PETROPHYSICAL ANALYSING FOR DETERMINE POTENCY OF HYDROCARBON AT WELL ELP-23 PRABUMULIH FIELD USING INVERSION METHOD

(1)

(2)

ABSTRACT

PETROPHYSICAL ANALYSING FOR DETERMINE POTENCY OF HYDROCARBON AT WELL ELP-23 PRABUMULIH FIELD USING

INVERSION METHOD By

ADI PRATAMA MANGGALA PUTRA

Well Logging play an important role in the activities of exploration and exploitation of oil and gas. Well logging is a technique for obtaining subsurface data by using a measuring instrument that is inserted into the wellbore, to evaluate the formation, identification of the characteristics of rocks in the subsurface and petrophysical analysis. Study of petrophysical properties can be done with qualitative analysis (quick look interpretation ) and quantitative analysis ( calculation ) which will then be acquired hydrocarbon zones in the form of productive layer thickness and the depth of the wells.

The research Field is located in Prabumulih on working area PT Pertamina EP Region Sumatra. well logging carried out ELP-23 at a depth of 1374,9528 – 2309,7744 m, which is divided into five zones based on hydrocarbon layer., zone 1 (one), 2 (two), 3 (three), 4 (four), and 5 (five). Where the data processed by using software Geoframe 4.4 with Inversion method .

Cut-off value for hydrocarbon zones in the well is Vsh ≤ 27%, Φ ≥ 15%, Sw ≤ 75%. Research results on the well ELP-23 suggests that hydrocarbon zones in zone 3 (three), 4 (four), and 5 (five) which is the Talang Akar formations. Where the net pay thickness is zone 3: 47.50 m, zone 4: 5,17 m, zone 5: 17,34 m.


(3)

ABSTRAK

ANALISIS PETROFISIKA UNTUK MENTUKAN POTENSI HIDROKARBON PADA SUMUR ELP-23 LAPANGAN PRABUMULIH

MENGGUNAKAN METODE INVERSI

Oleh

ADI PRATAMA MANGGALA PUTRA

Log sumur (Well Logging) memegang peranan penting dalam rangkaian kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas bumi. Well logging merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data bawah permukaan dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke dalam lubang sumur, untuk mengevaluasi formasi, identifikasi ciri- ciri batuan di bawah permukaan serta analisa Petrofisika. Studi sifat petrofisik dapat dilakukan dengan analisa kualitatif (quick look interpretation) dan analisa kuantitatif (perhitungan)dimana selanjutnya akan didapatkan zona hidrokarbon berupa ketebalan dan kedalaman lapisan produktif pada Sumur.

Daerah penelitian terletak di Lapangan Prabumulih pada wilayah kerja PT. Pertamina EP Region Sumatera. Log sumur (Well Logging) pada Sumur ELP-23 dilakukanlogging pada kedalaman 1374,9528–2309,7744 m, yang dibagi menjadi 5 (lima) zona berdasarkan lapisan hidrokarbon yaitu, zona 1 (satu), 2 (dua), 3 (tiga), 4 (empat), dan 5 (lima). Dimana pengolahan data dilakukan dengan menggunakan software Geoframe 4.4menggunakan metode Inversi.

Nilai cut-off untuk zona hidrokarbon pada sumur ini adalah Vcl ≤ 27%,Φ≥ 15%,Sw ≤ 76%. Hasil penelitian pada sumur ELP-23 menunjukkan bahwa zona hidrokarbon terdapat pada zona 3 (tiga), 4 (empat), dan 5 (lima) yang merupakan formasi Talang Akar. Dimana ketebalan net pay nya adalah Zona 3: 47,50 m, Zona 4: 5,17 m, Zona 5: 17,34 m

.


(4)

(5)

(6)

(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

HALAMAN JUDUL ... iii

PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

MOTTO ... vii

PERSEMBAHAN ... viii

KATA PENGANTAR ... ix

SANWACANA ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR TABEL ... xvi

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2.Permasalahan ... 2

1.3.Maksud dan Tujuan ... 2

1.4.Batasan Masalah ... 3

BAB II TINJAUAN GEOLOGI 2.1.Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan ... 4

2.1.1. Letak Geografis Cekungan Sumatra Selatan ... 5

2.1.2. Latar Belakang Geologi ... 5


(8)

2.2.Geologi Lokal daerah penelitian ... 13

2.2.1. Struktur Geologi Prabumulih barat ... 13

2.2.2. Stratigrafi Geologi Lapangan Prabumulih ... 14

2.2.3. Petroleum System ... 15

BAB III TEORI DASAR 3.1.Wireline logging ... 18

3.1.1. Log Listrik ... 19

3.1.2. Log Radioaktif ... 27

3.1.3. Log Caliper ... 34

3.1.4. Log Sonic ... 35

3.2. Interpretasi Kualitatif ... 37

3.3. Interpretasi Kuantitatif ... 39

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50

4.2.Data dan Alat ... 50

4.2.1. Data yang digunakan ... 50

4.2.2. Alat yang digunakan ... 51

4.3. Metode Penelitian ... 51

4.3.1. Analisa Kualitatif ... 52

4.3.2. Analisa Kuantitatif ... 53

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Data Penelitian ... 59

5.1.1 Data Primer ... 59

5.1.2 Data Sekunder ... 60

5.2. Evaluasi Data ... 60

5.3. Interpretasi ... 61

5.3.1. Interpretasi Kualitatif ... 61

5.3.2. Interpretasi Kuantitatif ... 67


(9)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ... 95 6.2. Saran ... 96

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Variasiharga densitas batuandengankandungan

fluidatertentu ... 32

2. daribeberapalapanganminyakbumi 3. Klasifikasi porositas ... 44

4. Data Primer ... 59

5. Data Sekunder ... 60

6. Potensi hidrokarbon di Sumur ELP-23 ... 93


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Struktur Regional Cekungan Sumatera Selatan ... 4

2. Stratigrafi Paleogene Sumatera Selatan ... 6

3. Elemen tektonik Regional Sumatera Selatan ... 7

4. Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan ... 12

5. Peta Lokasi Prabumulih Barat dalam Kompleks Graben Limau... 13

6. Skematik diagram dari pengaturan wireline logging ... 19

7. Karakteristik Log Sp ... 21

8. Prinsip Kerja Alat Laterolog ... 23

9. Prinsip Kerja Alat Induksi ... 24

10.Kontras karakteristik resolusi lapisan dari alat resistivitasdan aplikasi geologinya ... 25

11.Format khas log resistivitas ... 26

12.Profil sumur bor terinvasi lumpur ... 27

13.Respon Log Gamma Ray terhadap batuan ... 29

14.Respon log densitas terhadap batuan ... 31

15.Respon Log Neutron ... 32

16.Log penentu jenis litologi ... 34

17.Tipikal Respon caliper untuk berbagai litologi ... 35

18.Sistem BHC ... 36

19.Well Log Response Chart ... 38

20.Pickett plot ... 46

21.Geoframe Workflow ... 53

22.Perhitungan Temperature Formasi ... 54


(12)

24.Diagram Alir Penelitian ... 58

25.Pembacaan pada Composite Log yang mengindikasikan Lapisan Permeable & Impermeable ... 62

26.Pembacaan pada Composite Log yang mengindikasikan Lapisan Reservoar ... 63

27.Identifikasi zona Minyak, Gas, Air dan Batubara ... 65

28.Crossplot RHOB vs TNPH ... 66

29.Crossplot RHOB vs U ... 66

30.Perhitungan Temperatur Formasi ... 69

31.Input Equation dan Volume ... 70

32.Channel Binding ... 72

33.Zonasi ... 73

34.Crossplot Neutron-Densitas-GR untuk Parameter Wet Clay ... 74

35.Crossplot Neutron-Densitas-GR untuk kuarsa... 75

36.Crossplot Neutron-GR ... 76

37.PickettPlot Rmf... 77

38.PickettPlot Rw pada zona 2 ... 78

39.Zone Parameter Editor ... 79

40.Combine Model ... 80

41.Function ... 81

42.Crossplot dan Regresi Porositas 0% - 15% dengan Permeabilitas ... 84

43.Crossplot dan Regresi Porositas 15% - 20% dengan Permeabilitas ... 85

44.Crossplot dan Regresi Porositas 20% - 30% dengan Permeabilitas ... 86

45.Crossplot dan Regresi Porositas – Sw ... 87

46.Crossplot dan Regresi Vshale – Porositas ... 88

47.Pembagian Zona dengan WellPix ... 89

48.Input Summation model dan edit Nilai Cutoff ... 90

49.Summation Property dan edit Kurva ... 91


(13)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Minyakdan gas bumi merupakan sumber energi yang tidak dapat diperbaharui dan masih belum dapat tergantikan sampai saat ini.Untuk itu, kegiatan eksplorasi dibidang migas harus terus dilakukan. Untuk menemukan lokasi dengan sumber daya migas yang potensial, perlu dilakukan berbagai kegiatan eksplorasi yang melingkupi berbagai disiplin ilmu. Salah satu pendekatan disiplin ilmu yang dilakukan adalah petrophysics yang mengaplikasikan pendekatan geologi dan fisika batuan. Petrofisik merupakan studi yang dilakukan untuk memperoleh sifat fisik batuan (reservoar) dan fluida. Salah satu cara untuk mendapatkan sifat fisik reservoar adalah dengan melakukanwell logging pada sumur eksplorasi.

