CENTRIFUGE BERBASIS MICROCONTROLER ATMEGA8

(1)

Oleh : AGRIANSYAH NIM. 2013 301 0005

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK ELEKTROMEDIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(2)

i

Ditunjukan Kepada Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya (A.Md)

Program Studi Teknik Elektromedik

Oleh : AGRIANSYAH NIM. 2013 301 0005

PROGRAM STUDI DIPLOMA III TEKNIK ELEKTROMEDIK

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA


(3)

ii

untuk memperoleh derajat profesi ahli madya atau gelar kesarjanaan pada suatu perguruan tinggi dan sepanjang pengetahuan penulis tidak terdapat pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini serta disebutkan dalam daftar pustaka.

Yogyakarta, 02 Desember 2016 Yang menyatakan,

Agriansyah NIM. 20133010005


(4)

hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini dengan baik dan lancar. Karya Tulis Ilmiah yang berjudul “ Centrifuge Berbasis Mikrokontroller dengan tampilan waktu” ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Ahli Madya Teknik Elektromedik di Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta.

Keberhasilan dalam penyusunan karya tulis ilmiah ini adalah berkat bantuan dari semua pihak. Untuk itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang mempunyai andil besar dalam penyusunan kaarya tulis ilmiah ini, terutama kepada :

1. Kedua orang tua kami yang telah memberikan do’a, motivasi dan dukungan dalam penyusunan karya tulis ilmiah.

2. Dr. Sukamta, S.T.,M.T. Selaku Direktur Vokasi Politeknik Muhammadiyah Yogyakarta.

3. Tatiya Padang Tunggal, S.T. Selaku Ketua Program Studi Teknik Elektromedik

4. Kuat supriyadi, BE, S.E., S.T., M.M. Selaku Dosen Pembimbing Modul Tugas Akhir.

5. Bapak/Ibu Dosen Teknik Elektromedik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang telah memberikan masukan serta kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Sakila yang telah memberikan do’a, semangat dan selalu mengingatkan penulis sholat 5 waktu agar diberikan kemudahan dalam mengerjakan tugas akhir oleh Allah SWT.

7. Teman-teman Teknik Elektromedik Fakultas Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.


(5)

10.Terimakasih kepada teman-teman yaitu Iking, Mas Ahmad, Mas Tiar, Mas Wisnu, Mas Latif, Amha, Zaki, Galih, Tantoni, Sodiqin dan Rizki yang telah membantu dan menemani penulis dalam mengerjakan modul ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan karya tulis ilmiah ini tentu saja masih jauh dari sempurna dan banyak terdapat kekurangan, oleh karena itu dengan segala kerendahan hati penulis menerima saran dan kritik untuk kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Harapan penulis semoga karya tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca khususnya dan menambah ilmu pengetahuan pada umumnya.

Yogyakarta, 18 Agustus 2016


(6)

vii

LEMBAR PERNYATAAN ... ii

LEMBAR PERSETUJUAN ... iii

LEMBAR PENGESAHAN ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

ABSTRAK ... xii

ABSTRAC ... xiii

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Batasan Masalah... 2

1.4. Tujuan ... 2

1.4.1. Tujuan Umum ... 2

1.4.2. Tujuan Khusus ... 3


(7)

viii TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Dasar Teori ... 4

2.1.2. Tinjauan Alat ... 7

2.2. Liquid Crystal Display (LCD) ... 7

2.3. Solid State Relay (SSR) ... 9

2.4. Triac ... 11

2.5. Optocoupler ... 12

2.6. Mikrokontroller ATMEGA8 ... 13

2.6.1. PORT B ... 14

2.6.2. PORT C ... 15

2.6.3. PORT D ... 16

2.7. Motor ... 17

2.8. Buzzer ... 18

BAB III METODALOGI PENELITIAN 3.1. Alat dan Bahan ... 20

3.2.Diagram Blok Sistem ... 21


(8)

ix

3.7. Rangkaian Minimum Sistem ... 25

3.8. Rangkaian Keseluruhan ... 27

3.9. Program ... 28

3.6. Perancangan Pengujian ... 34

3.6.1. Jenis Pengujian ... 34

3.6.2. Pengolahan Data ... 34

3.7. Variabel Penelitian ... 34

3.7.1. Variabel Bebas ... 34

3.7.2. Variabel Tergantung ... 34

3.7.3. Variabel Terkendali ... 34

3.8. Sistematika Pengukuran ... 34

BAB IV 4.1. Spesifikasi Alat ... 37

4.2. Modul Alat Tugas Akhir dan Alat yang Sudah Ada ... 37

4.3. Pengukuran Waktu ... 38

4.4.1. Pengukuran Timer Dengan Waktyu 5 Menit ... 38

4.4.2. Pengukuran Timer Dengan Waktyu 10 Menit ... 42


(9)

x PENUTUP

5.1. Kesimpulan ... 53 5.2. Saran ... 54


(10)

Gambar 2.2. Centrifuge High Speed ... 6

Gambar 2.3. CentrifugeUltra ... 6

Gambar 2.4. Liquid Cristal Display (LCD) ... 8

Gambar 2.5. Solid State Relay (SSR) ... 9

Gambar 2.6. Rangkaian Triac ... 11

Gambar 2.7. Optocoupler ... 12

Gambar 2.8. Sensor Optocoupler ... 13

Gambar 2.9. ATMega8 ... 13

Gambar 2.10. Motor AC ... 18

Gambar 2.11. Buzzer ... 19

Gambar 3.1. Diagram Blok ... 21

Gambar 3.2. Diagram Alir ... 22

Gambar 3.3. Diagram Mekanis ... 23

Gambar 3.4. Skematik Power Supply ... 24

Gambar 3.5. Layout Power Supply ... 24

Gambar 3.6. Power Supply ... 25

Gambar 3.7. Skematik Minimum System ... 26

Gambar 3.8. Layout Minimum System ... 26

Gambar 3.9. Rangkaian Keseluruhan ... 27

Gambar 4.1. Modul Alat Tugas Akhir ... 37


(11)

Tabel 2.2 Pin Port B ... 14

Tabel 2.3 Pin PORT C ... 15

Tabel 2.4 Pin PORT D ... 17

Tabel 4.1 Pengukuran Waktu 5 Menit ... 39

Tabel 4.2 Pengukuran ke 2 Waktu 5 Menit ... 41

Tabel 4.3 Pengukuran Waktu 10 Menit ... 43

Tabel 4.4 Pengukuran ke 2 Waktu 10 Menit ... 45

Tabel 4.5 Pengukuran Waktu 15 Menit ... 47


(12)

(13)

(14)

xiii

Program Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email: Agriansyahm23@gmail.com

ABSTRAK

Centrifuge berbasis mikrokontroler ATMega8 dilengkapi dengan pengatur waktu adalah alat yang digunakan untuk memisakan suatu senyawa yang memiliki berat molekul yang berbeda dengan memanfaatkan gaya sentrifugal menggunakan motor AC. Alat ini dilengkapi dengan kontrol timer, pemilihan timer yang digunakan yaitu 5, 10 dan 15 menit.

Prinsip kerjanya, saat alat ini dinyalakan akan langsung memasuki pemilihan timer 5, 10 dan 15 menit tergantung berapa lama waktu yang dipilih dan cairan apa yang digunakan. Setelah pemilihan waktu tekan tombol enter. Setelah waktu selesai maka motor akan berhenti.


(15)

xiv

Program Vokasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Email: Agriansyahm23@gmail.com

ABSTRAK

Centrifuge microcontroller based ATMega8 equipped with a timer is a tool used to separate compounds that have different molecular weights utilizing centrifugal force using Ac motors. This tool is equipped with a timer control, the selection of timer used are 5, 10 and 15 minutes is the threshold corresponding to the volume of fluid medications.

The principle works, when the appliance is turned on will directly enter the election timer 5, 10 and 15 minutes depending on how much time is selected and any liquid thatis used. After timing press the enter key. After the time is finished then the motor will stop.


(16)

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG

Dalam ilmu kesehatan, salah satu cara yang dilakukan dalam mendiagnosa suatu penyakit adalah dengan cara pemeriksaan urin dan darah. Akan tetapi, pemeriksaan dengan menggunakan urin dan darah ini tidak dapat dilakukan secara langsung, karena urin dan darah ini masih terdapat protein yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan laboratorim. Oleh karena itu, sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap urin dan darah terlebih dahulu dilakukan pemisahan protein yang terdapat dalam urin dan darah tersebut.

Salah satu alat yang banyak digunakan dalam melakukan pemisahan pada urin dan darah adalah centrifuge. Centrifuge adalah alat yang digunakan untuk memisahkan suatu senyawa yang memiliki berat molekul yang berbeda dengan memanfaatkan gaya sentrifugal. Prinsip kerja dari alat ini yaitu dengan memanfaatkan gaya sentrifugal yaitu gaya yang bekerja pada benda yang berputar dengan kecepatan yang telah ditentukan. kecepatan pada sentrifugal sangat berpengaruh pada pemisahan larutan dan hasil pengukuranya. Protein yang terkandung dalam urin dan darah memiliki molekul yang cukup besar sehingga ketika sampel urin dan darah ini diputar dengan menggunakan centrifuge protein tersebut akan mengendap dan menyisakan cairan bening/jernih yang disebut dengan serum. Melalui cairan serum inilah dilakukan pendiagnosaan suatu penyakit.

