Peran Pendidikan Akhlak Dalam Membentuk Karakter Santri Di Pondok Pesantren Miftahul Ulum

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ..........................................................................i
ABSTRAKSI………………………………………………………………ii
KATA PENGANTAR……………………………………………………..iii
DAFTAR ISI……………………………………………………………….iv

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah……………………………………………

1

B. Identifikasi Masalah…………………………………………………

5

C. Batasan Masalah ............................………………………………...

6

D. Perumusan Masalah ..........................................................................


6

E. Tujuan Penelitian…………………………………………………...

6

F. Manfaat Penelitian………………………………………………….

7

BAB II KAJIAN TEORETIK
A. Fungsi Pendidikan…………………………………………………..

9

1. Pengertian Pendidikan………………………………………….

9


2. Tujuan Pendidikan ……………………………………………..

17

3. Fungsi Pendidikan.......................................................................

18

B. Akhlak………………………………………………………………

18

1. Pengertian Akhlak………………………………………………

18

2. Sumber – sumber Ajaran Akhlak……………………………….

20


3. Pembagian Akhlak ……………………………………………..

21

a. Akhlak Mahmudah………………………………………….

22

b. Akhlak Madzmumah ……………………………………….

23

4. Metode Pembinaan Akhlak……………………………………..

24

5. Metode Pendidikan Akhlak……………………………………..

26


a. Metode Keteladanan………………………………………..

26

iv

b. Metode Latihan dan Pembiasaan…………………………...

26

c. Mendidik Melalui Ibrah…………………………………….

27

d. Mendidik Melalui Mau’idzah………………………………

27

e. Mendidik Melalui Kedisiplinan…………………………….


28

f. Mendidik Melalui Al-Bisyarah Wal Inzar.............................

28

g. Materi Pendidikan Akhlak………………………………….

29

C. Karakter……………………………………………………………..

36

1. Pengertian Karakter…………………………………………….

37

2. Karakter bangsa………………………………………………...


38

3. Pembentukan karakter melalui pendidikan akhlak .....…………

40

4. Ciri-ciri orang berkarakter baik .................................................

42

a. Cinta Tuhan dan alam semesta ……………………………

43

b. Bertanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian ..………

44

c. Jujur ...................…………………………………………...


45

d. Hormat dan santun .........…………………………………..

45

e. Kasih sayang, kepedulian dan kerjasama .............................

46

f. Percaya diri, kreatif dan pantang menyerah .........................

47

g. Keadilan kepemimpinan .......................................................

49

h. Rendah hati ..........................................................................


49

i. Toleransi ..............................................................................

50

D. PondokPesantren……………………………………………………

51

1. Pengertian Pondok Pesantren …………………………………..

51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tujuan Penelitian…………………………………………………...

54

B. Waktu dan Tempat Penelitian………………………………………


54

C. Metode Penelitian…………………………………………………..

54

D. Populasi dan Sampel………………………………………………..

55

E. Teknik Pengumpulan Data………………………………………….

56

1. Angket…………………………………………………………..

56

2. Observasi ……………………………………………………….


56

v

3. Wawancara / Interview…………………………………………

56

4. Studi Dokumentasi……………………………………………...

57

F. Instrumen Penelitian………………………………………………..

57

G. Analisis Data………………………………………………………..

57


H. Teknik Analisis Data………………………………………………..

58

1. Editing .........................................................................................

59

2. Skorsing ......................................................................................

59

3. Tabulating ...................................................................................

59

BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Perkembangan Pesantren Miftahul Ulum………………….

60

B. Keadaan Santri……………………………………………………...

62

C. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Miftahul ulum……………..

62

D. Visi dan Misi Pendidikan di Pesantren Miftahul Ulum…………….

63

E. Tenaga Pengajar Pondok Pesantren Miftahul Ulum………………..

63

F. Sarana dan Prasarana……………………………………………….

64

G. Kurikulum…………………………………………………………..

64

H. Program Pendidikan Bidang Kesiswaan……………………………

66

I. System Pendidikan Akhlak…………………………………………

69

J. Materi Pendidikan Akhlak………………………………………….

69

K. Prinsip – prinsip Pendidikan Akhlak……………………………….

70

L. Tata Tertib Santri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum……………

70

1. Kewajiban Santri………………………………………………..

70

2. Larangan Untuk Santri………………………………………….

71

3. Kegiatan Harian Santri …………………………………………

71

M. Analisis Data dan Interprestasi Data………………………………..

73

vi

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan…………………………………………………………

85

B. Saran………………………………………………………………..

86

vii

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Akhlak adalah latar sebuah perilaku.Ia melandasi setiap perbuatan yang
dimunculkan oleh seorang, sebagai latar perbuatan.Ia merupakan kondisi batin.
Jika kondisi batin ini baik maka perilaku yang munculpasti baik. Akhlak yang
baik adalah ibarat perhiasan bagi setiap insan mukmin dan merupakan pakaian
hidup yang tidak akan pernah usang dan pudar, Sehingga begitu penting ahlak ini
sehingga

Allah

SWT

mengutus

Rasullah

SAW

kedunia

ini

untuk

menyempurnakan akhlak tersebut, sebagaimana sabda rasulullah SAW:

‫ قال رس ْ ل ه ص ى ه ع ْيه س ّ ا ا بع ْثت أت صالح‬:‫ع ْ اب ْى هر ْير قال‬
( ‫ْال ْخاق )اخرجه ال ا اح َى الس‬
”dari Said bin Mansyur berkata. Dari Abdul Aziz bin Muhammad Ajlan
dari Qa`qa bin Hakim dari Abu halih dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku diutus kedunia ini untuk
menyempurnakan akhlak” 1
Akhlak bukan sesuatu yang tetap, ia dapat berubah karena berbagai pengaruh
budaya. Bahkan kemajuan teknologi pun terkadang justru menjadi salah satu
penyebab mundurnya nilai-nilai moral dewasa ini.seperti fenomena kekerasan,
pelecehan seksual, korupsi, dan lain sebagainya.
Kondisi

ini

seharusnya

memandangpendidikan

secara

memicu
utuh,

pemikiran
tidak

saja

kita

untuk

pengembangan

kembali
ilmuan

melainkanjuga perkembangan kepribadian dan akhlak.

