Produktivitas Primer
2.5. Produktivitas Primer
Produktivitas primer adalah laju pembentukan senyawa-senyawa organik yang kaya energi dari senyawa-senyawa anorganik. Jumlah seluruh bahan organik (biomassa) yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produktivitas primer kotor atau produksi kotor.
Jumlah seluruh bahan organik yang terbentuk dalam proses produktivitas dinamakan produksi primer kotor, atau produksi total. Karena sebagian dari produksi total ini digunakan tumbuhan untuk kelangsungan proses-proses hidup/respirasi. Produksi primer bersih adalah istilah yang digunakan bagi jumlah sisa produksi primer kotor setelah sebagian digunakan untuk respirasi. Produksi primer inilah yang tersedia bagi tingkatan-tingkatan trofik lain.
Produksi primer kotor maupun bersih pada umumnya dinyatakan dalam jumlah gram karbon (C) yang terikat per satuan luas atau volume air laut per interval waktu. Jadi, produksi dapat dilaporkan sebagai jumlah gram karbon per
2 m 2 per hari (gC/m /hari), atau satuan-satuan lain yang lebih tepat. Hasil tetap (Standingcrop) yang diterapkan pada tumbuhan ialah jumlah biomassa tumbuhan
yang terdapat dalam suatu volume air tertentu pada suatu saat tertentu. Di laut khususnya laut terbuka, fitoplankton merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan.
Produktivitas jumlah karbon yang terdapat di dalam matenal hidup dan secara umum dinyatakan sebagai jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu
meter kuadrat kolom air per hari (g C/m 2 /hari) atau jumlah gram karbon yang dihasilkan dalam satu meter kubik per hari (g C/m 3 /hari). Selain jumlah karbon
yang dihasilkan tinggi rendahnya produktivitas primer perairan dapat diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil-a dimana kedua metode ini dapat diukur secara langsung di lapangan.
Total produktivitas primer dikenal sebagai produktivitas primer kotor /Gross Primary Productivity (GPP). Tidak semua hasil produktivitas ini disimpan sebagai bahan organik pada tubuh organisme produsen atau pada tumbuhan yang sedang tumbuh, karena organisme tersebut menggunakan sebagian molekul tersebut sebagai bahan bakar organik dalam respirasinya.Dalam sebuah ekosistem, produktivitas primer menunjukkan simpanan energi kimia yang tersedia bagi konsumen. Pada sebagian besar produsen primer, produktivitas primer bersih dapat mencapai 50% – 90% dari produktivitas primer kotor. Dengan demikian, produktivitas primer bersih/Net Primary Productivity (NPP) sama dengan produktivitas primer kotor dikurangi energi yang digunakan oleh produsen untuk respirasi (Rs):
NPP = GPP – Rs
Rasio NPP terhadap GPP umumnya lebih kecil bagi produsen besar dengan struktur nonfotosintetik yang rumit, seperti pohon yang mendukung sistem batang dan akar yang besar dan secara metabolik aktif. Produktivitas primer dapat
dinyatakan dalam energy persatuan luas persatuan waktu (J/m 2 /tahun), atau sebagai biomassa (berat kering organik) vegetasi yang ditambahkan ke ekosistem
persatuan luasan per satuan waktu (g/m 2 /tahun). Namun demikian, produktivitas primer suatu ekosistem hendaknya tidak dikelirukan dengan total biomassa dari
autotrof fotosintetik yang terdapat pada suatu waktu tertentu, yang disebut biomassa tanaman tegakan (standing crop biomass).
2.5.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Primer
Terjadinya perbedaan produktivitas pada berbagai ekosistem dalam biosfer disebabkan oleh adanya faktor pembatas dalam setiap ekosistem. Faktor yang paling penting dalam pembatasan produktivitas bergantung pada jenis ekosistem dan perubahan musim dalam lingkungan.
