Gambaran Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013

(1)

KESEHATAN KOTA TANGERANG TAHUN 2013

SKRIPSI

OLEH

DEVIANI WULANDHARI NIM : 108101000052

PEMINATAN GIZI

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1435H


(2)

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI MASYARAKAT

Skripsi, Mei 2014

Deviani Wulandhari, NIM :108101000052

Gambaran Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi Di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013

ABSTRAK

Pada tahun 2013 pelaporan pembinaan gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang sebesar 58,33%, pelaporan kinerja pembinaan gizi tersebut masih belum mencapai 100%. Pelaporan kinerja pembinaan gizi tersebut merupakan sistem informasi gizi. Tujuan dari penelitian ini ialah melihat gambaran input, proses, dan output sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah kualitatif dengan pendekatan teori Health Metric Network.

Dari hasil penelitian terdapat beberapa komponen input dari sistem informasi gizi yang belum memadai di Dinas Kesehatan Kota Tangerang yaitu sumber daya kebijakan, dan indikator, sedangkan komponen proses yang belum memadai yaitu manajemen data dan untuk komponen output yang masih belum memadai yaitu produk informasi.

Solusi alternatif untuk mengatasi kendala dalam sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang yaitu perlu adanya kebijakan yang mengatur secara penuh dalam pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi. Meningkatkan kemampuan kader Posyandu dalam membuat laporan dan menjalin komunikasi antara staf gizi Dinas Kesehatan dengan Kemenkes.


(3)

FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAMS STUDY

Specialization NUTRITION SOCIETY Skripsi, May 2014

Deviani Wulandhari, NIM: 108101000052

Nutrition Information System Implementation Overview In Tangerang City Health Office in 2013

ABSTRACT

In 2013 reporting nutritional coaching Tangerang City Health Office of 58.33%, nutritional coaching performance reporting has not yet reached 100%. The purpose of this study is to see an overview of input, process and output nutrition information systems in Tangerang City Health Office. This research uses qualitative methods to approach health metrics network’s theory.

The results of this study indicate, there are several components of this input nutrition information systems is not adequate. They are the resources, policies, and indicators. The process nutrition information systems which inadequate is data management. The output component inadequate is product information.

Solutions to problems Tangerang City Health Department are the government needs to create a policy for nutritional information system, improving nutrition officer Posyandu to make a report, and establish good communication between the Health Department staff with the Ministry of Health.


(4)

DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL... i

ABSTRAK... ii

LEMBAR PERSETUJUAN... iv

LEMBAR PENGESAHAN... v

LEMBAR PERNYATAAN... vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS... vii

KATA PENGANTAR... viii

DAFTAR ISI... x

DAFTAR BAGAN... xiv

DAFTAR GAMBAR... xv

DAFTAR GRAFIK... xvi

DAFTAR TABEL... xvii

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang... 1

1.2.Rumusan Masalah... 5

1.3.Pertanyaan Penelitian... 6

1.4.Tujuan... 6

1.4.1 Tujuan Umum... 6

1.4.2 Tujuan Khusus... 6

1.5.Manfaat Penelitian... 7

1.5.1 Bagi Kemenkes... 7

1.5.2 Bagi DinKes ... 7

1.5.3 Bagi Peneliti Lain... 8

1.5.4 Bagi Prodi Kesmas UIN... 8

1.6.Ruang Lingkup... 8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA


(5)

2.1 Sistem Informasi Gizi... 10

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Gizi ... 10

2.1.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi... 13

2.1.3 Komponen Sistem Informasi Gizi... 14

2.2 Surveilans Gizi... 19

2.2.1 Pengertian Surveilans Gizi... 19

2.2.2 Pengertian Surveilans Gizi... 19

2.2.3 Manfaat Surveilans Gizi... 19

2.2.4Tujuan Surveilans Gizi... 20

2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Gizi... 21

2.2.6 Kegiatan Surveilans Gizi... 21

2.2.7 Definisi Operasional Indikator Kinerja Pembinaan Gizi... 27

2.2.8 Hubungan Surveilans Gizi dengan SIGizi... 39

2.3 Sistem Informasi Kesehatan... 42

2.3.1 Tujuan SIK... 42

2.3.2 Assesment terhadap Determinan teknis SIK...43

2.3.3 Identifikasi Kebutuhan Informasi... 44

2.4 HMN (Health Metrics Network)... 45

2.5 Analisis Sistem... 65

2.5.1 Pengertian Analisis Sistem... 65

2.5.2 Tahapan Analisis Sistem... 65

2.6 Kerangka Teori... 66

BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH 3.1 Kerangka Pikir... 69

3.2 Definisi Istilah... 72

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1 Metode Penelitian... 75

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian... 75

4.3 Informan Penelitian... 75

4.4 Instrumen Penelitian... 77

4.5 Sumber Data... 78

4.6 Metode Pengumpulan Data dan Validasi Data... 78

4.7 Pengolahan Data... 90


(6)

4.9 Analisis Data... 91

BAB V HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Tangerang... 92

5.1.1 Keadaan Umum Wilayah Kota Tangerang... 93

5.1.2 Wilayah Kerja... 93

5.1.3 Kependudukan... 95

5.1.4 Program Pembangunan Kesehatan Di Kota Tangerang...97

5.1.5 Struktur Organisasi... 98

5.1.6 Gambaran Umum Seksi Peningkatan Gizi Masyarakat ... 99

5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian... 104

5.2.1 Karakteristik Informan... 104

5.3 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi... 106

5.4 Hasil Penelitian... 108

5.4.1 Gambaran Input Sistem Informasi Gizi... 108

5.4.1.1 Gambaran Sumber Daya SIG...108

5.4.1.2 Gambaran Indikator SIG... 118

5.4.1.3 Gambaran Sumber Data SIG... 121

5.4.2 Gambaran Proses Sistem Informasi Gizi... 125

5.4.2.1 Gambaran Manajemen Data SIG... 125

5.4.3 Gambaran Output Sistem Informasi Gizi... 131

5.4.3.1 Gambaran Produk SIG... 131

5.4.3.2 Gambaran Diseminasi dan Penggunaan SI G... 134

BAB VI PEMBAHASAN 6.1 Keterbatasan Peneliti... 143

6.2 Karakteristik Informan... 143

6.3 Ruang Lingkup Sistem Informasi Gizi... 144

6.4 Gambaran Input Sistem Informasi Gizi... 145

6.4.1 Gambaran Sumber Daya SIG... 145

6.4.2 Gambaran Indikator SIG... 150

6.4.3 Gambaran Sumber Data SIG... 152

6.5 Gambaran Proses Sistem Informasi Gizi... 154

6.5.1 Manajemen Data SIG... 154

6.6 Gambaran Output Sistem Informasi Gizi... 158


(7)

6.7 Gambaran Diseminasi Sistem Informasi Gizi... 160

6.8 Gambaran Sistem Informasi Gizi Berdasarkan HMN... 162

6.9 Masalah Sistem Informasi Gizi... 164

6.10Alternatif Solusi Masalah Sistem Informasi Gizi... 165

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN 7.1 Simpulan... 168

7.2 Saran... 171

7.2.1 Bagi Kementerian Kesehatan... 171

7.2.2 Bagi Dinas Kesehatan Kota Tangerang... 172

7.2.3 Bagi Puskesmas... 172


(8)

DAFTAR BAGAN

No. Bagan Halaman

2.1 Kerangka Teori 68

3.1 Kerangka Pikir Sistem Informasi Gizi 71

5.1 Struktur Organisasi Dinas Kesehatan Kota Tangerang 99


(9)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

2.1 Gambar Kegiatan Surveilans gizi 22


(10)

DAFTAR GRAFIK

No. Grafik Halaman


(11)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Halaman

2.1 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 47 Kebijakan dan Koordinasi

2.2 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 48 Dana dan Tenaga Pelaksana

2.3 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 49

Sarana

2.4 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 52

Indikator

2.5 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 55

Sumber Data

2.6 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 56

Manajemen Data

2.7 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 59

Produk Informas

2.8 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 62

Diseminasi dan Penggunaan Informasi

2.9 Penilaian Sumber Daya Sistem informasi 63

Advokasi

2.10 Penilaian Diseminasi perencanaan, alokasi sumber daya 64

4.1 Triangulasi Metode 78

4.2 Triangulasi Sumber daya: Kebijakan dan Koordinasi 79 4.3 Triangulasi Sumber daya: dana dan Tenaga Pelaksana 80

4.4 Triangulasi Sumber daya: Sarana 81

4.5 Triangulasi Sumber : Indikator 82


(12)

DAFTAR TABEL

No.Tabel Halaman

4.7 Triangulasi Sumber : Manajemen Data 86

4.8 Triangulasi Sumber : Produk Informasi 88

4.9 Triangulasi Sumber : Diseminasi 89

5.1 Distribusi Kecamatan di Kota Tangerang 94

5.2 Jumlah Pertumbuhan Penduduk di Kota Tangerang 95

5.3 Penilaian Sumber Daya: Kebijakan 96

5.4 Penilaian Sumber Daya: Dana 112

5.5 Penilaian Sumber Daya: Sarana 115

5.6 Penilaian Indikator SIG 119

5.7 Penilaia Sumber Data 122

5.8 Penilaian Manajemen Data 126

5.9 Penilaian Produk SIG 132

5.10 Penilaian Diseminasi 135

5.11 Penilaian Diseminasi Advokasi 138


(13)

RIWAYAT HIDUP

Nama : Deviani Wulandhari

Tempat/Tanggal Lahir : Tangerang, 06 Desember 1990

Jenis Kelamin : Perempuan

Agama : Islam

Kewarganegaraan : Indonesia

Alamat : Jl. Jaya Negara Raya No. 87 RT 01/ RW 03, Kel. Cibodas , Kec. Cibodas Kota Tangerang, Banten.

