Tuberkulosis Kutis Verukosa

TUBERKULOSIS KUTIS VERUKOSA

Dr. Donna Partogi, SpKK
NIP. 132 308 883

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
FK.USU/RSUP H.ADAM MALIK/RS.Dr.PIRNGADI
MEDAN
2008

1
Donna Partogi : Tuberkulosis Kutis Verukosa, 2008
USU e-Repository © 2008

TUBERKULOSIS KUTIS VERUKOSA

PENDAHULUAN
Tuberkulosis

kutis


merupakan

penyakit

kulit

yang

disebabkan

oleh

Mycobacterium tuberculosis, Mycobacterium bovis dan bisa juga akibat vaksin Bacillus
Calmette Guerin (BCG).1 Tuberkulosis kutis banyak terdapat di negara berkembang.
Insiden di Indonesia kian menurun sejalan dengan menurunnya tuberkulosis paru. Hal itu
tentu disebabkan oleh kian membaiknya keadaan ekonomi, adanya perbaikan lingkungan
hidup, vaksinasi BCG dan obat anti tuberkulosis yang efektif. 2,3,4
Tuberkulosis kutis terjadi akibat penjalaran langsung dari organ dibawahnya yang
telah dikenai penyakit tuberkulosis, hematogen, limfogen, dapat juga autoinokulasi atau
melalui kulit yang telah menurun resistensi lokalnya.1,2,3,4,

Di Negara beriklim dingin seperti di Eropa bentuk yang paling sering terdapat
adalah Lupus Vulgaris, sedangkan di India bentuk yang tersering dijumpai adalah
skrofuloderma, disusul oleh lupus vulgaris dan tuberkulosis kutis verukosa. Di Indonesia
skrofuloderma merupakan bentuk tersering (84%) disusul dengan tuberkulosis kutis
verukosa (13%), sedangkan bentuk-bentuk yang lain jarang ditemukan. 2,3,4
Tuberkulosis kutis verukosa merupakan tuberkulosis kutis sejati sekunder yang
terjadi akibat inokulasi eksogen atau autoinokulasi dari sputum penderita tuberkulosis
paru aktif pada kulit yang terkena trauma. Oleh karena itu sering pada daerah terpajan
biasanya pada tungkai bawah dan kaki. 2,4,5,6,7
Gambaran klinisnya khas sekali, biasanya berbentuk bulan sabit akibat penjalaran
secara serpiginosa yang berarti penyakit menjalar ke satu jurusan diikuti penyembuhan di
jurusan yang lain. Ruam terdiri dari papul-papul lentikuler diatas kulit yang eritematosa.
Pada bagian yang cekung terdapat sikatriks. Kecuali menjalar secara serpiginosa juga
dapat menjalar ke perifer sehingga terbentuk sikatriks di tengah. 2,4
Pengobatan Tuberkulosis kutis pada prinsipnya sama dengan pengobatan
tuberkulosis paru yaitu menggunakan kombinasi obat anti tuberkulosis. Obat anti
tuberkulosis yang beredar di Indonesia adalah Rifampisin (R), INH (H), Pyrazinamid (Z),

2
Donna Partogi : Tuberkulosis Kutis Verukosa, 2008

USU e-Repository © 2008

Sterptomisin (S) yang bersifat bakterisidal sedangkan yang bersifat bakteriostatik adalah
etambutol(E). 2
Pengobatan tuberkulosis kutis adalah sama dengan pengobatan tuberkulosis ekstra
paru sesuai dengan yang dianjurkan oleh WHO 1997 dan International Union Agains
Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD) yaitu dengan pemberian 2 RHZ untuk tahap
intensif dan 4RH atau 4R3H3 atau 6 HE untuk tahap lanjutan. 8

LAPORAN KASUS

Seorang anak laki-laki umur 9 tahun, suku batak, datang berobat ke Poliklinik
penyakit Kulit dan Kelamin RSUP H Adam Malik pada tanggal 18 Februari 2005 dengan
keluhan utama adanya benjolan berwarna merah pada lutut kanan yang tidak terasa sakit
dan semakin membesar sejak 5 tahun yang lalu.
Sebelum timbul benjolan tersebut pasien pernah jatuh dan menderita luka di lutut
kanan. Luka sembuh sendiri tanpa pengobatan namun beberapa bulan kemudian timbul
benjolan berwarna merah di bekas luka tersebut. Benjolan awalnya berukuran hanya
sebesar biji jagung berbentuk seperti kutil lalu ibu pasien mencoba mengobati dengan
Collomack ® namun benjolan semakin melebar dan sembuh ditengah. Lalu ibu penderita