Produktivitas pada ekosistem dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1. Suhu atau Temperatur Setiap penelitian pada ekosistem akuatik, pengukuran suhu air merupakan mutlak dilakukan. Hal ini disebabkan karena kelarutan berbagai jenis gas di air serta semua aktifitas biologis fisiologis di dalam ekosistem akuatik sangat dipengaruhi oleh temperatur. Menurut hukum Van’t Hoffs kenaikan temperatur sebesar 10 o C (hanya pada kisaran yang masih dapat ditolerir) akan meningkatkan aktivitas fisiologis (misalnya respirasi) dari organisme sebesar 2-3 kali lipat. Pola temperatur suatu ekosistem akuatik dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti intensitas cahaya matahari, pertukaran panas antara air dengan udara sekelilingnya dan juga oleh faktor kanopi (penutupan oleh vegetasi) dari pepohonan yang tumbuh di tepi.
Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan, maka produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Namun pada hutan hujan tropis, suhu bukanlah menjadi faktor dominan yang menentukan produktivitas, tapi lamanya musim tumbuh. Adanya suhu yang tinggi dan konstan hampir sepanjang tahun dapat bermakna musim tumbuh bagi tumbuhan akan berlangsung lama, yang pada gilirannya meningkatkan produktivitas.
Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas. Secara langsung suhu berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintetis, sehingga tingginya suhu dapat meningkatkan laju maksimum fotosintesis. Sedangkan secara tidak langsung, misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
2. Intensitas Cahaya Matahari Cahaya matahari merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih 2. Intensitas Cahaya Matahari Cahaya matahari merupakan sumber energi primer bagi ekosistem. Cahaya memiliki peran yang sangat vital dalam produktivitas primer, oleh karena hanya dengan energi cahaya tumbuhan dan fitoplankton dapat menggerakkan mesin fotosintesis dalam tubuhnya. Hal ini berarti bahwa wilayah yang menerima lebih
Pada ekosistem terrestrial seperti hutan hujan tropis memilik produktivitas primer yang paling tinggi karena wilayah hutan hujan tropis menerima lebih banyak sinar matahari tahunan yang tersedia bagi fotosintesis dibanding dengan iklim sedang. Sedangkan pada eksosistem perairan, laju pertumbuhan fitoplankton sangat tergantung pada ketersediaan cahaya dalam perairan. Laju pertumbuhan maksimum fitoplankton akan mengalami penurunan jika perairan berada pada kondisi ketersediaan cahaya yang rendah.
Faktor cahaya matahari yang masuk ke dalam air akan mempengaruhi sifat-sifat optis dari air. Sebagian cahaya matahari tersebut akan diabsorbsi dan sebagian lagi akan dipantulkan ke luar dari permukaan air. Dengan bertambahnya kedalaman lapisan air intensitas cahaya tersebut akan mengalami perubahan yang signifikan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Cahaya gelombang pendek merupakan yang paling kuat yang mengalami pembiasan yang menyebabkan kolom air yang jernih akan terlihat berwarna biru dari permukaan.
Pada lapisan dasar, warna air akan berubah menjadi hijau kekuningan, karena intensitas dari warna ini paling baik ditransmisi dalam air sampai ke lapisan dasar. Kondisi optik dalam air selain dipengaruhi oleh intensitas cahaya matahari, juga dipengaruhi oleh berbagai substrat dan benda yang lain yang terdapat di dalam air, misalnya oleh plankton dan humin yang terlarut dalam air. Vegetasi yang ada disepanjang aliran air juga dapat mempengaruhi intensitas cahaya yang masuk ke dalam air, karena tumbuh-tumbuhan tersebut juga mempunyai kemampuan untuk mengabsorbsi cahaya matahari
3. Air, Curah Hujan dan Kelembaban Produktivitas pada ekosistem terrestrial berkorelasi dengan ketersediaan air. Air merupakan bahan dasar dalam proses fotosintesis, sehingga ketersediaan air merupakan faktor pembatas terhadap aktivitas fotosintetik. Secara kimiawi air berperan sebagai pelarut universal, keberadaan air memungkinkan membawa serta nutrien yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Air memiliki siklus dalam ekosistem.
Keberadaan air dalam ekosistem dalam bentuk air tanah, air sungai/perairan, dan air di atmosfer dalam bentuk uap.
