Kebijakan pemerintah kabupaten Tangerang tentang pengelolaan sampah di TPA Jatiwaringin Tangerang

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA
JATIWARINGIN TANGERANG

Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Politik (S.Sos)

Oleh :
IHWAN NUDIN
NIM :106033201177

PROGRAM STUDI ILMU POLITIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
JAKARTA
1434 H / 2013 M

PERSETUJUAN PEBIMBING SKRIPSI

Dengan ini, Pebimbing Skripsi menyatakan bahwa mahasiswa :

Nama

: Ihwan Nudin

NIM

: 106033201177

Program Studi : Ilmu Politik
Telah menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul :

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA
JATIWARINGIN TANGERANG
Telah memenuhi persyaratan untuk diuji.

Jakarta, 30 September 2013

Menetahui,
Ketua Program Studi


menyetujui,
Pebimbing

Ali Munhanif, Ph.D
NIP. 19651212 19920 3 1004

Drs. Agus Nugraha, MA
NIP. 19680801 2000 3 1001

PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
SKRIPSI
KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA
JATIWARINGIN TANGERANG
Oleh
Ihwan Nudin
106033201177
Telah dipertahankan dalam sidang ujian skripsi di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada Tanggal 27

September 2013. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos) pada Program Studi Ilmu Politik.
Ketua,

Sekretaris,

Ali Munhanif, Ph.D
NIP. 19651212 19920 3 1004

M. Zaki Mubarak, M.Si
NIP. 19680801 2000 3 1001

Penguji I,

Penguji II,

A.Bakir Ihsan, MA
NIP. 19651212 19920 3 1004

Haniah Hanafie, M.Si

NIP. 19680801 2000 3 1001

Diterima dan dinyatakan memenuhi syarat kelulusan pada tanggal 27 September
2013

Ketua Program Studi
FISIP UIN Jakarta

Ali Munhanif, Ph.D
NIP. 19651212 19920 3 1004

LEMBAR PERNYATAAN
Skripsi yang berjudul :
KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
TENTANG PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA
JATIWARINGIN TANGERANG

1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.

2. Semua sumber yang saya gunakan telah saya cantumkan sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 30 Agustus 2013

Ihwan Nudin

ABSTRAKSI
Skripsi yang berjudul Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tangerang
Tentang Pengelolaan Sampah di TPA Jatiwaringin Tangerang, ini diangkat
berdasarkan pengamatan penulis terdapat Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
Sampah Jatiwaringin berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten
Tangerang. Keberadaannya yang sudah hampir lima belas tahun, ternyata
semakin memperparah keadaan lingkungan di sekitar.
Warga yang ekonominya menengah ke atas menolak keberadaan TPA
Jatiwaringin untuk terus berada di lingkungannya. Keberadaan TPA
Jatiwaringin sangat mengganggu ketentraman warga, khususnya Desa

Jatiwaringin, juga beberapa desa lainnya, yaitu Desa Buaranjati, Desa
Gintung, dan Desa Rajeg Mulya yang berada di tiga kecamatan, karena berada
tidak jauh dari kawasan TPA tersebut. Semetara warga dari kelas bawah
mendapatkan keuntungan dari adanya sampah dengan mengelolah dan
menjualnya.
Pemerintah

Kabupaten

Tangerang

mengoptimalkan

Tempat

Pembuangan Akhir (TPA) sampah Jatiwaringin di Kecamatan Mauk sebagai
tempat pembuangan dan pengolahan sampah di wilayah tersebut. Selama ini
TPA seluas 12 hektare tersebut hanya difungsikan sebagai tempat
pembuangan sampah. Namun sejak tahun 2011 TPA tersebut sudah menjadi
tempat pengelolaan sampah. Optimalisasi TPA Jatiwaringin merupakan

langkah serius pemerintah menangani sampah yang merupakan tuntutan
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengolahan Sampah. Dalam
aturan itu disebutkan setiap kota/kabupaten wajib mengolah sampahnya

sendiri. Sehingga keberadaan TPA tersebut dapat diterima oleh semua lapisan
masyarakat.

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan kehadirat Allah SWT yang selalu
mencurahkan rahmat, hidayah dan inayah-Nya kepada para hamba yang serius
dalam urusan dunia dan akhiratnya. Dialah source of all my power dalam
penulisan skripsi ini. Sholawat dan salam tetap terlimpahkan teruntuk Nabi
Muhammad SAW sebagai penebar cinta dan kasih sayang pada semua makhluk.
Rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis berikan untuk kedua
orang tua penulis H. MUKDIN (Abah) dan Hj. MURTI (Ema) yang tak pernah
lelah mendoakan dan memotivasi penulis selama ini dan seterusnya, semoga Allah
SWT selalu menurunkan segala rahmat, ampunan dan syurga-Nya untuk mereka
di sini (dunia) dan di sana nanti (akhirat), Sudirman selalu memberikan semangat
dan motipasi kepada penulis dalam mengarungi luasnya lautan ilmu.

Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Bapak Prof. DR. Komarudin Hidayat.
MA
2. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Bapak Prof. Dr. Bahtiar Effendy, MA.
3. Bapak. Ali Munhanif, Ph.D selaku penguji I dan Ketua Prodi Ilmu Politik UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak M. Zaki Mubarak, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Politik UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
5. Dosen Pembimbing Bapak Drs. Agus Nugraha, MA atas bimbingannya dalam
penyelesaian skripsi ini.

6. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
khususnya Dosen Politik Indonesia yang telah memberikan bekal ilmu kepada
penulis.
7. Pimpinan dan Staf perpustakaan umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
perpustakaan Fakultas Ilmu Politik, perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan
Filsafat, perpustakaan nasional Republik Indonesia, atas pelayanan dan
penyediaan buku-bukunya.
8. Seluruh teman- teman yang tak pernah lelah dan letih menanyakan penulis

dengan satu pertanyaan “berat”? (Sudirman, M. Thorik, Rahmat Ais Lutfi,
Iqbal dan Kosan Anak-anak Subang, Tangerang dan Lain-lainnya, temanteman pergerakan penulis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) cabang Ciputat,
yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, dan terakhir untuk semua orang
yang menganggap diri ini pernah “ada” untuk mereka.
Semoga segala bentuk bantuan dan kontribusi yang diberikan dinilai
ibadah oleh Allah SWT, Jazakumullahu Khairal Jaza. Amiin.
Jakarta, 30 Agustus 2013

Ihwan Nudin

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ..............................................

i

LEMBAR PERSETUJUAN .........................................................................

ii


LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................

iii

ABSTRAK .....................................................................................................

iv

KATA PENGANTAR ...................................................................................

v

DAFTAR ISI ..................................................................................................

vi

BAB I

BAB II


PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ..........................................................