Seiring dengan perkembangan teknologi pada saat ini terutama pada bidang elektronika dan di bidang kesehatan, maka akan berpengaruh pula pada bidang-bidang kesehatan lainnya. Namun, alat centrifuge yang ada masih berbasis manual dan


(17)

centrifuge berbasis mikrokontroller dengan harapan memberikan dampak positif, mengingat betapa pentingnya alat ini di laboratorium. Alat centrifuge berbasis mikrokontroller yang dibuat ini mengutamakan pada kecepatan dan waktu, agar hasil keakurasian didapat dalam pengukuran.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Pengoperasian alat centrifuge yang masih manual dan memiliki harga yang relatif mahal sehingga diperlukan alat centrifuge yang dapat bekerja secara otomatis dan memiliki harga yang cukup terjangkau.

1.3. BATASAN MASALAH

Agar tidak terjadi pelebaran masalah dalam penulisan, maka penulis membatasi pokok permasalahan yang bersifat praktis.

1. Alat ini dikontrol pada kecepatan 1500-3000 Rpm. 2. Menggunakan kontrol waktu yaitu 5, 10, dan 15 menit. 3. Pengendali alat menggunakan mikrokontroller ATMega8.

1.4. TUJUAN

1.4.1. Tujuan Umum

Dibuat alat centrifuge dengan kecepatan 1500-3000 Rpm dan pewaktu.

1.4.2. Tujuan Khusus

1. Membuat rangkaian driver motor 2. Membuat rangkaian minimum sistem 3. Program ATMega8


(18)

elektromedik, khususnya di alat centrifuge.

1.5.2. Manfaat Praktis

1. Membantu operator dalam menggunakan alat centrifuge. 2. Sebagai penunjang perkuliahan di jurusan teknik elektromedik.


(19)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.2. LANDASAN TEORI 1.2.1. Dasar Teori

Centrifuge merupakan alat laboratorium yang berfungsi sebagai pemisah cairan atau senyawa yang kepadatanya serta berat molekulnya berbeda, cairan ini berupa darah, dan urine, alat ini memanfaatkan gaya centrifugal, yaitu gaya yang timbul akibat benda yang diputar dari satu titik sebagai porosnya . untuk memisahkan partikel dari satu benda cair. Besarnya gaya centrifugal tergantung dari besarnya jari-jari dari titk pusat dan kecepatan sudut yang timbul akibat putaran motor. Apabila putaran motor semakin tinggi maka semakin besar pula gaya centrifugal yang dihasilkan untuk mendapatkan hasil yang diinginkan dengan sempurna tanpa merusak sampel digunakan kecepatan yang sesuaidengan kebutuhan.

Adapun untuk memutar urin dengan memerlukan kecepatan 1500-2000 Rpm membutuhkan waktu 10 menit dengan sampel sebanyak kurang lebih 2-3 ml, untuk darah dengan kecepatan 2500-3000 Rpm membutuhkan waktu 10 menit dengan sampel sebanyak 3-5 ml. [14]

Centrifuge mempunyai berbagai macam jenis, secara garis besar mempunyai 3 macam jenis yaitu :


(20)

1. Centrifuge low speed (Centrifuge yang mempunyai kecepatan maksimum 10.000 Rpm).

Centrifugesederhana ini kecepatan yang digunakan tidak terlalu besar, sehingga pada centrifuge ini jarang dilengkapi pendingin.centrifuge sederhana ini biasanya digunakan untuk memisahkan sampel seperti darah dan urine karena dengan kecepatan yang tidak terlalu besar sampel-sampel tersebut sudah bisa dipisahkan.

contohnya

Gambar 2.1. Centrifuge [9]

Centrifuge yang penulis buat dalam tugas akhir ini tergolong dalam centrifuge sederhana karena kecepatanya hanya sampai 3000 Rpm.

2. Centrifuge high speed Mempunyai kecepatan antara 12.000-25.000 Rpm lebih cepat daripada centrifuge sederhana sehingga dilengkapi dengan pendingin yang menjaga agar sampel atau larutan yang


(21)

diputar tidak terpengaruh lebih-lebih pada cairan yang hanya stabil pada temperatur rendah karena pada centrifuge high speed, suhu dalam cairan akan naik akibat gesekan.

Gambar 2.2. Centrifuge High Speed [9]

3. Centrifuge ultra ( kecepatannya mencapai 30.000-120.000 Rpm) Centrifuge ultra ini kecepatanya sangat tinggi sehingga bagian-bagian sebuah sel yang kecilpun, misalnya seperti intisel dan ribosom dapat dipisahkan. Kecepatan dapat ditingkatkan perlahan-lahan dengan sebuah kontaktor. Hal ini mencegah terjadinya motor hangus dan mencegah aus pada bantalan poros.


(22)

2.1.2. Tinjauan Alat

Centrifuge yang dijual oleh pasar mempunyai kekurangan yaitu masalah harga alat yang mahal, sedangkan yang di buat peneliti dan penulis membutuhkan modal yang tidak terlalu banyak.

Alat centrifuge yang sudah ada masih berbasis manual, sedangkan centrifuge pernah di buat oleh wahyu hidayat sebagai peneliti menggunakan ATMega16 dan yang di buat oleh agriansyah sebagai penulis menggunakan ATMega8 untuk port pada ATMega8 sudah cukup karena digunakan untuk LCD, push buton, sensor dan buzzer, ATMega8 juga lebih murah dari ATMega16. Penggunaan motor dan driver motor juga berbeda, penulis menggunakan motor mesin jahit dan menggunakan Solid State Relay (SSR) sebagai driver motor. [4]

2.2. LCD (Liquid Cristal Display)

LCD adalah salah satu jenis teknologi yang telah ada sejak tahun 1888. LCD merupakan layar digital yang dapat menampilkan nilai yang dihasilkan oleh sensor dan dapat menampilkan menu yang terdapat pada aplikasi yang bernama mikrokontroler dan juga dapat menampilkan teks.

Rangkaian LCD pada umumnya di buat dengan menggunakan sistem komunikasi jenis parallel. Dalam hal ini tentunya akan banyak port mikrikontroler yang di butuhkan pada saat menggunakan LCD. Untuk dapat mengkover segala jenis komunikasi atau semua sistem yang akan saling terhubung dengan mikrokontroler memerlukan penghematan port


(23)

mikrokontroler. Ada beberapa bagian dari rangkaian LCD yang sangat berfungsi. LCD dapat dilihat di gambar 2.4.

Gambar 2.4. Liquid Cristal Display (LCD) [10] Tabel 2.1. Pin dan Fungsi LCD

PIN NAMA FUNGSI

1 Vss Ground Voltage

2 Vcc +5V

3 Vee Contrast Voltage

4 RS

Register Select 0 = Instruction Register

I = Data Register

5 R/W

Read / Write 0 = Write Mode

I = Read Mode

6 E

Enable

0 = Start to lacht dat to LCD character

I = disable

7 DBO LSB

8 DB1 -

9 DB2 -

10 DB3 -

11 DB4 -

12 DB5 -

13 DB6 -

14 DB7 MSB

15 BPL Back Plane Light


(24)

2.3. Solid State Relay(SSR)

Pengertian dan fungsi solid state relay sebenarnya sama saja dengan relay elektromekanik yaitu sebagai saklar elektronik yang biasa digunakan atau diaplikasikan di industri-industri sebagai device pengendali. Namun relay elektro mekanik memiliki banyak keterbatasan bila dibandingkan dengan solid state relay, salah satunya seperti siklus hidup kontak yang terbatas, mengambil banyak ruang, dan besarnya daya kontaktor relay. Karena keterbatasan ini, banyak produsen relay menawarkan perangkat solid staterelay dengan semikonduktor modern yang menggunakan SCR, TRIAC, atau output transistor sebagai pengganti saklar kontak mekanik. Output device (SCR, TRIAC, atau transistor) adalah optikal yang digabungkan sumber cahaya LED yang berada dalam relay. Relay akan dihidupkan dengan energi LED ini, biasanya dengan tegangan power DC yang rendah. Isolasi optik antara input dan output inilah yang menjadi kelebihan yang ditawarkan oleh solid state relay bila dibanding relay elektromekanik. SSR dapat dilihat di gambar.


(25)

Solid state relay itu juga berarti relay yang tidak mempunyai bagian yang bergerak sehingga tidak terjadi aus. Solid state relay juga mampu menghidupkan dan mematikan dengan waktu yang jauh lebih cepat bila dibandingkan dengan relay elektromekanik. Juga tidak ada pemicu percikan api antar kontak sehingga tidak ada masalah korosi kontak. Namun solid state relay masih terlalu mahal untuk dibuat dengan rating arus yang sangat tinggi. Sehingga, kontaktor elektromekanik atau relay konvensional masih terus mendominasi aplikasi-aplikasi di industri saat ini.

Salah satu keuntungan atau kelebihan yang signifikan dari solid state relay SCR dan TRIAC adalah kecenderungan secara alami untuk membuka sirkuit AC hanya pada titik nol arus beban. Karena SCR dan TRIAC adalah thyristor, dengan sifat hysteresisnya mereka mempertahankan kontinuitas sirkuit setelah LED de-energized sampai saat AC turun dibawah nilai ambang batas (holding current). Secara praktis apa artinya semua ini, artinya adalah rangkaian tidak akan pernah terputus ditengah-tengah puncak gelombang sinus. Waktu pemutusan seperti yang ada dalam rangkaian yang mengandung induktansi besar biasanya akan menghasilkan lonjakan tegangan besar karena runtuhnya medan magnet secara tiba-tiba di sekitar induktansi. Hal seperti ini tidak akan terjadi saat pemutusan dilakukan oleh sebuah SCR atau TRIAC. Kelebihan fitur ini disebut zero-crossover switching.