1

Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Kairo: Dar al Ma`arif, 1980),
Juz III, h.180

1

2

Akhlak juga sebagai barameter runtuh dan tegaknya suatu bangsa.Jika suatu
bangsa rusak akhlaknya, maka runtuh pula bangsa tersebut.Sebaliknya jika akhlak
suatu bangsa kokoh, maka tegak pula bangsa tersebut. Sebagaimana dikatakan
oleh seorang penyair syauki bek berkata

‫ه‬

‫ ا ه ا ه ت اخاق‬/ ‫ا اال الخاق ا بغيت‬

Bangsa itu hanya bisa bertahan selama masih memiliki akhlak, apabila
akhlak telah tiada dari mereka, maka bangsa itu akan lenyap pula.2
Dalam pendidikan akhlak siswa diajarkan tentang prinsip-prinsip kepribadian
yang diharapkan dapat bersikap dan berperilaku baik.Hal ini dikarenakan agama
Islam sangat menekankan pentingnya beraklak mulia, tetapi dalam kenyataannya
banyak sekali perilaku yang tidak mencerminkan akhlak yang baik.
Padahal didalam dunia pendidikan selalu mengedepankan akhlak dan tingkah
laku, serta moral yang baik. Disamping itu juga didalam lembaga pendidikan
pelajaran tentang moral selalu menjadi pelajaran pokok dalam suatu kurikulum,
yang membahas tentang perilaku terhadap manusia dengan manusia, manusia
dengan hewan, manusia dengan tumbuhan serta manusia terhadap tuhannya.
Maka dari pada itu, pendidikan adalah merupakan elemen yang sangat
signifikan dalam menjalani kehidupan.Karena dari sepanjang perjalanan manusia
pendidikan

merupakan

barometer

untuk

mencapai

maturasi

nilai-nilai

kehidupan.Ketika melihat dari salah satu aspek tujuan pendidikan nasional
sebagai mana yang tercantum dalam UU RI SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003,
tentang system pendidikan nasional tahun 2003. Menimbang, bahwa undangundang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945 mengamanatkan pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa serta akhlak
mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undangundang pada BAB I Ketentuan Umum Pasal I Poin I yaitu: Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses bejalajar
2

Zuhairini, dkk, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara,2004) cet III, h.53

3

mengajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Relevan dengan hal tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan tidak dapat
dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapai.Buktinya dengan penyelenggaraan
pendidikan yang kita alami di Indonesia.Tujuan pendidikan mengalami perubahan
yang terus menerus dari setiap pergantian roda kepemimpinan. Maka dalam hal
ini sistem pendidikan nasional masih belum mampu secara maksimal untuk
membentuk masyarakat yang benar-benar sadar akan pendidikan Akhlak.
Melihat fenomena yang terjadi pada saat sekarang ini banyak kalangan yang
mulai melihat sistem pendidikan pesantren sebagai salah satu solusi untuk
terwujudnya produk pendidikan yang tidak saja cerdik, pandai, lihai, tetapi juga
berhati mulia dan berakhlakul karimah.Hal tersebut dapat dimengerti karena
pesantren memiliki karakteristik yang memungkinkan tercapainya tujuan yang
dimaksud.
Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tertua yang melekat dalam
perjalanan kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam, ia adalah lembaga
pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai lembaga unik dan punya
karakteristik tersendiri yang khas, sehingga saat ini menunjukkan kapabilitasnya
yang cemerlang melewati berbagai episode zaman dengan pluralitas polemik yang
dihadapinya. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, pesantren telah banyak
memberikan andil dan kontribusi yang sangat besar dalam ikut serta
mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan pencerahan terhadap
masyarakat serta dapat menghasilkan komunitas intelektual yang setaraf dengan
sekolah gubernemen.3
Peran pondok pesantren merupakan salah satu tempat wadah untuk mendidik
manusia menjadi yang berakhlakul karimah sebab system pendidikan di pondok
3

Hasbullah, Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996)

