HUBUNGAN INTENSI MEMATUHI RAMBU LALULINTAS DENGANAGGRESSIVE DRIVING PADA MAHASISWA YANG MENGGUNAKAN MOTOR

HUBUNGAN INTENSI MEMATUHI RAMBU LALULINTAS DENGAN
AGGRESSIVE DRIVING PADA MAHASISWA YANG MENGGUNAKAN MOTOR
Ryan Kurniawan
Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Malang
[email protected]
Aggressive driving merupakan salah satu bentuk perilaku yang berisiko dibelakang
kemudi, termasuk di dalamnya adalah mengebut, tidak bisa menjaga jarak dengan
kendaraan di depannya, menyelip keluar masuk lalu lintas dan juga mengabaikan
rambu lalu lintas, intensi merupakan salah satu faktor yang diduga terkait dengan
terjadinya aggressive driving. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
hubungan antara intensi mematuhi rambu lalulintas dengan aggressive driving yang
dilakukan oleh mahasiswa. Desain yang digunakan adalah non-eksperimen
kuantitatif dengan menggunakan skala intensi dan skala aggressive driving. Jumlah
subyek sebanyak 205 orang dengan menggunakan teknik nonrandom sampling
dalam pengambilan samplenya. Hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan
negatif yang sangat signifikan antara intensi mematuhi rambu lalu lintas dengan
aggressive driving, dengan nilai r sebesar -0,272 dan nilai p= 0,000. Hal ini berarti
semakin tinggi intensi mahasiswa mematuhi rambu lalu lintas maka akan semakin
rendah aggressive driving yang dilakukan
Katakunci: intensi, aggressive driving, mahasiswa
Aggressive driving is one of risky behavior behind the wheel, the example is racing,

it can’t keep the distance with the front vehicle. it overtakes vehicle casually and
also ignores traffic signs, the intention is one of factors that cause aggressive
driving. The purpose of this study is to know the relationship between the intention
of obeying traffic signs with aggressive driving done by the students. The design
used is non-quantitative experiments using intention scale and the scale of
aggressive driving. The subjects of this study are 205 people by using non-random
sampling technique. The results showed that there is a significant negative
relationship between the intention of obeying traffic signs with aggressive driving,
the r value of -0.272 and p = 0.000. it means that the higher the intention of
students obey traffic signs the lower aggressive driving is done.
Keywords: intention, aggressive driving, student

Kecelakaan lalu lintas di Indonesia menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) dinilai
menjadi pembunuh terbesar ketiga, di bawah penyakit jantung koroner dan tuberculosis/TBC.
Data WHO tahun 2011 menyebutkan, sebanyak 67 persen korban kecelakaan lalu lintas
berada pada usia produktif , yakni 22 – 50 tahun. Terdapat sekitar 400.000 korban di bawah
usia 25 tahun yang meninggal di jalan raya, dengan rata-rata angka kematian 1.000 anak-anak
dan remaja setiap harinya. Bahkan, kecelakaan lalu lintas menjadi penyebab utama kematian

1


anak-anak di dunia, dengan rentang usia 10-24 tahun. (http://www.bin.go.id. kecelakaanlalulintas-menjadi-pembunuh-terbesar-ketiga. diakses 22 April 2015)
Sedangkan di Indonesia, pada tahun 2014 menempati peringkat ke 5 di Dunia sebagai
Negara dengan tingkat kecelakaan Lalu Lintas tertinggi. Setiap jam setidaknya terdapat 12
kasus kecelakaan lalu lintas yang merenggut tiga korban jiwa. Sementara setiap harinya, 69
nyawa melayang di jalan raya. Sedangkan di tahun 2013 terdapat 101.037 kecelakaan Lalu
Lintas yang merenggut nyawa 25.157 orang. Sedangkan kerugian yang ditimbulkan mencapai
Rp
254
milyar
lebih.
(http://www.rri.co.id.indonesia_peringkat_lima_dunia_tingkat_kecelakaan_lalu_lintas.diakses
22 April 2015)
Semin & Fiedler (1996) mengungkapkan bahwa secara umum faktor manusia
berperan penting pada penyebab kecelakaan, dan beberapa ahli membuktikan melalui
penelitiannya mengenai faktor yang tersebut. Menurut Evans (Semin & Fiedler, 1996),
melalui penelitian itu, para peneliti membedakan dua faktor manusia atau human factor yakni
driver performance yang meliputi apa yang bisa dilakukan oleh seorang pengemudi
berdasarkan kemampuan fisik dan mentalnya, dan driver behavior yang meliputi apa yang
dilakukan oleh pengemudi jika dilandasi oleh faktor sosio cultural. Hasil penelitian Jha et al.

