Buku I. New Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Berkelanjutan

PEMANFAATAN DAN PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERIKANAN LAUT
BERKELANJUTAN
Tri Wiji Nurani, Domu Simbolon, Akhmad Solihin, Shinta Yuniarta
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan (PSP), Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK), Institut Pertanian Bogor (IPB) merupakan
institusi yang mengemban tugas untuk mengembangkan ilmu dan teknologi
(fishing science and fishing technology) serta seni (arts) dalam merencanakan
dan melaksanakan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya hayati perikanan
Indonesia. Keberadaan departemen ini dimulai dengan terbentuknya Jurusan
Perikanan Darat dan Perikanan Laut yang masing-masing berasal dari Fakultas
Pertanian dan Fakultas Kedokteran Hewan dibawah Universitas Indonesia (UI)
tahun 1963. Pada tahun 1971 terbentuk Bagian Teknik Penangkapan Ikan yang
merupakan gabungan dari Bagian Fishing Method dan Bagian Fishing Gear and
Boat, selanjutnya tahun 1976 menjadi Bidang Keahlian Teknologi dan
Manajemen Penangkapan Ikan, beralih menjadi Jurusan Eksploitasi Sumberdaya
Perikanan tahun 1981, Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan pada tahun
1985 dan menjadi Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan pada tahun
2003.
Pengembangan

keilmuan


di

Departemen

PSP

sejalan

dengan

perkembangan IPTEKS untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya
perikanan di Indonesia, khususnya perikanan laut. Perikanan sesuai dengan
definisi menurut UU No. 34/2001 tentang Perikanan yang diperbaharui dengan
UU No 45/2009 adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumberdaya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam
suatu sistem bisnis perikanan. Pengelolaan perikanan adalah semua upaya,
termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis,
perencanaan,


konsultasi,

pembuatan

keputusan,

alokasi

sumberdaya,

implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundangan di bidang
perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan
untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati dan tujuan yang
telah disepakati.
Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

│1

Berdasarkan definisi perikanan seperti tersebut di atas, terlihat bahwa

perikanan mencakup banyak aspek. Perikanan merupakan sebuah sistem yang
memiliki tujuan. Tujuan dari sistem akan dapat tercapai, jika seluruh aspek yang
ada dalam sstem dapat berfungsi dengan baik, dan secara terpadu mendukung
untuk tercapainya tujuan.
Perikanan Indonesia saat ini belum menunjukkan kondisi yang
menggembirakan. Wilayah laut Indonesia yang luas, yaitu sekitar 80% dari total
wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), dengan besarnya potensi
sumberdaya ikan yang dimiliki belum mampu memberikan manfaat yang besar
bagi pelaku-pelakunya khususnya nelayan. Nelayan masih hidup dalam
kemiskinan, hidup dalam kondisi sosio-ekonomi yang termarjinalkan. Perikanan
belum menjadi sektor andalan yang memberikan kontribusi nyata bagi
pembangunan nasional. Lapangan kerja yang tersedia di sektor perikanan belum
diminati oleh banyak kalangan muda pencari lapangan kerja. Ikan sebagai
sumber protein hewani yang tinggi, belum mampu secara mandiri memenuhi
kebutuhan konsumsi penduduk Indonesia. Akhir-akhir ini yang terjadi justru
sebaliknya, yaitu Indonesia mengimpor ikan dari luar negeri.
Melihat kondisi tersebut, sudah saatnya bagi pelaku-pelaku (stakeholders)
perikanan untuk secara bersama, bersinergi mencari terobosan-terobosan baru
untuk dapat mewujudkan tujuan pembangunan perikanan yang telah
ditetapkan. Departemen PSP sebagai salah satu stakeholder perikanan, melalui

media ilmiah ini memberikan kontribusinya berupa buku yang merupakan hasilhasil penelitian, kajian-kajian ilmiah dan sumbangan pemikiran untuk
pembangunan perikanan Indonesia. Buku ini disusun dalam rangka purnabakti
salah satu profesor dari Departemen PSP yaitu Prof John Haluan. Pada acara ini
diluncurkan dua buah buku yang merupakan kumpulan IPTEKS yang
dikembangkan para dosen di Departemen PSP. Keilmuan Departemen PSP
dikembangkan dalam laboratorium-laboratorium yang ada di Bagian, yang
mencakup lima Bagian yaitu 1) Teknologi Penangkapan Ikan, 2) Teknologi Alat
Penangkapan Ikan, 3) Kapal dan Transportasi Perikanan, 4) Sistem dan Kebijakan
Perikanan Tangkap, serta 5) Kepelabuhanan Perikanan dan Kebijakan
Pengelolaan.

2 │ Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

Buku diberi judul New Paradigm in Marine Fisheries: Pemanfaatan dan
Pe gelolaa

“u berdaya Perika a

Laut Berkela juta .


Paradig a baru

pembangunan perikanan, dalam hal ini perikanan laut, bukan hanya sematamata

mengejar

manfaat

ekonomi,

melainkan

harus

memperhatikan

keberlanjutan sumberdaya. Tulisan yang tersaji dalam buku ini memperlihatkan
ada banyak hal yang perlu diperhatikan dalam pembangunan perikanan
Indonesia. Pengembangan teknologi penangkapan ikan, tidak semata-mata
untuk


menghasilkan

produksi

ikan

yang

banyak,

melainkan

perlu

memperhatikan selektivitas alat, mutu hasil tangkapan, nilai manfaat bagi
nelayan, pengembangan wilayah dan lain sebagainya. Sumberdaya perikanan
juga perlu dikelola dengan baik, agar dapat memberikan manfaat yang optimal
saat ini dan ke depan.
Kumpulan tulisan tersaji dalam dua buku. Pada Buku I ini, diketengahkan

naskah hasil penelitian, kajian ilmiah dan sumbangan pemikiran yang secara
lebih teknis ke arah pemanfaatan sumberdaya perikanan (proses produksi) yang
dilakukan secara berkelanjutan.

Tulisan mencakup diantaranya perlunya

menata kembali (reinvensi) aspek-aspek perikanan tangkap, perkembangan
kegiatan perikanan di Indonesia, perkembangan teknologi penangkapan ikan,
alat penangkapan ikan, kapal perikanan, daerah penangkapan ikan dan
manajemen mutu pada industri perikanan.
Buku II berupa kumpulan naskah hasil penelitian, kajian ilmiah dan
sumbangan pemikiran terkait dengan bidang perikanan laut yang lebih
kompleks. Tulisan diantaranya meliputi opini terhadap kebijakan pemerintah
dalam pengembangan industri perikanan tangkap, pengembangan perikanan
skala industri dan skala kecil, produktivitas usaha perikanan, pengembangan
pelabuhan perikanan, kelembagaan, pemberdayaan nelayan, dan pengelolaan
perikanan.
Wisudo dalam naskahnya yang berjudul

Rei ve ti g Pe ba gu a


Perika a Ta gkap , menyoroti belum optimalnya kontribusi pembangunan subsektor perikanan bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Menurut Wisudo, hal ini
disebabkan oleh terjadinya mis-management atau penanganan yang kurang tepat
dalam pelaksanaan pembangunan perikanan tangkap nasional. Banyak masalahmasalah dalam pelaksanaan pembangunan yang tidak ditangani secara tuntas dan

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

│3

sistematis.

