Pengaruh Orientasi Sudut Lamina Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Cross Laminated Bamboo (CLB) Lima Lapis

PENGARUH ORIENTASI SUDUT LAMINA
TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN
CROSS LAMINATED BAMBOO (CLB) LIMA LAPIS

ROMI TRIMARDONA LASE

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Orientasi
Sudut Lamina Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Cross Laminated Bamboo
(CLB) Lima Lapis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Romi Trimardona Lase
NIM E24090006

ABSTRAK
ROMI TRIMARDONA LASE. Pengaruh Orientasi Sudut Lamina Terhadap Sifat
Fisis dan Mekanis Papan Cross Laminated Bamboo (CLB) Lima Lapis.
Dibimbing oleh DEDE HERMAWAN dan EFFENDI TRI BAHTIAR.
Cross laminated bamboo (CLB) merupakan pengembangan dari teknologi
kayu lapis dengan lapisan laminasi silang dari vinir yang diketaui memiliki sifatsifat yang unggul karena adanya penataan lapisan yang saling bersilangan. CLB
dibuat dari bambu betung dengan ketebalan 4 cm (lima lapis) dari bilah yang
berukuran 15 cm x 2 cm x 0.8 cm dan dengan orientasi sudut bilah (0o, 45o, dan
90o). Adapun perekat yang digunakan adalah perekat isosianat dengan berat labur
280 g/m2. Pengujian yang dilakukan meliputi sifat fisis (kerapatan, kadar air,
kembang susut dan delaminasi), Sifat mekanis (MOE, MOR dan keteguhan geser
rekat) dan pengujian kemampuan peredaman bunyi. Adanya variasi orientasi
sudut bilah bambu diharapkan dapat meningkatkan kekuatan mekanis dan
menurunkan kembang susut CLB. Hasil pengujian MOE, MOR dan keteguhan

rekat CLB semakin menurun seiring dengan peningkatan sudut orientasi bilahbilah bambu.
Kata kunci: Cross Laminated Bamboo, bambu betung, perekat isosianat, arah
orientasi sudut bilah bambu

ABSTRACT
ROMI TRIMARDONA LASE. The Influence Of Orientation Angles Lamina
Against The Physical and Mechanical Properties Cross Laminated Bamboo (CLB)
Five Layers. Supervised by DEDE HERMAWAN and EFFENDI TRI BAHTIAR.
Cross laminated bamboo (CLB) is one form of technological development
that began with plywood products with cross-laminated layers of veneer that has
been known to have superior properties. A 4 cm thickness CLB was made from
five layers Dendrocalamus asper Backer (Betung bamboo) strip. The strips are
115 cm x 2 cm x 0.8 cm size and arranged in in three types angle orientations (0o,
45o and 90o). The adhesive used is the isocyanate adhesive with glue spread 280
g/m2. Testing was conducted on the physical properties (density, moisture content,
volume shrinkage and volume swelling), mechanical properties (MOE, MOR and
the bonding strength) and sound transmission loss. The variation of orientation
angle bamboo layers is expected to improve the mechanical strength and lower the
volume shrinkage of CLB. The test results that MOE and MOR decreases with
increasing orientation angle bamboo layer.


Keywords:

Cross Laminated Bamboo, betung bamboo, isocyanate adhesive,
orientation angle of bamboo layer

PENGARUH ORIENTASI SUDUT LAMINA
TERHADAP SIFAT FISIS DAN MEKANIS PAPAN
CROSS LAMINATED BAMBOO (CLB) LIMA LAPIS

ROMI TRIMARDONA LASE

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Pengaruh Orientasi Sudut Lamina Terhadap Sifat Fisis dan
Mekanis Papan Cross Laminated Bamboo (CLB) Lima Lapis
Nama
: Romi Trimardona Lase
NIM
: E24090006

