PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Yang Masih Di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata 1 pada
Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum

Oleh:
USTIKA HANIS PRAMUDYA
C100130275

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017

i

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA
PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR
(Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui profil peraturan hukum, penerapan
hukum dan pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan dalam tindak pidana
pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur di Pengadilan Negeri
Surakarta. Metode penelitian menggunakan pendekatan hukum yuridis normatif
yang bersifat deskriptif, sumber data terdiri dari sumber data primer dan sekunder.
Metode pengumpulan data dengan teknik studi kepustakaan dan studi lapangan.
Model analisis menggunakan interactive model of analisys. Hasil penelitian
menunjukkan keberadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kejahatan pemerkosaan, telah di atur dalam KUHP maupun dalam
ketentuan peraturan lain yang lebih khusus, seperti dalam Undang-Undang
Perlindungan Anak, upaya pemberian sanksi hukuman tambahan juga telah
diberlakukan dengan dikeluarkannya PERPPU tentang hukuman kebiri.
Penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan adalah dengan mencari
dan membuktikan kebenaran materiil berdasarkan fakta yang terungkap dalam
persidangan, dimana hakim akan berpegang teguh pada yang dirumuskan dalam
surat dakwaan penuntut umum. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan adalah dengan mempertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan
maupun hal-hal yang meringankan terdakwa, serta mempertimbangkan nilai
keadilan baik bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat secara umum.

Kata kunci: anak, pemerkosaan, dan putusan
ABSTRACT
This study aimed to determine the profile of the rule of law, implementation of
laws and consideration of the judge in the verdict in the criminal act of rape
against children who are still minors in Surakarta District Court. The research
method uses normative legal approach that is descriptive, the source data consists
of primary and secondary data sources. Data were collected by technical
literature studies and field studies. Model analysis using interactive models of
analisys. The results showed the existence of legislation governing the crime of
rape, has been set in the Criminal Code and the provisions of other, more
specialized, such as the Law on Child Protection, the effort sanctioning additional
sentences have also been imposed by the issuance PERPPU punishment
emasculated , Application of the law by judges in decisions is to find and validate
the material based on the facts revealed during the trial, where the judge will
cling formulated in the indictment the prosecutor. The basic consideration in
decisions judge is consideration of the aggravating things and the things that
relieve the defendant, as well as considering the value of justice for victims,
defendants, and society in general.
Keywords: children, rape, and the verdict


1

1. PENDAHULUAN
Penerapan sanksi pidana terhadap pelaku kejahatan merupakan cara
terbaik dalam menegakan keadilan. Kejahatan yang menimbulkan penderitaan
yang berat terhadap korban, seperti kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan
sanksi hukuman yang maksimal, bahkan perlu adanya hukuman tambahan bagi
pelaku. Korban tindak kejahatan pemerkosaan harus mendapatkan keadilan, baik
dari segi hukum maupun dari segi pemulihan mental dan psikis. Terlebih yang
menjadi korban tindak kejahatan pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah
umur.
Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.1 Keberadaan anak yang mempunyai
peran sebagai penerus generasi bangsa harus dijaga keberadaanya. Perlu adanya
perhatian dan perlindungan khusus terhadap kehidupan anak agar terhindar dari
tindak kejahatan yang akan mengancam keselamatan dirinya. Perlu adanya peran
dari lingkungan terdekat seperti keluarga untuk menjamin keamanan dan
kenyamanan anak. Keberadaan keluarga harus mampu melindungi, menyayangi,
dan mengasihi sebagai satu kesatuan keluarga yang aman dan nyaman bagi
perkembangan anak.

Tindak pidana pemerkosaan merupakan salah satu tindak kejahatan yang
sangat keji dan tidak berperikemanusiaan. Pengertian perkosaan sendiri adalah
seseorang pria yang memaksa pada seorang wanita bukan isterinya untuk
melakukan persetubuhan dengannya dengan ancaman kekerasan, yang mana
diharuskan kemaluan pria telah masuk ke dalam lubang kemaluan seorang wanita
yang kemudian mengeluarkan air mani. 2 Tindak kejahatan pemerkosaan tidak
hanya melanggar norma kesusilaan dan norma agama saja, tetapi juga telah
melanggar hak asasi manusia yang melekat pada diri korban, apalagi yang
menjadi korban pemerkosaan adalah anak yang masih di bawah umur.
Pelaku pemerkosaan harus mendapatkan hukuman yang berat, agar
mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Perlu adanya peraturan hukum yang
1

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak
Nomor 23 Tahun 2002.
2
Abdul Wahid dan Muhammad Irfan, Perlindungan Terhadap Korban Kekerasan Seksual,
Bandung: Refika Aditama, 2011, hal. 41.

