123dok Peran+Pendidikan+Akhlak+Dalam+Membentuk+Karakter+Santri+Di+Pondok+Pesantren+Miftahul+Ulum Copy

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

iv

ABSTRAKSI………ii

KATA PENGANTAR………..iii

DAFTAR ISI……….iv

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah……… 1

B. Identifikasi Masalah……… 5

C. Batasan Masalah ...………... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian………... 6

F. Manfaat Penelitian………. 7

BAB II KAJIAN TEORETIK A. Fungsi Pendidikan……….. 9

1. Pengertian Pendidikan………. 9

2. Tujuan Pendidikan ……….. 17

3. Fungsi Pendidikan... 18

B. Akhlak……… 18

1. Pengertian Akhlak……… 18

2. Sumber – sumber Ajaran Akhlak………. 20

3. Pembagian Akhlak ……….. 21

a. Akhlak Mahmudah………. 22

b. Akhlak Madzmumah ………. 23

4. Metode Pembinaan Akhlak……….. 24

5. Metode Pendidikan Akhlak……….. 26


(11)

v

e. Mendidik Melalui Kedisiplinan………. 28

f. Mendidik Melalui Al-Bisyarah Wal Inzar... 28

g. Materi Pendidikan Akhlak………. 29

C. Karakter……….. 36

1. Pengertian Karakter………. 37

2. Karakter bangsa………... 38

3. Pembentukan karakter melalui pendidikan akhlak ...………… 40

4. Ciri-ciri orang berkarakter baik ... 42

a. Cinta Tuhan dan alam semesta ……… 43

b. Bertanggung jawab, kedisiplinan dan kemandirian ..……… 44

c. Jujur ...………... 45

d. Hormat dan santun ...……….. 45

e. Kasih sayang, kepedulian dan kerjasama ... 46

f. Percaya diri, kreatif dan pantang menyerah ... 47

g. Keadilan kepemimpinan ... 49

h. Rendah hati ... 49

i. Toleransi ... 50

D. PondokPesantren……… 51

1. Pengertian Pondok Pesantren ……….. 51

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tujuan Penelitian………... 54

B. Waktu dan Tempat Penelitian……… 54

C. Metode Penelitian……….. 54

D. Populasi dan Sampel……….. 55

E. Teknik Pengumpulan Data………. 56

1. Angket……….. 56


(12)

vi

F. Instrumen Penelitian……….. 57

G. Analisis Data……….. 57

H. Teknik Analisis Data……….. 58

1. Editing ... 59

2. Skorsing ... 59

3. Tabulating ... 59

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Sejarah Perkembangan Pesantren Miftahul Ulum………. 60

B. Keadaan Santri………... 62

C. Struktur Organisasi Pondok Pesantren Miftahul ulum……….. 62

D. Visi dan Misi Pendidikan di Pesantren Miftahul Ulum………. 63

E. Tenaga Pengajar Pondok Pesantren Miftahul Ulum……….. 63

F. Sarana dan Prasarana………. 64

G. Kurikulum……….. 64

H. Program Pendidikan Bidang Kesiswaan……… 66

I. System Pendidikan Akhlak……… 69

J. Materi Pendidikan Akhlak………. 69

K. Prinsip – prinsip Pendidikan Akhlak………. 70

L. Tata Tertib Santri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum……… 70

1. Kewajiban Santri……….. 70

2. Larangan Untuk Santri………. 71

3. Kegiatan Harian Santri ……… 71


(13)

vii


(14)

1

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Akhlak adalah latar sebuah perilaku.Ia melandasi setiap perbuatan yang dimunculkan oleh seorang, sebagai latar perbuatan.Ia merupakan kondisi batin. Jika kondisi batin ini baik maka perilaku yang munculpasti baik. Akhlak yang baik adalah ibarat perhiasan bagi setiap insan mukmin dan merupakan pakaian hidup yang tidak akan pernah usang dan pudar, Sehingga begitu penting ahlak ini sehingga Allah SWT mengutus Rasullah SAW kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak tersebut, sebagaimana sabda rasulullah SAW:

ع

ا ب

ى

ه

ر

ي

ر

ق

لا

ق :

لا

ر

س

ل

ه

ص

ه ى

ع

ي

ه

س

ا

ب ا

ع ث

ت

أ

ت

ص

لا

ح

ا

ل

خ

ا

ق

( سلا ىَ حا ا لا هجرخا)

”dari Said bin Mansyur berkata. Dari Abdul Aziz bin Muhammad Ajlan dari Qa`qa bin Hakim dari Abu halih dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku diutus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak” 1

Akhlak bukan sesuatu yang tetap, ia dapat berubah karena berbagai pengaruh budaya. Bahkan kemajuan teknologi pun terkadang justru menjadi salah satu penyebab mundurnya nilai-nilai moral dewasa ini.seperti fenomena kekerasan, pelecehan seksual, korupsi, dan lain sebagainya.

Kondisi ini seharusnya memicu pemikiran kita untuk kembali memandangpendidikan secara utuh, tidak saja pengembangan ilmuan melainkanjuga perkembangan kepribadian dan akhlak.

1

Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Kairo: Dar al Ma`arif, 1980), Juz III, h.180


(15)

Akhlak juga sebagai barameter runtuh dan tegaknya suatu bangsa.Jika suatu bangsa rusak akhlaknya, maka runtuh pula bangsa tersebut.Sebaliknya jika akhlak suatu bangsa kokoh, maka tegak pula bangsa tersebut. Sebagaimana dikatakan oleh seorang penyair syauki bek berkata

ه قاخا ت ه ا ه ا / تيغب ا قاخلا لاا ا

Bangsa itu hanya bisa bertahan selama masih memiliki akhlak, apabila

akhlak telah tiada dari mereka, maka bangsa itu akan lenyap pula.2

Dalam pendidikan akhlak siswa diajarkan tentang prinsip-prinsip kepribadian yang diharapkan dapat bersikap dan berperilaku baik.Hal ini dikarenakan agama Islam sangat menekankan pentingnya beraklak mulia, tetapi dalam kenyataannya banyak sekali perilaku yang tidak mencerminkan akhlak yang baik.

Padahal didalam dunia pendidikan selalu mengedepankan akhlak dan tingkah laku, serta moral yang baik. Disamping itu juga didalam lembaga pendidikan pelajaran tentang moral selalu menjadi pelajaran pokok dalam suatu kurikulum, yang membahas tentang perilaku terhadap manusia dengan manusia, manusia dengan hewan, manusia dengan tumbuhan serta manusia terhadap tuhannya.

Maka dari pada itu, pendidikan adalah merupakan elemen yang sangat signifikan dalam menjalani kehidupan.Karena dari sepanjang perjalanan manusia pendidikan merupakan barometer untuk mencapai maturasi nilai-nilai kehidupan.Ketika melihat dari salah satu aspek tujuan pendidikan nasional sebagai mana yang tercantum dalam UU RI SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, tentang system pendidikan nasional tahun 2003. Menimbang, bahwa undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945 mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang pada BAB I Ketentuan Umum Pasal I Poin I yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses bejalajar

2


(16)

mengajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Relevan dengan hal tersebut, maka penyelenggaraan pendidikan tidak dapat dilepaskan dari tujuan yang hendak dicapai.Buktinya dengan penyelenggaraan pendidikan yang kita alami di Indonesia.Tujuan pendidikan mengalami perubahan yang terus menerus dari setiap pergantian roda kepemimpinan. Maka dalam hal ini sistem pendidikan nasional masih belum mampu secara maksimal untuk membentuk masyarakat yang benar-benar sadar akan pendidikan Akhlak.

Melihat fenomena yang terjadi pada saat sekarang ini banyak kalangan yang mulai melihat sistem pendidikan pesantren sebagai salah satu solusi untuk terwujudnya produk pendidikan yang tidak saja cerdik, pandai, lihai, tetapi juga berhati mulia dan berakhlakul karimah.Hal tersebut dapat dimengerti karena pesantren memiliki karakteristik yang memungkinkan tercapainya tujuan yang dimaksud.

Pesantren merupakan sebuah lembaga pendidikan tertua yang melekat dalam perjalanan kehidupan Indonesia sejak ratusan tahun yang silam, ia adalah lembaga pendidikan yang dapat dikategorikan sebagai lembaga unik dan punya karakteristik tersendiri yang khas, sehingga saat ini menunjukkan kapabilitasnya yang cemerlang melewati berbagai episode zaman dengan pluralitas polemik yang dihadapinya. Bahkan dalam perjalanan sejarahnya, pesantren telah banyak memberikan andil dan kontribusi yang sangat besar dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa dan memberikan pencerahan terhadap masyarakat serta dapat menghasilkan komunitas intelektual yang setaraf dengan sekolah gubernemen.3

Peran pondok pesantren merupakan salah satu tempat wadah untuk mendidik manusia menjadi yang berakhlakul karimah sebab system pendidikan di pondok

3


(17)

pesantren mengutamakan nilai-nilai atau norma–norma agama yang menjadikan manusia beriman dan berilmu, oleh karena itu pondok pesantren sebagai wadah orang-orang untuk menuntut ilmu.Terlebih dalam konteks masa kini, dimana begitu banyak fenomena moralitas yang memprihatinkan. Dihadapan mata kita terpampang realitas yang sering tidak masuk akal.Akhlak mulia dan budi pekerti luhur, baik pada tingkat individual maupun social seolah-olah tenggelam.Berbagai kemerosotan akhlak terpampang jelas dipertotonkan, misalnya; terjadi konflik tingkat masyarakat bawah yang berkepanjangan dan seakan sulit untuk rukun kembali, meningkatnya kebiasaan main hakim sendiri terhadap orang yang dicurigai, dan menghukumnya melampaui hukuman yang semestinya.Dipihak lain terlihat generasi muda mengkonsumsi minuman keras, NAZA (Narkotika dan zat adiktif), banyaknya kasus penbrontakan pelajar baik didilingkungan sekolah maupun diluar sekolah, sehingga proses belajar mengajar menjadi terganggu bahkan mengganggu masyarakat juga,Persoalan yang muncul di masyarakat seperti korupsi, kekerasan, kejahatan seksual, perusakan, perkelahian massa, kehidupan ekonomi yang konsumtif, kehidupn politik yang tidak produktif, dan sebagainya menjadi topik pembahasan hangat di media massa, seminar, dan di berbagai kesempatan. Berbagai alternatif penyelesaian diajukan seperti peraturan, undang-undang, peningkatan upaya pelaksanaan dan penerapan hukum yanglebih kuat.