ramuan tradisional namun tidak ada perbaikan, benjolan semakin melebar dan terdapat
penyembuhan ditengah. Pasien saat ini tidak menderita batuk-batuk dan tidak demam.
Waktu bayi pasien sudah pernah mendapat imunisaasi BCG. Riwayat nafsu makan
menurun tidak ada , riwayat batuk lama dalam keluarga tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik dijumpai keadaan umum baik, kesadaran kompos mentis,
keadaan gizi kurang (23kg). Ditemukan jaringan parut BCG pada lengan kanan atas.
Temperatur 36,8 C. Jantung dan paru dalam batas normal. Hepar dan limpa tidak teraba.
Tidak terdapat pembesaran kelenjar getah bening. Pada permeriksaan dermatologi, pada
lutut kanan ditemukan plak verukosa berwarna kemerahan, berukuran 8 cm x 10 cm, tepi
tidak beraturan, ditengahnya terdapat jaringan parut berukuran 2cm x 1 cm.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin: Hb 11,3 g%, leukosit 16,6 /mm3, Laju
Endap Darah (LED) 15 mm/jam. Hasil pemeriksaan fungsi hati SGOT 28 U/L, SGPT 18
U/L dan fungsi ginjal normal. Tes tuberkulin positif dengan indurasi 10 mm dan foto
3
Donna Partogi : Tuberkulosis Kutis Verukosa, 2008
USU e-Repository © 2008

roentgen tidak tampak kelainan pada kedua paru. Pada pemeriksaan histopatologis:
tampak sediaan jaringan dengan pelapis epitel tatah berlapis. Tampak tuberkel-tuberkel
yang terdiri dari sel-sel epiteloid dan sel-sel datia tipe Langhans. Dermis terdiri dari

jaringan ikat denga sebukan sel-sel radang limfosit. Tampak pembuluh darah dilatasi dan
kongestie. Tidak dijumpai tanda-tanda keganasan. Kesimpulan: proses radang kronik
spesifik yang lazim pada Tuberkulosis. Pasien didiagnosis banding dengan Tuberkulosis
kutis verukosa, veruka vulgaris, kromomikosis. Diagnosis kerja adalah Tuberkulosis kutis
verukosa. Pasien dikonsulkan ke bagian anak dan dianjurkan pemberian Rifampisin
1x230 mg, INH 1x230 mg, Pirazinamid 2x290 mg setiap hari selama 2 bulan dilanjutkan
dengan rifampisin 1x230 mg dan INH 1x230 mg setiap hari selama 4 bulan. Pasien juga
diberikan roboransia syrup 1x 1 cth. Pada lesi tidak diberikan terapi khusus. Setelah 1
bulan pengobatan tampak plak verukosa menipis warna masih merah. Pengobatan
diteruskan dengan dosis yang sama. Setelah 2 bulan pengobatan tampak plak verukosa
semakin menipis namun warna masih merah.. Pengobatan diteruskan dengan dosis
Rifampisin 1x230 mg, INH 1x230 mg sedangkan Pirazinamid dihentikan. Berat badan
penderita naik menjadi 25 kg.

DISKUSI

Diagnosis tuberkulosis kutis verukosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan
anamnesis, gambaran klinis, laboratorium, tes tuberkulin dan pemeriksaan histopatologis.
Dari anamnesis didapatkan riwayat trauma pada lutut kanan yang selanjutnya timbul
benjolan merah yang meluas ke perifer dengan meninggalkan jaringan parut ditengah.

Hal ini sesuai tuberkulosis kutis verukosa yang terjadi akibat infeksi eksogen pada kulit
yang tidak utuh pada daerah terpajan terutama ekstremitas bawah. 2,4,6
Pada gambaran klinis ditemukan bentuk lesi berupa plak verukosa berwarna
merah dengan penyembuhan ditengah berupa jaringan parut sesuai dengan gambaran
klinis tuberkulosis kutis verukosa. Diagnosis didukung oleh hasil tes tuberkulin positif
dengan indurasi 10 mm, dan gambaran histopatologis adanya tuberkel dan sel datia
Langhans yang sesuai dengan tuberkulosis kutis.. 9

4
Donna Partogi : Tuberkulosis Kutis Verukosa, 2008
USU e-Repository © 2008

Untuk mengidentifikasi secara pasti jenis kuman penyebab perlu dilakukan kultur,
namun pada kasus ini tidak dilakukan. Pemeriksaan histopatologik lebih penting daripada
pemeriksaan bakteriologik untuk menegakkan diagnosis karena hasilnya lebih cepat
yakni dalam satu minggu sedangkan kultur memerlukan waktu 8 minggu dan hanya
21,7% yang positif.