2


mengatur mengenai sanksi hukuman yang berat terhadap pelaku kejahatan
pemerkosaan, selain itu juga diperlukan ketegasan dari aparat penegak hukum
dalam memberikan sanksi hukuman tersebut. Tindak kejahatan pemerkosaan
secara umum telah diatur dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP)
Pasal 286.
Tindak kejahatan Pemerkosaan dengan korban anak yang masih di bawah
umur dengan korban orang dewasa tentunya akan berbeda, baik dari penanganan
korbanya maupun penegakan hukumnya. Korban pemerkosaan terhadap anak di
bawah umur tentunya masih memiliki masa depan yang panjang yang seharusnya
mampu dijaga dan dilindungi, karena merupakan generasi penerus kehidupan
bangsa. Sanksi hukuman terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak yang masih
di bawah umur telah diatur sendiri di dalam Undang-Undang Perlindungan Anak
Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak
Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 81 Butir (1),(2),(3).
Pemberian sanksi hukuman tambahan terhadap pelaku kejahatan
pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur harus dilakukan, agar
mampu memberikan efek jera bagi pelaku. Pemerintah dalam menanggapi
meningkatnya jumlah kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur
adalah dengan mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang

(PERPPU) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Perppu tersebut salah satunya
mengatur mengenai hukuman kebiri kimia bagi kejahatan seksual.
Penerapan sanksi pidana harus mampu memberikan efek jera bagi pelaku
kejahatan pemerkosaan, terutama terhadap pelaku pemerkosaan terhadap anak
yang masih di bawah umur. Sanksi pidana bertujuan untuk memperbaiki pribadi
terpidana berdasarkan perlakuan dan pendidikan yang diberikan selama menjalani
hukuman, terpidana merasa menyesal sehingga ia tidak akan mengulangi
perbuatannya dan kembali kepada masyarakat sebagai orang yang baik dan
berguna.3
Berdasarkan uraian latar belakang di

atas,

maka

penulis dapat

merumuskan masalah antara lain: (1) Bagaimanakah profil peraturan hukum
3


Leden Marpaung, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar Grafika, 2009, hal. 4.

3

tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur?,
(2) Bagaimanakah penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan
perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur?,
dan (3) Apa yang menjadi dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan
putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah
umur? Sedangkan tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil peraturan
hukum tentang tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah
umur, untuk mengetahui penerapan hukum dan pertimbangan hakim dalam
menjatuhkan putusan dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang
masih di bawah umur di Pengadilan Negeri Surakarta. Adapun manfaat dari
penelitian ini yang bersifat teoritis, diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan ilmu hukum di Indonesia dan khususnya hukum
pidana, terutama mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak
pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur. Manfaat yang
bersifat praktis adalah: (1) Untuk lebih mengembangkan penalaran, membentuk

pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengetahui kemampuan penulis dalam
menerapkan ilmu yang diperoleh, dan (2) Untuk mengetahui permasalahan yang
timbul serta berusaha untuk memberikan masukan dalam bentuk pemikiran
mengenai penerapan sanksi pidana terhadap pelaku tindak pidana pemerkosaan
terhadap anak yang masih di bawah umur.

2. METODE
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode pendekatan hukum yuridis normatif yaitu: pendekatan yang bertitik tolak
dari ketentuan peraturan perundang–undangan dan diteliti dilapangan untuk
memperoleh faktor pendukung dan hambatannya.

4

Jenis penelitian yang

digunakan penulis dalam penelitian ini adalah menggunakan jenis penelitian
deskriptif, karena penelitian ini akan berupaya menggambarkan dan menganalisis
kasus tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.


4

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat,
Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007, hal 17.