Dari sinilah peneliti tergelitik untuk melakukan penelitian terhadap Fungsi Pendidikan Akhlak dalam Membentuk Karakter Santri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan dalam rangka mencari sesuatu yang belum tersentuh dan tidak terfikirkan oleh sistem pendidikan di Indonesia. Penelitian ini bergulat dengan refleksi pendidikan Akhlak di Pondok Pesantren dalam bentuk deskriptif. Salah satu tujuannya untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya pendidikan Akhlak dalam pembentukan karakter di Indonesia ini serta meciptakan pemahaman pendidikan Akhlak yang lebih progresif konstekstual sehingga mampu menjawab tantangan zaman.


(18)

Alasan pemilihan judul ini berawal dari motivasi yang menyebabkan peneliti mengadakan atau melakukan penelitian dan sebagai upaya melegitimasi kreteria dalam penelitian. Peneliti akan menguraikan beberapa alasan argumentatif mengapa peneliti memilih judul “Fungsi Pendidikan Akhlak Dalam Pembentukan Karakter Santri Di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan” yang kemudian diasimilasikan dengan beberapa faktor yang harus dipenuhi oleh peneliti.

B. IDENTIFIKASI MASALAH

Maka untuk merumuskan permasalahan tersebut, perlu adanya sistematika analitik untuk mencapai sasaran yang menjadi objek kajian, sehingga pembahasan akan lebih terarah pada pokok masalah. Hal ini dimaksudkan agar terhindar dari pokok masalah dengan pembahasan yang tidak fokus dan tidak ada relevansinya. Dengan demikian penelitian apapun dilaksanakan karena terdapat permasalahan yang membutuhkan solusi, sebab tanpa adanya permasalahan tidak ada akan mungkin melakukan suatu penelitian.

Berdasarkan paparan latar belakang diatas dapat didefinisikan beberapa permasalahan sebagai berikut:

1. Pendidikan akhlak yang diberikan hanya pada aspek kognitif saja

2. Kurangnya kompetensi guru pendidikan akhlak dalam mengembangkan karakter baik pada siswa/santri

3. Kurangnya penananman nilai karakter baik pada santri

4. Pendidikan karakter belum menjadi prioritas dalam pendidikan di sekolah 5. Pengaruh implementasi pendidikan akhlak dalam pembentukan karakter Berdasarkan pernyataan di atas penelitian ini dilaksanakan karena peneliti melihat Fungsi Pendidikan Akhlak dalam Pembentukan Karakter Santri di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan.


(19)

C. PEMBATASAN MASALAH

Berdasarkan paparan latar belakang diatas dapat maka penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Pengaruh implementasi pendidikan akhlak dalam pembentukan karakter 2. Penerapan pembentukan karakter yang teritegrasi dengan ajaran teologi

dan spiritualitas Islam dalam pembentukan karakter

D. PERUMUSAN MASALAH

1. Bagaiamanakah keserasian visi dan misi pondok pesantren terhadap tujuan pendidikan Nasional?

2. Bagaiamana pendidikan akhlak pondok pesantren tersebut di implementasikan?

3. Bagaimana keberhasilan pendidikan akhlak tersebut dalam membentuk karakter santri?

E. TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian pada dasarnya harus sinkron antara tujuan dengan upaya-upaya pemecahan problema yang telah dirumuskan.Maksusudnya adalah agar tidak ada penyimpangan dalam menciptakan problem solver yang telah disistematiskan dengan tujuan penelitian. Maka dalam tujuan penelitian ini penulis menulis membagi menjadi beberapa bagian,yaitu:


(20)

1. Tujuan Umum

Untuk mendeskripsikan bagaimana Fungsi Pendidikan Akhlak Dalam Pembentukan Karakter Di Pondok Pesantren Miftahul Ulum Jakarta Selatan.

2. Tujuan Khusus

a) Bagaiamanakah keserasian visi dan misi pondok pesantren terhadap tujuan pendidikan?

b) Bagaiamana pendidikan akhlak pondok pesantren tersebut di implementasikan?

c) Bagaimana keberhasilan pendidikan alkhlak tersebut terhadap membentuk karakter santri?

F. MANFAAT PENELITIAN

Dalam penelitian ini diharapkan dapat membawa manfaat yang baik bagi peneliti, pihak UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, praktisi, pengelola pendidikan dan masyarakat pada umumnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

a) Untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan tentang pendidikan Akhlak yang mengacu kepada realitas empiris

b) Sebagai modal dasar penelitian pendidikan pada tataran lebih lanjut. 2. Bagi Lembaga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Untuk menambah perbendaharaan kepustakaan Tarbiyah dan perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.


(21)

3. Bagi Praktisi Pendidikan

Menjadi bahan pijakan dalam merumuskan konsep atau format pendidikan yang mengacu pada realitas yang berkembang di tengah-tengah masyarakat.


(22)

9

Guna menghindari kesalah pahaman penafsiran terhadap judul penelitian yang akan dilaksanakan, berikut ini akan ditegaskan makna setiap kata dalam judul penelitian antara lain :

A. Fungsi Pendidikan

1. Pengertian Pendidikan

Berbagai istilah yang berkaitan dengan pendidikan yaitu

al-tarbiyah,al-ta`lim, al-tadris, al-tafaqquh, al-tafakkur, al-ta`aqqul.

Istilah-istilah tersebut akan dilihat penggunaannya di dalam al Qur`an, dengan suatu asumsi yang kuat bahwa disamping memiliki segi-segi persamaan, istilah-istilah tersebut memiliki perbedaan antara satu dengan yang lainnya.

Pertama, istilah kata

ي بر تلا

yang berasal dari kata

ر

ini menurut al-Raghib al-Asfahaniy adalah

ه

ا

ش

ءا

شلا

ء

ح

لا

َ

ح

لا

ا ل

ح ى

تلا

ا

Artinya menumbuhkan/membina sesuatu terhadap sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai batas yang sempurna1

1

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p. th.,) hal 189 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 90


(23)











































Sesungguhnya bagi kaum Saba' ada tanda (kekuasaan Tuhan) di tempat kediaman mereka yaitu dua buah kebun di sebelah kanan dan di sebelah kiri. (kepada mereka dikatakan): "Makanlah olehmu dari rezki yang (dianugerahkan) Tuhanmu dan bersyukurlah kamu kepada-Nya. (Negerimu) adalah negeri yang baik dan (Tuhanmu) adalah Tuhan yang Maha Pengampun". (QS. Saba’ : 15)





























Dan (Tidak wajar pula baginya) menyuruhmu menjadikan malaikat dan para nabi sebagai Tuhan.apakah (patut) dia menyuruhmu berbuat kekafiran di waktu kamu sudah (menganut agama) Islam?". (QS. Ali-Imran : 80)

Kedua, istilah kata

ي

ع

تلا

adalah isim masdar dari kata

-

ي ع

-

ع

ت ع

ي

ا

. Menurut al-Raghib al-Asfahani, kata al-ta`lim adalah

تلا

ي

ه

لا

ل ت

ص

ر

لا

ع

ا

yang artinya memperingatkan jiwa untuk menggambarkan berbagai pengertian. Sedangkan kata

ع تلا

berarti proses mengingatkan jiwa dengan


(24)

tujuan untuk memperoleh gambaran tentang berbagai makna. Kata

ي

ت ع

terkadang digunakan juga untuk pengertian memberitahu, jika penggunaan kata ta`lim tersebut dilakukan secara berulangulang.2 Sebagaimana yang terdapat dalam QS. Al-„Alaq: 4-5





















Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.

Ketiga, istilah kata

ر ي

تلا

menurut al-Raghib al-Asfahani bahwa kata

ر

berati

ب

ا ث

ر

ه

ا

ب

لا

ث

ر

ي

ت

ه

َ

س

َ ى

ل

ك

َ

ص

ر

, ءا ت لا ب ر لا

ى َ ر ث ا تل ت علا تس ر ا ت لا ر ك ل ك

. ي حلا

yang artinya adalah: tersisa bekas, dan tersisa bekasnya ini mengharuskan adanya usaha sungguh-sungguh, oleh karena itu pelajaran-pelajaran dijelaskan dengan cara tuntas. Demikian pula mempelajari

al-kitab dan mempelajari ilmu akan tercapai dengan menghafal.3

Pengertian al-tadris dalam arti belajar dapat dijumpai dalam salah satu hadits Rasulullah SAW yang berbunyi

ت ل أ ل ه ب س را ت ي ه ا ت ك ى َ ت ي ه تي ب تي ب ى َ ق تجا ا

ي ع

ئ ا لا ي ع ت خ ح رلا ت ي ش غ ي سلا

2

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz Al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p. th.,) hal 356 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 93

3

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz Al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p. th.,) hal 169 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 99


(25)

Tidak ada suatu kaum yang berkumpul disebuah rumah dari rumah Allah yang di dalamnya dibacakan kitab Allah dan dipelajari (kandungannya), tidak ada balasan lain kecuali akan turun para malaikat (menyampaikan salam dan do’anya), menaburkan kasih sayang dan para malaikat meminta ampunan bagi mereka. (HR Muslim).

