Persepsi Kesejahteraan dan Tindakan Kolektif Orang Jawa dalam Kaitannya dengan Masyarakat dalam Pembangunan Keluarga Sejahtera di Pedesaan

PERSEPSI KESEJAHTERAAN DAN TINDAKAN KOLEKTIF
ORANG JAWA DALAM KAITANNYA DENGAN GERAKAN
MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA
Dl PEDESAAN

Oleh:
TlTlK SUMARTI MC
SPD 93525

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
1999

RINGKASAN
Penelitian ini berjudul Persepsi Kesejahteraan dan Tindakan
Orang Jawa

Dalam

Pembangunan


Kaitannya Dengan

Kolektif

Gerakan Masyarakat Dalam

Keluarga Sejahtera Di Pedesaan. Kekhasan dari penelitian ini

adalah upaya untuk menernukan akar dari suatu program yang berkelanjutan.
dengan menggali konsepsi kesejahteraan dan gerakan sosial kesejahteraan
orang (budaya) Jawa. Dengan dernikian masalah penelitian ini adalah
bagaimana persepsi kesejahteraan orang Jawa dan proses beragarn tindakan
kolektif kesejahteraan yang berciri gerakan?
Penelitian ini bertujuan untuk: (I)
rnengkaji konsepsi kesejahteraan, siapa
golongan tidak sejahtera dan penyebab ketidaksejahteraan menurut pandangan
subyektif

masyarakat


(lokal);

(2)

mengkaji

beragarn

tindakan

kolektif

kesejahteraan yang berciri gerakan di pedesaan; (3) rnengkaji pelaksaan
program pembangunan keluarga sejahtera: peranan pemerintah dan partisipasi
rnasyarakat.
Proposisi
karakteristik

yang


diajukan

kesejahteraan

orang

rnerupakan
Jawa

usaha

dan

untuk

upaya

menentukan

penanggulangan


ketidaksejahteraan sebagai tindakan kolektif berciri gerakan:

1. Perbedaan status sosial budaya dan spesialisasi kerja akan rnenghasilkan
persepsi kesejahteraan yang berbeda
terdapat elite desa yang ukuran kesejahteraannya bersumber pada simbol
kekuasaan budaya-politik, dan wong cilik yang ukuran kesejahteraannya
bersurnber pada sirnbol kekuasaan ekonomi
0.-

kecenderungan untuk menggunakan ukuran kesejahteraan tradisional akan
kuat, terutama bila tidak cukup ruang gerak bagi kewiraswastaan dan
kreativitas
kelompok yang mampu mernbudayakan kewiraswastaan baik bidang
ekonorni, sosial, politik adalah orang yang marginal kedudukan kulturalnya,
dan mengalarni alienasi karena pendidikan

'

ukuran modern kesejahteraan yang berorientasi 'ke atas' dan 'ke luar'

semakin menempatkan kelornpok yang berorientasi kesejahteraan tradisional
pada lapisan bawah

2. Semakin

kuat

monetisasi

ekonomi,

semakin

kuat

kecenderungan

menggunakan ukuran modern kesejahteraan
penggunaan simbol-simbol modern kesejahteraan tidak diikuti dengan
perubahan cara-cara pencapaian kesejahteraan


3. Semakin kuat usaha pencapaian status kesejahteraan jika motivasi anggota
sesuai dengan tujuan kelompok
keputusan pelaku melakukan tindakan kolektif lebih didasarkan atas
kepentingan investasi individu daripada didasarkan atas moral bersama
tindakan kolektif dapat berlangsung jika ada pemimpin y a n g mampu
mengarahkan norma kelompok berdasarkan kepentingan individu anggota
kelompok

4. Organisasi tindakan kolektif berbentuk group kecil dilandasi solidaritas
berdasar moral bersama cenderung rnenguatkan partisipasi aktif anggota
solidaritas yang

dilandasi

kesadaran (moral)

bersama

berdasarkan


kemampuan individu anggota dan keberpihakan pada anggota cenderung
menguatkan partisipasi aktif anggota

5. Program semakin terintegrasi gerakan jika memiliki tujuan, pilihan peserta
dan bentuk organisasi sesuai gerakan
menempatkan anggota sebagai teman dan pelaku utama dalam kerjasama
dengan elite desa cenderung menguatkan partisipasi aktif anggota
Dalam

penelitian

ini

digunakan

pendekatan

penelitian


kualitatif

berparadigma ganda, untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian yang
menekankan bagaimana pengalaman sosial: kesejahteraan, gerakan sosial
kesejahteraan, pelaksanaan program kesejahteraan diciptakan dan diberi
makna.
Untuk rnernbuktikan proposisi utama yang pertama digunakan paradigma
konstruktivisme. Hal ini berarti realitas kesejahteraan merupakan konstruksi yang

bersifat spesifik dan lokal. Untuk itu strategi yang digunakan adalah studi kasus
dengan teknik pengurnpulan data penulisan riwayat hidup. Caranya dengan
pengamatan berpartisipasi. rnendengar penuturan kisah hidup berdasar peristiwa
penting kesejahteraan, pengecekan pada orang lain, dan contoh-contoh realitas
sekarang.
Dalarn rnenangkap pemaharnan rnakna secara intersubyektif, kebenaran
diciptakan bersarna antara peneliti (pelaku), peneliti (penulis) dan orang ketiga
(anggota keluarga, kerabat, tetangga dekat). Data bersifat obyektif jika bentuk
pengalaman tersebut dapat diterima atau merniliki arti dalam realitas sehari-hari.
Dalarn rnernbuktikan proposisi utarna yang pertarna, pada aras desa
rnenggunakan paradigrna postpositivisrne. Studi komunitas digunakan untuk

rnernahami realitas kehidupan masyarakat desa yang rnendapat pengaruh dari
proses modernisasi. Realitas kehidupan rnasyarakat desa tersebut rnerupakan
lingkungan dimana pelaku-pelaku berinteraksi dan rnernbentuk pemaharnan
subyektif rnengenai kesejahteraan hidup. Teknik pengumpulan data dengan
wawancara informan kunci dan pengamatan berpartisipasi (analisis peristiwa).
Diskusi fokus group dilakukan penulis untuk rnenangkap pemaharnan
lokal rnengenai ciri (ukuran) kesejahteraan dan rnenernukan siapa golongan
sejahtera dan tidak sejahtera. Survey dilakukan untuk menemukan posisi
golongan keluarga tidak sejahtera dalarn masyarakat dan penyebabnya, dengan
menggunakan kuesioner (seperangkat daftar pertanyaan) yang telah disusun
dengan rnernperhatikan ternuan-temuan kualitatif di lapang.
Untuk rnernbuktikan proposisi utarna yang kedua. ketiga dan keernpat,
penulis menggunakan paradigrna

postpositivisrne. Hal

ini

berarti realitas


tindakan kolektif penanggulangan ketidaksejahteraan keluarga rnerupakan
konstruksi yang "nyata" tetapi pernaharnan atas realitas tersebut bersifat
probabitistik dan tidak sempurna. Untuk itu strategi yang digunakan adalah studi
kasus dengan teknik pengurnpulan data wawancara langsung, pengarnatan dan
interpretasi.