Disetujui oleh

Dr Ir Dede Hermawan, MSc
Pembimbing I

Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh


Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur kepada Tuhan yang Maha Kuasa, hanya karena kasihNya
sajalah penulis dapat menempuh studi di Institut Pertanian Bogor dan dapat
menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian yang berjudul Pengaruh Orientasi
Sudut Lamina Terhadap Sifat Fisis dan Mekanis Papan Cross Laminated Bamboo
(CLB) Lima Lapis ini dilaksanakan mulai dari Mei 2013 hingga Oktober 2013.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Dr Ir Dede
Hermawan, MSc dan Bapak Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, Msi yang telah
membimbing dan memberikan berbagai solusi kepada penulis ketika menghadapi
kendala dalam penelitian ini. Terimakasih kepada Bapak Kadiman dan Bapak
Suhada yang senantiasa membantu ketika melakukan penelitian di Laboratorium
Pengerjaan Kayu. Terimakasih kepada kak Ana Agustina, S.Hut yang bersamasama mengerjakan penelitian ini hingga selesai. Terimakasih juga buat semua
teman-teman Departemen Hasil Hutan angkatan 46, teman-teman diaspora PMK
IPB dan semua yang telah membantu penulis dalam mengerjakan penelitian ini.

Terakhir, ungkapan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada ayah, ibu serta
seluruh keluarga atas dukungan doa maupun yang diberikan kepada penulis.
Akhir kata, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Romi Trimardona Lase

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

ix

DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x


DAFTAR LAMPIRAN

x

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian

2


Manfaat Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Bahan

3


Alat

3

Prosedur Kerja

3

Analisis Data

9

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN

9
9
10

15

Simpulan

16

Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP


20

DAFTAR TABEL
1 Pola penyusunan orientasi sudut lamina Cross Laminated Bamboo lima
lapis
2 Rata-rata hasil pengukuran sifat fisis CLB
3 Rata-rata hasil pengukuran sifat mekanis CLB
4 Hasil pengujian kuat suara pada sumber bunyi dan pada receiver

4
9
9
10

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15

Prosedur kerja pembuatan dan pengujian CLB lima lapis
Susunan bilah CLB dengan orientasi sudut 00, 450 dan 900
Cara Pengujian Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture
Pengujian MOE dan MOR CLB
Pengujian keteguhan geser rekat CLB
Pengujian kemampuan peredaman bunyi CLB
Kerapatan bambu solid dan CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Kadar air bambu solid dan CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Susut volume bambu solid dan CLB pada beberapa orientasi sudut
lamina
Pengembangan volume bambu solid dan CLB pada beberapa orientasi
sudut lamina
Delaminasi air panas dan air dingin CLB pada beberapa orientasi sudut
lamina
Modulus Elastisitas CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Modulus Patah CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Keteguhan geser CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Kemampuan peredaman bunyi papan CLB pada beberapa orientasi
sudut lamina

3
5
7
7
8
9
10
11
12
13
13
14
14
15
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penyerutan bilah dan pelaburan perekat
2 Pengeringan dan pengempaan

