Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Hibrid ITO CdS Klorofil PANI ITO

PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA
HIBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO

TAOFIK JASA LESMANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

ABSTRACT

TAOFIK JASA LESMANA. Fabrication and Characterization of
ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ Hybrid Solar Cell. Under Direction of
AKHIRUDDIN MADDU and IRMANSYAH.
The ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO hybrid solar cells have been
prepared. CdS and PANI is deposited onto indium-tin oxide (ITO) by
chemical bath deposition (CBD) and casting method, respectively, followed
by sandwiched of Chlorophyll between CdS and PANI layers. Chlorophyll
used are complexes of copper with chlorophyll. The concentration of copper
in chlorophyll are 50 ppm, 100 ppm and 150 ppm. PANI is doped with HCl.

The various concentration of HCl are 1 M, 2 M and 3 M. The cell
photovoltaic characteristic, especially current-voltage curve, suggest the
presence of barrier Schottky at CdS/Chlorophyll interface. Various
photovoltaic parameters of cells obtained by light illumination. The highest
maximum open circuit voltage (Voc) is 0.494 mV. This Voc is owned by
ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 100 ppm copper concentration in
chlorophyll and 3 M HCl concentration in PANI. The lowest maximum
open circuit voltage (Voc) is 0.294 mV. This Voc is owned by
ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 150 ppm copper concentration in
chlorophyll and 2 M HCl concentration in PANI. The measurement at nine
cells, indicate that ITO/CdS/Chlorophyll/PANI/ITO cell with 150 ppm
copper concentration in chlorophyll and 3 M HCl concentration in PANI
having good performance showed by height ff value (0.27) and consistent
data at all measurements. The overall results showed there are inconsistent
donor concentration of PANI to open circuit voltage (Voc), especially for
ITO/CdS/Chlorophyll-100/PANI/ITO cell. The inconsistent presence is due
to uncontrolled Chlorophyll layer between CdS and PANI.
Keywords: solar cell, Chlorophyll photovoltaic, Chlorophyll, PANI

RINGKASAN

TAOFIK JASA LESMANA. Pembuatan dan Karakterisasi Sel Surya Hibrid
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Dibimbing oleh AKHIRUDDIN MADDU
Dan IRMANSYAH.
Klorofil dapat dijadikan bahan pembuatan sel surya organik. Selain
sebagai antena penangkap cahaya, klorofil juga memiliki sifat
semikonduktif terhadap listrik, sehingga klorofil digolongkan sebagai
material semikonduktor organik. Pembawa mayoritas pada klorofil adalah
hole, sehingga klorofil termasuk semikonduktor tipe-p. Dengan membuat
persambungan (junction) antara klorofil dengan material semikonduktor
tipe- n, dimungkinkan akan timbul beda potensial dan aliran arus yang dapat
dimanfaatkan untuk aplikasi sel surya.
Klorofil sebagai bahan alami, sangat mudah terdegradasi dan
teroksidasi oleh lingkungan. Adanya pengaruh ini dapat menurunkan kinerja
dari sel surya. Oleh karena itu penelitian dalam meningkatkan ketahanan
bahan organik khususnya klorofil untuk pembuatan sel surya sangat
diperlukan.
Pengukuran tegangan dan arus listrik sel merupakan parameter
penting dalam melihat apakah sel surya yang dibuat layak dipakai atau
tidak. Parameter lain yang sangat penting dalam melihat kinerja sel surya
adalah nilai fill factor (ff). Nilai ff ini merupakan perbandingan antara daya

maksimum pada rangkaian luar terhadap daya tegangan (daya potensial).
Struktur sel surya yang dibuat terdiri dari lapisan ITO/CdS/
klorofil/ITO dan ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO. Klorofil yang dipakai
merupakan hasil modifikasi, yaitu dengan mengganti lagam Mg pada pusat
cincin porpirin dengan lagam Cu. Penggantian ini diharapkan dapat
meningkatkan ketahanan dan kestabilan klorofil. Klorofil pada sel ini
berfungsi sebagai donor elektron, sedangkan film CdS sebagai akseptor
elektron. CdS merupakan semikonduktor tipe-n. Penambahan lapisan PANI
(polyaniline) dengan konsentrasi doping (HCl) 1 M, 2 M dan 3M antara
lapisan klorofil dengan ITO bertujuan untuk meningkatkan mobilitas
muatan dan menurunkan energi penghalang antara lapisan klorofil dengan
ITO.
Berdasarkan kurva arus (I)-tegangan (V) diketahui bahwa klorofil
memiliki sifat fotovoltaik yang lebih dominan dibandingkan dengan sifat
fotokonduktif. Hal ini diperlihatkan dari distribusi arus-tegangan pada kurva
I-V yang tidak linier dan tidak simetrik. Hasil karakterisasi optik, XRD dan
SEM menunjukkan bahwa CdS telah terbentuk di atas kaca berlapis ITO
(TCO) dengan energi gap sebesar 0.23 eV.

Pengukuran parameter fotovoltaik terhadap sel ITO/CdS/Klorofil/ITO

dan ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO menunjukkan bahwa sel dengan struktur
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO memiliki nilai parameter fotovoltaik yang
lebih besar. Pemakaian konsentrasi donor H+ pada PANI yang besar akan
meningkatkan nilai rapat arus sel. Selain ditentukan oleh konsentrasi donor
H+ pada PANI, nilai rapat arus juga ditentukan oleh besarnya konsentrasi
Cu yang menggantikan Mg pada klorofil. Semakin besar konsentrasi Cu
yang di pakai, maka semakin besar pula nilai rapat arus sel.
Kata kunci: sel surya, sifat fotovoltaik klorofil, klorofil, PANI

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2009

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan
tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya
tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PEMBUATAN DAN KARAKTERISASI SEL SURYA
HBRID ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO

TAOFIK JASA LESMANA

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Biofisika

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

Judul Tesis : Pembuatan dan Karakterisasi
ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO
Nama
: Taofik Jasa Lesmana
NIM

: G751070081

Sel

Surya

Hibrid

Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, M. Si
Ketua

Dr. Ir. Irmansyah, M.Si
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi

Biofisika

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Akhiruddin Maddu, S.Si, MSi

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S

Tanggal Ujian:

Tanggal Ujian:

PRAKATA
Puji serta syukur penulis panjatkan ke hadirat Alloh SWT atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2008 ini adalah
pembuatan dan karakterisasi sel surya ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Akhiruddin Maddu
dan Bapak Dr. Irmansyah selaku pembimbing, serta Bapak Dr. Nurdin yang
telah membantu penyediaan bahan. Disamping itu, penghargaan penulis

juga samapaikan kepada Bapak Dr. Irzaman, Bapak Setyanto Tri Wahyudi,
M.Si, Bapak Jajang Juansah, M.Si yang telah membantu dalam penelitian.
Ungkapan terima kasih juga penulis samapaikan kepada ayah (Bapak Ende
Sukandi), Ibu (Ibu Ida Hidayah), Adik (Dini Andini N) serta seluruh
keluarga, atas segala do’a dan kasih sayangnya sekaligus menjadi sumber
inspirasi dan penyemangat bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah
ini. Apresiasi yang besar juga penulis sampaikan terutama kepada calon istri
karena virtual motivation-nya, rekan S2 dan S1 seperjuangan yang telah
menjadi motivator bagi penulis baik langsung atau pun tidak langsung.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2009
Taofik Jasa Lesmana

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 20 Nopember 1984 dari
ayah Ende Sukandi dan ibu Ida Hidayah. Penulis merupakan putra pertama
dari dua bersaudara.
Tahun 2007 penulis lulus dari Departemen Fisika Institut Pertanian
Bogor dan di tahun yang sama penulis masuk program magister sain dengan

mayor Biofisika. Penulis masuk mayor Biofisika dengan bantuan beasiswa
unggulan DIKTI.
Selama kuliah penulis mengikuti organisasi Himpunan Mahasiswa
Muslim Pasca Sarjana IPB (HIMMPAS) di bagian departemen komunikasi,
selain itu juga sebagai asisten fisika dan pengajar fisika.

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR .................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xvi
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Perumusan Masalah ........................................................................... 2
Tujuan ................................................................................................ 2
Hipotesis ............................................................................................ 2
TINJAUAN PUSATAKA
Bahan Semikonduktor ....................................................................... 3
Sel Surya .......................................................................................... 10
Sel Surya Organik ............................................................................ 16

BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................... 26
Alat dan Bahan ................................................................................ 26
Metode Pembuatan dan Karakterisasi ............................................. 26
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Optik dan Listrik Kompleks Klorofil-Cu .................. 30
Karakteristik CdS ............................................................................ 32
Karakteristik Listrik Sel ITO/CdS/Klorofil/ /ITO .......................... 37
Pengaruh Konsentrasi Donor H+ pada PANI
Terhadap Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ................................... 40
Pengaruh Konsentrasi Cu di dalam Klorofil
pada Sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ........................................... 54
SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................. 59
LAMPIRAN ................................................................................................ 62

DAFTAR TABEL

Halaman
1 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/ITO ................................................ 29

2 Kode sampel sel ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO ...................................... 29
3 Pergeseran panjang gelombang pita absorpsi kompleks klorofil-Cu ..... 31
4 Konstanta waktu sel A1, A2 dan A3 ..................................................... 44
5 Konstanta waktu sel B1, B2 dan B3 ...................................................... 50
6 Konstanta waktu sel C1, C2 dan C3 ...................................................... 53
7 Parameter fotovoltaik sel ....................................................................... 54

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1 Kenaikan konsentrasi gas CO2 di atmosfer .............................................. 1
2 Pita-pita energi logam, semikonduktor dan insulator ............................... 4
3 Pita energi semikonduktor......................................................................... 4
4 Pita energi semikonduktor intrinsik .......................................................... 5
5 Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi
lima menggantikan posisi salah satu atom silikon dan struktur
pita energi semikonduktor tipe-n............................................................... 6
6 Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor
valensi tiga menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b)
Struktur pita energi semikonduktor tipe-p................................................ 7
7 Absorpsi film CdS (a) deposisi pada suhu ruang selama 24 jam,
(b) suhu 356 K selama 20 menit (c) pada suhu 537 K ............................. 9
8 (A) Pola XRD film CdS (a) deposisi suhu 300 K, (b) aneling suhu 523 K.
(B) Pita absorbsi film CdS (a) deposisi suhu 300 K
(b) aneling suhu 523 K ............................................................................. 9
9 Proses pembentukan p-n junction, (-) ion akseptor, (○) hole.
(+) ion donor, (●) elektron ...................................................................... 11
10 Pita energi saat keseimbangan termal ..................................................... 11
11 pita energi saat dibias maju dan pita energi saat dibias mundur ............. 13
12 Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari
cahaya dalam rangkaian tertutup ............................................................ 13
13 Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, short-circuited
dan open-circuited current ..................................................................... 14
14 Kurva karakteristik arus-tegangan saat gelap dan disinari cahaya......... 15
15 Level energi molekul.............................................................................. 17
16 Level energi molekul konjugat-π (eksitasi elektron dari
orbital π ke π*) ...................................................................................... 17
17 Struktur klorofil a dan klorofil b ............................................................ 18
18 Pita absorpsi klorofil a dan klorofil b .................................................... 18

19 Karakteristik I-V sel Al/mikrokristal klorofil a/Hg .............................. 19
20 Karakteristik I-V sel Al/klorofil a/Ag ................................................... 20
21 Skema penambahan dan tanpa penambahan doping pada polianilin .... 21
22 Diagram tipe Schottky (homojunction) dan sel surya organik
heterojunction ....................................................................................... 22
23 Diagram pita energi donor-akseptor sel surya heterojunction dan
Pemisahan eksiton ................................................................................ 22
24 Pembentukan dan pemisahan eksiton menjadi hole dan elektron ........ 23
25 Kurva karakteristik arus-tegangan, Isc dan Voc ..................................... 25
26 Absorpsi kompleks klorofil Cu-0, Cu-50, Cu-100 dan Cu-150 ........... 30
27 Karakteristik arus-tegangan (I-V) ITO/Klorofil (klorofil)/Al ............... 31
28 Pola XRD film CdS di atas ITO ............................................................ 32
29 Pola XRD bubuk CdS ........................................................................... 33
30 Morfologi permukaan film CdS (tampak atas) ..................................... 34
31 Morfologi film CdS (tampak samping) ................................................. 35
32 Absorbans film CdS .............................................................................. 35
33 Transmitansi film CdS .......................................................................... 36
34 Celah energi CBD-CdS pada suhu 70 oC .............................................. 36
35 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/ITO............................................ 37
36 Kurva karakteristik rapat arus (J)-tegangan (V) sel A21, A22, A23 .... 38
37 Karakteristik rapat arus – tegangan sel A21 (50 ppm Cu),
A22 (100 pm Cu) dan A23 (150 ppm Cu) dalam kondisi penyinaran .. 40
38 Diagram energi sel ITO/CdS/Klorofil/PANI//ITO ................................ 40
39 Karakteristik J-V sel A1, A2 dan A3 dalam kondisi gelap dan terang . 42
40 Kurva rapat arus tegangan Sel A1, A2 dan A3 (terang) ....................... 43
41 Pengaruh intensitas pada tegangan A1, A2 dan A3 .............................. 43
42 Pengaruh intensitas cahaya pada Isc ....................................................... 44
43 Respon dinamik dan kstabilan tegangan sel A1, A2 dan A3 ................ 44
44 Kurva I-V sel A1, A2 dan A3 ............................................................... 44
45 Karakteristik J-V sel B1, B2 dan B3 dalam kondisi gelap dan terang .. 46
46 Kurva rapat arus tegangan Sel B1, B2 dan B3 (terang) ........................ 47
47 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan sel B1, B2 dan B3 ............. 48