,

Untuk rnernbuktikan proposisi utama yang kelima penulis menggunakan
paradigrna kelompok teori kritis. Hal ini berarti realitas program pembangunan
keluarga sejahtera merupakan konstruksi yang dibentuk oleh nilai-nilai sosialpolitik, ekonorni, kebudayaan, yang terkristal oleh waktu dalam struktur yang
nyata. Untuk itu strategi penelitian yang digunakan adalah analisis dokurnendokurnen kebijakan dan penelitian berpartisipasi untuk mernahami pelaksanaan
program pembangunan keluarga sejahtera di lokasi penelitian. Pertirnbangannya
adalah bahwa pengetahuan rnengenai pelaksanaan suatu program bukan
berada pada kontrol peneliti tetapi pada kornunitas yang diteliti sebagai subyek
penelitian.
Unit analisa dalarn penelitian ini adalah keluarga dan group (tindakan
kolektif). Unit analisa keluarga sebagai kesatuan (wadah) sosial budaya
digunakan untuk mengkaji kedudukan dan peranan anggota keluarga (ayah, ibu,
anak) daiam praktek pengasuhan nilai-nilai kesejahteraan dan dalarn upaya

mencapai kesejahteraan hidup keluarga. Dalam ha1 interaksi sosial dengan
kornunitas, unit analisa keluarga diwakili oleh Kepala Keluarga untuk rnengkaji
posisi keluarga (berdasarkan kesejahteraannya) di masyarakat. Sedangkan unit
analisa group (tindakan kolektif) untuk mengkaji motivasi dan partisipasi anggota
group,

maupun kedudukan dan

peranan anggota group datam upaya

rneningkatkan kesejahteraan.
Lokasi penelitian adalah di propinsi Jawa Tengah dengan mengambil
kasus di Desa Joho, Kecarnatan Mojolaban

-

Kabupaten Sukoharjo.

Desa

tersebut rnewakili wilayah kornunitas padi sawah di lingkungan kraton Surakarta.
Responden yang diteliti mencakup group kasus dan responden untuk survey.
Selain itu ditentukan juga sejumlah partisipan (keluarga)

untuk kasus dan

partisipan untuk diskusi fokus group serta beberapa inforrnan kunci.
Analisis data kualitatif digunakan untuk rnenyirnpulkan fenomena
kesejahteraan hidup, fenornena tindakan kolektif berciri gerakan dan fenomena ,
proses

pelaksanaan program pembangunan keluarga sejahtera dengan

rnengkaji kasus-kasus. Data survey dianalisis dengan perhitungan statistik
sederhana rnenggunakan SAS (Statistical Analysis System).
Asurnsi dasar yang digunakan: (1) rnodernisasi adalah proses dimana
orang Jawa rnakin rnenguasai alarn kebendaan, rnernisahkan kehidupan
rnanusia dari kosrnos alarn raya; (2) keluarga rnerupakan kesatuan sosial
budaya, jaringan

interaksi

sosial

yang

dikonstruksikan pelakunya

dan

direfleksikan rnelalui penggunaan bahasa, norma-norma, keyakinan, dongeng
dan upacara; (3) kesejahteraan merupakan fenornena sosio budaya, dimana
nilai-nilai dan interaksi sosial yang berlangsung lebih rnenentukan perilaku
dalam upaya mencapai kesejahteraan hidup; kondisi kesejahteraan ditunjukkan
rnelalui sirnbol-sirnbol status berdasarkan penggolongan sosial budaya; (4)
hubungan manusia - masyarakat (rnenurut pandangan Jawa): rnanusia tunduk
pada tata tertib rnasyarakat, hidup rnanusia rnerupakan pengalaman religius dan
wajib rnenjaga kesetarasan dengan tata tertib rnasyarakat.
Kajian di lapang menernukan bahwa ciri fisik rnodernisasi di desa Joho
diwakili oleh: pernbangunan jalan-jalan penghubung dan adanya aiat transportasi
yang lancar sarnpai ke pelosok desa. pernbangunan saluran irigasi dan
kehadiran teknologi pertanian yang baru terrnasuk peralatan pertanian serba
rnesin. Perkernbangan perekonomian yang rnengikuti proses modernisasi
ditunjukkan rnelalui perubahan penggunaan lahan untuk industri dan pendirian
pabrik, pergeseran kesernpatan kerja dari sektor pertanian ke non pertanian, dan
surnbangan sektor non pertanian yang sernakin besar pada perturnbuhan
ekonorni.
Seiring

dengan

berlangsungnya

proses

rnodernisasi,

pelapisan

kesejahteraan masyarakat desa rnenunjukkan sernakin rnenguatnya ukuran
kesejahteraan berdasar kondisi obyektif seseorang. Tingkat kesejahteraan
keluarga tidak lagi dilihat hanya berdasar status sosialbudayanya (priyayi atau
wong cilik) tetapi perlu didukung oleh penguasaan harta benda (pembendaan)
dan pendidikan sebagai jalan untuk menguasai alarn kebendaan.

Berdasarkan status sosial budayanya, orang Jawa dapat digolongkan
rnenjadi: priyayi dan wong cilik. Status priyayi berhubungan dengan kekuasaan
sosial budaya (pegawai negeri) dan sosial politik (pamong desa), rnaupun
kekuasaan pengetahuan alarn halus (wong pinter, kyai). Status wong cilik
berhubungan dengan kekuasaan harta benda tanah (petani).
Selanjutnya hubungan antara priyayi dan wong cilik rnenunjukkan bahwa
penghorrnatan kepada seseorang lebih karena kedudukan (drajat)nya dalarn
masyarakat, daripada harta bendanya. Ada tiga ha1 penting dalarn hidup orang
Jawa, supaya rnenjadi orang yang berharga di rnasyarakat: wiryo (drajat,
kedudukan), arto (harta benda) dan winasis (kepandaian). Hal yang paling ingin
dicapai adalah drajat, supaya rnenjadi orang yang dihorrnati ('wong rnulyo').
Untuk mencapai kedrajatan tersebut, orang dapat rnencapai harta benda atau
kepandaian lebih dulu.
Derlgan demikian secara tradisional, ukuran kesejahteraan lahiriah priyayi
adalah kedudukan (drajat)nya dan ukuran kesejahteraan lahiriah wong cilik
adalah harta benda (tanah)nya. Selanjutnya dalam proses modernisasi, ukuran
kesejahteraan lahiriah priyayi adalah penguasaan kedudukan (drajat), yang
rnenjadi alat rnencapai kebendaan, dan pendidikan. Oleh karena itu priyayi yang
punya kepandaian (kewasisan) untuk rnencari harta benda akan lebih sejahtera.
Sirnbol kesejahteraan lahiriah wong cilik

tidak hanya pernilikan tanah, tetapi

penguasaan tanah dan modal lainnya (uang, tenaga kerja) dan pendidikan.
Dernikian pula wong cilik yang punya kepandaian (kewasisan) untuk rnencari
harta benda akan lebih sejahtera.
Pandangan Jawa tidak rnemisahkan kesejahteraan lahiriah dengan
kesejahteraan batiniah, karena hidup orang Jawa rnerupakan suatu pengalaman
religius. Dalam menjalani statusnya dan mencapai kedrajatan, kebendaan dan
kepandaian

dalarn

kehidupan,

haruslah

rnenurnbuhkan

rasa

tentrarn

(kebahagiaan hati). Hal ini dapat dicapai bila orang Jawa dapat rnenjalankan
peranannya sesuai statusnya. Rasa tentram itu rnerniliki 3 gradasi: rasa sehat
(rahayu) sebagai individu, rasa arnan (slarnet) sebagai rnahluk sosial, dan rasa