Untuk itu, Wisudo memberikan sumbangan pemikirannya untuk

melakukan reinvensi (menemukan kembali) pembangunan perikanan tangkap
nasional yang tepat agar mampu memberikan manfaat yang optimal untuk
masyarakat dan bangsa Indonesia secara berkelanjutan.
Upaya untuk dapat memanfaatkan sumberdaya perikanan laut Indonesia
memerlukan teknologi penangkapan ikan yang produktif, efektif dan efisien.
Teknologi penangkapan ikan terdiri dari berbagai jenis teknologi yang disesuaikan
dengan


ikan

tujuan

tangkap.

Naskah-naskah

berikut

mengetengahkan

perkembangan perikanan tangkap di Indonesia, infentarisasi unit penangkapan ikan
yang digunakan nelayan, daya tahan bahan atraktor rumpon, desain alternatif bubu
yang efektif untuk menangkap lobster, ujicoba bubu dengan konstruksi yang
berbeda, komposisi hasil tangkapan cantrang, dan selektivitas alat tangkap trawl.
Murdiyanto mensarikan perkembangan perikanan tangkap di Indonesia,
melalui naskah yang berjudul Perika a Ta gkap: Dulu da “ekara g . Menurut
Murdiyanto, perkembangan perikanan tangkap di Indonesia dimulai sekitar tahun

1950-an, yaitu dengan diujicobakannya trawl oleh Yayasan Perikanan Laut (YPL)
Makasar. Selanjutnya dalam naskahnya, Murdiyanto mengetengahkan tahun
1970-1980 merupakan masa kejayaan trawl udang di Indonesia. Bukan hanya
trawl saja, tetapi pada masa itu teknologi penangkapan ikan (gear and methods)
berkembang pesat mulai dari gillnet, pancing, purse seine dan sebagainya. Saat
itu sumberdaya ikan masih melimpah, sehingga peluang pertumbuhan dan
perkembangan perikanan tangkap sangat prospektif dan menjanjikan
keuntungan yang cukup besar. Setelah tahun 1980-an, perikanan tangkap
Indonesia mulai menurun seiring dengan pelarangan pengoperasian trawl di
Indonesia. Berbagai hambatan dalam perikanan tangkap dikemukakan dalam
naskah ini, yang menjadi gambaran kondisi perikanan tangkap saat ini. Industri
perikanan saat ini telah berkembang dengan teknologi yang canggih dalam
persaingan yang semakin keras dan ketat, serta bayangan sumberdaya yang
semakin menyusut (depleted and over exploited). Pada akhir naskahnya,
Murdiyanto menyarankan untuk mencari upaya terobosan dan inovasi baru
dalam

menghadapi

berbagai


isyu

yang

kuat

pengaruhnya

terhadap

perkembangan perikanan tangkap, agar kebutuhan hidup berupa makanan dari

4 │ Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

laut tetap dapat dihasilkan dengan tetap menjaga keberlanjutan hidup sumber
daya laut itu sendiri.
Iska dar

elakuka

Infentarisasi Unit Penangkapan Pukat Kantong yang

Digunakan oleh Nelayan di desa Mayangan Kabupaten Subang .

U it

penangkapan ikan terdiri atas kapal, nelayan dan alat tangkap. Sesuai dengan
keahliannya, Iskandar lebih mengulas unit penangkapan ikan dari segi alat
tangkapnya. Sebuah alat penangkap ikan mempunyai ukuran dan konstruksi
yang berbeda untuk tiap wilayah. Perbedaan ukuran dan konstruksi alat tangkap
di beberapa wilayah Indonesia terjadi sebagai proses adaptasi terhadap daerah
penangkapan ikan, ketersediaan bahan baku, maupun ketersediaan dana. Selain
ukuran dan konstruksi, perbedaan alat tangkap di suatu wilayah juga tergantung
dari jenis sumberdaya ikan yang ada. Iskandar memberikan contoh, di Perairan
Indonesia bagian Timur nelayan banyak mengoperasikan alat tangkap pole and
line atau yang biasa disebut huhate sedangkan di Pantai Utara Jawa tidak ada
nelayan yang mengoperasikan huhate. Hal ini dikarenakan, sumberdaya tuna
dan cakalang yang menjadi target utama pole and line tersedia secara melimpah
di perairan Indonesia bagian Timur, sedangkan di perairan Pantai Utara Jawa
tidak terdapat sumberdaya tuna dan cakalang. Iskandar secara lebih spesifik
menginfentarisasi alat tangkap pukat kantong yang ada di perairan Subang.
Terdapat dua jenis alat tangkap yaitu payang dan dogol. Kedua alat tangkap ini
memiliki tujuan penangkapan yang berbeda. Payang untuk menangkap ikan
pelagis, sedangkan dogol untuk menangkap ikan demersal.
Yusfiandayani melakukan penelitian mengenai Perbedaa Daya Taha
Baha Atraktor terhadap Hasil Ta gkapa Ika Pelagis di “ekitar Ru po .
Penerapan teknologi rumpon akan memberikan kepastian mengenai daerah
penangkapan, hal ini akan berkaitan dengan peningkatan efisiensi dan
efektivitas operasi penangkapan ikan. Salah satu bagian dari konstruksi rumpon
adalah atraktor yang berfungsi untuk memikat ikan agar berkumpul di sekitar
rumpon. Belum diketahui apakah ikan yang berkumpul di sekitar atraktor yang
berupa daun-daun alami disebabkan karena perbedaan struktur anatomi dan
morfologi daun; komposisi dan kelimpahan plankton di sekitar atraktor sebagai
awal terjadinya food web serta interaksi biologi perifiton yang menempel pada
daun sebagai indikator adanya sumber makanan bagi ikan. Penelitian dilakukan

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

│5

Yusfiandayani untuk melihat perbedaan daya pikat daun-daun yang
dihubungkan dengan interaksi ikan pelagis di sekitar rumpon dan pengungkapan
mekanisme berkumpulnya ikan di sekitar rumpon..