No tlp/Hp : 085718184938

Email : muslimah_devi06@yahoo.com

Riwayat Pendidikan :

TK 17 Ramadhan 1995-1996

SDN Cibodas 1 1996-2002

SMPN 06 Tangerang 2002-2005

SMAN 05 Tangerang 2005-2008

UIN Syarif Hidyatullah 2008- sekarang

Riwayat Organisasi :

OSIS SMAN 5 Tangerang 2006-2007


(14)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat ALLAH SWT, karena dengan rahmat dan petunjuk-Nya, penelitian yang berjudul “Gambaran Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi di

Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013” dapat diselesaikan.Shalawat serta salam

tidak lupa dihaturkan kepada baginda Muhammad SAW yang telah menuntun umatnya dari zaman kegelapan menju zaman penuh cahaya terang. Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu upaya dari mahasiswa dalam memenuhi kewajibannya sebagai salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar sarjana masyarakat.

Terselesaikan skripsi ini tidak dapat dipungkiri melibatkan beberapa pihak yang mana telah membantu serta membimbing penulis dalam mempelancar urusan yang terkait dengan skripsi itu sendiri. Dalam kesempatan kali ini, penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada pihak-pihak tersebut, diantaranya adalah:

1. Allah SWT yang selalu memberikan kemudahan dan kelancaran pada hambaNya.

2. Keluarga, terutama Ibu Sumarni,S.Pd dan Bapak Albani,M.Si selaku orang tua yang selalu mendoakan anaknya, Kakak Sari Utami,AmKeb, kakak Aditya,Amd, yang memberikan dukungan untuk adiknya, dan Sultan Nashir MK, S.I.Kom yang selalu memberikan nasehat, inspirasi dan semangat serta menemani dalam suka dan duka. 3. Bapak Prof.DR.(HC)dr.MK Tajuddin,Sp.And, selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan

Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatllah Jakarta.

4. Bapak Sutanto, MKM, selaku Kepala Seksi Gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang, yang telah memberikan bimbingan, nasehat dan kelancaran dalam menjalankan penelitian di Wilayah Kota Tangerang.

5. Ibu Febrianti,M.Si, selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku pembimbing skripsi yang dengan kesabaran beliau, telah memberikan bimbingan, dan nasehat, serta kelancaran pada skripsi ini.

6. Ibu Catur Rosidati,MKM, selaku Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan selaku pembimbing skripsi yang dengan kesabaran beliau, selalu memberikan bimbingan, dan nasehat, serta kelancaran pada skripsi ini. 7. Ibu Minsarnawati, SKM,MKM selaku pembimbing akademik yang dengan sifat keibuan

beliau, telah memberikan nasehat dan motivasi yang baik dalam proses penyusunan skripsi ini.


(15)

8. Ibu Puput Oktamianti, SKM,MM selaku dosen penguji, terima kasih atas bimbingan ibu dalam masa perbaikan skripsi ini.

9. Ibu Narila Mutia Nasir, Ph.D selaku dosen penguji, terima kasih atas bimbingan ibu dalam masa perbaikan skripsi ini.

10.Seluruh Dosen dan staf akademik Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memfasilitasi saya selama menjadi mahasiswa.

11.Seluruh Informan yang terlibat dalam penelitian ini, terimakasih atas partisipasinya. 12.Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak

membantu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, sehingga diharapkan penulis mendapat kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini nantinya dapat tersusun lebih baik lagi.

Jakarta, mei 2014


(16)

1 1.1. Latar Belakang

Riset Kesehatan Dasar tahun 2010 menunjukan prevalensi gizi kurang di Indonesia yaitu sebesar 17,9%. Pada tahun 2013 prevalensi gizi kurang meningkat menjadi sebesar 19,6%. Hal ini menunjukan adanya peningkatan kurang gizi pada balita sebesar 1,7%. Kurang gizi akan menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian.

Untuk menekan prevelansi kurang gizi tersebut, Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan empat strategi utama. Keempat strategi tersebut adalah: Pertama, menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, Kedua, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, Ketiga, meningkatkan sistem survailans, monitoring dan informasi kesehatan, Keempat, meningkatkan pembiayaan kesehatan (Kemenkes,2010). Dengan demikian untuk melaksanakan strategi tersebut dalam menanggulangi masalah gizi yang terjadi, dibutuhkan


(17)

perencanaan jangka panjang, menengah, dan pendek, serta akan lebih efektif ketika disusun dengan mengacu pada informasi yang memadai, baik secara kualitas maupun kuantitas. Salah satu upaya meyediakan data dan informasi yaitu melalui sistem informasi gizi. Sistem informasi gizi adalah upaya dalam penyediaan informasi untuk memantau status gizi balita yang ada di wilayah Indonesia.

Dalam sistem informasi gizi terdapat beberapa data cakupan indikator berupa data penimbangan balita di posyandu (D/S), data kasus gizi buruk, data cakupan tablet Fe pada ibu hamil, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A, dan data cakupan ASI eksklusif. Hasil dari sistem informasi gizi nantinya akan berguna sebagai pemantauan status gizi balita secara rutin. Dengan adanya pemantauan gizi secara rutin diharapkan dapat menurunkan angka prevalensi kasus gizi buruk dan dapat mencegah timbulnya kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk. Dari pemantaun status gizi yang rutin akan mendapatkan hasil informasi dan data mengenai tingkat dan perkembangan status gizi di masyarakat, sehingga dengan informasi tersebut dapat mencegah kejadian luar biasa (KLB) gizi buruk.

Dalam pelaksanaan sistem informasi gizi pada tingkat nasional yang bertanggung jawab yaitu Dirjent Bina Gizi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Dirjen Bina Gizi Kementerian Republik Indonesia mempunyai tugas merekapitulasi data laporan pembinaan gizi masyarakat yang berasal dari berbagai propinsi di Indonesia (Kemenkes,2012).


(18)

Dalam pelaporan pembinaan gizi tersebut masih belum optimal, sebagian besar daerah belum memanfaatkan fasilitas website sistem informasi gizi secara maksimal.

Pada tingkat daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan tugas ini adalah Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Secara teknis pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah yaitu dilaksanakan oleh seksi gizi Dinas Kesehatan Provinsi untuk tingkat provinsi dan seksi gizi Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk tingkat kabupaten/kota. Pemerintah daerah sebagaimana tugas dan fungsinya tersebut memiliki peran yang penting dalam sistem informasi gizi tingkat daerah. Pada tingkat provinsi pelaporan mengenai pemantauan status gizi dilaporkan ke tingkat pusat, sedangkan pada tingkat kabupaten/kota alur pelaporan dimulai dari tingkat posyandu yang melakukan kegiatan pelayanan kesehatan bagi balita, kemudian dilaporkan ke tingkat puskesmas untuk selanjutnya dilaporkan ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota setelah itu dilaporkan melalui Dinas kesehatan provinsi atau dapat langsung dilaporkan ke tingkat pusat.

Berdasarkan Riskesdas tahun 2013, Banten memiliki prevalensi rata-rata gizi kurang sebesar 17,2 %. Dari prevalensi tersebut terlihat bahwa tingkat kurang gizi di provinsi Banten masih cukup tinggi. Dampak dari kurang gizi dapat menyebabkan kegagalan pertumbuhan fisik dan


(19)

perkembangan kecerdasan, menurunkan produktifitas, menurunkan daya tahan, meningkatkan kesakitan dan kematian.

Kota Tangerang merupakan salah satu wilayah yang berada di Provinsi Banten. Berdasarkan data dari LAKIP Dinkes Kota Tangerang pada tahun 2012 kasus kurang gizi di wilayah Kota tangerang yaitu sebesar 10,18%. Hal ini menunjukan masih cukup tinggi pula presentase kurang gizi di Kota Tangerang. Untuk menangani masalah tersebut dibutuhkan pelaporan yang baik, agar dapat mengambil keputusan dalam melakukan tindakan untuk menagani masalah kurang gizi di Kota Tangerang yang masih merupakan wilayah kerja provinsi Banten.

Berdasarkan data yang terdapat dalam website sistem informasi gizi Kemenkes RI, pada tahun 2012 presentase kelengkapan pelaporan kinerja pembinaan gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang sebesar 2,25%. Sedangkan pada tahun 2013 meningkat menjadi sebesar 58,33%. Walaupun terjadi peningkatan dalam kinerja pelaporan pembinaan gizi, namun pelaporan kinerja pembinaan gizi tersebut masih belum mencapai 100% dalam pelaporan melalui website sistem informasi gizi, dampak dari belum 100% nya kelengkapan pelaporan, dapat membuat Kementerian Kesehatan RI kurang mengetahui informasi terkini secara cepat dan akurat mengenai status gizi di wilayah Kota Tangerang, sehingga informasi yang dihasilkan masih kurang cukup memadai dan dapat mempengaruhi keputusan dalam membuat kebijakan serta dalam melakukan tindakan terutama mengenai


(20)

status gizi di wilayah Kota Tangerang. Oleh karena itu, penelitian ini akan dilakukan di daerah Kota Tangerang untuk mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi.

1.2Rumusan Masalah

Berdasarkan data pada tahun 2012, persentase pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi, kelengkapan pelaporan kinerja pembinaan gizi Dinas Kesehatan Kota Tangerang baru mencapai sebesar 2,25%, dan pada tahun 2013 meningkat mencapai 58,33%, walaupun demikian, seharusnya presentase dapat mencapai 100% . Dampak dari belum 100% nya kelengkapan pelaporan, dapat membuat Kementerian Kesehatan RI kurang mengetahui informasi terkini secara cepat dan akurat mengenai status gizi di wilayah Kota Tangerang, sehingga informasi yang dihasilkan masih kurang cukup memadai dan dapat mempengaruhi keputusan dalam membuat kebijakan serta dalam melakukan tindakan terutama mengenai status gizi di wilayah Kota Tangerang.

Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam kegiatan pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang.


(21)

1.3Pertanyaan Penelitian

Bagaimana gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi berbasis website di Dinas Kesehatan Kota Tangerang pada tahun 2013 ?

1.4. Tujuan

1.4.1. Tujuan Umum

Diketahuinya gambaran pelaksanaan dan masalah yang dialami dalam melakukan kegiatan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang pada tahun 2013.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Diketahuinya ruang lingkup sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

2. Diketahuinya gambaran input sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

3. Diketahuinya gambaran proses sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

4. Diketahuinya gambaran output sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.


(22)

5. Diketahuinya masalah sistem informasi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

6. Diketahuinya alternatif solusi sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013.

1.5. Manfaat Penelitian

1.5.1. Bagi Kementerian Kesehatan

1. Mengetahui masalah yang dihadapi oleh tingkat daerah yaitu Dinas Kesehatan dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

2. Mendapatkan masukan dan solusi dalam menangani masalah pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi di tingkat daerah sehingga dapat meningkatkan pelaksanaan pelaporan untuk tingkat nasional.