,

ayern (tentrarn) sebagai rnahluk dalarn hubungan dengan alarn halus (Tuhan).
Proses rnodernisasi telah mernisahkan kesejahteraan lahiriah dari kesejahteraan
batiniah, sehingga rnenurunkan gradasi rasa tentram bahkan untuk sebagian
rnenghilangkan ketentrarnan orang Jawa.
Berdasarkan konsep kesejahteraan itu, sebelurn proses rnodernisasi,
keluarga Jawa rnenurut tipenya dapat digolongkan rnenjadi: (I)
priyayi. (2) wong
cilik. Setelah proses rnodernisasi, berkernbang rnenjadi: (1) priyayi rnurni, (2)
priyayi rnaju, (3) priyayi pinggiran, (4) wong cilik rnurni, (5) wong cilik rnaju. (6)
wong cilik (petani dan bukan petani) pinggiran. Golongan yang paling sejahtera
secara lahiriah, adalah: priyayi rnaju (pegawai negeri rnerniliki sarnbilan usaha)
dan wong cilik (petani) maju. Sedangkan golongan yang paling tidak sejahtera
secara lahiriah, adalah: priyayi pinggiran (sarjana pengangguran) dan wong cilik
(petani dan bukan petani) pinggiran (buruh tani, pengrajin bata, buruh bangunan.
buruh pabrik dan pedagangl bakul kecil). Golongan yang paling sejahtera secara
batiniah, adalah: priyayi murni dan wong cilik (petani) rnurni. Sedangkan
golongan priyayi maju dan pinggiran rnengalarni penurunan gradasi ketentrarnan
rnenjadi rasa arnan (slarnet) yang diperoleh dalarn bentuk kebendaan, kelornpok
dan trah. Golongan wong cilik (petani) rnaju juga rnengalarni penurunan gradasi
ketentrarnan rnenjadi rasa arnan (slarnet) dalarn bentuk kebendaan dan
kelornpok. Golongan wong cilik (petani dan bukan petani) pinggiran bahkan
kehilangan rasa arnan (slarnet) dan rasa ayern (tentrarn).
Hasil diskusi dengan beberapa golongan priyayi dan wong citik di tingkat
dusun rnenjelaskan bahwa ukuran modern kesejahteraan secara operasional
adalah: pekerjaan, pendidikan, penguasaan modal (tanah, uang dan tenaga
kerja), bentuk rurnah, dan keikutsertaan dalarn kelornpok (kelernbagaan) sosial,
politik, ekonorni rnaupun budaya.
Selanjutnya kenyataan yang diternukan dalarn pengalaman hidup
golongan priyayi dan wong cilik rnenunjukkan bahwa persepsi kesejahteraan
hidup golongan priyayi rnaju, priyayi pinggiran, wong cilik (petani rnaju) dan wong
cilik (petani dan bukan petani) pinggiran rnerupakan suatu upaya meredefinisi

,

simbollukuran kesejahteraan supaya sejalan dengan proses rnodernisasi di
pedesaan. Kenyataan tentang persepsi kesejahteraan beragam golongan priyayi
dan wong cilik dalam kehidupan masyarakat desa di Jawa (kornunitas kraton padi sawah) tersebut juga telah mernbuktikan bahwa:
1. perbedaan status sosial budaya dan spesialisasi kerja akan rnenghasilkan
persepsi kesejahteraan yang berbeda
terdapat priyayi (elite desa) yang ukuran kesejahteraannya bersurnber pada
simbol kekuasaan budaya-politik, dan wong cilik yang ukuran kesejahteraan
nya bersurnber pada simbol kekuasaan ekonorni.
kecenderungan untuk menggunakan ukuran kesejahteraan tradisional akan
kuat, terutarna bila tidak cukup ruang gerak bagi kewiraswastaan dan
kreativitas. Hal ini ditunjukkan oleh golongan priyayi murni dan petani mucni.
kelompok yang mampu mernbudayakan kewiraswastaan baik bidang
ekonorni, sosial, politik adalah orang yang marginal kedudukan kulturalnya,
dan mengalami alienasi karena pendidikan. Hal ini ditunjukkan oleh golongan
wong cilik (petani) maju dan wong cilik (petani - bukan petani) pinggiran.
2. Semakin kuat monetisasi ekonomi. semakin kuat kecenderungan keluarga

menggunakan ukuran modern kesejahteraan lahiriah
penggunaan simbollukuran modern kesejahteraan tidak diikuti

dengan

perubahan cara-cara pencapaian kesejahteraan. Hal ini dapat dilihat pada

.

golongan priyayi maju, priyayi pinggiran, petani maju dan petani pinggiran.
ukuran modern kesejahteraan sernakin menempatkan keluarga yang
berorientasi kesejahteraan tradisional pada lapisan bawah dan rnernisahkan
antara kesejahteraan lahiriah dan batiniah. Hal ini ditunjukkan oleh golongan
priyayi pinggiran dan wong cilik (petani) pinggiran.
kondisi

ketidaksejahteraan

keluarga

berhubungan

erat

dengan

ketakmampuan keluarga mengembangkan proses interaksi sosial di dalam
rnaupun di luar keluarga. Hal ini dapat dilihat pada golongan priyayi pinggiran
dan wong cilik (petani dan bukan petani) pinggiran.

,

Golongan wong cilik (petani dan bukan petani) pinggiran rnerupakan
golongan yang paling tidak sejahtera. Secara lahiriah (rnateri) rnereka tidak
rnerniliki sirnbol kesejahteraan petani rnaju, yaitu penguasaan tanah, modal
(uang) dan tenaga kerja. Setelah proses rnodernisasi, rnereka juga kehilangan
rasa arnan (slarnet) dan rasa ayern (tentrarn). Di satu sisi, ha1 ini terjadi karena
rnereka rnenernpati posisi (status) paling bawah dalarn kesejahteraan lahiriah.
sehingga peran rnereka adalah sebagai orang yang dilindungi, hidup rukun
dengan sesarna dan rnenghorrnati golongan priyayi atau wong cilik (petani) rnaju
sebagai bapak yang rnenjadi pelindungnya. Di sisi lain,

upaya untuk

meningkatkan status, dengan cara rnernperoleh sirnbol kesejahteraan yang baru
tak dapat lagi dilakukan dengan rnenjalin hubungan dengan petani rnaju
(pelindung lama). Golongan wong cilik pingggiran ini ('kesrakat') hanya rnerniliki
tenaga (ketrarnpilan, pendidikan) sebagai sirnbol kesejahteraan. Mereka adalah:
buruh tani, pengrajin bata, buruh pabrik, buruh bangunan dan pedagang (bakul)
kecil.
Dalarn kondisi tersebut, golongan wong cilik pinggiran berupaya
meningkatkan kesejahteraan dengan rnelakukan tindakan kolektif di tingkat
keluarga, kelornpok kerja, arisan dusun, slarnetan, pertemuan selapanan dan
pakoso. Kecuali kelompok kerja (kelernbagaan hubungan produksi) antara wong
cilik dan pernilik modal, tindakan kolektif yang lain rnerniliki ciri: (1)anggota
memiliki rnotivasi yang sarna dengan tujuan kelornpok. (2)anggota rnenjalin
hubungan baik dengan pernirnpin kelornpok yang berperan sebagai bapak
(pelindung), (3)solidaritas yang terbentuk diantara anggota kelompok lebih
didasarkan oleh ikatan sebagai kerabat atau tetangga dekat, (4) kepatuhan
kepada -pernirnpin (pengurus) ditunjukkan rnelalui rasa horrnat (pengakuan)
sebagai pernirnpin dan baktinya. Dalarn bentuk hubungan tersebut rnuncul rasa
arnan (slarnet) golongan wong cilik pinggiran dalarn rnelakukan pekerjaannya.
Kenyataan ini rnernbuktikan bahwa:
3. sernakin kuat usaha kolektif pencapaian status kesejahteraan jika rnotivasi
anggota sesuai dengan tujuan kelornpok.