19
19

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Bambu merupakan tanaman cepat tumbuh dan berdaur relatif pendek.
Bambu sering digunakan untuk bahan konstruksi karena pada umumnya memiliki
kekuatan cukup tinggi. Dari sekitar 1250 jenis bambu di dunia, 200 jenis
ditemukan di Asia Tenggara, sedangkan di Indonesia terdapat sekitar 154 jenis
bambu (Dransfield dan Wijaya 1995), salah satunya adalah bambu betung. Bambu
betung (Dendrocalamus asper Backer) disebut juga giant bamboo (Inggris), awi
bitung (Sunda), buluh batung (Batak) tersebar di wilayah Sumatera, Jawa,
Sulawesi, dan Irian. Bambu betung dapat tumbuh pada banyak jenis tanah, namun
akan lebih baik pada tanah berat dengan drainase yang baik (Dransfield dan
Widjaya 1995). Bambu betung mempunyai diameter mencapai 20 cm dengan
tebal dinding antara 1 cm sampai 3 cm (Morisco dalam Tarkono 2006). Karena
lebih tebal daripada bambu yang lain, bambu betung cocok dijadikan bahan baku
pembuatan CLB (Cross Laminated Bamboo).
Batang bambu terdiri atas sel parenkim, serabut dan pembuluh (Liese 1980).
Ikatan pembuluh (vascular bundle) merupakan salah satu komponen anatomi pada
bambu yang menentukan sifat bambu (Setiadi 2009). Purwito (2008) mengatakan
bahwa kelebihan konstruksi tradisional bambu sebenarnya sudah dibuktikan pada
konstruksi rumah di daerah gempa, yakni pada pasca bencana (gempa) konstruksi
rumah dengan sistem rangka bambu atau kayu masih utuh berdiri sedangkan
bangunan dengan konstruksi pasangan bata atau rangka beton banyak yang runtuh.
Dibalik keunggulan bambu yang dipaparkan di atas, bambu memiliki
kelemahan yaitu bentuknya yang bulat dan di dalamnya berlubang sehingga tidak
bisa dibentuk menjadi balok atau papan. Bambu hanya bisa dibentuk menjadi
lapisan tipis yang berukuran terbatas. Untuk mengatasi permasalahan dimensi
tersebut, bambu biasanya dibuat menjadi bambu laminasi. Augistyra (2012)
menyatakan bahwa teknologi bambu laminasi pada awalnya didasari oleh
pemikiran dari balok glulam. Balok glulam dibuat dari lapisan-lapisan kayu yang
relatif tipis yang dapat digabungkan dan direkatkan sedemikian rupa untuk
menghasilkan balok kayu dalam berbagai ukuran dan panjang (Breyer et al. 2003)
Produk bambu laminasi cocok digunakan untuk berbagai keperluan seperti
lantai, dinding, dek, bahkan dapat dibentuk menjadi berbagai furniture atau mebel
yang indah (Hafid 2011). Bambu laminasi bisa dibuat dengan arah serat yang
sejajar ataupun bersilangan, disebut dengan cross laminated bamboo (CLB).
Teknologi pembuatan cross laminated bamboo (CLB) adalah adaptasi dari
cross laminated timber (CLT). CLT merupakan pembuatan papan dari panel kayu
yang disusun berlapis dengan direkatkan bersilangan. Sedangkan untuk CLB,
panel-panel tiap lapis terbuat dari bilah-bilah bambu yang telah diolah sehingga
memiliki dimensi tertentu.

2
Perumusan Masalah
Bentuk alami bambu memiliki diameter kecil dan bagian tengahnya
berlubang sehingga tidak bisa digergaji menjadi papan seperti halnya kayu. Untuk
mengatasi keterbatasan dimensi tersebut, bambu dapat dibuat menjadi cross
laminated bamboo (CLB). CLB merupakan teknologi rekayasa bambu dengan
membelah bambu menjadi bilah-bilah kecil dan disusun menjadi papan. Papan
CLB dibuat dalam berbagai orientasi sudut, yakni 00, 450, dan 900.
Bahan yang akan menjadi komponen konstruksi harus diketahui
karakteristiknya. Oleh karena itu, perlu diuji sifat fisis, sifat mekanis dan
kemampuan peredaman bunyi dari papan CLB.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh orientasi
sudut lamina terhadap karakteristik papan cross laminated bamboo (CLB) lima
lapis.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi tentang sifat fisis, sifat
mekanis dan kemampuan peredaman bunyi dari papan CLB yang terbuat dari
bambu betung dengan berbagai arah orientasi sudut sehingga dapat diperoleh
pengaturan bilah terbaik untuk CLB