4

3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Peraturan Hukum tentang Tindak Pidana Pemerkosaan terhadap
Anak yang Masih di Bawah Umur
Negara telah menjamin hak-hak setiap warga negara untuk hidup, sejak
mulai dari lahir sampai meninggal dunia. Hal tersebut telah tertuang dalam
berbagai peraturan perundang-undangan tentang Hak Asasi Manusia, diantaranya:
Undang-Undang Dasar 1945 dalam Pasal 28 I Ayat (1), Undang-Undang
Republik Indonesia Nomer 39 Tahun 1999 juga telah mengatur tentang Hak Asasi
Manusia khususnya Pasal 4. Secara umum peraturan perundang-undangan telah
mengatur mengenai perlindungan anak, seperti dalam Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23
Tahun 2002, khususnya Pasal 1 Butir (2).
Sedangkan mengenai kejahatan pemerkosaan telah diatur dalam ketentuan

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Kejahatan kekerasan di dalam KUHP
dapat digolongkan antara lain: (1) Kejahatan terhadap nyawa orang lain Pasal
338-350 KUHP, (2) Kejahatan penganiayaan Pasal 351-358 KUHP, (3) Kejahatan
seperti pencurian, penodongan, perampokan Pasal 365 KUHP, (4) Kejahatan
terhadap kesusilaan, khususnya Pasal 285 KUHP, dan (5) Kejahatan yang
menyebabkan kematian atau luka karna kealpaan, Pasal 359-367 KUHP.5 Adapun
bentuk-bentuk tindak pidana kekerasan antara lain: (1) Tindak pidana
pembunuhan, (2) Tindak pidana penganiayaan berat, (3) Tindak pidana pencurian
dengan kekerasan, (4) Tindak pidana perkosaan, dan (5) Tindak pidana kekerasan
terhadap ketertiban umum.6
Tindak kejahatan pemerkosaan secara umum telah diatur dalam Kitab
Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 286. Mengenai sanksi hukuman
terhadap kejahatan pemerkosaan di bawah umur, telah diatur di dalam KUHP
pada Pasal 287 Butir (1) dan (2). Ketentuan yang masih sama tentang tindak
pidana pemerkosaan juga telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana Pasal 294 Butir (1) dan (2). Sanksi hukuman terhadap pelaku pemerkosaan
terhadap anak yang masih di bawah umur juga telah diatur secara khusus di dalam
5

R. Soesilo, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal, Bogor: Politeia.

hal 28.
6
Ibid .

5

Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan
Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002 Pasal 81 Butir (1),
(2), (3).
Pemerintah

dalam

menanggapi

meningkatnya

jumlah

kejahatan

pemerkosaan, khususnya terhadap anak di bawah umur, dengan mengeluarkan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (PERPPU) Nomor 1 Tahun
2016 tentang Perubahan ke-2 atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak. Perppu tersebut dikeluarkan dengan tujuan memberikan efek
jera bagi pelaku kejahatan dan sekaligus dapat dimanfaatkan untuk mencegah
kemungkinan terjadinya tindakan kejahatan oleh pelaku-pelaku lain. Keberadaan
sanksi hukuman tersebut diharapkan dapat memberikan efek jera bagi pelaku
tindak pidana pemerkosaan. Selain itu keberadaan sanksi hukuman tersebut juga
diharapkan akan memberikan pembelajaran kepada masyarakat secara umum agar
tidak melakukan perbuatan yang serupa.
Penerapan Hukum oleh Hakim dalam Menjatuhkan Putusan Perkara
Tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Anak yang Masih di Bawah Umur
Surat dakwaan merupakan dasar dalam menyusun surat tuntutan oleh jaksa
penuntut umum, yang mempunyai kedudukan yang sangat penting dalam proses
penyelesaian perkara pidana, di mana dalam membuat dakwaan penuntut umum
harus memenuhi beberapa syarat dan ketentuan agar dakwaanya dianggap sah.7
Pertama,

dakwaan

Penuntut

Umum

untuk

Nomor

Registrasi

06/Pid.Sus/2012/PN.Ska. Surat dakwaan yang diajukan oleh Jaksa Penuntut
Umum, yaitu berupa dakwaan alternatif, yakni jenis dakwaan yang terdakwanya
didakwa dengan lebih dari satu perbuatan, yang diikuti dengan dakwaan-dakwaan
lain terhadap tindak pidana yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu: (1) Pasal 81
ayat (2) UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, (2) Pasal 82
UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak; (3) Pasal 287 ayat (1)
KUHP. Karena dakwaan disusun secara Alternatif, maka hanya dakwaan yang
mendekati fakta-fakta di persidangan yang akan dibuktikan, yakni dakwaan
Ketiga Pasal 287 ayat (1) KUHP.
7

Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta,
Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB.