ت ي ش غ ي سلا ي ع ت ل ئ ا لا ب ت ح ل ه ر ك ي ق ا

(

رتلا هجرخأ) ح رلا

Tidak ada sebuah kaum yang zikir kepada Allah melainkan malaikat mengepung mereka, turun rahmat atas mereka ketenangan dan rahmat. (HR. Turmudziy).

Keempat, istilah kata

ه تلا

. Kata

ه تلا

berasal dari kata

-

ه ت

ي

-

ه ت

ا ت

yang mempelajari. Kata

ه ت

ini berasal dari kata

ه

َ

atau

ه

ا ل

yang berarti

ع ى ص خ أ َ ها ش ع ب ئا غ ع ى ل ص تلا

,yaitu menghubungkan pada pengetahuan yang ghaib (rasional) dengan ilmu yang tampak. Fiqih adalah lebih khusus dari pada ilmu. Fiqih juga berarti

. ه َ َ أ ه َ ا َ را ص ا َ ج رلا ءا َ لا ي ي عر شلا ا ح أا ب عل ا

َ ه ا ه ت ه َ أ َ

ه ب ى ص

Fiqih adalah ilmu yang membahas tentang huku-hukum al-syari`ah. Jika dikatakan seseorang memahami, artinya mendalami kandungan sebuah teks, dan

ه ت

berarti ia mencari ilmu dan kemudian mengkhususkan diri.4



















































4

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz Al-Qur`an (Beirut: dar al fikr, t.p. th.,) hal 398 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 101


(26)

























Di mana saja kamu berada, kematian akan mendapatkan kamu, kendatipun kamu di dalam benteng yang Tinggi lagi kokoh, dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka mengatakan: "Ini adalah dari sisi Allah", dan kalau mereka ditimpa sesuatu bencana mereka mengatakan: "Ini (datangnya) dari sisi kamu (Muhammad)". Katakanlah: "Semuanya (datang) dari sisi Allah". Maka Mengapa orang-orang itu (orang munafik) hampir-hampir tidak memahami pembicaraan sedikitpun?(QS. An-Nisaa : 78).

Kelima, istilah kata

ع تلا

. Kata

ع تلا

berasal dari kata

علا

yang berati

ع لا ك ت ب ل ث ي لا ع ل لا ي علا ل ع ي ت لا ل ا

, yakni kekuatan yang disediakan untuk menerima pengetahuan, dan diartikan pula bahwa setiap ilmu yang dapat dimanfaatkan oleh manusia melalui kekuatan tersebut dinamai akal. lebih lanjut al-Raghib al-Asfahaniy mengatakan

عر لا ت ع لا لا ع علا ب ر عا لا علا ص أ

ه ا س ل ع ا ه رع ش

ه ك

artinya bahwa makna asal dari kata aqal adalah menahan atau mempertahankan atau mengikat, seperti pada ungkapan menahan unta dengan ikatan, atau obat menahan sakit perut, dan seorang wanita

mengikat rambutnya, dan seseorang menjaga ucapan pada mulutnya.5









































5

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat Al Fadz Al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p. th.,) hal 354 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 104


(27)

Apakah kamu masih mengharapkan mereka akan percaya kepadamu, padahal segolongan dari mereka mendengar firman Allah, lalu mereka mengubahnya setelah mereka memahaminya, sedang mereka mengetahui? (QS. Al-Baqarah : 75).

















































Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena Sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang buta, ialah hati yang di dalam dada. (QS. Al-Hajj : 46).

Keenam, istilah

ر ت

. Kata

ر تل ا

berasal dari kata

ر ل ا

-

ر َ

yang menurut al-Raghib al-Asfahaniy adalah:

تلا ع لا ه ع ل ق ر ق

ر

ل ج

علا ر لا س ح ب لا ك ت

ا س ْ ل

ق ى َ ر ش ه ل صح ي أ ي ا ي َ ل لا ي ل ا ي حلا

artinya berfikir adalah kekuatan yang dapat digunakan untuk memperoleh ilmu pengetahuan hingga ilmu tersebut diketahuainya. Sedangkan al-tafakkur adalah proses pengguna pemikiran tersebut dengan menggunakan kekuatan akal. Hal itu hanya terjadi pada manusia dan tidak pada binatang.hal itu terjadi kecuali pada sesuatu yang

mungkin dapat dihasilkan gambaran dalam hati.6













6

Al-Raghib Al-Asfahaniy, Mu`jam Mufradat alfadz al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p. th.,) hal 398 dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA Pendidikan dalam Perspektif Al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005) hal. 117


(28)



















































Dan kalau kami menghendaki, Sesungguhnya kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, Maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). demikian Itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat kami. Maka Ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir. (QS. Al-A’raaf : 176).

Dalam arti sederhana pendidikan sering diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai didalam masyarakat dan kebudayaan. Dalam perkembangannya, istilah pendidikan atau paedagogei berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar ia menjadi dewasa. Selanjutnya, pedidikan diartikan sebagai usaha yang dijalankan oleh seseorang atau kelompok orang lain agar menjadi dewasa atau menjadi tingkat hidup atau penghidupan yang lebih tinggi dalam arti mental.7

Kenyataannya, pengertian pendidikan ini selalu mengalami perkembangan, meskipun secara esensial tidak jauh berbeda. Berikut ini akan dikemukakan sejumlah pengertian pendidikan yang diberikan oleh para ahli-ahli (pendidikan).

Menurut Langevel, pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya

7


(29)

sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang yang belum dewasa.8

a) Menurut John Dewey, pendidikan adalah proses pembentukan kecakapan fundamental secara intelektual dan emosional kearah alam dan sesama manusia.

b) Menurut J.J. Rouseeau, pendidikan adalah memberi kita perbekalan yang tidak ada pada masa kanak-kanak, akan tetapi kita membutuhkannya pada waktu dewasa.

c) Menurut driyarkara, pendidikan ialah pemanusiaan manusia muda atau pengangkatan manusia muda ketaraf insani9

d) Menurut Ahmad D. Marimba, pendidikan adalah bimbingan atau pimpinan secara sadar oleh si pendidik terhadap perkembangan jasmani dan rohani si terdidik menuju terbentuknya kepribadian yang utama.10 e) Menurut Ki Hajar Dewantara, pendidikan yaitu tuntunan didalam hidup

tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya, pendidikan yaitu menuntun segala kekuatan kordinat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai anggota manusia dan sebagai anggota masayarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tinginya11

f) Menurut UU Nomor 2 Tahun 1989, Pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta didik melalui melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi peranannya dimasa yang akan datang.12

g) Menurut UU No 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembalajaran

8

Langeveld,(terj.) Paedagogiek Teoritis/Sistematis, FIP-IKIP Jakarta, 1971;fatsal 5,5a. 9

Driyarkara, Driyarkara Tentang Pendidikan, Yayasan Kanisius, Yogyakarta, 1950 hal 74 10

Ahmad D. Marimba, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Pt. Al-Ma`arif, Bandung, 1987 hal 19

11

Suwarno,Pengantar Umum Pendidikan, Aksara Baru, Jakarta, 1985, hal 2 12

UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikn Nasional (pasl 1 ayat 1) Lihat Departemen Agama RI Himpunan Pereturan Perundang-undangan Sisiterm Pendidikan Nasional, Dirjend. Binbaga Islam, Jakarta, 1991/1992, hal 3


(30)

agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi di dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlakukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dari beberapa pengertian atau batasan yang diberikan para ahli tersebut, meskipun berbeda secara redaksianal, namun secara esensial terdapat kesatuan unsur-unsur atau fakto-faktor yang terdapat didalamnya, yaitu bahwa pengertian pendidikan tersebut menunjukan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur-unsur seperi pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya.

Karena itu, dengan memperhatikan batasan-batasan pendidikan tersebut, ada beberapa pengertian dasar yang perlu dipahami yaitu pendidikan merupakan suatu proses terhadap anak didik berlangsung terus sampai anak didik mencapai pribadi dewasa susila. Proses ini berlansung dalam jangka waktu tertentu. Bila anak didik sudah mancapai pribadi dewasa susila, maka ia sepenuhnya mampu bertindak sendiri bagi kesejahteraan hidupnya dan masyarakat.13

2. Tujuan Pendidikan

Setiap kegiatan apapun bentuk dan jenisnya, sadar atau tidak sadar, selalu diharapkan pada sesuatau yang harus dicapai. Bagaimanapun segala sesuatu atau usaha yang tiadak mempunyai tujuan tidak akan mempunyai arti apa-apa. Dengan demikian, tujuan merupakan factor yang sangat menentukan.

Tentang tujuan ini, didalam UU RI SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, tentang system pendidikan nasional tahun 2003. Menimbang, bahwa undang-undang dasar Negara republic Indonesia tahun 1945 mengamanatkan pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu system pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada tuhan yang maha esa serta akhlak

13


(31)

mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang diatur dengan undang-undang pada BAB I Ketentuan Umum Pasal I Poin I yaitu: Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses bejalajar mengajar agar peserta didik secara aktif mengembangkan mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan.Oleh karena itu, rumusan tujuan pendidikan nasional menjadi dasar dalam pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa.

3. Fungsi Pendidikan

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”.