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini dilakukan mulai dari penyediaan bahan baku,
pembuatan bilah, pengeringan bilah. Setelah mencapai kadar air kering udara,
dilakukan penyeragaman dimensi bilah dan penyayatan lapisan kulit untuk bagian
core. Dilanjutkan dengan penyusunan bilah, perekatan, pengempaan,
pengkondisian, pembuatan contoh uji dan pengujian papan CLB.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2013 hingga Oktober 2013 di
Laboratorium Pengerjaan Kayu pada Bagian Teknologi Peningkatan Mutu Kayu,
Laboratorium Biokomposit dan Laboratorium Keteknikan Kayu pada bagian
Rekayasa dan Desain Bangunan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB.

3
Bahan
Bahan baku yang digunakan untuk membuat CLB adalah bambu betung
(Dendrocalamus asper Backer) yang didapat dari tanaman bambu daerah
Cibereum, Sindang Barang, Bogor. Sedangkan untuk merekatkan digunakan jenis
perekat campuran dengan merek dagang Polymare Isosyanate (PI) Bond. Perekat
tersebut termasuk ke dalam jenis perekat water based polymer isosyanate (WBPI)
tipe PI 127T (base resin) dan H-3M (hardener).
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah golok dan gergaji untuk
memotong dan membelah bambu, kiln dry di unit pengeringan kayu,
Laboratorium Teknologi Peningkatan Mutu Kayu, Departemen Hasil Hutan, IPB.
Circular saw, kertas amplas, cold press, alat uji sifat fisis yaitu oven, desikator,
waterbath, kaliper, dan timbangan digital serta alat uji mekanis yaitu Universal
Testing Machine (UTM) merk Instron series IX version 8.27.00 dengan kapasitas 5
ton.
Prosedur Kerja
Garis besar prosedur kerja yang dilakukan pada penelitian ini seperti pada
Gambar 1.
Persiapan Bahan Baku
Pembuatan bilah
Pengeringan

.

.
Penyeragaman
dimensi
untuk lapisan core

Perekat Isosianat

Penyeragaman dimensi dan
penyayatan kulit untuk
lapisan face/back

Pembentukan Panel CLB
(00, 450, 900)
Cold Press
(P=10 kg/cm2, t= 3 jam)

Pengkondisian

Pembuatan contoh uji

Pengujian

Gambar 1 Prosedur kerja pembuatan dan pengujian CLB lima lapis

4
Pembuatan bilah
Bambu betung dipotong-potong dengan panjang 115 cm. Potongan
bambu tersebut dibelah menggunakan golok dengan lebar berkisar 2 cm.
Selanjutnya, bilah-bilah bambu tersebut dikeringkan dengan menggunakan kiln
dry selama tujuh hari. Suhu pada kiln dry adalah 600C dan dilengkapi dengan
kipas angin dan vaccum yang menyerap uap air.
Bilah-bilah dipisahkan menjadi dua kelompok, yaitu bagian surface dan
bagian core. Untuk bagian surface, bagian kulit luar dari bambu tidak disayat,
sehingga masih memiliki lapisan silika. Sedangkan untuk bagian core, bagian
kulit luar bambu disayat sehingga tidak memiliki lapisan silika lagi. Baik core
maupun face/back diserut secara manual menggunakan golok hingga memiliki
tebal 0.8 cm.
Pembuatan Panel CLB
Bilah-bilah bambu dengan kadar air kering udara dibentuk menjadi papan
CLB. Pembentukan panel ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu penyusunan bilah,
perekatan, pengempaan dan pengkondisian.
a.

Penyusunan bilah
Bilah-bilah bambu disusun sehingga membentuk hasil akhir berupa papan
dengan panjang 115 cm, lebar 30 cm dan tebal 4 cm.
Bilah bambu disusun sebanyak lima lapis dengan tiga variasi orientasi
sudut, yaitu 00, 450, dan 900. Penyusunan bilah mengikuti pola seperti pada
Tabel 1, dan ditinjau pada Gambar 2.
Tabel 1 Pola penyusunan orientasi sudut lamina Cross Laminated
Bamboo lima lapis
Tebal
Lamina
0.8 cm
0.8 cm
0.8 cm
0.8 cm
0.8 cm

b.

