Kajian Aplikasi Herbisida Sulfosat Tunggal serta Campurannya dengan Paraquat dan Metsulfuron Metil dalam Pengendalian Gulma Alang-alang

1q

...dengan bimbingan Allah SWT, dan kesabaran melaksanakan
kewajiban, karya sederhana ini kuharap berguna bagi orang
lain.....takkan pernah bisa Aku lupakan jerih payah almarhum
bapakku, doa ibuku dan adik-adikku.....dan Maknun....y ang
menemani hari-hariku dalam berkarya

a

[j

M
f,.

It!,!
i:

il

KAJIAN APLIKASI HERBISIDA SULFOSAT TUNGGAL

SERTA CAMPURANNYA DENGAN PARAQUAT
DAN METSULFURON METIL DALAM PENGENDALIAN
GULMA ALANG-ALANG (Imperatn cylindricn (L.) Beauv.)

.

. A/"

OLEH :
ASSARI AHMAD
A 31.1682

JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSITUT PERTANIAN BOGOR
2001

ASSARI AHMAD. Kajian Aplikasi Herbisida Sulfosat Tunggal serta Campurannya
dengan Paraquat dan Metsulfuron Metil dalam Pengendalian Gulma Alang-alang
(Imperata cylindrica (L.) Beauv.) (Dibimbing oleh IS HIDAYAT UTOMO dan

ADOLP PIETER LONTOH).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat dosis herbisida yang efektif
dari aplikasi sulfosat tunggal dan campuran sulfosat dengan paraquat maupun
metsulfuron metil dalam mengendalikan gulma alang-alang.
Penelitian dilakukan di Kecamatan Cigudeg, Jasinga, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, dengan ketinggian tempat sekitar 360 m di atas permukaan laut, mulai bulan
Juni hingga Oktober tahun 2000. Sebagai perlakuan digunakan herbisida sulfosat,
paraquat, dan metsulfuron metil, untuk aplikasi pada alang-alang fase vegetatif yang
tumbuh di lapang, pada petak percobaan berukuran 3 m x 5 m. Aplikator yang
digunakan adalah knapsack sprayer tipe Solo, nozel kuning, dengan volume semprot
500 llha. Aplikasi dan pembabatan manual dilakukan pada alang-alang yang tumbuh
setelah 18 hari sebelumnya dibabat sampai permukaan tanah.
Penelitian disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan faktor
tunggal yang terdiri dari 13 perlakuan, antara lain : kontrol (SO), pembabatan manuti1
(B), sulfosat 0.36 kg b.a./ha (Sl), sulfosat 0.72 kg b.a./ha (S2), sulfosat 2.4 kg b.a./ha
(S3), campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan paraquat 0.138 kg b.a./ha (SIPI),
carnpuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan paraquat 0.276 kg b.a./ha (SlP2), campurax
sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan paraquat 0.138 kg b.a./ha (S2P1), campuran sulfosat
0.72 kg b.a./ha dengan paraquat 0.276 kg b.a./ha (S2P2), campuran sulfosat
0.36 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 15 g b.a./ha (SlMl), campuran sulfosat

0.36 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 20 g b.a.1ha (SlM2), campuran sulfosat
0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 15 g b.a./ha (S2M1), dan campuran sulfosat
0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 20 g b.a./ha (S2M2). Ulangan diberikan
sebanyak 4 kali, sehingga selun~hnyaberjumlah 52 satuan percobaan, dengan luas

efektif seluruh satuan percobaan 780 m2. Pengamatan dilakukan pada 1, 2, 4, 8, 12
dan 16 MSA, meliputi persentase penutupan gulma (PPG) alang-alang, berat kering
daun alang-alang hidup dan berat kering rimpang alang-alang hidup.
Hasil perhit~mgansidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan memberikan
pengaruh yang nyata terhadap PPG d m berat kering daun pada 1, 2, 4, 8, 12 dan

16 MSA, sedangkan perhitungan pada berat kering rimpang menunjukkan pengaruh
yang nyata pada 2,4,8,12 dan 16 MSA.
Aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil

20 g b.a./ha menunjukkan penekanan penutupan gulma yang lebih baik daripada
pellggunaan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha, dan tidak berbeda nyata dengan aplikasi
sulfosat 2.4 kg b.a./ha mulai 8 MSA hingga 16 MSA. Penggunaan campuran sulfosat

0.72 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 20 g b.a./ha memberikan penekanan berat

lcering daun yang sama dengal aplikasi sulfosat 2.4 kg b.a./ha, hingga 16 MSA, tetapi
tidak lebih baik daripada penggunaan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha, hingga

12 MSA. Perlakuan S2M2 memberikan pengaruh penekanan berat kering rilnpang
yang lebih baik daripada perlakuan S2 pada 12 MSA, dan berbeda nyata dengall
ltontrol hingga 16 MSA. Selain itu perlakuan S2M2 juga memberikan penekanan
berat kering rimpang yang sama dengan aplikasi sulfosat 2.4 kg b.a./ha. Penggunaan
catnpuran sulfosat dengan paraquat masih memberikan pengaruh penekanan PPG
yang sama dengan kontrol serta tidak memberikan penekanan berat kering dam dan
ri~npang yang lebih baik daripada aplikasi masing-masing sulfosat tunggalnya

(S1 dan S2).

KAJIAN APLIKASI HERBISIDA SULFOSAT TUNGGAL
SERTA CAMPURANNYA DENGAN PARAQUAT
DAN METSULFURON METIL DALAM PENGENDALIAN
GULMA ALANG-ALANG (Impcrata cyliit(1rica (L.) Beauv.)

Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Meraih Gelar

Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian
Institut Pertanian Bogor

OLEH :
ASSARI AHMAD
A 31.1682

JURUSAN BUD1 DAYA PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSITUT PERTANIAN BOGOR
2001

: KAJIAN APLIKASI HERBISIDA SULFOSAT TUNGGAL

SERTA CAMPURANNYA DENGAN PARAQUAT DAN
METSULFURON METIL DALAM PENGENDALIAN
GULMA ALANG-ALANG (Zmperata cylindrica (L.) Beauv.)
Nama Mahasiswa : ASSARI AHMAD
Nomor Pokok


: A 31.1682

Program Studi

: AGRONOMI

Dosen Pembimbing I1

Dosell Pembimbing I

-

cAsew--

-

Ir H. Is Hidayat Utomo, MS.
NIP. 130 875 596

Mengetahui,

Daya Pertanian

TANGGAL LULUS :

0ea $E? ')ufl

Peilulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 November 1975 sebagai anak
pertana dari lima bersaudara, putra pasangan Alm. Aclunad Chotib dan Asiyah.
Pada t d u n 1982 Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di
TK Raudhatul Ulum di Jakarta dan menamatkan pendidikan sekolah dasar pada
tahun 1988 di SD Negeri Pulo 02, Kebayoran Baru, Jakarta. Selanjutnya Penulis
ineinasuki sekolah meilengah pertama di SMP Negeri 12, Kebayoran Baru, Jakarta,
tahun 1988 dan inenyelesaikannya tahun 1991. Tahun 1991 Penulis melanjutkan
pendidikal sekolah menengah atas di SMA Negeri 46, Kebayoran Baru, Jakarta,
lulus pada tahuil 1994.
Penulis terdaftar sebagai mahasiswa tingkat persiapan bersama di Institut
Perta~~ial
Bogor pada tahun 1994 inelalui jalur Undangan Saringail Masuk IPB
(USMI). Selanjutnya pada tallun 1995 Penulis memasuki Program Studi Agronomi,
Jurusan Budi Daya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertmian Bogor. Penulis

turut aktif meiljadi anggota Himpunan Mahasiswa Agronomi dan Forum Komunikasi
dail Kerjasama Himpunan Mahasiswa Agronomi Indonesia (FKK HIMAGRI) tahun
1995 - 1997 dan berperan serta menjadi pengurus Badan Civa Muslim Jurusan
Budidaya Pertanian Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, tahun
1996 -1997. Selain itu penulis juga menjadi pengurus dan anggota Komisi Asrama
IPB Sukasari periode 1995 - 1997.

