimia Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) terhadap Insektisida Organofosfat serta Kepekaannya terhadap Insektisida Botani Ekstrak Biji Barringtonia asiatica.

0 0 1

Aktivitas Residu Ekstrak Biji Barringtonia asiatica (L.) Kurz. terhadap larva Crocidolomia pavonana F. (Lepidoptera : Pyralidae).

0 1 2

STATUS RESISTENSI Crocidolomia pavonana F. (LEPIDOPTERA : CRAMBIDAE) ASAL PASIRWANGI GARUT TERHADAP INSEKTISIDA PROFENOFOS DAN KEPEKAANNYA TERHADAP EKSTRAK METANOL DAUN Nicotiana tabacum L. (SOLANACEAE).

0 0 9

Potensi Insektisida Pasak Bumi (Eurycoma longifolia Jack) terhadap Hama Kubis Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) - Repositori Universitas Andalas

0 0 9

EFEK MORTALITAS DAN PENGHAMBATAN MAKAN BEBERAPA EKSTRAK TUMBUHAN ASAL KABUPATEN MERAUKE, PAPUA TERHADAP LARVA CROCIDOLOMIA PAVONANA (F.) (LEPIDOPTERA: CRAMBIDAE)

0 0 8

Status dan Mekanisme Resistensi Biokimia Crocidolomia pavonana (F.) (Lepidoptera: Crambidae) terhadap Insektisida Organofosfat serta Kepekaannya terhadap Insektisida Botani Ekstrak Biji Barringtonia asiatica

0 0 19