Masalah hukum legal issue yang muncul adalah seperti yang telah disinggung di atas, apa hakikat dari trust receipt
1
atau the letter of trust sebagaimana di atas tersebut? Hal inilah yang menjadi alasan mengapa Penulis memilih judul
sebagaimana telah dikemukakan di atas untuk melakukan penelitian dan akhirnya menulis sesuatu hasil penelitian dalam bentuk skripsi kesarjanaan yang
disyaratkan oleh Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Perlu pula dikemukakan di sini bahwa penelitian hukum Law research
dalam rangka menemukan hakikat dari sudut pandang hukum surat bukti perwaliamanatan atau Trust Receipt ini adalah merupakan suatu penelitian yang
original sebab Penulis belum menemukan penelitian dan penulisan yang sama mengenai Trust Receipt yang pernah dilakukan sebelumnya oleh mahasiswa FH-
UKSW Salatiga.
1.2. Latar Belakang Permasalahan
Perlu dikemukakan di sini bahwa dokumen atau kontrak pengangkutan yang bernama bill of lading BL atau konosemen adalah bukti bahwa sebelum
penerbitan konosemen, ada perjanjian pengangkutan yang diterbitkan oleh pengangkut untuk orang yang menggunakan jasa angkutan laut. Dalam hal ini,
bisa saja kontrak pengangkutan itu dilakukan antara pengangkut dengan importir
1
Trust Receipt atau disamakan dengan Letter of Trust Penulis artikan dengan Surat Bukti Perwaliamanatan atau suatu akta yang terdapat dalam transaksi perdagangan internasional dimana
Issuing Bank atau Bank Penerbit Letter of Credit L C memberikan kekuasaan kepada importir
sehingga importir dapat mengambil barang yang dibeli oleh the issuing bank atau importir dari pengangkut yang mengangkut barang import tersebut atas permintaan pengguna jasa angkutan atau
pengangkutan laut, atau pembeli.
atau orang yang membeli barang. Secara konsepsional, dokumen-dokumen itu, kemudian dibeli oleh Bank Penerbit the issuing bank.
Alhasil, meskipun suatu bill of lading sudah lama diketahui sebagai suatu dokumen yang menunjukkan bukti kepemilikan atas barang a document of tittle,
dan hal itu berarti kepemilikan atas barang yang jenis, nama, jumlahnya sudah tertentu dan ditulis dalam bill of lading itu dapat beralih hanya dengan
mengalihkan dokumen itu
2
meskipun demikian kontrak pengangkutan masih tetap antara pihak pihak yang asli, dalam hal ini antara pengangkut dan pihak yang
menggunakan jasa pengangkutan laut yang ada. Artinya, kontrak pengangkutan dengan demikian, dengan penyerahan bill of lading tersebut berubah, antar pihak
pengangkut dengan pihak yang menguasai dokumen. Secara yuridis suatu bill of lading memiliki setidak-tidaknya tiga fungsi
3
, yang dikemukakan di bawah ini.
Pertama
, konosemen adalah suatu dokumen bukti kepemilikan hak atas barang-barang impor yang dicantumkan dalam dokumen tersebut. Hal inilah yang
menyebabkan sangat sering, dokumen tersebut kemudian dikirimkan melalui pos kilat, atau pos udara ke pelabuhan tujuan.
Apabila si pengguna jasa pengangkutan laut, dalam hal ini si pengirim adalah pembeli importir maka ia akan mengirimkan dokumen tersebut kepada
2
Dengan karakteristik dapat dialihkannya Bill of Lading tersebut secara demikian maka ilmu hukum telah mengategorikan Bill of Lading atau konosemen sebagai surat berharga negotiable
instrument .
3
Hasil penelitian individual Jeferson Kameo, SH, LLM, PhD tidak dipublikasikan.
dirinya sendiri
4
, tidak lain maksudnya agar dia, si importir, dapat mengklaim barang tersebut di pelabuhan tujuan ketika barang - barang itu tiba.
Banyak masalah dalam pengertian issues hukum dalam perdagangan internasional yang berkaitan dengan BL tidak dapat diselesaikan secara efektif
misalnya bagaimana apabila bank khawatir jika importir tidak melunasi, LC Letter of Credit
yang telah diterbitkan oleh bank penerbit guna kepentingan membayar harga barang yang dipesan importir yang secara konseptual sebetulnya
adalah bank penerbit itu sendiri dari eksportir. Dalam kaitan yang baru saja Penulis kemukakan di atas, pembayaran
financing adalah sebagai suatu kewajiban kontraktual yang harus dipenuhi oleh pihak pembeli dalam jual beli, termasuk jual beli di perdagangan internasional.
