Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN Kekuatan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kerja Karyawan Magang Bakti Dengan Bank Central Asia Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Era reformasi yang semula diharapkan mampu membangun sebuah kondisi hukum, sosial, politik, ekonomi dan budaya yang lebih transparan dan demokratis ternyata sampai saat ini manfaatnya belum dirasakan oleh kalangan pekerjaburuh. Penghalang dari semuaharapan itu tentu saja berawal dari adanya kepincangan dalam sistem hukum ketenagakerjaan, yaitu adanya hambatan yang bersifat struktural, kultural, substansi perundang-undangan atau kebijakan, maupun hambatan finansial yang berimplikasi pada lemahnya penegakan hukum ketenagakerjaan dari pemerintah dan minimnya perlindungan kerja maupun syarat-syarat kerja dari pengusaha terhadap pekerjaburuh secara keseluruhan. 1 Perlindungan hukum terhadap pekerja merupakan pemenuhan hak dasar yang melekat dan dilindungi oleh konstitusi sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 “Tiap -tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan”, dan Pasal 33 ayat 1 yang menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama atas kekeluargaan”. 2 Pelanggaran terhadap hak dasar yang dilindungi konstitusi merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Perlindungan terhadap tenaga kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak 1 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, 2008, Hukum Perlindungan Konsumen, PT Raja Grafindo Persada, hal 19. 2 Penjelasan Umum Undang-Undang Dasar Tahun 1945 2 dasar pekerja dan menjamin kesamaan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha dan kepentingan pengusaha. Permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia terkait mengenai hubungan kerja tidak seimbang antara pengusaha dengan buruh dalam pembuatan perjanjian kerja. Bukan hanya tidak seimbang dalam membuat perjanjian, akan tetapi iklim persaingan usaha yang makin ketat yang menyebabkan perusahaan melakukan efisiensi biaya produksi cost of production . Salah satu solusinya adalah dengan sistem Magang Bakti , dimana dengan sistem ini perusahaan dapat menghemat pengeluaran dalam membiayai Sumber Daya Manusia SDM yang bekerja di perusahaan bersangkutan. 3 Dalam praktek dan perkembangannya Perjanjian kerja dengan sistem Magang Bakti dibuat menggunakan klausula baku atau yang umumnya dikenal orang sebagai perjanjian dengan syarat-syarat baku. Klausula baku ini telah disiapkan terlebih dahulu oleh pelaku usaha dan isinya telah ditentukan sepihak oleh pelaku usaha sehingga isinya sudah tentu lebih menguntungkan pelaku usaha sebagai pihak yang lebih tinggi kedudukannya. Dalam penggunaannya, kebebasan untuk melakukan kontrak serta pemberian kesepakatan terhadap kontrak tersebut tidak dilakukan sebebas dengan perjanjian yang dilakuka nsecara langsung dengan melibatkan para pihak dalam menegosiasikan klausula perjanjian, tentu tanpa menjunjung prinsip konsesualisme yang berdasarkan kehendak bebas dari 3 Sehat Damanik, 2006, Outsourcing Perjanjian Kerja Menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan , DSS Publishing hal 6. 3 para pihak dan asas itikad baik. Problematika mengenai Magang Bakti Alih Daya memang cukup bervariasi. Hal ini dikarenakan penggunaan outsourching Alih Daya dalam dunia usaha di Indonesia kini semakin marak dan telah menjadi kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda oleh pelaku usaha, sementara regulasi yang ada belum terlalu memadai untuk mengatur tentang Magang Bakti yang telah berjalan tersebut. Berdasarkan pengamatan sementara penulis, bahwa kedudukan para pihak dalam pembuatan perjanjian kerja dengan sistem Magang Bakti sangat lemah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya keseimbangan hak dan kewajiban antara pekerja dengan pihak perusahaan Magang Bakti . Indikasi lemahnya perlindungan hukum terhadap pekerja, utamanya pekerja kontrak yang bekerja pada perusahaan Magang Bakti ini dapat dilihat dari banyaknya penyimpangan danatau pelanggaran terhadap norma kerja dan norma Keselamtan dan Kesehatan Kerja K3 yang dilakukan oleh pengusaha dalam menjalankan bisnis. Penyimpangan danatau pelanggaran tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut: 4 1. Perusahaan tidak melakukan klasifikasi terhadap pekerjaan utama core business dan pekerjaan penunjang perusahaan non core bussiness yang merupakan dasar dari pelaksanaan Magang Bakti Alih Daya, sehingga dalam praktiknya yang di outsource adalah sifat dan jenis pekerjaan utama perusahaan. Tidak adanya klasifikasi terhadap sifat dan jenis pekerjaan 4 Ibid. 4 yang di outsource mengakibatkan pekerjaburuh dipekerjakan untuk jenis- jenis pekerjaan pokok atau pekerjaan yang berhubungan langsung dengan proses produksi, bukan kegiatan penunjang sebagaimana yang dikehendaki oleh undang-undang; 2. Perusahaan yang menyerahkan pekerjaan principal menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaannya kepada perusahaan lainperusahaan penerima pekerjaan vendor yang tidak berbadan hukum. 3. Perlindungan kerja dan syarat-syarat kerja bagi pekerjaburuh Magang Bakti sangat minim jika dibandingkan dengan pekerjaburuh lainnya yang bekerja langsung pada perusahaan. Principal danatau tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Fakta dan peristiwa yang sering terjadi berupa: a. Hubungan kerja antara pekerjaburuh dengan vendor tidak dibuat dalam bentuk Perjanjian Kerja secara tertulis, sehingga status pekerjaburuh menjadi tidak jelas, apakah berdasarkan PKWT atau PKWTT, karena ketidakjelasan status ini sewaktu-waktu pekerjaburuh dapat diberhentikan di-PHK tanpa uang pesangon akan tetapi dari sisi tenaga kerja, kondisi demikian sering menimbulkan persoalan, khususnya masalah ketidakpastian hubungan kerja. “P erusahaan Magang Bakti biasanya membuat perjanjian kontrak dengan pekerja apabila ada perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Kontrak tersebut biasanya hanya berlaku selama pekerjaan masih tersedia, dan apabila kontrak atas pekerjaan tersebut telah berakhir, maka hubungan kerja antara pekerja 5 dan perusahaan Magang Bakti juga berakhir. Dalam kondisi demikian biasanya perusahaan Magang Bakti memberlakukan prinsip no work no pay, yaitu pekerja tidak akan digaji selama tidak bekerja, sekalipun hubungan kerja di antara mereka telah berlangsung bertahun- tahun”. b. Sebagai pekerja kontrak, maka Pekerjaburuh Magang Bakti tidak mendapatkan job security dan jaminan pengembangan karier, tidak ada jaminan kelangsungan kerja, tidak memperoleh THR dan tidak diberikan pesangon setelah diPHK, serta tidak terpenuhi hak-hak dasar lainnya sebelum, selama dan setelah pekerjaburuh bekerja. Kesenjangan antara das sollen keharusan dan das sain kenyataan dalam praktik Magang Bakti ini disamping menimbulkan penderitaan bagi kaum pekerjaburuh juga berdampak pada kemajuan produktivitas perusahaan. Stigmatisasi atas praktik Magang Bakti selain berdampak pada rendahnya komitmen, motivasi dan loyalitas pekerjaburuh terhadap perusahaan dan penurunan tingkat produktifitas kerja, juga menimbulkan eskalasi perselisihan hubungan industrial yang dapat menjurus pada aksi mogok kerja dan demontrasi. Padahal untuk menciptakan hubungan kerja yang harmonis, segala bentuk gejala yang mengarah pada perselisihan harus dihindari. Menurut Adrian Sutedi, di dalam bukunya mengatakan: “T idak dapat dipungkiri bahwa perkembangan dunia usaha sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi hubungan industrial, utamanya peranan pihak-pihak yang berkepentingan dalam dunia usaha tersebut stake holders, semakin 6 baik hubungan industrial maka semakin baik perkembangan dunia usaha”. 5 Jadi keharmonisan dalam hubungan industrial tergantung bagaimana para pihak memenuhi kewajibannya terhadap pihak lain sehingga pihak yang lain itu mendapatkan hak-haknya. Problema Magang Bakti di Indonesia semakin parah seiring dilegalkannya praktik Magang Bakti dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang banyak menuai kontroversi. Di tengah kekhawatiran masyarakat akan lahirnya kembali bahaya kapitalisme, pemerintah justru melegalkan praktik Magang Bakti yang secara ekonomi dan moral merugikan pekerjaburuh. Kontroversi itu berdasarkan kepentingan yang melatarbelakangi konsep pemikiran dari masing-masing subjek. Sehubungan dengan uraian di atas maka penulis merasa tertarik untuk lebih mengetahui secara nyata dan lebih mendalam dan membahas permasalahan ini dalam satu tulisan karya ilmiah dengan judul “Kekuatan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kerja Karyawan Magang Bakti Dengan Bank Central Asia Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan. ”

