EFIKASI HERBISIDA PRATUMBUH METIL METSULFURON TUNGGAL DAN KOMBINASINYA DENGAN 2,4-D, AMETRIN, ATAU DIURON TERHADAP GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING

(1)

ABSTRACT

THE EFFICACY OF A SINGLE METSULFURON METHYL PREEMEGENCE HERBICIDE AND ITS COMBINATIONS WITH 2.4-D,

AMETRYN, OR DIURON IN CONTROLLING WEEDS IN UPLAND SUGAR CANE PLANTATION

Nico Alfredo

The objectives of the research were to know the single metsulfuron methyl herbicide effectiveness and its tank mixed with 2.4-D, ametryn , or diuron which is applied in upland sugar cane plantation and to get the information of the change of community after the herbicides application.

This research was conducted in Hajimena, Subdistric of Natar, South Lampung and in Weeds Science of Lampung Agriculture Faculty Laboratory. This research was compiled by twelve treatments with three replications.

The treatments are metsulfuron-methyl at 4 g ha-1, 8 g ha-1, 12 g ha-1and 16 g ha-1, combinations of 4 g ha-1 metsulfuron-methyl with 0,865 kg ha-1 2.4-D; 0,75 kg ha-1 ametryn; or 1,6 kg ha-1 diuron; 2.4-D at 1,3 kg ha-1; ametryn at 1 kg ha-1; diuron at 2 kg ha-1, manual treatment and control plot. The comparisson of mean were tested by Honestly Significant Difference (HSD) test at 5% level .

The result of the research showed that: (1).The single metsulfuron methyl application at rates of 12 g ha-1and 16 g ha-1g/ha could supress the total weeds growth until 8 weeks after aplication (WAA).(2).The metsulfuron methyl tank mixed with diuron could supress the total weeds growth until 12 WAA.(3).The whole tested herbicide application just could supressed the growth of Richardia brasiliensis and Mimosa invisa (5).The whole tested herbicide did not influence the growth and the formation of sugar cane seedling.(6).The whole herbicide application caused the change of weeds composition.


(2)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Di Indonesia gula tebu merupakan salah satu kebutuhan primer masyarakat. Hingga saat ini belum ada komoditas yang mampu menggantikan peranan tebu sebagai salah satu penghasil kebutuhan utama masyarakat Indonesia.

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang semakin pesat mendorong meningkatnya permintaan gula dan akhirnya akan mendorong peningkatan industri gula

nasional.

Dalam upaya untuk meningkatkan produksi gula nasional, pemerintah telah melakukan berbagai cara. Diantaranya adalah dengan cara meningkatkan luas areal lahan perkebunan tebu dari 381.800 Ha pada tahun 2005 menjadi 429.200 Ha pada tahun 2010 (BPS, 2010). Salah satu daerah yang menjadi sasaran perluasan areal pertanaman tebu adalah Provinsi Lampung. Budidaya tebu yang dilakukan di provinsi Lampung adalah budidaya lahan kering. Salah satu masalah pada budidaya tebu pada lahan kering adalah masalah gulma. Di lahan kering gulma dapat mempengaruhi perkembangan tanaman dari sejak tebu ditanam (Sasongko, 1988).


(3)

Keberadaan gulma pada pertanaman tebu memiliki dampak negatif bagi pertumbuhan tanaman tebu. Gulma akan menjadi pesaing utama tanaman tebu dalam memperoleh sarana tumbuh. Selain itu, keberadaan gulma akan

mempersulit dalam pemeliharaan tebu serta menurunkan kualitas tebu. Kerugian yang ditimbulkan oleh keberadaan gulma pada pertanaman tebu yaitu dapat menurunkan bobot tebu berkisar 6-9% dan penurunan rendemen sebesar 0,09% (Kuntohartono, 1991).

Prinsip utama dalam pengelolaan gulma pada pertanaman tebu adalah menekan populasi gulma sebelum merugikan pertanaman tebu. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam pengendalian gulma pada pertanaman tebu adalah dengan pengendalian kimiawi dengan menggunakan herbisida. Penggunaan herbisida dinilai lebih ekonomis karena biaya pengendalian yang lebih murah dibandingkan dengan metode lainnya. Selain itu keuntungan herbisida adalah mampu

mengendalikan gulma tanpa menggangu tanaman pokok.

Kombinasi atau pencampuran dua atau lebih jenis herbisida telah sangat

berkembang dalam tiga dekade terakhir. Hal ini berkaitan dengan manfaat yang diperoleh dengan kombinasi herbisida, antara lain : (1) Mengurangi biaya produksi dalam bentuk penghematan waktu dan tenaga, (2) Memperluas spektrum pengendalian dan pengaruhnya lebih lama, (3) Memperlambat timbulnya gulma yang resisten terhadap herbisida, dan (4) Mengurangi

kemungkinan keracunan pada tanaman budidaya karena komponen dosis yang digunakan legih rendah daripada bila bahan tersebut diaplikasikan tunggal (Tjitrosoemito dan Burhan, 1995)


(4)

Herbisida metil metsulfuron merupakan herbisida selektif untuk mengendalikan gulma daun lebar, bersifat sistemik, diaplikasikan pratumbuh maupun

purnatumbuh. Ageratum conyzoides, Borreria latifolia, Paspalum conjugatum, dan Synedrella nodiflora merupakan beberapa contoh gulma yang dapat

dikendalikan dengan menggunakan herbisida berbahan aktif metil metsulfuron. Herbisida ini dapat digunakan untuk mengendalikan gulma pra tumbuh ataupun pasca tumbuh awal (Wardjito, 2009). Dibandingkan dengan ametrin, diuron, dan 2,4-D, metil metsulfuron merupakan herbisida yang belum pernah digunakan pada perkebunan tebu. Ametrin dan diuron merupakan golongan herbisida yang mematikan gulma dengan cara menghambat fotosintesis. 2,4-D mematikan gulma dengan mempengaruhi keseimbangan hormon di dalam tumbuhan. Sedangkan metil metsulfuron bekerja dengan menghambat sisntesis lipid

(Sriyani, 2011). Dengan mekanisme kerja yang berbeda metil metsulfuron dapat dijadikan pilihan untuk merotasi penggunaan herbisida pada pertanaman tebu. Oleh karena itu perlu diketahui efikasi metil metsulfuron terhadap gulma pada pertanaman tebu lahan kering.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka diperlukan penelitian untuk menjawab permasalahan sebagai berikut :

1. Bagaimanakah daya kendali herbisida metil metsulfuron dan campurannya dengan 2,4-D, ametrin, dan diuron terhadap gulma pada pertanaman tebu? 2. Apakah herbisida metil metsulfuron dan kombinasinya dengan 2,4-D,


(5)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan identifikasi dan perumusan masalah, penelitin ini bertujuan untuk : 1. Mengetahui efikasi herbisida metil metsulfuron tunggal dan kombinasinya

dengan 2,4-D , ametrin, dan diuron terhadap gulma pertanaman tebu. 2. Mengetahui pengaruh metil metsulfuron tunggal dan campurannya dengan

2,4-D , ametrin, atau diuron terhadap pertumbuhan tebu.