48 Pengaruh intensitas cahaya terhadap Isc ................................................ 48
49 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel B1, B2 dan B3 ............... 49
50 Kurva I-V sel B1, B2 dan B3 ................................................................ 50
51 Karakteristik J-V sel C1, C2 dan C3 dalam kondisi gelap dan terang .. 51
52 Kurva rapat arus tegangan Sel C1, C2 dan C3 (terang) ........................ 52
53 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan C1, C2 dan C3 ................... 52
54 Pengaruh intensitas cahaya terhadap Isc ................................................ 52
55 Respon dinamik dan kestabilan tegangan sel C1, C2 dan C3 ............... 53
56 Kurva I-V sel C1, C2 dan C3 ................................................................ 53
57 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, B1 dan C1 (Gelap) ........................ 55
58 Pengaruh intensitas cahaya pada tegangan
sel A2, B2 dan C2 (Gelap) ................................................................. 55
59 Kurva rapat arus-tegangan Sel A3, B3 dan C3 (Gelap) ........................ 55
60 Kurva rapat arus-tegangan Sel A1, B1 dan C1 (Terang) ...................... 56
61 Kurva rapat arus-tegangan sel A2, B2 dan C2 (Terang) .................... 57
62 Kurva rapat arus-tegangan Sel A3, B3 dan C3 (Terang) ...................... 57

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Diagram alir penelitian............................................................................. 63
2 Cara perhitungan konstanta waktu (τ) ..................................................... 64
3 Konstanta waktu A1, A2 dan A3 ............................................................ 65
4 Konstanta waktu B1, B2 dan B3 ............................................................. 71
5 Konstanta waktu C1, C2 dan C3 ............................................................. 71
6 Perhitungan ff A1, A2 dan A3 ................................................................. 74
7 Perhitungan ff B1, B2 dan B3 .................................................................. 75
8 Perhitungan ff C1, C2 dan C3 .................................................................. 76
9 Set up metode chemical bath deposition (CBD) ..................................... 77

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Keterbatasan cadangan energi utama seperti minyak bumi dan batu bara
memaksa kita untuk mencari pengganti sumber energi tersebut. Para peneliti telah
memperkirakan sekitar 10 sampai 20 tahun ke depan produksi minyak global akan
menurun, dengan demikian dibutuhkan energi terbarukan yang dapat diterima,
baik dalam aspek ekonomi, sosial dan politik.
Alasan pergantian bahan bakar minyak dengan energi baru, didukung oleh
harga minyak dunia yang akan terus meningkat. Alasan lain adalah semakin
banyaknya gas CO2 yang terkandung di udara, akibat emisi yang ditimbulkan dari
hasil pembakaran bahan bakar minyak.
Sumber energi terbarukan dapat dibentuk dengan mengubah langsung energi
matahari, energi air dan energi angin. Gambar 1 menunjukkan kenaikan
konsentrasi CO2 dari awal tahun 1700 sampai 2000. Kenaikan secara signifikan
CO2 ini dimulai sejak revolusi industri di inggris.
Sel surya merupakan salah satu piranti konversi energi cahaya menjadi
energi listrik yang mampu mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut.
Keterbatasan dalam segi jumlah dan harga bahan baku sel surya, merupakan salah
satu hambatan pengembangan piranti ini. Oleh karena itu dikembangkanlah sel
surya berbahan dasar organik (alami) yang lebih banyak dari segi jumlah dan
lebih murah dari segi harga dibandingkan dengan bahan dasar sel surya
konvensional.

Gambar 1 Kenaikan konsentrasi gas CO2 di atmosfer (Petritsch 2000).

 

2

Sel surya berbahan dasar organik memiliki kestabilan yang lebih rendah
dibandingkan dengan sel surya konvensional (Maity, et al. 2009). Beberapa
penelitian telah dilakukan untuk meningkatkan kestabilan sel surya berbahan
dasar organik, yaitu dengan memodifikasi bahan organik penyusun sel surya
supaya memiliki ketahanan dan kestabilan yang tinggi.
Ferforma sel surya organik dapat ditingkatkan dengan meningkatkan
kestabilan tegangan dan arus yang dihasilkan oleh sel. Kestabilan tegangan dapat
ditingkatkan dengan menggunakan dua bahan semikonduktor yang berbeda, yaitu
semikonduktor organik dan anorganik. Penggabungan kedua jenis semikonduktor
ini akan menghasilkan sel surya hibrid organik-anorganik. Sel surya hibrid yang
pernah dibuat adalah menggunakan CdS (semikonduktor anorganik) dan klorofil
(semikonduktor organik) dengan struktur ITO/CdS/klorofil a/Ag. Perakitan sel ini
cukup sulit karena pelapisan klorofil di atas CdS dan Ag di atas klorofil masingmasing dilakukan dengan cara elektrodeposisi dan evaporasi, oleh karena itu pada
penelitian ini akan dibuat sel dengan struktur ITO/CdS/Klorofil/PANI/ITO yang
lebih mudah dalam perakitan dan penambahan lapisan polianilin (PANI) yang
diharapkan dapat memperkecil potensial penghalang antara klorofil dengan ITO
sehingga dapat meningkatkan foto generasi muatan pada sel.
Perumusan Masalah
Sel surya berbahan dasar organik merupakan piranti konversi energi (energi
cahaya menjadi listrik) yang cukup potensial untuk dikembangkan. Murahnya
biaya produksi dan ramahnya terhadap lingkungan merupakan alasan utama
semakin dikembangkannya penelitian tentang ini. Adanya ketidakstabilan dari
sifat bahan organik, merupakan tantangan bagi para peneliti untuk memodifikasi
bahan organik tersebut agar lebih stabil. Oleh karena itu pada penelitian ini telah
dilakukan pengaruh bahan organik termodifikasi terhadap kinerja sel surya.
Tujuan
1.

Mengamati

pengaruh

konsentrasi

polianilin

pada

sel

ITO/CdS/klorofil/PANI/ITO.
2.

Mengamati

perngaruh

konsentrasi

ITO/CdS/ klorofil /PANI/ITO.