Orientasi Sudut Lamina
CLB 0o
CLB 45o CLB 90o
0o
0o
0o
0o
45o
90o
0o
0o
0o
o
o
0
45
90o
0o
0o
0o

Perekatan
Perekat yang digunakan adalah isosianat dengan berat labur 280 g/m2.
Perekat yang dilaburkan disiapkan dengan menghitung kebutuhan perekat
tiap lamina berdasarkan luas permukaan bidang rekat dengan
menggunakan rumus:
Kebutuhan perekat = Luas bidang rekat x Berat labur
Permukaan bidang rekat kayu dibersihkan dari kotoran dan debu,
kemudian perekat dilaburkan pada permukaan bidang rekat secara double
spread. Perekat dibuat dengan mencampurkan 15 g hardener untuk 100 g
base.

5
c. Pengempaan
Pengempaan dilakukan menggunakan mesin kempa dingin (cold press)
dengan tekanan 10 kg/cm2 selama 3 jam.
d. Pengkondisian
Setelah dikempa, panel CLB dikeluarkan dari mesin kempa dan
dikondisikan selama satu minggu. Selama tahap pengkondisian, papan
CLB ditumpuk dengan menggunakan ganjal pada setiap lapisan CLB.

Gambar 2 Susunan bilah CLB dengan orientasi sudut 00, 450 dan 900

Pengujian
Pengujian yang dilakukan adalah pengujian sifat fisis (kerapatan, kadar air,
penyusutan volume, pengembangan volume, dan delaminasi), pengujian sifat
mekanis (MOE, MOR dan keteguhan geser rekat) dan pengujian kemampuan
peredaman bunyi. Pengujian sifat mekanis mengacu pada standar ASTM D143
(2005) tentang Standard Methods of Testing Small Clear Specimens of Timber.
Pengujian Sifat Fisik
Kerapatan
Kerapatan dihitung dengan cara membagi berat kering udara (BKU) dan
volume kering udara (VKU) dari contoh uji berukuran 10 cm x 5 cm x 4 cm.
Volume contoh uji diukur dengan mengalikan panjang, lebar, dan tebalnya yang
diukur dengan menggunakan caliper. Sedangkan beratnya didapat dengan
menggunakan timbangan digital. Nilai kerapatan dihitung dengan rumus:
BKU
Kerapatan (ρ) =
VKU

6
Kadar Air
Contoh uji berukuran 10 cm x 5 cm x 4 cm ditimbang berat awalnya
(BKU) lalu dioven pada suhu (103 + 2) oC selama 24 jam sampai beratnya
konstan (BKO) dan setelah itu ditimbang. Kadar air merupakan selisih antara
berat awal dengan berat kering oven dibandingkan dengan berat kering oven.
Kadar air kayu dihitung dengan rumus:
Kadar air (%) =

BKU - BKO
x 100%
BKT

Susut Volume
Pengujian susut kayu dirumuskan sebagai selisih antara volume awal (VA)
dengan volume akhir (VB) dibandingkan dengan volume awalnya. Contoh uji
diukur tebal, lebar, dan panjang menggunakan kaliper sehingga diperoleh volume
awal. Contoh uji dioven pada suhu 103 ± 2 oC selama 24 jam. Contoh uji
dikeluarkan dari oven kemudian diukur kembali sehingga diperoleh volume akhir.
Nilai susut volume dihitung dengan rumus:
Susut volume (%) =