kondisi ketidaksejahteraan dalarn struktur yang ada dan pernimpin yang
berasal dari mereka merupakan penggerak utama tindakan kolektif golongan
wong cilik pinggiran.
keputusan pelaku melakukan tindakan kolektif lebih didasarkan atas moral
bersarna daripada kepentingan investasi individu.
tindakan kolektif dapat berlangsung jika ada pemimpin yang mampu
mengarahkan norrna kelompok sesuai dengan kepentingan individu anggota
kelompok.
Dalam ha1 tindakan kolektif kesejahteraan yang merniliki hubungan
dengan program 'atasdesa', golongan wong cilik pinggiran cenderung febih
rnudah berpartisipasi dalam kelornpok yang berukuran kecil. Kelornpok tersebut
juga merniliki keempat ciri di atas. Kenyataan ini membuktikan bahwa:
4.

Organisasi tindakan kolektif berbentuk grup kecil dilandasi solidaritas

berdasar moral bersama cenderung menguatkan partisipasi aktif anggota.
Solidaritas yang dilandasi kesadaran (moral) bersama dan sesuai dengan
kemampuan individu anggota serta keberpihakan pada anggota cenderung
menguatkan partisipasi aktif anggota.
Dalam kenyataannya keluarga wong cilik pinggiran merupakan keluarga
yang berupaya menjaga (mempertahankan) keseimbangan agar dapat mencapai
kesejahteraan dalam hidupnya. Keseimbangan yang dimaksud adalah: (1)
keseimbangan fisik. Adanya pembagian kerja dalam keluarga: bapak rnenjadi
buruh tani, ibu menjadi pengrajin bata, anak menjadi buruh pabrik atau buruh
bangunan. Artinya untuk mensejahterakan keluarga. mereka memencarkan
sumberdaya untuk beragarn pekerjaan; hasil buruh tani untuk mencapai status
(tanah), hasil rnembuat bata untuk pendidikan (drajat) dan harta benda (sepeda
motor), hasil buruh pabriW bangunan untuk makan dan menabung (bahan
bangunan) rumah; (2) keseimbangan sosial : menjalin keguyuban (rukun)
dengan

tetangga

dan

rasa

hormat

pada

pemimpin

(pelindung);

(3).

keseimbangan batin: rnenjalani hidup sesuai perannya (rasa tentram). Dalam
bahasa Jawa disebut: 'nganggoa kembang tepus kaki' (pakailah ukuran tapak

kakirnu sendiri), artinya menjadi orang Jawa harus bisa mendudukkan dirinya
sesuai status dan perannya, meskipun simbolnya bisa berubah.
Dengan dernikian gerakan sosial kesejahteraan orang Jawa merupakan
gerakan yang bertujuan rnengubah kondisi (status) tidak sejahtera rnenjadi
sejahtera dengan rnelakukan redefinisi kesejahteraan, yaitu: penggunaan sirnbol
kesejahteraan yang baru, dan pengernbalian peranan pemirnpin (di grup kecil
masing-masing) sebagai bapak (pelindung) yang rnampu rnemberikan rasa
arnan (slamet) dan ayem (tentram).
Dengan rnelakukan kajian terhadap kelornpok takesra-kukesra di desa
Joho, beberapa ha1 yang dapat dikemukakan adalah:
pernilihan peserta program:
Jika

rnenentukan peserta program (golongan keluarga tidak

berdasarkan simbol kesejahteraan yang digunakan BKKBN,

sejahtera)

rnaka upaya

program kurang berhasil mengangkat golongan keluarga tidak sejahtera yang
sesungguhnya dalam masyarakat desa di Jawa. Simbol yang digunakan BKKBN
belum rnencakup: pekerjaan dan penguasaan modal, sesuatu yang sangat
penting dalarn hidup orang Jawa. Namun dalam kasus desa Joho, meskipun
anggota ditunjuk oleh elite desa, ternyata rnereka sesungguhnya adalah
golongan wong cilik pinggiran (bakul, pengrajin bata). Ada sebagian golongan
wong cilik pinggiran yang tak tersentuh: buruh tani. buruh pabrik dan buruh
bangunan.
tujuan program:
Tujuan program untuk meningkatkan golongan tidak sejahtera melalui pemberian
modal usaha ekonomi produktif sudah sesuai dengan yang selarna ini
berlangsung dalarn tindakan kolektif

kesejahteraan di desa, yaitu upaya

pencapaian status melalui perolehan sirnbol kesejahteraan baru: penguasaan
modal (untuk golongan buruh tani, pengrajin bata dan bakul kecil). Kecuali
golongan buruh pabrik dan buruh bangunan yang membutuhkan sirnbol:
peningkatan kualitas pendidikanl ketrampilan, sama sekali tak tersentuh.

pembentukan kelompok:
Pembentukan kelompok dilakukan oleh elite desa, dimana pernilihan anggota
berdasar pendekatan wilayah (lokasi tempat tinggal) dan berbentuk kelompok
kecil (20 orang). Hal ini kurang sesuai dengan ciri tindakan kolektif di desa,
sehingga

kurang

mampu

menumbuhkan

solidaritas

berdasar

ikatan

ketetanggaan (kerabat).
r

pemilihan pemimpin kelompok:

Pemilihan pemimpin kelornpok juga dilakukan elite desa, mereka adalah kader
PKK yang urnumnya golongan priyayi (pegawai negeri, istri pamong desa) dan
golongan pedagang bermodal. Hal ini juga sesuai dengan tindakan kolektif yang
berlangsung di desa. Namun persoalannya adalah, sarnpai mana pemimpin
tersebut

rnarnpu berperan sebagai pelindung bagi anggotanya. Dalam

kenyataan, mereka lebih berorientasi keatas (pencapaian target) dalam upaya
rnempertahankan statusnya, daripada berpihak kepada anggotanya. Hal ini
menimbulkan ketidakpercayaan anggota kepada pemimpinnya.
peran pendamping:
Fungsi pendarnpingan adalah untuk melakukan kontrol atas pelaksanaan
program. Untuk itu perlu orang yang dapat diterima di lingkungan kelompok.
Artinya, dari sisi anggota, pendamping adalah orang yang dihormati setara
dengan pemimpin (misalnya golongan priyayi); dari sisi pemimpin (berorientasi
ke atas), pendamping juga adalah orang yang bisa dihormati (misalnya dari
kecamatan). Persoalannya adalah, rnampukah pendamping melakukan peran
tersebut, karena seringkali bersikap tidak netral skala dan lebih berorientasi
ke atas (target).
bentuk program:
Kegiatan pemberian kredit sudah sesuai dengan tindakan kolektif yang ada di
desa, namun besar (jumlah) kredit yang sudah ditentukan dari atas sering
menjadi kendala anggota untuk meningkatkan usahanya. Demikian pula
tabungan berupa uang nampaknya belum rnenjadi pilihan golongan tidak
sejahtera di desa Joho, mereka lebih memilih tabungan berupa bahan baku

(sesuai jenis usaha). Pengembalian kredit berupa uang juga rnenjadi kendala
bagi

anggota,

karena tidak

sesuai dengan bentuk kegiatan anggota.