Cu

pada

kenaikan

arus

sel

 

3

TINJAUAN PUSTAKA
Bahan Semikonduktor
Berdasarkan sifat listriknya semua material dikelompokkan menjadi tiga
jenis, yaitu: konduktor, semikonduktor dan isolator. Konduktor merupakan
material yang memiliki banyak elektron bebas. Elektron tersebut tidak terikat di
dalam material, sehingga bebas bergerak dan dapat mengalirkan arus. Isolator
adalah material yang tidak memiliki elektron bebas, sehingga tidak mampu
mengalirkan arus listrik. Semikonduktor merupakan material yang memiliki sifat
listrik diantara konduktor dan isolator. Dalam kondisi tertentu semikonduktor
dapat berprilaku seperti konduktor, dan pada kondisi lain seperti isolator (Nevile
RC. 1995).
Setiap atom memiliki elektron. Elektron mengorbit di dalam atom dengan
tingkatan energi tertentu. Kulit-kulit yang ada pada atom menunjukkan tingkatan
energi elektron. Elektron pada atom tunggal menempati orbital atom. Orbital atom
elektron akan membelah ketika atom-atom mengumpul saling berdekatan.
Mengumpulnya atom-atom tersebut menyebabkan jumlah orbital atom menjadi
besar dan perbedaan energi diantara orbital atom tersebut mengecil sehingga akan
terbentuk pita energi.
Konsep pita energi sangat penting dalam mengelompokkan material sebagai
konduktor, semikonduktor dan isolator. Besarnya lebar celah energi dapat
menentukan apakah suatu material termasuk konduktor, semikonduktor atau
isolator. Celah energi memisahkan pita valensi dengan pita konduksi. Elektron
pada pita valensi dapat loncat menuju pita konduksi dengan cara menyerap
sejumlah energi yang melebihi celah energi. Celah energi masing material
ditunjukkan oleh Gambar 2.
Gambar 2 menunjukkan bahwa isolator memiliki lebar celah energi yang
paling besar. Besarnya lebar celah energi menunjukkan bahwa semakin besar
energi yang dibutuhkan oleh elektron untuk bergerak dari pita valensi ke pita
konduksi, sehingga isolator sangat sulit untuk menghantarkan arus listrik. Celah
energi pada semikonduktor lebih kecil dibandingkan dengan isolator, sehingga
energi yang dibutuhkan elektron untuk bergerak ke pita konduksi lebih kecil

 

4

dibandingkan dengan isolator. Diagram pita energi terakhir adalah pita energi
konduktor. Pada konduktor, pita valensi saling bertumpang tindih dengan pita
konduksi, sehingga terlihat tidak ada celah energi antara pita valensi dengan pita
konduksi.
Gambar 3 menunjukkan pita energi di dalam semikonduktor. Pita bagian
atas disebut pita konduksi karena elektron yang berada pada pita ini sangat mudah
digerakan oleh medan listrik luar, sedangkan pita bagian bawah disebut pita
valensi. Elektron pada pita ini terikat kuat pada atomnya dibandingkan elektron
pada pita konduksi. Elektron pada pita valensi dapat melompat ke pita konduksi
dengan menyerap energi yang lebih besar dari pada celah energi.
Berdasarkan sumber elektron dan hole yang dihasilkan, semikonduktor
dibagi

menjadi

semikonduktor

intrinsik

dan

semikonduktor

ekstrinsik.

semikonduktor intrinsik merupakan semikonduktor murni tanpa ada pengotor
(impuritas). Jumlah muatan pembawa ditentukan oleh sifat material itu sendiri.
Jumlah elektron (n) di pita konduksi pada semikonduktor intrinsik sama dengan
jumlah hole di pita valensi pada kondisi suhu ruang. Pita energi pada
semikonduktor intrinsik ditunjukkan oleh Gambar 4.
Energi elektron

Level Fermi

Celah energi
Level valensi

Logam

Semikonduktor

Isolator

Gambar 2 Pita-pita energi logam, semikonduktor dan isolator.

Pita konduksi

Celah energi

Pita valensi

Gambar 3 Pita energi semikonduktor (Würfel P. 2005).

 

5

Semikonduktor ekstrinsik adalah material semikonduktor yang telah
dimasukkan

impuritas.

Elektron

dan

hole

dihasilkan

dari

impuritas.

Semikonduktor intrinsik dapat diubah menjadi semikonduktor ekstrinsik dengan
menambahkan atom impuritas ke dalam semikonduktor intrinsik. Atom-atom
yang dapat dijadikan impuritas berasal dari unsur golongan tiga dan lima pada
tabel periodik. Penambahan impuritas dari golongan lima (atom pentavalen) ke
dalam semikonduktor intrinsik akan menghasilkan semikonduktor tipe n.
Semikonduktor tipe-n dapat dibuat dengan menambahkan sejumlah kecil atom
pengotor pentavalen (antimoni, fosofor atau arsenik) pada silikon murni.
Atom-atom pengotor (dopan) ini mempunyai lima elektron valensi sehingga
secara efektif memiliki muatan sebesar +5q. Saat sebuah atom pentavalen
menempati posisi atom silikon dalam kisi kristal, hanya empat elektron valensi
yang dapat membentuk ikatan kovalen lengkap, dan tersisa sebuah elektron
yang tidak berpasangan (Gambar 5a). Karena hasil penggabungan Si dengan
atom pentavalen menghasilkan satu elektron yang tidak berpasangan, maka atom
pentavalen disebut atom donor. Penambahan atom donor ini akan mengubah
keadaan energi Fermi mendekat di bawah pita konduksi (Soga. 2006) (Gambar
5b).

Gambar 4 Pita energi semikonduktor intrinsik (Soga. 2006).

 

6

Gambar 5 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi
lima menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur
pita energi semikonduktor tipe-n (Sze dan Kwok 2007).
Penambahan impuritas dari golongan tiga ke dalam semikonduktor intrinsik
akan menghasilkan semikonduktor tipe-p. Semikonduktor tipe-p dapat dibuat
dengan menambahkan atom trivalen (aluminium, boron, galium atau indium)
pada semikonduktor murni. Atom-atom pengotor (dopan) ini mempunyai tiga
elektron valensi sehingga secara efektif hanya dapat membentuk tiga ikatan
kovalen. Saat sebuah atom trivalen menempati posisi atom silikon dalam kisi
kristal, terbentuk tiga ikatan kovalen lengkap, dan tersisa sebuah muatan
positif dari atom silikon yang tidak berpasangan yang disebut lubang (hole)
(Gambar 6a). Material

yang

dihasilkan dari

proses

pengotoran

ini

menghasilkan pembawa muatan negatif pada kristal yang netral. Karena atom
pengotor menerima elektron, maka atom pengotor ini disebut sebagai atom
akseptor (acceptor). Gambar 6b menunjukkan energi Fermi pada semikonduktor
tipe-p mendekat ke atas pita valensi (Soga. 2006).