(2009), tentang Kecelakaan Lalu Lintas sepeda motor di Nepal, untuk kelompok umur 15-44
tahun memberikan kontribusi sebesar 48% dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 3;1.
Menurut Ferguson (2003), pengambilan risiko pada pengemudi remaja dikarenakan
pengemudi usia muda memiliki persepsi risiko yang berbeda terhadap kecelakaan. Persepsi
risiko adalah penilaian subjektif tentang terjadinya suatu kecelakaan dan seberapa besar
perhatian individu akan konsekuensinya
Jika dilihat dari konsep di atas maka diketahui bahwa perilaku mengemudi juga
memberikan suatu bentuk gambaran akan agresivitas. Agresivitas dalam mengemudi disebut
juga dengan aggressive driving atau road rage (Sarkar dkk, 1999) atau driving behavior
(dalam Applied Social Psychology). Maksudnya adalah mengemudi yang dipengaruhi oleh
tingkatan emosi dan kadar kesadaran seseorang akan peraturan serta keselamatan baik dirinya
maupun orang lain
Shuster (Lonero, 2000), menyatakan bahwa secara umum aggressive driving dilihat
sebagai salah satu bentuk perilaku yang berisiko dibelakang kemudi, termasuk di dalamnya
adalah kebut - kebutan, tidak bisa menjaga jarak dengan kendaraan di depannya, menyelip
keluar masuk lalu lintas dan juga mengabaikan rambu lalu lintas. Sementara, dalam sebuah
penelitian tentang aggressive driving, Hauber (Tasca, 2002), mendefinisikan perilaku agresif
di jalan sebagai perilaku dimana pelanggar berfikir bahwa dirinya akan membahayakan
pengguna jalan yang lain, baik secara fisik maupun psikologis dan hal tersebut ternyata
memang benar adanya.

Menurut Tasca (2000) perilaku agresif dalam berkendara seseorang biasanya
dipengaruhi oleh ketidaksabaran, jengkel, kemarahan, dan lain-lain. Itu berarti denagn adanya
gangguan atau kecerobohan pengendara lain, dapat memunculkan kemarahan seorang
pengendara ketika dijalan, ketika mengalami kemarahan dijalan seorang pengendara dapat
memunculkan respon perilaku yang positif ataupun negatif. Perilaku positif yang
dimunculkan bisa berupa peneguran terhadap pengendara yang ceroboh tersebut, atau
mungkin melaporkannya kepada petugas, sedangkan perilaku yang negatif yaitu melakukan
pembalasan terhadap pengendara yang ceroboh tersebut, atau melakukan aggressive driving.
Pada tingkat individual, banyak orang sering mengalami pikiran dan impuls agresif,
dan bagaimana mereka menangani pikiran tersebut memiliki pengaruh besar terhadap
kesehatan mereka dan berhubungan interpersonal. Alasan lain mengapa ahli psikologi telah
memfokuskan riset mereka kepada agresi adalah karena teori tentang perilaku social membuat

2

asumsi yang sangat berbeda tentang sifat agresi. Teori psikoanalitik Freud memandang agresi
sebagai suatu dorongan.
Agresi sebagai dorongan, meurut teori psikoanalitik freud, banyak dari tindakan kita
ditentukan oleh naluri (instink). Jika ekspresi naluri tersebut tidak terpuaskan (mengalami
frustasi), dorongan agresi dibangkitkan. Para ahli selanjutnya dalam tradisi psikoanalitik

memperluas hipotesis frustasi agresi dengan pernyataan berikut: jika upaya seseorang untuk
mencapai suatu tujuan dihalangi, dibangkitkan suatu dorongan agresif yang termotivasi
perilaku untuk menghancurkan penghalang (orang atau benda) yang menyebabkan frustasi itu
(Dollard dkk., 1993).
Terdapat beberapa faktor munculnya agresivitas, antara lain faktor internal dan
eksternal. Faktor internal yaitu : frustasi, individualisasi, stres, hormon, gender, dan
kepribadian. Faktor eksternal yaitu : kekuasaan dan kepatuhan, efek senjata, provokasi,
alkohol dan obat-obatan, suhu udara, polusi udara, media, dan budaya (Luthfi, 2009)
Intensi mematuhi rambu lalulintas atau niat seseorang melakukan perilaku untuk
mematuhi rambu lalulintas.. Fishbein dan Ajzen (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2009)
menjelaskan bahwa proses terbentuknya niat dimulai pertama kali dengan adanya suatu
keyakinan mengenai suatu obyek atau situasi dimana individu secara langsung mengamati
atau menerima informasi dari lingkungan atau dengan cara penalaran, mulai membentuk suatu
keyakinan mengenai obyek tersebut.selanjutnya sebelum niat terbentuk, ada dua faktor utama
sebagai penentu terbentuknya niat yaitu sikap dan norma subyektif. Sikap akan memberikan
suatu penilaian yang positif atau negative akan suatu obyek, sedangkan norma subyektif
sebagai suatu keyakinan normative turut menjadi penentu individu dalam memutuskan niat
Perilaku berkendara agresif (Aggresive Driving Behavior) menurut Leon James dan
Diane Nahl (2000) adalah perilaku berkendara yang dipengaruhi oleh emosi yang terganggu
yang menghasilkan perilaku yang berakibat meningkatkan resiko terhadap orang lain. Oleh

karena itu, upaya untuk menganalisa dan mencari solusi pemecahan masalah meningkatnya
kecelakaan sepeda motor di kota Malang menjadi sangat penting, sehingga resiko berkendara
dapat dikurangi secara perlahan
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
“ apakah ada hubungan antara intensi mematuhi rambu lalulintas dengan perilaku Aggressive
Driving pada Mahasiswa”. Tujuan dari penelitian adalah “Untuk mengetahui hubungan antara
intensi mematuhi rambu lalulintas dengan perilaku Aggressive Driving pada Mahasiswa
Sedangkan manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini, sebagai kajian dan informasi
yang bisa diketahui oleh pembaca dan masyarakat mengenai problem yang terjadi pada
agrresive driving sehingga dapat terbntuk perilaku berkendara yang positif.
Intensi
Pengertian intensi secara sederhana adalah niat seseorang untuk melakukan perilaku
tertentu. Pengertian tentang intensi menurut Fishbein dan Ajzen (dalam Dayakisni dan
Hudaniah, 2012) didefinisikan sebagai suatu komponen konatif dari sikap, sehingga dapat
dikatakan bahwa komponen konatif ini berhubungan erat dengan komponen afektif dari sikap.
Intensi adalah niat seseorang untuk melakukan sesuatu yang bersifat segera dan kesiapan
terhadap suatu perilaku yang akan dilakukan. Intensi merupakan predictor terbaik dari
perilaku. Seseorang dapat mengetahui apa yang akan dilakukan orang lain dengan cara
mengetahui intensi orang tersebut, semakin besar intensitas niat makan semakin besar pula
kemungkinan seseorang untuk berperilaku. Adanya intensi yang tinggi pada seseorang