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang lnampu terucap selain puji syukur ke hadirat Allah SWT atas
karuniaNya pada penyusunan karya ilmiah ini. Puji syukur juga atas rahmatNya kita
lnasih dala~nkeadaan sehat sehingga dapat melaksanakan semua kewajiban kita.
Karya ilmiah ini dibuat penulis dalain rangka memenuhi syarat untuk meraih
gelar sarjana di Jurusan Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Peltalian
Bogor. Penulisan didasarkan pada penelitian tentang pengendalian gulma alang-

slang yang mengarnbil lokasi di daerah Cigudeg, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Pelaksanaan salah satu tugas akhir ini sangat bertnanfaat bagi penulis dalatn
menamball wawasail pengetahuan khususnya illnu gulma. Penulis berharap dapat
iltut serta ~nemberikansumbangan tenaga serta fikiran semampunya untuk bidang ini

di masa yang akan datang.
Suatu keselnpatan yang berharga untuk lnengungkapkan rasa terima kasih yang
tulus kepada :

1. Bapak Ir H. Is Hidayat Utomo, MS. dan Bapak Ir A. Pieter Lontoh, MS., sebagai
dosen pembimbing penulis
2. Bapak Ir Hariyadi, MS. sebagai wakil urusan skripsi sekaligus dosen penguji

3. Orang tua penulis, khususnya Bapakku Achmad Chotib (alm.) serta seluruh
keluarga tercinta yang telah memberikan doa dan segalanya
4. Maltnun, yang selalu menemaniku dan menjadi motivasi dalam bekerja

5. Selnua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu.
Semoga selnua doa, bantuan, bimbingan, dan kebaikan tersebut meildapat
galljaran yang setirnpal dari Yang Maha Kuasa.
Penulis berharap selnoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
Bogor, September 2001

Penulis


DAFTAR IS1

Halaman
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ....................................................................................... 1

..

Tujuan Penel~t~an
....................................................................................

4

Hipotesis ................................................................................................

4

TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 5

Gulma Alang-alang dan Permasalahannya ............................................

5

Pengendalian Alang-alang Secara Kimia ...............................................

..

Campuran Herb~sida..............................................................................
Sulfosat ..................................................................................................
Paraquat .................................................................................................
Metsulfuron Metil ..................................................................................
BAHAN DAN METODE ................................................................................

..

Teinpat dan Waktu Penelltian ................................................................
Bahan dan Alat ......................................................................................
Metode Penelitian ...................................................................................

..

Pelaksanaan Penel~tian.......................................................................... 16
HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 17
Persentase Penutupan Gulma Alang-alang ............................................

17

Berat Kering Daun Alang-alang ..........................................................

21

Berat Kering Rimpang Alang-alang ......................................................

25

KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 29
Kesimpulan ............................................................................................ 29
Saran ...................................................................................................... 29
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 30
LAMPIRAN .................................................................................................... 33

DAFTAR TABEL

1. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Penutupan Gulma
Alang-alang ........................................................................................... 18

2. Peilgaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Daun Alang-alang ............ 23
3. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering Rimpang
Alang-alang .......................................................................................... 27

Lampiran

1. Sidik Ragam Persentase Penutupan Gulma Alang-alang ...................... 34
2. Sidik Ragam Berat Keriilg Daun Alang-alang ..................................... 34
3. Sidik Ragam Berat Kering Rimpang Alang-alang ...............................

35

DAFTAR GAMBAR

. .
. .

1. Struktur Klm~aSulfosat ....................................................................... 11

2. Struktur K ~ r n Paraquat
~a
....................................................................... 12
3. Struktur Kimia Metsulfuron Metil ....................................................... 13

4. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Penutupan Gulma
Alang-alang ........................................................................................... 21
5. Pengaruh Perlakuan terhadap Berat Kering
Daun Alang-alang ................................................................................. 25

6. Pengauh Perlakuan terhadap Berat Kering
Rimpang Alang-alang ........................................................................... 28

1. Denah Petak Percobaan ........................................................................ 36
2. Ukuran dan Nomor Urut Kuadran Pengambilan Sampel dalam Satuan
Percobaan Untuk Pengamatal pada 1,2,4,8, 12, dan 16 MSA ...........

37

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Gulma adalah tumbuhan yang m u m berada di lingkungan hidup manusia,
dapat terlihat sadar atau tidak sadar, lnampu menginfestasikan diri di sisi jalan, pagarpagar rumah, saluran air, kolam, kebun dan taman, lahan penggembalaan, lahan
pertanian, serta hutan. Gulma adalah bagian yang tidak terlepas dari dunia pertanian
dan mempengaruhi penggunaan lahan, nilai ekonomi lahan, serta nilai estetika lahan.
Gulma sendiri sesungguhnya terbentuk karena kondisi perubahan ekosistem
yang dikehendaki manusia, yaitu perubahan dari ekosistem yang heterogen menjadi
lebih homogen. Pada kondisi seperti demikian, gulma menjadi salah satu komponen
dengan populasi yang cukup besar (Utomo dan Chozin, 1997).
Pengendalian gulma merupakan suatu ha1 yang mutlak dilakukan untuk
mempertahankan kesinambungan produksi pertanian karena gulma berkompetisi
secara lcuat dengan tanaman pokok dalam mendapatkan cahaya, air, hara, dan ruang
hidup. Gulma juga menggmggu pemanenan dan proses pemeliharaan tanaman pokok
seperti pemupukan, selain itu dapat menjadi inang bagi hama, penyakit, dan
nematoda (Anderson, 1977).
Anderson (1977) mengemukakan bahwa praktek yang digunakan untuk
lnernbatasi pertunbuhan dan penyebaran gulma dikelompokkan menjadi :
(1) pencegahan, yang ditekankan untuk mencegah terintroduksinya gullna ke dalam

suatu areal secara lokal maupun regional dengan undang-undang, (2) eradikasi, yaitu
usaha memberantas seluruh bagian vegetatif dan reproduktif gulma sehingga tidak
akan lnalnpu muncul kembali di suatu areal kecuali diintroduksikan lagi, dan

(3) pengendalian, yaitu usaha menjembatani kedua metode di atas dimana infestasi
gulrna pada suatu areal dikurangi, tetapi tidak dimusnahkan secara keseluruhan.
Tindakan pengendalian bertujuan untuk menekan populasi gulma sampai
tingltat populasi yang tidak merugikan secara ekonomi. Ada empat metode
pengendalian gulma, yaitu : kultur teknis, mekanis, biologi, dan kimia.