Pengernbalian kredit berupa penciptaan pasar, rnenarnpung hasil usaha rnereka,
nampaknya menjadi pilihan lebih baik.
Kenyataan ini membuktikan bahwa:
5. Program semakin terintegrasi jika berlangsung dalarn konteks sosial yang

mengembangkan tujuan, pilihan peserta dan bentuk organisasi berciri gerakan.
rnenernpatkan anggota sebagai pelaku utama dalarn kerjasama dengan elite
desa

cenderung menguatkan partisipasi aktif

anggota.

Berdasarkan

pengalaman kasus takesra-kukesra tersebut, menunjukkan pengembangan
program berciri gerakan dalarn hal: tujuan (rneredefinisi kesejahteraan dalam
ha1 sirnbol), tujuan kelompok sesuai rnotivasi anggota, bentuk kelornpok:
kecil, solidaritas berdasar ikatan ketetanggaan (kerabat). Tetapi ternyata
partisipasi anggota masih kurang, dilihat dari anggota yang hanya pinjam
narna saja, dan tidak lancarnya pengembalian kredit. Hal ini terjadi karena:
pernilihan anggota yang kurang tepat (bila sesuai BKKBN), ketidakpercayaan
anggota kepada pernirnpin, belurn berperannya pernirnpin sebagai pelindung
bagi anggotanya, tidak berfungsinya pendarnping. Pada akhirnya sernua
kendala itu telah menimbulkan rasa tidak aman (slarnet) dan tidak ayern
(tentrarn) anggotanya, sehingga rnengharnbat partisipasi mereka.

PERSEPSI KESEJAHTERAAN DAN TINOAKAN KOLEKTIF
ORANG JAWA DALAM KAiTANNYA DENGAN GERAKAN
MASYARAKAT DALAM PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA
Dl PEDESAAN

Oleh:
TlTlK SUMARTI MC
SPD 93525

Disertasi sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Doktor
Pada
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor

PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

1999

Judul Disertasi

: Persepsi Kesejahteraan Dan Tindakan Kolektif
Orang Jawa Dalam Kaitannya Dengan Gerakan
Masyarakat
Dalam
Pembangunan
Keluarga
Sejahtera Di Pedesaan

Nama Mahasiswa

: Titik Sumarti, MC

Nomor Pokok

: SPD - 93525
Menyetujui,

1. Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Sajogyo)
Ketua

(Prof. Dr. Sediono MP Tjondronegoro)
Anggota

(Dr. Mangara Tambunan)
Anggota

(Dr. Siti Oemijati Djayanegara)
Anggota

2. Ketua Program Studi SPD

M-

(Ir. Said Rusli, MA)

Tanggal Lulus :

,O 9 FEB

1333
J

Penulis lahir dengan nama Titik Sumarti pada tanggal 27 September
1961 di Semarang sebagai puteri ke sembilan dari sembilan bersaudara
keluarga

Bapak

Soejono

Moeljanto

dan

Ibu

Soemini

Retnaningsih

(Almarhumah).
Pendidikan Sekolah Dasar diselesaikan pada tahun 1973 di SD Coryesu
Semarang, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama tahun 1976 di SMP Negeri II
Semarang, dan Sekolah Lanjutan Tingkat Atas tahun 1980 di SMA Loyola I
Semarang. Setamat SMA, penulis melanjutkan pendidikan akademis di Fakultas
Pertanian Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian

-

Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan lulus pada tahun 1985. Tahun 1987 mendapat tugas belajar
untuk melanjutkan pendidikan Program Strata 2 di Fakultas Pasca Sajana
lnstitut Pertanian Bogor Jutusan Sosiologi Pedesaan dan lulus pada tahun
1990. Selanjutnya pada tahun 1993 tercatat sebagai mahasiswa Program Strata
3 di Jurusan Sosiologi Pedesaan - Program Pasca Sarjana lnstitut Pertanian
Bogor.
Pada tahun 1985, setelah lulus S1, penulis bekerja sebagai staf
pengajar pada Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta.
Selanjutnya pada tahun 1992 mengajukan permohonan mutasi dan diterima
sebagai staf pengajar pada lnstitut Pertanian Bogor sampai sekarang.
Penulis menikah dengan Budi Mulyo Utomo pada tahun 1986, dan telah
dikaruniai tiga orang anak Kunto Aji Mulyo (Aji), lndriyati Kusumawardani
Mulyoningtyas (Indri) dan Arifah Mulyo Budiarti (Raras).

KATAPENGANTAR
Segala puji bagi-Mu ya Allah atas segala rahmat dan hidayah-Mu
sehingga Disertasi ini telah dapat diselesaikan dengan baik.
Disertasi dengan judul "Persepsi Kesejahteraan dan Tindakan Kolektif
Orang

Jawa

Dalam

Kaitannya

Dengan Gerakan

Masyarakat Dalam

Pembangunan Keluarga Sejahtera Di Pedesaan" (Kasus Keluarga Jawa di
Komunitas Padi Sawah di Lingkungan Kraton) merupakan hasil penelitian
tentang gerakan kesejahteraan masyarakat Jawa di Pedesaan. Dengan
demikian maka penulis dapat

mengkaji lebih jauh

tentang konsepsi

kesejahteraan dan gerakan sosial kesejahteraan menurut visi masyarakat. Di
sisi lain, penulis juga mengkaji konsepsi keluafga sejahtera dan indikatomya
dari visi pemerintah, serta sejauhmana program berakar pada gerakan.
Dalam rangka penyelesaian dan penyempumaan Disertasi, penulis
banyak memperoleh bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak.
Untuk itu dengan penuh horrnat penulis sampaikan terimakasih kepada:
1. Prof.Dr. Sajogyo selaku ketua komisi pembimbing.
2. Prof.Dr. Toety Herati Nurhadi selaku anggota komisi pembimbing.
3. Prof.Dr. SMP Tjondronegoro selaku anggota komisi pembimbing.

4. Dr. Siti Oemijati Djayanegara selaku anggota komisi pembimbing.
5. Dr. Mangara Tambunan selaku anggota komisi pembimbing.

6. Kepala Desa Joho, pamong desa, beserta seluruh warga desa yang telah

menerima penulis dengan baik.

7. Prof.Dr. Pudjiwati Sajogyo yang telah memberikan semangat pada penulis.
8. Mbah kakung, keluarga besar Soejono Moelyanto, suami dan anak-anakku

yang telah banyak mendukung dan dengan setia mendampingi penulis.
Penulis menyadari bahwa dengan segala keterbatasan, Disertasi ini
masih mungkin disempumakan. Untuk itu segala saran dan kritik akan penulis
terima dengan hati terbuka.

.

DAFTAR IS1
halaman
RINGKASAN
KATA PENGANTAR

i

DAFTAR IS1

ii

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
I.

vi
viii

PENDAHULUAN.................................................................

1

1.1. Latar Belakang Penelitian...............................................

1

1.2. Perumusan Masalah......................................................

4

1.3. Tujuan Penelitian...........................................................

7

1.4. Teori dan Metoda Penelitian...........................................

7

1.1. Sistematika Isi..............................................................

I0

II. PENDEKATAN TEORITIS.....................................................

2.1. Tinjauan Pustaka.........................................................
2.1 .1. Orang Jawa, Keluarga dan Stratifikasi Sosial..................
2.1.2. Persepsi Kesejahteraan.............................................
2.1.3. Beragam Faktor Penyebab Ketidaksejahteraan dan
Upaya Penanggulangannya........................................
2.1.4. Beberapa Penelitian Tentang Kesejahteraan Orang Jawa
2.1.5. Gerakan Sosial dan Ciri-Cirinya...................................
2.1.6. Beberapa Penelitian Tentang Gerakan Sosial di Indonesia
2.2. Kerangka Pemikiran....................................................
2.3. Proposisi...................................................................