1.5.2. Bagi Dinas Kesehatan Kota

1. Mengetahui masalah yang dihadapi oleh Dinas Kesehatan Kota dalam pelaksanaan pelaporan kinerja gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi.

2. Mendapatkan masukan dan solusi dalam menangani masalah pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui sistem informasi gizi.


(23)

1.5.3. Bagi Peneliti Lain

Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti selanjutnya dalam melakukan penelitian yang berhubungan dengan sistem informasi gizi.

1.5.4.Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen mengenai sistem informasi gizi.

2. Terbentuknya kerjasama antara Dinas Kesehatan dengan Program Studi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan.

1.6. Ruang Lingkup

Penelitian ini berjudul Gambaran Pelaksanaan Sistem Informasi Gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang Tahun 2013. Bertujuan melakukan pengamatan lebih mendalam mengenai masalah dalam kinerja pelaporan pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kota Tangerang tahun 2013. Penelitian ini dilakukan dengan melihat gambaran input dan proses dalam pelaporan melalui sistem informasi gizi yang terdapat di Dinas Kesehatan Kota Tangerang. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa Peminatan Gizi Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan menggunakan


(24)

metode kualitatif dengan pendekatan teori Health Metric Network (WHO,2008). Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam dan observasi. Penelitian ini dilaksanakan di Dinas Kesehatan Kota Tangerang pada bulan Januari tahun 2014.


(25)

10

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Sistem Informasi Gizi

2.1.1 Pengertian Sistem Informasi Gizi

Sistem informasi gizi adalah sistem pelaporan data gizi berbasis website, untuk mendukung pelaporan capaian indikator kegiatan pembinaan gizi dari daerah (Kemenkes, 2012). Terdapat beberapa laporan yang ada di sistem informasi gizi yaitu berupa laporan bulanan dan semesteran. Laporan ini berisi 6 indikator cakupan program pembinaan gizi masyarakat dari 8 indikator cakupan program yang telah ditetapkan, yaitu diantaranya :

1. Cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat

Gizi buruk adalah gangguan kekurangan gizi tingkat berat yang ditandai dengan adanya tanda-tanda klinis gizi buruk dan atau berat badan sangat rendah, tidak sesuai dengan tinggi anak. Kasus gizi buruk seringkali disertai dengan penyakit lain seperti hydrocephalus, cerebral palsy, kelainan jantung, TB dan HIV/AIDS sehingga bila tidak dirawat sesuai standar memiliki risiko kematian sangat tinggi.

Perawatan gizi buruk dilaksanakan melalui prosedur rawat inap dan rawat jalan. Bagi anak-anak gizi buruk yang disertai komplikasi penyakit dapat


(26)

dirawat di Puskesmas, Rumah Sakit, dan TFC. Sedangkan bagi anak gizi buruk tanpa komplikasi dapat dirawat jalan. Perawatan anak di rumah dilakukan melalui pembinaan petugas kesehatan dan kader.

2. Cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S)

Pemantauan pertumbuhan anak yang dilakukan melalui penimbangan berat badan secara teratur dan menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS), berfungsi sebagai instrumen penilaian pertumbuhan anak merupakan dasar strategi pemberdayaan masyarakat yang telah dikembangkan sejak awal 1980-an. Pemantauan pertumbuhan mempunyai 2 fungsi utama, yang pertama adalah sebagai strategi dasar pendidikan gizi dan kesehatan masyarakat, dan yang kedua adalah sebagai sarana deteksi dini dan intervensi gangguan pertumbuhan serta entry point berbagai pelayanan kesehatan anak (misalnya imunisasi, pemberian kapsul vitamin A, pencegahan diare, dll) untuk meningkatkan kesehatan anak.

3. Cakupan bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif

ASI eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan lain kecuali obat, vitamin dan mineral. Pemberian ASI eksklusif dapat menurunkan kematian bayi sebesar 13% dan dapat menurunkan balita pendek.

4. Cakupan rumah tangga mengonsumsi garam beriodium 5. Cakupan balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A

Pemberian kapsul vitamin A dosis tinggi kepada balita setiap 6 bulan terbukti menurunkan kejadian kurang Vitamin A pada anak, menurunkan


(27)

morbiditas dan mortalitas. Distribusi kapsul Vitamin A dilakukan setiap tahun pada bulan Februari dan Agustus.

6. Cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet

Tablet Fe (Tablet Tambah Darah) merupakan suplementasi gizi mikro khususnya zat besi dan folat yang diberikan kepada ibu hamil sebanyak 90 tablet untuk mencegah kejadian anemia gizi besi selama kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa pemberian tablet Fe di Indonesia dapat menurunkan kematian neonatal sekitar 20%. Pemberian tablet Fe merupakan salah satu komponen standar pelayanan neonatal.

Sedangkan dua cakupan lainnya yaitu :

1. Cakupan kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi

Tujuan penyelenggaraan surveilans gizi adalah membantu pengelolaan program pangan dan gizi di tingkat kabupaten dan kota melalui penyediaan informasi yang cepat dan akurat. Kegiatan surveilans meliputi pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan khususnya indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh, dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten dan kota, provinsi dan pusat.


(28)

Pelaporan secara online melalui website sigizi adalah bentuk fasilitas yang disediakan agar pelaporan dari kabupaten dan kota dapat dilakukan dengan cepat, sehingga prioritas pembinaan teknis dalam hal penanggulangan masalah gizi dapat dipetakan.

2. Cakupan penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana

Dalam rangka mengantisipasi kejadian luar biasa yang berdampak pada status gizi dan kesehatan masyarakat, Direktorat Bina Gizi setiap tahun menyediakan MP-ASI buffer stock dalam bentuk biskuit.

MP_ASI buffer stock khususnya diberikan pada balita umur 6-24 bulan yang terkena bencana (situasi darurat) dan situasi khusus (daerah-daerah rawan gizi) dalam rangka mencegah terjadinya gizi kurang/buruk.

Untuk laporan bulanan, berisi 3 indikator cakupan program yaitu terdiri dari cakupan perawatan balita gizi buruk, cakupan pemantauan pertumbuhan (D/S) dan cakupan pemberian tablet Fe pada ibu hamil.

2.1.2 Tujuan Sistem Informasi Gizi

Terdapat beberapa tujuan dari sistem informasi gizi (Kemenkes, 2013), yaitu: 1. Menyediakan data dan informasi hasil pelaksanaan kegiatan pembinaan gizi masyarakat bagi para pengambil keputusan secara cepat dan mudah sebagai bahan evaluasi dan perencanaan lebih lanjut.

2. Menyediakan data dan informasi kinerja pembinaan gizi secara berkala, bulanan maupun tahunan yang dapat dijadikan acuan untuk pemantauan dan evaluasi berkala serta tindak lanjutnya.


(29)

3. Meningkatkan kinerja pelaksana dan penanggungjawab pengelola program gizi di daerah melalui perbandingan gambaran informasi antar wilayah propinsi maupun kabupaten/kota.

2.1.3 Komponen Sistem Informasi Gizi (Kemenkes, 2012) 1. Input

a. Data

Data yang dikumpulkan yaitu berupa laporan pembinaan gizi masyarakat Dinas Kabupaten/Kota yang berasal dari puskesmas dimana data tersebut pelaporannya bersifat rutin dalam periode bulanan maupun semesteran yang terdiri dari data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium. Data yang dikumpulkan sesuai dengan formulir pengisian yang terdiri dari formulir 1 (F1) dan formulir 6 (F6) yang berasal dari puskesmas kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. b. Tenaga Pelaksana

Tenaga pelaksana sistem informasi gizi yang ada di tingkat daerah kabupaten/kota yaitu dilakukan oleh petugas pelaporan program perbaikan gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang telah terlatih dalam melakukan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi.


(30)

c. Dana

Anggaran dalam pelaksanaan pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi tedapat dalam anggaran kegiatan suveilans yang berasal dari tingkat pusat berupa dana APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) dan Dekon. Sedangkan untuk dana yang berasal dari daerah sendiri yaitu berupa APBD dalam pemenuhan sarana penunjang dalam pelaksanaan pelaporan melalui sistem informasi gizi.

d. Sarana

Sarana yang terkait dalam pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat melalui website sistem informasi gizi di Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yaitu diantaranya berupa juknis panduan operasional sistem pelaporan gizi, juknis surveilans gizi dan formulir pelaporan. Selain itu adanya perangkat pendukung sistem informasi gizi diantaranya komputer dan perangkat komunikasi lainnya seperti jaringan internet.

2. Proses

a. Pengumpulan Data

Proses pengumpulan data yang dilakukan di tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota yaitu dengan mengumpulkan data yang berasal dari seluruh puskesmas yang berada di wilayah kerja dinas kesehatan kabupaten/kota tersebut. Data yang berasal dari puskesmas yaitu berupa laporan dalam bentuk formulir isian data bulanan sistem informasi gizi


(31)

berbasis jaringan. Pengumpulan data dari puskesmas dilakukan tiap bulan, setiap tanggal 5-10 laporan sudah diberikan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota yang bersangkutan.

b. Pengolahan dan Analisis Data

Data indikator pembinaan gizi berasal dari puskesmas, dimana data tersebut berisi kinerja pembinaan gizi berdasarkan formulir 1 dan formulir 6 kemudian dilaporkan ke tingkat Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Dari Dinas Kabupaten/Kota melaporkan melalui sistem informasi gizi sebagai kegiatan pelaporan kepada tingkat pusat. Data yang telah dikumpulkan dari berbagai sumber data yang ada kemudian dilakukan pengolahan dan penyajian untuk memudahkan dalam proses analisis dan interpretasi data. Data yang telah diolah disajikan ke dalam bentuk tabel yang tampil pada halaman website sistem informasi gizi.

Dalam hal ini kegiatan analisis data dilakukan dengan membandingkan antara target cakupan program dengan standar yang telah ditetapkan, misalnya cakupan program suplementasi vitamin A yang ditargetkan mencapai seratus persen.