VA - VB
x 100%
VA

Pengembangan Volume
Pengujian pengembangan dapat dirumuskan sebagai selisih antara volume
akhir (VB) dengan volume awal (VA) dibandingkan dengan volume awalnya.
Diukur tebal, lebar dan panjang dari contoh uji menggunakan kaliper sehingga
diperoleh dimensi awal. Contoh uji direndam dalam air selama ± 1 minggu,
kemudian dikeluarkan dan diukur kembali sehingga diperoleh volume akhir. Nilai
pengembangan volume dihitung dengan rumus:
Pengembangan volume (%) =

VB - VA
x 100%
VA

Delaminasi
Pengujian delaminasi dilakukan pada contoh uji berukuran 7.5 cm x 5 cm
x 4 cm direndam dalam air dingin dan air panas. Perendaman dalam air dingin
dilakukan dengan merendam contoh uji dalam air pada suhu ruangan selama 6
jam, kemudian dioven pada suhu (40 ± 3) oC selama 18 jam. Perendaman air
panas dilakukan dalam air mendidih (±100 oC) selama 4 jam, kemudian direndam
dalam air pada suhu ruangan selama 1 jam. Setelah itu, dioven pada suhu (70 ± 3)
o
C selama 18 jam, kemudian dihitung persentase lepasnya bagian garis rekat antar
lamina (rasio delaminasi), dengan rumus :
Rasio delaminasi(%) =

Luas permukaan yang terbuka (cm 2 )
x100%
Luas seluruh permukaan yang direkat (cm 2 )

7
Pengujian Sifat Mekanis
Modulus of Elasticity (MOE)
Contoh uji untuk pengujian MOE dan MOR berukuran 4 cm x 5 cm x 61
cm untuk dimensi tebal, lebar, dan panjang (Gambar 3). Pengujian MOE panel
CLB dilakukan secara one point loading bending test dengan bentang 60 cm.
Nilai MOE dihitung dengan rumus:

PL3
MOE =
4Ybh 3
Ket:
MOE
∆P
L
∆Y
b
h

: Modulus of elasticity (kg/cm2)
: Besar perubahan beban sebelum batas proporsi (kg)
: Jarak sangga (cm)
: Besar perubahan defleksi akibat perubahan beban (cm)
: Lebar contoh uji (cm)
: Tebal contoh uji (cm)
P
Contoh Uji

½L

½L

L
Gambar 3 Cara Pengujian Modulus of Elasticity dan Modulus of Rupture
Modulus of Rupture (MOR)
Pengujian MOR dilakukan bersama-sama dengan pengujian MOE dengan
memakai contoh uji yang sama. Pengujian MOE dan MOR panel CLB disajikan
pada Gambar 4. Pengujian MOR dilakukan sampai panel CLB mengalami
kerusakan.

Gambar 4 Pengujian MOE dan MOR CLB

8
Nilai MOR dihitung dengan rumus: MOE =

Ket:
MOR
P
L
b
h

3PL
2bh 2

: Modulus of rupture (kg/cm2)
: Beban maksimum (kgf)
: Jarak sangga (cm)
: Lebar contoh uji (cm)
: Tebal contoh uji (cm)

Keteguhan Geser Rekat
Pengujian keteguhan rekat dilakukan dengan cara memberikan
pembebanan pada arah sejajar serat dengan meletakkan contoh uji secara vertikal
(Gambar 5). Nilai beban maksimum dibaca saat contoh uji mengalami kerusakan.

Gambar 5 Pengujian keteguhan geser rekat CLB
Nilai keteguhan rekat dihitung dengan rumus:
Keteguhan rekat (kg/cm2) =

Beban maksimum (kg)
Luas permukaan yang direkat (cm 2 )

Peredaman Bunyi
Uji peredaman bunyi dilakukan dengan membuat kotak tertutup
berdimensi 20 cm x 28 cm x 50 dengan menggunakan papan CLB sebagai
dindingnya. Di dalam dan di luar kotak diletakkan alat pembaca kuat suara yaitu
Environment Meter Merk Krisbow KW06-291. Dari dalam kotak dimasukkan
sumber bunyi. Kuat suara di dalam dan di luar kotak diukur sehingga diperoleh
selisih antara kuat suara sumber bunyi dengan receiver.
Pengukuran dilakukan pada lima level volume suara. Tiap level suara
dilakukan tiga kali pengukuran. Selisih kuat suara receiver dengan sumber bunyi
menunjukkan kemampuan peredaman bunyi dinding CLB. Pengujian kemampuan
peredaman bunyi dapat dilihat pada Gambar 6.