Ill.METODE PENELITIAN.......................................................

71

3.1. Unit Pengamatan........................................................

71

3.2. Paradigma Penelitian..................................................

73

3.3. Unit Analisa ...............................................................

77

3.4. Penentuan Lokasi Penelitian........................................

78

3.5. Jadual Penelitian........................................................

79

3.6. Metode Analisa Data....................................................

80

3.7. Ringkasan: Proses Menggali Kebenaran..........................

81

IV. PENDEKATAN KAJIAN DESA..............................................
4.1. lntegrasi Teritorial Desa Joho..........................................
4.2. Perkernbangan Faktor Penentu Modemisasi Pertanian........
4.2.1. Perkernbangan Kependudukan....................................
4.2.2. Perubahan Penggunaan Lahan....................................
4.2.3. Perturnbuhan Ekonorni...............................................
4.4. Posisi Desa Joho Dalam Perekonomian Wilayah..............
4.3.5. Ketersediaan Lahan.................................................
4.3.6. Peningkatan Kesernpatan Keja..................................
4.7. Pelapisan Masyarakat Desa Berdasarkan Kesejahteraan
4.4.8. Kedudukan Kepala Keluarga Di Masyarakat..................
4.4.9. Pernilikan Harta Benda Dalarn Keluarga.......................
4.4.10. Pendidikan Kepala Keluarga......................................
4.4.1 1. Tingkat Kesejahteraan Keluarga dan Faktor Penentu.....
4.5. Ringkasan : Proses Modemisasi dan Pelapisan
Kesejahteraan Masyarakat Desa...................................
V . PERSEPSI KESWAHTERAAN HiDUP ORANG JAWA............

114

5.1. Priyayi dan Wong Cilik Dalarn Pandangan Masyarakat Desa
Joho...................................................................

114

5.2. Tiga Perkara Dalam Hidup Orang Jawa.......................

115

5.2.3. Golongan Priyayi : Menjadi Priyayi Mumi atau Priyayi Maju 119
5.2.4. Golongan Wong Cilik : Menjadi Petani Mumi atau Petani
Maju...................................................................

121

5.5. Kesejahteraan Dalam Pandangan Masyarakat Desa......

123

5.6. Gambaran Kesejahteraan Keluarga Jawa....................

125

5.4.7. Keluarga Priyayi Mumi : Jalan Menuju Kedrajatan.......

125

5.4.8. Keluarga Priyayi Maju : Pendidikan Barat dan Jalan Menuju
Kebendaan..........................................................

129

5.4.9. Keluarga Priyayi Pinggiran :Jalan Menuju Pendidikan..

136

5.4.10. Keluarga Wong Cilik Mumi : Jalan Menuju Kebendaan.

139

5.4.11. Keluarga Wong Cilik Maju : Komersialisasi Pertanian dan
Jalan Menuju Kepenguasaan Kebendaan..................

142

5.4.6 Keluarga Wong Cilik Pinggiran : Komersialisasi Pertanian
dan Jalan Menuju Ketrampilan..................................

145

5.5. Karakteristik Keluarga Jawa.......................................

151

5.5.6. Siapa Golongan Keluarga Tidak Sejahtera.................

151

5.5.7. lnteraksi Sosial di Daiam Maupun di Luar Keluarga......

154

5.8. Ringkasan : Rediinisi Melalui Perubahan Simbol
Kesejahteraan..........................................................

158

VI.TINDAKAN KOLEKTIF KESEJAHTERAAN BERClRl GERAKAN
DALAM KOMUNITAS DESA.............................................

162

6.1. Tindakan Kolektif Kesejahteraan Wong Cilik Pinggiran :
Buruh Tani...............................................................

162

6.1.1. Keluarga Buruh Tani : Perubahan Simbol Kesejahteraan 163
6.1.2. Kelompok Bunrh Tani dan Arisan Tingkat Dukuh..........

165

6.1.3. Kelompok Selapanan Tingkat Dusun..........................

172

6.1.4. Kelompok Pakoso..................................................

175

6.5. Tindakan Kolektif Kesejahteraan Wong Cilik Pinggiran :
Pengrajin Bata.........................................................

176

6.2.1. Keluarga Pengrajin Bata : Perubahan Simbol
Kesejahteraan........................................................
6.2.2. Pengrajin Bata dan Pemberi Modal...........................

177
179

6.3. Tindakan Kolektif KesejahteraanWong Cilik Pinggiraan :
Buruh Pabrik. Buruh Bangunan dan Pedagang Kecil......
6.3.1. Keluarga Buruh : Perubahan Simbol Kesejahteraan.....
6.3.2. Hubungan Dengan Atasan atau Pemilik Modal...........
6.3. Konteks Sosial Tindakan Kolektif................................
6.4.4. Petani dan Lingkungan Ala m...................................
6.4.5. Petani dan Lingkungan Sosial.................................
6.4.6. Petani dan Lingkungan Budaya..............................
6.7. Benih-Benih Perubahan Dalam Komunitas Desa Joho ...
VII. KEBIJAKAN. STRATEGI DAN IMPLEMENTASI PROGRAM
PEMBANGUNAN KELUARGA SEJAHTERA .....................

218

7.1. Perkembangan Kebijakan dan Strategi KB Nasional PJP 1 218
7.2. Pengembangan Konsep dan lndikator Keluarga Sejahtera 228
7.3. lmplementasi Program Keluarga Berencana Nasional
di Kabupaten Sukoharjo..........................................

235

7.3.1. Koordinasi Sektoral di Tingkat Kabupaten dan
Kecamatan...........................................................

235

7.3.2. Kasus Lomba KB Kesehatan di Desa Joho...............

239

7.3.3. Struktur Pelayanan dan Kelembagaan.....................

242

7.4. Ringkasan : Pengembangan Program Berciri Gerakan
Melalui Partisipasi Peserta.......................................

..

247

VIII.KESIMPULAN EVALUASI DAN SARAN...........................

250

8.1. Kesimpulan..........................................................

250

8.1. Evaluasi...............................................................

254

8.2. Saran..................................................................

256

DAFTARPUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

Teks

No.

halaman

2.1. Studi keluarga dengan pawdigma fakta sosial
2.2. Studi keluarga paradigma definisi sosial dan perilaku sosial
2.3. Beragam indikator kemiskinan dari dinaslinstansi terkait
2.4. Faktor penyebab kemiskinan dan upaya penanggulangannya
2.5. Kondisi yang memunculkan gerakan sosial di Indonesia
3.6. Unit pengamatanl masalah sosial, sumber masalah,
pendekatan
3.2. Paradigma, strategi penelitian dan metode pengumpulan
data
4.l.Pertumbuhan penduduk absolut di kabupaten Sukoharjo
dan kecamatan Mojolaban, tahun 1968-1994
4.2. Kepadatan penduduk menurut luas wilayah dan pekerjaan
di kabupaten Sukoharjo dan Kecamatan Mojolaban, 1984-1993
4.3. Penduduk menurut mata pencaharian di kabupaten Sukohajo
tahun 1984-1993
4.4. Perubahan pola penggunaaan lahan di kabupaten Sukoharjo
dan kecamatan Mojolaban, tahun 1973-1993
4.5. Perubahan fungsi lahan pertanian di kabupaten Sukoharjo
tahun 1993