Well Logging merupakan suatu teknik untuk mendapatkan data bawah permukaan dengan menggunakan alatukur yang dimasukkan kedalam lubang sumur, untuk evaluasi formasi dan identifikasi ciri-ciri batuan di bawah permukaan.TujuandariWell Logging adalahuntukmendapatkaninformasilitologi, pengukuranporositas, pengukuran resistivitas, permeabilitas dan kejenuhan hidrokarbon.Well Logging

dapat dilakukan pada saat pengeboran sedang berlangsung maupun pada saat setelah selesai pemboran. MetodeWell Logging merupakansuatumetode yang dapatmemberikan data yang diperlukanuntukmengevaluasisecarakualitatif dankuantitatifadanyahidrokarbon.

Secaraumum, analisa log dibedakan atas tiga kompenen, yaitu loglitologi, logresistivitasdanlogporositas. Log litologiantara lain logGamma-Ray (GR)danlog


(14)

2

Sonic.Sedangkan untuk log Resistivitas terdiridari log Induksi dan laterolog.Komponen peralatan log sumur(Well Logging) secara umum antara lain detektor, alatpenerima (receiver), alatperekam (recorder), kabelbaja, alatpengukurkedalaman (depth measurement), komputer, panel-panel kontrol (control panels) dankatrol. Data hasil Well Loggingini akan ditampilkan dalam bentuk kurva log. Dari hasil pembacaan datadan kurva log digunakanuntukmengidentifikasizonaproduktif,menentukankedalamandanketebalanzona, jugamembedakanantaraminyak, gas, atau air di reservoar, danuntukmemperkirakan potensi dancadanganhidrokarbon.

1.2 Permasalahan

DalammenentukanpotensiHidrokarbondalamsuatusumurpemboran,

perludilakukananalisaPetrofisika.Untukituperluditentukan parameter-parameter perhitungan yang tepat, yaitu: Volume Clay (Vclay), Porositas (Φ), Saturasi Air (Sw), Permeabilitas (K), dan Cut off dari parameter petrofisika.

1.3 Maksud dan Tujuan

Maksud dan tujuan dilakukannya Analisa Log sumur ELP-23Lapangan Prabumulih adalah:

1. Melakukan analisis kualitatif pada kurva log sumur ELP-23 untuk mengidentifikasi lapisan produktif.

2. Menentukan Sifat-sifatpetrofisikdanfluida yang dicerminkandalambentuknilai-nilaiporositas (Φ), permeabilitas (K), dan saturasiair (Sw) melalui analisa kuantitatif.

3. Menentukan besar dan kedalaman potensi hidrokarbon


(15)

3 Sebagai batasan masalah dalampenelitian ini adalahsebagai berikut :

1. Jenis log sumur yang digunakan adalah log sinar gamma (Gamma Ray Log), Spontaneus Potensial (SP Log), log Caliper, log tahanan jenis (Resistivity Log), log densitas (FDL) dan Log neutron (CNL) dan Log sonic.

2. Jenisbatuanpenyusun reservoiradalahbatupasir yang berselingan dengan serpih (Shallysand).

3. Pada lapisan batubara tidak dilakukan perhitungan.

4. Pengolahan data menggunakan softwareGeoframe 4.4 dengan menggunakan metode Inversi.


(16)

BAB II

TINJAUANGEOLOGI

2.1. Geologi Regional Cekungan Sumatra Selatan


(17)

5 Secara umum, Pulau Sumatra terdiri atas tiga buah cekungan besar. Ketiga buah cekungan itu adalah North Sumatra Basin, Central Sumatra Basin dan South Sumatra Basin. Wilayah penelitian berada di South Sumatra Basin atau Cekungan Sumatra Selatan.

2.1.1 Letak Geografis Cekungan Sumatra Selatan

Lapangan Prabumulih terletak di Cekungan Sumatera Selatan (South Sumatra Basin) yangmerupakan cekungan tersier berarah baratlaut tenggara, Cekungan ini dipisahkan dari Cekungan Sunda pada arah SE oleh Tinggian Lampung, dan dipisahkan dari Cekungan Sumatra Tengah oleh Tinggian Bukit Tiga Puluh (Gambar 1).

2.1.2 Latar belakang Geologi Regional Sumatra Selatan

Cekungan Sumatera Selatan dan Cekungan Sumatera Tengah mempunyai sejarah pembentukan yang sama dimana kedua cekungan tersebut merupakan suatu cekungan back-arc basin. Perkembangan dan pembentukan cekungan Sumatra Selatan dipengaruhi oleh tiga fasa tektonik utama : Fasa Rifting, Fasa Sagging dan Fasa Kompresi.

 Fasa Rifting ( Paleogene)

Fasa ini dimulai dengan adanya subduksi miring Lempeng Samudra Hindia terhadap Lempeng Benua Asia (Sunda Land) pada masa Pre-Tersier (Jura Akhir-Kapur Awal), dengan arah konvergensi N 30 W sebagai fasa kompresi. Gerak penujaman miring ini membentuk sesar geser Jura Akhir dan sesar geser Kapur Awal yang diduga berkembang sebagai Sesar Geser Musi dan Sesar Geser Lematang.


(18)

6  Fasa Sagging ( Oligocene Akhir – Miocene Akhir )

Fasa ini diduga terbentuk karena proses penyeimbangan-penyeimbangan isostatis yang menghasilkan depresi – depresi dangkal yang selanjutnya

merubah cekungan Sumatera Selatan menjadi bersifat “back arc”.

Dari Oligosen Akhir sampai Miosen, di seluruh cekungan terjadi penurunan (subsidensi) yang meluas.Penurunan ini bergabung dengan perubahan

eustatic sea level” mengubah fasies sedimentasi dari yang bersifat darat/lacustrine menjadi laut dangkal (Formasi Upper Talang Akar/TRM, Batu Raja).Selanjutnya terendapkan Formasi Gumai dan Air Benakat pada lingkungan laut yang lebih dalam (Gambar 2).


(19)

7  Fasa Kompresi (Plio – Pleistocene)

Pada akhir Miocene – Pliocene, cekungan Sumatra Selatan mengalami peningkatan tektonik sebagai akibat tumbukan konvergensi lempeng Samudra Hindia dengan lempeng “Sunda Land”. Tektonik kompresi ini mengangkat

Bukit Barisan dan menjadi “source sedimen” baru di bagian barat

cekungan.Fasa tektonik kompresi ini sangat penting di dalam industri perminyakan, karena struktur-struktur yang terbentuk pada perioda ini banyak menghasilkan struktur-struktur cebakan minyak bumi.Cebakan-cebakan yang terbentuk bukan hanya terbatas pada sedimen-sedimen berumur Miosen Tengah dan Akhir, tetapi juga memperbesar cebakan-cebakan terdahulu (Pre-Early Miocene).Elemen Tektonik Regional dapat dilihat pada Gambar 2.3


(20)

8 2.1.3 Stratigrafi Regional Cekungan Sumatra Selatan

Pada dasarnya stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dikenal satu daur besar (megacycle) yang terdiri dari suatu transgresi dan kemudian diikuti oleh regresi.Kelompok fase transgresi disebut kelompok Telisa yang terdiri dariFormasi Lahat, Talang Akar, Baturaja dan Formasi Gumai, sedangkan kelompok fase regresi disebut kelompok Palembang yang terdiri dari Formasi Air Benakat, Muara Enim dan Formasi Kasai.

Berikut diberikan gambaran secara umum mengenai stratigrafi cekungan Sumatera Selatan(Gambar 3).

Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu kelompok batuan Pra-Tersier, kelompok batuan Tersier serta kelompok batuan Kuarter.

1. Batuan Pra-Tersier

Batuan Pra-Tersier Cekungan Sumatera Selatan merupakan dasar cekungan (Basement) .Batuan ini diketemukan sebagai batuan beku, batuan metamorf dan batuan sedimen.Batuan Pra-Tersier ini diperkirakan telah mengalami perlipatan dan patahan yang intensif pada zaman Kapur Tengah sampai zaman Kapur Akhir dan diintrusi oleh batuan beku sejak orogenesa Mesozoikum Tengah.

2. Batuan Tersier

Urutan sedimentasi Tersier di Cekungan Sumatera Selatan dibagi menjadi dua tahap pengendapan, yaitu tahap genang laut dan tahap susut laut. Sedimen-sedimen yang terbentuk pada tahap genang laut disebut Kelompok Telisa, dari umur Eosen Awal hingga Miosen Tengah terdiri


(21)

9 atas Formasi Lahat (LAF), Formasi Talang Akar (TAF), Formasi Baturaja (BRF), dan Formasi Gumai (GUF). Sedangkan yang terbentuk pada tahap susut laut disebut Kelompok Palembang dari umur Miosen Tengah – Pliosen terdiri atas Formasi Air Benakat (ABF), Formasi Muara Enim (MEF), dan Formsi Kasai (KAF).

a. Formasi Lahat (LAF)

Formasi ini terletak secara tidak selaras diatas batuan dasar, yang terdiri atas lapisan-lapisan tipis tuf andesitik yang secara berangsur berubah keatas menjadi batu lempung tufaan.Selain itu breksi andesit berselingan dengan lava andesit, yang terdapat dibagian bawah.Formasi ini terdiri dari tuf, aglomerat, batulempung, batupasir tufaan, konglomeratan dan breksi yang berumur Eosen Akhir hingga Oligosen Awal.Ketebalan dan litologi sangat bervariasi dari satu tempat ke tempat yang lainnya karena bentuk cekungan yang tidak teratur.

b. Formasi Talang Akar (TAF)