1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ......................................

5

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ...............................................

5

D. Metodologi Penlitian ................................................................

6

E. Sistematika Penulisan .............................................................

7

LANDASAN TEORI
A. Pengertian Kebijakan Publik ....................................................

9

B. Tahapan Kebijakan Publik .......................................................

12

1. Penyusunan Agenda ..........................................................

13

2. Formulasi Kebijakan .........................................................

14

3. Adopsi Kebijakan ...............................................................

14

4. Implementasi Kebijakan.....................................................

14

5. Evaluasi Kebijakan.............................................................

15

C. ................................................................................................. Kebija
kan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Sampah
1. ........................................................................................... Peme
rintah Pusat ...............................................................................

17

2. ........................................................................................... Peme
rintah Provinsi............................................................................

19

3. ........................................................................................... Peme
rintah Kabupaten/Kota ..............................................................

BAB III

21

GAMBARAN UMUM TENTANG SAMPAH DI KABUPATEN
TANGERANG
A. Gambaran Umum Kabupaten Tangerang.................................

25

1. ........................................................................................... Sejara
h ................................................................................................

25

2. ........................................................................................... Keada
an Geografis ...............................................................................

26

3. ........................................................................................... Keada
an Penduduk ..............................................................................

28

B. Pengaruh Sampah di Kabupaten Tangerang ...........................

29

C. Lingkungan di Kabupaten Tangerang .....................................

31

1. ........................................................................................... Pengg
unaan Air Limbah.......................................................................

32

2. ........................................................................................... Ruma
h Sehat .......................................................................................

34

3. ........................................................................................... Kelua
rga Dengan Kepemilikan Sarana Sanitasi Dasar ........................

34

4. ........................................................................................... Temp
at Pengelolaan Makanan ...........................................................

35

D. ............................................................................................... Sikap
Pemerintah Kabupaten Tangerang Tentang TPA ...........................

BAB IV

36

KEBIJAKAN PEMERINTAH KABUPATEN TANGERANG
TENTANG

PENGELOLAAN

SAMPAH

DI

TPA

JATIWARINGIN KABUPATEN TANGERANG

BAB V

A. Permasalahan Sampah Di TPA Jatiwaringin Tangerang .........

41

B. Langkah Pemerintah Terhadap TPA ........................................

45

C. Tanggapan Warga Terhadap Kebijakan Publik ......................

48

D. Titik Temu Tentang Sampah di TPA Jatiwaringin .................

49

KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .............................................................................

48

B. Saran ........................................................................................

51

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Di Indonesia sampah merupakan benda yang dipandang sebelah mata
oleh masyarakat, seiring bertambahnya penduduk yang berurbanisasi dari
tahun ke tahun, sehingga kebutuhan barang rumah tangga semakin besar, dan
menimbulkan dampak buruk seperti sampah. Sampah seolah-olah tidak
memiliki manfaat apapun dan dianggap sebagai sumber bencana alam, seperti
banjir, wabah penyakit dan lain sebagainya.
Sampah adalah benda yang tidak digunakan, keberadaan sampah
bukan timbul dengan sendirinya, akan tetapi berasal dari barang-barang sisa
yang digunakan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari, sampah memiliki
dua sisi nilai yaitu,
Pertama, sampah organik: yaitu sampah yang bisa didaur ulang dan
dimanfaatkan kembali untuk kebutuhan manusia
Kedua, sampah non Organik: yaitu sampah yang tidak bisa didaur
ulang kembali dan tidak dapat dimanfaatkan, hanya bisa di gunakan untuk
pembuatan pupuk tanaman.

1

Sampah organik terdiri dari bahan-bahan

penyusun tumbuhan dan hewan yang diambil dari alam atau dihasilkan dari
kegiatan pertanian, perikanan atau yang lain. Sampah ini dengan mudah
diuraikan dalam proses alami. Sampah rumah tangga sebagian besar
merupakan bahan organik. Termasuk sampah organik, misalnya sampah dari
dapur, sisa tepung, sayuran, kulit buah, dan daun. Sampah anorganik berasal
dari sumber daya alam tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi, atau
1

Harian Kompas, http://hasanpoerbo.blogspot.com/2006/04/hidup-dari-sampah-belajar-dariprof.html ( 14 Maret 2011).

1

dari proses industri. Beberapa dari bahan ini tidak terdapat di alam seperti
plastik dan aluminium. Sebagian zat anorganik secara keseluruhan tidak dapat
diuraikan oleh alam, sedang sebagian lainnya hanya dapat diuraikan dalam
waktu yang sangat lama. Sampah jenis ini pada tingkat rumah tangga,
misalnya berupa botol, botol plastik, tas plastik, dan kaleng. 2
Sampah dalam ilmu kesehatan lingkungan sebenarnya hanya
sebagian dari benda atau hal-hal yang dipandang tidak digunakan, tidak
dipakai, tidak disenangi, atau harus dibuang, sedemikian rupa sehingga tidak
sampai mengganggu kelangsungan hidup. Dari segi ini dapat disimpulkan
bahwa yang dimaksud dengan sampah ialah sebagian dari sesuatu yang tidak
dipakai, disenangi atau sesuatu yang harus dibuang, yang umumnya berasal
dari kegiatan yang dilakukan oleh manusia (termasuk kegiatan industri),
tetapi yang bukan biologis (karena human waste tidak termasuk didalamnya)
dan umumnya bersifat padat (karena air bekas tidak termasuk).3

Dewasa ini yang terjadi di Kabupaten Tangerang mengenai sampah
atau Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) tidak berjalan dengan mulus,
akan tetapi banyak hal yang negatif dan positif.
Pertama, hal yang positif mengenani adanya Tempat Pembuangan
Sampah Akhir, yaitu lingkungan yang bersih dan sehat, sehingga memberikan
kenyamanan kepada masyarakat dalam hal kebersihan. Kemudian adanya
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat sekitar, sehingga masyarakat bisa
meraup rejeki dari Tempat Pembuangan Sampah Akhir tersebut.
Kedua, yaitu pandangan secara negatif, adanya beberapa pihak yang
merasa dirugikan baik secara non material contohnya adanya aroma (bau)
yang kurang sedap. Di Kabupaten Tangerang ada empat Tempat Pembuangan
Sampah Akhir (TPA) yaitu kecamatan Sepatan, Belaraja, Pasar kemis,
Keronjo, sedangkan Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Jatiwaringin