Salah satu kelemahan dari solid state relay adalah kecenderungan mereka untuk gagal menutup kontak output mereka. Jika relay elektromekanik cenderung gagal saat membuka, solid state relay cenderung


(26)

gagal saat menutup. Selain harganya mahal mungkin karena kelemahan gagal menutup inilah yang menjadi pertimbangan untuk memakai solid state relay. Dan karena gagal saat membuka dianggap lebih aman dari pada gagal saat menutup, relay elektromekanik masih lebih disukai dibanding solid state relay dalam banyak aplikasi di industri.

2.4. Triac

Triac, atau triode for alternating current (Trioda untuk arus bolak-balik) adalah sebuah komponen elektronik yang kira-kira ekivalen dengan dua SCR yang disambungkan antiparalel dan kaki gerbangya disambungkan bersama. Triac ini menunjukkan sakelar dwiarah yang dapat mengalirkan arus listrik kekedua arah ketika dipicu (dihidupkan). Ini dapat disulut baik dengan tegangan positif maupun negatif pada electrode gerbang. Sekali disulut, komponen ini akan terus menghantar hingga arus yang mengalir lebih rendah dari arus genggamnya. Tegangan yang dikontrol adalah AC 200 Volt hingga 600 Volt dan maksimal arus yang dapat dikontrol adalah sebesar 26 Ampere.


(27)

2.5. Optocoupler

Optocoupler merupakan piranti elektronika yang berfungsi sebagai pemisah antara rangkaian power dengan rangkain control. Optokoupler merupakan salah satu jenis komponen yang memanfaatkan sinar sebagai pemicu on/offnya. Opto berarti optic dan coupler berarti pemicu, sehingga bisa diartikan bahwa optocoupler merupakan suatu komponen yang bekerja berdasarkan picu cahaya optic opto-coupler termasuk dalam sensor, dimana terdiri dari dua bagian yaitu transmiter dan reciver. Dasar rangkaian dapat ditunjukkan seperti gambar dibawah ini.

Gambar 2.7. Optocoupler [7]

Bagian pemancar atau transmiter dibangun dari sebuah led infra merah untuk mendapatkan ketahanan yang lebih baik daripada menggunakan led biasa. Sensor ini bisa digunakan sebagai isolator dari rangkaian tegangan rendah ke rangkaian tegngan tinggi. Selain itu juga bisa dipakai sebagai pendeteksi adanya penghalang antara transmiter dan receiver dengan memberi ruang uji dibagian tengah antara led dengan photo transistor.


(28)

Penggunaan ini bisa diterapkan untuk mendeteksi putaran motor atau mendeteksi lubang penanda disket pada disk drive computer.

Gambar 2.8. Sensor Optocoupler [7]

2.6. Mikrokontroller ATMEGA8

ATMega8 memiliki 3 buah PORT utama yaitu PORTB, PORTC dan PORTD dengan total pin input/output sebanyak 23 pin. PORT tersebut dapat difungsikan sebagai input/output digital atau dihubungkan sebagai periperial lainya.


(29)

2.6.1. PORT B

Port B merupakan jalur data 8bit yang dapat difungsikan sebagai input/output. Selain itu PORTB juga dapat memiliki fungsi alternatif seperti yang tertera pada tabel dibawah ini

Tabel 2.2. Pin PORT B

PORT

PIN ALTERNATIVE FUNCTION

PB7 XTAL2 (chip clock oscillator Pin2) TOSC1 (Timer Oscillator Pin2)

PB6

XTAL2 (Chip clock oscillator Pin 1or External Clock Input)

TOSCI (Timer Oscillator Pin 1) PB5 SCK (SPI Bus Master Clock Input)

PB4 MISO (SPI Bus Master Input/Slave Output) PB3 MOSI (SPI Bus Master Output/Slave Input)

OC2 (Timer/Counter 2 Output Compare Match Output) PB2 SS (SPI Bus Master Slave Select)

OCIB (Timer/Counter 1 Output Compare Match) PB1 OCIA (Timer/Counter 1 Output Compare Match A

Output)

PB0 ICP (Timer/Counter 1 Input Capture Pin)

Penjelasan fungsi dari tabel diatas adalah sebagai berikut :

1. XTAL1(PB6) dan XTAL2(PB7) merupakan sumber clock utama mikrokontroler. Jika kita menggunakan clock internal (Tanpa crystal) maka PB6 dan PB7 dapat difungsikan sebagai input/output


(30)

digital biasa. Namun jika kita menggunakan clock dari crystal external maka PB6 dan PB7 tidak dapat kita gunakan sebagai input/output.

2. TOSC1(PB6) dan TOSC2(PB7) dapat difungsikan sebagai sumber clock external untuk timer.

3. MOSI(PB3), MISO(PB4), SCK(PB5), SS(PB2) merupakan jalur komunikasi SPI. Selain itu pin ini juga berfungsi sebagai jalur pemrograman serial (ISP).

4. OC1A(PB1), OC1B(PB2) dan OC2(PB3) dapat difunsikan sebagai keluaran PWM (pulse width modulation).

5. ICP1(PB0), berfungsi sebagai timer counter 1 input capture pin.

2.6.2. PORT C

PORT C adalah jalur data 7bit yang dapat difungsikan sebagai input/output digital. Fungsi alternatif PORT C antara lain seperti tabel dibawah :

Tabel 2.3. Pin PORT C

PORT

PIN ALTERNATIVE FUNCTION

PC6 RESET (reset pin)

PC5 ADC5(ADC input Channel 5)SCL (Two-wire serial bus clock line)

PC4 ADC4 (ADC input channel 4)

SCL (Two-wire serial bus data input/output line) PC3 ADC3(ADC input channel 3)

PC2 ADC2 (ADC input channel 2) PC1 ADC3(ADC input channel 1) PC0 ADC3(ADC input channel 0)


(31)

Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut :

1. ADC 6 channel (PC0,PC1,PC2,PC3,PC4,PC5) dengan resolusi 10bit. ADC dapat kita gunakan untuk mengubah input yang berupa tegangan analog menjadi digital.

2. 12 (SDA dan SDL) merupakan salah satu fitur yang terdapat pada PORT C. 12C digunakan untuk kemunikasi dengn sensor atau device lain yang memiliki komunikasi data type 12C seperti sensor accelerometer nunchuck.

3. RESET merupakan salah satu pin penting di mikrokontroller, RESET dapat digunakan untuk menrestart program. Pada ATMega8 pin RESET dihubngkan dengan salah satu pin IO (PC6). Secara default PC6 ini didisable dan diganti menjadi pin RESET. Kita dapat mendisible fungsi pin RESET tersebut untuk menjadikan PC6 sebagai pin input/output. Kita dapat melakukan konfigurasi di fusebit untuk melakukan pengaturanya, namun disarankan untuk tidak merubahnya karena jika pin RESET didisible maka kita tidak dapat melakukan pemrograman melalui jalur ISP.

2.6.3. PORT D

PORTD merupakan jalur data 8bit yang masing-masing pinnya juga dapat difungsikan sebagai input/output. Sama seperti PORTB dan PORTC, PORTD juga memiliki fungsi alternatif seperti terlihat pada tabel dibawah ini:


(32)

Tabel 2.4. Pin PORT C

PORT PIN ALTERNATIVE FUNCTION

PD7 AIN1 (Analog Comparator Negative Input) PD6 AIN0 (Analog Comparator Positive Input) PD5 T1 (Timer/Counter 1 External Counter Input) PD4 XCK (USART External Clock Input /Output)

T0 (Timer/Counter 0 External Counter Input) PD3 INT1 (External Input 1 Input)

PD2 INT0 (External Input 0) PD1 TXD (USART Output Pin) PD0 RXD (USART Input Pin)

Penjelasan dari tabel diatas adalah sebagai berikut :

1. USART (TXD dan RXD) merupakan jalur dan komunikasi serial dengan level sinyal TTL. Pin TXD berfungsi untuk mengirimkan data serial, sedangkan RXD kebalikannya yaitu sebagai pin yang berfungsi untuk menerima data serial.

2. Interrup (INT0 dan INT1) merupakan pin dengan fungsi khusus sebagai interupsi hardware.

1.7. Motor

Motor arus bolak-balik menggunakan arus listrik yang membalikan arahnya secara teratur pada rentang waktu tertentu. Motor universal memiliki komponen yang hamper sama dengan motor DC ( direct current/arus searah). Kumparan medan dengan kumparan angker disambung secara seri melalui sikat karbon (carbon brush) dan komutator. Motor universal adalah motor yang bisa dialiri dua jenis arus listrik yaitu arus AC (alternating current) dan


(33)

arus DC (direct current). Akan tetapi sekarang banyak produsen yang membuat motor universal hanya satu jenis arus listrik saja. Motor universal arus AC jumlah lilitan tembaga lebih banyak bila dibandingan dengan lilitan tembaga pada kumparan motor arus DC. Komponen utama motor universal yaitu rotor (angker), stator (kern), sikat karbon (carbon brush/cool) dan rumah tempat sikat karbon. komponen yang terdapat pada rotor memiliki beberapa bagian seperti alur angker, komutator (lamel), kipas rotor. Stator terbuat dari tumpukan pelat besi yang disatukan, pada umumnya stator mempunyai dua kutub tempat masuknya dua kumparan medan. Sedangkan sikat karbon adalah komponen motor universal yang berfungsi untuk meneruskan arus listrik dari kumparan medan ke kumparan angker dengan menempelkan sikat karbon ke komutator. Dan rumah sikat karbon adalah tempat bergeraknya sikat karbon yang akan menekan komutator pada angker, pada rumah ini juga terdapat mekanisme per (pegas) berfungsi menekan sikat karbon.