Yusfiandayani

menyimpulkan bahwa 1) atraktor daun kelapa memiliki daya tahan yang lebih
kuat dibandingkan atraktor daun nipah dan daun pinang, 2) kepadatan dan
dominansi perifiton serta plankton yang tertinggi terdapat pada rumpon yang
menggunakan atraktor dari daun kelapa, dan 3) keragaman spesies ikan
terbanyak berada di sekitar atraktor dari daun kelapa.
Riyanto, Purbayanto dan Leo melakukan penelitian tentang Ko posisi
Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa
Ti ur . Cantrang merupakan alat tangkap yang memiliki produktivitas tinggi,
selektif terhadap hasil tangkapan ikan demersal, mudah dibuat dan
perawatannya serta relatif tidak memakan biaya tinggi. Tujuan penelitian yang
dilakukan adalah menghitung komposisi hasil tangkapan utama dan hasil
tangkapan sampingan dan keanekaragaman serta dominansi hasil tangkapan
cantrang. Penelitian dilakukan dengan mengikuti operasi penangkapan ikan
dengan alat tangkap cantrang. Hasil penelitian menunjukkan perbandingan
antara hasil tangkapan utama dengan hasil tangkapan sampingan yaitu 51%
berbanding 49%. Indeks keanekaragaman sebesar 0,57 yang berarti bahwa
keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah. Indeks dominansi sebesar 0,77
yaitu dominansi ikan pepetek (Leiognathus sp.) cukup tinggi.
Zulkarnain mencoba mengembangkan desain bubu lobster yang efektif,
melalui naskah yang berjudul “tudi Pe dahulua Alat Ta gkap Bubu Lobster:
Upaya Pengembangan Desain Bubu Lobster yang Efektif . Spiny lobster (Panulirus
spp.) merupakan komoditas ikan unggulan yang memiliki nilai ekonomis penting
dalam perdagangan tingkat lokal maupun internasional. Perikanan lobster di
Indonesia, merupakan usaha perikanan skala kecil, namun memberikan
keuntungan usaha yang besar. Penggunaan bubu untuk kegiatan penangkapan
lobster secara komersial belum banyak dilakukan, karena bubu yang digunakan
oleh nelayan selama ini hanya untuk menangkap ikan, rajungan dan kepiting
bakau. Untuk itu perlu dikembangkan bubu lobster yang efektif. Desain baru
dirancang berdasarkan pertimbangan-pertimbangan teknis hasil dari kajiankajian sebelumnya terkait dengan alat tangkap bubu lobster. Desain bubu
6 │ Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

lobster yang diperkirakan efektif menurut Zulkarnain adalah bubu lipat satu
pintu samping bentuk kotak dan bubu lipat satu pintu atas bentuk trapesium,
keduanya dipasang dengan pemicu pintu masuk yang berbentuk kisi-kisi.
Iskandar dan Rusdi melakukan ujicoba bubu menggunakan celah pelolosan
yang berbeda untuk mengurangi hasil tangkapan sampingan (by catch), melalui
kajian Keraga a “pesies Hasil Ta gkapa Bubu Lipat ya g Me ggu aka Celah
Pelolosan yang Berbeda di Perairan Mayangan Kabupaten Subang . Nelayan di
Perairan Desa Mayangan menggunakan bubu lipat untuk menangkap kepiting
dan berbagai jenis spesies demersal. Berdasarkan kajian-kajian sebelumnya
menunjukkan bahwa, ikan-ikan yang berukuran kecil maupun non target species
memiliki peluang yang besar untuk tertangkap pada bubu. Tingginya keragaman
spesies yang tertangkap pada bubu, mengindikasikan hasil tangkapan
sampingan pada bubu sangat tinggi. Saat ini hasil tangkapan sampingan menjadi
masalah yang serius di percaturan global karena dianggap sebagai salah satu
penyebab penurunan stok ikan di beberapa bagian dunia. Ujicoba konstruksi
bubu dengan menggunakan beberapa tipe celah pelolosan berupaya untuk
meningkatkan selektivitas alat tangkap.

Iskandar dan Rusdi menyimpulkan

bahwa, konstruksi bubu dengan celah pelolosan berbentuk kotak menurunkan
keragaman hasil tangkapan.
Upaya untuk meningkatkan selektivitas alat tangkap trawl dilakukan oleh
Wahju melalui kajian Selektivitas Alat Tangkap Trawl Berdasarkan Tingkah
Laku serta Morfologi Ikan Hasil Tangkapan Sampingan . Trawl merupakan alat
tangkap yang efektif dalam memanfaatkan sumberdaya ikan demersal.
Pembuangan hasil tangkapan sampingan pada perikanan trawl telah menjadi
perhatian dunia karena berdampak terhadap lingkungan serta sumberdaya ikan.
Wahju memberikan kontribusi pemikirannya untuk mengatasi permasalahan
tingginya by catch pada perikanan trawl melalui perbaikan teknologi
penangkapan ikan. Perbaikan teknologi dilakukan dengan memperhatikan faktor
biologi seperti tingkah laku ikan, karakteristik morfologi jenis ikan yang
tertangkap, serta faktor teknis terkait dengan dimensi ukuran dari codend.
Perkembangan perikanan laut tidak terlepas dari perkembangan kapal
perikanan. Kapal perikanan merupakan salah satu komponen penting dalam
industri perikanan. Kapal dipergunakan untuk melakukan operasi penangkapan

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

│7

ikan atau mendukung kegiatan operasi penangkapan ikan. Berbagai kajian kapal
perikanan dipaparkan pada bagian berikut, yaitu aspek tekno ekonomi
pembangunan kapal, strategi untuk pengembangan galangan kapal dan kajian
resiko kapal sebagai alat transportasi benih ikan.
Iskandar, Sobari dan Kalyana

elakuka kajia

e ge ai Tekno Ekonomi

Kapal Gillnet di Kalibaru dan Muara Angke Jakarta Utara . “aat i i lebih dari
90% kapal penangkap di Indonesia beroperasi di perairan pantai. Sebagian besar
kapal tersebut dibangun pada galangan kapal tradisional. Aspek tekno ekonomi
merupakan aspek yang penting dalam membangun kapal ikan, namun di
galangan kapal tradisional aspek tersebut belum begitu diperhatikan. Aspek
teknik meliputi proses desain, pembangunan konstruksi kapal dan ujicoba
pengoperasian kapal. Aspek ekonomi terkait dengan perhitungan biaya yang
dikeluarkan untuk membuat kapal. Kajian dilakukan dengan mengikuti proses
pembuatan kapal di galangan kapal yang ada di Kalibaru dan Muara Angke. Hasil
kajian menunjukkan bahwa secara teknis pembangunan kapal di galangan kapal
tradisional Kalibaru dan Muara Angke masih menggunakan cara tradisional.
Ukuran balok-balok konstruksi yang digunakan umumnya masih dibawah ukuran
yang disyaratkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Secara ekonomi, biaya
pembuatan kapal akan dipengaruhi oleh ukuran kapal yang dibuat, upah tenaga
kerja, harga bahan baku dan biaya sewa lahan.
Kur iawati

e yu ba gka

pe ikira

ya

elalui

Strategi

Pengembangan Industri Galangan Kapal Tradisional dalam Mendukung
Pengembangan Industri Perikanan Tangkap di Indonesia . Kapal merupakan
sarana utama yang diperlukan untuk melakukan kegiatan perikanan, seperti
pengangkutan, penangkapan ikan, dan penelitian. Galangan kapal merupakan
tempat untuk membangun dan memperbaiki kapal. Kurniawati menyatakan
betapa pentingnya peranan galangan kapal bagi pengembangan industri
perikanan tangkap di Indonesia. Berdasarkan tingkat teknologinya, galangan
dapat dibedakan menjadi 3, yaitu galangan modern, semi modern dan
tradisional. Galangan kapal modern lebih diperuntukkan membangun kapal baja
atau fiber. Galangan kapal tradisional untuk pembangunan kapal kayu. Kapal
penangkap ikan umumnya dibuat di galangan kapal tradisional. Penggunaan
armada yang lebih besar merupakan salah satu upaya mengembangkan industri
8 │ Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

perikanan tangkap di Indonesia, untuk itu perlu didukung oleh kesiapan
galangan sebagai salah satu industri penunjang. Beberapa strategi dikemukaan
Kurniawati untuk pengembangan galangan kapal perikanan di Indonesia.
Kapal perikanan tidak saja digunakan untuk melakukan kegiatan operasi
penangkapan ikan, melainkan digunakan juga untuk transportasi hasil
tangkapan atau pengangkutan benih ikan. Untuk keperluan ini, kapal perlu
didesain agar dapat mempertahankan kualitas dari muatannya.
Iska dar, Murdiya to, Wiryawa da Hariya to.

elakuka pe elitia

Novita,
Kajian

Resiko Kapal Pengangkut Ikan Hidup untuk Pengangkutan Benih Kerapu Bebek
Cromileptes Altivelis . Kapal untuk pengangkutan ikan hidup banyak digunakan
di Kepulauan Natuna dan Batam, yaitu untuk mengangkut benih ikan kerapu.
Transportasi benih dilakukan dengan sistem opened hull , yaitu transportasi
terbuka yang umumnya digunakan untuk mengangkut ikan ukuran konsumsi
atau ukuran benih dengan panjang badan minimal 16 cm.

