AISYIYAH DAN PENCEGAHAN PERDAGANGAN MANUSIA (TRAFFICKING)

CAKRAWALA

AISYIYAH DAN PENCEGAHAN PERDAGANGAN MANUSIA
(TRAFFICKING)
TRI HASTUTI NUR R, M.SI
Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan
Ketua Lembaga Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Aisyiyah

w.

pd

fsp

litm
erg
er.
co
m)

Indonesia, antara lain ke Negara-negara Malaysia, Jepang, Korea,

Taiwan, Arab, hingga Eropa Timur. Selanjutnya berdasarkan
jumlah kelamin, sebagian besar korban trafficking adalah kelompok
perempuan. Berdasarkan data Polda se-Indonesia bagian Tindak
Pidana Perdagangan Anak dari tahun 2005-2009 menggambarkan
bahwa korban trafficking 98% korban adalah perempuan. Datadata tersebut menunjukkan bahwa perempuan dan anak-anak
mendominasi korban trafficking; dan sekaligus merupakan
kelompok rentan dalam kejahatan kemanusiaan selama ini.
Salah satu penyebabnya mengapa perempuan merupakan
kelompok yang sangat rentan sebagai korban trafficking; adalah
masih kuatnya budaya patriarkhi di masyarakat. Perempuan
masih banyak dianggap sebagai warga kelas dua ( second sex),
tidak otonom terhadap diri dan tubuhnya; diposisikan sebagai
kelompok yang pasif dan menerima putusan orang lain terhadap
dirinya; termasuk orangtuanya, misalnya dinikahkan dalam usia
dini. Sementara itu jika dilihat dari propinsi di Indonesia, maka
Jawa Barat merupakan propinsi yang menduduki rangking tertinggi
berkaitan dengan kasus perdagangan anak (trafficking) yaitu
sebagai daerah pemasok atau sending area.

De

mo
(

Vi
sit

htt
p:/
/w
w

Pendahuluan
Dalam DUHAM secara jelas dinyatakan bahwa perbudakan
dilarang dalam segala bentuknya “No one shall be held in slavery
and servitude. Slavery and the slave trade shall be prohibited in
all their form”. Namun dalam kenyataannya di abad modern ini
justru semakin meningkat kasus-kasus “perbudakan modern”
yang lebih sering disebut dengan trafficking atau perdagangan
manusia.Trafficking merupakan pelanggaran HAM dan
dehumanisasi terhadap manusia. Peningkatan jumlah kasuskasus trafficking ini tidak terlepas dari besarnya nilai ekonomi

yang ada dalam bisnis ini; dan merupakan bisnis yang
menggiurkan. Perputaran uang pada bisnis trafficking di Indonesia
diperkirakan Rp 32 trilliun; dan peredaran uang ini merupakan
perputaran uang terbesar kedua dalam usaha illegal di Indonesia
setelah bisnis narkoba. (Jurnal Perempuan, nomor 68 tahun
2010,133).
Masalah trafficking merupakan masalah di tingkat global,
nasional dan daerah. Secara kuantitas meskipun berbagai
peraturan telah diterbitkan mulai dari protocol PBB, dan undangundang di tingkat nasional serta perda di level daerah namun
nampaknya masih diperlukan usaha yang keras dan sinergis
dari pemerintah untuk menekan jumlah korban trafficking. Sebagai
misal dari sisi jumlah; korban trafficking di Asia diperkirakan
sejumlah 375 ribu orang setiap tahunnya. Dan terdapat sekitar 50
ribu orang di Afrika, 75 ribu orang di Eropa Timur, 100 ribu orang
di Amerika Latin dan Karibia, yang juga menjadi korban trafficking.
Problem trafficking di Indonesia
Berkenaan dengan problem trafficking ini, Indonesia menjadi
negara peringkat kedua di dunia baik sebagai pemasok, namun
Indonesia juga berperan sebagai tujuan dan daerah transit
perdagangan manusia ini. Berdasarkan data yang terlaporkan,

jumlah korban trafficking di Indonesia juga mengalami peningkatan
terutama anak-anak; yaitu mereka yang berusia di bawah 18
tahun. Dalam 2 tahun terakhir ini anak Indonesia yang menjadi
korban perdagangan manusia di perkirakan 70.000 hingga 95.000
jiwa.Angka tersebut tentu saja belum merupakan angka yang pasti
karena mengetahui angka akurat korban trafficking sesungguhnya
memang bukan hal yang mudah dikarenakan masalah trafficking
merupakan fenomena gunung es.Artinya jumlah kasus yang tidak
terlaporkan lebih besar dari yang terjadi sesungguhnya.Korban
trafficking di Indonesia tidak hanya dalam wilayah Indonesia saja,
namun melewati lintas batas negara. Selama ini sebagian besar
korban trafficking diperdagangkan ke luar wilayah hukum
54