Penulis berinisiatif untuk memahami Trust Receipt sebagai suatu metode penyelesaian masalah, atau mengatasi permasalahan seperti di atas sebagaimana
tuntutan hukum the dictate of law memberikan kontribusi kepada para pihak dalam transaksi perdagangan internasional, antara lain dengan mencermati
berbagai issues hukum yang tersurat maupun tersirat dalam kasus pada Putusan Reg. No. 1887 KPDT1986
5
. Kaitan dengan pembayaran financing yang baru saja Penulis kemukakan
di atas, Bank akan membayar harga pembelian import yang seolah-olah dilakukan
4
Dimaksudkan dengan dirinya sendiri adalah Kantor Pusat si Pengirim di negara tujuan barang. Penelitian Individual Jeferson Kameo SH,LLM,Ph.D, Faculty of Law and Financial Studies
University of Glasgow 2001 – 2005, Glasgow, Scotland the UK.
5
Untuk selanjutnya, skripsi ini, Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia tersebut Penulis singkat dengan Putusan 1887.
oleh Bank atas nama importir melalui pinjaman yang disebut letter of credit. Importir akan dapat menjual isi kargo, dan menggunakan uang hasil penjualan
untuk membayar kembali kredit yang dipinjam dari Bank. Kaitan dengan itu, hukum berpendapat bahwa hal ini akan menguntungkan importir dalam transaksi
bisnis, juga menguntungkan Bank, dan melancarkan peralihan atau transaksi barang sampai ke tangan konsumen.
6
Sementara itu apabila orang yang menyewa kapal untuk mengapalkan barang yang ada dicatat dalam konosemen tersebut adalah pihak penjual, maka ia
si penjual akan mengirimkan bill of lading tersebut kepada pembeli, atau bisa juga, mengirimkan bill of lading itu kepada suatu bank untuk diberikan kepada
pembeli apabila si pembeli membeli LC dari bank yang menerbitkan the issuing bank
LC tersebut, bersama-sama dengan dokumen-dokumen lainnya yang tergabung dalam satu paket bernama documentary credit.
Kedua, bill of lading
juga berfungsi sebagai suatu bukti atau surat atau akta tanda terima a receipt hak penguasaan atas barang-barang yang diimpor dan
diangkut oleh pengangkut. Hal ini telah dikemukakan secara singkat di atas.
Ketiga, bill of lading
juga mencantumkan dengan rinci semua hak dan kewajiban para pihak yang membuat kontrak atau perjanjian pengangkutan the
contract of carriage .
6
Sejalan dengan fungsi-fungsi dalam Kontrak, hukum kontrak dan perikatan yang berkaitan dengannya adalah untuk memfasilitasi, atau melancarkan, atau memudahkan transaksi bisnis
perdagangan. Lihat Buku Jeferson Kameo SH.LLM.Ph.D, Fakultas Hukum Satya Wacana Salatiga, hal.5.
Memerhatikan uraian fungsi-fungsi bill of lading sebagaimana telah dikemukakan di atas, maka khusus mengenai fungsi bill of lading yang pertama
dalam hal apabila pihak yang menyewa perusahaan pengangkutan pengirim, menjual bill of lading tersebut kepada bank issuing bank, maka penguasaan bill
of lading tersebut oleh pihak bank penerbit akan menyulitkan pihak importir atau
pembeli barang apabila si pembeli barang importir tersebut belum melunasi kreditnya kepada the issuing bank
7
Dia importir tidak dapat mengambil barangnya dari pengangkut. Sehingga, persoalannya adalah apakah dengan
demikian bill of lading menjadi semacam “fidusia”
8
bagi bank? Memahami legal karakteristik yang demikian juga merupakan latar belakang penelitian dan
penulisan karya tulis kesarjanaan ini. Dalam situasi seperti itulah Trust Receipt atau The Letter of Trust dapat
dipergunakan. Mengingat, hal itu memang diijinkan oleh hukum, untuk memecahkan kebuntuan sebagaimana telah dikemukakan di atas, yaitu keadaan
buntu si importir tidak dapat mengambil barang yang telah dibelinya, dari perusahaan pengangkutan laut yang mengangkut barang-barang tersebut.
Mengingat belum adanya suatu kajian ilmiah yang mendetail mengenai asas-asas dan kaedah-kaedah yang mengatur mengenai Trust Receipt inilah yang telah
memicu rasa ingin tahu Penulis untuk mengadakan penelitian dalam rangka
7
Penulis berpendapat bahwa sejatinya the issuing bank dalam kasus pada Putusan 1887 adalah The Chartered Bank
, bukan PT Bank Sejahtera Umum.