B. Akhlak

1. Pengertian Akhlak

Secara linguistic (bahasa) kata akhlaq merupakan isim jamid atau isim ghairi mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya.Kata akhlak adalah jama` dari kata khilqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti akhlak sebagaimana telah tersebut diatas.

Menurut Barnawie Umary (1995), akhlak adalah mufrad dari khilqun atau khuluqun yang mengandung segi-segi persesuaian dengan khalqun serta erat hubungannya dengan khalik dan makhluk. Dari sinilah asal perumusan ilmu


(32)

akhlak yang merupakan korelasi yang memungkinkan timbulnya hubungan yang baik antara makhluk dan khaliq, dan antara makhluk dengan makhluk.14

Dalam kamus al-Munjid, khuluq berarti budi pekerti, perangai, tingkah laku atau tabiat.Akhlak diartikan sebagai ilmu tatakrama, ilmu yang berusaha mengenal tingkah laku manusia, kemudian memberi nilai kepada perbuatan baik atau buruk sesuai dengan norma-norma dan tata susila.15

Dilihat dari sudut terminologi (istilah), para ahli berbeda, namun intinya sama yaitu tentang perilaku manusia. Pendapat-pendapat ahli tersebut dihimpun sebagai berikut:

Pertama, menurut Abdul Hamid mengatakan akhlak ialah ilmu tentang keutamaan dengan cara mengikutinya sehingga jiwanya terisi dengan kebaikan dan keburukan yang harus dihindarinya sehingga jiwanya kosong (bersih) dari segala bentuk keburukan.16

Kedua, menurut Ibrahim Anis Mengatakan bahwa akhlak ialah ilmu yang obyeknya membahas nilai-nilai yang berkaitan dengan perbuatan manusia, dapat disifatkan dengan baik dari buruknya.17

Ketiga, menurut soegarda poerbakawatja mengatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan dan kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.18

Menurut Imam Ghazali mengatakan :

14

H.M Saefuddaulah, SH dan Basyuni, S.H M Kes, Akhlak Ijtima`iyah, Jakarta; PT. Pamator, 1998, hal 1

15

Abdullah, M, Yatmin, Drs, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur`an, Jakarta; Amzah,2007 hal3

16

Abd. Hamid Yunus,Da`irab Al-Ma`arif, Asyua`ib, Kairo hal 936

17

Ibrahim Anis,A-mu`jam Al-Wasith, Mesir: Drul Ma`arif, 1972 hal 202 18


(33)

لا

ع :

ر

ع

ه

ي

َ

ر

سا

ع

ا

ت

ص

ر

لا

َ

ع

لا

ب

س

ل

ي

س

ر

غ

ي

ر

ح

جا

ا ل

َ ى

ر

ر

ي

akhlak ialah sifat yeng tertanam dalam jiwa yang menimbulkan bermacam-macam perbuatan dengan gampang dan mudah, tanpa

memerlukan pemikiran dan pertimbangan.19

Menurut ibn Maskawaih mengatakan

لا

ح :

لا

ل

عا

ي

ل

ا

غ

ي

ر

َ

ر

ر

ي

akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorong untuk melakukan sesuatu perbuatan tanpa melalui pemikiran dan pertimbangan

terlebih dahulu.20

2. Sumber-sumber Ajaran Akhlak

Sumber ajaran akhlak adalah al-Qur`an dan hadis. Tingkah laku Nabi Muhammad SAW merupakan contoh suri teladan umat manusia semua. Ini ditegaskan dalam al\Qur`an:





































Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan

(kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah.(QS. Al-Ahzab:

21)

19

Imam Ghazali,Ihya `Ulum Ad-Din, Bandung: Diponogoro, 1993 hal 12 20

Ibn Maskawaih, Tahdzib al-akhlaq wa Tathhirul al-Araq (Mesir – Al Maktabah Al Misyh, 1943) hal 25


(34)

Tentang akhlak pribadi Rasulallah SAW dijelaskan oleh `Aisyah r.a diriwayatkan oleh imam muslim.

ع

س

ع

ب

ه

ش

ا

ب

ع

ا

ر

ق

لا

ا

ت ي

ت

ع

ئا

ش

َ

ت

ي

ا ا

لا

ي

ا

خ

ر

ب

ر

س

ل

ه

ص

ه ى

ع

ي

ه

س

ق

لا

ت

ك

ا

خ

ه

ا

ل

ر

آ

( حا ا لا ا ر)

Dari `Aisyah ra berkata sesungguhnya Akhlak Rasulullah adalah Al-Qur`an (HR Muslim).

Hadis Rasulullah meliputi perkataan, perbuaatan/tingkah laku merupakan sumber akhlak yang kedua setelah Al-Qur`an. Segala ucapan beliau senantiasa mendapat baimbingan dari Allah SWT. Allah berfirman:

ى لا ع ي ا

ل ه

ى ح ي ح

dan tiadalah yang diucapkannya itu (Al Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya.Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang

diwahyukan (kepadanya), (QS. An-Najm 3-4)21

3. Pembagian Akhlak

Ada dua jenis akhlak dalam Islam, yaitu akhlakul mahmudah (akhlak terpuji) ialah akhlak yang baik dan benar menurut syari`at Islam, dan akhlak madzmumah akhlak tercela ialah akhlak yang tidak baik dan tidak benar menurut syari`at Islam.22

a) Akhlak Mahmudah

Adapun jenis-jenis akhlak mahmudah itu adalah sebagai berikut:

1) Al-Amanah (Sifat Jujur dan Dapat Dipercaya)

ا

ل

ا

2) Al-alifah (Sifat yang Disegani)

ل

ل

ا

3) Al-`Afwu (sifat Pemaaf)

ع

ا ل

21

Abdullah, M. Yatimin, M. A, Drs., Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur`an, Jkarta: Amzah, 2007, hal 5

22

Abdullah, M. Yatimin, M. A, Drs., Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur`an, Jkarta: Amzah, 2007, hal 12


(35)

4) Anie satun (Sifat Manis Muka)

يث

ا

5) Al-khairu (Kebaikan atau Berbuat Baik)

ر

ي

ا ل

6) Al-khusyu` (Tekun Bekerja sambil Menundukan diri/Berdzikir

Kepada-nya)

ش

ا ل

b) Akhlak Madzmumah (Akhlak Tercela)

Adapun jenis-jenis akhlak madzmumah adalah sebagai berikut: 1) Ananiayah (Sifat Egois)

ي

أ

2) Al-Baghyu (Suka Obral Diri pada Lawan Jenis yang Tidak

Hak/Melacur)

غ ل ا

3) Al-Bukhlu (Sifat Bakhil, Kikir, Pelit)

ل

ا

4) Al-kazab (Sifat Pendusta atau Pembohong)

ل ا

5) Al-khomru (Gemar Meminum Minuman yang Menandung

Alkohol)

ر ل ا

6) Al-khiyanat (Sifat Penghianat)

ا ي ل ا

7) Azh-Zhalim (Sifat Aniaya)

ل ا

8) Al-Jubnu (Sifat Pengecut)

جل ا

23

4. Metode Pembinaan Akhlak

Pembinaan akhlak merupakan tumuan perhatian pertama dalam Islam.Hal ini dapat dilihat dari salah satu misi kerasulan Nabi Muhammad SAW.Yang utama adalah menyempurnakan akhlak yang mulia.

ع

ا ب

ى

ه

ر

ي

ر

ق

لا

ق :

لا

ر

س

ل

ه

ص

ه ى

ع

ي

ه

س

ا

ب ا

ع ث

ت

أ

ت

ص

لا

ح

ا

ل

خ

ا

ق

( سلا ىَ حا ا لا هجرخا)

23

Ardani, Nilai-Nilai Akhlak/Budi Pekerti dalam Ibadat, Jakarta: CV. Karya Mulia, 2001, hal 54


(36)

”dari Said bin Mansyur berkata. Dari Abdul Aziz bin Muhammad Ajlan dari Qa`qa bin Hakim dari Abu halih dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah SAW bersabda: Sesungguhnya aku diutus kedunia ini untuk menyempurnakan akhlak” 24

Perhatian tehadap pembinaaan akhlak dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran islam yang terintegrasi di dalam pelaksanaan rukun Islam yang lima. Cara lain yang dapat ditempuh untuk pembinaan akhlak ini dalah “pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan

berlangsung secara kontinyu”. Berkenaaan dengan ini Imam Al-Ghazali

mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui pembiasaan diri berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Sebaliknya jika manusia membiasakan diri dengan cara bertingkah laku yang mulia, maka ia dapat membentuk pribadi mulia. Cara lain yang tidak kalah ampuhnya dari cara-cara diatas dalam hal pembinaan akhlak ini dalah melalui keteladanan. Akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya dengan pelajaran, instruksi dan larangan, akan tetapi memerlukan pendidikan yang panjang dan pendekatan yang baik. Pendidikan itu tidak akan sukses melainkan disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata. Dalam pendidikan formal disekolah, seorang guru agama disamping menyampaikan materi pelajaran di dalam kelas, juga harus memberikan contoh, suri tauladan yang baik kepada anak didiknya baik dilingkungan sekolah maupun di luar sekolah.25

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa dari Imam yang benar dan pelaksanaan ibadah yang baik maka akan terpancar akhlak yang baik, dalam akhlak yang baik terwujudlah perbuatan yang shalih termasuk didalamnya kesediaan beramar ma`ruf nahi Munkar serta membawa kepada kehidupan yang harmonis dalam linkungan masyarakat.

24

Imam Ahmad bin Hambal, Musnad Ahmad bin Hambal, (Cairo: Dar al Ma`arif, 1980), Juz III, h.180

25


(37)





































(yaitu) orang-orang yang jika kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.