2

Dahuri, Sampah Organik, Kotoran Kerbau Sumber Energi Alternatif, Sumber Media Indonesia:
2011, energi – http://www.energi.lipi.go.id
3
Enri Damanhuri, Permasalahan Dan Alternatif Teknologi Pengelolaan Sampah Kota Di
Indonesia, (Departemen Teknik Lingkungan - FTSP ITB: 2010), 24

yang paling terbesar berada di desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Kabupaten
Tangerang. Keberadaannya yang sudah hampir lima belas tahun, ternyata
semakin memperparah keadan lingkungan di sekitar. Sampah yang ada di TPA
tersebut sudah seperti gunung, oleh karna itu masyarakat disekitar TPA pun
resah karna setiap malam bau tidak sedap dari TPA tersebut. Sebagai warga
masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin dan sekitarnya, mereka sangat
prihatin sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Karena
kehadirannya selama ini tidak memberikan keuntungan apapun bagi warga
yang menengah keatas ekonominya tapi bagi warga yang kurang mampu
mereka mengais rejeki di TPA tersebut.
Melihat dari berbagai aspek yang ada, problem kebersihan di Indonesia
khususnya di daerah Kabupaten Tangerang menjadi sebuah masalah yang
berkepanjangan, hal ini menjadi salah satu permasalahan perkotaan yang
sampai saat ini merupakan tantangan bagi pemerintah Kabupaten Tangerang.4
Salah satu yang menjadi penyebabnya adalah bertambahnya penduduk dan
peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar. Diprakirakan
paling banyak hanya sekitar 60% 70 % yang dapat terangkut ke Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang bertanggung jawab atas masalah
sampah dan kebersihan.5
Masalah sampah ternyata tidak hanya bisa menimbulkan bau tidak
sedap, akan tetapi timbul sebuah konflik dikalangan masyarakat dan
Pemerintah Kabupaten Tangerang, Menurut Rum Naat, (Kepala TPA Tempat
Pembuangan Sampah) dengan minimnya tempat pembuangan sampah, dan

4

Ahmad Abu. Ilmu Sosial Dasar. (Jakarta: Rineke Cipta: 2003 ),45
Enri Damanhuri. Permasalahan Dan Alternatif Teknologi Pengelolaan Sampah Kota Di
Indonesia, di akses pada16 Februari 2011. http://www. Humas-Bppt.co.id
5

tidak adanya proses daur ulang, sering menimbulkan konflik antara
masyarakat setempat dan pemerintah, pasalnya masyarakat merasa terganggu
dengan adanya TPA yang lokasinya tidak jauh dari pemukiman masyarakat.6
Masyarakat yang tinggal di Jatiwaringin, mereka sangat prihatin
sekaligus kecewa dengan keberadaan TPA Jatiwaringin. Karena bau busuk
sampah dan kerumunan lalat yang masuk kerumah dan menemani makan
siang kami. Sebagai warga masyarakat yang daerahnya hanya dijadikan
tempat membuang sampah, maka dengan tegas kami menolak keberadaan
TPA Jatiwaringin untuk terus berada dilingkungan kami. Keberadaan TPA
Jatiwaringin sangat mengganggu ketentraman masyarakat, khususnya Desa
Jatiwaringin, juga beberapa desa lainnya, yaitu Desa Buaranjati, Desa
Gintung, dan Desa Rajeg Mulya hampir tiga kecamatan, karena berada tidak
jauh dari kawasan TPA tersebut.7
Pihak pengelola, yakni Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten
Tangerang, sampai hari ini tidak mengelola sampah di lokasi TPA secara baik
dan benar. Sampah hanya diangkut kelokasi, kemudian hanya ditumpuk saja,
tanpa ada pengelolaan lebih lanjut yang lebih ramah lingkungan. Akibatnya,
bau busuk sampah yang menyengat dan juga kerumunan lalat, sudah masuk
kerumah warga, hal ini tentunya sangat berbahaya bagi kesehatan warga
disekitar. Yang lebih berbahaya, rembesan air sampah yang mencemari bagian
dalam tanah, sehingga mencemari sumur warga yang notabene menjadi
konsumsi warga sekitar. Pencemaran lingkungan baik pencemaran Udara,

6

Wawancara langsung dengan Rum Naat, selaku ketua Tempat Pembuangan Sampah di
Desa Jatiwaringin Kecamatan Mauk Tangerang pada tanggal 14 Februari 2011
7
Andi Ruswandi, Tolak TPA Jatiwaringin, Radar Banten, ( 21 Januari 2011), 2

pencemaran Air, juga pencemaran Tanah yang ditimbulkan akan sangat
merugikan bagi kehidupan warga untuk sekarang dan masa yang akan datang. 8
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
Untuk memudahkan penelitian dan pembahasannya agar tidak terlalu
jauh, maka penulis perlu membatasi permasalahan dan penelitian yaitu: peran
pemerintah Kabupaten Tangerang dalam kebijakan dan penanganan Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.
1. Upaya apa yang dilakukan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang dalam
penanganan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.
2. Kebijakan apakah yang ditawarkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang
terhadap masyarakat yang berada di lingkungan Tempat Pembuangan
Akhir (TPA) Sampah?
3. Bagaimana peran Pemerintah dalam meminimalisir konflik yang terjadi di
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah.
Perumusan dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut :
Bagaimana Kebijakan Pemerintah Kabupaten Tangerang tentang Tempat
Pembuangan Sampah Akhir (TPA) Sampah Jatiwaringin Kabupaten
Tangerang, yang sulit ditutup karena untuk Wilayah Kabupaten Tangerang
lahan yang kosong sudah padat dengan perumahan-perumahan”.

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Dalam penelitian ini penulis memiliki tujuan diantaranya:
a. Memberikan jawaban atas rumusan masalah diatas

8

Ibid h. 5

b. Mengembangkan pengetahuan mengenai sejauhm mana peran
pemerintah

Kabupaten

melaksanakan

Tangerang

kebijakan

terhadap

dalam

memberikan

pengelolaan

dan

Tempat

Pembuangan Sampah Akhir (TPA) sehingga menimbulkan
kemaslahatan dan tidak adanya pihak yang dirugikan, baik itu
secara materi maupun non materi.
2. Manfaat Penelitian:
a. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam
masalah kebijakan publik.
b. Bagi pihak akademis dan masyarakat luas, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan manfaat tentang masalah kebijakan
Pemerintah Kabupaten Tagerang terhadap Tempat Pembuangan Akhir
(TPA) Sampah.
c. Bagi dunia pustaka, penelitian ini dapat dipergunakan sebagai
sumbangan yang berguna dalam memperkaya koleksi dalam ruang
lingkup karya-karya penelitian.
d. Manfaat bagi Pemerintah terutama pemerintah daerah memperoleh
masukan dan pengalaman dalam menggali serta menumbuhkan
potensi swadaya masyarakat sehingga mampu berpartisipasi aktif
dalam pembangunan dan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalam
pengelolaan sampah.