(32)

3. Output

a. Laporan Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat

Laporan kinerja pembinaan gizi masyarakat yaitu data cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat bulanan yang disajikan dalam bentuk tabel. Indikator pembinaan gizi berupa: cakupan balita gizi buruk ditangani/dirawat, cakupan balita ditimbang berat badannya (D/S), cakupan ibu hamil mendapat Fe 90 tablet, data cakupan konsumsi garam beriodium, data cakupan pemberian vitamin A, dan data cakupan ASI eksklusif.

Penilaian output dari sistem informasi gizi dapat dilihat berdasarkan dari kelengkapan, ketepatan waktu, aksessibilitas dan keakuratan data.

a) Kelengkapan data yaitu data yang ada tersedia sesuai dengan kebutuhan dan standar yang ada pada petunjuk teknis surveilans gizi. Data yang diperlukan untuk pemantauan status gizi dan kinerja pembinaan gizi masyarakat adalah data data cakupan penimbangan posyandu, cakupan ASI eksklusif, kasus balita gizi buruk, cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium.

b) Ketepatan waktu yaitu data yang ada tersedia tepat pada waktunya. Untuk data sistem informasi gizi ini terbagi menjadi dua, yaitu data bulanan berupa dan data semesteran yang


(33)

berguna untuk mengetahui kinerja pembinaan gizi masyarakat yang telah dilaksanakan. Data bulanan terdiri dari data data cakupan penimbangan posyandu, kasus balita gizi buruk, dan cakupan pemberian tablet Fe untuk ibu hamil dimana untuk tingkat puskesmas pelaporannya ke tingkat dinas kesehatan kabupaten/kota dilakukan setiap tanggal 10, untuk tingkat dinas kesehatan ke pusat dilaporkan pada pertengahan bulan. Sedangkan untuk data semesteran terdiri dari cakupan ASI eksklusif, cakupan pemberian kapsul vitamin A, dan cakupan konsumsi garam beriodium.

c) Aksessibilitas yaitu kemampuan untuk mengakses website sistem informasi gizi dalam memperoleh informasi mengenai cakupan indikator pembinaan gizi masyarakat. Informasi yang diperoleh melalui website sistem informasi gizi seharusnya dapat diperoleh lebih mudah dan cepat serta dapat dilihat oleh seluruh masyarakat.

d) Keakuratan data yaitu data yang dihasilkan merupakan hasil dari pengukuran yang sesuai dengan definisi operasional yang telah ditetapkan yaitu terdapat dalam ptunjuk teknis surveilan gizi.


(34)

2.2Surveilans gizi (Kemenkes, 2012) 2.2.1 Pengertian Surveilans Gizi

Surveilans gizi yaitu suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat (Kemenkes, 2012).

2.2.2 Prinsip-prinsip Dasar Surveilans Gizi

1 Tersedianya data yang akurat dan tepat waktu 2 Ada proses analisis atau kajian data

3 Tersedianya informasi yang sistematis dan terus-menerus

4 Ada proses penyebarluasan informasi, umpan balik dan pelaporan 5 Ada tindak lanjut sebagai respon perkembangan informasi

2.2.3 Manfaat Surveilans Gizi

Kegiatan surveilans gizi bermanfaat untuk memberikan informasi pencapaian kinerja dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan, baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Selain itu kegiatan surveilans gizi juga bermanfaat untuk mengevaluasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat.


(35)

2.2.4 Tujuan Surveilans Gizi

1) Tujuan Umum Surveilans Gizi

Terselenggaranya kegiatan surveilans gizi untuk memberikan gambaran perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat dan indikator khusus lain yang diperlukan secara cepat, akurat, teratu dan berkelanjutan dalam rangka pengambilan tindakan segera, perencanaan jangka pendek dan menengah serta perumusan kebijakan.

2) Tujuan Khusus Surveilans Gizi

a. Tersedianya informasi secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan mengenai perubahan pencapaian kinerja pembinaan gizi:

1) Persentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan; 2) Persentase balita yang ditimbang berat badannya; 3) Persentase bayi usia 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif; 4) Persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium; 5) Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul vitamin A; 6) Persentase ibu hamil mendapat 90 tablet Fe;

7) Persentase kabupaten/kota melaksanakan surveilans gizi;

8) Persentase penyediaan bufferstock MP-ASI untuk daerah bencana. b. Tersedianya informasi indikator gizi lainnya secara berkala jika

diperlukan, seperti:

1) Prevalensi balita gizi kurang berdasarkan antropometri; 2) Prevalensi status gizi anak usia sekolah, remaja dan dewasa;


(36)

3) Prevalensi risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur ( WUS) dan ibu hamil;

4) Prevalensi anemia gizi besi dan Gangguan Akibat Kurang Iodium (GAKI), Kurang Vitamin A (KVA) dan masalah gizi mikro lainnya; 5) Tingkat konsumsi zat gizi makro (energi dan protein) dan mikro

(defisiensi zat besi, defisiensi iodium);

6) Data pendistribusian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI) dan Pemberian Makanan Tambahan (PMT);

7) Data terkait lainnya yang diperlukan.

2.2.5 Ruang Lingkup Surveilans Gizi

Ruang lingkup surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan data dari laporan rutin atau survei khusus, pengolahan dan diseminasi hasilnya yang digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan atau tindakan cepat, perumusan kebijakan, perencanaan kegiatan dan evaluasi hasil kegiatan. Dalam petunjuk pelaksanaan ini ruang lingkup kegiatan surveilans gizi mencakup pencapaian indikator kinerja kegiatan pembinaan gizi masyarakat dan data terkait lainnya di seluruh kabupaten/kota dan provinsi.

2.2.6 Kegiatan Surveilans Gizi

Kegiatan surveilans gizi meliputi kegiatan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian serta diseminasi informasi bagi pemangku kepentingan. Informasi dari surveilans gizi dimanfaatkan oleh para pemangku kepentingan


(37)

untuk melakukan tindakan segera maupun untuk perencanaan program jangka pendek, menengah maupun jangka panjang serta untuk perumusan kebijakan, seperti pada gambar di bawah ini

Gambar 2.1. Kegiatan Surveilans Gizi

Sumber: Jahari, Abas Basuni. Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG), 2006 dalam Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi (Kemenkes, 2012)

Penjelasan kegiatan surveilans yang tercantum dalam gambar tersebut adalah sebagai berikut:

1. Pengumpulan Data

Pengumpulan data secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan dari berbagai kegiatan surveilans gizi sebagi sumber informasi, yaitu:

a. Kegiatan rutin yaitu penimbangan bulanan, pemantauan dan pelaporan kasus gizi buruk, pendistribusian tablet Fe ibu hamil,


(38)

pendistribusian kapsul vitamin A balita, dan pemberian ASI Eksklusif.

b. Kegiatan survei khusus yang dilakukan berdasarkan kebutuhan, seperti konsumsi garam beriodium, pendistribusian MP-ASI dan PMT, pemantauan status gizi anak dan ibu hamil dan Wanita Usia Subur (WUS) risiko Kurang Energi Kronis (KEK) atau studi yang berkaitan dengan masalah gizi lainnya.

Dalam pelaksanaan pengumpulan data, bila ada puskesmas yang tidak melapor atau melapor tidak tepat waktu, data laporan tidak lengkap dan atau tidak akurat maka petugas Dinkes Kabupaten/Kota perlu melakukan pembinaan secara aktif untuk melengkapi data. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui telepon, Short Message Service (SMS) atau kunjungan langsung ke puskesmas.

2. Pengolahan Data dan Penyajian Informasi

Pengolahan data dapat dilakukan secara deskriptif maupun analitik, yang disajikan dalam bentuk narasi, tabel, grafik dan peta, atau bentuk penyajian informasi lainnya

3. Diseminasi Informasi

Diseminasi informasi dilakukan untuk menyebarluaskan informasi surveilans gizi kepada pemangku kepentingan. Kegiatan diseminasi informasi dapat dilakukan dalam bentuk pemberian umpan balik, sosialisasi atau advokasi. Umpan balik merupakan respon tertulis mengenai informasi surveilans gizi yang dikirimkan kepada pemangku


(39)

kepentingan pada berbagai kesempatan baik pertemuan lintas program maupun lintas sektor. Sosialisasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dalam forum koordinasi atau forum-forum lainnya sedangkan advokasi merupakan penyajian hasil surveilans gizi dengan harapan memperoleh dukungan dari pemangku kepentingan.

4. Pemanfaatan Hasil Surveilans Gizi

Hasil surveilans gizi dimanfaatkan oleh pemangku kepentingan sebagai tindak lanjut atau respon terhadap informasi yang diperoleh. Tindak lanjut atau respon dapat berupa tindakan segera, perencanaan jangka pendek, menengah dan panjang serta perumusan kebijakan pembinaan gizi masyarakat baik di kabupaten/kota, provinsi dan pusat. Contoh tindak lanjut atau respon yang perlu dilakukan terhadap pencapaian indikator adalah sebagai berikut:

1. Jika hasil analisis menunjukkan peningkatan kasus gizi buruk, respon yang perlu dilakukan adalah:

a. Melakukan konfirmasi laporan kasus gizi buruk

b. Menyiapkan Puskesmas Perawatan dan Rumah Sakit untuk pelaksanaan tatalaksana gizi buruk.

c. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan surveilans gizi.

d. Memberikan PMT pemulihan untuk balita gizi buruk rawat jalan dan paska rawat inap.


(40)

e. Melakukan pemantauan kasus yang lebih intensif pada daerah dengan risiko tinggi terjadinya kasus gizi buruk.

f. Melakukan penyelidikan kasus bersama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.

2. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan ASI Eksklusif 0-6 bulan rendah, respon yang dilakukan adalah:

a. Meningkatkan promosi dan advokasi tentang Peningkatan Pemberian Air Susu Ibu (PP ASI).

b. Meningkatkan kemampuan petugas puskesmas dan rumah sakit dalam melakukan konseling ASI.

c. Membina puskesmas untuk memberdayakan konselor dan motivator ASI yang telah dilatih.