5. Metode Pendidikan Akhlak

Metode pendidikan akhlak menurut al ghozali yaitu hendaknya seorang pendidik harus memperlakukan anak didiknya dengan baik penuh kasih sayang.Pendidik selayaknya berlaku berlaku sebagai orang tua yang dengan penuh kesabaran membimbing anaknya. Walaupun dalam kenyataan anak didik sangat susah menerima pelajaran, pendidik tidak boleh menyerah begitu saja. Apalagi mengabaikan pendidikannya.Pendidik harus terus berusaha dengan penuh kesabaran menyampaikan ilmu secara sedikit demi sedikit.Selain itu, metode yang dipergunakan menurut al ghazali harus dilihat secara psikologis, sosiologis, maupun pragmatis anak didik. Adapun metode yang digunakan diantaranya adalah:

1. Tazkiyat al nafs (penyucian jiwa) merupakan metode pembinaan jiwa

dan pendidikan akhlak yang bertujuan membentuk kei‟tidalan dan kebagusan akhlak serta kesehatan jiwa. Jiwa sehat merupakan sumber bagi akhlak tercela26

26


(38)

2. Riyadhoh adalah latihan melatih melalui petunjuk dan bimbingan ruhaniah. Dalam hal ini melatih diri dengan amal-amal sholeh, menyempurnakan jiwan dan mensucikannya.27

3. At tadrij (bertahap) yaitu jika akhlak buruk yang diobati bersifat

menetap atau kuat dalam perilaku. Dalam mengobatinya yaitu dengan memindahkan individu dari akhlak yang buruk menjadi akhlak lain yang lebih ringan nilai keburukannya dan terus seperti itu sehingga akhirnya ia terbebas dari akhlak buruk tersebut.

Dengan demikian, ketiga metode ini hendaknya dilaksanakan oleh pendidik supaya anak terhindar dari perbuatan-perbuatan yang tercela dan terbiasa dengan perbuatan-perbuatan yang baik

Setidaknya ada 6 metode yang diterapkan dalam di pendidikan, Yaitu: a. Metode Keteladanan (Uswah al-Hasanah)

Secara psikologis, manusia sangat memerlukan keteladanan untuk mengembangkan sifat-sifat potensinya. Pendidikan lewat keteladanan adalah pendidikan dengan cara memberikan contoh-contoh konkrit pada para siswa. dalam pendidikan pesantren, pemberian contoh-contoh konkrit ini sangat ditekankan. Kyai atau Ustadz harus senantiasa memberi uswah yang baik bagi para santri, dalam ibadah-ibadah ritual, kehidupan sehari-hari maupun yang lain, karena nilai mereka ditentukan dari aktualisasinya terhadap apa yang disampaikan. Semakin konsekuen seorang ustadz menjaga tingkah lakunya, semakin didengar ajaran-ajaran serta diikuti segala nasihatnya.

b. Metode latihan dan pembiasaan

Mendidik dengan latihan dan pembiasaan adalah mendidik dengan caramemberikan latihan-latihan terhadap suatu norma, kemudian membiasakan santri melakukannya. Latihan dan pembiasaan

27


(39)

ini, pada akhirnya menjadi Akhlak yang terpatri dalam diri dan menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Al-Ghazali menyatakan: “sesungguhnya Akhlak menjadi kuat dengan seiringnya yang dilakukan perbuatan yang sesuai dengannya, disertai ketaatan dan keyakinan bahwa apa yang dilakukannya adalah baik dan diridhoi.

c. Mendidik melalui Ibrah (mengambil pelajaran)

Secara sederhana, Ibrah berarti merenungkan dan memikirkan.Dalam arti umum biasanya diartikan dengan mengambil pelajaran dari setiap peristiwa. Abd Al-Rahman al-Nahlawi, seorang tokoh pendidikan asal timur tengah, mendefinisikan Ibrah dengan suatu kondisi psikis yang menyampaikan manusia untuk mengetahui intisari suatu perkara yang disaksikan, diperhatikan, diinduksikan, ditimbang-timbang, diukur dan diputuskan secara nalar, sehingga kesimpulannyadapat mempengaruhi hati untuk tunduk kepadanya, lalu mendorongnya. Kepada perilaku berpikir social yang sesuai.28

Tujuan pedagogic dari al-Ibrah adalah mengantarkan manusia pada kepuasan fikir tentang perkara agama yang bisa menggerakkan, mendidik atau menambah perasaan keagamaan, pelaksanaan metode ini dipesantren, biasanya disertai metode Mau`idzhah (nasihat).Sang ustadz tidak cukup mengantarkan santri pada pemahaman inti suatu peristiwa melainkan juga harus menasihati dan mengarahkan siswa kearah yang dimaksud.

d. Mendidik melalui Mau‟idzah (nasihat)

Maui‟dzah berarti nasihat, Rasyid Ridho murid terdekan M Abduh tokoh pembaharu islam mengartikan Mau‟idzah sebagai berikut: “Mau’idzah adalah nasihat peringatan atas kebaikan dan kebenaran, dengan jalan apa saja yang dapat menyentuh hati dan membangkitkannya untuk mengamalkan”.

28


(40)

Metode mau‟idzah harus mengandung tiga unsur,yakni: 1) uraian tentang kebaikan dan kebenaran yang harus dilakukan oleh seseorang, dalam hal ini santri, misalnya tentang sopan santun, keharusan melakukan shalat berjama‟ah maupun kerajinan dalam beramal; 2) motifasi melakukan kebaikan; 3) peringatan tentang dosa atau bahaya yang baik dari adanya larangan bagi dirinya sendiri maupun bagi orang lain.29

e. Mendidik melalui kedisiplinan

Dalam ilmu pendidikan, kedisiplinan dikenal sebagai cara menjaga kelangsungan kegiatan pendidikan. Metode ini identik dengan pemberian sangsi. Tujuannya untuk memunumbuhkan kesadaran siswa bahwa apa yang dilakunkannya tersebut tidak benar, sehingga ia tidak mengulanginya lagi.Contohnya yaitu tawuran pelajar yang sering terjai belakangan ini.

Dipesantren, hukuman ini dikenal dengan istilah takzir.Takzir adalah hukuman yang dijatuhkan pada santri yang melanggar.Hubungan yang terberat adalah dikeluarkan dari pesantren.Hukuman tersebut diberikan kepada santri yang telah berulangkali melakukan pelanggaran, seolah sudah tidak bisa diperbaiki.

Dalam pelaksanaan hukuman, pesantren biasanya melakukan beberapa tahap:

1) Peringatan biasanya diberikan kepada santri yang baru melakukan pelanggaran pertama.

2) Hukuman dilakukan sesuai dengan aturan yang ada. Ini bagi santri yang sudah pernah melakukan pelanggaran.

3) Dikeluarkan dari pesantren atau dikembalikan kepada walinya. Ini untuk para santri yang telah berulang kali melakukan pelanggaran dan tidak mengindahkan segala nasihat atau arahan.

29


(41)

f. Mendidik melalui Al-Bisyarah wal Inzar

Metode ini terdiri atas dua metode sekaligus yang berkaitan satu sama lai; al-Bisyarah wal Inzar.

ا رشب

adalah janji-janji disertai bujukan agar seorang senang melakukan kebajikan menjauhi kejahatan. Inzar adalah ancaman untuk menimbulkan rasa takut berbuat tidak benar.Tekanan metode Inzar terletak pada harapan dalam melakukan kebajikan, sementara tekanan metode Inzar terletak pada upaya menjauhi kejahatan atau dosa.

Keistimewaan metode Al-Bisyarah wal Inzar antara lain:

1) Dapat menumbuhkan amanah terhadap ajaran agama dan segala perbuatan yang akan dilakukan dengan hati-hati disesuaikan dengan aturan agama, karena seseorang merasa yakin akan janji dan ancaman tuhan.

2) Motifasi berbuat baik dan menghindari yang jahat akan selau muncul setiap waktu dan tepat, tanpa harus diawasi atau dibujuk dengan hadiah dan ancaman.

3) Membangkitkan dan mendidik perasaan rabaniyah yakni perasaan takut melanggar aturan-nya.30

4) Menurut penulis keistimewaan metode Al-bisyarah wal Inzar adalah menumbuhkan semangat jiwa kesatria sera tanggung jawab.

g. Faktor-faktor terbentuknya akhlak menurut al Ghazali

Islam mengajarkan bahwa manusia yang paling baik adalah manusia yang paling banyak mendatangkan kebaikan kepada orang lain.31 Dengan adanya keinginan untuk berbuat baik sebanyak mungkin maka akan timbullah keselarasan, keserasian dan keseimbangan dalam kehidupan.

30Hasyim Asy‟ari,

Akhlak Pesantren, Yogyakarta : Ittaqa pres, cet.I, 2001, h. 54-60 31


(42)

Imam al Ghazali mengatakan bahwa akhlak yang baik merupakan sifat nabi muhammad dan merupakan amalan para shiddikin yang paling utama, ia merupakan separuh dari agama dan merupakan buah dari kesungguhan orang yang bertaqwa, latihan orang yang ahli ibadah. Sedangkan akhlak yang jelek merupakan racun yang jelas.Ia bagaikan kotoran yang menjauhkan dari sisi Tuhan semesta alam yang memetakan pada jalan setan. Akhlak jelek adalah pintu yang terbuka menuju neraka Allah, begitu juga akhlak baik adalah pintu yang terbuka menuju kenikmatan surga di sisi Allah.32

Terbentuknya akhlak pada diri seseorang dipengaruhi oleh beberapa faktor yang sangat menentukan.Imam al Ghazali mengatakan bahwa faktor-faktor tersebut ada tiga yaitu tabi‟at, kebiasaan, dan keteladanan.33

1. Tabi‟at

Sebagai manusia diciptakan dengan akal yang sempurna dan akhlak yang baik dengan nafsu syahwat serta nafsu amarah mereka ditempatkan dalam kekuasaan akal dan syari‟at. Menyempurnakan kekuatan pemberian Allah ini dan menyempurnakan sifat-sifat bawaan sejak lahir, atau sifat-sifat fitrah manusia itu merupakan salah satu cara untuk memperoleh akhlak yang baik.34

Dengan demikian yang paling berpengaruh terhadap diri seseorang adalah faktor bawaan dari dalam yang bentuknya dapat berubah kecendrungan, bakat, dan akal.Jika seseorang adalah faktor bawaan kepada yang baik maka dengan sendirinya orang tersebut lebih baik.