4

pesantren mengutamakan nilai-nilai atau norma–norma agama yang menjadikan
manusia beriman dan berilmu, oleh karena itu pondok pesantren sebagai wadah
orang-orang untuk menuntut ilmu.Terlebih dalam konteks masa kini, dimana
begitu banyak fenomena moralitas yang memprihatinkan. Dihadapan mata kita
terpampang realitas yang sering tidak masuk akal.Akhlak mulia dan budi pekerti
luhur, baik pada tingkat individual maupun social seolah-olah tenggelam.Berbagai
kemerosotan akhlak terpampang jelas dipertotonkan, misalnya; terjadi konflik
tingkat masyarakat bawah yang berkepanjangan dan seakan sulit untuk rukun
kembali, meningkatnya kebiasaan main hakim sendiri terhadap orang yang
dicurigai, dan menghukumnya melampaui hukuman yang semestinya.Dipihak lain
terlihat generasi muda mengkonsumsi minuman keras, NAZA (Narkotika dan zat
adiktif), banyaknya kasus penbrontakan pelajar baik didilingkungan sekolah
maupun diluar sekolah, sehingga proses belajar mengajar menjadi terganggu
bahkan mengganggu masyarakat juga,Persoalan yang muncul di masyarakat
seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa,
kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan
sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di
berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan,
undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yanglebih
kuat.
Dari sinilah peneliti tergelitik untuk melakukan penelitian terhadap Fungsi
Pendidikan Akhlak dalam Membentuk Karakter Santri di Pondok Pesantren
Miftahul Ulum Jakarta Selatan dalam rangka mencari sesuatu yang belum
tersentuh dan tidak terfikirkan oleh sistem pendidikan di Indonesia. Penelitian ini
bergulat dengan refleksi pendidikan Akhlak di Pondok Pesantren dalam bentuk
deskriptif. Salah satu tujuannya untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya
pendidikan Akhlak dalam pembentukan karakter di Indonesia ini serta meciptakan
pemahaman pendidikan Akhlak yang lebih progresif konstekstual sehingga
mampu menjawab tantangan zaman.

5

Alasan pemilihan judul ini berawal dari motivasi yang menyebabkan peneliti
mengadakan atau melakukan penelitian dan sebagai upaya melegitimasi kreteria
dalam penelitian. Peneliti akan menguraikan beberapa alasan argumentatif
mengapa peneliti memilih judul “Fungsi Pendidikan Akhlak Dalam Pembentukan
Karakter Santri

Di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan” yang

kemudian diasimilasikan dengan beberapa faktor yang harus dipenuhi oleh
peneliti.
B. IDENTIFIKASI MASALAH
Maka untuk merumuskan permasalahan tersebut, perlu adanya sistematika
analitik untuk mencapai sasaran yang menjadi objek kajian, sehingga pembahasan
akan lebih terarah pada pokok masalah. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari
pokok masalah dengan pembahasan yang tidak fokus dan tidak ada relevansinya.
Dengan demikian penelitian apapun dilaksanakan karena terdapat permasalahan
yang membutuhkan solusi, sebab tanpa adanya permasalahan tidak ada akan
mungkin melakukan suatu penelitian.
Berdasarkan paparan latar belakang diatas dapat didefinisikan beberapa
permasalahan sebagai berikut:
1. Pendidikan akhlak yang diberikan hanya pada aspek kognitif saja
2. Kurangnya kompetensi guru pendidikan akhlak dalam mengembangkan
karakter baik pada siswa/santri
3. Kurangnya penananman nilai karakter baik pada santri
4. Pendidikan karakter belum menjadi prioritas dalam pendidikan di sekolah
5. Pengaruh implementasi pendidikan akhlak dalam pembentukan karakter
Berdasarkan pernyataan di atas penelitian ini dilaksanakan karena peneliti
melihat Fungsi Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Karakter Santri
Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan.

di

6

C. PEMBATASAN MASALAH
Berdasarkan paparan latar belakang diatas dapat maka penulis membatasi
masalah sebagai berikut:
1. Pengaruh implementasi pendidikan akhlak dalam pembentukan karakter
2. Penerapan pembentukan karakter yang teritegrasi dengan ajaran teologi
dan spiritualitas Islam dalam pembentukan karakter

D. PERUMUSAN MASALAH
1. Bagaiamanakah keserasian visi dan misi pondok pesantren terhadap tujuan
pendidikan Nasional?
2. Bagaiamana

pendidikan

akhlak

pondok

pesantren

tersebut

di

implementasikan?
3. Bagaimana keberhasilan pendidikan akhlak tersebut dalam membentuk
karakter santri?

E. TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian pada
dasarnya harus sinkron antara tujuan dengan upaya-upaya pemecahan problema
yang telah dirumuskan.Maksusudnya adalah agar tidak ada penyimpangan dalam
menciptakan problem solver yang telah disistematiskan dengan tujuan penelitian.
Maka dalam tujuan penelitian ini penulis menulis membagi menjadi beberapa
bagian,yaitu:

7

1. Tujuan Umum
Untuk mendeskripsikan bagaimana Fungsi Pendidikan Akhlak Dalam
Pembentukan Karakter Di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan.
2. Tujuan Khusus
a) Bagaiamanakah keserasian visi dan misi pondok pesantren terhadap
tujuan pendidikan?
b) Bagaiamana pendidikan akhlak pondok pesantren tersebut di
implementasikan?
c) Bagaimana keberhasilan pendidikan alkhlak tersebut terhadap
membentuk karakter santri?

F. MANFAAT PENELITIAN
Dalam penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat yang baik bagi
peneliti, pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, praktisi, pengelola pendidikan
dan masyarakat pada umumnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Bagi Peneliti
a) Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pendidikan
Akhlak yang mengacu kepada realitas empiris
b) Sebagai modal dasar penelitian pendidikan pada tataran lebih lanjut.
2. Bagi Lembaga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Untuk menambah perbendaharaan kepustakaan Tarbiyah dan
perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

8

3. Bagi Praktisi Pendidikan
Menjadi bahan pijakan dalam merumuskan konsep atau format pendidikan
yang mengacu pada realitas yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.