Formasi Talang akar dibeberapa tempat bersentuhan langsung secara tidak selaras dengan batuan Pra Tersier. Formasi ini dibeberapa tempat menindih selaras Formasi Lahat, hubungan itu disebut rumpang stratigrafi, ia juga menafsirkan hubungan stratigrafi diantara kedua formasi tersebut selaras terutama dibagian tengahnya, ini diperoleh dari data pemboran sumur Limau yang terletak disebelah Barat Daya Kota Prabumulih (Pertamina, 2012), Formasi Talang Akar terdiri atas batupasir, yang mengandung kuarsa dan ukuran butirnya pada bagian bawah kasar dan


(22)

10 semakin atas semakin halus. Pada bagian teratas batupasir ini berubah menjadi batupasir konglomeratan atau breksian.Batupasir berwarna putih sampai coklat keabuan dan mengandung mika, terkadang terdapat selang-seling batulempung coklat dengan batubara, pada anggota ini terdapat sisa-sisa tumbuhan dan batubara, ketebalannya antara 40 – 830 meter.Sedimen-sedimen ini merupakan endapan fluviatil sampai delta.Formasi ini berumur Oligosen Akhir hingga Miosen Awal. Ketebalan formasi ini pada bagian selatan cekungan mencapai 460 – 610 meter, sedangkan pada bagian utara cekungan mempunyai ketebalan kurang lebih 300 meter.

c. Formasi Baturaja (BRF)

Formasi ini diendapkan secara selaras diatas Formasi Talang Akar. Terdiri dari batugamping terumbu dan batupasir gampingan.Di gunung Gumai tersingkap dari bawah keatas berturut-turut napal tufaan, lapisan batugamping koral, batupasir napalan kelabu putih.Ketebalannya antara 19 - 150 meter dan berumur Miosen Awal.Lingkungan Pengendapannya adalah laut dangkal.

d. Formasi Gumai (GUF)

Formasi Gumai ini terdiri atas napal tufaan berwarna kelabu cerah sampai kelabu gelap.Kadang-kadang terdapat lapisan-lapisan batupasir glaukonit yang keras, tuff, breksi tuff, lempung serpih dan lapisan tipis batugamping.Umur dari formasi ini adalah Awal Miosen Tengah (Tf2) (Van Bemmelen, 1949).


(23)

11 e. Formasi Air Benakat (ABF)

Formasi ini berumur dari Miosen Akhir hingga Pliosen.Litologinya terdiri atas batupasir tufaan, sedikit atau banyak lempung tufaan yang berselang-seling dengan batugamping napalan atau batupasirnya semakin keatas semakin berkurang kandungan glaukonitnya.Ketebalan formasi ini berkisar 250 – 1550 meter. Lokasi tipe formasi ini terletak diantara Air Benakat dan Air Benakat Kecil (kurang lebih 40 km sebelah utara-baratlaut Muara Enim (Lembar Lahat).

f. Formasi Muara Enim (MEF)

Formasi ini terdiri atas batulempung dan batupasir coklat sampai coklat kelabu, batupasir berukuran halus sampai sedang. Didaerah Palembang terdapat juga lapisan batubara.Juga terdapat batulempung pasiran dan batulempung tufaan yang berwarna biru hijau, beberapa lapisan batubara berwarna merah-tua gelap, batupasir kasar halus berwarna putih sampai kelabu terang. Ketebalan formasi ini sekitar 450 -750 meter.

g. Formasi Kasai (KAF)

Formasi ini mengakhiri siklus susut laut. Pada bagian bawah terdiri atas batupasir tufan dengan beberapa selingan batulempung tufaan, kemudian terdapat konglomerat selang-seling lapisan-lapisan batulempung tufaan dan batupasir yang lepas, pada bagian teratas terdapat lapisan tuf batuapung yang mengandung sisa tumbuhan dan kayu terkersikkan berstruktur sediment silang siur, lignit terdapat sebagai lensa-lensa dalam batupasir dan batulempung tufan.


(24)

12 Gambar4.Stratigrafi Cekungan Sumatera Selatan (Koesomadinata, 1980.) 2.2Geologi Lokal Daerah Penelitian

2.2.1 Struktur Geologi Prabumulih Barat

T E RS E T RIA L L IT HO RA L NE RIT IC NE RIT IC DE E P Atas Tengah Bawah K EL O MPO K UMUR FORMASI T EB A L (m ) LIITOLOGI Fasies Tengah Bawah

Tuff ungu, hijau, merah dan coklat, lempung tuffan, breksi dan konglomerat. Bawah

Napal, lempung, serpih, serpih lanauan, kadan-kadang gamping dan pasir tipis, Globigerina biasa terdapat

Napal, gamping terumbu dan gamping lempungan

Pasir, pasir gampingan, lempung, lempung pasiran sedikit batubara, pasir kasar pada dasar penampang di banyak tempat. 2200 0 -1 6 0 0 - 1 1 0 0 Atas Eo s in O li g o s e n 0 - 3 0 0 M e so z o iku m P a le o z o iku m Paleosen Lahat

Batuan beku aneka warna dan batuan sedimen yang termetamorfisir tingkat rendah. Pra -t e rs ie r Kwarter Plistosen Pliosen Mi o s e n Tengah Atas

Pasir, lanau, lempung, aluvial.

Kerikil, pasir tuffan, dan lempung konkresi vulkanik, tuff batuapung

Lempung, lempung pasiran, pasir dan lapisan tebal batubara.

Lempung pasiran dan napalan, banyak pasir dengan glaukonit, kadang gampingan. PAL EMBAN G T EL ISA 1 5 0 - 7 5 0 Ba tu R a ja T a la n g a ka r Ka s a i Mu a ra En im Ai r Be n a ka t G u m a i


(25)

13 Struktur lapangan Prabumulih Barat dengan luas 3 x 2,5 km secara struktural adalah antiklin ( four way dip closure ) dengan arah sumbu panjang secara regional N 110-116 E atau Tenggara Baratlaut (Gambar 5). Sebelah barat dibatasi oleh sesar normal berarah utara selatan dengan kemiringan bidang sesar kearah barat (down to the west) dan sebelah selatan dibatasi oleh sesar naik berarah timur – barat dan hampir sejajar dengan arah sumbu antiklin. Dari pemetaan Batas Minyak Air ( BMA ) dan Lowest Oil Tested atau Oil Down To yang mencakup seluruh lapangan mengikuti pola closure yang ada (four way dip closure ),

Gambar 5.Peta Lokasi Prabumulih Barat dalam Kompleks Graben Limau (Pertamina, 2012.)

2.2.2 Stratigrafi Geologi Lapangan Prabumulih


(26)

14 Struktur stratigrafi Lapangan Prabumulih terdiri dari 5 (lima) formasi yang secara berurutan dari permukaan yaitu, Formasi Muara Enim, Formasi Air Benakat, Formasi Gumai, Formasi Baturajadan Formasi Talang Akar. Dimulai dari permukaan, yaitu Formasi Muara Enim. Formasi ini ditandai dengan kemunculan lapisan tebal batubara. Pada Formasi Muara Enim, terdapat pula

claystone dengan warna abu-abu hingga coklat terang, berbentuk blocky, non-calcareous, ada pula sandstone berwarna abu-abu yang butirannya halus dengan distribusi ukuran buruk hingga sedang dannon-calcareous.

Formasi Air Benakat ditunjukkan dengan kehadiran sandstoneyang mendominasi, berwarna abu-abu, ukuran butir yang sangat halus, cukup keras, sementasi berkapur, dan disertai kehadiran fosil seperti foraminifera namun tidak terlihat indikasi adanya minyak. Batugamping berwarna putih gelap yang terdapat bersamaan dengan mudstone. Shale atau batu lempung, berwarna abu terang-gelap, berbentuk blocky dengan butiran yang halus,dijumpai adanya unsur karbonat.

Formasi Gumai didominasi oleh batu lempung dan serpih namun tetap dijumpai lapisan sandstone dan batugamping dalam jumlah kecil. Batu lempungnya berwarna abu-abu gelap, dengan ukuran butir yang halus, berbentuk

blocky, dengan kekerasan sedang dan adanya unsur karbonat. Sandstone

berwarna abu-abu terang, abu-abu hingga coklat muda, dengan ukuran butir yang sangat halusdengan semen berupa calcareous dan poor sorted, bentuknyabervariasi antara subangular hingga subrounded, kekerasan medium-hard. Batugamping pada formasi ini berwarna coklat, putih gelap, dengan kekerasan soft-medium, dan tidak ada indikasi minyak.


(27)

15 Formasi Baturaja ditandai dengan melimpahnya limestone berwarna putih gelap, krem, berbentuk blocky dan tidak terlihat indikasi adanya minyak.Selain itu ada pulasandstone berwarna coklat terang dalam jumlah lebih sedikit, kekerasannya sedang, ukuran butir sangat halus yang berbentuk subangular-subrounded, sekilas terlihat porositasnya buruk, mengandung calcareous dan tidak terlihat adanya indikasi minyak. Shale berwarna coklat-gelap, abu-abu tua, berbentuk blocky.

Formasi Talang Akar berdasarkan hasil penelitian-penelitian terdahulu dipercaya menjadi reservoar yang komersial di Cekungan Sumatera Selatan. Pada Formasi Talang Akar ini dijumpai adanya sandstone, batu lempung, pasir gampingan dan lempung dengan sedikit batubara. Sandstonebervariasi dengan warna cerah, putih, abu-abu terang, bentuk butir bervariasi dari angular hingga

rounded terdistribusi baik, quartzlepas dan pada beberapa lapisan dijumpai indikasi adanya minyak. Batubara pada formasi talang akar berbentuk blocky,

brittle, kekerasan rendah (soft). Batu lempung berwarna abu-abu tua, berbentuk

blocky dan ada material karbonat.