D. Metodologi Penelitian
1. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang akan digunakan adalah penelitian kualitatif.
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yan dilakukan dengan cara
pemahaman yang mendalam dan mempertanyakan suatu objek mendalam
dan tuntas.9 Kualitatif berwujud kata-kata dan gambaran bukan angkaangka.
Didalam penelitian ini, selain menggunakan data primer yakni
sumber-sumber yang digunakan sebagai rujukan utama dalam penelitian,
penulis juga menggunakan data sekunder dengan literature buku, Koran,
internet, atikel yang berhubungan dan relefan dengan materi penelitian
yang akan dibahas.
2. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data didalam penululisan skripsi ini dengan
cara wawancara langsung dengan kepala TPA Kabupaten Tangerang,
dinas kebersihan dan pertamanan dan Masyarakat sekitar yang
bersangkutan dengan memberikan pernyataan-pernyataan yang sesuai
dengan pokok permasalahan. Serta melakukan studi kepustakaan yang
bersangkutan dengan masalah tersebut.
3. Teknik Analisis Data
Mengumpulkan data hasil wawancara dan kajian pustaka.
Mentranskrip data hasil wawancara kedalam tulisan serta tidak
mencampuradukan hasil wawancara tersebut dengan data pribadi.
Untuk pedoman penulisan skripsi, penulis menggunakan buku pedoman
penulisan karya ilmiah (Skripsi, Tesis, Disertasi) UIN Syarif Hidayatullah

9

Prasetya Irawan, Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif (Jakarta: DIA FISIP UI, 2006), 4

Jakarta yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality and Assurance)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.

E. Sistematika Penulisan
Penulis membagi skripsi ini ke dalam lima bab dan setiap bab dibagi
menjadi beberapa sub bab. Adapun rinciannya sebagaimana tertulis dibawah
ini.
Bab I, merupakan pendahuluan yang terdiri dari lima sub bab, yaitu :
Latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, metodologi
penelitian, sistematika penulisan dan sub bab yang terakhir adalah tujuan dan
manfa’at penelitian.
Bab II, Membahas pandangan umum tentang kebijakan publik. Terdiri
dari dua sub bab yaitu : Kebijakan Publik, Politik di Perkotaan.
Bab III, Kebijakan Pemerintah di Berbagai Daerah. Terdiri dari Tiga sub
bab, yaitu : Gambaran tentang sampah di perkotaan, sosialisasi terhdap
lingkungan yang ada di Tangerang, sikap Perda terhadap TPA tersebut.
Bab IV, Kebijakan Publik di Perkotaan. Terdiri dari dua sub bab, yaitu :
mengapa terjadi masalah di

TPA tersebut, sikap warga terhadap TPA,

adanya pro dan kontra di TPA tersebut.
Bab V, merupakan bab terakhir yang membahas tentang kesimpulan dan
saran. Kemudian dalam bagian akhir tulisan ini dilengkapi dengan daftar
pustaka.

BAB II
KEBIJAKAN PUBLIK TERKAIT DENGAN MASALAH PERSAMPAHAN

A. Pengertian Kebijakan Publik
Kebijakan publik didefenisikan hubungan suatu unit pemerintahan
dengan lingkungannya.10 Konsep yang ditawarkan ini, mengandung
pengertian yang cukup luas, karena yang dimaksud kebijakan publik dapat
mencakup banyak hal, kebijakan publik lebih mengarah kepada apa yang
ditetapkan oleh aktor atau pemerintah, atau sejumlah aktor yang dalam
mengatasi sejumlah masalah, konsep ini dianggap tepat karena memusatkan
perhatian pada apa yang sebenarnya dilakukan, bukan pada apa yang
diusulkan.

Namun

demikian,

satu

hal

yang harus

diingat

dalam

mendefinisikan kebijakan, adalah bahwa pendefenisian kebijakan tetap harus
mempunyai pengertian mengenai apa yang sebenarnya dilakukan, ketimbang
apa yang diusulkan dalam tindakan mengenai suatu persoalan tertentu.
Pemahaman tentang arti ataupun makna dari kebijakan publik telah
dicoba untuk didiskusikan dan diperdebatkan oleh para ahli. Diskusi dan
perdebatan tersebut dalam banyak hal tetap dapat menunjukkan betapa
kebijakan publik memiliki fungsi yang sangat penting dalam penyelenggaraan
pemerintahan. Salah satu definisi yang diterima luas mengenai kebijakan
publik adalah sebagaimana diungkapkan oleh Dye, yakni apapun yang dipilih
pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan. Untuk lebih memperjelas
pengertian ini, menurut Anderson (2006), kebijakan dapat didefinisikan
sebagai tindakan yang didesain secara sengaja yang relatif stabil yang

10

Budi Winarno, Kebijakan Publik (Teori dan Proses), (Yogyakarta: Media Pressindo,2007), 17

9

dilakukan oleh aktor atau sejumlah aktor untuk menyelesaikan masalah atau
hal-hal yang menjadi perhatian bersama.
Kebijakan publik menurut Anderson terbagi atas dua pembagian,
yakni kebijakan subtantif dan kebijakan prosedural.11 Kebijakan substantif
adalah kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah

mengenai

pembangunan yang ada didaerah. Salah satu contoh dari kebijakan
substantive, yaitu pembanguna jalan Told an infrastruktur lainnya. Sedangkan
kebijakan procedural adalah kebijakan mengenai siapa yang akan diberi
kewenanagam mengambil keputusan.
Yang termasuk dalam kebijakan prosedural, yakni undang-undang
yang mengatur mengenai pembentukan suatu badan tertentu dan proses yang
akan dijalankan, Analisis Kebijakan (Policy Analysis) dalam arti historis yang
paling luas merupakan suatu pendekatan terhadap pemecahan masalah sosial
dimulai pada satu tonggak sejarah ketika pengetahuan secara sadar digali
untuk dimungkinkan dilakukannya pengujian secara eksplisit dan reflektif
kemungkinan menghubungkan pengetahuan dan tindakan.
Setelah memaparkan makna kebijakan, maka secara sederhana
kebijakan publik digambarkan oleh Bill Jenkins didalam buku The Policy
Process sebagai Kebijakan publik adalah suatu keputusan berdasarkan
hubungan kegiatan yang dilakukan oleh aktor politik guna menentukan tujuan
dan mendapat hasil berdasarkan pertimbangan situasi tertentu.12.
Dari berbagai kepustakaan dapat diungkapkan bahwa kebijakan publik
dalam kepustakaan disebut sebagai public policy, yaitu suatu aturan yang