6

Kedua,

dakwaan

Penuntut

Umum

untuk

Nomor

Registrasi

44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. Jaksa penuntut harus benar-benar cermat dan jeli dalam
menyususn surat dakwaan, agar dakwaan tersebut sesuai dapat dibuktikan dalam
persidangan sesuai dengan pasal yang didakwakan kepada terdakwa. 8 Adapun
surat dakwaan yang diajukan oleh jaksa Penuntut Umum, yaitu berupa dakwaan
Alternatif, yakni jenis dakwaan yang terdakwanya didakwa dengan lebih dari satu
perbuatan, yang diikuti dengan dakwaan-dakwaan lain terhadap tindak pidana
yang dilakukan oleh terdakwa, yaitu: (1) Pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 35 tahun
2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana, (2) Pasal 81 ayat (2) UU RI Nomor 35
tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Karena dakwaan disusun secara
alternatif maka hanya dakwaan yang mendekati fakta-fakta di persidangan yang
akan dibuktikan, yakni dakwaan Pertama Pasal 81 ayat (1) UU RI Nomor 35
tahun 2014 atas perubahan UU RI Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.
Penyusunan surat dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum, baik dalam
Nomor

Registrasi

44/Pid.Sus/2016/PN.Ska.

maupun

Nomor

Registrasi

06/Pid.Sus/2012/PN.Ska, telah dianggap sesuai dengan hasil pemeriksaan dan
penyidikan. Di mana telah terpenuhinya dua syarat dalam dakwaan penuntut
umum, yakni: (a) Syarat formil mengenai identitas terdakwa yang diatur dalam
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Pasal 143 Ayat (2) Huruf A, dan
(b) Syarat materil berkaitan mengenai penerapan hukum materil dalam perkara
yang penulis bahas ini telah dianggap terpenuhi. Di mana diuraikan secara jelas
mengenai kronologis, tempat dan waktu dari kejadian perkara tersebut yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata Pasal 143 ayat (2) Huruf B.
Selanjutnya, dalam dakwaan yang disusun oleh jaksa penuntut umum
menggunakan dakwaan Alternatif. Di mana dalam dakwaan tersebut Majelis
Hakim akan mempertimbangkan dakwaan yang mendekati fakta-fakta di
8

Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta,
Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB.

7

persidangan, sehingga jika salah satu dakwaan telah terbukti maka dakwaan
lainnya tidak perlu dibuktikan lagi. Dalam dakwaan Nomor Registrasi
06/Pid.Sus/2012/PN. Ska. yang dibuktikan adalah Pasal 287 ayat (1) KUHP. Hal
tersebut didasarkan pada unsur-unsur yang terkandung dalam pasal tersebut sesuai
dengan perbuatan yang dilakukan oleh para terdakwa.9
Adapun kualifikasi unsur-unsur tindak pidananya adalah sebagai berikut:
Mengenai Unsur “barang siapa” dalam hal ini dianggap telah terpenuhi, dalam
dalam dakwaan Nomor Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska di mana yang menjadi
Terdakwa Alfin Ardian alias Pincuk bin Joko Catur Supriyadi. Hal tersebut di
dasarkan pada saat melakukan perbuatannya para terdakwa dalam keadaan sehat
jasmani dan rohani, cakap, serta tidak ada tekanan atau paksaan sehingga dapat
dipertanggung-jawabkan perbuatanya, serta para terdakwa telah membenarkan
pula seluruh identitasnya dalam surat dakwaan.
Sementara untuk unsur “bersetubuh dengan seorang wanita di luar
perkawinan” dianggap telah terpenuhi, hal tersebut didasarkan pada saat terdakwa
dengan sengaja melakukan tipu muslihat, serangkaian kebohongan, atau
membujuk saksi korban yang bukan istrinya untuk melakukan hubungan badan,
dimana pada saat kejadian tersebut saksi korban masih di bawah umur, hal
tersebut dapat dibuktikan dengan adanya Akta Kelahiran nomor 1255/tp/1996
tanggal 31 Maret 1997, dimana berdasarkan akta kelahiran tersebut saksi korban
masih berumur 15 tahun.
Selanjutnya, untuk unsur “padahal diketahuinya atau sepatutnya harus
diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak
jelas bahwa belum waktunya untuk kawin” dianggap telah terpenuhi, hal tersebut
didasarkan pada Akta Kelahiran Nomor 1255/tp/1996 tanggal 31 Maret 1997,
dimana berdasarkan akta kelahiran tersebut saksi korban masih berumur 15 tahun
dan masih sekolah di SMAN 7 Surakarta kelas I, sehingga saksi korban dianggap
belum masanya untuk dikawin.