32

Moh. Toriquddin, Sekularitas Tasawwuf,(Malang:UIN press Malang, 2008) 33

Imam al Ghazali, Terjemah ihya Ulumuddin jilid V,..., h. 130. 34

Imam al Ghazali, ihya Ulumuddin Buku ke enam: Keajaiban Hati, Akhlak yang Baik, Nafsu Makan dan Syahwat, Bahaya Lidah... ,h. 108.


(43)

Dalam diri manusia akan selalu ada kecendrungan untuk berbuat buruk dan kecendrungan berbuat baik. Kedua kecendrungan tersebut sama-sama berada dalam jiwa manusia. Keduanya akan terus bertarung di dalam hati. Sedangkan pemenangnya sangat ditentukan pada sikap yang senantiasa ditekuni oleh orang tersebut.35

Jika hawa nafsu dan syahwat yang sering diperturutkan dalam kehidupan, maka akhlak dan perilaku yang buruklah yang akan lahir dari orang tersebut. Ketika ia dihadapkan dengan kesempatan untuk berbuat jahat maka perbuatan itu akan dilakukan. Bahkan terkadang dia berusaha untuk mewujudkan perbuatan tersebut walaupun kondisinya sangat sulit.

Akan tetapi jika perbuatan baik yang sering dituruti maka akhlakul karimah akan sangat sangat mudah muncul dari pribadi orang tersebut. Seseorang yang biasa menolong orang membutuhkan akan sangat mudah memberikan pertolongannya kapan dan dimanapun ia berada. Bahkan ia akan merasa rugi ketika ada kesempatan untuk berbuat baik sementara dia tidak melakukannya.

2. Kebiasaan

Kebiasaan adalah perbuatan yang diulang-ulang terus sehingga mudah dikerjakan bagi seseorang.36Kebiasaan yang baik menimbulkan cahaya dalam hati dan dapat memperlihatkan banyak hal yang menakjubkan. Misalnya, orang yang sudah terbiasa bangun malam untuk melaksanakan shalat sunah tahajud maka ia akan mudah untuk bangun malam, walaupun ia tidur sudah lewat dari tengah malam. Ia kan mudah mengusir rasa kantuk yang menyerangnya membawa dirinya untu shalat. Kebiasaan baik inilah

35

Muhammad al Ghazali, Akhlak Seorang Muslim, terj. dari Khulukul Muslim oleh Wawan junaedi Soffandi, (Jakarta: Mustaqim, 2001), h. 43.

36


(44)

yang memberikan cahaya dirinya sehingga ia mampu menjalankan ibadah di saat orang lain sedang terlelap dalam tidurnya.

Untuk meraih kebahagiaan dan keberuntungan, seseorang harus beristiqomah dan mengerjakan kebajikan dan tak cukup hanya dengan membenci dosa.Dia juga harus menemukan kegembiraan dan kenikmatan dalam melakukan perbuatan baik.37Demikian pula orang harus menumbuhkan kebiasaan untuk melakukan perbuatan baik. Apabila kebiasaan-kebiasaan baik itu dikerjakan dalam jangka waktu yang lama dan tidak pernah ditinggalkan, maka akan hadirlah kegembiraan, kenikmatan, dan kepuasan dalam melakukannya. Sebab hati seseorang itu akan merasakan kenikmatan dan kesenangan berbuat baik jika ia membiasakan diri melakukan perbuatan baik tersebut dalam jangka waktu yang lama.

Imam al Ghazali mengatakan bahwa seseorang yang ingin membentuk akhlak tawadhu‟ sementara ia akan dikuasai oleh sifat sombong, maka cara yang harus dilakukannya adalah melakukan perbuatan orang yang tawadhu‟ secara teraturdan berulang-ulang.38Sikap tawadhu‟ tidak mudah dilakukan tanpa pembiasaan yang dilakukan tanpa pembiasaan yang telah berjalan dalam jangka waktu yang lama.Sebab tawadhu‟ merupakan sifat terpuji yang sangat disenangi Allah dan rasul-Nya.Sementara untuk mewujudkan perbuatan tersebut seseorang harus bertempur melawan hawa nafsu dan setan yang bersarang di dalam jiwa.Tanpa pembiasaan sejak awal maka sikap ini sulit diwujudkan.

Hal ini paling penting dalam pembinaan akhlak adalaan pembiasaan yang dilakukan sejak kecil dan berlangsung secara terus menerus, karena akhlak yang baik tidak dapat dibentuk hanya

37

Imam al Ghazali, ihya Ulumuddin Buku Ke Enam: Keajaiban Hati, Akhlak yang Baik, N afsu Makan dan Syahwat, Bahaya Lidah,..., h. 109.

38


(45)

dengan pelajaran saja, instruksi dan larangan, tetapi harus disertai dengan pemberian contoh teladan yang baik dan nyata.

Jika usaha yang dilakukannya berhasil maka sifat itu akan membanjiri badan dan kemudian sifat itu akan menghendaki suatu perbuatan yang biasanya dilakukan secara memaksakan diri menjadi terbiasa secara kesadaran.39

Budi pekerti keagamaan yang baik itu tidak akan melekat pada diri seseorang selama jiwa itu belum membiasakan pada adat kebiasaan yang bagus dan belum meninggalkan semua perbuatan yang buruk serta belum membiasakan pada perbuatan yang dibiasakan oleh orang yang rindu pada perbuatan yang bagus. Ia merasa nikmat melakukan perbuatan itu dan merasa benci melakukan perbuatan buruk serta merasa tidak enak dengan melakukan perbuatan-perbuatan buruk.40

Jika ia telah membiasakan diri dengan perbuatan baik sebagaimana sering dilakukan oleh orang-orang yang baik dan terus berusaha mengajak dirinya selalu melakukan perbuaran baik dan meninggalkan perbuatan buruk, maka kepribadian dan budi pekertinya akan menjadi baik.

3. Keteladanan

Pertumbuhan dan perkembangan manusia ditentukan oleh faktor dari luar dirinya.Faktor ini adakalanya membawa pengaruh baik, dan adakalanya pengaruh buruk.Lingkungan memiliki peran penting dalam mewujudkan kepribadian seseorang.khususnya lingkungan keluarga. Kedua orang tua adalah pemain peran ini.Peran lingkungan dalam mewujudkan kepribadian seseorang, baik lingkungan pra kelahiran maupun lingkungan pasca kelahiran adalah masalah yang tidak bisa di pungkiri khususnya lingkungan

39

Imam al Ghazali, Neraca Amal, Terj.dari Mizanul Amal oleh A.musthofa, (jakarta: PT Rineka Cipta, 1995), h. 86.

40


(46)

keluarga.Lingkungan keluarga adalah sebuah basis awal kehidupan bagi setiap manusia.

Dan yang paling penting adalah bahwa ayah dan ibu adalah satu-satunya teladan yang pertama bagi anak-anaknya dalam pembentukan kepribadian, begitu juga anak secara tidak sadar mereka akan terpengaruh, maka kedua orang tua disini berperan sebagai teladan bagi mereka baik teladan pada tatanan teoritis maupun praktis. Ayah dan ibu sebelum mereka mengajarkan nilai-nilai agama dan akhlak serta emosional kepada anak-anaknya, pertama mereka sendiri harus mengamalkannya.

Maka pembinaan akhlak yang pertama adalah orang tua.Apa yang dilakukan orang tua melalui perlakuan dan pelayanannya kepada anak merupakan pembinaan akhlak terhadap anak itu. Misalnya ibu atau bapak tang terbiasa memperlakukan anak dengan kasar, keras, atau acuh tak acuh, maka pada jiwa anak akan tumbuh rasa tidak senang, bahkan rasa tidak disenangi, maka yang akan terjadi sesudah itu adalah sikap kasar, keras, dan acuh tak acuh pula anak terhadap siapa saja dalam lingkungannya.41

Seorang anak biasanya senang meniru perbuatan yang biasa dilakukan oleh saudaranya, keluarga, dan family terdekatnya.Anak yang memiliki kecerdasan yang tinggi dan mempunyai ingatan yang cemerlang dan kuat cenderung lebih cepat memahami dan meniru segala sesuatu yang didengar dan dilihatnya.Hal ini disebabkan karena hati dan jiwa anak tersebut masih sangat bersih dari kegelapan dosa. Sehingga ia sangat mudah merekam dan mengingat suatu yang pernah dialaminya.

Seseorang yang hatinya bersih, jika sering melihat perilaku yang baik dari orang lain, maka hatinya akan terdotong untk melakukan perbuatan baik tersebut. Hati itu ibarat raja yang

41

Zakiah Drajat, Membina Nilai-Nilai Moral di Indonesia, (Jakarta: Bulan Bintang, 1971), cet. 1, h.119-120.