Gambar 2.10. Motor AC [1&13]

2.8. Buzzer

Buzzer adalah sebuah komponen elektronika yang berfungsi untuk mengubah getaran listrik menjadi getaran suara. Pada dasarnya prinsip kerja buzzer hampir sama dengan loud speaker, jadi buzzer juga terdiri dari


(34)

kumparan yang terpasang pada diafragma dan kemudian kumparan tersebut di aliri arus sehingga menjadi elektromagnetik, kumparan tadi akan tertarik kedalam atau keluar, tergantung dari arah arus dan polaritas magnetnya, karena kumparan di pasang pada diafragma maka setiap gerakan kumparan akan menggerakan diafragma secara bolak-balik sehingga membuat udara bergetar yang akan menghasilkan suara.


(35)

BAB III

METODALOGI PENELITIAN

3.1. Alat Dan Bahan 3.1.1. Alat

1. Solder listrik 2. Soldering pump 3. Tool set

4. Bor PCB 5. Timah 6. Multimeter

3.1.2. Bahan

1. LCD 2. SSR 3. Motor AC 4. Lampu LED 5. Capasitor 6. Transistor 7. Diode 8. IC ATMega8 9. Potensio 10. Push button

11. Socket IC ATMega8


(36)

12. Sakelar On/Off

3.2. Diagram Blok Sistem

Setting timer berfungsi sebagai pengatur waktu berapa lama untuk memutar sampel, setelah mengatur semua tekan enter/ok. Sampel yang digunakan pada centrifuge yaitu urine dan darah. Fungsi dari motor untuk memutar sampel sesuai dengan berapa kecepatan yang disetting hingga terjadi gaya centrifugal. Kecepatan pada motor dikendalikan oleh driver motor. Sensor Rpm digunakan untuk melihat atau membaca kecepatan motor dan hasil output dari sensor berupa tegangan tersebut akan masuk pada pin adc 0 mikrokontroler, pada mikrokontroler data akan diolah dan selanjutnya akan ditampilkan di display.

Gambar 2.2. Diagram Blok

3.3. Diagram Alir Program

Proses akan dimulai saat alat on maka ditampilan LCD setting timer, setelah itu menutup pintu jika pintu belum tertutup maka motor tidak bekerja, setelah itu setting timer lalu tekan tombol enter yang akan

MIKROKONTROLLER

UP

DOWN

ENTER

RESET

DRIVER MOTOR

LCD

BUZZER


(37)

mengaktifkan timer dan motor bekerja, setelah waktu tercapai maka motor akan berhenti dan buzzer akan berbunyi.

Gambar 3.3. Diagram Alir

Yes BEGIN

Inisialisasi LCD

Pengaturan Waktu

Tutup Pintu

NO

Safetiy lock door

Waktu Tercapai

END

Motor Berhenti Motor Bekerja

Buzzer Berbunyi


(38)

3.4. Diagram Mekanis

Gambar 3.3. DiagramMekanis 1. Pengaman (Fuse)

2. Buzzer

3. Tombol power 4. LCD display 5. Tombol UP 6. Tombol ENTER 7. Tombol DOWN 8. Tombol RESET 9. Motor

Reset

Enter Down

Up

LCD

Buzzer

ON/OFF Indicator

Power On Tempat


(39)

3.5. Rangkaian Power Supply

Rangkaian power supply pada modul ini brfungsi sebagai supply tegangan ke semua rangkaian yang menggunakan tegangan DC. Prinsip kerja power supply adalah merubah tegangan AC menjadi tegangan DC. Skematik Power supply dapat dilihat di Gambar 3.4. dan layout power supply dapat dilihat di Gambar 3.5.

Gambar 3.4. Skematik Power Supply.


(40)

3.6. Gambar Power Supply

Untuk gambar power supply dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

Gambar 3.6. Power Supply

Rangkaian power supply pada modul ini berfungsi sebagai supply tegangan ke semua rangkain yang menggunakan tegangan DC. Prinsip kerja power supply adalah mengubah tegangan AC menjadi tegangan DC dengan menggunakan transformator sebagai penurun tegangan dan dioda sebagai komponen yang berfungsi sebagai penyearah tegangan. Pada modul ini power supply akan mengubah tagangan AC menjadi DC sebesar 5 VDC dan 12 VDC dengan mengunakan ICregulator 7805 dan 7809. Adapun tegangan 5 VDC digunakan untuk rangkaian minimum sistem sedangkan tegangan 12VDC bisa digunakan sewaktu-waktu ketika diperlukan oleh SSR.

3.7. Rangkaian Minimum Sistem

Minimum sistem berfungsi sebagai kontrol kerja atau otak dari alat secara keseluruhan. Cara kerja rangkaian minimum sistem ini dengan


(41)

memanfaatkan kapasitas penyimpanan yang dimiliki oleh IC ATMega8. Skematik minimum sistem dapat dilihat di Gambar 3.7. danlayout minimum sistem dapat dilihat di Gambar.

Gambar 3.7. Skematik Minimum System.


(42)

3.8. Rangkaian Keseluruhan


(43)

3.9. PROGRAM

Pembuatan program pada modul menggunakan codevisionAVR seperti dibawah ini.

/***************************************************** This program was produced by the

CodeWizardAVR V2.05.0 Professional Automatic Program Generator

© Copyright 1998-2010 Pavel Haiduc, HP InfoTech s.r.l. http://www.hpinfotech.com

Project : Version :

Date : 24/08/2016 Author :

Company : Comments:

Chip type : ATmega8 Program type : Application AVR Core Clock frequency: 1,000000 MHz Memory model : Small

External RAM size : 0 Data Stack size : 256

*****************************************************/ #include <mega8.h>

#include <stdlib.h> #include <delay.h> #include <alcd.h>

unsigned int mikrodetik, data, data1=0, detik; unsigned char i=0;

float pulsa,frekuensi=0; int menit;

bit a=0;

unsigned char temp[2],temp2[2],temp3[4]; // Timer2 overflow interrupt service routine interrupt [TIM2_OVF] void timer2_ovf_isr(void) {

// Place your code here }


(44)

// Timer 0 overflow interrupt service routine interrupt [TIM0_OVF] void timer0_ovf_isr(void) {

// Reinitialize Timer 0 value TCNT0=0x9E;

// Place your code here mikrodetik++; if(mikrodetik==10) { pulsa=frekuensi*60; TCNT1=0; if (detik==0) {menit--;detik=59;}else{detik--;} mikrodetik=0; } }

#define ADC_VREF_TYPE 0x60

// Read the 8 most significant bits // of the AD conversion result

unsigned char read_adc(unsigned char adc_input) {

ADMUX=adc_input | (ADC_VREF_TYPE & 0xff);

// Delay needed for the stabilization of the ADC input voltage

delay_us(10);

// Start the AD conversion ADCSRA|=0x40;

// Wait for the AD conversion to complete while ((ADCSRA & 0x10)==0);

ADCSRA|=0x10; return ADCH; } void set_timer() { if(PINB.4==0) {menit=menit+10;if(menit>60){menit=0;}delay_ms(200);} else if(PINB.0==0) {menit=menit-10;if(menit<0){menit=0;}delay_ms(200);} } void tampilkan_timer() { lcd_gotoxy(0,0); lcd_putsf("TIMER:");


(45)

if(menit<10) { lcd_gotoxy(6,0); lcd_putsf("0"); lcd_gotoxy(7,0); itoa(menit,temp); lcd_puts(temp);} else { lcd_gotoxy(6,0); itoa(menit,temp); lcd_puts(temp);} if(detik<10) { lcd_gotoxy(9,0); lcd_putsf("0"); lcd_gotoxy(10,0); itoa(detik,temp2); lcd_puts(temp2);} else { lcd_gotoxy(9,0); itoa(detik,temp); lcd_puts(temp);} lcd_gotoxy(8,0); lcd_putsf(":"); } void start_stop() { if(PINB.5==0) {a=1;} if (a==1&&menit>0) { TCCR0=0x05; } if(menit==0&&detik==0&&a==1) { TCCR0=0x00; a=0; lcd_clear(); while(1) { PORTC.2=1; PORTD.2=0; TCCR0=0x00; TCCR1A=0x00; TCCR1B=0x00; TCCR2=0x00;


(46)

lcd_gotoxy(5,0);

lcd_putsf("SELESAI"); lcd_gotoxy(0,1);

lcd_putsf("BY.AGRIANSYAH"); }}}

// Declare your global variables here void main(void)

{

// Declare your local variables here // Input/Output Ports initialization // Port B initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=Out Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=P State4=P State3=0 State2=T State1=T State0=P

PORTB=0x31; DDRB=0x08;

// Port C initialization

// Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T

PORTC=0x00; DDRC=0x00;

// Port D initialization

// Func7=In Func6=In Func5=In Func4=In Func3=In Func2=In Func1=In Func0=In

// State7=T State6=T State5=T State4=T State3=T State2=T State1=T State0=T

PORTD=0x00; DDRD=0x00;

// Timer/Counter 0 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: 0,977 kHz TCCR0=0x05;

TCNT0=0x9E;

// Timer/Counter 1 initialization // Clock source: T1 pin Falling Edge // Mode: Normal top=0xFFFF

// OC1A output: Discon. // OC1B output: Discon. // Noise Canceler: Off

// Input Capture on Falling Edge // Timer1 Overflow Interrupt: Off // Input Capture Interrupt: Off


(47)

TCNT1L=0x00; ICR1H=0x00; ICR1L=0x00; OCR1AH=0x00; OCR1AL=0x00; OCR1BH=0x00; OCR1BL=0x00;