9

Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta,
Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB.

8

Dasar-dasar Pertimbangan Hakim dalam Menjatuhkan Putusan dalam
Tindak Pidana Pemerkosaan terhadap Anak yang Masih di Bawah Umur
Hakim dalam menjatuhkan putusan pemidanaan terlebih dahulu akan
memberikan pertimbangan-pertimbangan yang akan dijadikan dasar dan pijakan
dalam membuat suatu putusan.10 Hakim akan menelaah terlebih dahulu tentang
kebenaran peristiwa, kemudian memberikan penilaian serta menghubungkan
dengan hukum yang sesuai, dengan harapan dapat memberikan suatu putusan
yang mencerminkan rasa keadilan yang dapat dipertanggung-jawabkan kepada
diri sendiri, kepada masyarakat, dan kepada TuhanYang Maha Esa.
Pertimbangan hukum yang diberikan oleh hakim dalam sebuah putusan
pemidanaan harus didasarkan pada fakta-fakta yang terungkap di persidangan,
dimana putusan yang dihasilkan didasarkan sekurang-kurangnya pada dua alat
bukti yang sah, serta dari keyakinan hakim dalam memutus perkara tersebut.
Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seorang kecuali apabila dengan
sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa
suatu tindak pidana benar-benar terjadi dan bawa terdakwalah yang bersalah
melakukannya.11
Pertama, alat bukti. Alat bukti yang di anggap sah yang akan di jadikan

sebagai bahan pertimbangan bagi majelis hakim dalam perkara ini, yakni
berlandaskan pada fakta-fakta yang terungkap persidangan berupa: (1) Keterangan
Saksi, dalam Putusan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN. Ska yakni: Wahyu
Sulistyana Jaya Negara bin Pipit Supriyadi (Alm), Bergas Longgor Winengku,
Bryan Anggasi Pasca Perdana, Eddy S Wirahbumi. Sedangkan dalam Putusan
Nomor Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. yakni: Evi Dianawati, Reno Dewi
Vransisca binti Kelik Rusyanto, Muhammad Ni’am Faradis bin Sardi, Kartika
Putri Wijayanti, Edytya Kenintom; (2) Alat bukti surat, berupa Visum Et
Repertum dalam Putusan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN.Ska berupa
Visum Et Repertum nomor SFK-49/VER/X/2011/Ur Kes. tertanggal 25 Oktober

2011 yang ditandatangani oleh Dr. D. Aji Kadarmo, Sp.F.DFM. Putusan Nomor
10

Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta,
Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB.
11
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana Pasal 184.

9

Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. berupa Visum Et Repertum dari RSUD DR.
Moewardi

Surakarta

Nomor:

VER/044/IRM/RSDM/XII/2015

tanggal

12

Desember 2015 pemeriksaan oleh DR. dr. Abdurahman Laqif, Sp. OG (K),
terhadap Reno Dwi Vrancisca; dan (3) Keterangan Terdakwa dalam Putusan
Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN. Ska yakni: terdakwa Alfin Ardian alias
Pincuk bin Joko Catur Supriyadi, sedangkan dalam Putusan Nomor Registrasi
06/Pid.Sus/2012/PN yakni: terdakwa Warso alias Pendek bin Sonorejo.
Adapun alat bukti di atas dianggap sah, di mana hal tersebut didasarkan
bahwa apabila alat bukti tersebut saling dihubungkan satu sama lain terdapat
kesesuaian antara keterangan saksi dan keterangan terdakwa serta alat bukti surat.
Dengan mendasarkan kesesuaian tersebut, maka akan di peroleh fakta hukum
yang meyakinkan bagi majelis hakim, yang selanjutnya akan di jadikan dasar
dalam membuat putusan.12
Pertanggung-jawaban pidana, berdasarkan fakta-fakta yang terungkap di
persidangan maka dapat ditarik kesimpulan, bahwa terdakwa dianggap mampu
untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya, di mana terdakwa dalam
keadaan sadar serta mengetahui akibat yang akan timbul dari perbuatannya, serta
terdakwa dalam keadaan sehat baik jasmani dan rohaninya serta dianggap cakap
untuk mampu menilai baik dan buruk akan perbuatannya. Disisi lain juga tidak
ditemukan adanya alasan pembenar atau alasan pemaaf dari perbuatan terdakwa,
yang dapat menjadi dasar alasan penghapusan pidana.
Kualifikasi unsur-unsur dari pasal yang diterapkan kepada terdakwa, baik
dalam Putusan Nomor Registrasi 06/Pid.Sus/2012/PN. Ska, maupun Putusan
Nomor Registrasi 44/Pid.Sus/2016/PN.Ska. bila dikaitkan dengan Kesesuaian
antara Pertimbangan Hakim, Dakwaan Penuntut Umum, dan Alat Bukti, maka
dapat ditarik kesimpulan, bahwa telah dipenuhinya unsur dan syarat dipidananya
terdakwa. Hal tersebut didasarkan dari hasil pemeriksaan di persidangan, di mana
alat bukti yang diajukan oleh Jaksa Penuntut Umum yang didalamnya terdapat

