Derajat Keterancaman Muka Kerangka Teoretis

24 situasi, yaitu penutur menunjukkan bahwa penutur tidak menghargai nilai-nilai lawan tutur dan juga tidak mau mengindahkan hal-hal yang ditakuti lawan tutur. Pada sisi lain, keterancaman muka tidak hanya dialami oleh mitra tutur, tetapi juga akan dialami oleh penutur. Tindak tutur yang dapat mengancam sisi muka positif penutur, Brown dan Levinson:1996:68 meliputi 1 tuturan yang berisi permintaan maaf; 2 tuturan yang berisi penerimaan sebuah pujian; 3 penolakan terhadap keinginan penutur; 4 pengakuan sebuah tindakan yang melanggar hukum, norma, dan agama. Tindak tutur yang dapat mengancam sisi muka negatif penutur Brown dan Levinson: 1996:67 meliputi 1 tuturan yang berisi ungkapan terima kasih; 2 tuturan yang berisi pemberian maaf kepada mitra tutur; 3 tuturan tentang pemakluman; 4 tuturan yang berisi penerimaan sebuah penawaran dari mitra tutur. Berdasar postulat tersebut, keterancaman muka akan dilihat dari sisi penutur dan mitra tuturnya. Hal tersebut berkaitan dengan upaya mitigasi keterancaman muka yang dilakukan oleh penutur untuk menyelamatkan muka penutur dan muka mitra tutur.

2.2.4 Derajat Keterancaman Muka

Brown dan Levinson 1978:79 memberikan rumusan untuk mengukur keterancaman muka. Dalam rumusan tersebut terdapat tiga faktor sosial yang berkaitan yaitu jarak sosial social distance antara penutur dan mitra tutur, hubungan kekuasaan power antara penutur dan mitra tutur, dan derajat pemaksaan di setiap budaya. Tiga faktor sosial tersebut dituangkan dalam rumus seperti berikut: 25 Wx = D S, H +P H, S + Rx W: derajat keterancaman D: jarak sosial P: kekuasaan Rx: derajat pemaksaan S: penutur H: Mitra tutur Jarak sosial D: distance dapat dijadikan tanda bahwa di masyarakat ada sebuah fenomena yang muncul akibat hubungan simetris setiap individu dalam sebuah peristiwa komunikasi. Jarak sosial antara penutur dan mitra tutur ditentukan oleh parameter perbedaan umur, jenis kelamin, dan latar belakang sosiokultural Brown dan Levinson 1997:68. Hubungan yang tidak simetris asymetric relation juga muncul dalam proses komunikasi verbal. Perbedaan faktor kekuasaan P: power menyebabkan di antara peserta tutur ada yang memiliki status kekuasaan yang lebih tinggi dari peserta tutur yang lain dalam sebuah proses komunikasi. Sebagai ilustrasi, seorang dokter memiliki kekuasaan yang lebih tinggi daripada pasiennya pada saat menjelaskan penyakit si pasien; seorang guru yang sedang mengajar di kelas memiliki kekuasaan yang lebih tinggi dari muridnya. Derajat pemaksaan R: degree of imposition berbeda pada tiap budaya suatu masyarakat. Takiura 2008:31 menjelaskan, faktor yang terakhir sangat terkait dengan faktor budaya. Dalam sebuah ilustrasi, pada saat penutur meminta mitra tutur untuk membelikan oleh-oleh, terlalu berat dilakukan oleh orang Jepang. Bagi masyarakat Jepang, hal tersebut dinilai sebagai pembebanan yang sangat berat bagi mitra tutur. Berbeda halnya pada budaya masyarakat di Cina dan Taiwan, saat meminta oleh-oleh kepada orang yang akan pergi piknik, sangat lazim dilakukan baik 26 dalam konteks basa-basi atau bukan. Dalam masyarakat Cina, tuturan yang bersisi permintaan untuk membeli oleh-oleh dianggap bukan sebagai pemaksaan. Rahardi 2005:69 memberikan istilah derajat pemaksaan dengan istilah skala peringkat tindak tutur atau sering pula disebut dengan rank rating. Skala tersebut didasarkan atas kedudukan relatif tindak tutur yang satu dengan tindak tutur yang lainnya. Sebagai ilustrasi, dalam situasi yang sangat khusus, bertamu di rumah seorang wanita dengan melewati batas waktu bertamu yang wajar akan dikatakan tidak sopan santun dan bahkan melanggar norma kesantunan yang berlaku pada masyarakat tutur itu. Akan tetapi, hal yang sama akan dianggap sangat wajar dalam situasi yang berbeda. Hui 2009:2-3 memberikan ilustrasi mengenai derajat keterancaman muka sebagai berikut. 29 X: “Do you want to change restaurant? We can change that.” 30 Y: “No No It‟s okay, it‟s okay. It‟s just like something I got ever, ever, ever, Is it done yet? Is it done yet?Is it okay?” X: laugh out loud X menawarkan kepada Y untuk mengganti tempat makan. Tindak tutur penawaran termasuk dalam kategori tindak tutur yang mengancam muka. X mengancam muka negatif Y dengan memberikan tawaran yang harus diterimanya. Strategi Y untuk menyelamatkan muka negatifnya, merespon ujaran X dengan menolak tawaran X. Ujaran penolakan Y mengancam muka positif X, karena tawaran X ditolak Y. Y menolak dengan cara bald on record dengan alasan keterancaman muka mitra tuturnya dianggap kecil dan ujaran Y diyakininya tidak akan menimbulkan kerusakan dalam skala besar pada muka X. Ujaran penolakan Y 27 menjadi sebuah indikator bahwa hubungan antara X dan Y dekat sehingga menimbulkan persepsi di antara mereka bahwa ujaran-ujaran yang mengancam muka dinilai berskala kecil.

2.2.5 Strategi Kesantunan Brown dan Levinson