8
Apabila jawaban tersebut hendak ditemukan, maka suatu kajian terhadap UU No. 42 tahun 1999 tentang jaminan Fidusia harus dilakukan. hanya saja, ketentuan mengenai Fidusia tersebut adalah
hukum positif Indonesia yang bisa jadi kurang terlalu relevan dalam konteks hukum perdagangan internasional.
mencari kembali prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah di balik Trust Receipt tersebut dan pada akhirnya menulis suatu skripsi kesarjanaan menyangkut hal itu.
Suatu contoh problematika yuridis yang perlu ditemukan asas-asas atau prinsip-prinsip dan kaedah tersebut misalnya di dalam hukum, mengingat bill of
lading yang adalah bukti kepemilikan, apabila telah diserahkan kepada pihak lain,
maka si pemegang bill of lading yang menyerahkan bill of lading tersebut menjadi kehilangan status kepenguasaan atas barang-barang yang diangkut oleh
pengangkut. Munculnya Trust Receipt dalam hubungan hukum antara the Issuing Bank
dengan pihak pengirim, apakah dengan demikian memastikan prinsip atau kaedah hukum yang mengesahkan bahwa the Issuing Bank adalah pemilik atas
barang-barang yang telah di impor oleh importir
9
? Latar belakang seperti ini adalah contoh permasalahan yang akan Penulis temukan dalam penelitian
penjelasan ilmiah yuridisnya. Berikut ini, suatu skenario perhubungan hukum, dalam mana telah terjadi
suatu kendala yaitu kesulitan bagi pihak pengirim mengambil barangnya dari pihak pengangkut, dan yang disebabkan oleh karena ada penguasaan atas bill of
lading oleh bank yang dianggap telah menerbitkan letter of credit dapat diatasi
dengan mengambil “jalan” sebagaimana dikemukakan di atas sebagai Trust Receipt
.
9
Penulis berpendapat bahwa sejatinya the issuing bank dalam kasus pada Putusan 1887 adalah The Chartered Bank
, bukan PT Bank Sejahtera Umum.
Skenario ini Penulis ambil dari suatu Putusan Pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap, dalam hal ini Putusan Mahkamah Agung Republik
Indonesia Pengadilan No. 1887KPdt atau Putusan 1887. Adapun duduk perkara Putusan 1887
10
, kurang lebih sebagai berikut: Pada akhir 1982permulaan tahun 1983, PT. Gespamindo mengimpormembeli pupuk
dari Phosphate Mining Co., Canberra, Australia, sebanyak 3000 metric ton. Nilai uang 3000 metric ton pupuk tersebut adalah seharga seluruhnya US.
195.000,-. Pupuk tersebut sebetulnya adalah pesanan PT. Patra Buana, PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana, masing-masing memesan 1000
metric ton pupuk. Kemungkinan
11
, ketiga PT. yaitu PT. Patra Buana, PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana tidak memiliki izin impor sehingga mereka
menggunakan jasa PT. Gaspamindo sebagai importir atau pembeli. Ada kesan setelah Penulis membaca Putusan 1887, bahwa untuk
membayar harga 3000 metric ton pupuk impor tersebut kepada penjualnya di Australia, PT. Gespamindo membuka 3 buah LC Letter of Credit di PT. Bank
Sejahtera Umum the issuing bank melalui The Chartered Bank corresponding bank
di Jakarta. Ketiga buah LC Letter of Credit tersebut dibuka untuk dibayarkan
kepada penjual pupuk Phosphate Mining Co. tersebut, yang keseluruhannya
10
Gambaran lengkap duduk Perkara Putusan 1887 sebagai suatu Hasil Penelitian Beserta Analisis, Penulis kemukakan dalam Bab III Karya Tulis Kesarjanaan Skripsi ini.
11
Seperti yang juga pernah disinggung oleh Penulis terdahulu yang menjadikan putusan 1887 sebagai objek kajian.
berjumlah US. 195.000,- dapat dipandang merupakan bukti-bukti
12
perjanjian kredit antara the issuing bank dengan PT. Gespamindo?
13
Pupuk impor yang dibeli dari Phosphate Mining Co Ltd. Australia tersebut telah dikirim dan diangkut oleh PT. Samudera Indonesia, sesuai Bill of Lading
BL atau Konosemen. Pengiriman dilakukan dari Melbourne tertanggal 24 Maret 1983, menuju pelabuhan port tujuannya, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok,
Jakarta. PT. Bank Sejahtera Umum yang oleh mereka yang awam terhadap hukum
memandang seolah –olah padahal sesungguhnya dialah yang telah membayar
harga pupuk impor tersebut kepada Phosphate Mining Co. Ltd di Australia melalui The Chartered Bank di Jakarta.