1.4 Landasan Teori

Gulma merupakan tumbuhan yang merugikan kepentingan manusia. Kehilangan akhir yang diderita akibat berinteraksi dengan gulma merupakan refleksi akhir dari proses kompetisi yang terjadi sepanjang persaingan itu terjadi. Apabila kerugian akibat gulma diukur dengan penurunan jumlah atau mutu hasil, serta tambahan biaya, maka konsekuensi ekonomis kehilangan akan sangat besar (Sembodo, 2010). Menurut Tjitrosoedirdjo,dalam Indarto dan Sembodo (2002) penurunan hasil karena gulma pada pertanaman tebu dapat mencapai 53,7%. Pengendalian gulma secara kimiawi dengan menggunakan herbisida merupakan salah satu upaya untuk meniadakan atau mengurangi populasi gulma tanpa mengganggu tanaman. Pengendalian gulma merupakan usaha untuk

meningkatkan daya saing tanaman dan melemahkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 1995).

Secara umum sifat herbisida yang mematikan gulma adalah gabungan dari sifat toksisitas dan presistensi herbisida (Gressel and Segel,1992). Pencampuran dua jenis herbisida akan mengakibatkan terjadinya interaksi. Interaksi tersebut dapat


(6)

bersifat sinergis, aditif, atau antagonis. (a) sinergis apabila aksi gabungan dari dua komponen dalam satu campuranlebih besar dari jumlah efek masing-masing apabila dipakai secara sendiri-sendiri, (b) aditif, apabila aksi gabungan itu sama dengan jumlah efek masing-masing komponen apabila dipakai sendiri-sendiri, dan (c) antagonis, apabila aksi gabungan itu lebih kecil dari jumlah masing-masing efek apabila dipakai sendiri-sendiri (Alif, 1997).

Metil metsulfuron dapat meracuni tumbuhan dengan cara menghambat kinerja enzim ALS (acetolactate synthase) yang mensintesis asam amino leusin, isoleusin, dan valin. Ametrin dan diuron memilki mekanisme kerja menghambat fotosistem II untuk mematikan gulma. Sedangkan 2,4-D merupakan herbisida dari golongan fenoksi yang bekerja dengan menggangu keseimbangan hormon di dalam

tumbuhan (Senseman, 2007).

Metil metsulfuron telah digunakan di Indonesia sejak awal tahun 1990an. Herbisida metil metsulfuron digunakan sebagai herbisida pratumbuh pada pertanaman padi karna bersifat selektif untuk gulma daun lebar sehingga tidak meracuni tanaman padi (Rahayu, 1992).

Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja pengendalian gulma secara kimiawi adalah dengan mengkombinasikan herbisida. Kombinasi herbisida diharapkan mampu menghasilkan sifat yang sinergis sehingga dapat lebih menguntungkan baik dari sisi ekonomi maupun ekologis. Kombinasi herbisida diharapkan mampu meningkatkan spektrum pengendalian gulma dan juga menggunakan dosis yang lebih rendah dibandingkan dengan aplikasi tunggalnya sehingga lebih


(7)

menguntungkan secara ekonomis. Kombinasi herbisida juga dapat memperlambat timbulnya gulma yang resisten terhadap suatu herbisida

(Gressel and Segel, 1982).

1.5 Kerangka Pemikiran

Salah satu tujuan pengendalian gulma adalah menciptakan kondisi lingkungan yang optimal bagi tanaman sehingga mampu berproduksi sesuai dengan potensial genetiknya. Keberadaan gulma pada pertanaman tebu dapat menyebabkan

kerugian yang cukup besar. Persaingan tanaman budidaya dengan gulma akan mengakibatkan tanaman tidak mampu tumbuh dengan optimal karena harus berkompetisi dengan gulma.

Salah satu cara pengendalian gulma yang dinilai efektif dan efisien adalah dengan herbisida. Aplikasi herbisida yang berhasil dapat menyebabkan perubahan komposisi gulma. Perubahan komposisi ini diakibatkan oleh selektifitas herbisida yang digunakan hanya dapat mengendalikan gulma tertentu. Gulma yang menjadi sasaran akan terkendali tetapi biji-biji gulma dalam tanah yang tidak terkendali akan tumbuh sehingga mengganggu tanaman pokok. Selain itu gulma memiliki kecepatan tumbuh yang berbeda-beda.

Herbisida yang dikombinasikan memiliki keuntungan akan mengurangi

kemungkinan keracunan pada tanaman karena dosis yang digunakan lebih rendah daripada herbisida yang diaplikasikan tunggal. Selain itu pencampuran herbisida


(8)

bertujuan untuk meningkatkan spektrum pengendalian dan juga menghindari resistensi jenis gulma tertentu yang dapat terjadi secara perlahan-lahan.

Herbisida ametrin, diuron, dan 2,4-D merupakan herbisda pratumbuh yang sering digunakan untuk mengendalikan gulma pada pertanaman tebu sedangkan metil metsulfuron lebih sering digunakan untuk menekan populasi gulma pada lahan sawah. Ametrin dan diuron memiliki mekanisme kerja yang sama yaitu menghambat fotosisntesis pada fotosistem II sedangkan metil metsulfuron dapat bersifat toksik bagi tanaman karena menghambat sintesis asam amino. Metil metsulfuron diharapkan mampu menekan populasi gulma pada pertanaman tebu lahan kering. Herbisida metil metsulfuron yang relatif aman untuk tanaman padi juga diharapkan tidak meracuni tanaman tebu karena tebu masih termasuk ke dalam famili yang sama dengan padi. Dengan demikian metil metsulfuron dapat menjadi salah satu alternatif dalam merotasi herbisida pratumbuh bagi tanaman tebu.

1.6 Hipotesis

Berdasarkan kerangka pemikiran yang dikemukakan maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Herbisida metil metsulfuron mampu mengendalikan gulma daun lebar pada pertanaman tebu.

2. Pencampuran herbisida metil metsulfuron dengan 2,4-D, ametrin, dan diuron memiliki daya kendali yang lebih baik daripada aplikasi metil metsulfuron tunggal.


(9)

3. Kombinasi herbisida metil metsulfuron dengan dengan 2,4-D, ametrin, atau diuron tidak meracuni tanaman tebu.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman Tebu

Tanaman tebu Saccharum officinarum L. merupakan tanaman perkebunan semusim sebagai salah satu penghasil gula. Tebu termasuk termasuk tanaman dari famili rumput-rumputan (Poaceae) seperti halnya padi, gelagah, dan bambu (Supriyadi, 1992).

Tebu memiliki akar serabut yang merupakan salah satu tanda bahwa tanaman ini termasuk ke dalam kelas monokotiledon. Panjang akar tanaman tebu dapat mencapai 1 meter. Pada waktu tanaman masih muda terdapat dua macam akar yaitu akar tunas dan akar stek. Akar tunas merupakan pengganti akar bibit, berasal dari tunas, berumur panjang, dan tetap ada sepanjang tanaman tebu tumbuh. Sedangkan Akar stek merupakan akar yang tidak berumur panjang dan hanya berfungsi pada saat tanaman masih muda. Akar ini berasal dari cincin akar dari stek batang (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1995).