Respon yang baik terhadap pengobatan anti tuberkulosis juga


menunjang diagnosis. 2
Pada pasien ini telah diberikan pengobatan Rifampisin 1x230 mg (10 - 15
mg/kgbb/hari), INH 1x230 mg (5 - 15 mg/kgbb/hari), Pirazinamid 2x290 mg ( 25 - 35
mg/kgbb/hari) yang diminum setiap hari selama 2 bulan dan menunjukkan respon yang
baik. Pemberian obat anti tuberkulosis pada pasien memasuki bulan ketiga dengan
pemberian Rifampisin 1x230 mg dan INH 1x230 mg setiap hari dan direncanakan akan
diberikan selama 4 bulan. 3
Prinsip dasar pengobatan tuberkulosis pada anak tidak berbeda dengan orang
dewasa, tetapi ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian: 8,10
- susunan paduan obat tuberkulosis anak adalah 2RHZ dan 4 RH
- pemberian obat baik pada tahap intensif maupun tahap lanjutan diberikan setiap hari
bukan 3 kali seminggu
- dosis obat harus disesuaikan dengan berat badan anak

Kriteria penyembuhan pada tuberkulosis kutis verukosa adalah tidak dijumpai
lagi lesi serpiginosa, dijumpai jaringan parut (sikatriks) tidak eritematosa, dan laju
endap darah (LED) menurun dan normal kembali. 2, 7,11

5
Donna Partogi : Tuberkulosis Kutis Verukosa, 2008

USU e-Repository © 2008

DAFTAR PUSTAKA

1. Tappeiner G, Wolff K. Tuberculosis and other Mycobacterial Infection. In:
Freedberg IM, Eisen AZ, Wolff K et all editors. Fitzpatrick’s Dermatology in
general medicine, 6th ed, New York; Mc Graw-Hill, 2003: 1933-46.
2. Djuanda A. Tuberkulosis kutis. Dalam: Djuanda A, Hamzah M, Boediarja SA,
editor. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Cetakan 4 edisi III. Jakarta: FKUI,
2002:62-70.
3. Ganda H. Tuberkulosis pada kulit. Dalam: Isa M, Soefyani A, Juwono O, Budiarti
LY, editor. Tuberkulosis Tinjauan Multidisiplin; 1st ed, Banjarmasin: Pusat Studi
Tuberkulosis FK Universitas Lampung Mangkurat, 2001:175-185.
4. Meltzer

MS.

Cutaneus

Tuberculosis


.

Available

at:

http://www.emedicine.com/derm/topic434.htm.
5. Hurwitz S. Bacterial Infection. In: Hurwitz, editor. Clinical pediatric dermatology.
2nd ed. Philadelphia: WB Saundera Company, 1993: 295-97.
6. Moschella SL, Cropley TG. Mycobacterial Infections. In: Moschella SL, Hurley
HJ, editor. Dermatology. Philadelphia: WB Saunders Co. 1992: 1077-96.
7. Handayani I, Sugito TL, Aisah S. Tuberkulosis Kutis Verukosa. Media DermatoVenereologica Indonesiana. 1999, Vol 26; 4: 183-86.
8. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Cetakan ke 5. Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta, 2000:33-49.
9. Yunanto A. Tuberkulosis pada Anak. Dalam : Isa M, Soefyani A, Juwono O,
Budiarti LY, editor. Tuberkulosis Tinjauan Multidisiplin; 1st ed, Banjarmasin:
Pusat Studi Tuberkulosis FK Universitas Lampung Mangkurat, 2001:130-140.
10. Buku Pedoman Nasional Tuberkulosis Anak. Unit Kerja Koordinasi Pulmonologi
PP IDAI. Bali, 2002.

11. Standard Pelayanan Medik Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin PERDOSKI.
Dept. Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin FKUI RSCM. Jakarta , 2004: 83-85.

6
Donna Partogi : Tuberkulosis Kutis Verukosa, 2008
USU e-Repository © 2008