9

Gambar 6 Pengujian kemampuan peredaman bunyi CLB
Analisis Data

Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel dengan analisis One-Way
ANOVA pada tingkat kepercayaan 95% dan dilanjutkan dengan menggunakan uji
Duncan.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hasil pengujian sifat fisis CLB meliputi kerapatan (ρ), kadar air (KA), susut
volume (SV), pengembangan volume (PV), delaminasi air dingin (DAD) dan
delaminasi air panas (DAP) disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2 Rata-rata hasil pengukuran sifat fisis CLB
Contoh
ρ
KA
SV
PV
DAD
DAP
3
Uji
(g/cm )
(%)
(%)
(%)
(%)
(%)
Kontrol
0.78a
13.74a
13.15a 21.12a
0
a
b
ab
a
a
CLB 0
0.70
11.45
6.03
7.67
1.45
1.41a
CLB 450
0.66a
13.26a
5.61ab
9.76a 2.22a
22.77a
0
a
a
b
a
a
CLB 90
0.68
13.05
3.19
11.56
3.42
24.59a
Keterangan :
Perlakuan yang memiliki huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan 95%

Hasil pengujian sifat mekanis CLB meliputi Modulus of Elasticity (MOE),
Modulus of Rupture (MOR), dan keteguhan geser rekat (KGR) disajikan pada
Tabel 3.
Tabel 3 Rata-rata hasil pengukuran sifat mekanis CLB
Contoh
MOE
MOR
KGR
2
2
Uji
(kg/cm )
(kg/cm ) (kg/cm2)
CLB 00
27786.02a
164.39a
8.22a
0
b
b
CLB 45
10891.34
96.16
8.12a
CLB 900
13846.46b
105.14b
13.71a
Keterangan :
Perlakuan yang memiliki huruf yang sama adalah tidak berbeda nyata pada selang kepercayaan
95%

10
Hasil pengujian kemampuan peredaman bunyi disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Hasil pengujian kuat suara (dB) pada sumber bunyi dan pada
receiver
Ulangan

Volume
(level)

1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5

1

2

3

CLB 00
S. Bunyi Receiver

80.00
83.37
91.35
94.80
92.73
80.31
83.30
91.66
94.73
92.58
80.61
83.40
91.45
94.78
94.04

61.70
59.90
61.90
64.70
65.80
60.70
59.60
64.30
65.20
65.30
58.80
57.90
64.20
63.60
64.70

CLB 450
S. Bunyi Receiver

80.46
83.76
86.67
89.28
92.58
81.00
83.60
86.52
89.28
92.58
80.59
83.73
86.72
89.28
92.35

CLB 900
S. Bunyi Receiver

67.30
67.90
71.00
72.10
75.60
66.80
68.20
71.40
72.30
75.20
66.60
67.50
70.70
71.90
76.30

80.15
82.76
85.83
89.43
91.58
81.00
82.68
85.83
89.59
91.66
80.51
82.71
85.96
89.33
91.71

61.30
60.90
65.20
65.90
68.80
61.60
63.10
64.10
67.20
69.00
59.20
63.20
64.00
66.90
68.00

Pembahasan
Kerapatan
Pengujian kerapatan dilakukan pada produk CLB dan pada bambu solid
sebagai kontrol. Dari hasil pengujian, didapatkan rata-rata kerapatan CLB adalah
0.68 g/cm3, sedangkan kerapatan bambu solid adalah 0.78 g/cm3 (Gambar 7)
Kerapatan (g/cm3)