3. Jika hasil analisis menunjukan masih banyak ditemukan rumah tangga yang belum mengonsumsi garam beriodium, respon yang dilakukan adalah:

a. Melakukan koordinasi dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kabupaten/Kota untuk melakukan operasi pasar garam beriodium.

b. Melakukan promosi/kampanye peningkatan penggunaan garam beriodium.

4. Jika hasil analisis menunjukkan cakupan distribusi vitamin A rendah maka respon yang harus dilakukan adalah:


(41)

a. Bila ketersediaan kapsul vitamin A di puskesmas tidak mencukupi maka perlu mengirim kapsul vitamin A ke puskesmas.

b. Bila kapsul vitamin A masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan sweeping.

c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 5. Jika hasil analisis menunjukan cakupan distribusi TTD (Fe3) rendah, respon yang dilakukan adalah meminta Puskesmas agar lebih aktif mendistribusikan TTD pada ibu hamil, dengan beberapa alternatif: a. Bila ketersediaan TTD di puskesmas dan bidan di desa tidak

mencukupi maka perlu mengirim TTD ke puskesmas.

b. Bila TTD masih tersedia, maka perlu meminta Puskesmas untuk melakukan peningkatan integrasi dengan program KIA khususnya kegiatan Ante Natal Care (ANC).

c. Melakukan pembinaan kepada puskesmas dengan cakupan rendah. 6. Jika hasil analisis menunjukan D/S rendah dan atau cenderung menurun, respon yang perlu dilakukan adalah pembinaan kepada puskesmas untuk:

a. Melakukan koordinasi dengan Camat dan PKK tingkat kecamatan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu.

b. Memanfaatkan kegiatan pada forum-forum yang ada di desa, yang bertujuan untuk menggerakan masyarakat datang ke posyandu. c. Melakukan promosi tentang manfaat kegiatan di posyandu.


(42)

2.2.7 Definisi Operasional Indikator Kinerja Pembinaan Gizi Masyarakat (Kemenkes, 2012)

Untuk memperoleh informasi pencapaian kinerja pembinaan gizi masyarakat secara cepat, akurat, teratur dan berkelanjutan, perlu dilaksanakan kegiatan surveilans gizi di seluruh wilayah provinsi dan kabupaten/kota. Pelaksananan surveilans gizi akan memberikan indikasi perubahan pencapaian indikator kegiatan pembinaan gizi masyarakat. Berikut ini merupakan definisi operasional indikator kinerja pembinaan gizi masyarakat:

A. Balita Gizi Buruk Mendapat Perawatan

1. Definisi operasional :

a. Balita adalah anak yang berumur di bawah 5 tahun (0-59 bulan) b. Kasus gizi buruk adalah balita dengan status gizi berdasarkan

indeks Berat Badan menurut Panjang Badan (BB/PB) atau Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB) dengan nilai Z-score <-3 SD (sangat kurus) dan/atau terdapat tanda klinis gizi buruk lainnya. c. Kasus balita gizi buruk yang mendapat perawatan adalah balita gizi

buruk yang dirawat inap maupun rawat jalan di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat.

2. Ukuran indikator: Kinerja penanganan kasus balita gizi buruk dinilai baik jika seluruh balita gizi buruk yang ditemukan mendapat


(43)

perawatan, baik rawat inap maupun rawat jalan sesuai tata laksana gizi buruk di fasilitas pelayanan kesehatan dan masyarakat

3. Rumus :

4. Sumber informasi: Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas, Sistem Pencatatan dan Pelaporan Dinkes Kabupaten/Kota, Sistem Pencatatan dan Pelaporan Rumah Sakit

5. Data yang dikumpulkan:

Jumlah kasus balita gizi buruk yang baru ditemukan pada bulan ini, Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang dirawat bulan ini baik rawat jalan dan rawat inap, Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang membaik atau sembuh, Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang meninggal, Jumlah kasus balita gizi buruk baru ditemukan yang masih dirawat

6. Frekuensi pengamatan dilakukan setiap saat termasuk investigasi Kejadian Luar Biasa (KLB) gizi buruk. Sedangkan untuk frekuensi laporan dilakukan setiap bulan

7. Alat dan Bahan yang diperlukan:

Timbangan berat badan, Alat ukur panjang badan dan tinggi badan, Tabel indeks BB/PB atau BB/TB sesuai jenis kelamin berdasarkan


(44)

Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak (Kepmenkes Nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak)

B. Balita Yang Ditimbang Berat Badannya

Balita yang ditimbang berat badannya dilaporkan dalam dua kelompok umur yaitu 0-23 bulan dan 24-59 bulan. Dalam pelaporan dicantumkan jumlah posyandu yang ada dan posyandu yang menyampaikan hasil penimbangan pada bulan yang bersangkutan.

1. Definisi operasional:

a. Baduta adalah bayi dan anak umur 0-23 bulan

b. S baduta adalah jumlah baduta yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. c. D baduta adalah jumlah baduta yang ditimbang di seluruh Posyandu

yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. d. Persentase baduta yang ditimbang berat badannya (% D/S Baduta)

adalah jumlah baduta yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah baduta di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%.

e. S balita umur 24-59 bulan adalah jumlah anak umur 24- 59 bulan yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.


(45)

f. D balita umur 24-59 bulan adalah jumlah anak umur 24- 59 bulan yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

g. Persentase balita umur 24-59 bulan yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita 24-59 Bulan) adalah jumlah anak umur 24-59 bulan yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi jumlah anak umur 24-59 bulan yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%.

h. S Balita adalah balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

i. D Balita adalah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

j. Persentase balita yang ditimbang berat badannya (% D/S Balita) adalah jumlah balita yang ditimbang di seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dibagi balita yang berasal dari seluruh Posyandu yang melapor di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu dikali 100%.

2. Ukuran indikator: Kinerja penimbangan baduta dan balita yang ditimbang berat badannya dinilai baik bila persentase D/S setiap bulannya sesuai target.


(46)

4. Sumber data: Data berasal dari Sistem Informasi Posyandu (SIP), register penimbangan dan Kartu Menuju Sehat (KMS) balita, laporan puskesmas ke Dinkes Kabupaten/Kota

5. Pemantauan dan pelaporan dilakukan setiap bulan

6. Alat dan Bahan: Timbangan berat badan, KMS balita, Formulir SIP C. Bayi 0-6 Bulan Mendapat ASI Eksklusif

1. Definisi operasional:

a. Bayi umur 0–6 bulan adalah seluruh bayi umur 0 hari sampai 5 bulan 29 hari

b. Bayi mendapat ASI Eksklusif adalah bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral berdasarkan recall 24 jam

c. Bayi umur 0–6 bulan yang ada di suatu wilayah adalah jumlah seluruh bayi umur 0 hari sampai 5 bulan 29 hari yang tercatat pada register pencatatan pemberian ASI pada bayi umur 0-6 bulan di suatu wilayah


(47)

d. Persentase bayi umur 0–6 bulan mendapat ASI Eksklusif adalah jumlah bayi 0–6 bulan yang diberi ASI saja tanpa makanan atau cairan lain kecuali obat, vitamin dan mineral, berdasarkan recall 24 jam dibagi jumlah seluruh bayi umur 0 – 6 bulan yang datang dan tercatat dalam register pencatatan/KMS di wilayah tertentu dikali 100%.

2. Ukuran indikator : Kinerja dinilai baik jika persentase bayi 0-6 bulan mendapat ASI Eksklusif sesuai target. Rumus:

3. Data yang dikumpulkan berasal dari Kartu Menuju Sehat (KMS) balita, Sistem Informasi Posyandu, dan Sistem Pencatatan dan Pelaporan Puskesmas (kohor bayi)

4. Pengamatan dilakukan setiap bulan, bersamaan dengan penimbangan di Posyandu, sedangkan pelaporan dilakukan setiap 6 bulan (bulan Februari dan Agustus) Cakupan tahunan menggunakan penjumlahan data bulan Februari dan Agustus

5. Alat dan bahan yang diperlukan yaitu KMS balita dan form laporan D. Rumah Tangga Mengonsumsi Garam Beriodium


(48)

a. Garam beriodium adalah garam (NaCl) yang diperkaya dengan iodium melalui proses iodisasi sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI) dengan kandungan Kalium Iodat (KIO3).

b. Tes kit iodium (larutan uji garam beriodium) adalah larutan yang digunakan untuk menguji kandungan iodium dalam garam secara kualitatif yang dapat membedakan ada/tidaknya iodium dalam garam melalui perubahan warna menjadi ungu.

c. Rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah seluruh anggota rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium, dan pemantauannya dilakukan melalui Sekolah Dasar (SD)/Madrasah Ibtidaiyah (MI) pada tiap desa/kelurahan.

d. Persentase rumah tangga yang mengonsumsi garam beriodium adalah jumlah desa/kelurahan dengan garam baik dibagi jumlah seluruh desa/kelurahan yang diperiksa di satu wilayah tertentu dikali 100%.