11

Anderson, James, Public Policy Making: An Introduction, (Boston: Houghton Mifflin Company:

2006) , 56
12

Riant Nugroho D, Understanding Public Policy,( Yogyakarta: Media Presindo,2004), 3

mengatur kehidupan bersama yang harus ditaati dan berlaku mengikat seluruh
warganya. Setiap pelanggaran akan diberi sanksi sesuai dengan bobot
pelanggarannya yang dilakukan dan sanksi dijatuhkan didepan masyarakat
oleh lembaga yang mempunyai tugas menjatuhkan sanksi. Aturan atau
peraturan tersebut secara sederhana kita pahami sebagai kebijakan publik, jadi
kebijakan publik ini dapat kita artikan suatu hukum.
Akan tetapi tidak hanya sekedar hukum namun kita harus
memahaminya secara utuh dan benar. Ketika suatu isu yang menyangkut
kepentingan bersama dipandang perlu untuk diatur maka formulasi isu
tersebut menjadi kebijakan publik yang harus dilakukan dan disusun serta
disepakati oleh para pejabat yang berwenang, yaitu dari bagian prasarana dari
pemda. Ketika kebijakan publik tersebut ditetapkan menjadi suatu kebijakan
publik; apakah menjadi Undang-Undang, apakah menjadi Peraturan
Pemerintah atau Peraturan Presiden termasuk Peraturan Daerah maka
kebijakan publik tersebut berubah menjadi hukum yang harus ditaati.13
Sementara itu pakar kebijakan publik mendefinisikan bahwa kebijakan
publik adalah segala sesuatu yang dikerjakan atau tidak dikerjakan oleh
pemerintah, oleh karena itu suatu kebijakan harus dilakukan dan apakah
manfaat bagi kehidupan bersama harus menjadi pertimbangan agar kebijakan
tersebut mengandung manfaat yang besar bagi warganya dan berdampak kecil
dan sebaiknya tidak menimbulkan persoalan yang merugikan, walaupun
demikian pasti ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan, disinilah
letaknya pemerintah harus bijaksana dalam menetapkan suatu kebijakan.
Adapun kebijakan yang diterapkan di pemerintah yaitu:
Wikipedia. “People Power Revolution”. http://en. Wikipedia.org/wiki/pople Power Revolution
(03 Juni 2012)
13

1. Kebijakan umum, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman atau petunjuk
pelaksanaan baik yang bersifat positif ataupun yang bersifat negatif yang
meliputi keseluruhan wilayah atau instansi yang bersangkutan.
2. Kebijakan pelaksanaan adalah kebijakan yang menjabarkan kebijakan
umum. Untuk tingkat pusat, peraturan pemerintah tentang pelaksanaan
suatu undang-undang.
3. Kebijakan teknis, kebijakan operasional yang berada di bawah kebijakan
pelaksanaan.
Dengan

demikian

kebijakan

publik

sangat

berkait

dengan

administasinegara ketika publik actor mengkoordinasi seluruh kegiatan
berkaitan dengan tugas dalam rangka memenuhi berbagai kebutuhan
masyarakat melalui berbagai kebijakan publik/umum untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat dan negara. Untuk itu diperlukan suatu administrasi
yang dikenal dengan “administrasi negara.” Dan hasil yang membuat sebuah
kehidupan bersama tampil. Sedangkan menurut Said Zainal Abidin, alumni
University of Pittsburgh, Pennsylvania, US, Dalam Kybernology dan dalam
konsep kebijakan pemerintahan kebijakan publik merupakan suatu sistem nilai
yang lahir dari kearifan aktor atau lembaga yang bersangkutan.

B. Tahapan Kebijakan Publik
Berdasarkan berbagai definisi para ahli kebijakan publik, kebijakan
publik adalah kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah sebagai
pembuat kebijakan untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu di masyarakat di
mana dalam penyusunannya melalui berbagai tahapan.
1. Penyusunan agenda

Agenda setting adalah sebuah fase dan proses yang sangat strategis
dalam realitas kebijakan publik. Dalam proses inilah memiliki ruang
untuk memaknai apa yang disebut sebagai masalah publik dan prioritas
dalam agenda publik dipertarungkan. Jika sebuah isu berhasil
mendapatkan status sebagai masalah publik, dan mendapatkan prioritas
dalam agenda publik, maka isu tersebut berhak mendapatkan alokasi
sumber daya publik yang lebih daripada isu lain.
Dalam agenda setting juga sangat penting untuk menentukan suatu
isu publik yang akan diangkat dalam suatu agenda pemerintah. Issue
kebijakan (policy issues) sering disebut juga sebagai masalah kebijakan
biasanya muncul karena telah terjadi silang pendapat di antara para aktor
mengenai arah tindakan yang telah atau akan ditempuh, atau pertentangan
pandangan mengenai karakter permasalahan tersebut. Menurut William
Dunn (1990), isu kebijakan merupakan produk atau fungsi dari adanya
perdebatan baik tentang rumusan, rincian, penjelasan maupun penilaian
atas suatu masalah tertentu. Namun tidak semua isu bisa masuk menjadi
suatu agenda kebijakan
Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada
agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih
dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya,
beberapa masalah masuk keagenda kebijakan para perumus kebijakan.
Pada tahap ini suatu masalah mugkin tidak disentuh sama sekali,
sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau
ada pula masalah karena alasanalasan tertentu ditunda untuk waktu yang
lama.

2. Formulasi kebijakan
Masalah yang telah masuk keagenda kebijakan kemudian dibahas oleh
para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi di definisikan untuk
kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Pemecahan masalah tersebut
berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan yang ada. Sama
halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda
kebijakan, pada tahap perumusan kebijakan masingmasing alternatif
bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk
memecahkan masalah. Pada tahap ini, masingmasing aktor akan
“bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.
3. Adopsi kebijakan
Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan oleh para
perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu dari alternatif kebijakan
tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus
antara direktur lembaga atau keputusan peradilan.
4. Implementasi kebijakan
Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elite, jika
program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan
program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan
masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan
administrasi maupun agen-agen pemerintah ditingkat bawah. Kebijakan
yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang
memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia. Pada tahap
implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa
implementasi

kebijakan

mendapat

dukungan

para

pelaksana

(implementators), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh
para pelaksana.
5. Evaluasi kebijakan
Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau
dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah
mampu memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat
untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan
masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah
ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai
apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang iinginkan.