2.2.3 Petroleum System

Besarnya jumlah dan jenis hidrocarbon yang dihasilkan oleh suatu batuan tergantung pada tiga parameter pokok, yaitu: jenis material organik, kadar dan tingkat kematangannya. Jenis material organik (tipe kerogen) I & II berpotensi menghasilkan minyak. Sedangkan tipe kerogen III berpotensi menghasilkan gas. Kadar organic diukur dari jumlah TOC (Total Organic Carbon). Untuk tingkat tekanan didapat dari analisa temperatur dan tekanan.


(28)

16  Batuan Induk

Batuan yang dianggap sebagai sumber utama penghasil hidrokarbon di lapangan minyak Prabumulih Barat adalah shale/serpih pada Formasi Talang Akar dan Lahat. Batuserpih tersebut dinilai berpotensi karena telah dalam kondisi matang (mature), dan telah menggenerasikan hidrokarbon.Pada Miosen Akhir-Pliosen pada kedalaman antara 2800 m terjadi proses pematangan hidrokarbon.

Batuan Reservoar

Reservoar utama di lapangan Prabumulih adalah batupasir formasi talang akar yang telah terbukti berproduksi di sumur-sumur existing. Batupasir ini umumnya dari kelompok arenit yang didominasi oleh butiran ketimbang matrik. Penyusun utamanya adalah Kuarsa, sebagian feldspar dan fragmen batuan, sortasi sedang.

Batuan Penyekat (Seal)

Batuan penyekat adalah batuserpih dari formasi Talang akar yang berselang seling dengan reservoir batupasir.

Perangkap (Trap)

Perangkap yang berkembang di Struktur Prabumulih merupakan kombinasi antara perangkap struktur dan stratigrafi

Migrasi

Migrasi Hidrokarbon di Lapangan Prabumulih diperkirakan terjadi secara

insitu migration. Kematangan batuan induk Formasi Talang akar tercapai di dalaman (Half-Graben). Hidrokarbon umumnya terperangkap secara stratigrafi di Lapisan lapisan rift-climax. Kemudian pada Plio-Plestosen,


(29)

17 terjadi lagi migrasi (secondary migration) melalui pola patahan yang terbentuk pada saat itu.


(30)

BAB III

TEORI DASAR

3.1Wireline Logging

Log merupakan suatu grafik kedalaman/waktu dari suatu set data yang menunjukkan parameter diukur secara berkesinambungan di dalam sebuah sumur pemboran (Harsono, 1997). Prinsip dasar wireline log adalah mengukur parameter sifat-sifat fisik dari suatu formasi pada setiap kedalaman secara kontinyu dari sumur pemboran. Adapun sifat-sifat fisik yang diukur adalah potensial listrik batuan/kelistrikan, tahanan jenis batuan, radioaktivitas, kecepatan rambat gelombang elastis, kerapatan formasi (densitas), dan kemiringan lapisan batuan, serta kekompakan formasi yang kesemuanya tercermin dari lubang bor.

Well Logging dapat dilakukan dengan dua cara dan bertahap yaitu: 1. Openhole Logging

Openhole logging ini merupakan kegiatan logging yang dilakukan pada sumur/lubang bor yang belum dilakukan pemasangan casing. Pada umumnya pada tahap ini semua jenis log dapat dilakukan.

2. Casedhole Logging

Casedhole logging merupakan kegiatan logging yang dilakukan pada sumur/ lubang bor yang sudah dilakukan pemasangan casing. Pada tahapan ini hanya log tertentu yang dapat dilakukan antara lain adalah log Gamma ray, Caliper, NMR, dan CBL.


(31)

19

Secara kualitatif dengan data sifat-sifat fisik tersebut kita dapat menentukan jenis litologi dan jenis fluida pada formasi yang tertembus sumur. Sedangkan secara kuantitatif dapat memberikan data-data untuk menentukan ketebalan, porositas, permeabilitas, kejenuhan fluida, dan densitas hidrokarbon.

Gambar 6. Skematik diagram dari pengaturan wireline logging(Harsono, 1997).


(32)

20

3.1.1Log Listrik

Log listrik merupakan alat rekaman paling tua yang dipakai dalam industri perminyakan.Kurva-kurva SP dan resistivitas adalah merupakan rekaman standar yang harus ada dalam setiap penampang stratigrafi sumur bor. Kegunaan log listrik adalah untuk interpretasi litologi dan dapat juga digunakan untuk mendeteksi zona yang mengandung minyak atau tidak.Log ini juga dapat digunakan sebagai dasar dalam korelasi bawah permukaan.

A.Log Spontaneous Potensial (SP)

Log SP adalah rekaman perbedaan potensial listrik antara elektroda di permukaan dengan elektroda yang terdapat di lubang bor yang bergerak naik

– turun.Supaya SP dapat berfungsi maka lubang harus diisi oleh lumpur konduktif. Log SP digunakan untuk :

1) Identifikasi lapisan permeabel

2) Mencari batas-batas lapisan permeabel dan korelasi antar sumur berdasarkan lapisan itu.

3) Menentukan nilai resistivitas air formasi (Rw) 4) Memberikan indikasi kualitatif lapisan serpih.

Pada lapisan serpih, kurva SP umumnya berupa garis lurus yang disebut garis dasar serpih, sedangkan pada formasi permeabel kurva SP menyimpang dari garis dasar serpih dan mencapai garis konstan pada lapisan permeabel yang cukup tebal yaitu garis pasir. Penyimpangan SP dapat ke kiri atau ke kanan tergantung pada kadar garam air formasi dan filtrasi lumpur (Rider, 2002).


(33)

21

Gambar 7. Karakteristik Log Sp (G. Asquith, 1976)

Log SP hanya dapat menunjukkan lapisan permeable, namun tidak dapat mengukur harga absolute dari permeabilitas maupun porositas dari suatu formasi.Log SP sangat dipengaruhi oleh beberapa parameter seperti resistivitas formasi, air lumpur pemboran, ketebalan formasi dan parameter lainnya. Sehingga jika salinitas komposisi dalam lapisan lebih besar dari salinitas lumpur maka kurva SP akan berkembang negative, dan jika salinitas komposisi dalam lapisan lebih kecil dari salinitas lumpur maka kurva SP akan berkembang positif. Dan apabila salinitas komposisi dalam lapisan sama dengan salinitas lumpur maka defleksi kurva SP akan menunjukkan garis lurus sebagaimana pada shale (G. Asquith, 1976).


(34)

22

B.Log Resistivitas

Resistivitas atau tahanan jenis suatu batuan adalah suatu kemampuan batuan untuk menghambat jalannya arus listrik yang mengalir melalui batuan tersebut (Darling, 2005).Nilai resistivitas rendah apabila batuan mudah untuk mengalirkan arus listrik, sedangkan nilai resistivitas tinggi apabila batuan sulit untuk mengalirkan arus listrik.

Log Resistivity digunakan untuk mendeterminasi zona hidrokarbon dan zona air, mengindikasikan zona permeabel dengan mendeteminasi porositas resistivitas, karena batuan dan matrik tidak konduktif, maka kemampuan batuan untuk menghantarkan arus listrik tergantung pada fluida dan pori Alat-alat yang digunakan untuk mencari nilai resistivitas (Rt) terdiri dari dua kelompok yaitu Laterolog dan Induksi. Yang umum dikenal sebagai log Rt adalah LLd (Deep Laterelog Resistivity), LLs (Shallow Laterelog Resisitivity), ILd ( Deep Induction Resisitivity), ILm (Medium Induction Resistivity), dan SFL.

1) Laterolog

Prinsip kerja dari laterelog ini adalah mengirimkan arus bolak- balik langsung ke formasi dengan frekuensi yang berbeda. Alat laterolog (DLT) memfokuskan arus listrik secara lateral ke dalam formasi dalam bentuk lembaran tipis. Ini dicapai dengan menggunakan arus pengawal (bucking current), yang fungsinya untuk mengawal arus utama (measured current) masuk ke dalam formasi sedalam-dalamnya. Dengan mengukur tegangan listrik yang diperlukan untuk menghasilkan arus listrik utama yang besarnya


(35)

23

tetap, resistivitas dapat dihitung dengan hukum ohm.Alat ini biasanya digunakan untuk resistivitas menengah-tinggi.

Gambar 8. Prinsip Kerja Alat Laterolog(Harsono, 1997)

2) Induksi

Prinsip kerja dari induksi yaitu dengan menginduksikan arus listrik ke formasi. Pada alat memanfaatkan arus bolak-balik yang dikenai pada kumparan, sehingga menghasilkan medan magnet, dan sebaliknya medan magnet akan menghasilkan arus listrik pada kumparan.

Secara umum, kegunaan dari log induksi ini antara lain mengukur konduktivitas pada formasi, mengukur resistivitas formasi dengan lubang pemboran yang menggunakan lumpur pemboran jenis “oil base mud” atau


(36)

24

Penggunaan Lumpur pemboran berfungsi untuk memperkecil pengaruh formasi pada zona batulempung/shale yang besar. Penggunaan Log Induksi menguntungkan apabila :

a) Cairan lubang bor adalah insulator misal udara, gas, air tawar,atauoil base mud.

b) Resistivity formasi tidak terlalu besar Rt < 100 Ω

c) Diameter lubang tidak terlalu besar.