terhadap suatu perilaku, menunjukkan adanya keinginan seseorang untuk berperilaku. Intensi
sebagai posisi subjek pada dimensi kemungkinan subjektif yang menyertai relasi antara

3

dirinya dan suatu aksi. Intensi berperilaku menunjukkan kemungkinan subjektif individu yang
akan menampilkan perilaku atau tidak. Intensi berperilaku adalah niat untuk mencoba
menampilkan suatu perilaku yang pasti. Intensi merupakan penyebab terdekat terjadinya
perilaku yang nampak. Intensi mengatur perilaku hingga pada waktu dan kesempatan yang
tepat akan mengubahnya menjadi suatu tindakan. Dengan demikian, pada dasarnya intensi
berkaitan erat dengan dengan pengetahuan (belief) seseorang terhadap sesuatu hal, sikap
(attitude) nya pada hal itu, serta dengan perilaku itu sendiri sebagai perwujudan nyata dari
intensinya (Ancok dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2012).
Aspek-aspek intensi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah aspek intensi dari
teori Fisbein dan Ajzen (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2012) yang terdiri dari 3 aspek
antara lain (a) Sikap terhadap tingkah laku tertentu (attitude toward behaviour). Sikap
terhadap perilaku, adalah penilaian yang bersifat abadi dari orang yang bersangkutan,
menyangkut pengetahuan dan keyakinannya mengenau perilaku tertentu, baik dan buruknya,
keuntungan dan manfaatnya. (b) Norma subjektif (subjective norm). Norma subjektif
mencerminkan pengaruh sosial, yaitu persepsi seseorang terhadap tekanan sosial (masyarakat,

orang-orang sekitar) untuk melakukan atau tidak melakukan suatu tingkah laku. (c) Persepsi
tentang control perilaku (perceived behavior control). Persepsi tentang control perilaku
merupakan persepsi mengenai sulit atau mudahnya seseorang untuk menampilkan tingkah
laku tertentu dan diasumsikan merefleksikan pengalaman masa lalu beserta halangan atau
rintangan yang diantisipasi. Dua faktor pertama sudah cukup untuk melahirkan intensi,
sebagaimana disebut dalam teori reasoned behavior yang diajukan oleh Fisbein (Fisbein dan
Ajzen dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2012). lewat teori planned behavior. Faktor ketiga
sifatnya memperkuat atau memperlemah intensi.
Fishbein dan Ajzen (dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2012) menjelaskan bahwa proses
terbentuknya intensi dimulai pertama kali dengan adanya suatu keyakinan mengenai suatu
obyek atau situasi dimana individu secara langsung mengamati atau menerima informasi dari
lingkungan atau dengan cara penalaran, mulai membentuk suatu keyakinan mengenai obyek
tersebut. Individu kemudian memberi suatu atribut (karakteristik atau ciri-ciri khas berkaitan
dengan obyek). Selanjutnya sebelum niat terbentuk, ada dua faktor utama sebagai penentu
terbentuknya niat yaitu sikap dan norma subyektif. Sikap dalam hal ini dipandang sebagai
afeksi atau evaluasi. Sikap akan memberikan suatu penilaian yang positif atau negative akan
suatu obyek, sedangkan norma subyektif sebagai suatu keyakinan normative turut menjadi
penentu individu dalam memutuskan niat.
Intensi merupakan predisposisi yang sifatnya spesifik dan mengarah pada terwujudnya
perilaku yang spesifik juga. Kekhususan tersebut melibatkan empat elemen yang

membatasinya (dalam Tri Dayakisni dan Hudaniah, 2012) antara lain (a) Behavior, yaitu
perilaku spesifik yang nantinya akan terwujud secara nyata. (b) Target objek, yaitu sasaran
yang akan dituju oleh perilaku. (c) Situational, yaitu dalam situasi bagaimana perilaku itu
diwujudkan. (d) Time, yaitu menyangkut kapan suatu perilaku akan diwujudkan.
Sehubungan dengan spesifikasi intensi yang telah dibahas di atas, Fishbein dan Ajzen
(dalam Dayakisni dan Hudaniah, 2012).) menandaskan bahwa intensi harus dipandang
sebagai fenomena bebas dan khusus, lebih dari sekedar bagian dari sikap positif atau negative
yang sama terhadap sesuatu hal, tetapi memiliki intensi berbeda. Triandis (Fisbein dalam
Dayakisni, 2012), mengemukakan bahwa terdapat korelasi positif antara sikap dan intensi,
meskipun itu tidak konsisten. Hal ini disebabkan oleh karena pada sikap yang diukur sesuatu
yang sangat umum sedangkan pada intensi yang diukur sesuatu yang sangat khusus sehingga
ada kemungkinan korelasi itu mengecil atau negatif, kecuali bila sikap, intensi dan perilaku
memiliki spesifikasi.