 

7

Gambar 6 a) Struktur kristal silikon dengan sebuah atom pengotor valensi
tiga menggantikan posisi salah satu atom silikon dan b) Struktur
pita energi semikonduktor tipe-p (Sze dan Kwok 2007).
Selain silikon bahan semikonduktor yang sering digunakan untuk aplikasi
sel surya adalah Cadmium sulphide (CdS). CdS merupakan bahan semikonduktor
logam chalcogenide (II-VI) yang memliki celah energi sebesar 2,42 eV, indeks
bias 2,5 dan termasuk semikonduktor tipe-n (Centinögü et al 2006). CdS sering
digunakan sebagai pengganti elektroda Al pada sel surya karena tahan terhadap
oksidasi. Sẽgue at al. telah memakai film CdS pada sel surya sebagai pengganti
Al. Dari penelitian sebelumnya diketahui bahwa pemakaian Al sebagai elektroda
pada sel surya dapat menimbulkan lapisan baru, yaitu lapisan Al2O3. Lapisan ini
dapat mengurangi karakteristik sel surya.
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendeposisikan CdS pada
substrat. Metode tersebut diantaranya adalah vacum evaporation, sputtering,
chemical vapor deposition, spray pyrolysis, electrodeposition, dip growth,
successive ionic adsorption and reaction dan chemical bath deposition (CBD).
Metode yang sering digunakan untuk deposisi CdS adalah CBD. Metode CBD
banyak digunakan karena lebih efisien dalam pendeposisian logam chalconide,
murah, temperatur rendah dan mudah dilakukan (Centinögü et al 2006).

 

8

Metode CBD dapat menghasilkan film yang stabil, homogen dan kompak.
Kualitas film yang ditumbuhkan dengan metode CBD ditentukan langsung oleh
substrat dan kondisi reaksi (Zhaou et al. 2008). Reaksi pembentukan CdS dapat
ditulis sebagai berikut:

Suhu deposisi dapat mempengaruhi film CdS yang terbentuk. Semakin
tinggi suhu deposisi, maka semakin tebal pula CdS yang tumbuh di atas substrat.
Gambar 7 menunjukkan spektrum absorpsi Film CdS. CdS yang dideposisikan
pada suhu ruang selama 24 jam, tidak terdeteksi dengan jelas, sedangkan CdS
yang dideposisikan pada suhu 573 K terlihat dengan jelas (Zhaou et al. 2008).
Suhu annaling dapat mempengaruhi ukuran kristal film CdS dan pita
absorbsi cahaya. Pola XRD menunjukkan semakin tinggi suhu annaling, maka
semakin tinggi juga ukuran kristal film. Hal ini terlihat dari intensitas puncak
XRD milik CdS yang semakin tinggi pada bidang (001) (Gambar 8A). Besarnya
suhu annaling film CdS juga dapat meningkatkan absorbansi. Semakin besar suhu
annaling maka semakin besar pula aborbansinya (Gambar 8B) (Devi et al. 2008).
Meningkatnya kristalinitas akan menyebabkan ukuran butir film menjadi
berubah. Terjadi kenaikan ukuran butir, ketika suhu annaling ditingkatkan. Devi
et al. menunjukkan terjadi perubahan ukuran butir dari 39.5 nm (tanpa annaling)
menjadi 139.8 nm (annaling). Hal ini terjadi karena ketika suhu dinaikan, ukuran
kristal akan meningkat, sehingga ukuran butir akan meningkat pula. Besarnya
suhu annaling dapat mempengaruhi celah energi CdS. Celah energi CdS akan
menurun dengan naiknya suhu annaling (Devi et al. 2008).

 

9

Gambar 7 Absorpsi film CdS (a) deposisi pada suhu ruang selama 24 jam, (b)
suhu 356 K selama 20 menit (c) pada suhu 537 K (Zhaou et al. 2008).

A

 

B

 

Gambar 8 (A) Pola XRD film CdS (a) deposisi suhu 300 K, (b) annaling suhu 523
K. (B) Pita absorbsi film CdS (a) deposisi suhu 300 K (b) annaling suhu
523 K (Devi et al. 2008).

 

10

Sel Surya
Sel surya adalah suatu divais yang mengkonversi energi cahaya menjadi
energi listrik (Soga T, editor. 2006). Pada umumnya sel surya dibuat dari bahan
semikonduktor anorganik, seperti silikon mono kristalin atau multi kristalin
(Petritsch 2000). Sel surya konvensional seperti ini dapat menyerap cahaya
matahari lebih dari 24%. Efisiensi yang telah dicapai oleh sel surya berbahan
dasar material anorganik sekitar 10-20% (Hoppe et al. 2004). Efisiensi sel surya
anorganik dapat ditingkatkan lagi dengan membuat tiga persambungan bahan
semikonduktor yang terdiri dari GaInP, GaAs, and Ge. Sel seperti dapat
menghasilkan Voc sebesar 2.26 V dan efisiensi sebesar 29% pada skala
laboratorium (Hepp et al. 2005).
Sel surya konvensional pada umumnya tersusun dari persambungan
semikonduktor tipe-p dan tipe-n (p-n junction). Hal terpenting pada sel surya p-n
adalah adanya pemisahan muatan, yaitu hole dan elektron akibat penyinaran oleh
cahaya. Adanya persambungan antara kedua tipe semikonduktor ini menyebabkan
terbentuknya potensial pada persambungan dan difusi muatan. Difusi muatan
terjadi karena adanya gradien konsentrasi muatan pembawa antara semikonduktor
tipe-p dan tipe-n. Difusi hole dari semikonduktor tipe-p menuju tipe-n, sedangkan
elektron dari semikonduktor tipe-n menuju tipe-p.
Difusi hole dan elektron tidak terjadi terus menerus, karena ketika hole
meninggalkan tipe-p dan hilang di dalam tipe-n akibat rekombinasi, maka sebuah
akseptor akan diionisasikan menjadi negatif di daerah tipe-p yang membentuk
muatan ruang negatif. Hal yang sama terjadi pada elektron yang meninggalkan
muatan ruang positif pada daerah tipe-n, sehingga membangkitkan medan listrik
yang berasal dari ruang muatan postif menuju ruang muatan negatif (Gambar 9).
Medan listrik ini akan menghambat difusi hole dan elektron. Medan listrik akan
bertambah kuat dengan semakin banyaknya difusi dan rekombinasi. Aliran-aliran
muatan pembawa ini akan berhenti setelah terdapat keseimbangan antara aliran
difusi dan aliran drift. Keseimbangan ini ditandai oleh adanya kesamaan antara
level Fermi tipe-p dan tipe-n (Gambar 10).

 

11

Daerah netral

Daerah deplesi Daerah netral

Medan listrik

Gambar 9 Proses pembentukan p-n junction, (-) ion akseptor, (○) hole. (+) ion
donor, (●) elektron (Rio et al. 1999).