Gambar 9. Prinsip Kerja Alat Induksi(Harsono, 1997)

Alat- alat mikro-resistivitas yang mampu memberikan resolusi lapisan yang sangat baik, yang terbaik dari semua alat logging.Inilah kemampuan yang digunakan dalam dipmeter dan alat pencitraan listrik.Pada skala yang berbeda, alat induksi hanya memberikan gambaran dari lapisan- lapisan itu sendiri, dan batas-batas lapisan sedikit diinterpretasikan.


(37)

25

Gambar 10. Kontras karakteristik resolusi lapisan dari alat resistivitas dan aplikasi geologinya(G. Asquith &D. Krygowsky2004)

Untuk tujuan geologi, log resistivitas yang digunakan harus diketahui kemampuan resolusinya.Log microtool memberikan resolusi sangat baik untuk dapat digunakan dalam interpretasi lapisan geologi.Log microtool ini paling baik digunakan untuk menginterpretasikan karakteristik lapisan (gambar 10).Para-laterologs mampu menggambarkan lapisan pada skala yang tepat untuk indikasi batas lapisan, tetapi penggunaannya harus digunakan dan dikorelasikan dengan log lainnya. Log induksi memberikan resolusi batas lapisan sangat buruk, tetapi pada saat yang sama semua efek lapisan dirata- rata sedemikian rupa untuk membuat tren litologi menonjol.


(38)

26

Gambar 11. Format khas log resistivitas. (1) kombinasiDual Laterolog; (2) induction, kombinasi spherically focused log. (Schlumberger, 1989) Ketika suatu formasi di bor, air lumpur pemboran akan masuk ke dalam formasi sehingga membentuk 3 zona yang terinvasi(gambar 12) dan mempengaruhi pembacaan log resistivitas, yaitu :

a.Flushed Zone

Merupakan zona infiltrasi yang terletak paling dekat dengan lubang bor serta terisi oleh air filtrat lumpur yang mendesak Komposisi semula (gas, minyak ataupun air tawar).Meskipun demikian mungkin saja tidak seluruh Komposisi semula terdesak ke dalam zona yang lebih dalam.

b.Transition Zone

Merupakan zona infiltrasi yang lebih dalam keterangan zona ini ditempati oleh campuran dari air filtrat lumpur dengan Komposisi semula.


(39)

27

c.Uninvaded Zone

Merupakan zona yang tidak mengalami infiltrasi dan terletak paling jauh dari lubang bor, serta seluruh pori-pori batuan terisi oleh Komposisi semula.

Gambar 12. Profil sumurbor terinvasi lumpur (www.petrolog.net)

3.1.2Log Radioaktif

A. Log Gamma Ray (GR)

Log Gamma Ray merupakan suatu kurva dimana kurva tersebut menunjukkan besaran intensitas radioaktif yang ada dalam formasi.Log ini bekerja dengan merekam radiasi sinar gamma alamiah batuan, sehingga berguna untuk mendeteksi / mengevaluasi endapan-endapan mineral radioaktif seperti Potasium (K), Thorium (Th), atau bijih Uranium (U).

Pada batuan sedimen unsur-unsur radioaktif banyak terkonsentrasi dalam serpih dan lempung, sehingga besar kecilnya intensitas radioaktif akan menunjukkan ada tidaknya mineral-mineral lempung. Batuan yang mempunyai

Nomenclature:

Borehole:

Rm = Resistivity of mud.

Rmc = Resistivity of mud cake.

Flushed Zone:

Rmf = Resistivity of mud filtrate.

RXO = Resistivity of flushed zone.

SXO = Water Saturation of flushed

zone.

Uninvaded or Virgin Zone: RT = True resistivity of formation.

RW = Resistivity of formation water.

SW = Formation Water Saturation.

RS = Resistivity of adjacent bed or

shoulder bed resistivity.

di = Diameter of invasion.

dh = Borehole diameter.


(40)

28

kandungan lempung tinggi akan mempunyai konsentrasi radioaktif yang tinggi, sehingga nilai gamma ray-nya juga tinggi, dengan defleksi kurva kekanan. Unsur radioaktif yang utama adalah potassium yang umumnya ditemukan pada illite. Pada lapisan permeabel yang bersih, kurva log GR akan menunjukkan intensitas radioaktif yang sangat rendah, kecuali bila lapisan tersebut mengandung mineral-mineral tertentu yang bersifat radioaktif, atau lapisan yang mengandung air asin yang mengandung garam-garam potassium yang terlarutkan.

Unsur-unsur radioaktif banyak terkandung dalam lapisan serpih, sehingga log GR sangat berguna untuk menentukan besar kecilnya kandungan serpih atau lempung. Dengan menarik garis Gamma Ray yang mempunyai harga minimum dan garis Gamma Ray maksimum pada suatu penampang log, maka kurva tersebut merupakan indikasi adanya lapisan serpih. Gamma Ray log dinyatakan dalam API Units (GAPI).

Kurva GR biasanya ditampilkan dalam kolom pertama, bersama kurva SP dan Kaliper dengan skala dari kiri kekanan 0–100 atau 0–150 GAPI.Log GR merupakan log yang sangat bagus untuk menentukan permeabilitas suatu batuan karena mampu memisahkan dengan baik antara lapisan serpih dari lapisan permeabel.

Kegunaan log GR ini antara lain adalah untuk menentukan kandungan serpih (Vsh), kandungan lempung, menentukan lapisan permeabel, evaluasi mineral bijih yang radioaktif, evaluasi lapisan mineral tidak radioaktif, dan korelasi antar sumur.


(41)

29

Gambar 13. Respon Log Gamma Ray terhadap batuan(G. Asquith &D. Krygowsky2004)

B. Log Densitas

Log densitas merupakan kurva yang menunjukkan besarnya densitas (bulk density) dari batuan yang ditembus lubang bor dengan satuan gram / cm3. Prinsip dasar dari log ini adalah menembakkan sinar gamma kedalam formasi, dimana sinar gamma ini dapat dianggap sebagai partikel yang bergerak dengan kecepatan yang sangat tinggi. Banyaknya energi sinar gamma yang hilang menunjukkan densitas elektron di dalam formasi, dimana densitas elektron merupakan indikasi dari densitas formasi.

Bulk density (b)merupakan indikator yang penting untuk menghitung porositas bila dikombinasikan dengan kurva log neutron, karena kurva log


(42)

30

densitas ini akan menunjukkan besarnya kerapatan medium beserta isinya. Selain itu apabila log densitas dikombinasikan dengan Log netron, maka akan dapat dipakai untuk memperkirakan kandungan hidrokarbon atau fluida yang terdapat di dalam formasi, menentukan besarnya densitas hidrokarbon (h) dan membantu dalam evaluasi lapisan shaly. Pada lapisan yang mengandung hidrokarbon, kurva densitas akan cenderung mempunyai defleksi ke kiri (densitas total (Rhob) makin kecil), sedangkan defleksi log netron ke kanan.

Pada batuan yang sangat kompak, dimana per satuan volume (cc) seluruhnya atau hampir seluruhnya terdiri dari matrik batuan porositasnya adalah mendekati atau nol. Dengan demikian batuan yang mempunyai densitas paling besar, dimana porositas () adalah nol, dan ini disebut sebagai densitas matrik (ma). Pada batuan homogen dengan porositas tertentu, jika mengandung air asin akan mempunyai densitas lebih rendah dibanding dengan batuan yang seluruhnya terdiri dari matrik. Untuk yang mengandung minyak, densitas batuan lebih rendah daripada yang mengandung air asin, sebab densitas air asin lebih besar daripada minyak. Pada batuan homogen yang mengandung fluida gas, densitas batuan lebih rendah lagi daripada yang berisi minyak. Sedangkan yang mengandung batubara, mempunyai densitas paling rendah diatara jenis batuan yang mengandung fluida. Gambaran variasi harga densitas dari beberapa lapangan minyak dan gas bumi dapat dilihat pada Tabel 3.1.

Harga-harga pada tabel 3.1 besifat tidak mutlak tergantung dari karakteristik batuan setempat, dan untuk meyakinkan adanya zona-zona air asin, minyak, dan gas masih perlu ditunjang dengan data-data lain seperti kurva SP, resistivitas, dan


(43)

31

kurva neutron. Terkecuali lapisan batubara yang mempunyai harga densitas yang khas yaitu sangat rendah,

Tabel 1.Variasi harga densitas batuan dengan kandungan fluida tertentu dari beberapa lapangan minyak bumi (Harsono, 1997)

Gambar 14.Respon log densitas terhadap batuan(Malcolm Rider, 2002) Batuan Kandungan Fluida Densitas (gram/ cc)

Shale - 2,20 – 2,50

Lapisan clean Air asin 2,25 – 2,45

Lapisan clean Minyak 2,20 – 2,35

Lapisan clean Gas 2,00 – 2,25


(44)

32

C. Log Neutron

Prinsip dasar dari log neutron adalah mendeteksi kandungan atom hidrogen yang terdapat dalam formasi batuan dengan menembakan atom neutron ke formasi dengan energi yang tinggi. Neutron adalah suatu partikel listrik netral yang mempunyai massa hampir sama dengan atom hidrogen. Partikel-partikel neutron memancar menembus formasi dan bertumbukan dengan material formasi, akibat dari tumbukan tersebut neutron akan kehilangan energi. Energi yang hilang saat benturan dengan atom di dalam formasi batuan disebut sebagai porositas

formasi (ф N). Hilangnya energi paling besar bila neutron bertumbukan dengan

sesuatu yang mempunyai massa sama atau hampir sama, contohnya atom hidrogen. Dengan demikian besarnya energi neutron yang hilang hampir semuanya tergantung banyaknya jumlah atom hidrogen dalam formasi.