4

Agrresive Driving
Agresi apabila dikaitkan dengan perilaku dalam mengemudi maka disebut dengan aggressive
driving. Grey, Triggs & Haworth (1989) mendefinisikan aggressive driving dalam dua hal:
pertama aggressive driving termasuk apa yang biasanya diklasifikasikan sebagai perilaku

ekstrim, dan tindakan pembunuhan, sengaja bunuh diri dan serangan berbahaya (fisik atau
psikologis). Definisi kedua mencakup konsep mengambil risiko. Perilaku mengemudi yang
agresif dalam penampilan, tetapi tidak selalu bermaksud untuk menyebabkan kerugian,
walaupun selanjutnya dapat menempatkan pengguna jalan lain berisiko.
Hauber (dalam Tasca, 2000) mendefinisikan agresi di jalan sebagai sesuatu yang benar-benar
terjadi atau perilaku dimana pelaku bermaksud untuk melukai secara fisik dan psikologis
kepada korban berdasarkan atas pengalaman korban. Definisi tersebut menyatakan bahwa
pelaku harus memiliki harapan bahwa perilaku mereka akan menyebabkan korban memiliki
pengalaman terluka secara fisik atau psikologis Mizell (1997) aggressive driving didefinisikan
sebagai sebuah insiden di mana seorang pengendara mobil marah atau tidak sabar dan
melukai pengendara lain, penumpang dan pejalan kaki sebagai respons terhadap sengketa atau
keluhan lalulintas.
National Highway Traffic Safety Administration (NHTSA) mengartikan aggressive driving
sebagai suatu pengoperasian kendaraan bermotor dengan cara yang dapat membahayakan
dirinya sendiri atau mungkin membahayakan seseorang, atau properti. Pengemudi bersikap
tidak sabaran dan kurang peduli sehingga memancing emosi pengguna jalan di sekitarnya.
Karakter agresif dapat dideteksi dari gaya mengemudi dan gerakan laju kendaraan bermotor
atau mobilnya. Aggressive driving dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor
internal meliputi faktor kepribadian individu berhubungan dengan cara pemikiran, emosi, dan
sifat faktor fisiologis, otak individu tidak dapat lagi memproduksi sejumlah endorgin yang

memberikan perasaan nyaman. Faktor eksternal meliputi faktor keluarga, lingkungan teman
sebaya (Tasca, 2000).
Lebih lanjut, menurut Tasca (2000) ada beberapa karakteristik pengemudi dalam berkendara,
yaitu:
1.
Di pengaruhi ketidak sabaran, jengkel, atau marah
dengan pengguna jalan yang lain, atau dengan kondisi lalu lintas.
2.
Mengabaikan kepentingan pengguna jalan yang lain.
Perilaku juga cenderung:
a. Mengintimidasi atau dianggap berbahaya oleh pengguna jalan lainnya.
b. Membuat marah pengguna jalan lainnnya.
c. Memaksa pengguna jalan lain mengambil tindakan mengelak
Perilaku aggressive driving ini sangat sering dijumpai pada jalan-jalan raya. Aggressive
driving sendiri dapat di bagi menjadi 2, yaitu secara langsung dapat membahayakan ataupun
secara tidak langsung membahayakan, akan tetapi cenderung mengintimidasi, membuat
marah, atau memprovokasi pengendara lainnya. Perilaku-perilaku mengemudi yang termasuk
kedalam aggressive driving secara langsung adalah :
1. Mengambil jarak terlalu dekat dengan pengendara lain, atau di depannya.
2. Menyalip kendaraan lain dengan cara meliuk-liuk ke-kanan dan ke-kiri.
3. Melewati jalan yang tidak boleh untuk dilalui.
4. Menyalip kendaraan terlalu dekat didepan kendaraan yang dilewati.

5

5. Melewati bahu jalan.
6. Melewati jalur yang berlawanan arah.
7. Mencegah pengendara lain untuk mendahului
8. Tidak mau mengalah dengan pengendara lain.
9. Berkendara dengan kecepatan yang tidak sesuai dengan peraturan yang ditetapkan.
10. Menerobos lampu merah.
Sedangkan perilaku-perilaku aggresive driving yang secara tidak langsung adalah :
1. Mengedipkan lampu
2. Membunyikan klakson dengan intensitas yang cepat
3. Memelototi pengendara lain dangan meunjukkan ketidaksetujuan.
4. Berteriak kepada pengendara lain
5. Memberikan isyarat menantang
Tasca (2000) menyatakan bahwa aggresive driving dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal meliputi faktor kepribadian individu berhubungan dengan cara
pemkiran, emosi, dan sifat faktor fisiologis, otak individu tidak dapat lagi memproduksi
sejumlah endorphin yang memberikan perasaan nyaman. Faktor eksternal meliputi faktor
keluarga, dan lingkungan teman sebaya. Dari beberapa konsep terkait emosi, terdapat kajian
tentang kematangan emosi yang menjelaskan kondisi emosi pengendara dan kaitannya dengan
perilaku berkendara yang agresif. Kematangan emosi melibatkan kontrol emosi yang berarti
bahwa seseorang mampu memelihara perasaannya, dapat meredam emosinya, meredam balas
dendam dalam kegelisahannya, tidak dapat mengubah moodnya, dan tidak merubah pendirian.
Penyebab Kecelakaan
Menurut Kadiyali (1975) dalam, kecelakaan adalah tabrakan, overtuning atau slip yang terjadi
di jalan terbuka pada lalu lintas umum yang menyebabkan luka, kematian / fatal, kerusakan
pada kendaraan atau kerugian material. Kriteria korban kecelakaan lalu lintas menurut pasal
93 pada Peraturan Pemerintah No. 43 tahun 1993 tentang prasarana dan lalu lintas jalan
yaitu :
a. Korban meninggal
b. Korban luka berat
c. Korban luka ringan
Penyebab kecelakaan antara lain adalah: manusia, sarana dan prasarana (kendaraan dan jalan),
alam atau lingkungan (Media Indonesia (2011). Pemerintah Luncurkan Aksi Keselamatan
Jalan
[Online].
Available:
http://www.mediaindonesia.com/read/
2011/06/17/234834/35/5/Pemerintah-Luncurkan-Aksi-Keselamatan- Jalan.)
1. Faktor Manusia
Faktor manusia yang dicatat oleh kepolisian, meliputi jenis kelamin korban, usia korban,
profesi korban, dan peran korban dalam berkendara.
2. Faktor Kendaraan
Faktor kendaraan yang paling sering terjadi adalah ban pecah, rem tidak berfungsi
sebagaimana seharusnya, mesin yang tiba-tiba mati, lampu mati, dan berbagai penyebab
lainnya.
3. Faktor Jalan
Jalan merupakan bagian dari sistem transportasi darat yang memegang peranan penting
untuk kelancaran transportasi. Selain peran tersebut, jalan juga memegang peran penting
sebagai salah satu penyebab kecelakaan lalu lintas.