Uap di atmosfer dapat mengalami kondensasi lalu jatuh sebagai air hujan. Interaksi antara suhu dan air hujan yang banyak yang berlangsung sepanjang tahun menghasilkan kondisi kelembaban yang sangat ideal tumbuhan terutama pada hutan hujan tropis untuk meningkatkan produktivitas.Tingginya kelembaban pada gilirannya akan meningkatkan produktivitas mikroorganisme. Selain itu, proses lain yang sangat dipengaruhi proses ini adalah pelapukan tanah yang berlangsung cepat yang menyebabkan lepasnya unsur hara yang dibutuhkan oleh tumbuhan. Terjadinya petir dan badai selama hujan menyebabkan banyaknya nitrogen yang terfiksasi di udara, dan turun ke bumi bersama air hujan. Namun demikian, air yang jatuh sebagai hujan akan menyebabkan tanah-tanah yang tidak tertutupi vegetasi rentan mengalami pencucian yang akan mengurangi kesuburan tanah.
4. Nutrien Tumbuhan membutuhkan berbagai ragam nutrien anorganik, beberapa dalam jumlah yang relatif besar dan yang lainnya dalam jumlah sedikit, akan tetapi semuanya penting. Pada beberapa ekosistem terrestrial, nutrien organik merupakan faktor pembatas yang penting bagi produktivitas. Produktivitas dapat menurun bahkan berhenti jika suatu nutrien spesifik atau nutrien tunggal tidak lagi terdapat dalam jumlah yang mencukupi. Nutrien spesifik yang demikian disebut nutrien pembatas (limiting nutrient). Pada banyak ekosistem nitrogen dan fosfor
merupakan nutrient pembatas utama, beberapa bukti juga menyatakan bahwa CO 2 kadang-kadang membatasi produktivitas. Produktivitas di laut umumnya terdapat paling besar diperairan dangkal dekat benua dan disepanjang terumbu karang, di mana cahaya dan nutrien melimpah. Produktivitas primer persatuan luas laut terbuka relativ rendah karena nutrien anorganik khusunya nitrogen dan fosfor terbatas ketersediaannya dipermukaan. Di tempat yang dalam di mana nutrien melimpah, namun cahaya tidak mencukupi untuk fotosintesis. Sehingga fitoplankton, berada pada kondisi paling produktif ketika arus yang naik ke atas membawa nitrogen dan fosfor kepermukaan.
5. Tanah Potensi ketersedian hidrogen yang tinggi pada tanah-tanah tropis disebabkan oleh diproduksinya asam organik secara kontinu melalui respirasi yang dilangsungkan oleh mikroorganisme tanah dan akar (respirasi tanah). Jika
tanah dalam keadaan basah, maka karbon dioksida (CO 2 ) dari respirasi tanah beserta air (H 2 O) akan membentuk asam karbonat (H2CO 3 ) yang kemudian akan mengalami disosiasi menjadi bikarbonat (HCO3-) dan sebuah ion hidrogen
bermuatan positif (H + ). Ion hidrogen selanjutnya dapat menggantikan kation hara yang ada pada
koloid tanah, kemudian bikarbonat bereaksi dengan kation yang dilepaskan oleh koloid, dan hasil reaksi ini dapat tercuci ke bawah melalui profil tanah. Hidrogen yang dibebaskan ke tanah sebagai hasil aktivitas biologi, akan bereaksi dengan liat silikat dan membebaskan aluminium. Karena aluminium merupakan unsur yang terdapat dimana-mana di daerah hutan hujan tropis, maka alminiumlah yang lebih dominan berasosiasi dengan tanah asam di daerah ini. Sulfat juga dapat menjadi sumber pembentuk asam di tanah. Sulfat ini dapat masuk ke ekosistem melalui hujan maupun jatuhan kering, juga melalui aktivitas organisme mikro yang melepaskan senyawa gas sulfur. Asam organik juga dapat dilepaskan dari aktivitas penguraian serasah.
6. Herbivora Sekitar 10% dari produktivitas vegetasi darat dunia dikonsumsi oleh herbivora biofag. Persentase ini bervariasi menurut tipe ekosistem darat. Namun demikian, akibat yang ditimbulkan oleh herbivor pada produktivitas primer sangat sedikit sekali diketahui. Bahkan hubungan antar herbivor dan produktivitas primer bersih kemungkinan bersifat kompleks, di mana konsumsi sering menstimulasi produktivitas tumbuhan sehingga meningkat mencapai tingkat tertentu yang kemudian dapat menurun jika intensitasnya optimum. walaupun defoliasi pada individu pohon secara menyeluruh sering sekali terjadi, hal ini disebabkan oleh tingginya keanekaragaman di daerah hutan hujan tropis. Selain itu, banyak pohon mengembangkan alat pelindung terhadap herbivora melalui produksi bahan kimia tertentu yang jika dikonsumsi oleh herbivora memberi efek yang kurang baik bagi herbivora.