Penggunaan herbisida merupakan metode pengendalian secara kimia yang
menawarkan kemungkinan-kemungkinan untuk menghindari kerusakan fisik akibat
pengendalian secara mekanis maupun manual, menekan biaya yang tinggi,
meinpersingkat waktu, d m penggunaan tenaga kerja yang lebih sedikit. Aldrich
(1984), menyatakan bahwa herbisida memberikan kontribusi yang cukup besar dalam
rancangan budidaya pertanian dengan meminimumkan kehilangan hasil akibat gulma,
dalam suatu sistem produksi pertanian.
Ilerbisida tidak hanya digunakan untuk mengendalikan gulma pada tanaman
pertanian, taman-taman dan kebun, tetapi juga untuk memhuat lanskap yang lebih
menarik, meinberikan mutu hijauan yang lebih baik sebagai pakan ternak, dan
memperbaiki pemandangan yang lebih baik di sepanjang sarana jalan (Muzik, 1970).
Salah satu jenis gulma pionir yang mampu beradaptasi secara luas adalah
alang-alang.

Gulma dengan rimpang tahunan ini dapat ditemukan hampir pada

seluruh areal di daerah tropis dan sebagian sub tropis, sampai ketinggian 2 600 meter
di atas permukaan laut.

Kepadatan populasi alang-alang pada areal yang tidak

-

5 juta individulha dengan berat kering 7 - 18 toidha,

terganggu mencapai 3

sedangkan berat kering rimpangnya sekitar 3 - 11 tonlha (Suryaningtyas et. al., 1996).
Herbisida telah lama digunakan dalam pengendalian alang-alang (Soerjani,
1970). Pengendalian alang-alang dengan herbisida memberikan efek mematikan
yang jauh lebih tinggi dari cara mekanis, serta menghemat waktu dan tenaga kerja
(Utomo, Lontoh dan Wiroatmodjo, 1991). Alternatif tersebut memerlu
perencanaan dan perhitungan yang matang karena berhubungan erat dengan
pengendalian dan efektifitas herbisida yang dipakai.
Menurut Bahar dan Kartaatmadja (1997), penggunaan herbisida di Indonesia
inenunjukkan kecenderungan meningkat. Peningkatan konsumsi herbisida sebesar
100 % terjadi dalam kurun waktu 4 tahun, antara tahun 1992 sarnpai 1996. Gurning
dan Purba (1997), menyatakan bahwa impor herbisida meningkat rata-rata sebesar

30 % per tahun, antara tahun 1993 sampai 1996. Impor yang lebih besar akan terjadi
seiring dengan ineningkatnya kebutuhan dan penghapusan subsidi.

Pemakaian herbisida sampai saat ini telah dikembangkan lebih intensif dan
ekonomis. Penggunaan dosis yang rendah, aman terhadap lingkungan d m
fleksibilitas formulasi (dapat dikombinasikan dengan herbisida lain) serta mencari
kemungkinan kompabilitas campuran herbisida adalah beberapa pertimbangan
penting dalain teknik pengembangan herbisida (Murakami, 1997).
Pada umurnnya herbisida yang dipakai sekarang terdiri dari berbagai jenis
bahan aktif, baik berbahan aktif tunggal maupun campuran, yang dikemas dalam
berbagai formulasi (Utomo, Bangun dan Rahman, dalam Bangun, Sutarto dan
Ginting, 1995). Dalam pencampuran herbisida, informasi mengenai formulasi dan
lcelarutan sangat dibutuhkan untuk melihat kedekatan sifat fisik dari masing-masing
herbisida, disamping sifat interaksi yang terbuka dengan herbisida lain.
Sulfosat termasuk herbisida sistemik pasca tumbuh dengan spektrurn yang
luas dalam mengendalikan gulma pada berbagai keadaan pertanaman.

Sulfosat

direkoinendasikan untuk mengendalikan dominasi gulma alang-alang pada lahan
yang akan diusahakan (Anonim, 1994). Metsulfuron metil adalah herbisida sistemik
pra tumbuh dan pasca tumbuh untuk mengendalikan gulma annual atau perennial
secara selektif. Paraquat adalah herbisida kontak, bersifat non selektif, dan bekerja
cepat meinatikan berbagai jenis gulma. Menurut Tomlin (1994), dalam aplikasi
campuran, metsulfuron metil maupun paraquat kompatibel dengan banyak herbisida.
Penelitian untuk mencari kemungkinan reduksi kuantitas aplikasi herbisida
bertujuan diantaranya untuk meminimalkan pencemaran pada lingkungan (Utomo,
1989). Selain itu, sampai saat ini telah dilakukan berbagai penelitian untuk mencari
lcombinasi herbisida yang lebih menguntungkan. Meningkatnya jenis gulma toleran
terhadap satu jenis herbisida membutuhkan upaya untuk mencari kombinasi yang
efektif, mengurangi biaya, serta menurunkan akibat yang ditimbulkan oleh aplikasi
herbisida dosis tinggi terhadap lingkungan (Kropff dan Laar, 1993).
Pencampuran sulfosat dengan paraquat dan metsulfuron metil dalam
lnengendalikan alang-alang merupakan aspek yang menarik untuk dikaji. Selain
dosis yang digunakan dapat dikurangi, diharapkan juga mampu memberikan daya
pengendalian yang lebih besar dibandingkan dengan komponen herbisida tunggalnya.

Dengan latar belakang ini, perlu kiranya dikaji aplikasi herbisida sulfosat tunggal dan
campuran sulfosat dengan paraquat maupun metsulfuron metil terhadap alang-alang.
Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilalcukan untuk mengetahui tingkat dosis herbisida yang efektif
dari aplikasi sulfosat tunggal dan campuran sulfosat dengan paraquat maupun
lnetsulfuron metil, dalarn pengendalian gulma alang-alang.
Hipotesis

Hipotesis yang mendasari penelitian ini adalah terdapatnya dosis efektif dari
aplikasi herbisida sulfosat tunggal dan campuran sulfosat dengan paraquat maupun
inetsulfuron lnetil dalam pengendalian gulma alang-alang.

TINJAUAN PUSTAKA

Gulma Alang-alang dan Permasalahannya
Alang-alang dengan nama ilmiah Imperata cylindrica (L.) Beauv. adalah
salah satu jenis gulma yang banyak terdapat di lahan pertanian baik di daerah tropis
lnaupun sub tropis, dengan daerah tumbuh sampai ketinggian 2 000 m di atas
permukaan laut (Tjitrosoedirdjo, Utomo dan Wiroatmodjo, 1984). Di Indonesia,
alang-alang menempati areal yang cukup luas, sekitar 8.5 juta ha (Garrity, 1997).
Di daerah Asia Tenggara dan sebagian Afrika, alang-alang mampu berbunga
sepanjang tahun apabila kondisi lingkungannya menguntungkan. Diketahui bahwa
produltsi rimpang alang-alang yang menyebabkan dominasi gulma jenis rumputrunlputan tersebut pada suatu areal daripada produksi bijinya (Mercado, 1986).
Menurut Mangoensoekarjo (1983), alang-alang adalah gullna tahunan,
berimpang dengan diameter hingga 8 mm, tinggi sekitar 15 - 125 cm dengan jumlah
buku 1 - 3 buah. Daun berbentuk pita dengan panjang 5 - 15 cm, lebar 2 - 8 mm,
per~nukaandaun berbulu, tepi daun bergerigi, tajam dan kesat. Tempat pertemuan
helai dan pelepah daun berbulu sutra lebat, dan buku berambut. Bunga majemuk
berbentuk malai dengan warna putih yang panjangnya 10