6

4. Faktor Alam atau Lingkungan
Faktor lingkungan ini bisa berupa pengaruh cuaca yang tidak menguntungkan, kondisi
lingkungan jalan, benda-benda asing yang ada di jalan dan lain sebagainya.
Mahasiswa
Menurut Pramadi (1996) mahasiswa adalah individu yang telah menjadi bagian dan masuk
dalam lingkungan kampus. Suryabrata (1993) mengatakan bahwa mahasiswi sebagai seorang
individu yang duduk pada suatu akademi atau perguruan tinggi. Pendapat ini didukung pula
oleh Steinberg (2002) yang mengatakan bahwa mahasiswi sebagai individu yang sedang
menempuh studi pada suatu akademi atau perguruan tinggi

Agrresive Driving pada Mahasiswa

Masa remaja adalah masa transisi seorang yang telah meningggalkan usia kanak-kanak yang
lemah dan penuh ketergantungan menuju usia dewasa, akan tetapi belum mampu
bertanggungjawab, baik terhadap dirinya maupun terhadap masyarakat. Banyaknya masa
transisi ini tergantung kepada keadaan dan tingkat sosial masyarakat dimana dia hidup.
Semakin maju masyarakat semakin panjang usia remaja, karena ia harus mempersiapkan diri
untuk menyesuaikan diri dalam masyarakat yang banyak syarat dan tuntutannya (Drajat,
dalam Wilis 1994).
Wilis (1994) menyebutkan sejumlah tugas-tugas perkembangan remaja itu seperti:
memperoleh sejumlah norma-norma dan nilai-nilai sebagai pedoman dan pandangan hidup
untuk masa depan terutama dalam hubungannya dengan Tuhan, anggota masyarakat, dan alam
sekitarnya termasuk benda-benda dan makhluk tuhan lainnya; belajar memiliki peranan sosial
sesuai dengan jenis kelamin masing-masing; menerima kenyataan jasmaniah serta dapat
menggunakan sefektif-efektinya dan merasa puas terhadap keadaan jasmaniahnya tersebut;
mencapai kebebasan daripada ketergantungan terhadap orangtua dan orang dewasa lainnya;
mencapai kebebasan ekonomi; mempersiapkan diri untuk menentukan suatu pekerjan yang
sesuai dengan bakat dan kesanggupannya; memperoleh informasi tentang kehidupan
perkawinan dan mempersiapkan diri untuk itu baik persiapan fisik, mental, emosional dan
sosial; mengembangkan kecakapan intelektual dan konsep-konsep tentang kehidupan
bermasyarakat; memiliki konsep-konsep tentang tingkah laku sosial yang perlu untuk
kehidupan bermasyarakat.
Mutadin (2002) menyatakan masa remaja dikenal dengan masa yang penuh dengan
pergolakan emosi yang diiringi dengan pertumbuhan fisik yang pesat dan pertumbuhan secara
psikis yang bervariasi. Pada masa remaja terdapat beberapa fase, yaitu: remaja (usia 15 tahun
sampai dengan 18 tahun), masa remaja akhir (usia 18 tahun sampai dengan 21 tahun). Pada
fase remaja mengalami perubahan dalam sistem kerja hormon dalam tubuhnya dan hal ini
memberi dampak baik pada bentuk fisik (terutama organ-organ seksual) dan psikis terutama
emosi.
Berkowitz (2003) menyatakan bahwa agresi sebagai segala bentuk perilaku yang
dimaksudkan untuk menyakiti seseorang baik secara fisik maupun mental. Apabila masa
remaja merupakan masa yang paling banyak dipengaruhi oleh lingkungan dan teman-teman
sebaya dan dalam rangka menghindari hal-hal negatif, misalnya perilaku agresi yang dapat