// Timer/Counter 2 initialization // Clock source: System Clock // Clock value: 1000,000 kHz // Mode: Fast PWM top=0xFF // OC2 output: Non-Inverted PWM ASSR=0x00;

TCCR2=0x69; TCNT2=0x00; OCR2=0x00;

// External Interrupt(s) initialization // INT0: Off

// INT1: Off MCUCR=0x00;

// Timer(s)/Counter(s) Interrupt(s) initialization TIMSK=0x41;

// USART initialization // USART disabled

UCSRB=0x00;

// Analog Comparator initialization // Analog Comparator: Off

// Analog Comparator Input Capture by Timer/Counter 1: Off ACSR=0x80;

SFIOR=0x00;

// ADC initialization

// ADC Clock frequency: 125,000 kHz // ADC Voltage Reference: AVCC pin // Only the 8 most significant bits of // the AD conversion result are used ADMUX=ADC_VREF_TYPE & 0xff;

ADCSRA=0x83;

// SPI initialization // SPI disabled

SPCR=0x00;

// TWI initialization // TWI disabled

TWCR=0x00;


(48)

// Connections specified in the

// Project|Configure|C Compiler|Libraries|Alphanumeric LCD menu:

// RS - PORTD Bit 0 // RD - PORTB Bit 7 // EN - PORTD Bit 1 // D4 - PORTD Bit 4 // D5 - PORTD Bit 3 // D6 - PORTD Bit 6 // D7 - PORTD Bit 7 // Characters/line: 16 lcd_init(16);

// Global enable interrupts #asm("sei") DDRD.5=0; PORTD.5=0; DDRD.2=1; PORTD.2=0; DDRB.4=0; PORTB.4=1; DDRB.5=0; PORTB.5=1; DDRC.2=1; PORTC.2=0; lcd_clear(); lcd_gotoxy(6,0); lcd_putsf(""); TCCR0=0x00; while (1) { data1=0; frekuensi=TCNT1; data=read_adc(0); if(a==1) { OCR2=data; }else{OCR2=0;} lcd_gotoxy(0,1); lcd_putsf("RPM:"); lcd_gotoxy(4,1); itoa(pulsa,temp3); lcd_puts(temp3); start_stop(); set_timer(); tampilkan_timer(); delay_ms(100); } }


(49)

3.6. Perancangan Pengujian 3.6.1. Jenis Pengujian

1. Mengukur waktu centrifuge dengan menggunakan stopwatch. 2. Uji alat dengan praktek ke sampel.

3.6.2. Pengolahan Data

Jenis penelitian ini menggunakan metode Pre Eksperimental dengan jenis “One group Post Test Design” yaitu alat centrifuge ini bekerja dengan timer yang di atur kemudian motor akan berhenti apabila waktu telah tercapai kemudian proses selesai. Sehingga penulis Hanya Melihat Hasil Tanpa Mengukur Keadaan Sebelumnya.

3.7. Variabel Penelitian 3.7.1. Variabel Bebas

Sebagai variabel bebas yaitu kecepatan Rpm motor.

1.7.2. Variabel Tergantung

Sebagai variabel tergantung yaitu pengontrol timer.

3.7.3. Variabel Terkendali

Variabel terkendali terdiri dari tampilan waktu yang dikendalikan oleh Mikrokontroler ATMega8.

3.8. Sistematika Pengukuran

1. Rata-rata Pengukuran

Adalah nilai atau hasil pembagian dari jumlah data yang diambil atau diukur dengan banyaknya pengambilan data atau


(50)

banyaknya pengukuran dirumuskan sebagai berikut : Rata-rata

�=∑ �� �

……….(3.1)

dengan :

�̅ = Rata – rata

� �� = Jumlah �sebanyak �

� = Banyak data 2. Simpangan (Error)

Adalah selisih dari rata-rata nilai dari harga yang dikehendaki dengan nilai yang diukur dirumuskan sebagai berikut :

���������=� − �̅ ……….(3.2)

3. Persentase Error

Adalah nilai persen dari simpangan (Error) terhadap nilai yang dikehendaki dirumuskan sebagai berikut :

���������������= ���������

�� � 100%

…………..(3.3)

dengan :

Simpangan = Nilai error yang dihasilkan

�� = Rata – rata data DPM


(51)

��������������� = ������������������������������������ %

�� = ���� − ������������������ 4. Standard Deviasi (SD)

Adalah suatu nilai yang menunjukkan tingkat v(derajat) variasi kelompok data atau ukuran standard penyimpanan dari rata-ratanya. Jika standard deviasi semakin kecil maka data tersebut semakin presesi dirumuskan sebagai berikut :

dengan :

�� = Standar deviasi

� = Data �

�̅ = Rata-rata

� =Banyak data

��= �∑(� − �̅) + (� − �̅) +⋯+ (�� − �̅)

� −1


(52)

BAB IV PENELITIAN 4.1.Spesifikasi Alat

Alat centrifuge menggunakan motor ac dengan kecepatan diatur dari 0-3000 Rpm dan dikendalikan oleh timer yang diatur sesuai kebutuhan. Pada poros motor diberi tempat untuk menyimpan cuvet, alat ini diberi , seteleah motor berputar akan menimbulkan gaya centrifugal yang dibutuhkan oleh alat ini untuk memutar sampel sehingga zat padat dan cair terpisah.

Nama Alat : Centrifuge Berbasis Mikrokontroller ATMega8 Tegangan : 220 v

Frekuensi : 50-60 Hz

Daya : 100w

1.2. Modul Alat Tugas Akhir dan Alat Yang Sudah Ada

Untuk mengetahui bagaimana bentuk dari modul yang penulis buat dapat di lihat pada gambar 4.1.

Gambar 4.1. Modul Alat Tugas Akhir


(53)

alat centrifuge adalah suatu alat yang digunakan di laboratorium untuk memisahkan suatu senyawa pada cairan yang berat molekulnya berbeda, dengan cara di putar dengan gaya centrifugal.

Gambar 4.2. Alat centrifuge

4.3. Pengukuran Waktu

4.3.1. Pengukuran Timer Dengan Waktu 5 menit

Pengujian pertama dilakukan dengan mengukur waktu centrifuge menggunakan stopwatch pada saat waktu 5 menit. Tabel 4.1. menunjukkan hasil pengukuran waktu yang dilakukan dalam 20 kali percobaan.


(54)

Tabel 4.1. Pengukuran Waktu Pada Saat 5 Menit. Data ke - Data Ukur timer modul Stopwatch

1 4’59” 5’00”

2 4’58” 5’00”

3 4’59” 5’00”

4 4’58” 5’00”

5 4’59” 5’00”

6 4’57” 5’00”

7 4’58” 5’00”

8 4’58” 5’00”

9 4’57” 5’00”

10 4’58” 5’00”

11 4’59” 5’00”

12 4’59” 5’00”

13 4’58” 5’00”

14 4’59” 5’00”

15 4’59” 5’00”

16 4’58” 5’00”

17 4’59” 5’00”

18 4’58” 5’00”

19 4’59” 5’00”

20 4’58” 5’00”

Berdasarkan data diatas maka diperoleh hasil perhitungan seperti dibawah ini :


(55)

1.Rata-Rata(����)

�̅ = (459" + 458" + 459" + 458" + 459" + 457" + 458" + 458" + 457" + 458" + 459" + 459" + 458" + 459" + 459" + 458" + 459" + 458" + 459" + 458"/20

�̅ = 458"

2. Standard Deviasi (SD)

�� =⎷

⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓

(500"458")2+ (500"458")2+

(500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+

20−1


(56)

Pengukuran ke 2 waktu 5 menit yang di lakukan pada jam 19:00 atau pada malam hari.

Tabel 4.2. Pengukuran Waktu Pada Saat 5 Menit. Data ke - Data Ukur timer modul Stopwatch

1 4’58” 5’00”

2 4’59” 5’00”

3 4’59” 5’00”

4 4’58” 5’00”

5 4’58” 5’00”

6 4’57” 5’00”

7 4’58” 5’00”

8 4’59” 5’00”

9 4’57” 5’00”

10 4’58” 5’00”

11 4’59” 5’00”

12 4’58” 5’00”

13 4’58” 5’00”

14 4’59” 5’00”

15 4’59” 5’00”

16 4’58” 5’00”

17 4’59” 5’00”

18 4’58” 5’00”

19 4’59” 5’00”

20 4’58” 5’00”

Berdasarkan data diatas maka diperoleh hasil perhitungan seperti dibawah ini :


(57)

1. Rata-Rata(����)

�̅ = (458" + 459" + 459" + 458" + 458" + 457" + 458" + 459" + 457" + 458" + 459" + 458" + 458" + 459" + 459" + 458" + 459" + 458" + 459" + 458"/20

�̅ = 458"

2. Standard Deviasi (SD)

�� =⎷

⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓

�(500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+ (500"−458")2+

20−1

��= 0,18568

4.3.2. Pengukuran TimerDengan Waktu 10 menit

Pengujian kedua dilakukan dengan mengukur waktu centrifuge menggunakan stopwatch pada saat waktu 10 menit. Tabel 4.3. menunjukkan hasil pengukuran waktu yang dilakukan dalam 20 kali percobaan.