BAB II
KAJIAN TEORETIK

Guna menghindari kesalah pahaman penafsiran terhadap judul penelitian
yang akan dilaksanakan, berikut ini akan ditegaskan makna setiap kata dalam
judul penelitian antara lain :

A. Fungsi Pendidikan
1. Pengertian Pendidikan
Berbagai istilah yang berkaitan dengan pendidikan yaitu altarbiyah,al-ta`lim, al-tadris, al-tafaqquh, al-tafakkur, al-ta`aqqul.Istilahistilah tersebut akan dilihat penggunaannya di dalam al Qur`an, dengan
suatu asumsi yang kuat bahwa disamping memiliki segi-segi persamaan,
istilah-istilah tersebut memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya.
Pertama, istilah kata ‫ الترْ بي‬yang berasal dari kata

‫ ر‬ini menurut

al-Raghib al-Asfahaniy adalah

‫ه ا ْشاء الش ْ ء حال َحال الى ح الت ا‬
Artinya menumbuhkan/membina sesuatu terhadap sesuatu setahap
demi setahap hingga mencapai batas yang sempurna1


1

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p.
th.,) hal 189 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif
Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 90

9

10























 
Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di
tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di
sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki
yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya.
(Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang
Maha Pengampun". (QS. Saba’ : 15)







  



  
Dan (Tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat
dan para nabi sebagai Tuhan.apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat
kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?". (QS. AliImran : 80)

Kedua, istilah kata ‫ الت ْع ْي‬adalah isim masdar dari kata-

‫يع‬- ‫ع‬

‫ت ْع ْي ا‬. Menurut al-Raghib al-Asfahani, kata al-ta`lim adalah
‫لتص ر ْال عا‬

ْ ‫الت ْ ْيه ال‬

yang artinya memperingatkan jiwa untuk menggambarkan berbagai
pengertian. Sedangkan kata ‫ التع‬berarti proses mengingatkan jiwa dengan

11

tujuan untuk memperoleh gambaran tentang berbagai makna. Kata ‫ت ْع ْي‬
terkadang digunakan juga untuk pengertian memberitahu, jika penggunaan
kata ta`lim tersebut dilakukan secara berulangulang.2 Sebagaimana yang
terdapat dalam QS. Al-„Alaq: 4-5







    
 
Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar
kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ketiga, istilah kata
kata

‫ الت ْ ر ْي‬menurut al-Raghib al-Asfahani bahwa

‫ ر‬berati
,‫ب ْال ْت اء‬

‫ب اثرها ب‬
‫ْالثر ي ْت‬
ْ ‫ه َ ْ ْسى َ لك َصر ال ر‬
. ‫رسْت ْالع ْ ت ْلت اثر َى ْالح ْي‬
‫ك لك ر ْال تا‬

yang artinya adalah: tersisa bekas, dan tersisa bekasnya ini
mengharuskan adanya usaha sungguh-sungguh, oleh karena itu pelajaranpelajaran dijelaskan dengan cara tuntas. Demikian pula mempelajari alkitab dan mempelajari ilmu akan tercapai dengan menghafal.3
Pengertian al-tadris dalam arti belajar dapat dijumpai dalam salah
satu hadits Rasulullah SAW yang berbunyi

ْ ‫ا اجْ ت ق ْ َ ْى بيْت ْ بيْت ه ي ْت ْ َ ْى كتا ه يت ارس ْ به ل أ ْ ل‬
‫ت‬
ْ ‫خ‬
ْ‫ع ي ْ الس ْي غشي ْت ْ الرح‬
‫ت ع ْي ْ ْال ائ‬

2

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz Al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p.
th.,) hal 356 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif
Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 93
3
Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz Al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p.
th.,) hal 169 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif
Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 99

12

Tidak ada suatu kaum yang berkumpul disebuah rumah dari rumah
Allah yang di dalamnya dibacakan kitab Allah dan dipelajari
(kandungannya), tidak ada balasan lain kecuali akan turun para malaikat
(menyampaikan salam dan do’anya), menaburkan kasih sayang dan para
malaikat meminta ampunan bagi mereka. (HR Muslim).

ْ ‫غشي ْت‬

ْ ‫ا ْ ق ْ ي ْ كر ْ ه ل ح‬
‫ت ب ْال ائ‬

ْ ‫ل‬
‫ت ع ْي ْ الس ْي‬

(

‫)أخرجه التر‬

ْ‫الرح‬

Tidak ada sebuah kaum yang zikir kepada Allah melainkan malaikat
mengepung mereka, turun rahmat atas mereka ketenangan dan rahmat.
(HR. Turmudziy).
Keempat, istilah kata ‫الت ه‬. Kata ‫ الت ه‬berasal dari kata -‫ يت ه‬-‫ت ه‬

‫ ت ا‬yang mempelajari. Kata ‫ ت ه‬ini berasal dari kata ‫ َ ه‬atau ‫ ا ْل ْه‬yang
berarti

ْ‫ْ ع‬

‫أخصى‬

َ

‫شاه‬

ْ ‫بع‬

‫غائ‬

ْ ‫لى ع‬

‫الت ص‬,yaitu

menghubungkan pada pengetahuan yang ghaib (rasional) dengan ilmu yang
tampak. Fiqih adalah lebih khusus dari pada ilmu. Fiqih juga berarti

.‫ا صار َ ا َ ه أ ْ َ َ ه‬

َ ‫ا ْلع ْ باْأحْ ا الشرْ عي ي ال َ اءالرج‬
‫ه َ صى به‬

‫َ أ َْ ه ت ه ا‬

Fiqih adalah ilmu yang membahas tentang huku-hukum al-syari`ah.
Jika dikatakan seseorang memahami, artinya mendalami kandungan sebuah
teks, dan ‫ ت ه‬berarti ia mencari ilmu dan kemudian mengkhususkan diri.4