7. DO (Dissolved Oxygen). Disolved oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Kelarutan oksigen sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat pada suhu yaitu
sebesar 14,16 mg/l O 2 . Konsentrasi ini akan menurun sejalan dengan meningkatnya suhu air. Dengan peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut semakin tinggi.
Sumber utama oksigen terlarut dalam air adalah penyerapan oksigen dari udara melalui kontak antara permukaan air dengan udara, dan dari proses fotosintesis. Pengaruh oksigen terlarut terhadap fisiologi organisme air terutama adalah dalam proses respirasi. Nilai oksigen terlarut di suatu perairan mengalami fluktuasi harian maupun musiman. Fluktuasi ini selain dipengaruhi oleh perubahan temperatur juga dipengaruhi oleh aktifitas fotosintesis dari tumbuhan yang menghasilkan oksigen. nilai DO yang berkisar antara 5,45-7,00 mg/l cukup baik bagi proses kehidupan biota perairan. Nilai oksigen terlarut di perairan sebaiknya berkisar antara 6-8 mg/l.
8. BOD (Biochemical Oxygen Demand) Nilai BOD (Biochemical Oxygen Demand) menyatakan jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik dalam proses penguraian senyawa organik, yang diukur pada suhu 200 C Dari hasil penelitian misalnya diketahui bahwa untuk menguraikan senyawa organik yang terdapat di dalam limbah rumah tangga secara sempurna, mikroorganisme membutuhkan waktu sekitar 20 hari lamanya. Mengingat bahwa waktu selama 20 hari dianggap terlalu lama dalam proses pengukuran ini, sementara dari hasil penelitian diketahui bahwa setelah pengukuran dilakukan selama 5 hari jumlah senyawa organik yang diuraikan sudah mencapai kurang lebih 70% maka pengukuran yang umum dilakukan
adalah pengukuran selama 5 hari (BOD 5 ).
Nilai konsentrasi BOD menunjukan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar sampai 5 Nilai konsentrasi BOD menunjukan suatu kualitas perairan yang masih tergolong baik dimana apabila konsumsi oksigen selama 5 hari berkisar sampai 5
2.5.2. Hubungan Produktivitas Primer Terhadap Tumpahan Minyak
Salah satu aktivitas manusia yang dapat mencemari ekosistem laut adalah aktivitas minyak bumi lepas pantai. Aktivitas ini jika tidak dilakukan dengan pengawasan dan perancanaan yang baik akan berakibat fatal yaitu dapat menyebabkan tumpahnya minyak ke permukaan laut (oil spill). Walaupun minyak memiliki peranan yang penting bagi perekonomian suatu negara, namun minyak dapat mencemar dan merusak ekosistem jika tidak dikelola dengan baik. Tumpahan minyak di laut akan menyebabkan kerugian, baik dilihat dari aspek ekonomi maupun ekologi. Kerugian dari aspek ekonomi misalnya menyebabkan menurunnya hasil tangkapan perikanan (ikan dan kerang-kerangan), produksi rumput laut, produksi benih, kunjungan wisata yang berakibat menurunnya pendapatan masyarakat pesisir. Dampak dari aspek ekologi yaitu: 1) Kerusakan hutan bakau, 2) kerusakan terumbu karang dan padang lamun, 3) Kerusakan habitat pemijahan (spawning ground) dan pembesaran (nursery ground), 4) Kerusakan pantai, 5) Kerusakan dasar perairan pantai (siltasi lumpur, pasir, batuan).
Berdasarkan tinjauan ekologisnya, lapisan minyak dipermukaan air laut dapat menghambat penetrasi cahaya matahari masuk ke dalam kolom perairan sehingga laju fotosintesis akan tergangu dan berkurang yang meyebabkan penurunan produktivitas primer perairan. Ketika produktivitas primer berkurang dalam rantai makanan dilaut, maka makanan untuk konsumen tingkat satu akan berkurang sehingga persaingan merebutkan makanan oleh organisme tingkat diatasnya meningkat dan menyebabkan banyak kematian, yang akan terus belanjut hingga konsumen tingkat atas.