7

merugikan dirinya sendiri dan orang lain, remaja hendaknya memahami dan memiliki apa
yang disebut kematangan emosional. Kematangan emosional ini terlihat dalam hal-hal seperti
bagaimana remaja mampu mengontorl emosinya, memiliki reaksi emosi yang stabil, bertindak
berdasar pertimbangan dan mampu menyalurkan sumber sumber emosi
Hubungan Intensi Mematuhi Rambu Lalulintas Dengan Aggressive Driving
Intensi atau niat dapat dikatakan sebagai usaha awal individu untuk melakukan sesuatu.
Allport (dalam Hall-& Lindzey, 1985) menggambarkan intensi sebagai harapan, keinginan,
ambisi, aspirasi, rencana seseorang untuk melakukan sesuatu. Fishbein dan Ajzen (dalam
Dayakisni dan Hudaniah, 2012) mengatakan bahwa intensi menunjukkan kemungkinan
dilakukannya tingkah laku. Dari kedua pendapat ini dapat disimpulkan bahwa intensi
merupakan besarnya usaha yang memungkinkan individu untuk memunculkan suatu perilaku.
Jadi dapat dikatakan bahwa individu akan melakukan suatu perilaku jika ia memiliki intensi
untuk melakukan perilaku tersebut.
Begitu pula dalam hal mengendarai. Intensi juga merupakan salah satu factor internal
pengendara untuk melakukan tingkah laku agresi saat mengendarai. Pengendara yang
memiliki intensi untuk mengendarai secara agresif, cenderung bertingkah laku mengendara
secara agresif. Sebaliknya, pengendara yang memiliki intensi untuk mengendara dengan
aman, maka ia cenderung bertingkah laku mengendara yang aman
Keramaian di jalan raya juga memicu adanya peilaku agresif. Hal ini terjadi karena semakin
padat kondisi jalan raya akan semakin mengingkatkan stres pengguna jalan dan dapat
menimbulkan perilaku agresif di jalan raya (Mc Grava dalam Vanlaar Ward, 2008).
Aggressive driving merupakan salah satu bentuk perilaku agresif yang dilakukan oleh
pengemudi pada saat mengoperasikan kendaraannya terhadap pengguna jalan lain. Menurut
beberapa sumber yang telah diuraikan di atas, aggressive driving dapat didukung oleh
beberapa faktor yang hampir sama dengan perilaku agresif secara umum. Beberapa hal yang
mempengaruhi aggressive driving adalah faktor personal, sosial, dan lingkungan.
Teori frustasi-agresif atau teori hipotesis frustasi-agresif berpendapat bahwa agresif
merupakan hasil dari dorongan untuk mengakhiri keadaan frustasi seseorang. dalam hal ini,
frustasi adalah kendala-kendala eksternal yang menghalangi perilaku bertujuan seseorang.
pengalamam frustasi dapat menyebabkan timbulnya keinginan untuk bertindak agresif
mengarah pada sumber-sumber eksternal yang menjadi sebab frustasi. keinginan itu akhirnya
dapat memicu timbulnya perilaku agresif secara nyata
Dinamika hubungan antara intensi mematuhi rambu lalulintas dan aggressive driving tidak
terjadi secara langsung. Berawal dari kondisi linkungan jalan yang padat menjadi menjadi
pemicu terjadinya aggressive driving. Holahan (1982) mengemukakan bahwa kepadatan
merupakan salah satu syarat terjadinya kesesakan. Kepadatan yang tinggi akan menimbulkan
kesesakan (crowding). Selanjutnya, Holahan menambahkan bahwa kesesakan berpengaruh
negatif terhadap psikologis individu, antaranya adalah ketidaknyamanan, stres, dan juga
agresivitas. Oleh karena itu, kondisi lingkungan jalan yang padat, akan menimbulkan
perasaan sesak pada pengemudi, kemudian akan mempengaruhi tingkat stres. Pada kondisi
stress seseorang akan memiliki perasaan atau mood yang tidak stabil cenderung emosi yang

8

akan memicu niat atau intensi berperilaku negatif. Perilaku negatif tersebut salah satunya
intensi tidak mematuhi rambu lalulintas dan memunculkan aggressive driving.
Kerangka Pemikiran
Berdasarkan kajian teoritis di atas, maka dalam penyusunan penelitian ini penulis mengajukan
anggapan dasar atau kerangka pemikiran sebagai berikut :
intensi mematuhi
rambu lalulintas

Sikap terhadap tingkah laku
norma subjektif
persepsi tentang kontrol perilaku

Perilaku agresif
Reaksi emosi

(X)

aggressive driving (Y)

melewati jalan yang tidak boleh dilalui.
menyalip pengendara lain dengan cara
yang berbahaya
berkendara dengan kecepatan tinggi
menerobos rambu lalu lintas
meluapkan kemarahan saat di jalan
menghalangi jalan pengendara lain
untuk mendahului

Hipotesis
Ada hubungan yang negatif antara intensi mematuhi rambu lalulintas dengan aggressive
driving. Semakin tinggi intensi mematuhi rambu lalulintas maka akan semakin rendah
aggressive driving., begitu juga sebaliknya semakin rendah intensi mematuhi rambu lalulintas
maka akan semakin tinggi aggressive driving
METODE PENELITIAN
Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan korelasional kuantitatif yaitu sebuah penelitian yang
menggunakan angka, mulai dari pengumpulan data, penafsiran terhadap data, serta
penampilan dari hasilnya yang bertujuan untuk menemukan ada tidaknya hubungan antara
dua variabel (Arikunto, 2006). Alasan peneliti menggunakan pendekatan korelasional
kuantitatif karena penelitian ingin mengetahui adanya hubungan antara intensi mematuhi
rambu lalulintas dengan agrresivve driving.
Subjek Penelitian
Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian, karena itu untuk melaksanakan penelitian tentu
ada subjek penelitian yang dijadikan sumber untuk menggali data. Penelitian ini akan
menyelidiki tentang hubungan antara intensi mematuhi rambu lalulintas dengan aggressive
driving pada mahasiswa, dengan populasi mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Malang.Adapun karakteristik subjek penelitian adalah mahasiswa yang berada di kampus tiga