C. Kebijakan Pemerintah Dalam Mengatasi Masalah Sampah
Dalam Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang kebijakan
pemerintah mengatasi permasalahan penduduk tentang pengelolaan sampah
sudah

menjadi

pembiayaannya.

tanggung
Sedangkan

jawab
manusia

pemerintah
hidup

di

termasuk
dunia

masalah

menentukan

lingkunganya atau ditentukan oleh lingkunganya. Perubahan lingkungan
sangat

ditentukan oleh sikap maupun perlindungan manusia pada

lingkungannya. Alam secara fisik dapat dimanfaatkan untuk kepentingan
manusia dalam mengupayakan kehidupan yang lebih baik dan sehat menjadi
tidak baik dan tidak sehat dan dapat pula sebaliknya, apabila pemanfaatanya
tidak sesuai dengan kemampuan serta melihat situasinya14
Langkah Pertama, faktor penyebab secara internal dilihat dari sudut
pandang internal, faktor penyebab mencuatnya masalah sampah antara lain
14

P. Joko Subagyo, Hukum Lingkungan Masalah Penanggulangannya cet.3, (Jakarta: Rineka

Cipta, 2002), 1

adalah minimnya kesadaran warga untuk bertanggung jawab terhadap
permasalahan sampah di lingkungan rumah tangganya sendiri. Banyak warga
yang merasa bahwa dengan membayar retribusi sampah berarti tanggung
jawab sampah menjadi tanggung jawab Kebersihan.
Faktor internal lain adalah munculnya pola pikir atau paradigma yang
salah tentang sampah seperti:
Pertama : Masalah sampah adalah masalah kecil yang tidak perlu
mendapat prioritas perhatian.
Kedua : Sampah adalah barang yang tidak berguna, bukan sebagai
sumber energi atau pendapatan.
Ketiga : Sindrom “not in my backyard” atau Urusan sampah “bukan
urusan gue”. Keempat: Filosofi pengelolaan sampah : dikumpulkan →
ditampung → dibuang di tempat akhir.
Faktor internal yang tidak kalah pentingnya adalah masalah minimnya
kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi pengelolaan
sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu menampung kuantitas
sampah yang semakin besar.
Faktor penyebab eksternal yang paling klasik terdengar adalah
minimnya lahan TPA yang hingga saat ini memang menjadi kendala umum
bagi kota-kota besar. Akibatnya, sampah dari kota-kota besar ini sering
dialokasikan ke daerah-daerah satelitnya seperti TPA Jakarta yang berada di
daerah Bekasi, Depok, dan Tangerang serta TPA Bandung yang berada di
Cimahi atau di Kabupaten Bandung.
Alasan eksternal lainnya yang kini santer terdengar di media massa
adalah aksi penolakan keras dari warga sekitar TPA yang merasa sangat

dirugikan dengan keberadaan TPA di wilayahnya. Faktor lain adalah tidak
adanya AMDAL (Analisis Dampak Lingkungan) melalui kajian geologi,
transportasi, sosial-ekonomi, dan lain-lain dimana dengan tidak adanya amdal
membuat pemerintah tidak dapat memantau perkembangan yang terjadi akibat
kerusakan lingkungan. yang mendukung masalah Amdal sehingga seringkali
kita temui TPA yang berada di tempat tinggi meskipun struktur tanah di
sebagian besar Jawa Barat bersifat labil. Faktor eksternal dominan lainnya
adalah pengelolaan sampah kebersihan kota yang belum dimasukkan ke dalam
prioritas pembangunan perkotaan sehingga alokasi anggaran yang ada sama
sekali kurang.15
Salah satu kelemahan pengelolaan sampah di TPA adalah masalah
minimnya kualitas SDM yang berakibat fatal pada buruknya teknologi
pengelolaan sampah yang saat ini terbukti sudah tidak lagi mampu
menampung kuantitas sampah yang semakin besar.

1. Pemerintah Pusat
Penanganan kebersihan di wilayah DKI Jakarta dilaksanakan oleh
Dinas Kebersihan DKI Jakarta, dengan jumlah sarana dan prasarana yang
terdiri dari tonk sebanyak 737 buah (efektif : 701 buah); alat-alat besar :
128 buah (efektif : 121 buah); kendaraan penunjang : 107 buah (efektif :
94 buah), sarana pengumpul/pengangkutan sampah dari rumah tangga :
gerobak sampah : 5829 buah; gerobak celeng : 1930 buah, galvanis : 201
buah. Bahwa,produksi sampah di kota Jakarta mencapai 7.500,58 m3 /
hari. Sumber sampah terbesar adalah sampah domestik atau pemukiman

15

Dikutip dari harian KOMPAS, 15 Mei 2012 yang bersumber dari PD Kebersihan kabupaten
Tangerang beserta keterangan singkat dari tim Litbang KOMPAS yang tercantum di bawah data

yang mencapai 4.951,98 m3 / hari. Disusul sampah dari pasar sekitar
618,50 m3, komersial 302,80 m3, jalan 452,30 m3, industri 798 m3, non
komersial 363 m3, dan sampah saluran 12,90 m3 / hari. Akumulasi dari
sampah yang tidak terangkut sejak 15 April lalu diperkirakan sekitar
225.017,4 m3 sampah. Hasil estimasi jumlah sampah di DKI Jakarta
berkisar antara 5.900 – 6.000 ton/hari atau 25.000 m3/hari dan berdasarkan
data Dinas Kebersihan DKI Jakarta, sampah yang dapat tertangani ± 87,72
persen dan sisanya masih dibuang ke sungai, dibakar atau dipakai untuk
menimbun.
Sampah yang diangkut dari Lokasi Penampungan Sementara (LPS)
akan diolah di Tempat Pemusnahan Akhir (TPA). TPA yang sekarang
adalah TPA Bantar Gebang, Bekasi dengan luas yang direncanakan 108
Ha. Status tanah adalah milik Pemda DKI Jakarta dan sistim pemusnahan
yang dilaksanakan adalah “sanitary landfill”. Luas tanah yang sudah
dipergunakan sebesar 85 persen, sisanya ± 15 persen diperkirakan dapat
menampung sampah sampai tahun 2004, sehingga Pemda DKI Jakarta saat
ini sudah mencari alternatif-alternatif lain sistim penanganan sampah
melalui kerjasama dengan pihak swasta.
Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan
sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara
(TPS) sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos.
Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan
ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS.
Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung
TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga

mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp
8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan
sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah16