 

Gambar 10 Pita energi saat keseimbangan termal (Soga. 2006).
Pada keadaan seimbang, di dalam hubungan p-n terbentuk
1. daerah tipe-p netral: daerah dengan jumlah hole sama dengan jumlah aseptor.
2. daerah muatan ruang tipe-p: daerah diionisasikannya aseptor negatif.
3. daerah muatan ruang tipe-n: daerah diionisasikannya donor positif
4. daerah tipe-n netral: daerah dengan jumlah donor sama dengan jumlah
elektron.

Besarnya potensial internal pada daerah deplesi dapat dipengaruhi oleh
tegangan eksternal yang dipasang pada sisi-p dan sisi-n. Pemasangan tegangan
bias positif pada sisi tipe-p dan negatif pada sisi tipe-n akan menurunkan potensial
internal pada daerah deplesi (Gambar 11a). Keadaan ini disebut bias maju (VF).

 

12

Pemasangan bias maju akan menurunkan arus drift, tetapi dapat menaikkan disfusi
elektron dari tipe-n ke tipe-p dan difusi hole dari tipe-p ke tipe-n. Rapat arus total
(J) yang mengalir pada saat persambungan p-n dibias maju adalah pertambahan
rapat arus difusi pada sisi-n (Jn) dengan rapat arus difusi pada sisi-p (Jp).


⎛ qVF
J = J p + J n = J 0 ⎜⎜ e kT − 1⎟⎟



(1)

J0 adalah rapat arus saturasi, k adalah konstanta Bolzman, q adalah muatan dan T
adalah suhu mutlak.
Pemasangan bias negatif pada sisi-p dan positif pada sisi-n akan menaikkan
potensial internal pada daerah deplesi (Gambar 11 b). Keadaan ini disebut bias
mundur (VR). Rapat arus yang mengalir pada saat bias mundur adalah

⎛ − qVkTR
− 1⎟⎟
J = J 0 ⎜⎜ e



(2)

Besarnya arus pembawa pada persambungan p-n dipengarui oleh penyinaran
cahaya. Penyinaran cahaya pada persambungan p-n akan membentuk pasangan
elektron-hole yang memiliki energi lebih besar dari pada celah energi.
Pembentukan pasangan elektron-hole terjadi di daerah difusi dengan panjang Lp
untuk difusi hole dan Ln untuk difusi elektron. Pasangan elektron-hole ini akan
berkontribusi terhadap arus foto. Jumlah pasangan elektron-hole dipengaruhi
intensitas cahaya yang datang. Pasangan elektron-hole akan berpisah karena
medan listrik yang ada pada daerah deplesi. Adanya pemisahan muatan pada
daerah deplesi, akan menghasilkan aliran arus dari sisi-n ke sisi-p ketika sisi-p dan
sisi-n dihungkan dengan kawat luar (Gambar 12).
Penyinaran persambungan p-n oleh cahaya pada rangkaian terbuka akan
menyebabkan pemisahan muatan pembawa. Pemisahan muatan pembawa ini akan
menghasilkan tegangan. Diagram pita energi perambungan p-n pada saat
dihubung singkat (short-circuited) dan arus rangkaian terbuka (open-circuited
current) ditunjukkan oleh Gambar 13a dan 13b.

 

13

 

Gambar 11 (a) pita energi saat dibias maju, (b) pita energi saat dibias mundur
(Soga. 2006).

 

Gambar 12 Aliran muatan pembawa persambungan p-n saat disinari cahaya dalam
rangkaian tertutup (Soga. 2006).

 

14

Gambar 13 Pita energi p-n junction saat disinari cahaya, (a) short-circuited dan
(b) open-circuited current (Soga. 2006).
Arus yang mengalir pada saat sisi-p dan sisi-n dihubung singkat disebut arus
short-circuit (Isc) yang nilainya sama dengan arus foto (IL) jika hambatan seri
(series resistance) sama dengan nol. Ketika sisi-p dan sisi-n diisolasi, elektron
bergerak menuju sisi-n dan hole menuju sisi-p. Elektron dan hole akan berkumpul
pada kedua sisi, sehingga menghasilkan tegangan. Tegangan tersebut dianamakan
tegangan open-circuit (Voc). Kurva karakteritik arus-tegangan persambungan p-n
saat disinari cahaya dan gelap ditunjukkan oleh Gambar 14.

 

15

 

Gambar 14 Kurva karakteristik arus-tegangan saat gelap dan disinari cahaya
(Soga 2006).
Arus yang mengalir pada persambungan p-n ketika disinari cahaya adalah:
qV

⎛ nkT

I = I 0 ⎜ e − 1⎟⎟ − I sc



(3)

Ketika rangkaian terbuka I = 0, sehingga tegangannya adalah
Voc =


nkT ⎛ I sc
ln⎜⎜
+ 1⎟⎟
q
⎝ I0


(4)

Fill factor merupakan parameter fotovoltaik sel surya yang dapat dijadikan
penentu baik dan buruknya sel. Fill factor dapat dicari dengan menggunakan
persamaan:
FF =

Vm I m
Voc I sc

VmIm adalah daya maksimum sel.

(5)

 

16

Sel Surya Organik
Pemakaian sel surya sebagai sumber energi semakin berkembang, tetapi di
sisi lain terdapat beberapa hambatan dalam pengembangannya, terutama pada sel
surya konvensional. Kelemahan dari sel surya konvensional adalah terbatasnya
bahan baku dan mahalnya biaya produksi. Energi dan teknologi canggih banyak
dibutuhkan dalam pembuatan sel surya konvensional, seperti tingginya suhu yang
diperlukan, yaitu sekitar 400 – 1400 oC dan kondisi vakum yang tinggi (Petritsch
2000). Oleh karena itu diperlukan jenis sel surya baru yang dapat mengurangi
permasalahan yang ada pada pembuatan sel surya konvensional.
Sel Surya Organik merupakan piranti yang diharapkan dapat mengurangi
permasalahan yang ada pada sel surya konvensional. Penelitian awal tentang sel
surya organik diilhami oleh proses fotosintesis, yaitu adanya penyerapan cahaya
oleh klorofil, keluarga forfirin. Sruktur sel surya organik hampir sama dengan sel
surya konvensional. Lapisan aktif sisi-n dan sisi-p pada sel surya konvensional,
menjadi lapisan donor dan akseptor pada sel surya organik. Lapisan aktif pada sel
surya organik terbuat dari bahan semikonduktor organik.
Transport

muatan

pada

semikonduktor

organik

bergantung

pada

kemampuan muatan pembawa untuk melintas dari satu molekul ke molekul lain.
Loncatan muatan pembawa dari satu molekul ke molekul lain ditentukan oleh
celah energi antara tingkat energi HOMO (high occupied molecule orbital) dan
LUMO (lowest unoccupied molecule orbital). Gambar 15 menunjukkan tingkat
energi HOMO dan LUMO pada semikonduktor organik. Transport muatan pada
semikonduktor organik lebih ditentukan oleh orbit ikatan π dari pada orbitl ikatan
(Gambar 16). Hal ini terjadi karena energi eksitasi yang dibutuhkan oleh
elektron pada orbitl π menuju orbit π* lebih kecil dibandingkan dengan elektron
yang berada pada orbital ikatan

(Brütting W et al. 2005).