(58)

Tabel 4.3. Pengukuran Waktu Pada Saat 10 Menit. Data ke - Data Ukur timer modul stopwacth

1 9’58” 10’00”

2 9’58” 10’00”

3 9’59” 10’00”

4 9’58” 10’00”

5 9’59” 10’00”

6 9’59” 10’00”

7 9’58” 10’00”

8 9’58” 10’00”

9 9’58” 10’00”

10 9’59” 10’00”

11 9’58” 10’00”

12 9’58” 10’00”

13 9’57” 10’00”

14 9’58” 10’00”

15 9’58” 10’00”

16 9’58” 10’00”

17 9’59” 10’00”

18 9’59” 10’00”

19 9’58” 10’00”

20 9’58” 10’00”

Berdasarkan data diatas maka diperoleh hasil perhitungan seperti dibawah ini :


(59)

1. Rata-Rata(����)

�̅ = (958" + 958 + 959 + 958 + 959 + 959 + 958" + 958" + 958" + 959" + 958" + 958" + 957" + 958" + 958" + 958" + 959" + 959" + 958" + 958"/20

�̅ =958" 2. Satndard Deviasi (SD)

�� =⎷

⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓

(1000"958")2+ (1000"958")2+

(1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+ (1000"−958")2+

20−1


(60)

Pengukuran ke 2 waktu 5 menit yang di lakukan pada jam 19:00 atau pada malam hari.

Tabel 4.4. Pengukuran Waktu Pada Saat 10 Menit. Data ke - Data Ukur timer modul stopwacth

1 9’59” 10’00”

2 9’58” 10’00”

3 9’58” 10’00”

4 9’59” 10’00”

5 9’58” 10’00”

6 9’59” 10’00”

7 9’58” 10’00”

8 9’58” 10’00”

9 9’58” 10’00”

10 9’57” 10’00”

11 9’58” 10’00”

12 9’58” 10’00”

13 9’59” 10’00”

14 9’58” 10’00”

15 9’59” 10’00”

16 9’58” 10’00”

17 9’58” 10’00”

18 9’59” 10’00”

19 9’58” 10’00”

20 9’59” 10’00”

Berdasarkan data diatas maka diperoleh hasil perhitungan seperti dibawah ini :


(61)

1. Rata-Rata(����)

�̅ = (959" + 958" + 958" + 959" + 958" + 959" + 958" + 958" + 958" + 957" + 958" + 958" + 959" + 958" + 959" + 958" + 958" + 959" + 958" + 959"/20

�̅ =958" 2. Satndard Deviasi (SD)

��= ⎷

⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓

�(1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+ (1000"−958")2+ (10.00−958")2+

20−1

SD= 0,1856

4.3.3. Pengukuran TimerDengan Waktu 15 menit

Pengujian ketiga dilakukan dengan mengukur waktu centrifuge menggunakan stopwatch pada saat waktu 15 menit. Tabel 4.3 menunjukkan hasil pengukuran waktu yang dilakukan dalam 20 kali percobaan.


(62)

Tabel 4.5. Pengukuran Waktu Pada Saat 15 Menit. Data ke

- Data Ukur timer modul Stopwatch

1 14’58” 15’00”

2 14’59” 15’00”

3 14’58” 15’00”

4 14’58” 15’00”

5 14’58” 15’00”

6 14’58” 15’00”

7 14’58” 15’00”

8 14’57” 15’00”

9 14’59” 15’00”

10 14’57” 15’00”

11 14’58” 15’00”

12 14’59” 15’00”

13 14’59” 15’00”

14 14’58” 15’00”

15 14’58” 15’00”

16 14’58” 15’00”

17 14’58” 15’00”

18 14’59” 15’00”

19 14’58” 15’00”

20 14’58” 15’00”

Berdasarkan data diatas maka diperoleh hasil perhitungan seperti dibawah ini :


(63)

1. Rata-Rata(����)

�̅ = (1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ " +1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ " +1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ " +1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ " +1 ′ "+1 ′ "+1 ′ ")/20

�̅ = 14’58”

2. Standard Deviasi (SD)

�� =⎷

⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓

(1500"1458")2+ (1500"1458")2+

(15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+

20−1


(64)

Pengukuran ke 2 waktu 15 menit yang di lakukan pada jam 19:00 atau pada malam hari.

Tabel 4.6. Pengukuran Waktu Pada Saat 15 Menit. Data ke - Data Ukur timer modul Stopwatch

1 14’59” 15’00”

2 14’58” 15’00”

3 14’58” 15’00”

4 14’57” 15’00”

5 14’58” 15’00”

6 14’59” 15’00”

7 14’58” 15’00”

8 14’58” 15’00”

9 14’57” 15’00”

10 14’58” 15’00”

11 14’59” 15’00”

12 14’59” 15’00”

13 14’58” 15’00”

14 14’58” 15’00”

15 14’59” 15’00”

16 14’59” 15’00”

17 14’58” 15’00”

18 14’58” 15’00”

19 14’59” 15’00”

20 14’58” 15’00”

Berdasarkan data diatas maka diperoleh hasil perhitungan seperti dibawah ini :


(65)

1. Rata-Rata(����)

�̅ = (1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ " +1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ " +1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ " +1 ′ "+1 ′ "+1 ′ "+1 ′ " +1 ′ "+1 ′ "+1 ′ ")/20

�̅ = 14’58”

2. Standard Deviasi (SD)

�� =⎷

⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓ ⃓⃓

(1500"1458")2+ (1500"1458")2+

(15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+ (15′00"−14′58")2+

20−1


(66)

4.4.Pengukuran Rotation Per Menit (RPM)

Pengukuran Rpm motor centrifuge menggunakan taco meter dengan membandingkan hasil dari sensor optocoupler yang dipasang pada alat, berikut adalah hasil pengukuran :

No.

Rotation per menit (RPM) Modul

Rotation per menit (RPM) Taco Meter

1. 1500 1595

2. 1500 1589

3. 1500 1600

4. 1500 1592

5. 1500 1591

6. 1500 1578

7. 1500 1580

8. 1500 1594

9. 1500 1598

10. 1500 1588

4.5. Pembahasan

Berdasarkan pengambilan data yang telah dilakukan pengukuran waktu padacentrifuge didapatkan beberapa hasil pengukuran. Untuk pengambilan data waktu 5 menit diperoleh rata-rata waktu selama 4’58” menit sehingga terdapat standart devisiasi yang dihasilkan yaitu sebesar 0,18568. Sedangkan untuk pengambilan data waktu 10 menit diperoleh


(67)

rata-rata waktu selama 9’58” menit sehingga terdapat standart devisiasi yang dihasilkan yaitu sebesar 0,1856. Sedangkan untuk pengambilan data waktu 15 menit diperoleh rata-rata waktu selama 14’58” menit sehingga terdapat standart devisiasi yang dihasilkan yaitu sebesar 0,18568.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin kecil nilai standard deviasi penyimpanan maka semakin presisi data yang dihasilkan. Dan semakin kecil nilai error pengukuran maka semakin akurat juga data tersebut.


(68)

BAB V PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan proses pembuatan, percobaan, pengujian alat dan pendataan, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :

1. Dalam pembuatan alat centrifuge berbasis mikrokontroller tidak begitu banyak dana yang dikeluarkan.

2. Perbandingan harga centrifuge manual, centrifuge yang ada dipasaran dan modul, harga modul relatif murah.

3. Centrifuge berbasis microcontroller memberi kemudahan karena bekerja otomatis dalam penggunaan untuk memisahkan berat molekul yang berbeda pada sampel dengan memanfaatkan gaya sentrifugal.

4. Dari hasil pengukuran waktu di dapatkan kesalahan nilai error yaitu untuk waktu memutar sampel 5, 10, 15 menit disimpulkan memiliki hasil tingkat kesalahan (persentse error)yang masih memenuhi standar, jadi berdasarkan hasil pengukuran dan kesalahan nilai error dapat disimpulkan bahwa, modul yang dibuat dapat bekerja dengan baik dan bisa dimanfaatkan sebagai alat laboratorium yang digunakan untuk memutar sampel.


(69)

5.2. Saran

Setelah melakukan proses pembuatan, percobaan, pengujian alat dan pendataan, penulis memberikan saran sebagai pengembangan penelitian selanjutnya sebagai berikut :

1. Dalam setiap melakukan kegiatan agar lebih memperhatikan keselamatan terutama saat pembuatan modul.

2. Bisa mengembangkan dengan memberikan pemilihan kecepatan motor. 3. Motor dan cashing masih menimbulkan suara yang sedikit bising.

4. Pembuatan chasing dapat diperbaiki lagi untuk menambahkan kesan indah.

5. Dalam mengembangkan alat centrifuge lebih di perhatikan pada sensor Rpm motor, karena kekurang pada modul pembacaan Rpm masih belum stabil.