-

30 cm, berbentuk

silindris. Alat perbanyakan alang-alang adalah biji dan rimpang. Mata tunas yang
terletak di ujung rimpang mempunyai daya tumbuh yang lebih baik daripada inata
tunas pada bagian lainnya. Rimpang alang-alang yang terpotong menjadi beberapa
ruas berpotensi menjadi individu baru.
Kebanyakan rimpang alang-alang berada pada lapisan tanah sedaliun 15 cm
dan ~nasihdite~nuipada kedalaman 85 cm pada tanah yang gembur (Soerjani, 1970).
Mercado (1986) menyatakan bahwa penyebaran rimpang tertinggi berada pada
lcedalaman 25 - 30 cm dari permukaan tanah. Menurut Soerjani dan Soelnarwoto
(1969) dalam Tjitrosoedirdjo, Utomo dan Wiroatmodjo (1984), tunas pada rimpang
berkembang menjadi individu baru dalam waktu 12 hari, kemudian secara cepat
nlengaku~nulasibiomassa pada tajuk dan rimpangnya.

Perkeinbangan alang-alang yang cepat disebabkan ole11 keinampuannya
mengefisiensi kapasitas reproduksi, baik dengal biji maupun bagian vegetatif, selain
itu alang-alang mampu menghasilkan berat kering yang tinggi, mencapai 0.1 1 ghari
dengan berat kering tajuk mencapai 11.5 tonlha (Tjitrosoedirdjo, Utomo dan
Wiroatmodjo, 1984). Disamping produksi berat kering untuk menunjang kompetisi,
alang-alang juga menghasilkan zat allelopati yang menyebabkan gulma tersebut
tumbuh secara murni dan mendominasi areal yang luas.
ICemampuan memperbanyak diri secara efisien dengan rimpang dan biji
~nenyebabkanalang-alang sulit dikendalikan secara manual. Alang-alang ternlasuk
gulma dominan dengan perhunbuhan cepat pada lahan bukaan baru dengan
lcetersediaan air yang cukup (Hakim dan Pasaribu, 1997). Demikian pula halnya di
lahan perkebunan dimana alang-alang menjadi prioritas penting untuk dikendalikan,
karena selain mampu bersaing secara kuat dengan tanaman pokok, populasi alangalang yang luas dapat menyebabkan kebakaran hutan dan areal perkebunan pada
musim kemarau.

Alang-alang juga msunpu beradaptasi dan mendominasi areal

pertanaman berpindah, sehingga pengelola lahan meninggalkan begitu saja lahannya
setelah beberapa tahun ditanami (Suryaningtyas, et. al., 1966).
Beberapa kerugian dari kompetisi alang-alang terhadap tanaman pokok, antara
lain : kematian tanaman muda, menekan pertumbuhan dan pengkerdilan tanaman,
pengurangan kuantitas dan kualitas hasil panen, menyerap pupuk dan menyebabkan
stres air pada tanaman di musim kemarau. Selain itu alang-alang menyebabkan
tertundanya produksi tanaman tahunan, inisalnya penundaan hingga 2 - 4 tahun pada
produksi tanaman karet (Suryaningtyas et. al., 1996).
Mercado (1986) mengemukakan beberapa metode pengendalian alang-alang
dengan penekanan kepada cara mekanis dan kimia. Pembabatan dapat dilakukan
beberapa kali sebelum tajuk berkembang optimal, selain itu pengolahan tanah
sedalam 15 - 20 ern dapat dilakukan untuk mematikan atau mencegah tumbuhnya
tunas baru pada rimpang, dan juga alternatif pemberian naungan yang diharapkan
mampu menelcan pertumbuhan gulma. Pengendalian secara kimia lebih ditekankan

mengingat penggunaan biaya, waktu, dan tenaga yang lebih sedikit dari pada cara
melcanis dan manual.
Soerjani (1970) mengemukakan bahwa pembabatan secara sequential mampu
menekan pertumbuhan alang-alang, karena secara fisiologis pembabatan terusmenents menyebabkan pembentukan dan pengurasan karbohidrat. Namun seperti
halnya cara manual dan pengolahan tanah, metode ini juga kurang efisien dari segi
biaya, waktu, dan tenaga.

Pengendalian Alang-alang Secara Kimia
Penggunaan bahan kimia dalarn mengendalikan gulma sebagian telah
menggantikan pekerjaan manual dan mekanis yang melnbutuhkan tenaga, waktu, dan
biaya yang cukup besar. Input produksi yang besar seperti peralatan, bahan bakar,
dan tenaga manusia, serta perlunya peningkatan hasil pertanian menyebabkan
pentingnya pengembangan dan penggunaan metode terbaik dalarn pengendalian
gulma (Klingman dan Ashton, 1975).
Perkembangan ilmu gulma diawali dengan penemuan bahan kimia pembunuh
tumbuhan yang dikenal dengan herbisida.

Bahan kimia tersebut pertama kali

ditemukan tahun 1896 kemudian semakin berkembang pesat sejak ditemukannya
herbisida sistemik golongan fenoksi 2,4-D dan MCPA pada tahun 1940-an. Begitu
eratnya ilmu gulma dengan herbisida, sehingga mayoritas penelitian tertumpu pada
ha1 yang berkaitan dengan herbisida (Gurning dan Purba, 1997).
Banyak anggapan bahwa penggunaan herbisida untuk mengendalikan alangalang adalah mahal dan beresiko tinggi terhadap lingkungan.

Namun apabila

dibandingltan dengan cara mekanis, herbisida yang tepat jenis, serta aplikasi dan
waktu yang tepat, akan memberi efek mematikan alang-alang jauh lebih tinggi dari
pada cara mekanis (Utomo, Lontoh dan Wiroatmodjo, 1991). Penggunaan herbisida
untuk mengendalikan alang-alang banyak dilakukan, karena selain dapat menekan
gulma, juga menghemat tenaga kerja untuk penyiangan dan secara ekonomi lebih
murah (Rusdi, Wiroatmodjo dan Utomo, 1988). Selain itu, pengendalian kimia

tnenawarkan kemungkinan-kemungkinan untuk menghindari kerusakan fisik akibat
pengendalian secara mekanis maupun manual.
Menurut Mercado (1986), pengendalian alang-alang secara ltimia lebih
menguntungkan apabila menggunakan jenis herbisida yang bereaksi cepat dari tajuk
~nenujurimpang dan bekerja aktif dalam proses metabolisme tumbuhan sampai
seluruh sistem dan jaringan tumbuhan itu mati.