(11)

Klasifikasi botani tanaman tebu adalah sebagai berikut : Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Angiospermae Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Poales

Famili : Poaceae Genus : Saccharum

Spesies : Saccharum officinarum L.

Tebu merupakan tanaman berbiji tunggal (monocotyledonae ) yang batangnya selama pertumbuhan hampir tidak bertambah besar. Tinggi tanaman tebu bila tumbuh dengan baik dapat mencapai 3-5 meter namun apabila pertumbuhannya terganggu tebu hanya akan tumbuh kurang dari 2 meter (PTP Nusantara VII, 1997).

Tebu memilki daun yang berupa daun tidak lengkap, karena hanya terdiri dari pelepah daun dan helaian daun tanpa tangkai daun. Daun berpangkal pada buku batang dengan kedudukan yang berseling. Pada pelepah daun terdapat bulu-bulu dengan lidah daun dengan pertulangan daun sejajar. Helaian daun berbentuk pita sepanjang 1-2 meter dan lebar 5-7 cm dengan ujung meruncing, bagian tepi bergerigi, dan permukaan daun kesap (Tim Penulis Penebar Swadaya, 1995).

2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Tebu


(12)

a. Fase perkecambahan

Perkecambahan dapat berlangsung bila cukup air, udara dan sinar matahari. Pada minggu pertama mata tunas akan membentuk taji pendek dan akar stek mulai keluar, tinggi taji akan mencapai 12 cm dan berakar stek banyak pada minggu kedua. Pada minggu ketiga daun akan terbuka dengan tinggi tunas 20-25 cm. Pada minggu keempat akan terbentuk 4 helai daun dengan tingi sekitar 50 cm, akar tunas dan anakan akan keluar pada minggu kelima.

b. Fase Pembentukan Anakan

Anakan tebu muncul mulai dari umur empat minggu hingga tujuh minggu tergantung varietas dan kondisi lingkungan tumbuh. Jumlah anakan tertinggi terjadi pada umur 3-5 bulan dan setelah itu turun atau mati sebanyak 30-50% akibat terjadinya persaingan sarana tumbuh. Jumlah tunas yang akan menjadi batang tebu mulai konstan sejak tebu berumur 6 hingga 9 bulan.

c. Fase Pemanjangan Batang

Pemanjangan dan pelebaran diameter batang terjadi pada umur 3 hingga 9 bulan. Kecepatan pembentukan ruas adalah 3-4 ruas/bulan. Pemanjangan batang tanaman tebu akan melambat pada saat umur tanaman semakin tua.

d. Fase Pemasakan

Fase pemasakan adalah fase antara yang terjadi setelah pertumbuhan vegetatif menurun dan sebelum batang tebu mati. Pemasakan tebu terjadi pada saat metabolisme berkurang dan terjadi pengisian ruas-ruas batang tebu dengan sukrosa. Fase kemasakan pada tanaman keprasan (ratoon) terjadi lebih awal


(13)

dibandingkan tanmaan baru (plant cane). Fase kemasakan dipengaruhi oleh varietas, cara budidaya (terutama pupuk N dan P) serta kondisi lingkungan seperti suhu dan cahaya matahari (Kartasasmita, 1982).

2.3 Keberadaan Gulma pada Lahan Perkebunan

Menurut Tjitrosoedirjo dkk. (1984) gulma merupakan tumbuhan yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki oleh manusia atau tumbuhan yang

kegunaanya belum diketahui karena dapat menimbulkan kerugian secara langsung atau tidak langsung lebih besar dari keuntungannya. Menurut Utomo dkk. (1992) ada beberapa spesies gulma yang dinilai penting dan berpotensi merugikan serta menjadi masalah pertanian di Indonesia antara lain Imperata cylindrica, Cyperus rotundus, Mikania micrantha, Paspalum conjugatum, Echinocloa crussgalli, Cynodon dactylon, Melastoma malabathrium, Momordica charantina, dan Eupatorium odoratum. Gulma yang menjadi masalah utama pada perkebunan tebu antara lain, Borreria alata, Mikania micrantha, Mimosa invisa,

Dactyloctenium aegyptum, Panicum repens, dan juga Cyperus rotundus

(Sembodo, 2010). Keberadaan gulma pada perkebunan tebu dapat menyebabkan kerugian hingga 53,7% (Indarto dan Sembodo, 2002)

2.4 Pengendalian Gulma dengan Herbisida

Pengendalian gulma pada prinsipnya merupakan usaha untuk meningkatkan daya saing tanaman dan melemahkan daya saing gulma (Sukman dan Yakup, 1995). Menurut Sembodo (2011), pengendalian gulma secara kimiawi dengan


(14)

menggunakan herbisida merupakan salah satu upaya untuk meniadakan atau mengurangi populasi gulma tanpa mengganggu tanaman. Penggunaan herbisida untuk mengendalikan gulma diperkebunan menjadi salah satu alternatif yang banyak digunakan karena memberikan berbagai keuntungan dalam pemakaiannya.

Herbisida mampu mengatasi masalah kekurangan tenaga kerja dalam kegiatan pengendalian gulma dan dapat menekan biaya produksi pertanian yang

dikeluarkan. Pengendalian gulma pada tanaman tebu bertujuan untuk menekan pertumbuhan gulma sehingga tanaman tebu dapat tumbuh dengan baik,

mengurangi tingkat gangguan gulma yang tumbuh pada areal tanaman pokok, memudahkan serta memperlancar pekerjaan pemeliharaan berikutnya sampai saat tebang (PTP Nusantara VII, 1997).

Pada pertanaman tebu, herbisida merupakan alat utama dalam upaya pengendalian gulma. Pada tahap awal herbisida pratumbuh digunakan untuk mengendalikan gulma pada masa awal pertumbuhan tanaman tebu. Herbisida pratumbuh yang digunakan pada perkebunan tebu antara lain metribuzin dan diuron dengan dosis berkisar 1-2 kg/ha. Apabila aplikasi herbisida pratumbuh dianggap tidak lagi mampu menekan gulma maka dilaksanakan aplikasi herbisida pascatumbuh. Bahan aktif herbisida yang digunakan untuk mengendalikan gulma pascatumbuh antara lain paraquat, 2,4-D, dan ametrin. Pada aplikasi pascatumbuh salah satu perkebunan tebu terbesar di Provinsi Lampung yaitu PT. Gunung Madu

Plantations telah menggunakan kombinasi herbisida. Herbisida yang


(15)

SO2NHCONH N N

N OCH3

CH3 CO2CH3

dinilai sangat menguntungkan karena mampu memperluas spktrum pengendalian gulma dan juga lebih efektif dan efisien dalam aplikasi (Alfredo, 2012)

2.5 Herbisida Metil Metsulfuron

Herbisida metil metsulfuron memilki rumus kimia C14H15N5O6S. Metil metsulfuron pertama kali dikomersialisasikan oleh Du Pont Numeorus and Co pada tahun 1984. Di dunia metil metsulfuron dipasarkan beberapa merek dagang antara lain Ally, Escort, Quit, dan Jubilee. Selain dengan bahan aktif tunggal metil metsulfuron juga dipasarkan dalam bentuk formulated mixed antara lain Pasture (dengan 2,4-D dan dikamba), Sulfonil (dengan propanil), dan Ally Express (dengan karfentrazone) (Tomlin, 2004). Di Indonesia herbisida metil metsulfuron telah digunakan untuk mengendalikan gulma pada pertanaman padi lahan sawah sejak awal 1990an. Pada umumnya metil metsulfuron

dikombinasikan dengan 2,4-D untuk mengendalikan gulma Monochoria vaginalis. Metil metsulfuron relatif aman digunakan pada komoditas padi, gandum dan barley (Rahayu, 1992).