  
   
   



    


    
4

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz Al-Qur`an (Beirut: dar al fikr, t.p.
th.,) hal 398 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif
Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 101

13






  



 
Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu,
kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka
memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan
kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini
(datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang)
dari sisi Allah". Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampirhampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?(QS. An-Nisaa : 78).
Kelima, istilah kata
berati ْ ‫ع‬

‫بت ْك ْال‬

ْ ‫ل‬

‫التع‬. Kata

‫ التع‬berasal dari kata

‫ي ال ل ْع ْ ال ْ يث‬

ْ ‫ْالع‬

‫ْال ت يع ل‬

ْ ‫ الع‬yang
‫ا ْل‬, yakni

kekuatan yang disediakan untuk menerima pengetahuan, dan diartikan pula
bahwa setiap ilmu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia melalui kekuatan
tersebut dinamai akal. lebih lanjut al-Raghib al-Asfahaniy mengatakan

ْ ‫ع‬
‫ت ْال رْ ع شعْرها ع ْ لسا ه‬

ْ ‫ْال‬

‫أصْ ْالع ْ ْال اعر ب ْالع ْ ع ْ ال‬
‫كه‬

artinya bahwa makna asal dari kata aqal adalah menahan atau
mempertahankan atau mengikat, seperti pada ungkapan menahan unta
dengan ikatan, atau obat menahan sakit perut, dan seorang wanita
mengikat rambutnya, dan seseorang menjaga ucapan pada mulutnya.5




   
  



  



 

5

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz Al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p.
th.,) hal 354 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif
Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 104

14

Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu,
padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka
mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui?
(QS. Al-Baqarah : 75).


   



   
    



   
 
Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka
mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai
telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya
bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada.
(QS. Al-Hajj : 46).
Keenam, istilah ‫ت ر‬. Kata‫ ا ْلت ر‬berasal dari kata ‫ ا ْل ْ ر‬-‫ َ ر‬yang
menurut al-Raghib al-Asfahaniy adalah:

ْ ‫بح ْس ال ْ ر ْالع‬

‫ق‬
ْ ‫ْرق ل ْع ْ ه ْال ْع‬
ْ ‫ل ْْ ْسا ْ ْالح ْي ا ل ي ال لَ ْي ا ي‬

‫الت ر ج ل ت ْك ْال‬

ْ ‫أ ْ يحْ ص له ش ْ رَى ق‬

artinya berfikir adalah kekuatan yang dapat digunakan untuk
memperoleh ilmu pengetahuan hingga ilmu tersebut diketahuainya.
Sedangkan al-tafakkur adalah proses pengguna pemikiran tersebut
dengan menggunakan kekuatan akal. Hal itu hanya terjadi pada manusia
dan tidak pada binatang.hal itu terjadi kecuali pada sesuatu yang
mungkin dapat dihasilkan gambaran dalam hati.6

  
  
6

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat alfadz al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p. th.,)
hal 398 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif AlQu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 117

15

  






   
   
  
  





Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan
(derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia
dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya
seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika
kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah
perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka
Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS.
Al-A’raaf : 176).
Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia
untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan
kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogei berarti
bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa
agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pedidikan diartikan sebagai usaha yang
dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau
menjadi tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.7
Kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami perkembangan,
meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut ini akan dikemukakan
sejumlah pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli-ahli (pendidikan).
Menurut Langevel, pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan
dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu,
atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya
7

Sudirman N.,dkk, Ilmu Pendidikan, Remaja Rosda Karya, Bandung, 1992, hal 4.

16

sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh
orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya)
dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.8
a) Menurut John Dewey, pendidikan adalah proses pembentukan
kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam
dan sesama manusia.
b) Menurut J.J. Rouseeau, pendidikan adalah memberi kita perbekalan
yang

tidak

ada

pada

masa

kanak-kanak,

akan

tetapi

kita

membutuhkannya pada waktu dewasa.
c) Menurut driyarkara, pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau
pengangkatan manusia muda ketaraf insani9
d) Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau
pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani
dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.10
e) Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yaitu tuntunan didalam hidup
tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun
segala kekuatan kordinat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka
sebagai anggota manusia dan sebagai anggota masayarakat dapatlah
mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya11
f) Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989, Pendidikan adalah usaha sadar
untuk menyiapkan peserta didik melalui melalui kegiatan bimbingan,
pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan
datang.12
g) Menurut UU No 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan
terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembalajaran
8

Langeveld,(terj.) Paedagogiek Teoritis/Sistematis, FIP-IKIP Jakarta, 1971;fatsal 5,5a.
Driyarkara, Driyarkara Tentang Pendidikan, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1950 hal 74
10
Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Pt. Al-Ma`arif, Bandung,
1987 hal 19
11
Suwarno,Pengantar Umum Pendidikan, Aksara Baru, Jakarta, 1985, hal 2
12
UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikn Nasional (pasl 1 ayat 1) Lihat
Departemen Agama RI Himpunan Pereturan Perundang-undangan Sisiterm Pendidikan Nasional,
Dirjend. Binbaga Islam, Jakarta, 1991/1992, hal 3
9