2. Ukuran indikator: Kinerja dinilai baik, jika persentase rumah tangga mengonsumsi garam beriodium sesuai target

3. Rumus:


(49)

5. Unit analisis: Kabupaten/Kota

6. Metode: Pemeriksaan garam dengan menggunakan tes kit iodium yang dilakukan pada murid sekolah dasar.

7. Frekuensi pengamatan: Setiap bulan Februari dan Agustus. Cakupan tahunan menggunakan data bulan Agustus

8. Frekuensi Pelaporan: Minimal 1 (satu) kali dalam setahun. Dilaporkan pada bulan Februari atau Agustus menggunakan formulir F6 (6 bulanan)

9. Alat dan Bahan: Buku pedoman pelaksanaan pemantauan garam beriodium di tingkat masyarakat (Direktorat Bina Gizi Masyarakat, 2010), larutan uji garam beriodium, formulir survei dan format pelaporan

E. Balita 6-59 Bulan Mendapat Kapsul Vitamin A 1. Definisi operasional:

a. Balita 6-59 bulan adalah balita umur 6-59 bulan yang ada di suatu wilayah kabupaten/kota

b. Bayi umur 6-11 bulan adalah bayi umur 6-11 bulan yang ada di suatu wilayah kabupaten/kota

c. Balita umur 12-59 bulan adalah balita umur 12-59 bulan yang ada di suatu wilayah kabupaten/kota

d. Kapsul vitamin A adalah kapsul yang mengandung vitamin A dosis tinggi, yaitu 100.000 Satuan Internasional (SI) untuk bayi umur 6-11 bulan dan 200.000 SI untuk anak balita 12-59 bulan


(50)

e. Persentase balita mendapat kapsul vitamin A adalah jumlah bayi 6-11 bulan ditambah jumlah balita 12-59 bulan yang mendapat 1 (satu) kapsul vitamin A pada periode 6 (enam) bulan dibagi jumlah seluruh balita 6-59 bulan yang ada di satu wilayah kabupaten/kota dalam periode 6 (enam) bulan yang didistribusikan setiap Februari dan Agustus dikali 100%

2. Ukuran indikator : Kinerja dinilai baik jika persentase balita 6-59 bulan mendapat Vitamin A sesuai target

3. Rumus:

4. Sumber data: Laporan pemberian kapsul Vitamin A untuk balita pada bulan Februari dan Agustus

5. Pengamatan dan pelaporan dilakukan setiap 6 bulan yaitu pada bulan Februari dan Agustus.

6. Alat dan Bahan: Formulir pencatatan pendistribusian kapsul Vitamin A dan formulir laporan yang sudah ada

F. Ibu Hamil Mendapat 90 Tablet Tambah Darah (TTD) atau Tablet Fe 1. Definisi:

a. Tablet Tambah Darah (TTD) atau tablet Fe adalah tablet yang mengandung Fe dan asam folat, baik yang berasal dari program maupun mandiri


(51)

b. TTD program adalah tablet yang mengandung 60 mg elemental besi dan 0,25 mg asam folat yang disediakan oleh pemerintah dan diberikan secara gratis pada ibu hamil

c. TTD mandiri adalah TTD atau multi vitamin dan mineral, minimal mengandung elemental besi dan asam folat yang diperoleh secara mandiri sesuai anjuran.

d. Ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah ibu yang selama masa kehamilannya minimal mendapat 90 TTD program maupun TTD mandiri

e. Persentase ibu hamil mendapat 90 TTD atau tablet Fe adalah jumlah ibu hamil yang mendapat 90 TTD atau tablet Fe dibagi jumlah seluruh ibu hamil yang ada di satu wilayah tertentu dikali 100%. 2. Ukuran indikator: Kinerja dinilai baik jika persentase ibu selama hamil

mendapat 90 tablet Fe sesuai target 3. Rumus:

Perhitungan dengan rumus di atas dilakukan untuk menghitung cakupan dalam satu tahun

4. Sumber data: Laporan Monitoring Puskesmas (Kohor Ibu)

5. Pengamatan dilakukan setiap saat sedangkan untuk frekuensi pelaporan dilakukan setiap bulan


(52)

6. Alat dan Bahan: Formulir monitoring bulanan ibu selama hamil dan jumlah tablet Fe yang dikonsumsi, dan formulir pelaporan

G. Kabupaten/Kota Melaksanakan Surveilans Gizi 1. Definisi:

a. Surveilans gizi yang dimaksud dalam petunjuk pelaksanaan ini adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

b. Persentase kabupaten/kota yang melaksanakan surveilans gizi adalah jumlah kabupaten dan kota yang melaksanakan surveilans gizi dibagi dengan jumlah seluruh kabupaten dan kota yang ada di satu wilayah provinsi pada kurun waktu tertentu dikali 100%. 2. Ukuran indikator: Kinerja dinilai baik jika persentase kabupaten/kota

yang melaksanakan surveilans gizi sesuai dengan target Rumus:

3. Sumber data berasal dari laporan kabupaten dan kota

4. Pengamatan dilaksanakan setiap saat, sedangkan pelaporan dilakukan setiap bulan.


(53)

H. Penyediaan Bufferstock MP-ASI untuk Daerah Bencana 1. Definisi:

a. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) adalah makanan yang diberikan kepada bayi dan anak umur 6-24 bulan untuk memenuhi kebutuhan gizi

b. Buffer stock MP-ASI adalah MP-ASI yang disediakan untuk antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya.

c. Persentase penyediaan buffer stock MP-ASI adalah jumlah MP-ASI yang diadakan dibagi dengan jumlah buffer stock MPASI yang diperlukan untuk antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya.

2. Ukuran indikator : Kinerja dinilai baik jika pengadaan bufferstock MP-ASI sesuai dengan target

3. Rumus:

4. Sumber data berasal dari laporan pendistribusian MP-ASI. Untuk frekuensi pengamatan dilakukan setiap saat, sedangkan pelaporannya dilakukan setiap bulan.


(54)

2.2.8 Hubungan Surveilans gizi dan Sistem Informasi Gizi

Pemerintah telah mengupayakan penanggulangan masalah gizi dengan mengembangkan usaha perbaikan gizi keluarga (UPGK). Kegiatan utama UPGK adalah penyuluhan gizi melalui pemberdayaan keluarga dan masyarakat ( Depkes,1993 ).

Strategi lain yang dapat dilakukan adalah melalui keluarga sadar gizi atau disebut juga dengan KADARZI. Tujuan dari program KADARZI adalah meningkatkan pengetahuan dan perilaku keluarga untuk mengatasi masalah gizi. Indikator keluarga sadar gizi antara lain adalah; status gizi anggota keluarga khusunya ibu dan anak baik, tidak ada lagi bayi berat lahir rendah pada keluarga, semua anggota keluarga mengonsumsi garam beryodium, semua ibu memberikan hanya ASI saja pada bayinya sampai usia 6 bulan dan semua balita yang ditimbang naik berat badannya sesuai usia

(Depkes, 2007).

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) adalah suatu keluarga yang mampu mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggotanya. Suatu keluarga disebut KADARZI apabila telah berperilaku gizi yang baik yang dicirikan minimal dengan:

a. Menimbang berat badan secara teratur.

b. Memberikan Air Susu Ibu (ASI) saja kepada bayi sejak lahir sampai umur enam bulan (Ekslusif ).

c. Makan beraneka ragam.


(55)

e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran.

Jejaring KADARZI adalah suatu jaringan kerjasama aktif antar departemen terkait, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, swasta, dunia usaha dan mitra lainnya yang bertujuan untuk secara bersama-sama melakukan promosi KADARZI. Agar Jejaring dapat berfungsi dan mencapai tujuan yang diharapkan maka perlu dilakukan koordinasi dalam Jejaring melalui:

1. Pertemuan rutin antar anggota jejaring setiap tiga bulan.

2. Pemberian informasi/data terbaru secara reguler tentang perkembangan KADARZI, masalah gizi dan penanggulangannya di Indonesia melalui website (www.gizi.net), mailing list, newsletter yang ada, seminar, lokakarya dll.

3. Peningkatan kapasitas sumber daya manusia dalam mengelola data base KADARZI ( Depkes,2007 ).

Dengan demikian untuk dapat mengetahui keberhasilan dari program KADARZI tersebut, upaya pemerintah dalam monitoring yaitu dengan melakukan kegiatan surveilans gizi. Menurut Kemenkes (2012) surveilans gizi adalah suatu proses pengumpulan, pengolahan dan diseminasi informasi hasil pengolahan data secara terus menerus dan teratur tentang indikator yang terkait dengan kinerja pembinaan gizi masyarakat.

Dimana nantinya data dari hasil program surveilans gizi akan diseminasi secara cepat melalui sistem informasi gizi berbasis website yang dapat diakses melalui internet.


(56)

Dalam Renstra 2010-2014 terdapat strategi untuk mencapai visi dan misi Kementerian kesehatan. Kementerian kesehatan memiliki Visi dan Misi tahun 2010 - 2014, yaitu:

a. Visi : “masyarakat sehat yang mandiri dan berkeadilan” b. Misi

1. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, melalui pemberdayaan masyarakat, termasuk swasta dan masyarakat madani.

2. Melindungi kesehatan masyarakat dengan menjamin tersedianya upaya kesehatan yang paripurna, merata, bermutu, dan berkeadilan.

3.Menjamin ketersediaan dan pemerataan sumberdaya kesehatan. 4.Menciptakan tata kelola kepemerintahan yang baik.

Dalam rangka pencapaian Visi dan Misi 2010–2014 tersebut, Kementerian Kesehatan RI telah menetapkan empat strategi utama. Keempat strategi tersebut adalah: Pertama, menggerakkan dan memberdayakan masyarakat untuk hidup sehat, Kedua, meningkatkan akses masyarakat terhadap pelayanan kesehatan berkualitas, Ketiga, meningkatkan sistem Survailans, monitoring dan informasi kesehatan, Keempat, meningkatkan pembiayaan kesehatan.

Dalam rangka melaksanakan strategi terutama strategi ketiga, Direktorat Bina Gizi telah memutuskan untuk meningkatkan sistem surveilans gizi melalui pemantapan pelaporan data gizi berbasis website yaitu pelaporan kinerja pembinaan gizi masyarakat berbasis website (SIGIZI).


(57)

2.3Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi adalah suatu sistem di dalam suatu organisasi yang mempertemukan kebutuhan pengolahan transaksi harian yang mendukung fungsi operasi organisasi yang bersifat manajerial dengan kegiatan strategi dari suatu organisasi untuk dapat menyediakan kepada pihak luar tertentu dengan laporan-laporan yang diperlukan (Sutabri, 2005).

Sistem Informasi merupakan sistem yang mempunyai kemampuan untuk mengumpulkan informasi dari semua sumber dan menggunakan berbagai media untuk menampilkan informasi (Mc. Leod, 2008).

Menurut The encyclopedia of management yang dikutip oleh Malayu. Hasibuan (2007) sistem informasi manajemen adalah pendekatan- pendekatan yang direncanakan dan di susun untuk memberikan bantuan yang piawai yang memudahkan proses manajerial kepada pejabat pimpinan.

Menurut WHO (2000) sistem informasi kesehatan mengintegrasikan pengumpulan data, pengolahan, pelaporan, dan penggunaan informasi yang diperlukan untuk meningkatkan manajemen layanan kesehatan yang efektif dan efisien di semua tingkat pelayanan kesehatan.