12

Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta,
Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB.

10

keterangan saksi-saksi dan alat bukti yang saling berhubungan antara satu dengan
yang lainnya. Hal tersebut juga di dukung dari pengakuan para terdakwa yang
mengakui secara jujur atas perbuatannya. Dengan demikian Hakim dalam
putusannya menyatakan bahwa terdakwa telah terbukti secara sah dan
meyakinkan melakukan suatu tindak pidana telah sesuai.
Kedua, pertimbangan hakim. Pertimbangan hakim tentang hal-hal yang

memberatkan dan meringankan bagi terdakwa. Dalam hal ini penulis melakukan
wawancara langsung terhadap salah satu hakim yang memeriksa dan mengadili
kasus tersebut yakni Bapak Agus Iskandar yang pada intinya beliau mengatakan:
(1) Hakim sebelum menjatuhkan putusan, maka akan terlebih dahulu memeriksa
perkara pidana, dimana hakim akan berusaha mencari dan membuktikan
kebenaran materiil berdasarkan fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan,
selain itu hakim juga akan berpegang teguh pada yang dirumuskan dalam surat
dakwaan penuntut umum; (2) Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap
terdakwa juga sangat memperhatikan dari sifat kejahatan dan juga faktor yang
melatar belakangi dari terdakwa, serta dampak sosial akibat kejahatan tersebut;
dan (3) Hakim juga akan mempertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan
maupun yang meringankan bagi terdakwa.13
Adapun hal-hal yang meringankan dan memberatkan para terdakwa dalam
putusan yang di jatuhkan oleh majelis hakim. Dalam hal ini penulis akan berusaha
untuk menguraikan pertimbangan tersebut yakni: (1) Hal-hal yang meringankan
bagi terdakwa. Hal-Hal yang meringankan para terdakwa dalam putusan yang di
jatuhkan oleh majelis hakim antara lain: (a) Terdakwa menyesali perbuatannya
dan berjanji tidak akan mengulangi lagi perbuatanya. Menurut pandangan penulis,
Penyesalan yang dilakukan oleh terdakwa atas perbuatannya, merupakan sebagai
wujud keinginan untuk kembali menjadi pribadi yang benar, dimana terdakwa
menyadari akan perbuatannya, dan ingin menjadikan hukuman tersebut sebagai
penyesalan dengan wujud pembelajaran untuk memperbaiki diri, serta tidak
mengulangi perbuatannya lagi; (b) Terdakwa berterus-terang dan bersikap sopan
13

Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta,
Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB.

11

selama persidangan. Menurut pandangan penulis bahwa sikap berterus terang dan
sopan merupakan hal wajib yang harus dilakukan oleh terdakwa, hal tersebut
dijadikan sebagai cerminan wujud penyesalan atas perbuatannya, serta untuk
memperbaiki sikapnya; (c) Terdakwa belum pernah dihukum. Menurut pandangan
penulis, bahwa para terdakwa sebelum melakukan tindak pidana masih dianggap
sebagai pribadi yang baik. Dalam hal ini terdakwa dianggap sebagai pribadi yang
terpengaruh ketika melakukan tindak pidana tersebut; (d) Para terdakwa
merupakan tulang punggung keluarga. Menurut pandangan penulis, bahwa
terdakawa merupakan kepala keluarga, dan juga sebagai tulang punggung bagi
keluarganya, sehingga apabila terdakwa di jatuhi hukuman terlalu lama akan
berdampak bagi keluarga terdakwa terutama dalam hal ekonomi, karena dalam hal
ini keluarga tidak mendapatkan nafkah dari terdakwa selama dalam penjara.14
Selanjutnya untuk yang kedua, hal-hal yang memberatkan para terdakwa
dalam

putusan

yang

dijatuhkan

oleh

majelis

hakim

antara

lain:

(a) Perbuatan terdakwa meresahkan masyarakat. Menurut pandangan penulis,
bahwa perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa telah menyebabkan keresahan dan
ketakutan bagi masyarakat, sehingga perlu adanya ketegasan dari aparat penegak
hukum, dalam hal ini majelis hakim untuk menjatuhkan hukuman yang setimpal,
agar hukuman tersebut mampu menjadikan pembelajaran khususnya bagi
terdakwa, dan masyarakat pada umumnya, sehingga penjatuhan hukuman tersebut
dianggap sesuai; (b) Perbuatan terdakwa merusak masa depan saksi korban.
Menurut pandangan penulis, perbuatan terdakwa bisa dikatakan sebagai perbuatan
yang telah merampas hak asasi manusia, yaitu hak untuk hidup dan hak untuk
tidak disiksa. Dengan demikian tindak pidana yang di lakukan oleh para terdakwa
di anggap sebagai perbuatan yang tidak berperikemanusiaan. Dalam hal ini,
terdakwa tidak pernah memperhitungkan bagaimana akibat yang akan terjadi
dengan korban, dalam hal ini kerugian yang timbul bagi korban, baik dari segi
moril maupun materiil. Dengan demikian, penjatuhan hukuman oleh hakim
terhadap para terdakwa dianggap sebagai suatu bentuk agar menciptakan keadilan
14

Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta,
Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB.

12

bagi korban, bagaimana pun perbuatan terdakwa tidak dapat dibenarkan, sehingga
sudah seharusnya mendapatkan hukuman yang setimpal. Dengan demikian
penjatuhan hukuman dengan mempertimbangkan hal yang

memberatkan ini

dianggap telah sesuai.15
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan hakim dalam
menjatuhkan sanksi pidana adalah untuk memperbaiki terdakwa agar tidak
mengulangi lagi perbuatannya tersebut. Pemberian sanksi pidana dengan
menimbulkan efek jera bagi pelaku berupa kepastian hukum, dengan memberikan
pertimbangan dari segi pelaku berupa motif dan tujuan pelaku dalam melakukan
tindak pidana tersebut. sedangkan dari segi korban berupa penderitaan yang
dialami korban, serta memberikan nasehat bagi terdakwa selama dalam proses
persidangan, dengan tujuan agar terdakwa menyadari perbuatannya dan
diharapkan dapat menjadi pembelajaran bagi masyarakat umum.

4. PENUTUP
Kesimpulan
Pertama , keberadaan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kejahatan pemerkosaan, baik dalam KUHP maupan dalam ketentuan
peraturan lain yang lebih khusus, seperti dalam Undang-Undang Perlindungan
Anak, adalah untuk melindungi keberadaan anak dari segala bentuk tindak
kejahatan pemerkosaan. Upaya pemberian sanksi hukuman tambahan bagi pelaku
kejahatan pemerkosaan terhadap anak juga telah diberlakukan dengan dikeluarnya
Perppu tentang hukuman kebiri, tujuannya adalah untuk memberikan efek jera
bagi pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur.
Kedua, penerapan hukum oleh hakim dalam menjatuhkan putusan perkara

tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur, adalah
dengan mencari dan membuktikan kebenaran materiil berdasarkan fakta-fakta
yang terungkap dalam persidangan, serta hakim akan berpegang teguh pada yang
dirumuskan dalam surat dakwaan penuntut umum.

15

Agus Iskandar, Majelis Hakim di Pengadilan Negeri Surakarta, Wawancara Pribadi, Surakarta,
Kamis, 22 September 2016, jam 10:20 WIB.