Gambar 1. Rumus bangun herbisida metil metsulfuron

Herbisida metil metsulfuron merupakan herbisida dari golongan sulfonilurea yang bekerja dengan menghambat sintesis asam amino leusin, isoleusin dan valin


(16)

dengan menempel pada enzim AHAS (acetohydroxyacid synthase) atau ALS (acetolactate synthase). Herbisida ini bekerja dengan menghambat perubahan dari α ketoglutarate menjadi 2-acetohydroxybutyrate dan piruvat menjadi

2-acetolactate sehingga mengakibatkan rantai cabang-cabang asam amino valine, leusin, dan isoleusin tidak dihasilkan. Tanpa adanya asam amino yang penting ini, maka protein tidak dapat terbentuk dan tanaman mengalami kematian. Di dalam tumbuhan metil metsulfuron dapat dimetabolisme melalui mekanisme oksidatif dengan diikuti konjugasi menjadi glukosa atau konjugasi langsung menjadi glutatiunone (Ross and Childs, 2010). Herbisida ini diabsorbsi dengan cepat oleh akar maupun tajuk. Metil metsulfuron ditranslokasikan terutama melalui xilem dan sebagian kecil dapat ditranslokasikan melalui floem apabila diaplikasikan melalui tajuk tumbuhan. Herbisida ini terakumalasi pada bagian jaringan meristem tanaman dan dapat digunakan untuk menggendalikan gulma dari jenis daun lebar dan beberapa jenis rumput. Gejala yang muncul pada tumbuhan yang teracuni antara lain adanya kematian pada pucuk muda, klorosis, serta perubahan warna pada lapisan daun (Senseman, 2007). Metil metsulfuron bersifat tidak volatil, presistensinya panjang di dalam tanah, serta tidak mudah terdekomposisi. Herbisida ini dapat dimetabolisme dalam tumbuhan melalui reaksi hidroksilasi, demetilasi, dan juga konjugasi (Sriyani, 2011). Herbisida metil metsulfuron memilki nilai LD50 yang cukup tinggi yaitu lebih dari 5000 g/kg. Herbisida ini dapat aktif di dalam tanah selama 7-45 hari sebelum mengalami degradasi. (Sembodo, 2010).


(17)

Cl

Cl

OCH

2

CO

2

H

2.6 Herbisida 2,4-D

Herbisida 2,4-D memiliki rumus kimia C8H6Cl2O3. Herbisida ini merupakan herbisida pertama di dunia yang dikenalkan oleh P. W. Zimmerman & A. E. Hitchcock pada tahun 1942. Herbisida 2,4-D (dichorophenoxy acetic acid) merupakan herbisida bersifat selektif dengan cara kerja bersifat sistemik. Garam amino dari asam ini merupakan formulasi utama yang mudah diabsorbsi oleh akar, sedangkan senyawa ester akan lebih mudah diserap oleh daun. Translokasi terjadi pada sel-sel hidup dengan akumulasi yang utama pada meristem tunas dan akar dan akan mudah ditranslokasikan apabila sudah berada di pembuluh floem atau xilem. Herbisida ini umumnya diaplikasikan pascatumbuh dengan

mekanisme kerja dengan menggangagu keseimbangan hormon sehingga menyebabkan pertumbuhan abnormal. Herbisida 2,4-D merupakan herbisida yang digunakan untuk mengendaliakan gulma setahun dan tahunan dari golongan daun lebar. Herbisida dengan bahan aktif 2,4-D dapat digunakan untuk

mengendalikan jenis gulma Cyperus iria, Monochoria vaginalis, Borreria alata, fimbristylis littoralis, dan Mikania micrantha (Tomlin, 2004).

Gambar 2. Rumus bangun herbisida 2,4-D

Gejala yang muncul akibat tumbuhan yang teracuni 2,4-D antara lain epinasti, pembentukan jaringan tumor, batang melengkung, mudah patah serta daun


(18)

N N N

CH3S NHCH2CH3

NHCH(CH3)2

menggulung. Di dalam tumbuhan 2,4-D dapat dimetabolisme melalui reaksi oksidasi, konjugasi rantai samping serta hidroksilasi (Sriyani, 2011).

2.7 Herbisida Ametrin

Ametrin memiliki nama kimia 2-etil amino-4(isopropil amino)-6(metil tio)-s-triazin (Asthon and Crafts,1981). Rumus kimia herbisida ini adalah C9H17N5S. Herbisida ini pertama kali dikenalkan pada tahun 1960. Bakteri mampu

mendegradasi herbisida ini. Ametrin dapat aktif selama 11 hingga 110 hari di dalam tanah. Ametrin dapat digunakan sebagai herbisida pratumbuh pada pertanaman nanas, pisang, jagung, ubi kayu, kopi dan teh. (Tomlin, 2004).

Gambar 3. Rumus bangun herbisida ametrin

Herbisida ametrin merupakan herbisida pratumbuh dan pascatumbuh untuk gulma golongan daun lebar dan rumput. Herbisida ametrin dapat diserap lebih cepat melalui daun dan akar, serta tidak mudah tercuci oleh air hujan. Ametrin ditranslokasikan melalui xylem dan diakumulasikan di meristem pucuk,

sedangkan mekanisme kerjanya adalah menghambat fotosintesis pada fotosistem II. Herbisida ini diabsorbsi oleh akar dan ditransllokasikan ke daun (bersifat sistemik). Jika diaplikasikan lewat daun akan terakumulasi dan tetap berada di daun (Sriyani, 2011).


(19)

Cl

Cl

NHCON(CH

3

)

2

2.8 Herbisida Diuron

Diuron yang memilki nama kimia C9H10Cl2N2O pertama kali dilaporkan pada tahun 1951. Herbisida ini bekerja pada saat perkecambahan telah berlangsung. Di Indonesia diuron digunakan sebagai herbisida pratumbuh pada pertanaman tebu, nanas, pisang, ubi kayu, kapas, jagung, dan sorgum (Tomlin, 2004).