2. Pemerintah Propinsi
Untuk Penanganan sampah khususnya di Provinsi Banten
merupakan salah satu permasalahan perkotaan yang sampai saat ini
merupakan tantangan bagi pengelola. Pertambahan penduduk dan
peningkatan aktivitas yang demikian pesat di kota-kota besar, telah
mengakibatkan meningkatnya jumlah sampah disertai permasalahannya.
Diprakirakan paling banyak hanya sekitar 60% - 70 % yang dapat
terangkut ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) oleh institusi yang
bertanggung jawab atas masalah sampah dan kebersihan, seperti Dinas
Kebersihan dan pertamanan. Bagian sampah yang tidak terangkut tersebut
ditangani oleh masyarakat secara swadaya, atau sampah yang tercecer dan
secara sistematis terbuang ke mana saja.17
Tambah banyak sampah yang dapat diangkut ke TPA bukan pula
jaminan bahwa kota akan menjadi makin bersih. Kualitas kebersihan suatu
kota, lebih tergantung pada peran serta masyarakatnya untuk menjaga
kebersihan kota tersebut. Kebersihan suatu kota biasanya tercermin dari
penanganan sampah di tempat-tempat umum seperti di pasar dan
sebagainya. Oleh karenanya, pengertian masyarakat bukan hanya terbatas
pada penduduk di permukiman-permukiman, tetapi seluruh penghasil
sampah, seperti pedagang di pasar, pedagang kaki lima, pejalan kaki,
16
17

Ibid

Enri Damanhuri, Departemen Teknik Lingkungan - FTSP ITB, (Teknologi untuk Negeri 2003, Vol.
I), 394 - 400

pengusaha

hotel

dan

restoran,

pengendara

kendaraan,

atau

karyawan/pegawai di kantor-kantor pemerintah atau swasta, dan
sebagainya.
Biasanya pengelola kota cenderung kurang memberikan perhatian
yang serius pada TPA tersebut, sehingga muncullah kasus TPA Bantar
Gebang di Bekasi dan TPA Keputih di Surabaya, dan TPA lain yang
belum terungkap di masamedia. Biasanya pengelola kota di Indonesia
menganggap bahwa penanganan sampah di TPA dapat berjalan dengan
sendirinya. Bahkan petugas untuk mengatur dan mengelola sampah di
lapangan tidak disediakan secara baik.
Pengelola kota cenderung beranggapan bahwa TPA yang
dipunyainya dapat menyeselesaikan semua persoalan sampah di kotanya,
tanpa harus memberikan perhatian yang proporsional terhadap sarana
tersebut. Aktivitas utama pemusnahan sampah di TPA adalah dengan
landfilling. Dapat dipastikan bahwa yang digunakan di Indonesia adalah
bukan landfilling yang baik, karena hampir seluruh TPA di kota-kota di
Indonesia hanya menerapkan apa yang dikenal sebagai open-dumping,
yang sebetulnya tidak layak disebut sebagai sebuah cara yang sistematis,
dan sama sekali sulit pula disebut sebagai sebuah bentuk teknologi
penanganan sampah.

3. Pemerintah Kabupaten atau Kota
Pengolahan sampah di kota Tangerang dikelola oleh Dinas
Kebersihan, pertamanan dan pemakaman. Tingkat pelayanan pada saat ini
baru mencapai 28% dari total penduduk yang setiap tahun bertambah,

dengan total sampah terangkut 445 m3 per hari. Lokasi tempat
pembuangan akhir terletak di Rawa Kucing Kelurahan Kedaung Wetan
kecamatan sepatan sekitar 7 Km dari pusat kota. Sistem yang dipakai yaitu
open dumping dan compositing yang tidak beroperasi secara kontinu
dengan luas lahan sekitar 8 Ha (2 Ha milik Pemerintah Daerah dan 6 Ha
milik swasta). Sisa kapasitas Tempat Pembuangan Akhir (TPA) saat ini
sekitar 0,25 Ha sehingga untuk menampung volume sampah yang ada
diperlukan penanganan khusus atau penanganan lainnya.
Untuk mengantisipasi hal tersebut Dinas Kebersihan telah
merencanakan TPA baru di daerah Jatiwaringin yang terletak di
Kabupaten Tangerang, bersebelahan dengan TPA milik Kabupaten
Tangerang dan merupakan lahan bekas galian tanah dengan luas 10 Ha,
dimana pada saat ini baru 8 Ha yang telah dibebaskan.
Sistem pengolahan air limbah yang dioperasikan, saat ini oleh Kota
Tangerang meliputi sistem setempat dan sistem terpusat. Sistem setempat
berupa jamban pribadi atau jamban umum yang dilengkapi dengan tangki
septik dengan bidang rembesan. Apabila tangki septik sudah penuh,
lumpur disedot atau dikuras oleh Truk Tinja dan dibuang ke IPLT
(Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja).
Saat ini Pemerintah Kota Tangerang menyediakan 7 unit Truk
Tinja dan I unit IPLT di Karawaci. Pembuangan lumpur septik dengan
sistem terpusat yaitu pengelolaan air limbah di lokasi IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah) Tanah Tinggi yang melayani Kelurahan Sukasari
dan Babakan sebanyak/sekitar 3.000 KK. IPAL ini dibangun oleh
Pemerintah Pusat pada tahun 1981/1982 dengan panjang 22,7 Km dan