(70)

2. Cekmas, dan Taufik, 2013. Rangkaian Listrik . Palembang: CV ANDI 3. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinic, cetakan k-4 Penerbit

Dian Rakyat 1970; p152

4. Wahyu Hidayat. 2015. Centrifuge Berbasis Mikrokontroller, Surabaya: Politeknik Kesehatan Kemenkes

5. Aries. 2015. Mikrokontroler ATMega8. http://ariesz-smkn5bjm. blogspot. co.id/2015/05/mikrokontroler atmega8.html

6. Trikueni, Dewanto. 2014. Pengertian Solid State Relay. http://trikueni-desain-sistem.blogspot.co.id/2014/03/Pengertian-Solid-State-Relay.html 7. Teknik Elektronika. 2015. https://www.google.com/search?q=sensor+

tcrt5000&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAcQ_AUoAWoVChM I9aXUvi7xwIV0luOCh1kJQ4t#imgrc=nO_XalBX5mX8tM%3A

8. https://www.google.co.id/?gws_rd=cr,ssl&ei=DGncVZLqE4KsuQTuvY8 4#q=gambar+seven+segment

9. Muhammad makhluf. 2013. https://www.google.co.id/?gws_rd=cr, ssl&ei=DGncVZLqE4KsuQTuvY84#q=centrifuge\

10.Aris Munandar. 2012. http://www.leselektronika.com/2012/06/liguid-crystal-display-lcd-16-x-2.html

11.https://www.google.co.id/search?q=atmega8&biw=1366&bih=667&sourc e=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAYQ_AUoAWoVChMI47Pno6zExwI VlwiOCh05FASi#imgrc=_

12.https://www.google.co.id/search?q=pengertian+MOC3042&biw=1366&bi h=623&source=lnms&sa=X&ved=0CAUQ_AUoAGoVChMIt_CA6_PEx wIVwsSOCh0QlAFT&dpr=1

13.https://www.google.co.id/search?q=motor+AC+dan+DC&biw=1366&bih =623&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0CAYQ_AUoAWoVChMIjr


(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

2. Masukan larutan kedalam gelas tabung centrifug, larutan yang dimasukan pada setiap tabung harus samaukuranya.

3. Buka pintu centrifuge dan meletakan setiap tabung kedalam lubang centrifuge dengan posisi bersilangan atau berlawanan.

4. Tutup kembali pintu centrifuge

5. Sambungkan centrifuge pada aliran arus listrik 6. Tekan sakelar pada posisi on

7. Setting waktu untuk lama proses pemisahan

8. Setelah itu tekan enter untuk memulai proses pemisahan 9. Selesai proses pemisahan tekan tombol ke posisi off

10. Buka pintu centrifuge, ambil larutan dalam tabung secara berseling atau berlawanan 11. Cabut kabel power centrifuge dari aliran arus listrik


(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

(82)

(83)

(84)

(85)

(86)

(87)

(88)

(1)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

Opto 22 SSRs for controlling single-phase motors are shown in the following tables:

Solid-State Relays in Series

In applications requiring higher voltage, two Opto 22 SSRs may be operated in series for double the voltage rating. The built-in snubber in each SSR assures proper voltage sharing of the two SSRs in series. In the following diagram, two 240-volt, 45-amp SSRs are connected in series for operation on a 480-volt line. The control is shown with a parallel hook-up but it should be noted that a serial connection can also be implemented.

Lamp Loads

Since all Opto 22 AC output SSRs use zero-voltage turn-on, they are ideal for driving incandescent lamps, because the initial inrush current into a cold filament is reduced. The life of the lamp is increased when switched by a zero-voltage turn-on SSR. The following table is a guide to selecting an Opto 22 SSR for switching a given incandescent lamp.

120-Volt Single-Phase Non-Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP120D2 1 Amp

Z120D10 1/4 HP

120D3 1-1/2 Amp

P or MP120D4 1-1/2 Amp 120D10 or 120A10 1/4 HP 120D25 or 120A25 1/3 HP

120D45 3/4 HP

240-Volt Single Phase Non-Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP240D2 1 Amp

Z240D10 1/4 HP

240D3 1-1/2 Amp

P or MP240D4 1-1/2 Amp 240D10 or 240A10 1/3 HP 240D25 or 120A25 1/2 HP

240D45 1-1/2 HP

120-Volt Single-Phase Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING

P or MP240D2 1 Amp

Z240D10 1/4 HP

240D3 1-1/2 Amp

P or MP240D4 1-1/2 Amp 240D10 or 240A10 1/4 HP 240D25 or 120A25 1/3 HP

240D45 3/4 HP

240-Volt Single-Phase Reversing Motors SSR Model MOTOR RATING 480D10-12 1/4 HP 480D15-12 1/4 HP

120 Volt Lamps

SSR CURRENT RATING LAMP RATING

2-Amp 100 Watt

4-Amp 400 Watt

10-Amp 1 Kilowatt

25-Amp 2 Kilowatt

45-Amp 3 Kilowatt

240 Volt Rating

SSR CURRENT RATING LAMP RATING

2-Amp 200 Watt

4-Amp 800 Watt

10-Amp 2 Kilowatt

25-Amp 4 Kilowatt


(2)

Solid-S

tat

e Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm

0

8

5

9

-15

06

25

Heater Loads

Care should be taken in selecting a SSR for driving a heater load if the load is cycled on and off in a continuous manner as might occur in a temperature control application. Constant cycling can cause thermal fatigue in the thyristor chip at the point where the chip bonds to the lead frame. Opto 22 employs a thick copper lead frame for mounting the SCR chips in the power series SSRs to eliminate thermal fatigue failures. In addition, Opto 22 recommends operating any SSR at 75% rated current for cycling heater loads to ensure complete reliability.

The following table is a guide to selecting the proper SSR for a given heater load.

Single-Phase Reversing Motor Control

The circuit diagram below illustrates a typical 1 Ø motor winding inductance and the phase shift capacitor can cause twice-line voltage to appear across the open SSR. A 240-volt SSR should be used for a 120-volt line. During the transition period when one SSR is turned on and the other SSR is going off, both SSRs may be on. In this case, the capacitor may discharge through the two SSRs, causing large currents to flow, which may destroy the SSRs. The addition of RL as shown will protect the SSRs from the short circuit capacitor discharge current.

Single-Phase Reversing Motor Control (cont.)

The resistors are unnecessary if the control circuit is designed to ensure that one SSR is off before the other SSR is on.

Three-Phase Motor Control

Three-phase motors may be controlled by solid-state relays as shown. A third SSR as shown is optional, but not necessary. The control windings may be connected in series or parallel. Care should be taken to ensure that the surge current drawn by the motor does not exceed the surge current rating of the SSR.

Nominal SSR Current Rating

Maximum Recommended Heater Current

2-Amp 1½-Amp

4-Amp 2½-Amp

10-Amp 7½-Amp

25-Amp 18-Amp

45-Amp 35-Amp

10 480V 8-Amp

10 480V 8-Amp

240 Volt Three-Phase Motor

SSR MODEL MOTOR

Z240D10 3/4 HP

240D10 3/4 HP

240A10 3/4 HP

240D25 2 HP

240A25 2 HP


(3)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

Three-Phase Reversing Motor Control

Three-phase reversing motor control can be implemented with four SSRs as shown in the connection diagram. The SSRs work in pairs with SSR1 and SSR3 operated for rotation in one direction and SSR2 and SSR4 operated for rotation in the reverse direction. The resistor R1 as shown in the connection diagram protects against line-to-line shorts if SSR1 and SSR4 or SSR3 and SSR2 are on at the same time during the reversing transition period. Use the following table as a guide to the proper selection of an SSR for this application.

FAQ: SSR Applications

Q : What is a solid-state relay?

A: A solid-state relay (SSR) is a semiconductor device that can be used in place of a mechanical relay to switch electricity to a load in many applications. Solid-state relays are purely electronic, normally composed of a low current “control” side (equivalent to the coil on an electromechanical relay) and a high-current load side (equivalent to the contact on a conventional relay). SSRs typically also feature electrical isolation to several thousand volts between the control and load sides. Because of this isolation, the load side of the relay is actually powered by the switched line; both line voltage and a load (not to mention a control signal) must be present for the relay to operate.

Q : What are the advantages of using an SSR over a mechanical relay?

A: There are many applications that require a moderate amount of power (W to kW) to be switched on and off fairly rapidly. A good example would be the operation of a heater element in a controlled-temperature system. Typically, the amount of heat put into the system is regulated using pulse-width modulation turning a fixed-power heating element on and off for time periods ranging from seconds to minutes. Mechanical relays have a finite cycle life, as their components tend to wear out over thousands to millions of cycles. SSRs do not have this problem; in the proper application, they could be operated almost infinitely.

Q : What are the limitations of using an SSR? A: SSRs have a few limitations when compared to the capabilities of their mechanical counterparts. First, because the relay is semiconductor-based, it will never turn all the way on, nor off. This means that in the “on” state, the relay still has some internal resistance to the flow of electricity, causing it to get hot. When in the “off” state, the relay will exhibit a small amount of leakage current, typically a few mA. This leakage can conspire to keep some loads, especially ones with a high impedance, from turning off! Additionally, SSRs are more sensitive to voltage transients; while Opto 22 relays are very well transient-protected, if a relay gets hit hard enough a sufficient number of times, it will die or degrade. This makes SSRs less ideal for driving highly inductive electromechanical loads, such as some solenoids or motors. SSRs should also never be used for applications such as safety power disconnects, because even in the off state, leakage current is present. Leakage current through an SSR also implies the presence of a potentially high voltage. Even though the relay is not conducting a large amount of current, the switched terminal will still be “hot,” and thus dangerous.

480 Volt Three-Phase Motors

SSR MODEL MOTOR

480D10-12 1-½ HP

480D15-12 1-½ HP

Opto 22 Relay

Motor Full Load Rating

Resistor for 120V line

Resistor for 240V line

3-Amp 1.25-Amp 4 ohm 50 W 8 ohm 50 W 10-Amp 5-Amp 1 ohm 100 W 2 ohm 100 W 25-Amp 8-Amp .5 ohm 100 W 1 ohm 100 W 45-Amp 16-Amp .25 ohm 150 W .5 ohm 150 W 15-Amp 5-Amp 1 ohm 100 W 2 ohm 100 W


(4)

Solid-S

tat

e Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm

0

8

5

9

-15

06

25

Q : Do you make multi-pole or multi-throw SSRs? A: Opto 22 manufactures only single-pole, single-throw SSRs. If multi-phase operation is required, just use a relay on each phase. Because of the limitations on semiconductor devices of the type used in SSRs, it is not practical to build single-device multi-throw SSRs. However, an alternative to multi-throw operation may be accomplished with multiple relays.