(47)

mampu membuat manusia melakukan apa saja, baik atau buruk, tergantung kondisi hati itu. Jika hati itu tidak ikhlas dalam melakukan sesuatu maka pasti akan didapati akhlak yang kurang baik dalam tuduh tersebut.42

h. Materi Pendidikan Akhlak

Sumber pendidikan akhlak dapat diperoleh dari pendidikan agama yang diperikan disekolah-sekoalh melalui pelajaran al-Quran, tauhid, hadis, fiqih, tafsir, kebudayaan islam dan lain-lain. Seluruh santri tersebut disusun untuk menyempurnakan kondisi psikologis,spiritual, prilaku dan penalaran, siswa dengan tujuan kesempurnaan wujud penghambaan diri kepada Allah. Banyak hikmah yang akan kita rasakan dari aplikasi pendidikan agama itu, diantaranya adalah sebagai berikut:

1) Pelajaran al-Qur‟an

Tujuan pendidikan langsung dari al-Qur‟an, diantaranya adalah penyempurnaan bacaan al-Qur‟an yang dilanjutkan dengan pemahaman dan aplikasi ajarannya dalam kehidupan sehari-hari. Jika tujuan tersebut, pelajaran al-Qur‟an akan menjadi sarana dari pendidikan islam.















































42

AA Gym, AA Gym dan Fenomena Daarut Tauhid, (Bandung: Mizan, 2002), cet. VIII, h.43


(48)

































































Muhammad itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka.kamu Lihat mereka ruku' dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud. Demikianlah sifat-sifat mereka dalam Taurat dan sifat-sifat mereka dalam Injil, Yaitu seperti tanaman yang mengeluarkan tunasnya Maka tunas itu menjadikan tanaman itu kuat lalu menjadi besarlah Dia dan tegak Lurus di atas pokoknya; tanaman itu menyenangkan hati penanam-penanamnya karena Allah hendak menjengkelkan hati orang-orang kafir (dengan kekuatan orang-orang mukmin). Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal yang

saleh di antara mereka ampunan dan pahala yang besar. (QS.

Al-Fath : 29)

2) Pelajaran Hadits

Pelajaran hadits ditujukan agar anak didik menteladani Nabi Muhammad SAW dan menyempurnakan penghambaan kepada Allah Melalui pemahaman atas kebiasaan beliau dalam beribadah, bermuamalah, atau dalam berbagai pemacahan masalah hidup. Dengan demikian, penghambaan kepada Allah SWT tidak akan


(49)

sempurna tanpa keteguhan berpegang pada petunjuk Rasulullah SAW.

3) Pelajaran Tauhid

Tujuan pendidikan keimanan melalui pelajaran tauhid adalah menambah keimanan umat Islam dengan ketaatan kepada Allah SWT, Pemahaman ayat-ayat al-Quran dan perenungan atas ayat-ayat Allah yang tersebar dialam semesta ini.Landasanutama yang harus diperkenalkan lebih dahulu adalah pemahaman dan pengakuan atas rukun iman. Dengan begitu, seluruh umat islam akan bersumber pada konsep-konsep keimanan yang dia pahami.

4) Pelajaran Fikih

Dalam pelajaran fikih siswa dikenalkan pada konsepsi perilaku islami, baik secara individual maupun secara social. Kaidah fiqih bersumber dari Al-Qur‟an dan Al-Sunnah serta didalamnya terangkum berbagai cara beribadah, berperilaku, dan bermasyarakat sesuai dengan cara yang diridhoi Allah. Pelajaran Fiqih harus dikaitkan dengan sikap penghambaan kepada Allah swt dan menjadikan Rasulullah sebagai teladan hidupnya.

Dengan demikian, kita harus mengarahkan agar pelajaran Fiqih tidak dianggap sebagai pelajaran hafalan atau hanya sebagai penguat hujjah tanpa aplikasi dalam kehidupan pribadi dan masyarakat.

5) Pelajaran Budaya Islam

Pelajaran kebudayaan Islam lebih dititik beratkan pada pengaruh budaya barat terhadap budaya Islam, lewat pelajaran budaya Islam kita tanamkan dalam benak anak-anak bahwa sebagian besar konsep budaya barat bertujuan mengacaukan aqidah umat


(50)

Islam serta menyelewengkan pemahaman dan pengamalan siswa tentang konsep ke-Tuhanan.43

Demikianlah, konsep pendidikan Islam harus diupayakan agar mencapai tujuan tertingginya. Yaitu membangun generasi muslim yang mewujudkan penghanbaan kepada Allah. Jika tujuan dijadikan pegangan, pelaksanaan pendidikan yang dilaksanakan di sekolah-sekolah akan terarah pada pengayoman generasi muslim pada aktivitas pengetahuan, perilaku dan akhlak yang tinggi.

Jadi fungsi pendidikan Akhlak adalah suatu daya dan upaya

untuk menumbuhkan/membina perangai/perilaku, watak dasar

kebiasaan, sopan dan santun agama, kehormatan diri, adat, tabi`at, atau sesuatu yang baik bagi diri seseorang yang dilakukan secara bertahap sehingga mencapai batas kesempurnaan.

C. Karakter

1. Pengertian Karakter

Secara Etimologis, karakter (character) berarti mengukir (verb) dan sifat-sifat kebijakan (noun). Secara konseptual, konsep karakter dapat diartikan sebagai usaha terus-menerus seorang individu atau kelompok dengan berbagai cara untuk mengukir, mengembangkan atau melembagakan sifat-sifat kebijakan pada dirinya sendiri atau pada orang lain.

Menurut wynne (1991) kata karakter berasal dari bahasa yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagai mana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku.Oleh sebab itu seseorang yang berperilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia.Jadi istilah karakter erat

43

Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat,


(51)

kaitannya dengan Personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang biasanya disebut orang nyang berkarakter (the character person) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.

Dalam sumber yang lain disebutkan karakter berasal dari bahasa Yunani dan dari kata Charas Sein yang berarti coretan atau goresan. Kemudian berati stempel atau gambaran yang ditinggalkan oleh stempel itu.Karakter ialah pribadi jiwa yang menyatakan dirinya dalam segala tindakan dan pernyataan dalam hubunganya dengan bakat pendidikan, pengalaman dan alam sekitarnya.

Menurut kamus besar bahasa Indonesia, kerakter mempunyai pengertian sifat-sifat kejiwaan;tabiat,watak,perangai,akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Berkarakter artinya artinya berkepribadian; bertabiat dan berwatak.44

Dalam tulisan bertajuk “Urgensi Pendidikan Karakter” di halaman resmi Direktorat Jendral Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Suyanto, Ph. Di jelaskan bahwa “karakter adalah cara berfikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerja sama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan Negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggung jawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat”. (http:// www.mandikasmen.go.id).

Pengertian ini senada dengan pengertian dari sumber lain yang menyatakan bahwa “character is the sum of all the qualities that make you are. It`s your

values, your thoughts, your words, your actions” (www.edukationplanner.org).

karakter adalah keseluruhan nialai-nilai, pemikiran, perkataan, dan perilaku atau perbuatan yang telah membentuk diri seseorang.

44


(52)

Dengan demikian, karakter dapat disebut sebagai jati diri seseorang yang telah terbantuk dalam proses kehidupan oleh sejumlah nilai-nilai etis dimilikinya, berupa pola pikit, sikap, dan perilakunya.

2. Karakter bangsa

Menurut Sigmund Freud, Charakter is striving system with underly

beheviour, karakter merupakan kumpulan tata nilai yang terwujud dalam suatu

sistem daya dorong yang melandasi pikiran, sikap dan prilaku yang bisa ditampilkan secara mantap. Karakter juga merupakan interaksi niali-nilai yang semula berasal dari lingkungan menjadi bagian dari kepribadiaanya. Selanjutnya karakter nilai-nilai yang terpatri dalam diri kita melalui pendidikan, pengalaman, percobaan, pengorbanan dan pengaruh lingkungan, menjadi nilai intrisik yang melandasi sikap dan prilaku manusia, tentu karakter tidak datang dengan sendirinya, melainkan harus dibentuk, dibangun, dan ditumbuh kembangkan.

Sebagai bangsa yang menganut fasafah hidup pancasila, maka pancasila, nilai-nilai agama, dan kearifan budaya local merupakan karakter bangsa. Sebagai mana di ketahui bahwa pancasila merupakan hasil rumusan nilai-nilai luhur bangsa, yaitu:


(53)

Rumusan Pancasila

Pancasila merupakan idiologi pemersatu bangsa yang digaki dari akar budaya bangsa Indonesia yang mangandung nilai-nilai luhur yang dijunjung tinggi hingga sekarang, baik nilai-nilai agama, adat istiadat, kebersamaan, kesejahterahan, keadilan, maupun perjuangan untuk melepaskan diri dari segala bentuk penjajahan.

Nilai nilai luhur ini mengkristal dalam rumusan pancasila sebagai perwujudan filsafah kemanusiaan yang mencerninkan hubungan manusia dengan tuhan, manusia dengan manusia dan manusia dengan lingkungan alam sekitarnya. Rumusan pancasila ini merupakan suatu kebenaran, oleh karena itu dijadikan falsafah hidup bangsa.