17

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi di dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlakukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara.
Dari beberapa pengertian atau batasan yang diberikan para ahli tersebut,
meskipun berbeda secara redaksianal, namun secara esensial terdapat kesatuan
unsur-unsur atau fakto-faktor yang terdapat didalamnya, yaitu bahwa pengertian
pendidikan tersebut menunjukan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan
yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperi pendidik, anak didik, tujuan
dan sebagainya.
Karena itu, dengan memperhatikan batasan-batasan pendidikan tersebut, ada
beberapa pengertian dasar yang perlu dipahami yaitu pendidikan merupakan suatu
proses terhadap anak didik berlangsung terus sampai anak didik mencapai pribadi
dewasa susila. Proses ini berlansung dalam jangka waktu tertentu. Bila anak didik
sudah mancapai pribadi dewasa susila, maka ia sepenuhnya mampu bertindak
sendiri bagi kesejahteraan hidupnya dan masyarakat.13
2. Tujuan Pendidikan
Setiap kegiatan apapun bentuk dan jenisnya, sadar atau tidak sadar, selalu
diharapkan pada sesuatau yang harus dicapai. Bagaimanapun segala sesuatu atau
usaha yang tiadak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Dengan
demikian, tujuan merupakan factor yang sangat menentukan.
Tentang tujuan ini, didalam UU RI SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003,
tentang system pendidikan nasional tahun 2003. Menimbang, bahwa undangundang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945 mengamanatkan pemerintah
mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang
meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa serta akhlak

13

Suwarno,op.cit., hal 10

18

mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undangundang pada BAB I Ketentuan Umum Pasal I Poin I yaitu: Pendidikan adalah
usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses bejalajar
mengajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan mengembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.
Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas
manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.Oleh
karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam
pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.
3. Fungsi Pendidikan
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak
serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab”.
B. Akhlak
1. Pengertian Akhlak
Secara linguistic (bahasa) kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim
ghairi mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata
tersebut memang begitu adanya.Kata akhlak adalah jama` dari kata khilqun atau
khuluq yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah tersebut diatas.
Menurut Barnawie Umary (1995), akhlak adalah mufrad dari khilqun atau
khuluqun yang mengandung segi-segi persesuaian dengan khalqun serta erat
hubungannya dengan khalik dan makhluk. Dari sinilah asal perumusan ilmu

19

akhlak yang merupakan korelasi yang memungkinkan timbulnya hubungan yang
baik antara makhluk dan khaliq, dan antara makhluk dengan makhluk.14
Dalam kamus al-Munjid, khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku
atau tabiat.Akhlak diartikan sebagai ilmu tatakrama, ilmu yang berusaha
mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik
atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila.15
Dilihat dari sudut terminologi (istilah), para ahli berbeda, namun intinya
sama yaitu tentang perilaku manusia. Pendapat-pendapat ahli tersebut dihimpun
sebagai berikut:
Pertama, menurut Abdul Hamid mengatakan akhlak ialah ilmu tentang
keutamaan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan
dan keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari
segala bentuk keburukan.16
Kedua, menurut Ibrahim Anis Mengatakan bahwa akhlak ialah ilmu yang
obyeknya membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat
disifatkan dengan baik dari buruknya.17
Ketiga, menurut soegarda poerbakawatja mengatakan bahwa akhlak ialah
budi pekerti, watak, kesusilaan dan kelakuan baik yang merupakan akibat dari
sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.18

Menurut Imam Ghazali mengatakan :

14

H.M Saefuddaulah, SH dan Basyuni, S.H M Kes, Akhlak Ijtima`iyah, Jakarta; PT.
Pamator, 1998, hal 1
15
Abdullah, M, Yatmin, Drs, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur`an, Jakarta;
Amzah,2007 hal3
16
Abd. Hamid Yunus,Da`irab Al-Ma`arif, Asyua`ib, Kairo hal 936
17
Ibrahim Anis,A-mu`jam Al-Wasith, Mesir: Drul Ma`arif, 1972 hal 202
18
Soegarda Poerbakawatja, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1976, hal 9

20

‫ي ْسر ْ غ ْير‬

‫ع ْا تص ر ال َْعال بس ْ ل‬

‫راس‬

ْ

َ ‫ ع ر ع ْ ه ْي‬:

‫ال‬

‫حاج الى َ ْ ر ر ي‬
akhlak ialah sifat yeng tertanam dalam jiwa yang menimbulkan
bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa
memerlukan pemikiran dan pertimbangan.19
Menurut ibn Maskawaih mengatakan

‫اعي ل ا ْ غ ْير َ ْ ر ر ي‬

ْ ‫ حال ل‬: ْ ‫ال‬

akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk
melakukan sesuatu perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan
terlebih dahulu.20
2. Sumber-sumber Ajaran Akhlak
Sumber ajaran akhlak adalah al-Qur`an dan hadis. Tingkah laku Nabi
Muhammad SAW merupakan contoh suri teladan umat manusia semua. Ini
ditegaskan dalam al\Qur`an:



















Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan
yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan
(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab:
21)
19

Imam Ghazali,Ihya `Ulum Ad-Din, Bandung: Diponogoro, 1993 hal 12
Ibn Maskawaih, Tahdzib al-akhlaq wa Tathhirul al-Araq (Mesir – Al Maktabah Al
Misyh, 1943) hal 25
20

21

Tentang akhlak pribadi Rasulallah SAW dijelaskan oleh `Aisyah r.a
diriwayatkan oleh imam muslim.