B. Rumusan Masalah

Dokumen yang terkait

KEKUATAN HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MAGANG BAKTI DENGAN BANK CENTRAL ASIA Kekuatan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kerja Karyawan Magang Bakti Dengan Bank Central Asia Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

0 2 16

KEKUATAN HUKUM PELAKSANAAN PERJANJIAN KERJA KARYAWAN MAGANG BAKTI DENGAN BANK CENTRAL ASIA Kekuatan Hukum Pelaksanaan Perjanjian Kerja Karyawan Magang Bakti Dengan Bank Central Asia Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

0 6 11

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PERJANJIAN KERJA KARYAWAN KONTRAK DENGAN PT TYFOUNTEX INDONESIA BERDASARKAN Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Karyawan Kontrak Dengan Pt Tyfountex Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

0 3 19

SKRIPSI Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Karyawan Kontrak Dengan Pt Tyfountex Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

1 4 12

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Terhadap Perjanjian Kerja Karyawan Kontrak Dengan Pt Tyfountex Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Ketenagakerjaan.

0 7 18

PENDAHULUAN Tinjauan Yuridis Konstruksi Hukum Perjanjian Kerja Karyawan Pada Perusahaan Daerah BPR Bank Boyolali Prespektif Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.

0 2 13

Perjanjian Kerja Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Menurut Hukum Islam.

0 0 15

PENDAHULUAN Pelaksanaan Perjanjian Kerja Antara Karyawan Dengan Pengusaha Di PT. Batik Keris Di Sukoharjo Berdasarkan Aspek Hukum Positif Ketenagakerjaan.

0 0 19

Perlindungan Hukum Tenaga Kerja Kontrak Dalam Perjanjian Kerja Waktu Tertentu Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Muhammad Wildan

0 0 9

KARAKTERISTIK UNDANG-UNDANG KETENAGAKERJAAN DALAM PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP TENAGA KERJA

0 0 21