 

17

 

Gambar 15 Level energi molekul

 

Gambar 16 Level energi molekul konjugat-π (eksitasi elektron dari orbital
π ke π*) (Brütting W et al. 2005).
Bahan semikonduktor organik yang digunakan sebagai lapisan aktif sel
surya dapat berbentuk molekul atau polimer konjugat. Semikonduktor molekul
organik yang sering digunakan adalah klorofil. Klorofil merupakan pigmen
penyerap cahaya pada tumbuhan. Tumbuhan tingkat tinggi memiliki dua jenis
klorofil, yaitu klorofil a dan b. Struktur klorofil (Gambar 17) digambarkan oleh
Willstatter dan Fischer dan ditetapkan oleh Woodward tahun 1960 (Davidov
1982). Struktur dasar penyusun klorofil adalah cincin planar dengan ion Mg
berada dipusat koordinat. Ion Mg ini dikelilingi oleh atom nitrogen.

 

18

Gambar 17 Struktur klorofil a dan klorofil b (Best, B)
Spektrum penyerapan cahaya oleh kedua klorofil tersebut ditunjukkan oleh
Gambar 18. Pita absopsi maksimum klorofil a berada pada panjang gelombang
merah
pada

= 700 nm dan biru

= 440 nm. Pita absorpsi maksimum klorofil b berada

= 660 dan 460 nm. Intensitas maksimum cahaya matahari yang mencapai

permukaan bumi berada pada rentang panjang gelombang 450-550 nm
(ungu-hijau dan hijau), hal ini menunjukkan bahwa hanya pada daerah ini saja
cahaya yang diserap klorofil minimum.

Gambar 18 Pita absorpsi klorofil a dan klorofil b [Anonim].

 

19

Sifat semikonduktif dan fotovoltaik klorofil a, diketahui dari fenomena dark
signal (tegangan open-circuit dan arus short-circuit), ketika dibentuk seperti dioda
Schottky. Penelitian awal terhadap klorofil a menunjukkan bahwa klorofil a
memiliki efisiensi kuantum yang kecil tanpa perlakuan eksperimen khusus.
Beberapa penelitian telah mengukur efisiensi klorofil a, yaitu sekitar 0,1% (Chen
et al. 1978). Gambar 19 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan klorofil a.
Elektroda negatif yang dapat digunakan adalah Al, dan Hg sebagai elektroda
positif. Cahaya yang datang pada sisi Al menyebabkan muatan pembawa
dihasilkan di daerah ruang muatan (space-charge) atau di dalam panjang difusi L
film klorofil. Penghalang (barrier) merupakan tempat yang efisien untuk proses
pengumpulan pembawa (carrier).
Mabrouki, et al. 2002 telah melihat efek fotovoltaik pada klorofil dengan
mengelektrodeposisi klorofil a pada alumunium. Klorofil a yang dielektrodeposisi
harus homogen dan memiliki perbandingan absorbansi pada panjang gelombang
745 nm (mikrokristalin klorofil a) dengan absorbansi pada panjang gelombang
660 nm (monomer klorofil a) lebih besar dari 5. Lapisan klorofil ditutup oleh
elektroda Ag melalui evaporasi. Besar arus yang didapatkan pada penyinaran
Al/klorofil a/Ag lebih besar dari pada arus tanpa penyinaran (Gambar 20).
Efisiensi konversi yang dihasilkan tidak berbeda jauh dari hasil penelitian yang
lain, yaitu sebesar 0,1 %.

Gambar 19 Karakteristik arus tegangan Al/klorofil a/Hg (a) elektroda Hg Murni,
(b) campuran Hg dengan 8,7% In (c) campuran Hg dengan 17,8% In
(Chen et al. 1978).

 

20

 

Gambar 20 Karakteristik I-V sel Al/klorofil a/Ag (a) terang, (b) gelap (Mabrouki
et al. 2002).
Semikonduktor polimer konjugat yang sering digunakan untuk aplikasi sel
surya adalah polianilin (PANI). Polianilin (PANI) merupakan polimer organik
yang bersifat konduktif (Quiñonens et al. 2003). Penambahan doping pada
polianilin akan meningkatkan konduktivitas menjadi 10 kali dari semula
(Quiñonens et al. 2003). Penambahan doping biasanya menggunakan HCl.
Gambar 21 (a) menunjukkan skema penambahan doping HCl pada pembentukan
polianilin, sedangkan Gambar 21 (b) pembentukan polianilin tanpa doping.
Gambar 21 (b) menunjukkan bahwa tidak terdapat muatan bebas di dalam rantai,
sedangkan pada Gambar 21 (a) terdapat dua polaron yang terdelokalisasi
sepanjang rantai polimer.
Polianailin banyak digunakan untuk pelapisan elektroda. Lapisan polianilin
pada elektroda akan meningkatan konduktivitas elektroda. Sulfonated polianilin
(SPAN) merupakan bentuk polianilin yang sering dipakai untuk meningkatkan
konduktivitas listrik elektroda. Lapisan SPAN di atas tin-oxide (TO) dapat
meningkatkan pengumpulan muatan positif, selain itu juga dapat mengurangi
energi barrier efektif untuk injeksi muatan positif dari TO (Valaski, et al. 2004).

 

21

 

Gambar 21 (a) Skema penambahan doping pada polianilin (b) tanpa penambahan
doping (Quiñonens et al. 2003).

Jenis-jenis Struktur Sel Surya Organik
Rancangan sel surya organik pertama kali adalah dengan membentuk
persambungan tipe Schottky atau disebut juga dengan sel surya organik
homojunction (Gambar 22.a). Susunan sel ini terdiri dari lapisan organik dengan
dua elektroda yang mengapit lapisan organik. Struktur lapisannya terdiri dari
logam/lapisan organik/logam. Sel yang disusun seperti ini kurang efisien, karena
fotogenerasi muatan hanya terjadi pada lapisan tipis dekat permukaan
logam/lapisan organik.
Rancangan sel surya organik yang lebih baik terdiri dari dua semikonduktor
organik yang berbeda (organic heterojunction, Gambar 22b). Sel surya organik
heterojunction terdiri dari dua material semikonduktor aktif, yaitu material donor
dan material akseptor elektron. Antara dua permukaan material ini terbentuk gaya
elektrostatik yang dihasilkan oleh perbedaan afinitas elektron dan potensial
ionisasi. Medan listrik antar dua permukaan akan timbul jika salah satu material
memiliki afinitas elektron dan potensial ionisasi yang lebih besar dibandingkan
dengan material lain. Medan listrik ini akan memisahkan pasangan elekton dan
hole (eksiton) (Gambar 23). Pemisahan eksiton pada sel surya organik
heterojunction lebih efisien dibandingkan dengan pemisahan eksiton pada organik
homojunction.