Benih yang

ditransportasikan dengan sistem ini memiliki tingkat survival yang rendah yaitu
sekitar 80% atau kurang. Tingkat survival ini menjadi perhatian penting, karena
faktor harga yang mahal dari benih ikan kerapu. Harga ditentukan oleh ukuran
panjang benih.

Novita, Iskandar, Murdiyanto, Wiryawan dan Hariyanto

melakukan kajian risiko jika kapal digunakan untuk mengangkut benih ikan yang
berukuran lebih kecil. Kesimpulan hasil penelitian yang dilakukan diantaranya
yaitu bahwa, resiko sangat tinggi. Solusi untuk mengurangi resiko diantaranya
yaitu memodifikasi palka, memperbaiki sistem sirkulasi dan memperhitungkan
densitas benih yang diangkut.
Kepastian daerah penangkapan ikan (fishing ground) merupakan salah
satu faktor penting untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penangkapan
ikan. Pendugaan daerah penangkapan ikan dapat dilakukan dengan beberapa
metode, salah satunya adalah dengan penginderaan jarak jauh. Wahyuningrum
da

“i bolo

e yu ba gka

pe ikira

ya dala

Aplikasi Penginderaan

Jauh untuk Pendeteksian Beberapa Parameter Oseanografi dalam Pendugaan
Daerah Penangkapan Ikan . Keberadaan ikan berkaitan erat dengan tingkah
laku ikan yang berhubungan dengan parameter oseanografi di suatu perairan
seperti suhu, salinitas, arus, dan kelimpahan fitoplankton atau sumber
makanannya. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dan ketersediaan data

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

│9

oseanografi secara time series dan real time menjadi faktor penting untuk
pendugaan

daerah

penangkapan

ikan.

Wahyuningrum

dan

Simbolon

mengetengahkan salah satu metode alternatif untuk penyediaan data
oseanografi secara time series dan real time. Beberapa parameter oseanografi
yang biasa digunakan dalam penentuan daerah potensial penangkapan ikan
dipaparkan dalam tulisan ini.
estimasi

parameter-parameter

Selain itu juga dijelaskan metode atau cara
tersebut

dengan

menggunakan

data

penginderaan jauh; satelit, daerah spektral dan hubungannya dengan pemilihan
kanal/band yang digunakan untuk estimasi parameter oseanografi; validasi data
hasil estimasi penginderaan jauh dan insitu; riset-riset yang telah dilakukan di
Departemen PSP menggunakan data penginderaan jauh serta masukan untuk
riset selanjutnya.
Komoditi ikan merupakan komoditi yang cepat mudah busuk. Faktor
kualitas dan keamanan pangan merupakan isu penting yang harus diperhatikan
dari produk perikanan.

Permasalahan kualitas ikan tidak saja merupakan

tanggungjawab bagian prosesing. Upaya untuk pengendalian kualitas ikan dari
produk perikanan laut, dimulai dari proses penangkapan ikan, penanganan di
atas kapal, penanganan di pelabuhan perikanan, dan selama distribusi
transportasi ke tangan konsumen. Kegiatan industri perikanan Indonesia ke
depan haruslah berorientasi untuk menghasilkan produk-produk ikan yang
bermutu dan aman dikonsumsi. Penerapan manajemen mutu dalam kegiatan
industri perikanan sudah merupakan keharusan. Prinsip-prinsip dari manajemen
mutu hazard analysis critical control points (HACCP) dapat diterapkan dalam
kegiatan industri perikanan untuk menjamin mutu produk yang dihasilkan.
Nurani memberikan kontribusi pemikirannya melalui naskah berjudul
Manajemen Mutu dalam Industri Perikanan .

Penelitian-penelitian terkait

dengan mutu, standar mutu (HACCP, ISO 9000 dan ISO 14000) serta
penggunaan alat statistik untuk peningkatan mutu telah banyak dilakukan di
Departemen PSP. Peraturan perundang-undangan terkait dengan mutu produk
perikanan telah di atur dengan sangat jelas. Salah satunya adalah Keputusan
Menteri Kelautan dan Perikanan RI Nomor KEP. 01/MEN/2007 mengenai
Persyaratan Jaminan Mutu dan Keamanan Pangan Produk-Produk Perikanan,
Mulai dari Proses Produksi, Pengolahan dan Distribusi. Dalam kenyataannya
10 │ Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

aplikasi peraturan ini di lapangan sangat sulit untuk diterapkan. Kapal-kapal
perikanan sangat bervariasi dalam ukuran, desain dan konstruksi serta tujuan
penangkapan ikan. Berbagai hal dapat menjadi kendala diantaranya terkait
dengan kapasitas muat dan ruangan kapal, pengaturan tata letak untuk
mencegah terjadinya kontaminasi produk, ketersediaan prasarana dan sarana
untuk menjaga mutu produk dalam penanganan dan penyimpanan,
ketersediaan sumberdaya manusia nelayan yang paham akan pentingnya mutu
ikan, ketersediaan sumberdaya modal dan kemampuan manajemen ABK untuk
penerapan manajemen mutu di atas kapal. Kendala-kendala tersebut perlu
dicarikan solusinya melalui kajian-kajian ilmiah.

Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Perikanan Laut Berkelanjutan

│ 11

REINVENTING PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP
Sugeng Hari Wisudo
PENDAHULUAN
Secara umum pembangunan perikanan tangkap di Indonesia sejak
berdirinya Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengalami beberapa
kemajuan yang secara faktual dapat dirasakan bersama. Walaupun demikian,
hingga kini hasil pembangunan sub-sektor ini belum memberikan kontribusi
yang signifikan atau optimal bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Hal
tersebut dapat terlihat jelas bila membandingkannya dengan hasil
pembangunan perikanan tangkap di salah satu negara tetangga terdekat, yakni
Thailand. Padahal, Indonesia memiliki sumberdaya perikanan laut yang jauh
lebih besar dan kaya dibandingkan negara tersebut. Bahkan, ironisnya subsektor perikanan tangkap Indonesia justru masih berkutat dan disibukkan
dengan masalah klasik yang sebenarnya telah lama dihadapi di masa lalu.
Namun, akibat tidak pernah diselesaikan secara sistematis dan tuntas,
menyebabkan masalah tersebut menjadi semakin kompleks dan meluas serta
semakin sulit untuk ditanggulangi.
Masalah klasik yang dihadapi sub-sektor perikanan tangkap nasional,
diantaranya adalah belum seimbangnya pemanfaatan sumberdaya ikan di
perairan laut Indonesia sesuai dengan daya dukungnya, keterbatasan
kemampuan dan kemiskinan yang masih menjerat sebagian besar masyarakat
nelayan Indonesia, struktur armada perikanan tangkap nasional masih sangat
didominasi yaitu lebih dari 90% oleh usaha skala kecil, pemanfaatan fungsi
pelabuhan perikanan yang belum optimum, masih maraknya aksi illegal fishing
(penangkapan ikan ilegal), iklim usaha perikanan tangkap yang belum kondusif,
dan masih minimnya dukungan dari sektor/sub-sektor lain terhadap
pembangunan perikanan tangkap. Selain itu, seperti disebutkan sebelumnya,
yakni akibat tidak sistematis dan tuntasnya dalam mengatasi masalah klasik
tersebut diatas, maka masalah yang ada tersebut menjadi meluas dan
menimbulkan masalah baru lain yangmerupakan turunan atau akibat akumulasi

Reinventing Pembangunan Perikanan Tangkap│ 13

masalah-masalah sebelumnya, seperti kurangnya bahan baku untuk industri
pengolahan hasil perikanan nasional, impor ikan yang cenderung semakin
meningkat dari tahun ke tahun, rendahnya daya saing global dari produk
perikanan, dan lain sebagainya.
Akibat masalah-masalah tersebut di atas, tidak sedikit kerugian yang
ditimbulkan bagi masyarakat atau Negara. Sebagai salah satu contoh akibat
maraknya aktivitas penangkapan ikan ilegal (illegal fishing) di perairan laut
Indonesia, ditaksir sekitar 1 juta ton ikan dicuri armada perikanan asing setiap
tahun. Bila dihargai dengan uang, maka sekitar 2 milyar dolar AS yang
langsung hilang akibat kegiatan tersebut. Akan jauh lebih besar kerugian
Negara bila diperhitungkan tenaga kerja yang tidak terserap, industri
pengolahan ikan yang macet karena tidak ada bahan baku, serta deplesi
sumberdaya ikan (Nikijuluw 2005).
Dengan memperhatikan kondisi tersebut di atas, dapat diperkirakan bahwa
pelaksanaan pembangunan perikanan tangkap nasional selama ini masih terjadi
mis-management atau penanganan yang kurang tepat, yang terjadi hampir di
seluruh komponen atau aspek sistem perikanan tangkap, sehingga untuk
mengatasinya tidak mungkin dapat dilakukan secara parsial saja. Oleh karena itu,
perlu untuk mereinvensi (menemukan kembali) pembangunan perikanan
tangkap nasional yang tepat agar mampu memberikan manfaat yang optimal
untuk masyarakat dan bangsa Indonesia secara berkelanjutan.

PRINSIP PEMBANGUNAN PERIKANAN TANGKAP
Food Agriculture Organization/FAO (1995) dalam Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF) telah mengamanatkan bahwa pembangunan
perikanan tangkap harus direncanakan dan dilakukan secara baik dan
bertanggungjawab. Secara umum, makna perikanan tangkap bertanggungjawab
adalah identik dengan melaksanakan pembangunan perikanan tangkap yang
berkelanjutan.Kemudian, Charles (2001) dalam paradigmanya tentang Sustainable
Fisheries System menyatakan bahwa, pembangunan perikanan tangkap harus
dilakukan secara berkelanjutan melalui akomodasi empat aspek keberlanjutan,

14 │Reinventing Pembangunan Perikanan Tangkap

PERIKANAN TANGKAP: DULU DAN SEKARANG
Bambang Murdiyanto
PERIKANAN TANGKAP: DULU
Pernah nonton film Forrest Gump? Film tersebut produksi tahun 1984
bercerita tentang peristiwa awal tahun 1970-an, dibintangi oleh aktor Tom Hank
yang memerankan seorang anak yang agak terbelakang tetapi jujur, setia kawan,
polos dan sangat menyayangi ibunya. Ia juga mempunyai sahabat berkulit hitam
Bubba dan komandannya sewaktu perang Vietnam yaitu Letnan Dan. Ia setia
mencintai Jenny, kawan bermainnya sejak kecil. Sebelum Bubba meninggal
dalam perang, ia mengemukakan cita-citanya ingin menjadi kapten kapal
penangkap udang (shrimp trawler). Hal ini begitu berkesan bagi Forrest Gump
dan berjanji akan merealisir cita-cita sahabatnya itu. Dari hasil iklan serta
kemahirannya bermain pingpong ia mendapat uang sebesar 25 ribu USD, dan
uang tersebut dibelikannya sebuah kapal srimp trawl. Mula-mula, Forrest Gump
sebagai kapten kapal dan seorang kelasi yaitu Letnan Dan selalu gagal
mendapatkan udang. Setelah selamat dari hantaman hurricane (badai), operasi
penangkapan udangnya sukses mendapatkan hasil tangkapan yang banyak dan
ia memperoleh untung besar. Kemudian uangnya ditanamkan oleh Letnan Dan
di perusahaan Apple computer, sehingga mereka berhasil jadi jutawan. Foto
Forrest Gump bersama Letnan Dan di kapal shrimp trawl sempat menghiasi
cover majalah Fortune, majalah tentang para jutawan sukses. Sebuah film
tentang kesetia-kawanan. Tetapi bukan itu yang akan saya tekankan dari cerita
di film ini. Mungkin usaha penangkapan udang yang diangkat dalam film ini
sesuai untuk merepresentasikan kondisi perikanan tangkap khususnya shrimp
trawl masa dulu.
Di bawah ini dapat dilihat bahwa tingkat produksi perikanan tangkap
dunia dan negara Cina sejak tahun 1950-an terus meningkat, mulai dari 20 juta
ton sampai mencapai sekitar 80 juta ton pada tahun 2002 (FAO 2005). Ini
berarti bahwa produksi meningkat sekitar empat kali lipat selama kurun waktu
50 tahun. Gambar 2 memperlihatkan bahwa Indonesia menduduki peringkat ke
Perikanan Tangkap : Dulu Sekarang │33