Sedangkan menurut Rusdi,

Wiroat~nodjodan Utomo (1988), adanya herbisida yang dapat lnempengarubi bagian
bawah tanah dari alang-alang akan memperbaiki pengendalian yang dilakukan.
Kurangnya efektifitas translokasi herbisida ke bagian bawah tanah alang-alang
~nungkinmerupakan alasan utama rendahnya pengendalian gulma ini.
Soerjani (1970) rnenyatakan bahwa penelitian dan studi pustaka mengenai
sejauh mana herbisida mampu mengendalikan alang-alang adalah tidak mudah. Suatu
herbisida dengan beberapa tingkat dosis yang sangat berbeda mungkin saja
~nemberikanhasil pengendalian yang sama, di lain pihak pada dosis yang sama
malnpu ~nemberikanhasil yang berbeda bahkan bertentangan. Selanjutnya dikatakan
bahwa selain dosis yang digunakan, terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi
hasil pengendalian, antara lain : keadaan tanah, iklim dan biotipe alang-alang.
Campuran Herbisida

Murakami (1997) menjelaskan mengenai teknik pengenlbangan herbisida,
antara lain : spektn~mdan selektifitas herbisida yang secara umurn lebih realistik
untuk mengembangkan herbisida yang mempunyai target gulma tertentu dan
pemakaian dosis herbisida yang rendah, aman terhadap lingkungan serta fleksibilitas
formulasi herbisida (dapat dikombinasikan dengan herbisida lain), kemudian mencari
kemungkinan kompabilitas dari herbisida-herbisida yang mempunyai sifat sinergis.
Utomo (1989) mengemukakan bahwa untuk memperoleh hasil pengendalian
yang tinggi, dapat dilakukan beberapa upaya modifikasi aplikasi herbisida, misalnya
dengan ~ne~nperhatikan
kemungkinan efek sinergis dari pencampuran herbisida.
Selain ~nereduksikuantitas aplikasi, pencampuran beberapa bahan aktif herbisida
dapat nlenurunkan biaya pengendalian dan meminimalkan pencemaran lingkungan.

Guri~ing dan Purba (1997) menguraikan peluang ke arah pengurangan dosis
rekomendasi karena pada hakekatnya dosis rekomendasi didasarkan pada hasil
peilgujian awal herbisida dengan kisaran kondisi yang cukup luas.
Pertimbangan penting yang dapat diambil dalam pencampuran herbisida
alltara lain untuk memperluas spektrum pengendalian (Sukman dan Yakup, 1995),
~neng~uangi
pengaruh resistensi gulma akibat aplikasi herbisida sejenis secara terus
lllellerus (Utomo, Bangun dan Ralunan, dalam Bangun, Sutarto dan Ginting, 1995),
tnengurailgi residu agrokimia terlladap lingkungan dan tanaman, serta pengurangan
biaya produksi dalam bentuk penghematan waktu dan tenaga kerja.
Menurut Sutidjo (1974), pencampuran herbisida dapat mempertinggi
efektifitas dan selektifitas herbisida yang digunaltan.

Selanjutnya dikemukakan

bahwa terdapat dua ha1 yang harus diperhatikan dalam pencampuran herbisida, yaitu :
herbisida yang dicampur tersebut harus kompatibel atau tidak ada perubahan fisik
akibat pencampuran, dan interaksi yang diperoleh harus mengu~tungkan.
Menurut Sumaryono dan Basuki dalanz Tjitrosoedirdjo, Tjitrosoedirdjo dan
Utomo (1988), efektifitas herbisida dapat ditingkatkan dengan mencampurkan dua
jellis herbisida atau dengan menambahkan adjuvant (menambah daya peracunan),
sehingga pemakaian herbisida dapat dihemat. Selain campuran berupa formulasi
dalaill ke~llasa~l
@rmulated mixture), pencampuran herbisida juga dapat dilakukan di
tangki aplikator (tank mixture),
Mercado (1979) mengeinukakal bahwa ulltuk menilai efektifitas yang
ditimbulkan oleh adanya interaksi harus memperhatikan dosis herbisida yang
digunaltan dan waktu pengamatan terhadap gulma sasaran. Kemudian dikatakan
bahwa hasil pengendalian yang baik di awal pengamatan, mungkin saja tidak di
julnpai di akhir pengamatan.
Campuran dua atau lebih herbisida akan menimbulkan perubahan biofisik dan
biokimia baik yang ada di dalam tanah maupun tumbuhan, sehingga respon tumbuhan
aka11bervariasi. Respon dan kepekaan gulma terhadap herbisida sangat dipengaruhi
ole11 jenis gulma, stadia pertumbuhan, faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalain

antara lain genetik, fisiologi, anatomi, dan morfologi tumbuhan, sedangkan faktor
luar meliputi cahaya, suhu, kelembaban, nutrisi dan pH tanah (Moenandir, 1995).
Sulfosat

Sulfosat merupakan herbisida purna-tumbuh, sistemik, bersifat non selektif
dan mernpunyai spektrum pengendalian yang luas. Sulfosat mempunyai nama kimia

N-(phosponomethyl)-glycine-trimethyl-sulphoni~~m.
Herbisida ini dipergunakan
untuk mengendalikan gulma golongan rumput, teki, dan berdaun lebar. Struktur
kimia sulfosat ditunjukkan pada Gambar 1.
Sulfosat dengan bahan aktif 480 g/l terdapat dalam formulasi Touchdown,
berbentuk larutan cair berwarna kecoklat-coklatan. Tomlin (1994) mengemukakan
bahwa sulfosat merupakan pengembangan dari glifosat, yakni penggantian kation H+
dengall trimetil-sulfonium (trimesium), pemakaian sulfosat dengan herbisida lain
akan mellurunkan aktifitasnya.
Ngim dan Lim dalam Sriyani (1996) mengemukakan bahwa sulfosat tersusun
atas glifosat (anion), trimesium (kation), dan alkypolyglucoside (adjuvant). Absorbsi
pada tumbuhan tidak hanya ditingkatkan oleh sistem adjuvant tetapi juga oleh kation
trimesium. Aksi ganda dari anion dan kation pada sulfosat, ditambah dengan sistem
adjuvant aka1 menambah aktifitas herbisida untuk membunuh gulma lebih cepat.
Menurut Ngim dan Lim dalam Sriyani (1996), sulfosat lebih efektif dari
glifosat dalam ha1 kemampuan dan kecepatan absorbsi untuk mematikan gulma
sasaran. Adanya beberapa ion logam dalaln air yang kurang bersih dalam larutan
aplikasi akan mengurangi efikasi sulfosat terhadap gulma tetapi masih lebih baik
apabila dibandingkan dengan herbisida glifosat.
Sulfosat diaplikasikan ke bagian tanaman melalui daun dan batang yang tidak
berkayu. Pengambilan terjadi melalui difusi da11 dapat diperbesar dengan kondisi
li~lgkullganyang memungkinkan, misalnya kelembaban relatif yang tinggi. Di dalam
tumbuha~~,
sulfosat ditranslokasikan melalui floem secara akropetal dan basipetal
(Ngim dan Lim dalam Sriyani, 1996).

Pengaruh sulfosat terhadap tumbuhan akan terlihat cepat akibat akumulasi
pada dinding sel meristem aktif, kemudian mempengaruhi metabolisme sel, sehingga
pertumbuhan sel dihambat. Tomlin (1994) menyatakan bahwa sulfosat menghambat
pembentukan asam amino dan selanjutnya mencegah sintesa protein. Sulfosat juga
menghambat fotosintesis dan inenurunkan tiilgkat produksi IAA sehingga
menyebabkan kenlatian daun dan akar. Akumulasi sulfosat terdapat pada akar,

hizorne, dan stolon, sehingga gulma dapat tereradikasi secara le~lgkap untuk
me~lcegahpertumbuhan kembali.