Gambar 4. Rumus bangun herbisida diuron

Diuron merupakan herbisida yang bekerja dengan menghambat fotosintesis pada fotosistem II. Diuron menghambat transfer elektron sehingga menghambat aliran energi sehingga terjadi penumpukan elektron berenergi tingi dan radikal bebas. Gejala terlihat hanya setelah tumbuhan berkecambah dan fotosintesis

berlangsung. Herbisida ini lebih banyak diabsorbsi melalui akar daripada tajuk. Diuron ditranslokasikan dari akar menuju daun melalui xilem (Sriyani,2011).

2.9 Kombinasi Herbisida

Salah satu usaha peningkatan effisiensi dapat dilakukan dengan menggunakan herbisida berspektrum luas (Nasution, 1991). Pada dasarnya tidak ada herbisida yang dapat mengendalikan semua jenis gulma. Untuk memperluas spektrum pengendalian gulma dapat dilakukan dengan mencampur suatu jenis herbisida dengan herbisida jenis lain atau diberi bahan tambahan adjuvan. Alif (1977)


(20)

menyatakan bahwa pencampuran herbisida tersebut bisa dalam bentuk tank mixture ataupun formulated mixture. Pencampuran dua jenis herbisida akan mengakibatkan terjadinya interaksi, yang dapat bersifat sinergis, aditif maupun antagonis. Pencampuran dua jenis herbisida yang kompatibel ditunjukkan dengan efek yang sinergis sedangkan pencampuran herbisida yang tidak kompatibel akan menghasilkan efek yang antagonis.


(21)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Hajimena Kecamatan Natar dan Laboratorium Ilmu Gulma Universitas Lampung. Penelitian dilakukan pada bulan November 2011 sampai Februari 2012.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tebu varietas RGM 97-10120, herbisida Lindomin 865 SL (bahan aktif 2,4-D), Gesapax 500 FW (bahan aktif ametrin), Bimaron 80 WP (bahan aktif diuron), dan Ally 20 WDG (bahan aktif metil metsulfuron).

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu knapsack sprayer, nozzle merah, rubber bulb, gelas ukur, kertas label, ember, kored, cangkul, kuadran, timbangan, dan oven.

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini terdiri dari 12 perlakuan dengan 3 ulangan disusun dengan


(22)

Setiap perlakuan ditempatkan pada petak percobaan 3 baris tanaman dengan luas 2m x 3m. Jarak antara satuan petak adalah 0,5 m.

Homogenitas ragam dengan uji Bartlet, aditivitas data diuji dengan uji Tukey, jika asumsi terpenuhi data dianalisis dengan sidik ragam, dan beda nilai tengah

perlakuan diuji dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.

Tabel 1. Susunan perlakuan metil metsulfuron tunggal dan kombinasinya dengan 2,4-D, ametrin, atau diuron.

NO

Herbisida

Bahan aktif Dosis Formulasi (per ha)

Dosis bahan aktif (per ha)

1 Metil metsulfuron 20 g 4 g

2 Metil metsulfuron 40 g 8 g

3 Metil metsulfuron 60 g 12 g

4 Metil metsulfuron 80 g 16 g

5 Metil metsulfuron + 2,4-D 20 g + 1 l 4 g + 0,865 kg 6 Metil metsulfuron + Ametrin 20 g + 1,5 l 4 g + 0,75 kg 7 Metil metsulfuron + Diuron 20 g + 2 kg 4 g + 1,6 kg

8 2,4-D 1,5 l 1,3 kg

9 Ametrin 2 l 1 kg

10 Diuron 2,5 kg 2 kg

11 Penyiangan manual


(23)

3.4 Pelaksanaan Penelitian 3.4.1 Pembuatan Petak Percobaan

Petak percobaan masing-masing dibuat sebanyak 12 petak percobaan dengan 3 ulangan. Satuan petak terdiri dari 3 baris tanaman dengan jarak antar baris 0,5 meter. Tata letak percobaan terdapat pada Gambar 5.

Gambar 5. Tata Letak Percobaan.

3.4.2 Penanaman Tebu

Tebu ditanam menggunakan bahan tanam setek dua mata tunas dengan populasi 10 mata tunas per meter. Pola tanam tebu menggunakan sistem single row dengan jarak antar baris 1 meter.

3.4.3 Aplikasi Herbisida

Aplikasi herbisida dilakukan setelah lahan diolah dan setek tebu ditanam dengan menggunakan knapsack sprayer. Sebelum dilakukan aplikasi dilakukan kalibrasi sprayer dengan metode luas untuk mendapatkan volume semprot. Metode luas dilakukan dengan menghitung jumlah air yang digunakan untuk menyemprot satu

I

II


(24)

petak percobaan yaitu dengan menghitung jumlah air pada tangki sebelum aplikasi dikurangi dengan sisa air setelah aplikasi. Volume semprot yang dihasilkan sebesar 300 L/ha.

3.4.4 Penyiangan manual

Penyiangan manual dilakukan dengan membersihkan gulma yang ada pada petak percobaan. Gulma yang ada pada petak percobaan seluruhnya dibersihkan dengn cangkul dan kored tepat pada permukaan tanah. Penyiangan manual dilakukan pada 4 dan 8 minggu setelah tanam.

3.4.5 Pengambilan sampel gulma

Pengambilan sampel gulma dilakukan sebanyak 3 kali pada 4, 8, dan 12 MSA. Gulma diambil dengan menggunakan kuadran berukuran 50 x 50 cm pada titik pengambilan sampel dengan masing-masing 2 kuadran per unit percobaan.


(25)

Gambar 6. Titik pengambilan sampel gulma Keterangan :

1 : titik pengambilan sampel gulma pada 4 MSA 2 : titik pengambilan sampel gulma pada 8 MSA 3 : titik pengambilan sampel gulma pada 12 MSA X : barisan tanaman tebu

3.5 Pengamatan

Variabel pengamatan yang diamati pada penelitian ini meliputi bobot kering gulma total dan dominan, penutupan gulma total, fitotoksisitas, presentase perkecambahan, populasi dan tinggi tanaman.

3.5.1 Bobot Kering Gulma Total dan Dominan

Gulma yang masih segar dipotong tepat pada permukaan tanah, dipilah berdasarkan spesies kemudian dioven dengan suhu 800 C selama 48 jam dan ditimbang bobot kering gulma. Gulma dominan ditentukan berdasarkan bobot kering gulma yang terdapat pada petak kontrol.

X X X

X X X

X X X

X X X

X X X

X X X

X X X

2 m 3 m 1 2 3 3 2 1


(26)

dominansi mutlak suatu spesies

dominansi mutlak semua spesies x 100%

Frekuensi mutlak suatu spesies

Frekuensi mutlak semua spesies x 100% Setelah didapatkan bobot kering gulma maka dapat ditentukan nilai SDR untuk masing-masing spesies dengan menggunakan rumus :

Dominansi Nisbi (DN) :

Frekuensi Nisbi (FN) :

Nilai Penting (NP) : DN + FN

SDR : NP/2

Keterangan :

Dominansi Mutlak : bobot kering gulma tertentu

Frekuensi Mutlak : jumlah petak contoh yang terdapat gulma tertentu. Nilai SDR digunakan untuk menentukan tingkat dominansi gulma pada setiap unit percobaan.