2.3.1 Tujuan Sistem Informasi Kesehatan

Sistem informasi kesehatan bertujuan memberikan informasi yang akurat, tepat waktu dan dalam bentuk yang sesuai dengan kebutuhan untuk (Depkes, 2007) :


(58)

1. pengambilan keputusan diseluruh tingkat administrasi dalam rangka perencanaan, penggerakkan, pelaksanaan, pengawasan, pengendalian dan penilaian

2. mengatasi masalah-masalah kesehatan melalui isyarat dini dan upaya penanggulangannya

3. meningkatkan peran masyarakat dan meningkatkan kemampuan masyarakat untuk menolong dirinya sendiri

4. meningkatkan penggunaan dan penyebarluasan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang kesehatan

2.3.2 Assessment terhadap Determinan Teknis Sistem Informasi Kesehatan Upaya pengembangan Sistem Informasi Kesehatan (SIK) harus dimulai dengan kegiatan penilaian secara menyeluruh kondisi sistem kesehatan yang ada serta kebutuhan terhadap pengembangan ke depan. Assessment tersebut akan determinan teknis SIK yang meliputi (Depkes, 2007) :

1. input data : yang mencakup keakuratan dan kelengkapan pencatatan dan pengumpulan data

2. analisis, pengiriman dan pelaporan data : meliputi efisiensi, kelengkapan dan mutunya di semua tingkatan

3. penggunaan informasi : meliputi pengambilan keputusan dan tindakan yang diambil berkaitan dengan kebijakan di tingkat unit pelayanan perorangan/masyarakat, program maupun pengambil kebijakan tingkat tinggi


(59)

4. sumber daya sistem informasi : meliputi ketersediaan, kecukupan dan penggunaan sumber daya esensial, anggaran, staff yang terdidik dan terampil, fasilitas untuk penyimpanan data, peralatan untuk komunikasi data, penyimpanan, analisis, dan penyiapan dokumen (fax,komputer,printer, dll)

2.3.3 Identifikasi Kebutuhan Informasi

Terdapat tahapan dalam mengidentifikasi informasi yang dibutuhkan yaitu sebagai berikut (WHO,2000) :

1. Melakukan analisis fungsional pada setiap tingkat manajemen sistem pelayanan kesehatan yaitu mendefinisikan kebutuhan informasi dimulai dengan analisis fungsi dari tingkat manajemen yang berbeda dari sistem kesehatan. Analisis fungsional ini harus fokus pada prioritas masalah kesehatan, strategi dan tujuan nasional, pelayanan dasar dan manajemen, sumber daya kesehatan untuk melaksanakan pelayanan, dan proses manajemen yang dibutuhkan untuk merencanakan, memantau, dan mengendalikan layanan dan sumber daya baik yang meliputi perawatan individu maupun pusat kesehatan masyarakat. 2. Identifikasi informasi yang dibutuhkan dan pilih indikator yang layak.

Setelah prioritas pelayanan dan sumber daya diketahui dapat memungkinkan untuk mengidentifikasi informasi yang relevan untuk memonitor fungsi dari sistem. Informasi yang dibutuhkan menjadi dasar dalam penentuan indikator. Dalam pemilihan indikator dilakukan


(60)

dengan melihat validitas, spesifisitas dan sensitivitasnya; sumber daya yang dibutuhkan untuk pengumpulan data; dan keputusan yang dihasilkan dari indikator tersebut relevan.

Informasi yang dibutuhkan pada tiap tingkatan manajemen kesehatan (tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota) memiliki manfaat yang bervariasi. Pada tingkat pusat informasi dibutuhkan untuk formulasi kebijakan dan rencana strategi. Pada tingkat regional atau provinsi, kebutuhan informasi diarahkan untuk mendukung dalam perencanaan jangka menengah. Sedangkan pada tingkat daerah atau kabupaten/kota informasi dibutuhkan untuk kebutuhan operasional dalam mengukur fungsi sistem kesehatan kabupaten/kota.

2.4 Health Metrics Network/ HMN (WHO, 2008)

HMN menggunakan kekuatan dari sebuah jaringan global untuk mengkoordinasi dan penyelarasan dari mitra di seluruh kerangka yang harmonis untuk mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan negara. Bagian dari kerangka HMN ini menggambarkan enam komponen sistem informasi kesehatan dan standar yang dibutuhkan untuk masing-masing sistem informasi kesehatan. Terdapat nilai yang jelas dalam mendefinisikan apa itu sistem informasi kesehatan dan bagaimana komponennya saling terkait satu sama lain untuk menghasilkan informasi yang lebih baik untuk keputusan yang lebih baik dan kesehatan yang lebih baik.

Selain enam komponen, sistem informasi kesehatan dapat dibagi lagi menjadi input, proses, dan output. Input mengacu pada sumber daya, proses mengacu tentang


(61)

bagaimana indikator dan sumber data yang dipilih dan data yang dikumpulkan dan dikelola, sedangkan output menjelaskan mengenai penyebaran, produksi dan penggunaan informasi yang dihasilkan.

Enam komponen dari sistem informasi kesehatan serta penilaian komponen tersebut adalah sebagai berikut:

1. Sumber daya

Terdiri dari peraturan legistatif dan kerangka kerja perencanaan yang diperlukan untuk memastikan informasi kesehatan yang berfungsi penuh, dan sumber daya yang merupakan prasyarat untuk suatu sistem untuk menjadi fungsional.

Sumber daya juga melibatkan personil, pembiayaan, dukungan logistik, informasi dan teknologi komunikasi (ICT) serta mekanisme koordinasi di dalam dan antar enam komponen.

a.) Kebijakan dan Koordinasi

Mengembangkan dan memperkuat sistem informasi kesehatan tergantung bagaimana lembaga-lembaga dan unit fungsi dan berinteraksi. Hukum dan peraturan dalam kesehatan sangat penting karena mereka memungkinkan mekanisme untuk ditetapkan untuk memastikan ketersediaan data. Adanya kerangka hukum dan kebijakan yang konsisten dengan standar internasional, dapat menentukan parameter etis untuk pengumpulan data, dan penyebaran informasi dan menggunakan. Kerangka kebijakan kesehatan informasi harus mengidentifikasi pelaku utama dan koordinasi mekanisme, memastikan link ke program pemantauan, dan mengidentifikasi mekanisme akuntabilitas.


(62)

Tabel 2.1–Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Kebijakan dan Koordinasi

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Dinas Kesehatan Kabupaten memiliki regulasi yang up-to-data berisi kerangka kerja untuk sistem informasi kesehatan

Undang-undang yang mencakup semua aspek ada dan ditegakkan Undang-undang yang meliputi beberapa aspek yang ada dan ditegakkan Undang-undang ada tapi belum dilaksanak an tidak ada perundang-undangan tersebut

2 Ada kegiatan rutin untuk pemantauan kinerja sistem informasi kesehatan dari berbagai subsistem

Ya, itu ada dan digunakan secara teratur

Ya, tapi jarang digunakan Ya, tetapi tidak pernah digunakan Tidak

3 Terdapat kebijakan resmi untuk melakukan

pertemuan di tingkat daerah dan kecamatan untuk meninjau informasi dan mengambil tindakan berdasarkan informasi

Ya, kebijakan yang ada dan sedang dilaksanakan

Kebijakan ada, tapi rapat yang tidak biasa Kebijakan keluar, tetapi belum diimpleme ntasikan Tidak ada kebijakan

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

b.) Dana dan Tenaga Pelaksana

Perbaikan sistem informasi kesehatan Nasional tidak dapat dicapai kecuali perhatian diberikan kepada pelatihan, penyebaran, remunerasi dan karir pengembangan sumber daya manusia di semua tingkat. Pada tingkat nasional, terampil epidemiologi, statistik dan ahli kependudukan yang diperlukan untuk mengawasi kualitas data dan standar untuk koleksi, dan untuk memastikan sesuai analisis dan penggunaan informasi. Pada tingkat perifer,


(63)

staf informasi kesehatan harus bertanggung jawab untuk pengumpulan data, pelaporan dan analisis.

Tabel 2.2– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Dana dan Tenaga Pelaksana

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada

tetapi kurang memadai Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Ada sebuah unit fungsional, yang bertanggung jawab untuk administrasi sistem informasi kesehatan, manajemen, analisis, diseminasi dan penggunaan informasi di tingkat daerah

Unit pusat yang fungsional dengan sumber daya memadai

Unit pusat yang fungsional tetapi tidak memiliki sumber daya yang memadai Unit fungsiona l pusat telah sangat terbatas kapasitas Tidak ada fungsi pusat unit administrat if di kementeria n kesehatan

2 Aktivitas kapasitasi tenaga telah terjadi selama setahun untuk staf fasilitas kesehatan (pengumpulan data, penilaian diri, analisis dan presentasi) Kapasitas cukup telah terjadi sebagai bagian dari rencana pengembangan sumber daya manusia Cukup kapasitas, tetapi sebagian besar bergantung pada dukungan eksternal (misalnya, donor) dan masukan Kapasitas terbatas bangunan Tidak

3 Ada anggaran tertentu dalam anggaran

nasional untuk berbagai sektor untuk

memberikan secara memadai untuk berfungsi nya untuk semua sumber data yang relevan dalam pelayanan kesehatan

Ya, ada item tertentu garis anggaran - anggaran nasional untuk menyediakan secara memadai untuk berfungsi nya untuk semua sumber data yang relevan Nasional item baris anggaran - nya terbatas tetapi memungkinkan untuk fungsi yang memadai dari semua sumber data yang relevan

Nasional item baris anggaran - nya terbatas dan tidak memung kinkan untuk berfungsi yang memadai dari semua relevan sumber Tidak ada, nasional budget-line item dan fungsi yang paling relevan sumber data tidak memadai


(64)

data

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

c.) Sarana

Kebutuhan infrastruktur nasional seperti pensil dan kertas, web-terhubung, ICT. Pada tingkat paling dasar pencatatan, ada kebutuhan untuk menyimpan, file dan mengambil catatan. Namun, ICT memiliki potensi untuk meningkatkan ketersediaan, penyebaran dan penggunaan data yang berhubungan dengan kesehatan. Sementara teknologi informasi dapat meningkatkan jumlah dan kualitas data yang dikumpulkan, teknologi komunikasi dapat meningkatkan ketepatan waktu, analisis dan penggunaan informasi.