ْ ‫ع ْ س ْع ْب هشا ْب عا ر قال ات ْيت عائش َ ْت يا ا ْال ْ ْي ا ْخ رْ ْ ب‬
ْ ‫رس ْ ل ه ص ى ه ع ْيه س قال‬
( ‫ت كا خ ه ْال رْ آ )ر ا ال ا اح‬
Dari `Aisyah ra berkata sesungguhnya Akhlak Rasulullah adalah
Al-Qur`an (HR Muslim).
Hadis Rasulullah meliputi perkataan, perbuaatan/tingkah laku merupakan
sumber akhlak yang kedua setelah Al-Qur`an. Segala ucapan beliau senantiasa
mendapat baimbingan dari Allah SWT. Allah berfirman:

‫ع ْال ى ْ ه ل حْ ي حى‬

ْ‫اي‬

dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan
hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang
diwahyukan (kepadanya), (QS. An-Najm 3-4)21
3. Pembagian Akhlak
Ada dua jenis akhlak dalam Islam, yaitu akhlakul mahmudah (akhlak
terpuji) ialah akhlak yang baik dan benar menurut syari`at Islam, dan akhlak
madzmumah akhlak tercela ialah akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut
syari`at Islam.22
a) Akhlak Mahmudah
Adapun jenis-jenis akhlak mahmudah itu adalah sebagai berikut:
1) Al-Amanah (Sifat Jujur dan Dapat Dipercaya) ‫ا ْل ا‬
2) Al-alifah (Sifat yang Disegani) ‫الل‬
3) Al-`Afwu (sifat Pemaaf) ْ ‫ا ْلع‬

21

Abdullah, M. Yatimin, M. A, Drs., Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur`an, Jkarta:
Amzah, 2007, hal 5
22
Abdullah, M. Yatimin, M. A, Drs., Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur`an, Jkarta:
Amzah, 2007, hal 12

22

4) Anie satun (Sifat Manis Muka) ‫ا ْيث‬
5) Al-khairu (Kebaikan atau Berbuat Baik)‫ا ْل ْير‬
6) Al-khusyu` (Tekun Bekerja sambil Menundukan diri/Berdzikir
Kepada-nya) ْ ‫ا ْل ش‬
b) Akhlak Madzmumah (Akhlak Tercela)
Adapun jenis-jenis akhlak madzmumah adalah sebagai berikut:
1) Ananiayah (Sifat Egois) ‫أ ي‬
2) Al-Baghyu (Suka Obral Diri pada Lawan Jenis yang Tidak
Hak/Melacur) ‫ا ْل ْغ‬
3) Al-Bukhlu (Sifat Bakhil, Kikir, Pelit) ْ ‫ا ْل‬
4) Al-kazab (Sifat Pendusta atau Pembohong)
5) Al-khomru

(Gemar

Meminum

‫ا ْل‬

Minuman

yang

Menandung

Alkohol)‫ا ْل ْ ر‬
6) Al-khiyanat (Sifat Penghianat) ‫ا ْل يا‬
7) Azh-Zhalim (Sifat Aniaya)

‫ال‬

8) Al-Jubnu (Sifat Pengecut) ْ ‫الج‬23
4. Metode Pembinaan Akhlak
Pembinaan akhlak merupakan tumuan perhatian pertama dalam Islam.Hal
ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW.Yang
utama adalah menyempurnakan akhlak yang mulia.

‫ قال رس ْ ل ه ص ى ه ع ْيه س ا ا بع ْثت أت صالح‬:‫ع ْ اب ْى هر ْير قال‬
( ‫ْال ْخاق)اخرجه ال ا اح َى الس‬

23

hal 54

Ardani, Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001,

23

”dari Said bin Mansyur berkata. Dari Abdul Aziz bin Muhammad Ajlan
dari Qa`qa bin Hakim dari Abu halih dari Abu Hurairah berkata,
Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku diutus kedunia ini untuk
menyempurnakan akhlak” 24
Perhatian tehadap pembinaaan akhlak dapat dianalisis pada muatan akhlak
yang terdapat pada seluruh aspek ajaran islam yang terintegrasi di dalam
pelaksanaan rukun Islam yang lima. Cara lain yang dapat ditempuh untuk
pembinaan akhlak ini dalah “pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan
berlangsung secara kontinyu”. Berkenaaan dengan ini Imam Al-Ghazali
mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala
usaha pembentukan melalui pembiasaan diri berbuat jahat, maka ia akan menjadi
orang jahat. Sebaliknya jika manusia membiasakan diri dengan cara bertingkah
laku yang mulia, maka ia dapat membentuk pribadi mulia. Cara lain yang tidak
kalah ampuhnya dari cara-cara diatas dalam hal pembinaan akhlak ini dalah
melalui keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan
pelajaran, instruksi dan larangan, akan tetapi memerlukan pendidikan yang
panjang dan pendekatan yang baik. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan
disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Dalam pendidikan
formal disekolah, seorang guru agama disamping menyampaikan materi pelajaran
di dalam kelas, juga harus memberikan contoh, suri tauladan yang baik kepada
anak didiknya baik dilingkungan sekolah maupun di luar sekolah.25
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dari Imam yang benar dan
pelaksanaan ibadah yang baik maka akan terpancar akhlak yang baik, dalam
akhlak yang baik terwujudlah perbuatan yang shalih termasuk didalamnya
kesediaan beramar ma`ruf nahi Munkar serta membawa kepada kehidupan yang
harmonis dalam linkungan masyarakat.

24

Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Cairo: Dar al Ma`arif, 1980),
Juz III, h.180
25
Imam al-Ghazali, Kitab al-Arba`in fi Ushul al-Din, (kairo:Maktabah al-Hindi) hal 190

24













    
 
(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan.