3.5.2 Persentase Penutupan Gulma Total

Penutupan gulma dilakukan dengan metode pengamatan visual pada setiap unit percobaan. Penghitungan persentase penutupan gulma total dilakukan pada 4, 8, dan 12 MSA menggunakan kuadran berukuran 50cm x 50cm sebanyak 2 kuadran setiap unit percobaan.


(27)

3.5.3 Populasi Tanaman

Pengamatan populasi tanaman diamati pada 4, 8, dan 12 MSA. Populasi tanaman setiap petak perlakuan diamati dengan cara menghitung jumlah tanaman per unit percobaan.

3.5.4 Tinggi Tanaman

Pengamatan tinggi tanaman dilakukan pada 4, 8, dan 12 MSA dengan cara mengukur tinggi tanaman dari permukaan tanah hingga daun terpanjang. Sampel tanaman adalah yang terletak pada barisan tengah tanaman sebanyak 5 tanaman per unit percobaan.

3.5.5 Fitotoksisitas Herbisida

Daya racun herbisida terhadap tanaman diamati secara visual pada 4, 8, dan 12 MSA dan ditentukan penilaian sebagai berikut :

0 : tidak ada keracunan ; 0 – 5% bentuk dan atau warna daun tidak normal 1 : keracunan ringan ; >5 – 10% bentuk dan atau warna daun tidak normal 2 : keracunan sedang ; >10 – 50 % bentuk dan atau warna daun tidak normal 3 : keracunan berat ; > 50 – 75% bentuk dan atau warna daun tidak normal 4 : keracunan sangat berat ; >75 % bentuk dan atau warna daun tidak normal

Untuk pengujian daya racun herbisida terhadap tanaman tebu dilakukan dengan membandingkan dengan keadaan tanaman tebu pada petak yang disiang secara manual (Sembodo, 1999).


(28)

3.5.6 Koefisien Komunitas

Perbedaan komposisi jenis gulma antar perlakuan (C) dapat dihitung dengan rumus :

C =

100 %

keterangan :

C = Koefisien komunitas

W = Jumah komunitas untuk dua nilai tengah yang dibandingkan untuk masing-masing komunias

a = Jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas I b = Jumlah dari seluruh nilai SDR pada komunitas II

Jika nilai C kurang dari 75% maka dua komunitas yang dibandingkan memiliki tingkat kesamaan komposisi (Tjitrosoedirdjo dkk., 1984)


(29)

V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Hasil penelitian dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Herbisida metil mersulfuron tunggal pada dosis 12 g dan 16 g ha-1 mampu menekan pertumbuhan gulma hingga 8 MSA.

2. Kombinasi herbisida metil metsulfuron dengan ametrin dan diuron memilki daya kendali yang lebih baik dibandingkan dengan metil metsulfuron tunggal. 3. Kombinasi metil metsulfuron dengan 2,4-D mampu meningkatkan kinerja

pengendalian dibandingkan dengan aplikasi herbisida 2,4-D tunggal hingga 8 MSA.

4. Seluruh herbisida pada taraf dosis yang diuji tidak meracuni dan tidak mempengaruhi pertumbuhan dan pembentukan anakan tanaman tebu.

5.2 Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan peningkatan dosis herbisida metil metsulfuron guna mengetahui kinerjanya pada lahan kering dengan tetap


(30)

EFIKASI HERBISIDA PRATUMBUH METIL METSULFURON TUNGGAL DAN KOMBINASINYA DENGAN 2,4-D, AMETRIN, ATAU

DIURON TERHADAP GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING

( Skripsi)

Oleh NICO ALFREDO

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(31)

EFIKASI HERBISIDA PRATUMBUH METIL METSULFURON TUNGGAL DAN KOMBINASINYA DENGAN 2,4-D, AMETRIN, ATAU

DIURON TERHADAP GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING

Oleh NICO ALFREDO

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

pada

Jurusan Agroteknologi

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2013


(32)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Rumus bangun herbisida metil metsulfuron. ... 14

2. Rumus bangun herbisida 2,4-D. ... 16

3. Rumus bangun herbisida ametrin. ... 17

4. Rumus bangun herbisida diuron. ... 18

5. Tata letak percobaan. ... 22

6. Titik pengambilan sampel gulma. ... 24

7. Perlakuan metil metsulfuron 12 g/ha pada 8 MSA. ... 32

8. Perlakuan metil metsulfuron 16 g/ha pada 8 MSA. ... 32

9. Gulma Brachiaria mutica. ... 37

10. Gulma Croton hirtus. ... 40

11. Gulma Ipomoea triloba. ... 42

12. Gulma Mimosa invisa. ... 44


(33)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.4 Landasan Teori ... 4

1.5 Kerangka Pemikiran ... 6

1.6 Hipotesis ... 7

II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi dan Morfologi Tanaman tebu ... 9

2.2 Fase Pertumbuhan Tanaman Tebu ... 10

2.3 Keberadaan Gulma Pada lahan Perkebunan ... 12

2.4 Pengendalian Gulma dengan Herbisida ... 12

2.5 Herbisida Metil Metsulfuron ... 14

2.6 Herbisida 2,4-D ... 16

2.7 Herbisida Ametrin ... 17

2.8 Herbisida Diuron ... 18

2.9 Kombinasi Herbisida ... 18

III BAHAN DAN METODE 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 20

3.2 Bahan dan Alat ... 20

3.3 Metode Penelitian... 20

3.4 Pelaksanaan penelitian 3.4.1 Pembuatan Petak Percobaan ... 22


(34)

3.4.5 Pengambilan Sampel Gulma ... 23

3.5 Pengamatan 3.5.1 Bobot kering Gulma Total dan Dominan ... 24

3.5.2 Persentase Penutupan Gulma Total... 25

3.5.3 Populasi Tanaman ... 26

3.5.4 Tinggi Tanaman ... 26

3.5.5 Fitotoksisitas Herbisida ... 26

3.5.6 Koefisien Komunitas ... 27

IV HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN 4.1 Persen Penutupan Gulma Total ... 28

4.2 Bobot Kering Gulma Total... 30

4.3 Bobot Kering Gulma Pergolongan ... 34

4.3.1 Bobot Kering Gulma Golongan Daun Lebar ... 34

4.3.2 Bobot Kering Gulma Golongan Rumput ... 36

4.4 Bobot Kering Gulma Dominan ... 39

4.4.1 Bobot Kering GulmaCroton hirtus ... 39

4.4.2 Bobot Kering GulmaIpomea triloba ... 41

4.4.3 Bobot Kering GulmaMimosa invisa ... 44

4.4.4 Bobot Kering GulmaRichardia brasiliensis ... 46

4.4.5 Bobot Kering GulmaBrachiaria mutica ... 48

4.5 Jenis dan Tingkat Dominansi Gulma ... 48

4.6 Koefisien komunitas... 53

4.7 Tinggi Tanaman ... 56

4.8 Populasi Tanaman ... 57

4.9 Fitotoksisitas ... 58

V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 59

5.2 Saran ... 59

DAFTAR PUSTAKA ... 60 LAMPIRAN Tabel 26-110 ... 62-102


(35)

DAFTAR PUSTAKA

Agustanti, V. M. F. 2006. Studi Keefektifan Herbisida Diuron dan Ametrin untuk Mengendalikan Gulma pada Pertanaman Tebu (Saccharum officinarum, L) Lahan Kering. Skripsi. IPB. Bogor. 97 hal.