10 - 25 SHAFAR 1432 H

Trafficking Dengan Berbagai Bentuknya
Masalah trafficking bukan hanya mereka yang menjadi
korban perdagangan manusia berkaitan dengan eksploitasi
seksual baik komersial maupun non komersial. Trafficking atau

perdagangan manusia adalah segala bentuk tindakan sebagai
dislokasi melalui cara menjadikan seseorang menjadi PSK dan
buruh secara paksa atau bentuk perbudakan yang lain (Nur Iman
Subono, 2010 : 25). Dalam protocol Polermo disebutkan bahwa
trafficking adalah ….…perekrutan, pengangkutan, pemindahan,
penampungan atau penerimaan orang dengan ancaman atau
penggunaan kekerasan atau bentuk lain dari paksaan, penculikan,
penipuan, penyesatan atau penyalahgunaan kekuasaan atau
posisi rentan, pemberian atau penerimaan pembayaran atau
keuntungan untuk mencapai persetujuan dari seseorang yang
memiliki kekuasaan atas orang lain, untuk tujuan eksploitasi
dalam pelacuran seseorang atau bentuk eksploitasi seksual
lainnya, kerja atau pelayanan paksa, perbudakan atau praktikpraktik serupa perbudakan, penghambaan dan pengambilan
organ-organ. Indonesia sudah menandatangani Protocol to
Prevent, Suppress and Punish Trafficking in Persons, Espicially
Women and Children”; atau yang dikenal dengan protocol
Polermo, sebuah kota di Italia, tempat Protocol ini ditandatangani.
Protocol ini merupakan kerangka Hukum Internasional yang

CAKRAWALA


pd

fsp

litm
erg
er.
co
m)

problem-problem buruh migran dan pengembangan model-model
pencegahan yang dilakukan. Di beberapa daerah misalnya di
Kalimantan Barat dan Jawa Timur, pimpinan daerah dan wilayah
melakukan pendampingan terhadap korban-korban trafficking
dengan membuat women crisis center.
Selanjutnya berkenaan dengan komitmen Aisyiyah terhadap
berbagai problem trafficking ini, Aisyiyah menyusun berbagai
program dalam keputusan Muktamar Aisyiyah ke 46 yang
dilaksanakan di Yogyakarta pada bulan Juli 2010 ini. Berbagai

program tersebut antara lain
1. Meningkatkan upaya advokasi hukum dan HAM bagi
masyarakat khususnya termarginalkan termasuk pembelaan terhadap perempuan dan anak serta TKW bermasalah sebagai kelompok rentan.
2. Mengembangkan pola dan model pendampingan serta
pemberian bantuan hukum terhadap para perempuan korban kekerasan, trafficking, korban ketidakadilan; dan anakanak korban kekerasan yang berbasis pada komunitas.
3. Melakukan pengawasan yang efektif dalam pelaksanaan
undang-undang Perlindungan Anak, UU Anti Traffciking
dan UU Pornografi.
4. Meningkatkan sosialisasi untuk penghapusan berbagai tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak serta melakukan pendampingan bagi korban kekerasan terhadap
perempuan dan anak dan secara khusus korban trafficking
5. Meningkatkan sosialisasi untuk pemahaman dan tindakan
preventif terhadap perdagangan manusia (trafficking) serta
melakukan pendampingan terhadap korban trafficking
6. Melakukan pendampingan terhadap tenaga kerja wanita/
buruh, baik buruh migran (TKW) maupun buruh yang
bekerja di dalam negeri seperti pemahaman tentang hakhak buruh , perlindungan hukum, dan kondisi atau budaya
di tempat kerja maupun pendampingan ekonomi
7. Mengembangkan advokasi buruh/pekerja wanita baik di
dalam negeri maupun di luar negeri termasuk pembantu
rumah tangga dan membuat shelter untuk TKW yang

bermasalah.
8. Mengintensifkan sosialisasi berbagai per undangundangan seperti UU nomor 23 tahun 20002 tentang
Perlindungan Anak, UU nomor 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga
(PKDRT), UU nomor 21 tentang Tindak Pidana
Perdagangan Orang (PTPPO) dan UU nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan

w.