pengelolaannya baru diserahkan oleh Pemerintah Kabupaten Tangerang
kepada Pemerintah Kota Tangerang pada tahun 2000.
Di samping lokasi IPAL Tanah Tinggi, lokasi lain Pengolahan Air
Limbah secara terpusat yaitu di kawasan Perumnas Karawaci, dilayani
dengan sistem pengolahan kolam oksidasi, sebanyak 2 lokasi dan 6 lokasi
lainnya masih berupa Laggon. Penyaluran air limbah dilakukan dengan
menggunakan sistem perpipaan skala kawasan dengan kondisi baik dan
penyaluran dilakukan secara gravitasi. Cakupan pelayanan dengan sistem
perpipaan sekitar 10.000 KK. 18
Akibat operasional yang tidak sempurna, maka timbul pencemaran
terhadap badan air di sekitar LPA dan air tanah akibat limbah serta
timbulnya kebakaran karena terbakarnya gas methan. Untuk mengatasi hal
ini Dinas Kebersihan telah melakukan kegiatan-kegiatan antara lain
1. Menambah fasilitas Unit Pengolahan Limbah dan meningkatkan
efisiensi pengolahan sehingga kualitas limbah memenuhi persyaratan
untuk dibuang.
2. Meningkatkan/memperbaiki penanganan sampah sesuai dengan
prosedur.
3. Membantu masyarakat sekitar LPA dengan menyediakan air bersih,
Puskesmas dan ambulance. Keempat: Mengatur para pemulung agar
tidak mengganggu operasional LPA.19
Besarnya beban sampah tidak terlepas dari minimnya pengelolaan
sampah dari sumber penghasil dan di tempat pembuangan sementara
http://tangerangnews.com/baca/2011/01/24/4173/pemkot-tuding-bandara-kirim-sampah-ke-kotatangerang. Diakses tanggal 2 April 2012.
19
Sudrajat H.R.., Solusi Mengatasi masalah Sampah kota Dengan Manajemen Terpadu dan
Mengolahnya Menjadi Energi Listrik dan Kompos., Cet.1., (Jakarta: Penebar Swadaya, 2006), 5-17

sampah. Baru sekitar 75 m3 yang didaur ulang atau dibuat kompos.
Sementara itu, sisanya sekitar 60% dibuang begitu saja tanpa pengolahan
ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah. Dan, 30% dibiarkan di TPS.
Tak heran bila sampah akan menumpuk di TPA. Akibatnya, daya tampung
TPA akan menjadi cepat terpenuhi. Besarnya volume sampah di TPA juga
mempengaruhi biaya pengelolaan. Tahun 2005, sedikitnya dibutuhkan Rp
8 milyar untuk mengelola sampah. Tanpa adanya kebijakan penanganan
sampah terpadu, sampah akan terus menjadi masalah. 20

20

Harjasumantri Kusnadi, Hukum Tata Lingkungan, Edisi.7, Cet.15,(Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press, 2000), 28-35

BAB III
GAMBARAN UMUM TENTANG SAMPAH DI KABUPATEN
TANGERANG

A. Gambaran Umum Kabupaten Tangerang
A. Sejarah

Kabupaten Tangerang sejak ratusan tahun lalu sudah menjadi
daerah perlintasan perniagaan, perhubungan sosial dan interaksi antar
daerah lain. Hal ini, disebabkan letak daerah ini yang berada di dua poros
pusat perniagaan Jakarta - Banten. Berdasarkan catatan sejarah, daerah ini
sarat dengan konflik kepentingan perniagaan dan kekuasaan wilayah
antara Kesultanan Banten dengan Penjajah Belanda.21
Semasa Bupati Kabupaten Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin
(1983-1988 dan 1988- 1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang pada
masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang tanggal 27 Desember
1943 (Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984).
Seiring

dengan

pemekaran

wilayah

dengan

terbentuknya

pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan
Undang-undang Nomor 2 Tahun 1993, maka pusat pemerintahan
Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa. Pemindahan ibukota ke
Tigaraksa dinilai strategis, karena menggugah kembali cita-cita dan
semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan
masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan
dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju dan sejahtera.

21

http://www.kabupaten tangerang.go.id

24

Oleh kerna itu kabupaten tangerang disebut dengan kota industri karna
disetiap lahan kosong pasti dibuat dengan Pabrik atau perumahan.

B. Keadaan Gegrafis

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi
Banten, terletak dibagian Timur dengan luas wilayah sekitar 959,6
km2(9,93 persen dari luas wilayah Provinsi Banten). Letak Kabupaten
Tangerang secara astronomi antara 106020’–106043’ Bujur Timur dan
6000’ – 6020’ Lintang Selatan. Wilayah Administrasi Pemerintahan
Kabupaten Tangerang, terdiri dari 29 kecamatan, 28 kelurahan dan 246
desa.22
Kondisi topografi wilayah Kabupaten Tangerang merupakan
wilayah dataran dengan ketinggian antara 0 – 85 m diatas permukaan laut.
Dataran rendah sebagian besar berada di wilayah utara yang berbatasan
dengan laut jawa, sedangkan dataran tinggi berada di wilayah bagian
tengah ke arah selatan.
Batas wilayah Secara Administrasi sebagai berikut:
1. Utara: Laut Jawa
2. Timur: Provinsi DKI Jakarta, Kota Tangerang dan Kota Tangerang
Selatan
3. Selatan: Kabupaten bogor
4. Barat: Kabupaten Serang dan Lebak
Secara administratif, Kabupaten Tangerang terdiri dari 29 Kecamatan,
Kelurahan dan desa.

22

Ibid

Luas Daerah
No Kecamatan

Keterangan
(Km2)

1. Tigaraksa

48.74

2. Cisoka

55.99

3. Solear

Pemekaran dari kec. Cisoka

4. Jambe

26.02

5. Cikupa

42.68

6. Panongan

34.93

7. Curug

40.97

8. Kelapa Dua

Pemekaran dari kec. Curug

9. Legok

41.06

10. Pagedangan

50.57

11. Cisauk

43.38

12. Pasar Kemis

60.53

13. Sindang Jaya

Pemekaran dari kec. Pasar Kemis

14. Rajeg
15. Mekarbaru
16. Balaraja

Pemekaran dari kec. Kronjo
57.48

17. Sukamulya

Pemekaran dari kec. Balaraja

18. Jayanti

26.91

19. Kresek

55.60

20. Gunungkaler

Pemekaran dari kec. Kresek

21. Kronjo

68.05

22. Mauk

51.42

23. Kemiri

32.70

24. Sukadiri

24.14

25. Sepatan

56.24

26. Sepatan Timur

35.59

27. Pakuhaji

51.87

28. Teluknaga

40.58

29. Kosambi

29.76

Pemekaran dari kec. Sepatan

C. Keadaan Penduduk

Jumlah penduduk Kabupaten Tangerang diperkirakan meningkat
sekitar 4,5 persen atau 2,6 juta jiwa. Peningkatan ini dibandingkan tahun
lalu dimana penduduk berjumlah 2,5 juta jiwa. Perkiraan tersebut
berdasarkan sejumlah indikator diantaranya jumlah kelahiran penduduk
dan pendatang baru dari luar daerah pasca lebaran. Penambahan angka
penduduk tahun ini mencapai 2,6 juta jiwa.

23

Angka pertambahan

penduduk di Kabupaten Tanger