Gambar 1. Struktur Kimia Sulfosat

Paraquat

Paraquat adalah herbisida purna-tumbuh, kontak, dan non selektif, dengall
llama kimia 1,l Dimethyl-4-4 bypiridilium. Paraquat dengan bahan aktif paraquat
diklorida 276 gll, setara dengan paraquat ion 200 g/l terdapat pada formulasi
Gramoxone, berbentuk larutan pekat benvarna biru tua kehijauan. Struktur kimia
paraquat dapat diihat pada Gambar 2.
Paraquat membunuh jaringan hijau tanaman dengan cepat pada kondisi
intellsitas cahaya yang tinggi karena toksisitas paraquat tergantung pada fotosintesis
(Anderson, 1977). Molekul berbisida yang telah mengalami penetrasi ke dalam daun
atau bagian tumbuhan yang hijau, apabila terkena sinar matahari akan menghasilkan
hidrogen peroksida (H202) yang lcemudian merusak membran sel (Tjitrosoedirdjo,
Utomo dan Wiroatmodjo, 1984).
Paraquat merusak jaringan hijau tanaman, namun akan berubah dengan cepat
menjadi tidak aktif apabila kontak dengan tanah, karena adanya reaksi antara muatan

kation ganda pada paraquat dan muatan negatif dari mineral liat yang menyebabkan
ikatan kompleks tidak aktif. Paraquat mudah diencerkan dan dicampur dengan
herbisida lain karena kompatibilitasnya tinggi (Tomlin, 1994).
Alctifitas dan reaksi ki~niaparaquat tergautung pada kationnya dan tidak
dipengaruhi sifat gabungan anion. Bagian aktif paraquat adalah garam dikloridanya,
dan tempat altsi terjadi pada kloroplas. Ion herbisida direduksi melalui proses
fotosintesis menjadi radikal stabil dan mengalami auto-oksidasi membentuk ion
bypiridilium serta I1202 (LeBaron dan Gressel, 1982).

Gambar 2. Struktur Kimia Paraquat

Metsulfuron Metil
Metsulfuron metil mempunyai nama kimia metil 2,-{{{{(4-metoksi-6-6 metil,
1-3, 5, triazin-2-yl) amino) karbonil) -amino) sulfonil) benzoat. Metsulfuron metil

adalah herbisida pra tumbuh d m purna tumbuh, bersifat sistemik dan selektif.
Metsulfuron metil dengan bahan aktif sebesar 20 % dari formulasinya terdapat
pada Ally 20 WDG, berbentuk butiran granul yang dapat terdispersi dalam air.
Strulctur kimia metsulfuroil metil dapat dilihat pada Gambar 3.
Metsulfuron metil termasuk turunan molekul sulfonil-urea dengan dosis
penggunaan yang rendah, sekitar 2

-

75 g b.a./ha.

Menurut Gurning (1995),

metsulfuron inetil banyak diaplikasikan secara tunggal pada padi sawah di Indonesia,
sehingga hanya dapat digunakan pada spektrum gulma terbatas. Pada kenyataannya
banyak spesies gulma di lapang, sehingga pemakaian herbisida secara tunggal kurang
memberiltan daya bunuh yang diharapkan.

Tomlin (1994) mengemukakal bahwa metsulfuron metil kompatibel dengan
banyak herbisida dan lebih efektif apabila ditarnbah surfactant. Metsulfuron metil
digunakan untuk mengendalikan gulma berdaun lebar dan gulina jenis teki.
I-Ierbisida ini akan terurai di dalam tanah dan air melalui degradasi oleh mikroba dan
inelalui hidrolisis secara kimia membentuk senyawa-senyawa yang tidak beracun.
Gejala kl~ususkematian akibat metsulfuron metil belum terlihat pada satu atau tiga
minggu setelah aplikasi.
Molekul kimia metsulfuron metil bekerja menghentikan proses pembelahan
sel tumbuhan serta menghambat biosintesis asam amino valin dan isoleusin yang
dibutuhkan tanaman. Metsulfuron inetil diserap melalui daun dan akar, kemudian
ditranslokasikan secara akropetal dan basipetal, sehingga perturnbuhan pucuk akan
segera terhanbat. Metabolisme herbisida ini terjadi lewat mekanisme hidroksilasi
cinciil fenil dail konyugasi dengan glukosa (Tomlin, 1994).

Gambar 3. Struktur Kimia Metsulfuron Metil

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di areal terbuka kawasan Kecamatan Cigudeg, Jasinga,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, dengan ketinggian sekitar 360 m di atas permukaan
hut. Jenis tanah di lokasi penelitian adalah podzolik merah kuning dengan kisaran
pH 4.0 - 6.0. Curah hujan rata-rata sebesar 4 563 mmltahun, berdasarkan kategori
ikliin Oldeman termasuk beriklim basah. Penelitian ini dilaksanakan mulai bulan
Juni sallpai Oktober tahul12000.
Bahan dan Alat
Dalrun penelitian ini digunakan alang-alang fase vegetatif yang tumbuh di
lapang dengan mengusahakan kondisi yang seragam untuk seluruh petak percobaan.
Sebagai perlakuan digunakan herbisida sulfosat 0.480 kg b.a.11 dalam forinulasi
Touchdown 480 AS , paraquat diklorida 0.276 kg b.a.11 dalam formulasi Gramoxone,
dan metsulfuron metil 20 % b.a. dalam formulasi Ally 20 WDG, serta pembabatan
manual. I-Ierbisida dilarutkan dalam air dan pembabatan manual menggunakan arit.
Aplikator yang digunakan knapsack sprayer tipe Solo, dengan nozel polijet
kuning. Alat bantu lain yang digunakan adalah gelas ukur 1000 ml dan 100 ml, pipet,
oven 80°c, timbangan digital, kuadran berukuran 50 cm x 50 cm, meteran, ajir
bambu, cangkul, garu, arit, tali dan ember plastik.
Metode Penelitian
Penelitian ini disusun menggunakan rancangan acak kelompok dengan faktor
tunggal yang terdiri dari 13 perlakuru~.Ulangan diberikan sebanyak 4 kali untuk tiap
perlakuan, sehingga seluruhnya berjumlah 52 satuan percobaan. Petak percobaan
berukuran 3 m x 5 m, dan luas efektif seluruh satuan percobaan 780 id. Denah petak
percobaan dapat dilihat pada Ganbar Lampiran 1.

Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini antara lain :
(1)

so

: petak kontrol, tanpa perlakuan

(2) B

: pembabatan manual

(3) s 1

:

(4) s 2

: aplikasi sulfosat tungga10.72 kg b.a./ha

(5) s3

:

(6) S l P l

: aplikasi campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dan

aplikasi sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha
aplikasi sulfosat tungga12.4 kg b.a.1 ha
paraquat 0.138 kg b.a./ha

(7) SIP2

: aplikasi campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dan

paraquat 0.276 kg b.a.1ha
(8) SlMl

: aplikasi campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dan

metsulfuron metil 15 g b.a./ha
(9) S1M2

: aplikasi campurail sulfosat 0.36 kg b.a./ha dan

metsulfuron metil20 g b.a./ha
(10) S2P1

aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dan

:

paraquat 0.138 kg b.a./ha
(1 1) S2P2

: aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dan

paraquat 0.276 kg b.a.ka
(12) S2M1

: aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dan

metsulfuron metil 15 g b.a./ha
(13) S2M2

: aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dan

metsulfuron metil20 g b.a./ha.
Model linier yang digunakan untuk mengetahui pengaruh setiap perlakuan
adalah : Yij

=

p

+ ~i+

yj

+

cij

, dimana :

Yij

=

i~ilaipengamatan pada perlakuan Ice-i, kelompok ke-j

I-1

=

rataan umum

Ti

=

pengaruh perlakuan ke-i

Y' J

=

Eij

=

pengaruh kelompok ke-j
pengaruh galat pada perlakuan ke-i, kelompok ke-j

Perhitungan sidik ragam dilakukan untuk mengetahui pengaruh perlakuan
terhadap hasil pengamatan. Uji lanjut menggunakan prosedur Duncan Multiple Range

Test, apabila hasil uji F terhadap perlakuan dinyatakan berbeda nyata.
Pelaltsanaan Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan persiapan lahan, antara lain :
pembersihan lahan dari gulma selain alang-alang, pembabatan alang-alang sampai
permukaan tanah, dan pembuatan petak-petak berukuran 3 m x 5 m dengan ajir
ba~nbudan tali plastik.