menetapkan standar penangangan dan pemenuhan hak korban
trafficking.
Selanjutnya pemerintah Indonesia mengadopsi Protocol
tersebut dalam sebuah undang-undang yang sudah disahkan
menjadi Undang-Undang nomor 21 tahun 2007 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang. Dalam
rangka mengurangi dan menghilangkan praktik-praktik
perdagangan orang (trafficking) ini berbagai paraturan sudah
banyak diterbitkan oleh pemerintah Indonesia baik di level nasional
maupun daerah. Selain UU nomor 21 tahun 2007 ini tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang (PTPPO),
pemerintah telah menerbitkan berbagai kebijakan untuk mencegah
perdagangan orang atau trafficking ini. Berbagai kebijakan tersebut
antara lain Peraturan Pemerintah RI nomor 9 tahun 2008 tentang
Tata Cara dan Mekanisme Pelayanan Terpadu bagi Saksi dan
atau Korban Tindak Pidana Perdagangan Orang Peraturan
Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan nomor 1 tahun 2009
tentang Standar Pelayanan Minimal Terpadu bagi Saksi dan atau
korban TPPO. Untuk implementasi UU nomor 21 tahun 2007
yang merupakan adopsi dari Protocol Polermo pemerintah
Indonesia menyusun Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan
Tindak Pidana Perdagangan Orang sebagai upaya penanganan
dan pencegahan perdagangan orang baik di tingkat nasional
maupun daerah. Bahkan pemerintah Indonesia juga sudah
menetapkan Rencana Aksi Nasional TPPO dan Eksploitasi
Seksual Anak tahun 2009-2014.

De
mo
(


Vi
sit

htt
p:/
/w
w

Aisyiyah dan Tindakan Pencegahan Trafficking
Berbagai problem yang tentang trafficking dengan segala
bentuknya ini; Aisyiyah sebagai gerakan masyarakat sipil yang
mempunyai konsen dan perhatian terhadap problem-problem
keumatan , kebangsaan dan problem-problem sosial ini telah
melaksanakan berbagai program untuk mencegah dan
memulihkan korban trafficking. Masalah trafficking harus menjadi
perhatian yang serius dari pemerintah baik di pusat maupun daerah
dan sebaiknya bekerjasama dengan stakeholder lain baik ormas,
NGO maupun lembaga-lembaga lain yang mempunyai perhatian
yang sama. Selama ini meskipun berbagai kebijakan sudah

diadopsi dan disusun namun dalam implementasinya masih
banyak kendala dan masih kurangnya sinergitas dan koordinasi
dari pemerintah. Masalah yang lain yang dihadapi dalam trafficking
ini adalah masih kurangnya pemahaman dalam masyarakat
terhadap masalah trafficking bahkan para korban sendiri yang
mestinya mereka harus mendapatkan perlindungan dan memiliki
hak-hak sebagai seorang manusia dan warga negara; di samping
masih minimnya shelter-shelter atau pendampingan untuk para
korban trafficking ini.
Selama ini berkenaan dengan berbagai problem trafficking
di Indonesia ini, Aisyiyah telah melaksanakan berbagai program
baik di tingkat pusat, wilayah maupun daerah untuk mencegah
tindakan trafficking dan berpartisipasi dalam mendampingi dan
memulihkan korban trafficking. Berbagai diskusi dilakukan baik
melalui rountable discussion maupun workshop untuk
mendiskusikan implementasi pelaksanaan UU Traffiicking,

Penutup
Trafficking sebagai bentuk perbudakan manusia di abad
modern ini merupakan masalah kemanusiaan yang harus
mendapat perhatian dari semua pihak. Meskipun UU
Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang sudah
disahkan tahun 2007 namun pemerintah harus terus bekerja
keras dengan bersinergi dengan kelompok-kelompok masyarakat
yang mempunyai kepedulian dan komitmen terhadap problemproblem trafficking ini.l
SUARA MUHAMMADIYAH 02 / 96 | 16 - 31 JANUARI 2011

55