Ketika minyak masuk ke lingkungan laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami proses perubahan secara fisik dan kimia. Diantara proses tersebut adalah terbentuknya lapisan (oil slick), tersebar (dissolution), penguapan (evaporation), polimerasi (polymerization), emulsifikasi (emulsification), emulsi minyak dalam air (oil in water emulsions), fotooksida, biodegradasi mikroba, sedimentasi, dicerna oleh plankton, dan terbentuk gumpalan. Komponen minyak yang tidak dapat larut di dalam air akan mengapung dan menyebabkan air laut berwarna hitam. Kecepatan penyebaran akan bergantung pada kecepatan angin, arus laut dan jenis minyak. Selain itu penyebaran minyak yang ada di perairan semakin bertambah luas disebabkan adanya proses difusi minyak. Keberadaan minyak di perairan mengalami penurunan disebabkan oleh terjadinya proses evaporasi dan dispersi minyak yang disebabkan oleh kondisi lingkungan.
Jika arah sebaran minyak menuju pantai dan mengendap, maka minyak akan terdegradasi dengan sendirinya di pantai dan berdampak negatif bagi ekosistem pantai. Beberapa komponen minyak tenggelam dan terakumulasi di dalam sedimen sebagai deposit hitam pada pasir dan batuan-batuan di pantai. Komponen hidrokarbon yang bersifat toksin dapat berpengaruh pada reproduksi, perkembangan, pertumbuhan dan perilaku biota laut terutama pada plankton bahkan dapat mematikan ikan dan organisme laut lainnya.
2.5.3. Pertanyaan dan Jawaban Permasalahan
Beberapa pertanyaan yang perlu untuk dibahas yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana proses produktivitas primer di perairan yang cuacanya ekstrim contonya di kutub utara?
2. Apa arti treathmen dengan produktivitas primer serta hubungannya dengan kondisi tumpahan minyak di Balikpapan ?
Jawaban :
1. Proses produktivitas primer pada perairan yang cuacanya lebih ekstrim memiliki perbedaan yang dapat dibandingkan karena laju produksi makhluk hidup dalam ekosistemnya. Contohnya seperti lingkungan perairan Indonesia yang terletak didaerah kawasan tropis aka nada proses yang berbeda. Jika di daerah tropis yang daerahnya tidak menutup kemungkinan akan hanya sedikit
tingkat produktivitas primer karena hanya sedikit cahaya matahari disana hanya akan ada sedikit proses fotosintesis. Fitoplankton yang merupakan organisme autotrof utama yang menentukan produktivitas primer perairan sangat bergantung pada proses fotosintesis. Untuk mengetahui tinggi rendahnya juga bisa diketahui dengan melakukan pengukuran terhadap biomassa fitoplankton dan konsentrasi klorofil. Produktivitas primer juga dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor contohnya seperti suhu atau temperatur. Pada temperatur suatu sistem akuatik yang dipengaruhi oleh faktor intensitas cahaya matahari, terjadinya pertukaran panas antara air dan udara. Berdasarkan gradasi suhu rata-rata tahunan produktivitas akan meningkat dari wilayah kutub ke ekuator. Suhu secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh pada produktivitas dan berperan dalam mengontrol reaksi enzimatik dalam proses fotosintesis misalnya suhu berperan dalam membentuk stratifikasi kolom perairan yang akibatnya dapat mempengaruhi distribusi vertikal fitoplankton.
2. Treathmen memiliki arti masa pemulihan atau biasa dijelaskan sebagai tahap perbaikan atau pengobatan jadi dapat disimpulkan bahwa hubungan Treathmen dengan tumpahan minyak di Balikpapan adalah apakah tumpahan minyak di Balikpapan serta hubungannya dengan produktivitas primer memiliki peluang atau ada untuk masa pemulihan sendiri serta tingkatan produktivitas primer pada wilayah tumpahan minyak di Balikpapan kemungkinan akan memiliki hubungan karena mempengaruhi kondisi perairannya. Tapi belum bisa dipastikan bahwa akan sangat memiliki hubungan disebabkan studi kasus pada tumpahan minyak di Balikpapan baru- baru ini dan belum ada yang meneliti seperti apa dan bagaimana, apakah memiliki hubungan atau tidak.