INVENTARISASI UNIT PENANGKAPAN PUKAT KANTONG YANG
DIGUNAKAN OLEH NELAYAN DI DESA MAYANGAN KABUPATEN SUBANG
Dahri Iskandar
PENDAHULUAN
Alat penangkap ikan merupakan salah satu aspek penting dalam proses
penangkapan ikan. Salah satu keberhasilan usaha penangkapan ikan sangat
tergantung dari kinerja alat tangkap yang digunakan. Alat penangkap ikan
adalah sarana dan perlengkapan yang dapat digunakan untuk menangkap atau
mengumpulkan ikan. Selain alat tangkap, komponen yang turut menunjang
keberhasilan usaha penangkapan ikan adalah kapal penangkap ikan dan nelayan
yang membentuk satu kesatuan yang disebut sebagai unit penangkapan ikan.
Sebuah alat penangkap ikan mempunyai ukuran dan konstruksi yang
berbeda untuk tiap wilayah. Perbedaan ukuran dan konstruksi alat tangkap di
beberapa wilayah Indonesia terjadi sebagai proses adaptasi terhadap daerah
penangkapan ikan, ketersediaan bahan baku, maupun dana (Iskandar 2009).
Adanya perbedaan konstruksi dan ukuran alat tangkap yang diadaptasi di suatu
wilayah, maka suatu jenis alat tangkap yang sama, terkadang seringkali memiliki
variasi ukuran, bentuk dan bahan pembuatnya. Sebagai contoh alat tangkap
muroami yang diadaptasi oleh masyarakat di Kepulauan Seribu memiliki ukuran
dan konstruksi yang berbeda dengan yang diadaptasi oleh nelayan di Ternate
dan Tidore (Subani dan Barus 1982).
Selain ukuran dan konstruksi, perbedaan alat tangkap di suatu wilayah
juga tergantung dari sumberdaya yang terdapat pada wilayah perairan tersebut.
Sebagai contoh, di Perairan Indonesia bagian Timur nelayan banyak
mengoperasikan alat tangkap pole and line atau yang biasa disebut huhate
sedangkan di Pantai Utara Jawa tidak ada nelayan yang mengoperasikan huhate.
Hal ini dikarenakan, sumberdaya tuna dan cakalang yang menjadi target utama
pole and line tersedia secara melimpah, sedangkan di perairan Pantai Utara
Jawa tidak terdapat sumberdaya tuna dan cakalang. Dengan adanya keragaman
jenis maupun ukuran alat tangkap yang terdapat di perairan Indonesia, maka
Inventarisasi Unit Penangkapan Pukat Kantong yang Digunakan oleh Nelayan di Desa Mayangan Kabupaten Subang │45

tulisan ini bertujuan untuk mendeskripsikan jenis alat tangkap yang terdapat di
Perairan Kabupaten Subang, Jawa Barat.
METODE PENGAMBILAN DATA
Data mengenai pukat kantong yang ada di Desa Mayangan, Kabupaten
Subang diambil melalui survei. Survei dilakukan pada bulan Juli 2009. Survei
dilakukan dengan mengukur tiga sampel alat tangkap pukat kantong yang ada di
Desa Mayangan Kabupaten Subang serta dengan membuat kuesioner yang
berisi daftar pertanyaan yang meliputi bagian-bagian alat tangkap, daerah
penangkapan ikan, jenis alat tangkap, hasil tangkapan dan lain-lain. Jenis alat
tangkap yang termasuk ke dalam klasifikasi pukat kantong menurut Subani dan
Barus (1989) meliputi payang, dogol, pukat pantai dan lampara. Pada survei
yang dilakukan pada bulan Juli 2009, jenis alat tangkap pukat kantong yang
dijumpai adalah payang dan dogol.
DESKRIPSI UNIT PENANGKAPAN
Payang
Deskripsi alat
Payang adalah alat penangkap ikan yang sudah lama dikenal dan
digunakan oleh nelayan Indonesia. Alat tangkap ini termasuk ke dalam
kelompok pukat kantong (seine net) atau lebih dikenal dengan nama Danish
seine. Adapun alat tangkap ini terdiri dari tiga bagian utama yaitu sayap, badan
dan kantong.
Payang dioperasikan di permukaan dengan tujuan untuk menangkap
ikan-ikan pelagis. Pada pengoperasiannya, alat tangkap ini dioperasikan dengan
melingkari kawanan ikan kemudian jaring ditarik ke atas geladak kapal.
Pengoperasian payang dapat dilakukan baik pada siang hari maupun pada
malam hari. Adapun alat tangkap payang di Subang hanya dioperasikan di
Perairan Ciasem pada siang hari.

46 │ Inventarisasi Unit Penangkapan Pukat Kantong yang Digunakan oleh Nelayan di Desa Mayangan Kabupaten Subang

PERBEDAAN DAYA TAHAN BAHAN ATRAKTOR TERHADAP HASIL
TANGKAPAN IKAN PELAGIS DI SEKITAR RUMPON
Roza Yusfiandayani
ABSTRACT
Rumpon (Fish Aggregating Device) as an auxiliary gear operated in Pasauran
waters, Sunda strait was longer and more widely used in Indonesia to catch
pelagic fish. For this purpose, analysis were conducted on the anatomy and
orphology of 3 ki ds of ru po ’s attractor aterials, i.e Cocos ucifera, Nypa
fructican and Areca catechu leaves. The genus composition of plankton and
periphyton were identified. Experimental fishing was conducted by using payang
Bugis. Identification and composition of pelagic fish were identified in this
research with different attractor material in all seasons. The result show that the
Cocos nucifera leaves are the best attractor material based on the thickness of
cuticle, thickness of epidermis, density of periphyton, number of fish species and
durability in all seasons.
Keywords: attractor materials, fish aggregating device, fishing season

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Keberadaan ikan pelagis sebagai komoditi perdagangan dari sektor
perikanan di Indonesia merupakan salah satu sumberdaya yang menempati
posisi besar, baik sebagai komoditi ekspor maupun komoditi yang dikonsumsi
dalam negeri untuk memenuhi kebutuhan gizi nasional. Ikan pelagis dapat
dikelompokkan menjadi dua yaitu ikan pelagis besar dan ikan pelagis kecil. Ikan
pelagis besar diantaranya adalah ikan cakalang, tuna, tenggiri dan sebagainya.
Ikan pelagis kecil adalah layang, kembung, selar, sunglir, terbang, lemuru,
tembang, tanjau, siro, julung-julung, teri dan sebagainya.
Alat tangkap yang umum digunakan untuk menangkap ikan pelagis adalah
jaring insang, jaring insang lingkar, payang, bagan, purse seine, troll line, pole
and line, hand line dan sebagainya. Alat tangkap yang menggunakan alat bantu

Perbedaan Daya Tahan Bahan Atraktor Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Pelagis di Sekitar Rumpon│57

KOMPOSISI HASIL TANGKAPAN CANTRANG DI PERAIRAN BRONDONG,
KABUPATEN LAMONGAN, JAWA TIMUR
Mochammad Riyanto, Ari Purbayanto, dan Achmad A. Leo
ABSTRAK
Cantrang merupakan alat tangkap yang memiliki produktivitas tinggi, selektif
terhadap hasil tangkapan ikan demersal, mudah dibuat dan perawatannya
relatif tidak memakan biaya tinggi. Tujuan penelitian ini adalah untuk
menghitung komposisi hasil tangkapan utama dan hasil tangkapan sampingan
dan menentukan keanekaragaman serta dominansi hasil tangkapan cantrang.
Penelitian ini dilakukan dengan mengikuti operasi unit penangkapan cantrang
selama enam hari dengan menggunakan KM. Semi Jaya yang berbasis di
Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur.
Hasil penelitian menunjukkan perbandingan antara hasil tangkapan utama
dengan hasil tangkapan sampingan yaitu 51% terhadap 49%. Bobot total hasil
tangkapan utama yang didapat adalah 1700 kg, terdiri dari 9 jenis ikan,
sedangkan bobot total hasil tangkapan sampingan adalah 1615 kg, terdiri dari 16
spesies. Nilai indeks keanekaragaman sebesar 0, 57 yang berarti bahwa
keanekaragaman hasil tangkapan cukup rendah. Indeks dominansi sebesar 0,77
yang berarti bahwa dominansi ikan pepetek (Leiognathus sp.) cukup tinggi.
Kata kunci: cantrang, diversity, dominansi, hasil tangkapan, komposisi,
Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong,