13

Ketiga, dasar-dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan putusan

dalam tindak pidana pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur
adalah dengan mempertimbangan mengenai hal-hal yang memberatkan maupun
hal-hal yang meringankan terdakwa, serta mempertimbangkan nilai keadilan baik
bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat secara umum.
Saran
Pertama , bagi aparat penegak hukum, diharapkan dengan adanya

peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kejahatan pemerkosaan,
baik dalam KUHP maupan dalam ketentuan peraturan lain yang lebih khusus,
seperti dalam Undang-Undang Perlindungan Anak, mampu menjadi dasar bagi
aparat penegak hukum untuk menindak setiap pelaku tindak pidana pemerkosaan,
khususnya bagi pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di
bawah umur. Pemberian sanksi hukuman tambahan juga harus mampu dilakukan
oleh aparat penegak hukum, hal tersebut didasarkan dengan dikeluarnya Perppu
tentang hukuman kebiri, dimana tujuan utamanya adalah untuk memberikan efek
jera bagi pelaku kejahatan pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah
umur.
Kedua , bagi lembaga peradilan, diharapkan dalam menerapkan hukum,

ketika menjatuhkan putusan perkara tindak pidana pemerkosaan terhadap anak
yang masih di bawah umur, untuk lebih tegas, demi memenuhi rasa keadilan, baik
bagi korban, terdakwa, maupun masyarakat secara umum, sehingga tindak pidana
pemerkosaan terhadap anak yang masih di bawah umur dapat dihapuskan.
Ketiga , bagi hakim, diharapkan dalam menjatuhkan putusan untuk

membuat dasar-dasar pertimbangan sendiri sesuai dengan keyakinan dari hakim
dan berdasarkan ketentuan yang berlaku, serta alangkah baiknya dalam
mempertimbangkan

sesuatu

sebelum

menjatuhkan

putusan,

perlu

juga

memperhatikan faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana tersebut,
sehingga diharapkan ada jalan keluar, agar tindak pidana pemerkosaan khususnya
terhadapa anak yang masih di bawah umur tersebut tidak terulang kembali.

14

Persantunan
Skripsi ini, penulis persembahkan kepada: Orang tua saya tercinta atas
doa, dukungan yang penuh dan juga penantiannya. Saudara-saudaraku tersayang
atas dukungan, doa dan semangatnya. Teman-teman dan sahabat-sahabat tak
terkecuali, terimakasih atas do’a, dorangan dan semangatnya atas motivasi,
dukungan dan doanya selama ini.

DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Marpaung, Leden, 2009, Asas Teori Praktik Hukum Pidana, Jakarta: Sinar
Grafika.
Mertokusumo, Sudikno 1993, Hukum Acara Perdata Indonesia , Jogjakarta:
Liberty.
Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, 2007, Penelitian Hukum Normatif Suatu
Tinjauan Singkat, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Soesilo, R, KUHP Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal,
Bogor: Politeia.
Wahid, Abdul dan Muhammad Irfan, 2011, Perlindungan Terhadap Korban
Kekerasan Seksual, Bandung: Refika Aditama.
Soebekti, R., dan R. Tjitrosudibyo, 1983, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana ,
Jakarta: Pradnya Paramita.
Peraturan Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi
Manusia
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang-Undang
Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak

15

Dokumen yang terkait

Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (Studi Beberapa Putusan Pengadilan Negeri di Indonesia)

1 74 133

Penerapan Konsep Diversi Terhadap Anak Pelaku Tindak Pidana Dalam Sistem Peradilan Pidana Anak

1 56 13

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMERKOSAAN TERHADAP ANAK YANG MASIH DI BAWAH UMUR Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Yang Masih Di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta)

0 6 12

PENDAHULUAN Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pemerkosaan Terhadap Anak Yang Masih Di Bawah Umur (Studi Kasus di Pengadilan Negeri Surakarta).

0 7 14

SKRIPSI Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur.

0 0 12

PENDAHULUAN Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur.

0 3 13

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PEMBUNUHAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DI BAWAH UMUR Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Pelaku Tindak Pidana Pembunuhan Yang Dilakukan Oleh Anak Di Bawah Umur.

4 20 19

PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA DI PENGADILAN NEGERI SURABAYA.

0 3 77

TINJAUAN YURIDIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DI PENGADILAN NEGERI MAKASSAR

0 0 135

ANALISIS PENERAPAN SANKSI PIDANA TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA KEKERASAN SEKSUAL ANAK DIBAWAH UMUR DI PENGADILAN NEGERI DEMAK - Unissula Repository

0 1 11