9

Universitas Muhammadiyah Malang, berusia 18 – 22 tahun, dan menggunakan kendaraan
bermotor sehari-hari
Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling dengan memberikan skala
kepada mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang yang bertemu dengan peneliti pada
saat pengambilan data, bersedia berpartisipasi, dan memenuhi kriteria tersebut di atas, jumlah
subjek dari penelitian ini sebanyak 205 subjek.
Jumlah sampel sebanyak 205 peneliti mengacu pada pendapat yang dikemukakan oleh
Roscoe yang menyatakan bahwa ukuran sampel yang layak dalam suatu penelitian adalah
antara 30 sampai dengan 500 (Sugiyono, 2001 :102). Untuk menentukan jumlah sampel
digunakan aturan Roscoe, salah satu cara untuk menentukan ukuran sampel dalam penelitian
multivariate, ukuran sampel sebaiknya beberapa kali (lebih disukai 10 kali atau lebih) lebih
besar dari jumlah variabel atau indikator dalam studi (Roscoe, 2007:74). Dengan berdasarkan
pada aturan Roscoe, maka ditetapkan sampel minimal 180 orang yang diperoleh dari 20
dikalikan dengan 9 aspek atau indikator. Dalam penelitian ini peneliti menggunakan subjek
sebanyak 205 subjek dengan asumsi peneliti bisa mendapatkan data yang lebih banyak
Identifikasi Variabel Penelitian
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah intensi mematuhi rambu lalulintas dan variabel
terikatnya yaitu aggressive driving behavior. intensi mematuhi rambu lalulintas merupakan
niat seseorang untuk melakukan perilaku taat atau patuh pada rambu lalulintas.. Hal tersebut
ditandai dengan Sikap terhadap tingkah laku mematuji rambu lalulintas, Norma subjektif
dalam mematuhi rambu lalulintas dan Persepsi tentang kontrol perilaku mematuhi rambu
lalulintas yang diungkap dengan menggunakan skala intensi. Semakin tinggi skor yang
diperoleh berarti semakin tinggi intensi mematuhi rambu lalulintas dan semakin rendah skor
yang diperoleh berarti semakin rendah intensi mematuhi rambu lalulintas.
Skala intensi mamtuhi rambu lalulintas terdiri dari 3 aspek yang dikemukakan oleh Fisbein
dan Ajzen (1975) dan berjumlah 30 item, yaitu :
1. Sikap terhadap tingkah laku tertentu (attitude toward behavior) adalah penilaian yang
bersifat abadi dari orang yang bersangkutan, menyangkut pengetahuan dan
keyakinannya mengenai perilaku tertentu, baik dan buruknya, keuntungan dan
manfaatnya.
2. Norma subjektif (subjective norm) adalah mencerminkan pengaruh sosial yaitu
persepsi seseorang terhadap tekanan sosial untuk melakukan atau tidak melakukan
suatu tingkah laku.
3. Persepsi tentang kontrol perilaku (perceived behavior control) adalah persepsi
mengenai sulit atau mudahnya untuk menampilkan tingkah laku tertentu dan
diasumsikan merefleksikan pengalaman masa lalu beserta halangan atau rintangan
yang diantisipasi
Dari ketigas aspek, masing-masing aspek akan memiliki skor tinggi dan rendah sesuai respon
yang diberikan oleh subjek penelitian. Skala disusun menggunakan skala Likert. Skala Likert
ini berisikan jawaban Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai Sangat Tidak Sesuai dan nantinya
akan dibuat dalam bentuk checklist. Skoring didasarkan pada pilihan tersebut dan

10

pengelompokan item skala, apakah favourable atau unfavorable. Skoring dari pilihan
Favourable bernilai 4, 3, 2, 1 dan skoring dari pilihan Unfavourable bernilai 1, 2, 3, 4.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah aggressive driving nehavior yaitu Perilaku agresif
dalam mengemudi yang merupakan perilaku berkendara atau mengemudi yang dilakukan
secara sengaja, dimotivasi oleh ketidaksabaran, penuh kekesalan, rasa permusuhan, dan
upaya menghemat waktu yang dapat melibatkan berbagai perilaku yang berbeda termasuk
perilaku membunyikan klakson berulang-ulang, melakukan gerakan kasar, membuntuti, serta
menyalakan dan mematikan lampu jauh secara berulang-ulang disaat lalu lintas tenang dapat
berisiko membahayakan orang lain, diri sendiri, dan properti jalan.
Indikator yang digunakan berdasarkan aspek-aspek pengelompokkan macam-macam bentuk
perilaku agresif mengemudi dari Tasca (2000) yang diukur melalui 6 komponen dan
berjumlah 16 item yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.
6.

melewati jalan yang tidak boleh dilalui.
menyalip pengendara lain dengan cara yang berbahaya
berkendara dengan kecepatan tinggi
menerobos rambu lalu lintas
meluapkan kemarahan saat di jalan
menghalangi jalan pengendara lain untuk mendahului