Setelah bagian vegetatif tumbuh sampai sebelum masa

pemb~ulgaan(18 hari setelah pembabatan), dilakukan aplikasi herbisida yang sesuai
dengan perlakuan, dan pembabatan manual dengan arit. Aplikasi dilaksanakan pada
pagi hari dengan intensitas cahaya yang cukup dan tidak terjadi hujan sampai G jam
setelah pelaksanaan. Hal ini dimaksudkan agar penyerapan herbisida lebih optimal
dan tidak terjadi pencucian herbisida oleh hujan.
Agar aplikasi penyemprotan merata pada setiap petak, dilakukan kalibrasi alat
untuk menghitung kecepatan jalan rata-rata. Aplikasi menggunakan alat semprot

knapsack sprayer tipe Solo dengan volume semprot 500 lha.
Pengamatan dilakukan sebanyak enam kali terhadap masing-masing petak
pada 1, 2, 4, 8, 12, dan 16 MSA (minggu setelah aplikasi), meliputi : berat kering
daun alang-alang hidup, berat kering rimpang alang-alang hidup, dan persentase
penutupan gulma. Pengamatan dilakukan menggunakan kuadran dengan mengambil
sampel pada setiap satuan percobaan. Daun alang-alang dipotong tepat di permukaan
tanah, sedangkan rimpang diambil sampai kedalam 20 cm. Pengamatan visual pada
setiap satuan percobaan dilakukan untuk menentukan persentase penutupan gulma
dibandingkan dengan petak kontrol. Sampel dikeringkan dengan oven 8 0 ' ~selarna
tiga hari sampai berat konstan. Denah pengambilan sainpel untuk satuan percobaan
dapat dilihat pada Gambar Lampiran 2.

HASlL DAN PEMBAHASAN

Persentase Penutupan Gulma Alang-alang
Hasil perhitungan sidik ragam (Tabel Lampiran 1) menunjukkan bahwa
perlakuan memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase penutupan gulma
(PPG) pada 1, 2, 4, 8, 12 dan 16 MSA. Pengaruh perlakuan terhadap PPG disajikal
pada Tabel 1 dan dapat dilihat dalam bentuk grafik pada Gambar 4.
Pembahasan terhadap PPG alang-alang dilakukan dengan membandingkan
perlakuan sulfosat tunggal dan perlakuan campuran sulfosat dengan paraquat maupun

net sulfur on metil, serta dibandingkan di antara jenis campuran herbisida itu sendiri.
Perlakuan sulfosat tunggal dan campurannya juga dibandingkan dengan kontrol dan
peinbabatan n~anual.
Berdasarkan nilai PPG pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa penekanan terhadap
penutupan alang-alang untuk perlakuan S1 dan S2 terjadi hingga satu bulan setelah
aplikasi.

Penganatan selanjutnya hingga 16 MSA menunjukkan peningkatan

lcembali pertumbuhan alang-alang. Menurut Ngim dan Lim dalam Sriyani (1996),

,

pengaruh sulfosat dalam membunuh jaringan daun dimulai dengan gejala browning
(penguningan) karena penurunan kadar klorofil yang relatif cepat sehingga penurunan
PPG terlihat pada minggu-minggu awal penganatan.
Penggunaan sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha lebih baik dalam menekan PPG
daripada aplikasi sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha dan pembabatan manual, mulai

4 MSA hingga 16 MSA. Sedangkan penggunaan sulfosat tunggal 2.4 kg b.a./ha
memberikan penekanan PPG yang berbeda nyata dan lebih baik daripada aplikasi
sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha dan 0.72 kg b.a./ha mulai 1 MSA hingga 16 MSA.
Hal ini dapat dijelaskan bahwa peningkatan dosis aka1 meningkatkan konsentrasi
sulfosat yang diterima gulma.

Menurut Audus (1976), peningkatan konsentrasi

herbisida akan menambah jumlah herbisida yang terabsorbsi oleh turnbullan.
Absorbsi yang lebih besar akan meningkatkan jumlah translokasi herbisida untuk
~nerusakmaupun menghambat metabolisme, selanjutnya mematikan sel dan jaringan

tumbuhan. Tomlin (1994) menyatakan bahwa sulfosat merupakan pengembangan
dari glifosat melalui penggantian kation H+ dengan trimetil-sulfonium. Sulfosat
ditratlslokasikan melalui floem dan terakumulasi pada jaringan meristem kemudian
i/

~nenghambatpertumbuhan sel dan mematikan daun, batang serta pucuk tumbuhan.
Sulfosat adalah herbisida sistemik yang direkomendasikan dalarn pengendalian gulma
alang-alang (Anonim, 1994).
Tabel 1. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Penutupan Gulma
Alang-alang
l MSA

2MSA

SO

100.00 a

100.00 a

B

77.50 bc

80.00 ab

S1

85.00 ab

S2

Waktu Pengamatan
4 MSA
8 MSA

12MSA

16MSA

100.00 a

100.00 a

100.00 a

75.00 abc

85.00 a

90.00 a

98.75 a

75.00 ab

43.75 c

60.00 a

78.75 a

90.00 a

85.00 ab

51.25 b

20.00 d

22.50 bc

33.75 b

46.25 b

S3

55.00 d

3.75 d

1.88 f

0.63 d

5.63 c

11.88 c

SSP1

83.75 abc

90.00 ab

95.00 a

98.75 a

100.00 a

100.00 a

SIP2

86.25 ab

83.75 ab

82.50 ab

95.00 a

100.00 a

100.00 a

S2P 1

78.75 bc

61.25 ab

78.75 abc

85.00 a

92.50 a

96.25 a

S2P2

70.00 c

75.00 ab

75.00 abc

81.25 a

90.00 a

93.75 a

SlMl

83.75 abc

77.50 ab

47.50 bc

57.50 ab

80.00 a

87.50 a

S1M2

82.50 bc

66.25 ab

50.00 bc

62.50 a

81.25 a

92.50 a

S2M1

82.50 bc

53.75

b

30.00 d

23.75 c

32.50 b

48.75 b

S2M2

81.25 bc

26.25 c

5.00 e

3.13 d

9.38 c

15.63 c

Perlakuan

100.00 a

Data yang disajikan adalah data asli, dalam perhitungan digunakan data transfo~masilog (x + 1)
Angka yang diikuti ole11 huruf yang sama pada waktu pengamatan yang sama,
tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada taraf uji 5 %Duncan Multiple Range Test