(45)

33

Kandungan air akan memperbesar harga porositas neutron. Jika pori-pori didominasi oleh minyak dan air harga porositas neutron kecil. Apabila formasi terisi oleh gas, maka nilai log netron kecil mendekati batuan sangat kompak (2– 6%), karena konsentrasi atom hidrogen pada gas lebih kecil daripada minyak dan air. Batuan yang kompak dimana porositas mendekati nol akan menurunkan harga neutron. Lapisan serpih mempunyai porositas besar antara 30–50% dalam kurva log, tetapi permeabilitas mendekati nol. Pengaruh serpih dalam lapisan permeabel akan memperbesar harga porositas neutron. Kandungan air asin atau air tawar dalam batuan akan memperbesar harga porositas neutron. Kurva log neutron ini tidak dapat untuk korelasi karena tidak mewakili litologi suatu batuan.

Log neutron dalam perekamannya langsung menunjukkan porositas batuan dengan menggunakan standar matrik batugamping. Untuk batuan selain batugamping, harga porositasnya dinyatakan dalam porositas neutron atau porositas formasi (�). Untuk mendapatkan harga porositas sebenarnya harus digunakan gabungan kurva log yang lain seperti log densitas ( D).

Kombinasi Log Densitas (RHOB) dan Log Neutron (NPHI)

Berdasarkan sifat – sifat defleksi kurva � dan � maka dapat memberikan keuntungan tersendiri pada lapisan – lapisan yang mengandung hidrokarbon. Pada lapisan hidrokarbon, kurva densitas akan cenderung mempunyai defleksi ke kiri (makin kecil harga � nya), sedangkan pada log neutron, harga porositasnya akan cenderung makin ke kanan (makin kecil harga � nya), dan pada lapisan shale kedua jenis kurva akan memperlihatkan gejala yang sebaliknya.


(46)

34

Dengan demikian, pada lapisan hidrokarbon akan terjadi separasi antara kedua kurva, dimana separasi disebut positif, sebaliknya pada lapisan shale terjadi separasi negative.

3.1.3Log Caliper

Log ini digunakan untuk mengukur diameter lubang bor yang sesungguhnyauntuk keperluan poerencanaan atau melakukan penyemenan.dan dapat merefleksikan lapisan permeable dan lapisan yang impermeable. Pada lapisan yang permeable diameter lubang bor akan semakin kecil karena terbentukya kerak lumpur (mud cake) pada dinding lubang bor. Sedangkan pada


(47)

35

lapisan yang impermeable diameter lubang bor akan bertambah besar karena ada dinding yang runtuh (vug).

Gambar 17.Tipikal Respon caliper untuk berbagai litologi (Malcolm Rider, 2002)

3.1.4Log Sonic

Sonic log merupakan log akustik dengan prinsip kerja mengukur waktu tempuh gelombang bunyi pada jarak tertentu didalam lapisan batuan Prinsip kerja alat ini adalah bunyi dengan interval yang teratur dipancarkan dari sebuah sumber bunyi (transmitter) dan alat penerima akan mencatat lamanya waktu perambatan bunyi di dalam batuan (∆t). Lamanya waktu perabatan bunyi tergantung kepada litologi batuan dan porositas batuannya.Log sonik mengukur kemampuan formasi untuk meneruskan gelombang suara.Secara kuantitatif, log sonik dapat digunakan


(48)

36

untuk mengevaluasi porositas dalam lubang yang terisi fluida, dalam interpretasi seismik dapat digunakan untuk menentukan interval velocities dan velocity profile, selain itu juga dapat dikalibrasi dengan penampang seismik. Secara kualitatif dapat digunakan untuk mendeterminasi variasi tekstur dari lapisan pasir-shaledan dalam beberapa kasus dapat digunakan untuk identifikasi rekahan (fractures) (Rider, 1996).

Alat sonic yang sering dipakai pada saat ini adalah BHC(Borehole Compensated Sonic Tool), dimana alat ini sangat kecil dipengaruhi oleh perubahan-perubahan lubang bor maupun posisi alat sewaktu pengukuran dilakukan.Faktor- faktor yang mempengaruhi pengukuran antara lain adalah kepadatan, komposisi serpih, hidrokarbon, rekahan dan pori/gerohong, serta pengaruh dari lubang bor.


(49)

37

3. 2Interpretasi Kualitatif

Interpretasi secara kualitatif bertujuan untuk identifikasi lapisan batuan cadangan, lapisan hidrokarbon, serta perkiraaan jenis hidrokarbon. Untuk suatu interpretasi yang baik, maka harus dilakukan dengan cara menggabungkan beberapa log.

Untuk mengidentifikasi litologi, maka dapat dilakukan interpretasi dari log GR atau log SP. Apabila defleksi kurva GRnya ke kiri atau minimum, kemungkinan litologinya menunjukkan batupasir, batugamping atau batubara, sedangkan untuk litologi shale atau organic shale, maka defleksi kurva GRnya ke kanan atau maksimum.Batugamping mempunyai porositas yang kecil, sehingga pembacaan � nya besar, dan harga �nya kecil, sedangkan untuk litologi batubara menunjukkan pembacaan sebaliknya.

Untuk membedakan jenis fluida yang terdapat di dalam formasi, air,minyak atau gas, ditentukan dengan melihat log resistivitas dan gabungan log Densitas-Neutron. Zona hidrokarbon ditunjukkan oleh adanya separasi antara harga tahanan jenis zona terinvasi (Rxo) dengan harga resistivitassebenarnya formasi pada zona tidak terinvasi (Rt). Separasi tersebut dapat positif atau negatif tergantung pada harga Rmf/Rw > 1, harga perbandingan Rxo dengan Rt akan maksimum dan hampir sama dengan harga Rmf/Rw di dalam zona air. Nilai Rxo/Rt yang lebih rendah dari harga maksimum menunjukkan adanya hidrokarbon dalam formasi.Pada lubang bor keterangan harga Rmf lebih kecil daripada Rw (Rmf/Rw kecil), zona hidrokarbon ditunjukkan harga Rxo/Rt lebih kecil dari satu.

Untuk membedakan gas atau minyak yang terdapat di dalam formasi dapat dilihat pada gabungan log neutron- densitas. Zona gas ditandai dengan harga


(50)

38

porositas neutron yang jauh lebih kecil dari harga porositas densitas, sehingga akan ditunjukkan oleh separasi kurva log neutron- densitas yang lebih besar. Dalam zona minyak, kurva neutron atau kurva densitas membentuk separasi positif yang lebih sempit daripada zona gas (dalam formasi bersih).


(51)

39

3.3 Interpretasi Kuantitatif

Interpretasi data wireline log secara kuantitatif dengan menggunakan rumus perhitungan. Metode ini dapat digunakan untuk menentukan porositas batuan, permeabilitas batuan, saturasi hidrokarbon maupun kandungan shale dalam reservoar.

Parameter yang dihitung dalam analisis ini berupa Volume Shale, Porositas (), Saturasi air (Sw), Permeabilitas (K).

a. Volume Shale (Vshale)

PerhitunganLapisan yang mempunyai sisipan berupa shale maupun serpih menggunakan persamaan volume shaledapat diperoleh dari Log Gamma Ray, Log SP dan Log Neutron :

 Perhitungan Vshale menggunakan Log Gamma Ray:

...(1)

Dimana :

GRlog : nilai GR pada lapisan tersebut

GRmax : nilai GR paling maksimum, sama dengan shale base line

GRmin : nilai GR saat defleksi paling minimum

 Perhitungan Vshale menggunakan Log SP:

...(2)

� = −

� = � − �


(52)

40

Dimana :

SPlog : nilai SP pada lapisan tersebut

SPmax : nilai SP paling maksimum, sama dengan shale base line

SPmin : nilai SP saat defleksi paling minimum

 Perhitungan Vshale menggunakan Log Neutron:

...(3)

Dimana :

ØN : Porositas Neutron pada kedalaman Interpretasi

Ø NShale : Porositas rata rata zona 100% Lempung

ØNmin : nilai Porositas Neutron saat defleksi paling minimum b. Porositas

Porositas suatu medium adalah bagian dari volume batuan yang tidak terisi oleh benda padat (Harsono, 1997). Ada beberapa macam porositas batuan :

1. Porositas Total

Porositas total merupakan perbandingan antara ruang kosong total yang tidak terisi oleh benda padat yang ada diantara elemen-elemen mineral dari batuan dengan volume total batuan. Porositas total meliputi :

 Porositas primer, yaitu ruang antar butir atau antar kristal yang tergantung pada bentuk dan ukuran butir serta pemilahan butirnya.

 Porositas gerowong, terbentuk secara dissolusi dan porositas rekah yang diperoleh secara mekanik dan membentuk porositas sekunder. Porositas ini dikenal sebagai vuggy pada batugamping.

� = ØN−ØN


(53)

41

2. Porositas Efektif

Merupakan perbandingan volume pori-pori yang saling berhubungan dengan volume total batuan. Porositas efektif bisa jauh lebih kecil dibandingkan dengan porositas total jika pori-porinya tidak saling berhubungan.

Penentuan harga porositas pada lapisan reservoar menggunakan gabungan harga porositas dari dua kurva yang berbeda, yaitu porositas densitas (ØD) yang merupakan hasil perhitungan dari kurva RHOB dan porositas neutron

(ØN) yang dibaca dari kurva NPHI.