Dari keenam aspek, masing-masing aspek akan memiliki skor tinggi dan rendah sesuai respon
yang diberikan oleh subjek penelitian. Skala disusun menggunakan skala Likert. Skala Likert
ini berisikan jawaban Sangat Sesuai, Sesuai, Tidak Sesuai dan Sangat Tidak Sesuai dan
nantinya akan dibuat dalam bentuk checklist. Skoring didasarkan pada pilihan tersebut dan
pengelompokan item skala, apakah favourable atau unfavorable. Skoring dari pilihan
Favourable bernilai 4, 3, 2, 1 dan skoring dari pilihan Unfavourable bernilai 1, 2, 3, 4.
Validitas Instrumen
Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat – tingkat kevaliditasan atau
kesahihan suatu instrument. Untuk menguji validitas instrument dilakukan dengan cara
mengkorelasikan skor jawaban yang diperoleh dari setiap item dengan skor total dari
keseluruhan item instrument. Adapaun angka kristisnya adalah pada tingkat signifikan 5 %
jika dinilai korelasi lebih besar dari nilai kristis maka alat ukur tersebut dikatakan valid
(Arikunto, 2006). Validitas item dalam penelitian ini berdasarkan skor total. Validitas item
dalam penelitian ini berdasarkan skor total, untuk skala intensi mematuhi rambu lalulintas
gugur 10 item, sedangkan skala aggressive diriving gugur 4 item. Berikut hasil pengujian
validitas instrument.

Tabel 1. Indeks Validitas Alat Ukur Penelitian
Alat ukur validitas
Jumlah item Diujikan Jumlah Item Valid
Skala
intensi
mematuhi
30
20
rambu lalulintas

11

Indeks
0,368 - 0,671

Skala Aggressive driving

16

12

0,363 – 0,599

Berdasarkan tabel 1, diperoleh hasil dari 30 item skala intensi mematuhi rambu lalulintas
yang diujikan, ada 20 item yang valid setelah diujikan melalui uji statistik menggunakan
program SPSS. Indeks validitas dari skala intensi mematuhi rambu lalulintas berkisar antara
0,368 - 0,671. Selain itu dari 16 item skala aggressive driving yang diujikan, ada 12 item
yang valid setelah diujikan melalui uji statistik menggunakan program SPSS,berkisar antara
0,363 - 0,599
Reabilitas Instrumen
Reliabilitas mengacu kepada konsistensi atau ketepatan hasil ukur, yang mengandung makna
kecermatan pengukuran. Pengukuran yang tidak reliabel akan menghasilkan skor yang tidak
dapat dipercaya karena perbedaan skor yang terjadi antara individu lebih ditentukan oleh
faktor eror (kesalahan) dari pada faktor perbedaan yang sesungguhnya (Azwar, 1997).
Pengujian reliabilitas instrument dilakukan dengan menggunakan koefisien cronbach alpha.
Sebuah Instrument penelitian dikatakan reliabel jika koefisien cronbach alpha lebih dari 0,6
(Azwar, 1997).
Tabel 2. Indeks Realibitas Alat Ukur Instrumen
Alat ukur
Skala intensi mematuhi rambu
lalulintas
Skala Aggressive driving

Alpha
0,718
0,676

Dari tabel 2 di atas, didapatkan koefisien Alpha Cronbach pada masing-masing variable dan
aspek lebih dari 0,6 . Sehingga dapat disimpulkan bahwa instrument penelitian sudah reliabel
(Azwar,1997).

Prosedur Penelitian dan Analisis Data
Peneliti memulai penelitian dengan menyiapkan teori-teori yang digunakan sambil menyusun
alat instrument penelitian berupa skala. instrumen penelitian berupa skala likert. Untuk skala
intensi disusun dari teori dari Fisbein dan Ajzen (1975) dan berjumlah 30 item yang
disesuaikan dengan tujuan peneliti. Sedangkan skala aggressive driving dibuat berdasarkan
aspek yang diutarakan oleh Tasca (2000). Selanjutnya peneliti menguji coba skala penelitian
yang telah dibuat dengan melakukan try out untuk menguji validitas dan reliabilitas alat ukur.
Peneliti menggunakan metode try out terpakai, dimana skala hanya disebarkan satu kali
kemudian dilakukan uji validitas, reliabilitas.
Penyebaran skala mulai dilakukan pada tanggal 10 Desember 2015 sampai dengan tanggal 24
Desember 2015. Proses ini dilakukan dengan cara menyebar skala kepada responden yang
telah ditunjuk. Proses ini dibantu oleh 2 orang teman dari peneliti yang dapat bekerjasama
dengan peneliti. Skala yang disebarkan sebanyak 205 skala. Satu subjek diberikan satu skala
dan langsung diisi. Pada tanggal 29 Desember 2015 sampai dengan tanggal 7 Januari 2016
dilakukan entry data, validasi alat ukur, mengukur reliabilitas alat ukur, dan proses analisa
data. Dalam proses peneliti ini menggunakan software perhitungan untuk mempermudah
perhitungan teknik ini menggunakan metode numerical SPSS (Statisticial Packages For

12

Social Science). Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yaitu pendekatan
penelitian yang menekankan analisisnya pada data-data numerical (angka) yang diolah
dengan metode statistika. Data-data dalam penelitian ini diperoleh dengan menggunakan
metode angket dikarenakan responden dianggap dapat mengetahui dirinya ( Azwar, 2005).
Metode analisa yang digunakan adalah Korelasi Pearson Product Moment yaitu untuk
melihat hubungan antara variabel yang diteliti dalam penelitian ini.
HASIL PENELITIAN
Hasil Diskripsi Data
Tabel 3. Sebaran Intensi mematuhi rambu lalulintas
Sebaran Intensi mematuhi
rambu lalulintas
Tinggi
Rendah
Total

Interval

Frekuensi

>50
50