Komposisi Hasil Tangkapan Cantrang di Perairan Brondong, Kabupaten Lamongan, Jawa Timur │85

STUDI PENDAHULUAN ALAT TANGKAP BUBU LOBSTER: UPAYA
PENGEMBANGAN DESAIN BUBU LOBSTER YANG EFEKTIF
Zulkarnain
ABSTRACT
Spiny lobster (Panulirus spp) is a leading marine fishery commodities which have
important economic value in the trade in local and international level. Lobster
fishing activities is one of the mainstay of fishing operations for fishermen,
because the lobster catch minimum quantity and quality of excellence will
continue to provide business benefits as well as increased revenue. In Indonesia,
fishermen catch lobster with a simple gear and small-scale level of fishing effort.
Use of pots for the commercial lobster fishing activity has not been much done,
because the pots used by fishermen so far just to catch fish, blue swimming crab
and mud crab. This research has been conducted on January to July 2010 by
using the method of desk study. Purpose of this study was to examine the
development of design and costruction of lobster pots as the basis for efforts to
develop effective design. Based on research, has produced two draft design
drawings of pots, namely box type of collapsible lobster pot with single side
entrance and trapezoidal type of collapsible lobster pot with single top entrance
both of which are fitted with trigger entrances.
Keywords: design development, lobster pot

Studi Pendahuluan Alat Tangkap Bubu Lobster : Upaya Pengembangan Desain Bubu Lobster yang Efektif

│103

ABSTRAK
Spiny lobster (Panulirus spp) merupakan komoditas perikanan laut unggulan
yang memiliki nilai ekonomis penting dalam perdagangan lokal maupun
internasional. Kegiatan penangkapan lobster merupakan salah satu kegiatan
usaha perikanan tangkap andalan bagi masyarakat nelayan, karena dengan
kuantitas hasil tangkapan lobster minimum dan kualitas yang prima, akan tetap
memberikan keuntungan usaha sekaligus peningkatan pendapatannya. Di
Indonesia, nelayan menangkap lobster dengan alat tangkap yang sederhana dan
tingkat usaha penangkapan skala kecil. Penggunaan bubu untuk kegiatan
penangkapan lobster secara komersial belum banyak dilakukan, karena bubu
yang digunakan oleh nelayan selama ini hanya untuk menangkap ikan, rajungan
dan kepiting bakau. Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Januari-Juli 2010
dengan menggunakan metode desk study. Tujuan penelitian ini adalah untuk
mempelajari perkembangan rancang bangun bubu lobster sebagai dasar upaya
pengembangan desain yang efektif.
Berdasarkan penelitian, diperoleh
rancangan gambar desain bubu lipat satu pintu samping bentuk kotak dan bubu
lipat satu pintu atas bentuk trapesium keduanya dipasang dengan pemicu pintu
masuk.
Kata kunci: bubu lobster, pengembangan desain

104│ Studi Pendahuluan Alat Tangkap Bubu Lobster : Upaya Pengembangan Desain Bubu Lobster yang Efektif

KERAGAMAN SPESIES HASIL TANGKAPAN BUBU LIPAT YANG
MENGGUNAKAN CELAH PELOLOSAN YANG BERBEDA DI PERAIRAN
MAYANGAN KABUPATEN SUBANG
Dahri Iskandar dan Rusdi
ABSTRACT
The objective of this experiment was to determine the effect of escape vent on
the catch diversity of pot operated by local fishermen, in Subang. The fishing
experiment was carried out from May to June. The fishing experiment used pot
with various shape of escape vent i.e.square, circle, Ship Same Side Corner
Rectangle
(S3CR) and pot without escape vent as control. The result of
experiment indicated that catch of pot was dominated by mud crab (Scylla sp)
which constituted 36% of total catch. Pot with circle escape vent caught 6
species, followed by S3CR escape vent caught 5 species and square escape vent
caught 4 species. The smallest value of Shannon Wiener Index which indicated
catch diversity obtained by square escape vent pot while the highest value of
Shannon Wiener Index was obtained by pot without escape vent . The Shannon
Wiener Index value of square escape vent pot was 1.0089 while Shannon Wiener
Index value of non escape vent pot was 1.3869.

PENDAHULUAN
Bubu telah digunakan oleh nelayan untuk menangkap berbagai jenis ikan.
Nelayan di Perairan Desa Mayangan menggunakan bubu lipat untuk menangkap
kepiting dan berbagai jenis spesies demersal. Bubu lipat merupakan bubu yang
digunakan untuk menangkap ikan yang berbentuk kotak dan bisa dilipat
sehingga memberikan kemudahan bagi nelayan dalam transportasi alat menuju
daerah penangkapan.
Secara umum kontruksi bubu lipat terdiri dari rangka, badan dan pintu
masuk, dan dilengkapi dengan tempat umpan. Bubu lipat menggunakan
penutup jaring yang terbuat dari polyethilene dengan ukuran mata jaring yang
relative kecil yang diikatkan pada rangka bubu. Karena ukuran mata jaring pada
bubu yang relative kecil tersebut maka ikan-ikan yang berukuran kecil maupun
non target species memiliki peluang yang besar untuk tertangkap pada bubu
Keragaman Spesies Hasil Tangkapan B ubu Lipat yang Menggunakan Celah Pelolosan yang Berbeda di Perairan Mayangan Kabupaten Suban

│123

SELEKTIVITAS ALAT TANGKAP TRAWL BERDASARKAN TINGKAH LAKU
SERTA MORFOLOGI IKAN HASIL TANGKAPAN SAMPINGAN
(Trawl Selectivity based upon Fish Behaviour and Morphology of the Fish
Bycatch)
Ronny Irawan Wahju
ABSTRACT
Trawl is an efective fishing gear in exploiting demersal fish resources. Discarded
of bycatch from the trawl has became a concern worldwide because it has an
impact on the environment and fishery resources. Selectivity of trawl needs to be
done by considering the factors of fish behaviour, morphology of fish and size
dimensions of the codend. All three of these factors will affect the process of
escapement of fish in order to achieve technological improvement from trawl
fishing gear.
Keywords: by catch, demersal fish resource, selectivity, trawl

ABSTRAK
Trawl merupakan alat tangkap yang efektif dalam pemanfaatan sumberdaya
ikan demersal. Pembuangan hasil tangkapan sampingan merupakan dari trawl
telah menjadi perhatian di dunia karena berdampak terhadap lingkungan serta
sumberdaya ikan. Selektivitas alat tangkap trawl perlu dilakukan dengan
mempertimbangkan faktor tingkah laku ikan, morfologi dari ikan serta dimensi
ukuran dari codend. Ketiga faktor tersebut akan mempengaruhi terhadap proses
pelolosan dari ikan hasil tangkapan sampingan sehingga dapat dicapai perbaikan
teknologi dari alat tangkap trawl.
Kata kunci: hasil tangkapan sampingan, sumberdaya ikan demersal, selektivitas,
trawl