Kurva RHOB yang mengukur berat jenis matriks batuan reservoar biasanya dikalibrasikan pada berat jenis matriks batuan (batugamping = 2.71 dan batupasir = 2.65) serta diukur pada lumpur pemboran yang digunakan dalam pemboran (f), setelah itu kurva ini baru bisa menunjukkan harga porositas.

 Porositas Densitas

...(4) Dimana :

ØD = porositas densitas

ma = densitas matriks batuan, batupasir 2.65; batugamping 2.71

b = densitas bulk batuan, dari pembacaan kurva log RHOB

f = Densitas Fluida (Fresh water 1.0 ; Salt water 1.1)

Kemudian Nilai porositas dikoreksi terhadap pengaruh Shale

...(5)

Ø�= � − �

� − �


(54)

42

Dimana :

ØDcorr = porositas densitas terkoreksi

ØD = porositas densitas

ØDsh = nilai porositas densitas pada shale (GRmax) Vsh = volume shale

 Porositas Neutron ...(6)

Dimana :

ØNlog = Porositas Neutron dari pembacaan Kurva

Kemudian nilai porositas dikoreksi terhadap pengaruh Shale ...(7)

Dimana :

ØNcorr= porositas neutron terkoreksi

ØN = porositas neutron, dari pembacaan kurva log NPHI

Nsh = porositas neutron pada shale, dari harga NPHI pada GRmax Vsh = volume shale

Kemudian pendekatan harga porositas batuan dilakukan melalui gabungan antara porositas densitas dan porositas neutron dengan menggunakan persamaan:

...(8)

Dimana :

Øe = porositas efective

ØDCorr = porositas densitas koreksi

ØNcorr = ØN – (ØNsh x Vsh )

Øe = ØDcorr

2ØNcorr2

2


(55)

43

ØNCorr = porositas neutron koreksi

 Porositas Sonic

Perhitungan Porositas menggunakan Sonic Log memerlukan tf dan tma.Dimana fluida yang diselidiki adalah mud filtrate.Sehingga, Porositas dapat dihitung sbb:

...(9)

Dimana :

t = travel time batuan (nilai Log sonic)

tf = travel time fluida (Freshwater189 usec/ft; Saltwater185 usec/ft) tma = travel time matriks batuan

Prosentase Porositas

Keterangan

0% - 5% Dapat diabaikan ( Negligible) 5% - 10% Buruk ( poor )

10% - 15% Cukup ( Fair ) 15% - 20% Baik ( Good )

20% - 25% Sangat Baik ( very Good ) > 25% Istimewa ( Excellent )

c. Faktor Formasi (F)

Ø= −


(56)

44

Kelayakan dan kesesuaian hasil analisa petrofisika sangat ditentukan oleh penentuan factor formasi dan beberapa parameter lainnya.Penentuan parameter itu didasarkan pada genesa reservoir, korelasi dengan lapangan sekitar, dan/atau karakter reservoar dan fluida dalam reservoar.

Untuk harga harga porositas yang biasa ditemui dalam logging, formation factor dihitung sebagai berikut:

Pada Limestone : ...(10)

Pada Sandstone : ...(11)

atau...(12)

Dimana :

a = Koefisien litologi (batugamping a =1, batupasir a = 0.65) m = Faktor sementasi (batugamping m = 2, batupasir m = 2.15)

d. PenentuanFormation Resistivity Water (Rw)

Determinasi harga Rw dapat ditentukan dengan berbagai metode diantaranya dengan menggunakan metode crossplot resistivitas-neutron, resistivitas-sonic dan resistivitas-densitas.Harga Rw juga dapat dihitung dengan menggunakan rumus SSP (statik Sp) dan rumus Archie, serta dari percobaan di laboratorium.

=

Ø

= .�

Ø

= .


(57)

45

Rumus SSP dipakai jika terdapat lapisan mengandung air (water-bearing) cukup tebal dan bersih, serta defleksi kurva SP yang baik. Keakuratan dari penentuan harga Rw dengan metode ini dipengaruhi oleh beberapa faktor sebagai berikut :

1. Komponen elekrokinetik dari Sp diabaikan.

2. Rmf kadang-kadang jelek (filtrasi lumpur tidak baik).

3. Hubungan antara Rwe-Rw dan Rmfe-Rmf, khususnya pada Rw yang tinggi.

Berdasarkan hal tersebut serta rekaman penampang mekanik pada daerah penelitian tidak mempunyai kurva defleksi SP yang cukup baik, maka didalam formasi kandungan air, kejenuhan air adalah 1 didaerah murni dan terkontaminasi Sw = Sxo = 1, sehingga rumus Archie menjadi :

�� = Rt

F...(13)

Keterangan :

Rwa = resistivitas formasi (apparent resistivity) Rt = resistivitas dalam formasi kandungan air F = faktor formasi

 Menggunakan Rt/Rxo ...(14)

Dimana :

Rw = Resistivity water

Rxo = Resistivity water pada zona terinvasi Rt = Nilai Resistivity

Rmf@Tf = Resistivitas lumpur pada formasi

Rt

Rxo

x

Rmf@Tf


(58)

46

 Metoda SP

Dimana ...(15) Pada Zona air (SW = 1)

Rxo = F x Rmf dan Ro = Fx Rw

Maka : ...(16)

Dimana:

K = 60 + (0.133 x temperature formasi) Rxo = Nilai resistivity dangkal dari Log

Ro = Nilai Resistivity pada zona 100% air (Ro=Rt ketika Sw = 100%)

 Metode PickettPlot

Metode pickett plot didasarkan pada Observasi bahwa nilai Rt (true resistivity) adalah fungsi dari nilai porositas (), saturasi air (Sw) dan factor sementasi (m). Metode ini menggunakan crossplot nilai porositas dan nilai resistivity dalam (ILD atau LLD).

Gambar 20.Pickett plot (www.petrolog.com)

�= −� ( )


(59)

47

e. Saturasi Air (Sw)

Saturasi atau kejenuhan air formasi adalah rasio dari volume pori yang terisi oleh air dengan volume porositas total (Adi Harsono, 1997). Tujuan menentukan saturasi air adalah untuk menentukan zona yang mengandung hidrokarbon, jika air merupakan satu-satunya fluida yang terkandung dalam pori-pori batuan, maka nilai Sw = 1, tetapi apabila pori-pori batuan mengandung fluida hidrokarbon maka nilai Sw< 1.

Archie menyusun persamaannya, yang kemudian kita kenal dengan Archie formula

...(17)

Rumus ini dipakai sebagai dasar interpretasi data Log sampai sekarang.Persamaan Archie tersebut biasanya digunakan pada cleansand formation.Dari persamaan Archie tersebut, diturunkan menjadi beberapa persamaan yang cocok digunakan pada Shalysand formation, antara lain :

Simandoux Equation ...(18) Indonesian Equation ...(19)                         w t c sh c sh w w R R R V R V R S 2 2 2 5 4 . 0   C

S

w n

=

�� �� 2 ) 5 , 0 1

1

n w Vsh cl w m t

xS

Rsh

V

axR

R


(60)

48

Dimana : Sw = Saturasi air formasi

F = Faktor formasi

Rw = Resistivitas air formasi

Rt = Resistivitas formasi, dibaca dari kurva resistivitas

Rsh = Resistivitas pada shale

C = Untuk batupasir 0.4 dan untuk batugamping 0.45

Penentuan jenis kandungan di dalam reservoar (gas, minyak dan air) didapat dari hasil perhitungan kejenuhan air formasi (Sw) dalam hasil batasan

umum harga Sw untuk lapangan yang “belum dikenal” seperti di bawah ini :

Gas = Jika harga Sw adalah 0 – 35% Minyak = Jika harga Sw adalah 35 – 65% Air = Jika harga Sw adalah >65%

 Menenentukan saturasi air sisa

Saturasi air sisa merupakan saturasi air yang tidak terangkat pada zona terinvasi.Kandungan air pada suatu sumur terdapat 2 jenis air, yaitu free water dan irreducible water. Air yang terangkat kepermukaan adalah frère water, sedangkan air yang tidak terangkat adalah irreducible water.

...(20)

Dimana :

Swirr = saturasi air sisa

Øe = porositas efecktif Vsh = volume shale

Swirr =

( 1/ e

Φ

)


(61)

49

f. Permeabilitas (K)

Permeabilitas adalah suatu pengukuran yang menyatakan tingkat kemudahan dari fluida untuk mengalir di dalam formasi suatu batuan (Adi Harsono, 1997) satuannya adalah darcy. Satu darcy didefinisikan sebagai permeabilitas dari fluida sebesar satu sentimeter kubik per detik dengan kekentalan sebesar satu centipoises mengalir dalam tabung berpenampang sebesar satu sentimeter persegi di bawah gradien tekanan satu atmosfer per sentimeter persegi (Adi Harsono, 1997). Kenyataan menunjukkan bahwa satuan satu Darcy terlalu besar, sehingga digunakan satuan yang lebih kecil yaitu milidarcy (mD). Berbeda dengan porositas, permeabilitas sangat tergantung pada ukuran butiran batuan. Sedimen butiran besar dengan pori-pori besar mempunyai permeabilitas tinggi, sedangkan batuan berbutir halus dengan pori-pori kecil akan mempunyai permeabilitas rendah.