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi

kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

1 Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk merekam pelayanan kesehatan tersedia Ya, formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang selalu tersedia untuk merekam informasi yang diperlukan Kadang-kadang ada perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain tapi ini tidak mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan Ada stock-Out perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan pelayanan Kesehatan tidak mampu memenuhi persyaratan pelaporan karena kurangnya rekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)


(65)

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana (lanjutan)

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi

kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

2 Formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lainnya yang dibutuhkan untuk melaporkan pelayanan kesehatan tersedia Ya, formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang selalu tersedia untuk merekam informasi yang diperlukan Kadang-kadang ada stock-Out perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain tapi ini tidak mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan Ada stock-Out perekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain yang mempengaruhi pencatatan informasi yang diperlukan pelayanan Kesehatan tidak mampu memenuhi persyaratan pelaporan karena kurangnya rekaman formulir, kertas, pensil dan perlengkapan lain

3 Tersedianya komputer di kantor-kantor yang relevan di nasional, regional / provinsi dan distrik

Ya, semua di kabupaten, tingkat nasional / regional dan provinsi memiliki komputer untuk tujuan ini Beberapa kantor kabupaten yang relevan dan sebagian besar kantor-kantor nasional dan regional / provinsi memiliki komputer untuk tujuan ini Beberapa kantor regional provinsi yang relevan dan mayoritas suara Nasional memiliki komputer untuk tujuan ini Tidak, hanya relevan kantor Nasional memiliki komputer untuk tujuan ini

4 Peralatan ICT (telpon, koneksi internet dan e-mail) tersedia di tingkat nasional, regional provinsi dan kabupaten

Ya, ICT infra-struktur dasar ada di tempat di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Infrastruktur ICT dasar ada di tempat di tingkat nasional; lebih dari 50% di tingkat regional provinsi; tapi kurang dari 50% di tingkat

Kabupaten

Infrastruktur ICT dasar ada di tempat di tingkat nasional; tapi kurang dari 50% pada regional / tingkat propinsi dan Kabupaten Infrastruktur ICT dasar adalah di tempat hanya pada tingkat nasional

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)


(66)

Tabel 2.3– Penilaian Sumber Daya Sistem Informasi Kesehatan Nasional: Sarana (lanjutan)

Item Sangat

Memadai

Memadai Ada tetapi

kurang memadai

Tidak adekuat sama sekali

3 2 1 0

5 Dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT tersedia di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Ya, ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT di tingkat distrik dan nasional, regional / provinsi Ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT di tingkat nasional; lebih dari 50% tingkat regional / provinsi; tapi kurang dari 50% di tingkat Kabupaten Ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT di tingkat nasional; tapi kurang dari 50% pada regional / tingkat propinsi dan Kabupaten Ada dukungan untuk pemeliharaan peralatan ICT hanya di tingkat nasional

Sumber: Health Metrics Network, Assessing the national health information system (WHO, 2008)

2. Indikator

Satu set inti dari indikator dan sasaran yang terkait untuk tiga domain informasi kesehatan berupa determinan kesehatan, sistem kesehatan, dan status kesehatan adalah dasar untuk rencana dan strategi sistem informasi kesehatan. Indikator harus mencakup faktor-faktor penentu kesehatan, input sistem kesehatan, keluaran dan hasil, dan status kesehatan. Indikator kesehatan harus valid, dapat dipercaya, spesifik, sensitive dan layak/terjangkau dalam pengukuran. Selain itu juga harus relevan dan berguna untuk pengambilan


(1)

seperti SIP (Sistem Informasi Posyandu) format ini kami yang buat lalu distribusikan ke Puskesmas, dari Puskesmas akan di sebarkan ke Posyandu-Posyandu.

 Informan B : iya ada, dan biasanya sudah ada pengalokasian dana masing-masing.

 Informan C : anggaran dana sudah tercukupi, karena semua formulir dan fasilitas sudah tersedia, suplaian PMT juga ada, semua itu dikirim dari Dinkes.

 Informan D : Biasanya kita disuruh nyusun rencana anggaran dulu, tapi selama ini dana yang digunakan untuk bagian gizi sudah cukup.  Informan E : Untuk dana dalam proses penyusunan laporan hasil

kegiatan Posyandu tidak ada, karena rata-rata kader Posyandu itu tenaga sosial.

Sarana  Informan A ; komputer, alat tulis, dan internet sudah tersedia di Dinkes ini

 Informan B : Sarana untuk komputer ada dan sudah tersedia dengan baik.

 Informan C : Sudah ada di Puskesmas ini Komputer , formulir, dan alat tulis, koneksi internet juga ada.


(2)

 Informan D : untuk sarana seperti komputer sudah ada, tinggal menjalankannya saja.

 Informan E : ada, buku besar, alat tulis, formulir sudah ada.

Kebijakan  Informan A : Untuk Kebijakan hanya ada kebijakan umum yang terdapat dalam Renstra Dinkes Kota Tangerang. Sedangkan untuk kebijkan untuk pertemuan kordinasi dengan kecamatan tidak ada.

 Informan B :Tidak ada kebijakan pertemuan dengan pihak kecamatan, selama ini kita hanya berkoordinasi dengan TPG dari Puskesmas saja.  Informan C : Sepertinya tidak ada, disini kita hanya menjalankan tugas

yang dari Dinkes untuk melaporkan data gizi itu.

 Informan D :Saya rasa tidak ada kebijakan pertemuan dengan kecamatan, biasanya kami hanya komunikasi dengan Dinkes.

 Informan E : Pertemuan di tingkat Kecamatan tidak ada, adanya pertemuan Lokmin yang diadakan oleh Puskesmas.

2. Indikator  Informan A : Ada SKDN, ada cakupan vit.A, tablet Fe, cakupan Asi Ekslusif, Balita BGM, data 2T, data B, data O, data T, cakupan garam iodium, kasus gizi buruk lama dan baru.


(3)

data O, data T, data 2T. Pokoknya seperti yang ada di buku pedoman surveilans gizi.

 Informan C : Kendalanya ya itu, masih ada kader posyandu yang melaporkannya lewat dari tanggal 20, jadi harus ditelfon dulu.

 Informan D : ada beberapa Kader yang melaporkan telat, jadi terkadang kita jadi telat ngasih ke Dinkes.

 Informan E : Kendalanya dalam membuat laporan tidak semua kader mengerti. Lebih sering yang membuat laporan itu ya ketua kadernya. Lagi pula rata-rata semua kader ibu rumah tangga, jadi kadang suka ngurusin keluarga dulu baru ngurusin Posyandu.

3. Sumber Data  Informan A : Sumber data awal itu berawal dari Posyandu dari buku SIP yang Dinkes buat. Di buku SIP tersebut ada data Balita sesuai usianya ada pengelompokan yaitu 0-5 bulan, 6-11 bulan, 12-23 bulan, dan 24-59 bulan, agar memudahkan kader dalam mencatat.

 Informan B : yang di Dinkes semua data dari Puskesmas, tp sebelumnya Puskesmas kan dapat data nya dari Posyandu. Jadi sumber data awal ya Posyandu.

 Informan C : Data semua berasal dari formulir 1 yang berasal dari Posyandu. Iya sudah ada pengelompokan data berupa usia dan seks.  Informan D : Sumber data dari Posyandu, nanti kan ada Kader yang


(4)

biasa melaporkan F1. Ada pengelompokan Usia di buku SIP.

 Informan E : Data itu dari kegiatan Posyandu, tidak ada data kematian balita yang kita laporkan ke Puskesmas, ya palingan balita yang kena gizi buruknya parah saja sama data hasil kegiatan Posyandu setiap bulan. 4. Manajemen Data  Informan A : Tentu ada buku pedoman dalam melakukan pengmpulan

data ataupun pengolahan data, kita pakai yang berasal dari Kemenkes Buku Surveilans Gizi.

 Informan B : Ada biasanya pakai buku pedoman Surveilans Gizi.

 Informan C : buku pedoman ada, kita juga suka dapat pelatihan dan bimbingan dari Dinkes di Rapat Bulanan.

 Informan D : ada ya, tapi biasanya Dinkes suka supervisi ya, jadi suka dikasih tahu juga ini benar apa salah gitu.

 Informan E : Tidak ada buku pedoman, kita dapat penyuluhan cara membuat laporan, di Puskesmas juga suka dikasih tahu caranya saat kasih laporan apa ada data yang salah isi atau tidak.

5. Produk Informasi  Informan A : iya hasil produk dilaporan kan setiap bulan, tapi untuk lebih jelasnya bisa ditanyakan ke staf gizi saya.

 Informan B : Sebenarnya biasanya rutin setiap bulan, tapi pada waktu bulan agustus ada kendala sigizi maintanice/perbaikan, saya kira tidak bisa kirim data,ternyata saya salah buka home page akhirnya saya baru


(5)

melaporkan bulan agustus sampai desember 2013 secara bersamaan.  Informan C : Rutin ya setiap bulan sih dilaporkan, tapi ya itu tadi

kadang suka terlambat juga.

 Informan D : Setiap bulan selalu kirim laporan ke Dinkes

 Informan E : Selalu rutin ya setiap bulan dilaporkan, kadang suka terlambat juga. Tapi kita tetap laporkan datanya.

6. Diseminasi  Informan A : Program gizi yang dilakukan belum lama itu ada Penyuluhan Masa Emas. dimana perbaikan gizi diprioritaskan pada usia seribu hari pertama kehidupan, yaitu 270 hari selama kehamilan dan 730 hari pada kehidupan pertama bayi yang dilahirkan.

 Informan B : Biasanya kita sudah merencanakan program gizi untuk satu tahun kedepan, contoh misalkan kita melihat akumulasi hasil status gizi tahun 2012 kemarin lalu kita bikin program untuk tahun 2013 kedepan.

 Informan C : Program gizi itu dari Dinkes, kita hanya menjalankan apa yang menjadi tugas kita dalam mensukseskan program gizi yang dari Dinkes itu ya.

 Informan D : untuk program gizi, kadang dari Dinkes suka memberitahukan ada kegiatan apa ata program apa yang nanti nya juga akan melibatkan Puskesmas.


(6)