Selektivitas Alat Tangkap Trawl erdasarkan Tingkah Laku Serta Morfologi Ikan Hasil Tangkapan Ikan│135

TEKNO EKONOMI KAPAL GILLNET DI KALIBARU DAN
MUARA ANGKE JAKARTA UTARA
Budhi H. Iskandar, Moch. Prihatna Sobari dan Lusi A. Kalyana
ABSTRAK

Lebih dari 90% kapal penangkap di Indonesia beroperasi di perairan pantai.
Sebagian besar kapal tersebut dibangun pada galangan kapal tradisional. Aspek
tekno ekonomi merupakan aspek yang penting dalam membangun suatu kapal
ikan. Aspek teknik meliputi pembangunan kapal, yang dimulai dari proses
desain, kemudian dilakukan pembangunan konstruksi kapal sampai kapal
tersebut dapat dioperasikan. Aspek ekonomi terkait dengan perhitungan biaya
yang dikeluarkan untuk membuat kapal. Pemilihan Kalibaru dan Muara Angke
sebagai lokasi penelitian karena lokasi tersebut memiliki galangan kapal yang
selama ini telah banyak memproduksi kapal ikan berbahan baku kayu, namun
analisis tekno ekonomi yang digunakan masih sederhana. Pada penelitian ini
terdapat 2 kapal gillnet yang diteliti. Hasil pengukuran di lapangan didapatkan
ukuran dimensi utama untuk kapal gillnet di Kalibaru, yaitu panjang total (LOA)
20 m; lebar (B) 5,5 m dan dalam (D) 2 m. Kapal gillnet di Muara Angke memiliki
ukuran dimensi utama yaitu panjang total (LOA) 14 m, lebar (B) 3,5 m dan dalam
(D) 1,6 m. Ukuran balok-balok konstruksi yang digunakan umumnya masih
dibawah ukuran yang disyaratkan oleh Biro Klasifikasi Indonesia (BKI). Biaya
produksi kapal gillnet Kalibaru sebesar Rp86.404.000 dan biaya produksi untuk
kapal gillnet Muara Angke sebesar Rp39.095.000. Biaya per CUNO untuk kapal
gillnet Kalibaru sebesar Rp462.000 dan biaya per CUNO untuk kapal gillnet
Muara Angke sebesar Rp537.000
Kata kunci: Kapal Gillnet, Kalibaru dan Muara Angke, tekno-ekonomi

Tekno Ekonomi Kapal Gillnet di Kalibaru dan Muara Angke Jakarta Utara│ 147

STRATEGI PENGEMBANGAN INDUSTRI GALANGAN KAPAL TRADISIONAL
DALAM MENDUKUNG PENGEMBANGAN INDUSTRI PERIKANAN
TANGKAP DI INDONESIA
Vita Rumanti Kurniawati

PENDAHULUAN
Latar belakang
Industri perikanan tangkap di Indonesia merupakan industri yang cukup
strategis dalam perekonomian nasional. Hal ini dapat dilihat dari potensi
sumberdaya perikanan yang terkandung di wilayah perairan nasional dan Zona
Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) yang mencapai lebih dari 6 juta ton/tahun.
Potensi yang berlimpah tersebut juga didukung oleh keanekaragaman biota laut
yang mencapai ribuan spesies. Namun, pemanfaatan potensi sumberdaya yang
melimpah tersebut belum optimal, khususnya untuk perairan samudera. Hal ini
dikarenakan terbatasnya ukuran kapal yang digunakan untuk menangkap ikan.
Kapal merupakan sarana utama yang diperlukan untuk melakukan
kegiatan perikanan, seperti pengangkutan, penangkapan ikan, dan penelitian.
Agar dapat melakukan fungsinya dengan baik, kapal perlu dibangun dengan
perencanaan yang baik. Selain itu, kapal juga perlu dirawat dan diperbaiki
secara periodik. Tempat yang digunakan untuk membangun dan memperbaiki
kapal adalah galangan.
Berdasarkan tingkat teknologinya, galangan dapat dibedakan menjadi tiga
kategori, yaitu galangan modern, semi modern dan tradisional (Fauzan et al.
2009). Teknologi dalam hal ini diartikan tidak hanya peralatan saja, tetapi juga
sumberdaya manusia dan manajemen galangan. Galangan kapal modern
memiliki tingkat teknologi yang kompleks dan lebih sering membangun serta
melayani jasa perawatan dan perbaikan kapal baja atau fiber. Berbeda dengan
galangan kapal tradisional, galangan ini menggunakan teknologi sederhana dan
lebih banyak memproduksi serta melayani jasa perawatan dan perbaikan kapal
kayu. Sementara itu, tingkat teknologi galangan kapal semi modern berada di
antara galangan modern dan tradisional. Jenis kapal yang dilayani di galangan
semi modern bervariasi dari kapal kayu hingga kapal baja. Kapal penangkap
Strategi Pengembangan Industri Galangan Kapal Tradisional dalam Mendukung Pengembangan Industri Perikanan Tangkap di Indonesia

│167

ikan yang umumnya dibuat dari kapal kayu, diproduksi di galangan kapal
tradisional, demikian juga dengan perawatan dan perbaikannya. Dengan
demikian, dapat dikatakan bahwa industri galangan kapal tradisional sebagai
salah satu industri penunjang dalam industri perikanan tangkap.
Meskipun dibangun secara tradisional, kapal perikanan di Indonesia
dinilai cukup tangguh dan layak digunakan. Hal ini dibuktikan dengan beberapa
penelitian tentang desain, konstruksi dan stabilitas kapal yang telah dilakukan di
beberapa daerah, seperti Cirebon (Lesmana 2005), Pulau Tidung (Umam 2007),
Madura (Arofik 2007), Bulukumba (Rahman 2009 dan Kusumanti 2009),
Palabuhanratu (Mullah 2010), dan Sidoarjo (Amilia 2011). Pengrajin kapal
tradisional di daerah-daerah tersebut terbukti mampu membangun kapal
dengan baik.
Saat ini, sebagian besar kapal yang digunakan untuk operasi penangkapan
ikan adalah kapal kayu dengan ukuran kurang dari 30 GT. Ukuran kapal yang
kecil tersebut membuat daya jelajah kapal nelayan terbatas dan tidak mampu
mengarungi perairan lepas hingga ke Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Akibatnya,
nelayan Indonesia tidak mampu bersaing dengan nelayan luar negeri. Oleh
karena itu, sudah saatnya kapasitas armada penangkapan ikan di Indonesia
ditingkatkan agar dapat menjangkau daerah penangkapan yang lebih jauh lagi.
Penggunaan armada yang lebih besar merupakan salah satu upaya
mengembangkan industri perikanan tangkap di Indonesia. Pengembangan ini
tentu saja perlu didukung oleh kesiapan galangan sebagai salah satu industri
penunjang.

Kinerja

galangan

perlu

diselaraskan

dengan

kebutuhan

pengembangan perikanan tangkap. Sebagai langkah awal, perlu diidentifikasi
sejauh mana galangan kapal akan berperan dalam pengembangan industri
perikanan tangkap. Selanjutnya, perlu dirumuskan