Rumus Tixier

...(21)

Dimana : K = Permeabilitas (mD)

Swirr = Saturasi air sisa, didapat dari hasil percobaan

Øe = porositas efektif


(62)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisa petrofisik secara kualitatif, terdapat 4 variasi litologi dan mineral pada sumur ELP-23 yaitu shale (serpih), sandstone

(batupasir),Limestone dan Coal (Batu bara). Sedangkan untuk Jenis fluida formasi adalah minyak, gas dan air

2. Sumur ELP-23 dibagi menjadi 5 (lima) zona, yaitu zona 1 (satu),2 (dua), 3 (tiga), 4 (empat), dan 5 (lima). Dari Hasil analisa zona hidrokarbon menunjukkan bahwa lapisan produktif terdapat pada zona 3 (tiga), zona 4 (empat), dan zona 5 (lima) yang merupakan Formasi Talang Akar.

3. Nilai dari Vshale, Porositas dan Saturasi air di setiap zona produktif untuk sumur ELP-23 adalah berkisar :

Zona 3: Vshale: 12,88 % Por: 19,80 % Sw: 60,74 % Zona4: Vshale: 15,94 % Por: 15,84 %Sw: 48,57 % Zona 5: Vshale: 11,46 % Por:16,22 %Sw: 36,26 %

4. Besarnya potensi hidrokarbon di tunjukan oleh ketebalan Net pay dari lapisan hidrokarbon yang didapat dari hasil pengolahan data Petrofisika. TebalNet Paydari setiap zona produktif adalah:

Zona 3: 47,50 m Zona 4: 5,17 m Zona 5:17,34 m

5. Kadar air rata-rata pada kedalaman 2077-2080 m dari data produksi sumur ELP-23 adalah sebesar 36,85 %, sedangkan kadar air rata-rata


(63)

96 dari hasil pengolahan data logging menggunakan software Geoframe 4.4 adalah sebesar 40,28 %

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, maka disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Dalam menggunakan metode Inversi menggunakan software Geoframe 4.4, penentuan model litologi disarankan harus tepat berdasarkan interpretasi kualitatif dan crossplot litologi.

2. Perhitungan petrofisik akan lebih tepat apabila didukung dengan ketersediaan data core.

3. Hasil perhitungan petrofisik sebaiknya divalidasi dengan data produksi, sehingga besar persentase error dalam pengolahan data bisa diketahui.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Asquith, George B. 1976. “Basic Well Log Analysis for Geologist”. American

Association of Petroleum Geologist. Oklahoma.

Asquith, George B. dan Daniel A. Krygowski. 2004. “Basic Well Log Analysis, 2nd Edition”. Tulsa, Oklahoma: AAPG. AAPG Methods in Exploration Series

16.

Bateman, Richard M, 1985. “Open-Hole Log Analysis and Formation Evaluation”.

International Human Resources Development Corporation. Boston.

Bishop, Michele G. 2000. “South Sumatra Basin Province, Indonesia: The

Lahat/Talang Akar-Cenozoic Total Petroleum System”. USGS.

http://pubs.usgs.gov/of/1999/ofr-99-0050/OF99-50S/

Crain, E. R. 1986. “The Log Analysis Handbook, volume 1: Quantitative Log

Analysis Methods”. Tulsa: Pennwell Books. (out of print)

Crain’s Petrophysical Handbook, On-line Handbook,


(65)

Darling, Toby. 2005. Well Logging and Formation Evaluation. Oxford: Elsevier

Publishing Company.

Harsono, Adi. 1997. “Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log”. Schlumberger Oilfield

Services. Jakarta.

Koesumadinata R.P. 1980. “Geologi Minyak dan Gasbumi, Edisi-2. Jilid 1 dan 2”.

Bandung: ITB.

Rider, Malcolm. 2002. “The Geological Interpretation of Well Logs, 2nd Edition, revised 2002”. Scotland: Whittles Publishing.

O. Serra, 1988, “Fundamentals of Well-Log Interpretation Vo.15a”, Elsevier Science Publishers, Amsterdam.

Pertamina. 2012. Bab II: “Geological Findings and Reviews”. PT. PERTAMINA EP

(Plan of Further Development Prabumulih, naskah tidak dipublikasi)

Schlumberger. 2009. “Geoframe ELANplus Advanced Petrophysical Interpretation”.

SIS. Jakarta.

Schlumberger. 1989. “Log Interpretation Principles/Application”. Seventh Printing.

Texas.


(66)

Van Bemmelen, R.W., 1949. “The Geology of Indonesia. Vol.IA, General geology

of Indonesia and adjachent archipelagos”. Martinus Nihjoff, The Hague,

Netherlands

Yulio, P. A. 2011. “Analisa Log Sumur dengan Metoda Probabilistik dan

Deterministik Menggunakan Interactive Petrophysics”. Pertamina

Learning Center (PLC): Bimbingan Profesi Sarjana PT. PERTAMINA EP


(67)

LAMPIRAN 1 Combo ELP-23


(1)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian, maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisa petrofisik secara kualitatif, terdapat 4 variasi litologi dan mineral pada sumur ELP-23 yaitu shale (serpih), sandstone

(batupasir),Limestone dan Coal (Batu bara). Sedangkan untuk Jenis fluida formasi adalah minyak, gas dan air

2. Sumur ELP-23 dibagi menjadi 5 (lima) zona, yaitu zona 1 (satu),2 (dua), 3 (tiga), 4 (empat), dan 5 (lima). Dari Hasil analisa zona hidrokarbon menunjukkan bahwa lapisan produktif terdapat pada zona 3 (tiga), zona 4 (empat), dan zona 5 (lima) yang merupakan Formasi Talang Akar.

3. Nilai dari Vshale, Porositas dan Saturasi air di setiap zona produktif untuk sumur ELP-23 adalah berkisar :

Zona 3: Vshale: 12,88 % Por: 19,80 % Sw: 60,74 % Zona4: Vshale: 15,94 % Por: 15,84 %Sw: 48,57 % Zona 5: Vshale: 11,46 % Por:16,22 %Sw: 36,26 %

4. Besarnya potensi hidrokarbon di tunjukan oleh ketebalan Net pay dari lapisan hidrokarbon yang didapat dari hasil pengolahan data Petrofisika. TebalNet Paydari setiap zona produktif adalah:

Zona 3: 47,50 m Zona 4: 5,17 m Zona 5:17,34 m

5. Kadar air rata-rata pada kedalaman 2077-2080 m dari data produksi sumur ELP-23 adalah sebesar 36,85 %, sedangkan kadar air rata-rata


(2)

96 dari hasil pengolahan data logging menggunakan software Geoframe 4.4 adalah sebesar 40,28 %

5.2 Saran

Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan, maka disarankan hal-hal sebagai berikut :

1. Dalam menggunakan metode Inversi menggunakan software Geoframe 4.4, penentuan model litologi disarankan harus tepat berdasarkan interpretasi kualitatif dan crossplot litologi.

2. Perhitungan petrofisik akan lebih tepat apabila didukung dengan ketersediaan data core.

3. Hasil perhitungan petrofisik sebaiknya divalidasi dengan data produksi, sehingga besar persentase error dalam pengolahan data bisa diketahui.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Asquith, George B. 1976. “Basic Well Log Analysis for Geologist”. American

Association of Petroleum Geologist. Oklahoma.

Asquith, George B. dan Daniel A. Krygowski. 2004. “Basic Well Log Analysis, 2nd

Edition”. Tulsa, Oklahoma: AAPG. AAPG Methods in Exploration Series 16.

Bateman, Richard M, 1985. “Open-Hole Log Analysis and Formation Evaluation”.

International Human Resources Development Corporation. Boston.

Bishop, Michele G. 2000. “South Sumatra Basin Province, Indonesia: The

Lahat/Talang Akar-Cenozoic Total Petroleum System”. USGS.

http://pubs.usgs.gov/of/1999/ofr-99-0050/OF99-50S/

Crain, E. R. 1986. “The Log Analysis Handbook, volume 1: Quantitative Log

Analysis Methods”. Tulsa: Pennwell Books. (out of print) Crain’s Petrophysical Handbook, On-line Handbook, http://www.spec2000.net/


(4)

Darling, Toby. 2005. Well Logging and Formation Evaluation. Oxford: Elsevier Publishing Company.

Harsono, Adi. 1997. “Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log”. Schlumberger Oilfield

Services. Jakarta.

Koesumadinata R.P. 1980. “Geologi Minyak dan Gasbumi, Edisi-2. Jilid 1 dan 2”.

Bandung: ITB.

Rider, Malcolm. 2002. “The Geological Interpretation of Well Logs, 2nd Edition,

revised 2002”. Scotland: Whittles Publishing.

O. Serra, 1988, “Fundamentals of Well-Log Interpretation Vo.15a”, Elsevier Science

Publishers, Amsterdam.

Pertamina. 2012. Bab II: “Geological Findings and Reviews”. PT. PERTAMINA EP

(Plan of Further Development Prabumulih, naskah tidak dipublikasi)

Schlumberger. 2009. “Geoframe ELANplus Advanced Petrophysical Interpretation”.

SIS. Jakarta.

Schlumberger. 1989. “Log Interpretation Principles/Application”. Seventh Printing.

Texas.


(5)

Van Bemmelen, R.W., 1949. “The Geology of Indonesia. Vol.IA, General geology of Indonesia and adjachent archipelagos”. Martinus Nihjoff, The Hague, Netherlands

Yulio, P. A. 2011. “Analisa Log Sumur dengan Metoda Probabilistik dan

Deterministik Menggunakan Interactive Petrophysics”. Pertamina

Learning Center (PLC): Bimbingan Profesi Sarjana PT. PERTAMINA EP TAHUN 2010.


(6)

LAMPIRAN 1