4.6. Produk Domestik Regional Bruto kabupaten Sukoharjo atas
dasar harga berlaku, tahun 1984 -1993
4.7. Jumlah industri di kabupaten Sukohaj o dan kecamatan
Mojolaban tahun 1993
4.8. Perubahan pola penggunaan lahan di kecamatan Mojolaban
tahun 1984-1993
4.9. Penduduk menurut mata pencaharian tahun 1984-1993

Teks

No.

halaman

4.10. Frekuensi dan persentase kepala keluarga menurut drajad
4.11. Frekuensi dan persentase kepala keluarga menurut drajad
kumulatif dan wilayah dusun
4.12. Frekuensi dan persentase keluarga menurut pemilikan tanah,
bentuk rumah, alat transportasi, alat hiburan dan dusun
4.13. Frekuensi dan persentase keluarga menurut pemilikan
kumulatif harta benda dan wilayah dusun
4.14. Frekuensi dan persentase keluarga menurut pendidikan
dan wilayah dusun
4.15. Frekuensi dan persentase keluarga menurut tingkat
kesejahteraan materi dan wilayah dusun
4.16. Hubungan antara perkembangan keluarga dengan tingkat
kesejahteraan
4.17. Hubungan antara pemiiikan lahan sawah dan tingkat
kesejahteraan
7.1. Kebijakan dan strategi gerakan KB Nasional PJP I
7.2. Perkembangan organisasi pengelolaan KB PJP I
7.3. Bentuk kegiatan antar sektoral dan patisipasi masyarakat
7.4. Upaya peningkatan keluarga pra sejahtera tahun 1994-1995
7.5. Upaya pembangunan keluarga prasejahtera melalui operasi
manunggal KB-Kesehatan
7.6. Klasifikasi institusi masyarakat dalam GKBN di desa Joho
7.7. Struktur pelayanan takesra-kukesra kabupaten Sukoharjo

DAFTAR GAMBAR
Larnpiran 3. Peta Desa
Larnpiran 4. Kesejahteraan Hidup Orang Jawa

I. PENDAHULUAN
Bab I ini berisi latar belakang pentingnya penelitian tentang persepsi
kesejahteraan dan tindakan kolektif orang Jawa dalam kaitannya dengan
gerakan rnasyarakat dalam mernbangun keluarga sejahtera di pedesaan,
dengan rnengarnbil kasus di Kabupaten Sukohajo - Jawa Tengah. Selain itu
dijelaskan pula permasalahan peneliian dan tujuan penelitian.

1.ILatar
.
Belakang Penelitian
Di Indonesia, selarna periode pernbangunan jangka panjang tahap I
(1969-1994), peranan pemerintah rnasih sangat besar baik dalarn ha1
pendanaan rnaupun dalarn ha1 kontrol atas pelaksanaan programprogram
pernbangunan. Pemerintah sebagai pelaku utama, dari rnulai perencanaan
sampai pelaksanaan, dan rnasyarakat sebagai obyek (sasaran) pembangunan.
Di bidang kependudukan, pada awalnya gagasan tentang Keluarga Berencana
rnuncui untuk pertama kali dari kalangan Lembaga Swadaya dan Organisasi
Masyarakat Kemudian pada tahun 1970 Keluarga Berencana berkernbang
rnenjadi program Keluarga Berencana Nasional dengan pemerintah sebagai
pengelola

utarna.

pengendalian

laju

Program

KB

perturnbuhan

Nasional
penduduk,

tersebut
untuk

berorientasi pada
dapat

mendukung

pernbangunan nasional yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi.
Peranan pernerintah yang dominan tersebut, di satu sisi telah membawa
perubahan besar di bidang kependudukan rnaupun ekonorni. Perkernbangan
kesejahteraan penduduk melalui program KB Nasional selarna PJP 1 (19691994) diindai dengan penurunan laju pertumbuhan penduduk dan rasio tingkat

kelahiran. Di kabupaten Sukoharjo, rata-rata laju pertumbuhan penduduk pada
tahun 1980-1990 sebesar 1.21% dibanding tahun 1971-1980 sebesar 2.1296,
dengan Total Fertility Rate (TFR) menurun dari 4.10 tahun 1980 rnenjadi 2.04
tahun 1994 (BKKBN-Jawa Tengah, 1995). Di bidang ekonomi, rata-rata
perturnbuhan Produk Dornestik Regional B ~ t (PDRB)
o
per kapita di kabupaten

'

Sukohajo, baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan
mengalami kenaikan yang berarti. Ratarata pertumbuhan PDRB per kapita
tahun 1988-1992 sebesar 17.72% (atas dasar harga berlaku) dan 7.14% (atas
dasar harga konstan), dan pada tahun 1994 terjadi kenaikan sebesar 18.32%
(atas dasar harga beriaku) dan 10.04% (atas dasar harga konstan) (Bappeda
dan Kantor Statistik Kab. Sukoharjo, 1994:9-13). Kenaikan PDRB per kapita
tersebut cukup memberikan gambaran bahwa kegiatan pembangunan dl
kabupaten Sukoharjo telah

memberikan dampak peningkatan rata-rata

pendapatan penduduk.
Di sisi lain, peranan pemerintah yang dominan tersebut telah
memunwlkan ketimpangan sosial budaya dan polik. Banyak penelitian
menunjukkan, meningkatnya kesenjangan antara golongan kaya dan miskin,
antara kehidupan di perkotaan dan di pedesaan, dan ketidakberdayaan
masyarakat bila berhadapan dengan birokrasi pemerintah, serta intervensi
pemerintah yang cendenrng bias ke lapisan atas menrpakan gambaran
masyarakat desa saat ini. Partisipasi masyarakat yang diharapkan dari bawah
justru terbalik menjadi mobilisasi pernbangunan dari atas, karena pola
pendekatan yang masih benifat 'top down'. Dengan kata lain partisipasi
masyarakat sebagai kontrol terhadap program pembangunan belum bejalan.
Secara teoritis, semakin maju sebuah negara, maka peranan pemerintah
semakin dikurangi dan peranan masyarakat sernakin diperkuat. Hal ini dilakukan
dalam rangka menumbuhkan kemandirian bangsa dalam melaksanakan
pembangunan yang berkelanjutan. Salah satu wujud pemberian peranan yang
lebih besar kepada masyarakat adalah munculnya idel gagasan gerakan
masyarakat dalam setiap program pembangunan.
Di bidang kependudukan. memasuki pembangunan jangka panjang
tahap II program Keluarga Berencana Nasional berkembang menjadi program
yang juga memberi peluang bagi sisi gerakan rnasyarakat. Berdasarkan UU No
10 th 1992 tentang perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga
sejahtera, program Keluarga Berencana Nasional dirumuskan sebagai upaya

peningkatan kepedulian dan peranserla masyarakat melakil pendewasaan usia
perkawinan,

pengaturan

kelahiran,

pembinaan

ketahanan

keluarga,

peningkatan kesejahteraan keluarga untuk rnewujudkan keluarga kecil, bahagia
dan sejahtera (Prisma, 1994). Dengan dikernbangkannya program KB Nasional
rnenjadi gerakan masyarakat yang ditujukan untuk rnernbangun keluarga
sejahtera, pada akhir 1995 pernerintah memutuskan untuk rnengaitkan gerakan
tersebut dengan upaya pengentasan kemiskinan. Hal ini dilakukan terutama
untuk mengangkat keluarga pra sejahtera dan sejahtera I rnenjadi keluarga
sejahtera I1 atau Ill.
Dalam kaitan dengan upaya pengentasan kerniskinan tersebut,
ditemukan definisi miskin ('tidak sejahtera') yang berbeda-beda yang samasama diputuskan oleh pemerintah dan menghasilkan data yang berbeda-beda
pula. Di kabupaten Sukohajo, hasil pendataan keluarga sejahtera pada tahun
1994 menunjukkan bahwa dari 151.267 keluarga terdapat 58.44% yang
tergolong kategori Pra Sejahtera dan Sejahtera I (BKKBN-Kab. Sukohajo,
1995). Padahal, jika dilihat dari total pengeluaran per kapita sebulan pada tahun
1994. dari 158.240 rumahtangga sebanyak 71.93% termasuk dalam golongan
berpengeluaran lebih dati Rp 30.000,- per kapita sebulan, dan 24.99%
berpengeluaran antara Rp 20.000.-