Pembabatan manual memberikan penekanan PPG yang sama dengan semua
aplikasi campuran sulfosat dengan paraquat, hingga 16 MSA. Selain itu, pembabatan
manual juga tidak berbeda nyata dengan aplikasi sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha dan
canlpuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan metsulkon metil 15 g b.a./ha dan

20 g b.a./l~a,hingga 16 MSA. Menurut Mercado (1986), pembabatan alang-alang
akan mendorong pertumbuhan tunas akibat aktivitas metabolisme tunas yang dorman
dan perombakan cadangan makanan. Pembabatan sequential sebenarnya lnampu
menekan pertumbuhan alang-alang, tetapi tidak efisien dari segi waktu, biaya dan
tenaga (Tjitrosoedirdjo, Utomo dan Wiroatmodjo, 1984).
Perlakuan S1 memberikan penekanan PPG yang sama dengan perlakuan
S l M l dan SlM2, hingga 16 MSA. Aplikasi sulfosat tunggal 0.36 kg b.a./ha juga
tidak berbeda nyata dengan penggunaan campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan
paraquat 0.138 kg b.a./ha dan 0.276 kg b.a./ha, kecuali pada 4 MSA.
Aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan paraquat 0.276 kg b.a./ha
inenekan PPG lebih baik daripada aplikasi sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha pada
1 MSA, tetapi tidak berbeda nyata dengan kontrol mulai 2 MSA hingga 16 MSA.
Penganatan pada 4 MSA hingga 16 MSA menunjukkan bahwa perlakuan S2 masih
lebih baik daripada daripada perlakuan S2P1 dan S2P2.
Semua perlakuan campuran sulfosat dengan paraquat tidak berbeda nyata
dengan kontrol mulai 2 MSA hingga 16 MSA dan tidak memberikan penekanan PPG
yang lebih baik daripada masing-masing aplikasi sulfosat tunggalnya (S1 dan S2).
Keadaan ini diduga berkaitan dengan sifat paraquat yang secara cepat merusak serta
mematikan jaringan daun alang-alang, sehingga mengurangi jumlah sulfosat yang
lnasuk d m ditranslokasikan di dalamnya. Jumlah sulfosat yang tidak cukup untuk
mematikan jaringan daun dan rimpang mengakibatkan alang-alang tidak tereradikasi
secara tuntas, sehingga pertumbuhan kembali relatif lebih cepat.

Menurut

Tjitrosoedirdjo, Utomo dan Wiroatmodjo, (1984), herbisida sistemik memerlukan
kutikula untuk masuk menuju simplas, proses ini akan terhambat apabila herbisida
kontak sudah mematikan jaringan daun atau batang yang hijau.
Aplikasi sulfosat tunggal 0.72 kg b.a./ha memberikan nilai PPG yang lebih
rendah dan berbeda nyata daripada aplikasi campuran SlMl dan SlM2, pada 4 MSA
hingga 16 MSA. Peningkatan dosis sulfosat tunggal dari 0.36 kg b.a./ha menjadi
0.72 kg b.a./ha ternyata lebih baik dalam menekan penutupan alang-alsu~gdaripada

penggunaan campuran sulfosat 0.36 kg b.a./ha dengan metsulfuron metil 15 g b.a./ha
dan 20 g b.a./ha, terutana pada satu bulan setelah aplikasi.
Perlakuan S2M1 lebih baik dalam menekan persentase penutupan alang-alang
daripada pembabatan manual, perlakuan S1, SlMl, S1M2 dan semua perlakuan
calnpuran sulfosat dengan paraquat, mulai 4 MSA hingga 16 MSA, tetapi tidak
berbeda nyata dengan perlakuan S2 hingga 16 MSA. Perlakuan S2M2 memberikan
pengaruh penekanan yang lebih baik terhadap pertumbuhan kembali alang-alang di
antara sernua perlakuan campuran sulfosat dengan paraquat, perlakuan SlM1, SlM2,
S2Ml serta perlakuan S2, mulai 2 MSA hingga 16 ~ ~ ~ f i e n a m b a h dosis
an
metsulforun meti1 dalam aplikasi campuran sulfosat 0.72 kg b.a./ha dengan
V

metsulhon metil 15 g b.a./ha menjadi 20 g b.a./ha, ternyata memberikan pengaruh
yang lebih baik dalan menekan penutupan gulma.

/

Penggunaan herbisida campuran pada perlakuan S2M2 tidak berbeda nyata
dengan penggunaan sulfosat tunggal 2.4 kg b.a./ha mulai 8 MSA hingga 16 MSA.
Penggunaan sulfosat dengan dosis yang lebih rendah tanpa mengurangi efektifitasnya
akan ~neminimalkanresidu agrokimia dan menghemat biaya pengendalian. Menurut
Sumaryono dan Basuki dalam Tjitrosoedirdjo, Tjitrosoedirdjo dan Utomo (1988),
efeltifitas penggunaan herbisida dapat ditingkatkan dengan penambahan adjuvant,
sehingga pemakaian herbisida dapat dihemat.

o
m

m

m

N

m

m

m

Z
m
Y

N

N

z

m

a

~ T M S 0A2 M S A CMSA
~ .~- 0 8 MSA -. 12 MSA

16 M

S

z
~

7

N

tj
Perlakuan

Ganlbar 4. Pengaruh Perlakuan terhadap Persentase Peilutupan Gulma Alang-alang

Berat Kering Daun Alang-alang
Tabel 2 menlperlihatka~pengaruh perlakuan terhadap berat kering daun
alang-alang, sedangkan penyajian dalam bentulc grafik dapat dilihat pada Garnbar 5.
IHasil perhitungan sidik ragam berat kering daun alang-alang pada Tabel Larnpiran 2
~nenunjukltanbahwa perlakuan berpengaruh nyata pada semua waktu pengainatan.
Perbandingan di antara seluruh perlakuan dilakukan seperti pada pembahasan PPG.
Peni~lgkatandosis sulfosat dari 0.36 kg b.a./ha menjadi 0.72 kg b.a./ha tetap
meinberiltan penekanan berat kering daun yang sama walaupun berbeda nyata deilgan
kontrol hingga 12 MSA. Penggunaan sulfosat 2.4 kg b.a./ha juga berpengaruh sama
dengan aplikasi sulfosat 0.72 kg b.a./ha, tetapi berbeda nyata dengan kontrol hingga
16 MSA.
Soerjani (1970) inenyatakan bahwa dalam pengendalian gulma khususnya
jellis gulina tahunan yang berimpang, suatu herbisida dengall beberapa tingkat dosis
yang sangat berbeda munglcii~saja memberikan hasil pengendalian yang sama, di lain

pihak pada dosis yang sarna mampu memberikan hasil yang berbeda bahkan
bertentangan. Selanjutnya dikatakan bahwa selain dosis yang digunakan, terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi hasil pengendalian, antara lain : keadaan tanah,
iklim dan biotipe alang-alang.
Penggullaan sulfosat 0.36 kg b.a./ha tidak berbeda nyata dengan pembabatan
manual mulai 2 MSA hingga 16 MSA, sedangkan aplikasi sulfosat 0.72 kg b.a.lha
masih lebih baik pada 12 MSA dan 16 MSA. Aplikasi sulfosat 2.4 kg b.a./ha secara
nyata