Dengan demikian otomatis wajar apabila PT. Bank Sejahtera Umum ingin merasa dapat menguasai documentary credit yang mungkin saja dianggap oleh
sementara pihak yang awam telah terjadi di antara dirinya sendiri sebagai the issuing bank
dan PT. Gespamindo, termasuk di dalam paket documentary credit
12
Masalahnya apabila ada perjanjian kredit maka umumnya harus ada perjanjian jaminan yang mengikutinya perhatikan ketentuan UU Perbankan yang mengharuskan adanya jaminan.
13
Dalam hubungan dengan itu, UU membenarkan bahwa “dalam rangka memelihara dan meneruskan pembangunan yang berkesinambungan para pelaku pembangunan baik pemerintah
maupun badan hukum memerlukan dana yang besar seiring dengan meningkatnya kegiatan pembangunan maka meningkat pula kebutuhan terhadap pendanaan, yang sebagian besar dana
yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperoleh melalui kegiatan pinjam - meminjam Penjelasan atas UU RI No. 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, umum, Angka 1.
tersebut adalah dokumenkontrak pengangkutan, dalam hal ini Bill of Lading yang diterbitkan oleh pengangkut.
14
Ternyata, seluruh pupuk impor yang oleh PT. Gespamindo merasa telah dibeli dari Phospate Mining Co.Ltd., telah diserahkan kepada pemesannya melalui
pengangkut. Diduga penyerahan dilakukan tanpa Bill of Lading BL atau Konosemen
asli. Padahal LC Letter of Credit
15
tersebut di atas belum dilunasi oleh PT. Gespamindo kepada PT. Bank Sejahtera Umum yang telah membeli
negotiate
16
dokumen itu dari The Chartered Bank di Jakarta senilai total sisa seluruhnya US. 169.000,-.
Berhubung PT. Gespamindo terbukti tidak melakukan pembayaran atas sisa kewajibannya, maka dalam pandangan PT. Bank Sejahtera Umum, PT.
Gespamindo telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pengacara PT. Bank Sejahtera Umum
juga ”menyeret” pengangkut, dalam hal ini PT. Samudera Indonesia ke dalam sengketa mereka. Tuduhan pihak PT.
Bank Sejahtera Umum adalah bahwa PT. Samudera Indonesia sebagai pengangkut terikat dalam perikatan tanggung-menanggung dengan PT. Gespamindo untuk
pelunasan kewajiban mereka kepada PT. Bank Sejahtera Umum.
14
Ada masalah di sini, apakah dengan dimasukkannya dokumen BL dalam paket documentary credit
tersebut dapat dimaknai sebagai dimulainya kontrak atau perikatan jaminan yang melibatkan pengangkut dan artinya dimaknai pula sebagai dimulainya suatu perikatan tanggung menanggung.
15
Perjanjian kredit.
16
Menebus kepada.
Hakim yang berhasil diyakinkan oleh penggugat, kemudian menghukum untuk bertanggung jawab secara renteng PT. Gespamindo dan PT. Samudera
Indonesia. Kedua pihak tersebut oleh hakim dipaksa untuk membayar kepada PT. Bank Sejahtera Umum secara tunai dan sekaligus, masing-masing setengah bagian
dari US. 169.000,- + bunga sebesar US. 36.378.72. Menurut hakim, “adil apabila resiko atas gagal bayar PT. Gespamindo itu
dipikul oleh PT. Gespamindo dan PT. Samudera Indonesia secara bersama-sama. Kedua belah pihak itu oleh hakim, masing-masing dihukum untuk membayar
kepada PT. Bank Sejahtera Umum uang sejumlah US. 84.500,- .”
Penulis berpendapat, seandainya pihak the issuing bank memahami “jalan”
yang tersedia di dalam hukum dalam hal ini Trust Receipt, maka sengketa tersebut di atas mungkin dapat dihindari.
Pihak PT. Gespamindo tidak harus dihukum karena melakukan perbuatan melawan hukum. Sebaliknya justru PT. Gespamindo bisa mengambil barang yang
dia beli dari perusahaan ekspor di Australia itu kemudian barang tersebut dijual atas nama PT. Bank Sejahtera Umum dan hasil penjualan tersebut dapat
dipergunakan oleh PT. Gespamindo untuk melunasi LC yang dibukanya dari PT. Bank Sejahtera Umum.
Namun demikian, apakah “jalan” tersebut di atas dapat dibenarkan oleh prinsip-prinsip dan kaedah-kaedah hukum yang berlaku dalam sistem hukum
Perdagangan Internasional?
Rasa ingin tahu Penulis itulah yang juga menjadi alasan mengapa Penulis memilih judul sebagaimana telah dikemukakan di atas untuk penelitian dan
penulisan karya tulis kesarjanaan skripsi ini.
1.3. Rumusan Masalah