-

Rp 29.999,- serta sisanya 3.08%

berpengeluaran kurang dari Rp 20.000,- per kapita sebulan (BPSPmp. Jateng,
1994). Dengan menggunakan patokan garis kerniskinan BPS, yaitu pengeluaran
sebesar Rp 13.295,- per kapita sebulan untuk daerah pedesaan di tingkat
.

kabupaten Sukoharjo, rnaka hanya terdapat kurang lebih 3.08% ~mahtangga
yang hidup miskin. Sedangkan bila menggunakan patokan garis kerniskinan
Sajogyo, yaitu pengeluaran setara 320 kg beras per kapita setahun untuk
pedesaan, maka terdapat sekitar 28.07% rumahtangga yang hidup miskin.
Angka ini berbeda jauh dengan hasil pendataan keluarga Pra Sejahtera dan KS
Iyang diperoleh.
Jika dernikian halnya, apakah definisi tidakl kurang sejahtera (pra
sejahtera) tidak hanya mencakup pengertian dari sisi ekonomi, tetapi juga dari

sosial budaya dan polik 7 BerBeda dengan rumahtangga yang mempakan
kesatuan ekonomi (ukuran BPS), maka keluarga lebih merupakan kesatuan
sosial budaya. Oleh karena itu, dalam menemukan siapa yang disebut tidaki
kurang sejahtera (pra sejahtera), sejauh mana definisi yang dibuat program
Keluarga Sejahtera telah mempertimbangkan rnuatan nilai-nilai budaya lokal?
Dalam ha1 lain, sejaauh mana program Keluarga Sejahtera telah memberi
peluang bagi sisi gerakan rnasyarakat, baik dalam ha1 pelaksanaan maupun
dalam ha1 penilaian perbaikan tingkat kesejahteraan keluarga?
Kekhasan

penelitian tentang

dari

gerakan

masyarakat dalam

pernbangunan keluarga sejahtera ini adalah upaya untuk menemukan akar atau
basis sosial sejauh mana suatu program pembangunan dapat berkelanjutan,
dengan memahami ciri-ciri dan kondisi perkembangan gerakan masyarakat.

1.2. Perumusan Masalah

UU No 10 th

1992 tentang perkembangan kependudukan dan

pembangunan keluarga sejahtera telah dijabarkan dalam program Keluarga
Sejahtera yang memiliki sifat ganda. Di satu sisi, ia merupakan program
pernerintah yang dibiayai APBN, dan di sisi lain diharapkan menumbuhkan
gerakan masyarakat yang pendanaan dan pelaksanaannya dilakukan oleh
warga masyarakat itu sendiri. Sebagai program, ia me~pakanprogram
pembangunan yang dimotori oleh pemerintah, suatu rekayasa sosial yang
berfungsi pengendalian rnasyarakat. Sedangkan sebagai gerakan, merupakan
gerakan yang dimotori oleh keluarga tidak sejahtera itu sendiri. Ha1 ini berarti
memberi peluang partisipasi aktif bagi masyarakat dan pernerintah berperan
sebagai 'fasilitator'.
Gerakan sosial atau social movement, dalam Encydopedia Social
Sciences (Heberle, 1970:43&439), rnencakup arti beragam upaya-upaya kolekif
yang membawa perubahan dalam kelembagaan sosial tertentu unhrk
menciptakan suatu tatanan baru yang menyeluruh. Mengacu pada pemikiran
tersebut, gerakan masyarakat dalam pembangunan ketuarga sejahtera sebagai

suatu gerakan sosial rnerupakan beragam upaya-upaya kolektif (tindakan
bersarna) yang dilakukan oleh group-group (keluarga, kelornpok, organisasi)
untuk rnewujudkan keluarga kecil bahagia sejahtera. Gerakan tenebut akan
rnernbawa pe~bahandalam kelembagaan keluarga, yaitu dari keluarga tidakl
kurang sejahtera menjadi keluarga sejahtera. Dalam ha1 ini kesadaran group,
dan solidaritas diantara anggota group, me~pakanprasyarat utarna bagi
berkernbangnya gerakan. Kesadaran ini diwujudkan melalui partisipasi aktif
anggota gerakan, yaitu diantara anggota keluarga tidaklkurang sejahtera itu
sendiri maupun diantara anggota kelornpok.
lrnplikasi dari konsep tersebut adalah bahwa pelaku-pelaku dalam
gerakan pembangunan keluarga sejahtera, baik dari sisi masyarakat rnaupun
dari sisi pernerintah, haruslah rnemiliki kesadaran sebagai suatu group yang
rnemiliki tujuan sama. Untuk menumbuhkan kesadaran sebagai suatu group
diperlukan persepsi yang sama diantara pelaku, landasan moral bersarna dalam
tindakan kolemf itu sendiri, dan peranan kepemimpinandidalarnnya.
Penepsi akan rnendorong seseorang untuk rnencapai tujuan sesuai
dengan konsepsi yang dirniliki. Dalam ha1 gerakan pembangunan keluarga
sejahtera, penepsi mengenai kesejahteraan hidup dan patokan-patokannya
sangat rnenentukan pelaku dalarn mewujudkan keluarga kecil bahagia
sejahtera. Jika mengaw pernikiran Redfield, seringkali persepsi kesejahteraan
rnasyarakat desa ('tradisi kecil') berbeda dengan penepsi pemerintah ('tradisi
agung'). Dalam kaitan itu, menurut Valentine (1968:146), gerakan revitalisasi
kebudayaan untuk mengangkat kekuatan asli yang dimiliki orang miskin dan
rnernbuang pola-pola subkultur yang merupakan penyesuaian diri statis pada
deprivasi akan dapat rnernperkuat golongan miskin. Akan tetapi gerakan ini
berhasil hanya jika seiuruh rnasyarakat mendukung, dalam arti adanya
peningkatan dalam sumberdaya yang aktual tenedia untuk golongan rniskin
dan perubahan total struktur sosial.
Dalam ha1 lain, tindakan kolektif yang rnerupakan upaya untuk
rnenanggulangi ketidaksejahteraan keluarga rnernerlukan landasan moral

benarna antara golongan keluarga tidak sejahtera itu sendiri dengan pelaku lain
yang terlibat didalamnya. Pelaku utama dari gerakan kesejahteraan keluarga
adalah keluarga tidak sejahtera itu sendiri, yang mencakup s e l u ~ hanggota
keluarga, pria dan wanita. Dalarn keadaan masyarakat yang sedang berubah
untuk mernperbaiki struktur sosial yang dirasakan timpang kearah yang lebih
adil, m