 

22

 

Gambar 22 (a) Diagram tipe Schottky (homojunction) dan (b) sel surya organik
heterojunction (Lane et al. 2005).

(A)

(B)

Gambar 23 (A) Diagram pita energi donor-akseptor sel surya heterojunction (B)
Pemisahan eksiton (Kietzke 2007).
Kelamahan pada sel surya organik homojunction dan heterojunction
adalah terbatasnya daerah foto generasi muatan. Salah satu cara untuk mengatasi
masalah tersebut, yaitu dengan meningkatkan daerah photocarrier generation.
Daerah photocarrier generation dapat ditingkatkan dengan membentuk daerah
campuran antara pembawa elektron dan hole, sehingga sel membentuk bulk
heterojunction (Gambar 24) (Lane et al. 2005).
Sel seperti ini dibuat dengan cara mencampurkan langsung material donor
elektron dengan material penerima elektron. Jika panjang atau tebal lapisan
campuran tersebut sama dengan panjang difusi eksiton, maka eksiton akan
bergerak ke daerah persambungan (antar muka) antara material donor dengan
material akseptor, kemudian akan terpisah. Hole akan bergerak ke katoda,
sedangkan elektron bergerak ke anoda (Nelson 2002).

 

23

Katoda

Anoda

Gambar 24 Pembentukan dan pemisahan eksiton menjadi hole (○) dan elektron
(●)(Yang et al. 2005).
Efisiensi bulk heterojunction (BHj) solar cell dapat ditingkatkan dengan
mengatur pertumbuhan kristal organik di atas substrat. Pengaturan dilakukan
dengan cara menentukan posisi dan orientasi material donor-acceptor memakai
metode organic vopour-phase deposition (OVPD). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa BHj yang dibuat dengan metode ini dapat menghasilkan efisiensi dari 1.4 ±
0.1 % (annealed BHj) menjadi (2.7 ± 0.1)% (controled bulk OVPD heterojuction)
(Yang et al. 2005).
 

Sel Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction
Kajian tentang Surya Hibrid Organik-Anorganik Heterojunction diawali
dengan fotovoltaik organik berbasis molekul-molekul kecil, kemudian diikuti oleh
sel fotovoltaik berbasis polimer.

Penelitian tentang sel Surya Hibrid

Organik-Anorganik Heterojunction telah dilakukan oleh (Sẽgue et al. 1991)
dengan menyambungkan film CdS (semikonduktor anorganik tipe-n) dengan
klorofil a (Chl a) sebagai semikonduktor organik tipe-p. Penelitian ini diilhami
oleh penelitian sebelumnya yang menemukan bahwa, klorofil memiliki sifat
semikonduktif. Pemakain CdS pada penelitian tersebut dimaksudkan untuk
menggantikan Al (Al/Chl a/Ag), karena logam ini mudah mengalami oksidasi
sehingga dapat menurunkan arus foto.
Perbedaan fungsi kerja yang besar antara klorofil a (Chl a) dengan CdS
menyebabkan terbentuknya potensial penghalang antara klorofil dengan CdS.
Gambar 25 menunjukkan kurva karakteristik arus-tegangan klorofil/CdS.
Distribusi arus-tegangan yang tidak linier dan tidak simetris menunjukkan

 

24

terbentuknya potensial penghalang antara kedua permukaan material tersebut
(Gambar 25 A).
Hasil penelitian Sẽgue et al. menunjukkan bahwa klorofil merupakan donor
elektron sedangkan CdS sebagai akseptor elektron. Penyinaran pada panjang
gelombang di atas 550 nm dimaksudkan untuk menghindari penyerapan cahaya
oleh CdS. Efisinsi tertinggi yang dihasilkan oleh sel dengan struktur ITO/CdS/Chl
a/Ag sebesar 0.17% ketika disinari cahaya dengan panjang gelombang 740 nm.
Nilai efisiensi ini masih kecil untuk skala industri, sehingga dibutuhkan penelitian
lanjutan agar dapat meningkatkan nilai efisiensi tersebut.
Gambar 25 B dan 25 C menunjukkan kenaikan Isc dan Voc terhadap
kenaikan intensitas. Semakin besar intensitas semakin besar pula kenaikan Isc dan
Voc. Khusus untuk Voc, kenaikan intensitas tidak akan kontinu meningkatkan Voc,
hal ini disebabkan karena semakin tinggi intensitas, maka semakin besar pula
konversi trapping state menjadi pusat rekombinasi (Sẽgue et al. 1991). Pusat
rekombinasi akan menurunkan Voc, sehingga pada Gambar 25 C, nilai Voc pada
intensitas tinggi akan bergerak konstan.

 

25

A

B

 

C

Gambar 25 (A) Kurva karakteristik arus-tegangan, (B) Isc pada panjang
gelombang sinar 560 nm (□), 680 nm (■) dan 740 nm (●), (C) Voc
terhadap intensitas cahaya datang (Isc), panjang gelombang sinar
560 nm (●), 740 nm (□). Luas aktif sel ITO/CdS/Chl a/Ag sebesar
0,45 cm2 (Sẽgue et al. 1991).

 

26

BAHAN DAN METODE

Waktu dan tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September 2008 – Juni 2009 di
Laboratorium Biofisika, Laboratorium Material dan Laboratorium Fisika lanjut
Departemen Fisika IPB. Karakterisasi x-ray diffraction (XRD) dan scanning
electron microscope (SEM) dilaksanakan di PPGL Bandung.
.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan adalah neraca analitik, beaker glasss, statip, pengaduk,
crucible (cawan keramik), pipet mohr, magnetic strirrer, hotplate, furnace, pH
meter digital, termometer digital, labu takar, tabung reaksi, ultrasonic bath dan
gelas kimia. Bahan yang digunakan adalah kompleks klorofil-Cu, kaca TCO, HCl,
etanol, acetyl aceton, Polietilenglikol 4000 (PEG), film alumunium, akuades,
CdCl2 (cadmium sulfat), H2NCSNH2 (thiourea), TEA, C6H5NH2 (aniline) dan
(NH4)2S2O8 (Ammoniumperoxodisulfat), kertas