Q : Can I hook up SSRs in parallel to achieve a higher current rating?

A: No. There is no way to guarantee that two or more relays will turn on simultaneously when operated in parallel. Each relay requires a minimum voltage across the output terminals to function; because of the optical isolation feature, the “contact” part of the SSR is actually powered by the line it switches. One relay turning on before the other will cause the second relay to lose its turn-on voltage, and it won’t ever turn on, or at least not until the first relay fails from carrying too much current.

Q : What does a “zero-crossing” turn-on circuit refer to?

A: An AC sine wave will be positive for the first half of each cycle and negative for the second half of each cycle. The voltage will cross through zero when the sine wave changes from the positive half-cycle to the negative half-cycle, and vice versa. So the voltage crosses through zero twice with each full AC sine wave cycle. “Zero-crossing” turn-on means that the SSR will only turn on when the AC sine wave passes through zero voltage. The actual turn-on will occur at or near zero voltage. All Opto 22 AC output solid-state relays are designed with a zero-crossing turn-on circuit. Zero-voltage turn-on has the benefit of minimizing electrical noise. All Opto 22 AC output solid-state relays use a zero-current turn-off circuit as well.

Q : Can I use an AC SSR to switch DC?

A: No. Because of the zero-crossing circuit described above, the relay will most likely never turn on, and even if it is on, it will most likely not be able to be turned off.

Q : Can I use a DC SSR to switch AC?

A: No. The semiconductor device used in Opto 22’s DC SSRs is polarized. It may break down and conduct for the portion of the waveform that is reversed in polarity.

Q : Can a DC SSR be used to switch an analog signal? A: This is not recommended at all. First, the voltage drop across the relay will cause signal loss. Second, the conduction characteristics of the SSR are very non-linear at low operating

voltages and currents. Use a mechanical relay; it will work much better.

Q : What agency approvals do your SSRs carry? A: In general, Opto 22 relays carry UL, CSA, and CE approval.

See http://support.opto22.com. Additionally, some SSRs

contain VDE-approved optocouplers; contact Opto 22 for more information.

FAQ: SSR Troubleshooting

Q : My SSR does not function anymore. What may have happened?

A: There is no “normal” mode of failure for SSRs. They just stop working, by refusing to turn on or off. An improper installation is often to blame for an SSR failure, as these are very simple, reliable devices. If you have a failed SSR, it is important to look at the normal operating parameters of that relay within the larger system to make sure that the relay being used is appropriate to the application, and that the relay is being properly installed in the system. The three most common causes of SSR failure are as follows:

SSR improperly matched to load. The relay was

destroyed by overheating from carrying too much current too long.

SSR insufficiently protected. Remember, a

semiconductor is less tough than a simple metal contact. Reverse voltages exceeding the PRV rating of the relay will cause damage. Voltage spikes on the switched line, perhaps from inductive kickback, may have destroyed one or more of the internal switching devices. Remember to use snubbers, transorbs, MOVs, and/or commutating diodes on highly inductive loads.

SSR improperly installed. The SSR was not mounted to

a large enough heat sink, or no thermal compound was used, causing the relay to overheat. Also, insufficient tightening of the load terminals can cause arcing and ohmic heating of the relay. Opto 22 recommends 18 inch-pounds of torque on the load screw terminals. Similar failures have also been attributed to the use of crimp-on terminal lugs or spades; make sure such terminals are tightly crimped, and even drip some solder into the joint to ensure good electrical contact and protection from corrosion.

Q : How can I test my SSR?

A: It is not possible to test an SSR by the same methods used to test mechanical relays; a typical SSR will always show an infinite impedance to a resistance meter placed across the output terminals. There are a few reasons for this. First, the SSR


(5)

Soli

d

-S

ta

te

Rela

y

s

DA

TA

S

H

E

E

T

F

o

rm 085

9-1

5

0

625

requires a small amount of power to operate, derived from whatever voltage source is placed on the load terminals. A typical multimeter will not supply sufficient voltage to cause the relay to change state. Second, AC SSRs contain zero-voltage turn-on and zero-current turn-off circuits. The SSR will not be able to turn on unless there is AC voltage connected to the output terminals. Most test equipment will supply a DC voltage to the relay, so it will never see the zero-voltage transition it requires to turn on. To test an SSR, it is best to operate it at the actual line voltage it will be used at, driving a load such as a large light bulb.

Q : I have an SSR driving a load. The load turns on okay, but never seems to turn off, unless I remove power from the relay entirely. What might be hap-pening?

A: This is normally a problem when using an SSR with a high-impedance load, such as a neon lamp or a small solenoid. Loads like these often have relatively large initial currents, but relatively small “hold in” currents. The result is that the off-state leakage current through the relay (see previous section) is insufficient to cause the load to turn on to start with, but sufficient to keep it on, once started. The solution is to place a power resistor, sized for 8–10 times the rated maximum leakage current for the SSR in parallel with the load. Make sure that this resistor has a high enough power rating for the application. For example, for a 5 mA leakage current at 120 VAC, a resistor drawing 50 mA would be desirable. Using Ohm’s Law, the resistor value becomes 2,400 ohms. This resistor will dissipate 6 watts, so a 7.5 or 10-watt size power resistor should be used.

Q : I have a new AC SSR driving a solenoid. It turns on okay once, but will not turn on again. What is going on?

A: Some solenoids, some types of halogen lights, and some types of strobe lights incorporate a diode in series with the coil or filament. This causes the light to behave as a half-wave rectifier. Opto 22 SSRs have a built-in R-C snubber circuit in parallel with the output. The capacitor in this circuit charges up but cannot discharge through the series diode, causing a voltage to appear across the SSR terminals. Because the SSR must detect the AC waveform cross through zero volts on the load terminals, it will not be able to turn on again. The solution here would be to put a high-value resistor (several tens of Kohms) across the terminals of the relay, to allow the capacitor to drain its charge.


(6)

Products

Opto 22 develops and manufactures reliable, flexible, easy-to-use hardware and software products for industrial automation, energy management, remote monitoring, and data acquisition applications.

groov

groov puts your system on your mobile device. With zero programming, you can build mobile operator interfaces to monitor and control systems from Allen-Bradley, Siemens, Schneider Electric, Modicon, and many more. Web-based groov

puts mobile-ready gadgets at your fingertips. Tag them from your existing tag database, and they automatically scale for use on any device with a modern web browser. See groov.com for more information and your free trial.

SNAP PAC System

Designed to simplify the typically complex process of selecting and applying an automation system, the SNAP PAC System consists of four integrated components:

• SNAP PAC controllers

• PAC Project™ Software Suite

• SNAP PAC brains

• SNAP I/O™

SNAP PAC Controllers

Programmable automation controllers

(PACs) are multifunctional, modular controllers based on open standards.

Opto 22 has been manufacturing PACs for over two decades. The standalone SNAP PAC S-series, the rack-mounted SNAP PAC R-series, and the software-based SoftPAC™ all handle a wide range of digital, analog, and serial functions for data collection, remote monitoring, process control, and discrete and hybrid

manufacturing.

SNAP PACs are based on open Ethernet and Internet Protocol (IP) standards, so you can build or extend a system easily, without the expense and limitations of proprietary networks and protocols. Wired+Wireless™ models are also available.

PAC Project Software Suite

Opto 22’s PAC Project Software Suite provides full-featured, cost-effective control programming, HMI (human machine interface) development and runtime, OPC server, and database connectivity software for your SNAP PAC System.

Control programming includes both easy-to-learn flowcharts and optional scripting. Commands are in plain English; variables and I/ O point names are fully descriptive.

PAC Project Basic offers control and HMI tools and is free for download on our website, www.opto22.com. PAC Project

Professional, available for separate purchase, adds one SoftPAC, OptoOPCServer, OptoDataLink, options for controller redundancy or segmented networking, and support for legacy Opto 22 serial

mistic™ I/O units. SNAP PAC Brains

While SNAP PAC controllers provide central control and data distribution, SNAP PAC brains provide distributed intelligence for I/O processing and communications. Brains offer analog, digital, and serial functions, including thermocouple linearization; PID loop control; and optional high-speed digital counting (up to 20 kHz), quadrature counting, TPO, and pulse generation and measurement.

SNAP I/O

I/O provides the local connection to sensors and equipment. Opto 22 SNAP I/O offers 1 to 32 points of reliable I/O per module,

depending on the type of module and your needs. Analog, digital, and serial modules are all mixed on the same mounting rack and controlled by the same processor (SNAP PAC brain or rack-mounted controller).

Quality

Founded in 1974, Opto 22 has established a worldwide reputation for high-quality products.

All are made in the U.S.A. at our manufacturing facility in Temecula, California. Because we

test each product twice before it leaves our factory, rather than only testing a sample of each batch, we can guarantee most solid-state relays and optically isolated I/O modules for life.

Free Product Support

Opto 22’s California-based Product Support Group offers free, comprehensive technical support for Opto 22 products. Our staff of support engineers represents decades of training and experience. Support is available in English and Spanish by phone or email, Monday–Friday, 7 a.m. to 5 p.m. PST.

Additional support is always available on our website: how-to videos, OptoKnowledgeBase, self-training guide, troubleshooting and user’s guides, and OptoForums.

In addition, hands-on training is available for free at our Temecula, California headquarters, and you can register online.

Purchasing Opto 22 Products

Opto 22 products are sold directly and through a worldwide network of distributors, partners, and system integrators. For more information, contact Opto 22 headquarters at 800-321-6786 or 951-695-3000, or visit our website at www.opto22.com.