5. Metode Pendidikan Akhlak
Metode pendidikan akhlak menurut al ghozali yaitu hendaknya seorang
pendidik harus memperlakukan anak didiknya dengan baik penuh kasih
sayang.Pendidik selayaknya berlaku berlaku sebagai orang tua yang dengan penuh
kesabaran membimbing anaknya. Walaupun dalam kenyataan anak didik sangat
susah menerima pelajaran, pendidik tidak boleh menyerah begitu saja. Apalagi
mengabaikan pendidikannya.Pendidik harus terus berusaha dengan penuh
kesabaran menyampaikan ilmu secara sedikit demi sedikit.Selain itu, metode yang
dipergunakan menurut al ghazali harus dilihat secara psikologis, sosiologis,
maupun pragmatis anak didik.

Adapun metode yang digunakan diantaranya

adalah:
1. Tazkiyat al nafs (penyucian jiwa) merupakan metode pembinaan jiwa
dan pendidikan akhlak yang bertujuan membentuk kei‟tidalan dan
kebagusan akhlak serta kesehatan jiwa. Jiwa sehat merupakan sumber
bagi akhlak tercela26

26

A.F, Jaelani, Penyucian Jiwa(Tazkiyat al nafs),....., h.72

25

2. Riyadhoh adalah latihan melatih melalui petunjuk dan bimbingan
ruhaniah. Dalam hal ini melatih diri dengan amal-amal sholeh,
menyempurnakan jiwan dan mensucikannya.27
3. At tadrij (bertahap) yaitu jika akhlak buruk yang diobati bersifat
menetap atau kuat dalam perilaku. Dalam mengobatinya yaitu dengan
memindahkan individu dari akhlak yang buruk menjadi akhlak lain
yang lebih ringan nilai keburukannya dan terus seperti itu sehingga
akhirnya ia terbebas dari akhlak buruk tersebut.
Dengan demikian, ketiga metode ini hendaknya dilaksanakan oleh pendidik
supaya anak terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela dan terbiasa dengan
perbuatan-perbuatan yang baik
Setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam di pendidikan, Yaitu:
a. Metode Keteladanan (Uswah al-Hasanah)
Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan
untuk mengembangkan sifat-sifat potensinya. Pendidikan lewat
keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh
konkrit pada para siswa. dalam pendidikan pesantren, pemberian
contoh-contoh konkrit ini sangat ditekankan. Kyai atau Ustadz harus
senantiasa memberi uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadahibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai
mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan.
Semakin konsekuen seorang ustadz menjaga tingkah lakunya, semakin
didengar ajaran-ajaran serta diikuti segala nasihatnya.
b. Metode latihan dan pembiasaan
Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik
dengan

caramemberikan

latihan-latihan

terhadap

suatu

norma,

kemudian membiasakan santri melakukannya. Latihan dan pembiasaan
27

Al Ghazali, Neraca Beramal,.....h.85.

26

ini, pada akhirnya menjadi Akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi
bagian yang tidak terpisahkan. Al-Ghazali menyatakan: “sesungguhnya
Akhlak menjadi

kuat dengan seiringnya yang dilakukan perbuatan

yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan keyakinan bahwa apa
yang dilakukannya adalah baik dan diridhoi.
c. Mendidik melalui Ibrah (mengambil pelajaran)
Secara

sederhana,

Ibrah

berarti

merenungkan

dan

memikirkan.Dalam arti umum biasanya diartikan dengan mengambil
pelajaran dari setiap peristiwa. Abd Al-Rahman al-Nahlawi, seorang
tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefinisikan Ibrah dengan suatu
kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari
suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbangtimbang,

diukur

dan

diputuskan

secara

nalar,

sehingga

kesimpulannyadapat mempengaruhi hati

Dokumen yang terkait

Pelaksanaan pendidikan agama Islam dalam upaya meningkatkan kualitas santri di pondok pesantren Miftahul Ulum Gandaria Selatan Jakarta Selatan

0 6 0

PERAN PONDOK PESANTREN SEBAGAI BASIS PENDIDIKAN KARAKTER KEPEMIMPINAN SANTRI.

2 22 57

STRATEGI PEMBELAJARAN KIAI PESANTREN DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN MANBAU’UL ‘ULUM TUNGGULSARI KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 4

STRATEGI PEMBELAJARAN KIAI PESANTREN DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN MANBAU’UL ‘ULUM TUNGGULSARI KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 2 4

STRATEGI PEMBELAJARAN KIAI PESANTREN DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN MANBAU’UL ‘ULUM TUNGGULSARI KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 10

STRATEGI PEMBELAJARAN KIAI PESANTREN DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN MANBAU’UL ‘ULUM TUNGGULSARI KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 24

STRATEGI PEMBELAJARAN KIAI PESANTREN DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN MANBAU’UL ‘ULUM TUNGGULSARI KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 29

STRATEGI PEMBELAJARAN KIAI PESANTREN DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN MANBAU’UL ‘ULUM TUNGGULSARI KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 1 44

STRATEGI PEMBELAJARAN KIAI PESANTREN DALAM MEMBENTUK AKHLAK SANTRI DI PONDOK PESANTREN MANBAU’UL ‘ULUM TUNGGULSARI KEDUNGWARU TULUNGAGUNG - Institutional Repository of IAIN Tulungagung

0 0 16

123dok Peran+Pendidikan+Akhlak+Dalam+Membentuk+Karakter+Santri+Di+Pondok+Pesantren+Miftahul+Ulum Copy

0 2 105