Alfredo,N.2012. Pengendalian Lima Gulma Penting pada Perkebunan Tebu lahan Kering PT. Gunung Madu Plantations Lampung Tengah. Laporan Praktik Umum.Universitas Lampung. 67 hal.

Alif, F. A, 1977. Pesticides Mixture. Pp 258-264. In International Lecture Notes Fifth BIOTROP Weed Science Training Course.Rubber Research Institute of Malaysia, Kuala Lumpur.

Ashton, F.M. and A.S. Crafts. 1981. Mode of Action of Herbicides. A wiley-Interscience Publication. New York. Page 328-358.

Badan Pusat Statistik. 2010. Perkebunan Indonesia. http://bps.go.id. Diakses pada 2 November 2011.

Gressel, J. and L. A. Segel.1982. Interrelating Factors Controlling The Rate of Appereance of Resistance: The Outlock For the Future. In Herbicides Resistance, in Plants. 325 P.

Heap, I. 2007. The International survey of herbicide resistance weeds. www.weedscience.org. Diakses pada 16 Oktober 2012.

Indarto dan D.R.J. Sembodo. 2002. Aplikasi Herbisida Pratumbuh pada Tiga Varietas tebu (Saccharum officinarum L.). Jurnal Agrotropika VII(1), hal 4-9. Kartasasmita, S. 1982. Budidaya tebu di Lahan Kering. Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta. 156 hal.

Kuntohartono, T. 1991. Peranan saat penyemprotan herbisida pratumbuh pada efektifitas pengendalian gulma di kebun tebu. Makalah yang disajikan pada Pertemuan Teknis Pengelolaan Gulma di Pertanaman Tebu di Malang 13 Mei 1991.14 hal.

Nasution, U. 1991. Efisiensi Pengendalian Gulma dengan Herbisida

Menggunakan ULV Applicator di Perkebuanan Karet. Kumpulan Makalah Lokakarya Karet. P4TM. Tanjung Morawa. 112 hal.


(36)

PTP Nusantara VII. 1997. Vademicum Tanaman Tebu. Bandarlampung. 382 hal. Rahayu, H.L. 1992. Aplikasi Herbisida Metsulfuron Metil dan Campurannya

dengan 2,4-D Pada Dosis dan Tinggi Air yang Berbeda pada Saat Aplikasi untuk Mengendalikan Gulma pada Padi Sawah. Skripsi Institut Pertanian Bogor. 64 hal.

Ross, M. A. and D. J. Childs, 2010. Herbicide Mode of Action. Department of Botany and Plant Pathology, Purdue University. http:// www.bio5.rwth-aachent. Diakses pada 23 Oktober 2012.

Sasongko, D. 1988. Beberapa Pengalaman Upaya Peningkatan Efektifitas

Pengendalian Gulma di Tebu Lahan Kering. Prosiding Seminar Budidaya Tebu Lahan Kering. 23-25 November 1988. P3GI. Pasuruan. Hal 232-238.

Sastroutomo, S.S. 1992. Pestisida : Dasar-Dasar dan Dampak Penggunaanya. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. 168 hal.

Senseman, S.A. 2007. Herbicide Handbook (Ninth edition). Weed Science Society of America. 546 hal.

Sembodo,D.R.J. 1999. Kinerja herbisida baru Imazapik (Cadre 240 AS) untuk mengendalikan gulma tebu lahan kering. Prosoding II, Konfrensi nasional XIV HIGI, Medan 20-22 Juli. hal 331-333.

Sembodo, D.R.J. 2010. Gulma dan Pegelolaannya. Graha Ilmu. Yogyakarta. 166 hal.

Sriyani, N. 2011. Resistensi gulma. Bahan mata kuliah Herbsisida dan Lingkungan. Fakultas pertanian, Universitas Lampung. 15 hal.

Sriyani, N.2011. Mekanisme Kerja Herbisida. Bahan mata kuliah Herbisida dan Lingkungan. Fakultas pertanian, Universitas Lampung. 27 hal.

Sukman, Y. dan Yakup. 1995. Gulma dan Teknik Pengendaliannya. Raja Grafindo Perkasa. Jakarta. 157 hal.

Supriyadi, A. 1992. Rendemen Tebu Liku-liku dan Permasalahannya. Kannisius. Yogyakarta. 94 hal.

Tim Penulis Penebar Swadaya. 1995. Pembudidayaan Tebu di Lahan sawah dan Tegalan. Penebar Swadaya. Jakarta. 112 hal.

Tjitrosoedirdjo, S., I.H. Utomo, dan J. Wiroatmodjo. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT. Gramedia. Jakarta. 209 hal.


(37)

Tjitrosoemito, S. dan A. H. Burhan. 1995. Campuran Herbisida (Suatu tinjauan). Prosiding Seminar Pengembangan Aplikasi Kombinasi Herbisida. Komisi Pestisida dan Higi. hal 25-26

Tomlin, C.D.S. 2004. The e-Pesticides Manual version 3.0 (thriteenth edition). British Crop Protection Council.

Utomo, I.H., P. Bangun, dan M.Rahman. 1992. Dinamika populasi gulma di lapangan akibat pemakaian herbisida sejenis. Prosiding Seminar

Pengembangan Aplikasi Herbisida, 28 agustus 1995. Hal 19-23.

Wardjito. 2009. Metsulfuron methyl. http://pmep.cce.cornel.edu. Diakses tanggal 25 September 2011.


(38)

Do Unto Others As You Would Them Do Unto You (Golden Rule)

“ada tertulis : Manusia hidup bukan dari roti saja tapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah”


(39)

Judul Skripsi : EFIKASI HERBISIDA PRATUMBUH METIL METSULFURON TUNGGAL DAN

KOMBINASINYA DENGAN 2,4-D, AMETRIN, ATAU DIURON TERHADAP GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum Officinarum L.) LAHAN KERING

Nama Mahasiswa : Nico Alfredo Nomor Pokok Mahasiswa : 0814013044

Jurusan : Agroteknologi

Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI 1. Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Kedua

Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc. Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S. NIP 196201011986032001 NIP196204221986031001

2. Ketua Jurusan Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. NIP 196411191989031002


(40)

MENSAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc. ………..

Sekretaris : Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. ………..

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Herry Susanto, M.P. ………..