3. Pembentukan karakter melalui pendidikan akhlak

Perhatian tehadap pembinaaan akhlak dapat dianalisis pada muatan akhlak yang terdapat pada seluruh aspek ajaran islam yang terintegrasi di dalam pelaksanaan rukun Islam yang lima. Rukun islam yang pertama, adalah


(54)

mengucapkan kalimat syahadat yaitu bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah SWT. Kalimat ini mengandung bahwa manusia selama hidupnya hanya tunduk kepada aturan dan tuntunan Allah SWT. Orang yang tunduk dan patuh pada aturan Allah dan Rasul-Nya sudah dipastikan akan menjadi orang yang baik.45

Selanjutnya rukun Islam yang kedua, adalah mengerjakan shalat lima waktu. Shalat yang dilakukan akan membawa pelakunya terhindar dari perbuatan yang keji dan mungkar. Ibadah shalat merupakan sesuatu kewajiban di dalam islam ini merupakan bagian dari rukun iman. Tujuan ibadah dalam islam bukanlah menyembah semata-mata menghubungkan umat manusia dengan tuhannya, tetapi tindak gerak yang dilakukan oleh umat manusia memiliki makna. Seluruh bentuk ibadah wajib dalam Islam dirancang sebagai suatu latihan, sehingga membuat manusia yang mengerjakannya mengetahui moral yang benar yang tercermin didalam kehidupannya sehari-hari.

Shalat erat hubungannya dengan latihan moral. Untuk menghindari dan mensucikan diri dari perbuatan buruk merupakan suatu kenyataan dari shalat. Prilaku terpuji dengan catatan shalat yang ia lakukan bermakna dalam kehidupan. Sebagai mana firman Allah SWT dalam QS. al-ankabut ayat 45 berikut ini:

Shalat dilakukan lima kali sehari semalam ia membiasakan umat manusia untuk hidup bersih dengan simbol wudhu, disiplin waktu dengan ditandai adzan di setiap waktu, dan bertanggaung jawab dengan simbol pengakuan di dalam bacaan doa iftitah.46

45

Aminuddin, dkk, Pendidikan Agama Islam, h. 156

46Ismail, “shalat sebagai metode pembentukan karakter”, dari

http://www.alghazali09class.wordpress.com, 19 januari 2010. Artikel di dowload pada tanggal 20 april 2011


(1)

85 A. Kesimpulan

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan memgenai “PERAN PENDIDIKAN AKHLAK DALAM MEMBENTUK KARAKTER SANTRI DI

PONDOK PESANTREN MIFTAHUL ULUM” maka penulisdapat menari

kesimpulan sebagai berikut.

1. Terdapat keserasian visi dan misi pondok pesantren terhadap tujuan pendidikan nasional yang tertulis dalam UU RI SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, tentang sistem pendidikan nasional tahun 2003.

2. Pendidikan akhlak dipondok pesantrendiberikan dalam pelajaran dan program pemdidikan lainnya yang diimplementasikan dengan baik didalam keseharian didalam ponkok pesantren yang mengakibatkan akhlak santri menjadi sangat baik sehingga akhlak tersebut membentuk karakter santri. 3. Fasilitas dan peraturan yang dibuat sebagai penunjang progaran kegiatan

santri sangat membantu guna pencapaian akhlak santri yang baik.

B. Saran

Setelah penulis melakukan penelitian dipondok pesantren Miftahul Ulum karena begitu besar peran pondok pesantren sangat besar maka ada beberapa saran yang penulis ajukan sebagai berikut:

1. Pemimpin sebaiknya memberikan perhatian khusus terhadap program kegiatan, menyediakan fasilitas dan prasarana yang berkaitan dengan akhlak santri. Seperi pesan, kata-kata mutiara dan poster berbusana sebagai acuan santri.

2. Guru dalam menyampaikan pesan pendidikan kepada santri dengan contoh teladan yang baik dan menggunakan media pembelajaran agar pesan tersebut dapat diterima oleh santri dan lebih menyenangkan.


(2)

86

3. Santri harus lebih serius mengikuti pembelajaran, program kegiatan dan peraturan agar ilmu yang didapat lebih bermanfaat.

4. Orang tua santri hendaknya dapat mengawasi dan membina akhlak santri ketika berada dirumah ketika libur pesantren tiba


(3)

87

Jakarta: PT Rineka Cipta, Cet. 12.

Al Ghazali, 1993, Ihya `Ulum Ad-Din, bandung: Diponogoro,.

Al Ghazali, neraca Beramal

al-Asfahaniy ,al-Raghib. Mu`jam Mufradat alfadz al-Qur`an,(Beirut: dar al fikr, t.p. th.,) dan tertulis dalam buku Prof. Dr. H. Abudi Nata, MA pendidikan dalam perspektif al-Qu`an (UIN Jakarta Perss 2005).

Al-Ghazali, Kitab al-Arba`in fi Ushul al-Din, kairo:Maktabah al-Hindi

Amin, Ahmad. 1975, Etika Ilmu Ahlak, Jakarta: Bulan Bintang, cet I

Anis, Ibrahim. 1972, A-mu`jam Al-Wasith, Mesir: Drul Ma`arif,.

An-Nahlawi, Abdurrahman. 1995, Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat, Gema Insani Press, Cet.2, Jakarta.

Anwar, Masy`ari. 1988, Membertuk Pribadi Muslim, Bandung: Al-Ma`arif,

Ardani, H. M. 2001, Nilai-nilai akhlak/budipekerti dalam ibadat, Jakarta: CV. Karya Mulia,. Copyright tobroni tobroni@umm.ac.id

Arikunto, Suharsimi., 2006, Manejemen Penelitian, Jakarta : Rineka Cipta,

Asy’ari, Hasyim. 2001, Akhlak Pesantren, Yogyakarta, Ittaqa pres, cet.I,.

Basyuni, dan Saefuddaulah,H.M. 1998, Akhlak Ijtima`iyah, Jakarta; PT. Pamator,.

bin Hambal, Ahmad, 1980, Musnad Ahmad bin Hambal, Kairo: Dar al Ma`arif, , Juz III,


(4)

88

Chirzin, M. Habib. 1995, “Agama Ilmu, dan Pesantren” dalam M. Dawam Raharjo, Pesantren dan Pembaharuan, Jakarta LP3ES, cet. Ke-5

Dhofier, Zamakhasyari. 1982, Tradisi pesantren “Study Tentang Pandangan

Hidup Kyai”, Jakarta: LP3ES, cet 1 Maret 1982.

Driyarkara, 1950, Driyarkara Tentang Pendidikan, Yogyakarta, Yayasan Kanisius,.

Hadimulyo, 1995, Dua Pesantren Dua Wajah Budaya, dalam M dawam Raharjo,

Pesantren dan pembaharuan Jakarta : LP3es cet Ke-5

Hasbullah, 1996, Sejarah pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Raja Grafindo Persada,

Hilmy, Muhammadiyah dan Fathani, Sulthan. 2004, NU: Identitas Islam Indonesia Jakarta: lembaga studi agama dan social (eLSAS), cet 1 November 1982.

http://id.wikipedia.org/wiki/Bentuk

http://ihf-org.tripod.com/pustaka/maknahakikihormatdansantun.htm

http://kamusbahasaindonesia.org/membentuk#ixzz1xUF1tnY9

http://kecerdasanmotivasi.wordpress.com

http://tobroni.staff.umm.ac.id/2010/11/24/pendidikan-karakter-dalam-perspektif-islam-pendahulan/http://www.alghazali09class.wordpress.com

http://www.al-ikhwan.net/ramadhan-sayyidus-syuhur-7-syahrul-muwasah-bulan-peduli-dan-solidaritas-579/

Juanaedi, Mahfud dan Mansyur. 2005, Rekonstruksi Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia, Jakarta: Departemen Agama RI,


(5)

Majid, Nurchalis. 1997, Bilik-blilik pesantren:sebuah potret perjalanan, Jakarta: Paramadina, cet. 1 Juni 1997.

Marimba, Ahmad D. 1987, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam, Bandung, PT. Al-Ma`arif,

Maskawaih, Ibn. Tahdzib al-akhlaq wa Tathhirul aal-Araq

Maskawaih, Ibn. Tahdzib al-akhlaq wa Tathhirul al-Araq

Mujamil, Qamar. Pesantren Dari TrnasformasiMetodologi menuju Demokrasi Institusi, Jakarta: PT Erlangga.

Mukhyidin, 2008, Demokrasi dalam system Pendidikan Pesantren, Jakarta: UIN, Tesis,

N,Sudirman dkk. 1992, Ilmu Pendidikan, Bandung, Remaja Rosda Karya,.

Nata, Abudi. 1997, Akhlak Tasawuf, Jakarta : Raja Grafindo Persada, cet. II

Nuraida dan Rihlah, Nur Aulia. 2007, Character building, Jakarta: Aulia

Rabb, Khalifatu. PENDIDIKAN KARAKTER DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Rosayad, Amirudin dan AK, Baihaki. Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia,

(Departemen Agama RI, 1986).

Soegarda, Poerbakawatja. 1976, Ensiklopedia Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung,.

Soejono, Soekamto. 1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: Rajawali Press,.

Sugiono, 2008, Metode Penelitian Bisnis, Bandung: CV Al-fabeta, Cet 12.

Sumardi, Surabrata. Metodologi Penelitian, PT. Raja Grafindo persada, cet 12, Jakarta.


(6)

90

UU Nomor 2 Tahun 1989 tentang Sistem Pendidikn Nasional (pasl 1 ayat 1) Lihat Departemen Agama RI Himpunan Pereturan Perundang-undangan Sisiterm Pendidikan Nasional, Dirjend. Binbaga Islam, Jakarta, 1991/1992.

Website :

www.edukasikompas.com

www.inilahguru.com

www.kamusbahasaindonesia.org

Yasmadi, 2002, “Modernisasi Pesantren” kritik Nur Kholis Majid terhadap pendidikan Islam Tradisiinal Jakarta: Ciputat Press, cet.1.

Yatimin, Abdullah, M. 2007, Studi Akhlak dalam Prespektif Al-Qur`an, Jakarta: Amzah,