2. Dekan fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001


(41)

Kerja keras dan keringat ini ini ku persembahkan kepada:

Kedua orang tua

Bapak Nunuk Wispokencono, Ibu Margaretha Boenga yang telah mendukung, mendidik, menjaga, memotivasi, memberikan kasih sayang dan mengorbankan segalanya

Kedua kakak dan adikku

Yohanes Leonardo dan Yose Deo Christian yang selalu mendukung dan memberi semangat

Teman-teman yang telah sepenuhnya memberikan dukungan dan bantuan yang tak ternilai selama ini


(42)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Gunung Batin Baru Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada 16 Mei 1990 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Nunuk Wispokencono dan Ibu Margaretha Boenga. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Satya Dharma Sudjana pada tahun 1996, kemudian lulus di Sekolah Dasar Negeri 1 Gunung Madu pada 2002. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Satya

Dharma Sudjana Kabupaten Lampung Tengah dan pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa reguler Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2008 melalui jalur PKAB

(Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademis. Penulis pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah antara lain Ekologi Pertanian, Fisiologi Tumbuhan, Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma, Pengelolaan Gulma Perkebunan, serta Herbisida dan Lingkungan. Penulis juga terlibat dalam beberapa pengujian pestisida baik untuk resgistrasi maupun pengujian lapangan. Pada tahun 2011 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata Universitas Lampung di

Kabupaten Way Kanan . Kemudian pada tahun 2012 penulis pernah melakukan Praktik Umum di PT. Gunung Madu Plantations Kabupaten Lampung Tegah.


(43)

SANWACANA

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan kasih-Nya kepada penulis sehingga mampu melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M. Sc., selaku pembimbing utaman atas saran, bantuan, nasehat, bimbingan serta kritik yang membangun kepada penulis selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini;

2. Bapak Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S., selaku pembimbing kedua atas segala masukan, saran, motivasi serta pengalaman kepada penulis selama

menyelesaikan skripsi ini;

3. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P., selaku pembahas atas segala masukkan yang membangun dalam penulisan skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir.Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan perkuliahan

7. Kedua orangtua serta kedua saudara kandung penulis atas segala kasih sayang, dukungan, doa,dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama ini


(44)

disebutkan satu persatu.

9. Para tenaga di kebun : Mas Yono, Mas Khoiri serta Mas Pudjono atas bantuan serta pengelaman yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna oleh karena itu penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis,


(1)

Judul Skripsi : EFIKASI HERBISIDA PRATUMBUH METIL METSULFURON TUNGGAL DAN

KOMBINASINYA DENGAN 2,4-D, AMETRIN, ATAU DIURON TERHADAP GULMA PADA PERTANAMAN TEBU (Saccharum Officinarum L.) LAHAN KERING

Nama Mahasiswa : Nico Alfredo Nomor Pokok Mahasiswa : 0814013044

Jurusan : Agroteknologi

Program Studi : Agroteknologi

Fakultas : Pertanian

MENYETUJUI

1. Komisi Pembimbing

Pembimbing Utama Pembimbing Kedua

Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc. Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S. NIP 196201011986032001 NIP196204221986031001

2. Ketua Jurusan Agroteknologi

Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M.P. NIP 196411191989031002


(2)

MENSAHKAN

1. Tim Penguji

Ketua : Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M.Sc. ………..

Sekretaris : Ir. Dad R. J. Sembodo, M.S. ………..

Penguji

Bukan Pembimbing : Ir. Herry Susanto, M.P. ………..

2. Dekan fakultas Pertanian

Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S. NIP. 196108261987021001


(3)

Kerja keras dan keringat ini ini ku persembahkan kepada:

Kedua orang tua

Bapak Nunuk Wispokencono, Ibu Margaretha Boenga yang telah mendukung, mendidik, menjaga, memotivasi, memberikan kasih sayang dan mengorbankan segalanya

Kedua kakak dan adikku

Yohanes Leonardo dan Yose Deo Christian yang selalu mendukung dan memberi semangat

Teman-teman yang telah sepenuhnya memberikan dukungan dan bantuan yang tak ternilai selama ini


(4)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Desa Gunung Batin Baru Kecamatan Terusan Nunyai Kabupaten Lampung Tengah pada 16 Mei 1990 dan merupakan anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Bapak Nunuk Wispokencono dan Ibu Margaretha Boenga. Penulis menyelesaikan pendidikan di Taman Kanak-kanak Satya Dharma Sudjana pada tahun 1996, kemudian lulus di Sekolah Dasar Negeri 1 Gunung Madu pada 2002. Penulis melanjutkan pendidikan ke SLTP Satya

Dharma Sudjana Kabupaten Lampung Tengah dan pada tahun 2006 melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

Penulis terdaftar sebagai mahasiswa reguler Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2008 melalui jalur PKAB

(Penelusuran Kemampuan Akademik dan Bakat). Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademis. Penulis pernah menjadi asisten dosen untuk beberapa mata kuliah antara lain Ekologi Pertanian, Fisiologi Tumbuhan, Ilmu dan Teknik Pengendalian Gulma, Pengelolaan Gulma Perkebunan, serta Herbisida dan Lingkungan. Penulis juga terlibat dalam beberapa pengujian pestisida baik untuk resgistrasi maupun pengujian lapangan. Pada tahun 2011 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata Universitas Lampung di

Kabupaten Way Kanan . Kemudian pada tahun 2012 penulis pernah melakukan Praktik Umum di PT. Gunung Madu Plantations Kabupaten Lampung Tegah.


(5)

SANWACANA

Puji Syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa melimpahkan kasih-Nya kepada penulis sehingga mampu melaksanakan penelitian dan menyusun skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini tidak akan dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Prof. Dr. Ir. Nanik Sriyani, M. Sc., selaku pembimbing utaman atas saran, bantuan, nasehat, bimbingan serta kritik yang membangun kepada penulis selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi ini;

2. Bapak Ir. Dad R.J. Sembodo, M.S., selaku pembimbing kedua atas segala masukan, saran, motivasi serta pengalaman kepada penulis selama

menyelesaikan skripsi ini;

3. Bapak Ir. Herry Susanto, M.P., selaku pembahas atas segala masukkan yang membangun dalam penulisan skripsi;

4. Bapak Prof. Dr. Ir.Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung

5. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.

6. Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku dosen pembimbing akademik atas segala bimbingan kepada penulis selama melaksanakan kegiatan perkuliahan

7. Kedua orangtua serta kedua saudara kandung penulis atas segala kasih sayang, dukungan, doa,dan motivasi yang diberikan kepada penulis selama ini


(6)

8. Teman-teman seperjuangan Agroteknologi 08 : Azanu, Bella, Devira, Intan, Rindang, Zaka , (alm) Dimas dan teman-teman lain yang tidak dapat

disebutkan satu persatu.

9. Para tenaga di kebun : Mas Yono, Mas Khoiri serta Mas Pudjono atas bantuan serta pengelaman yang telah diberikan kepada penulis selama melaksanakan penelitian.

Penulis juga menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna oleh karena itu penulis akan menerima saran dan kritik yang bersifat membangun agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Desember 2012 Penulis,