1.2
1.0
0.8

0.70a

0.66a

0.68a

0

45

90

0.78a

0.6
0.4
0.2
0.0
Bambu Solid

Orientasi Sudut
Gambar 7 Kerapatan bambu solid dan CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Gambar 7 menunjukkan bahwa bambu solid memiliki kerapatan yang lebih
tinggi daripada CLB. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Rachmad (2013)
yang membuat papan laminasi silang dari kayu mindi, dimana kerapatan papan
laminasi lebih besar daripada kayu solid.
Rendahnya kerapatan dari CLB disebabkan karena pembuatan bilahnya
secara manual sehingga bagian pinggirnya tidak lurus sempurna. Hal ini

11
mengakibatkan banyaknya celah diantara bilah ketika menyusun bilah menjadi
sebuah papan. Celah-celah ini mengakibatkan volume yang besar tapi beratnya
kecil sehingga kerapatan menjadi kecil.
Walaupun demikian, hasil uji statistik menunjukkan bahwa papan CLB
maupun bambu solid masih berada pada kelompok yang sama. Artinya tidak ada
pengaruh yang nyata yang ditimbulkan perbedaan orientasi sudut terhadap
kerapatan papan CLB.

Kadar Air (%)

Kadar Air
Seperti halnya kayu, bambu juga bersifat higroskopis, yaitu jumlah air yang
terkandung di dalam sel bergantung pada suhu dan kelembaban udara di
sekitarnya. Penambahan air selanjutnya pada bambu tidak menyebabkan
perubahan volume zat dinding sel karena penambahan air di atas tingkat titik
jenuh serat akan terkonsentrasi pada lumen (Syafii, 1984).
Kadar air didefinisikan sebagai berat air yang dinyatakan sebagai persen
berat kayu bebas air atau kering tanur (Bowyer et al. dalam Lucky 2011). Kadar
air yang didapatkan berada pada kisaran kadar air kering udara untuk iklim
Indonesia, yaitu antara 12% hingga 20% (Praptoyo 2010). Kadar air CLB berkisar
antara 11.4 % hingga 13.3 % sedangkan kadar air bambu solid 13.7 % (Gambar 8).
16
14
12
10
8
6
4
2
0

11.4b

0

13.3a

13.0a

13.7a

45

90

Bambu Solid

Orientasi Sudut

Gambar 8 Kadar air bambu solid dan CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Berdasarkan analisis keragaman, CLB 00 berbeda nyata dengan CLB 450,
CLB 900 dan juga dengan bambu solid. Rachmad (2013) menyatakan bahwa
ketebalan lamina memberikan pengaruh terhadap kadar air cross laminated timber
(CLT). Anggraini (2012) dan Ati (2012) menyatakan selain faktor ketebalan
lamina, interaksi antara ketebalan dengan orientasi sudut juga memberikan
pengaruh terhadap kadar air papan CLT, namun faktor orientasi sudut tidak
berpengaruh terhadap kadar air papan.
Rendahnya kadar air CLB 00 diduga karena bilah papan CLB 00 dibuat
sesaat setelah bilah bambu selesai dikeringkan. Pengeringan menghasilkan bilah
bambu dengan kadar air sekitar 8% (di bawah kadar air kering udara). CLB 00
yang telah berbentuk papan menjadi lebih sulit untuk menyerap air karena
permukaannya telah dilabur dengan perekat. Sedangkan bilah-bilah bambu yang
lain yang menjadi bahan baku CLB 450 juga CLB 900 terus menyerap air hingga
menyesuaikan ke kadar air lingkungannya.

12
Menurut Yap (1967) dikutip dalam Sulistijo (1988) kadar air bambu
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu ketinggian bambu dan umur bambu
tersebut. Bagian bawah batang selalu mengandung lebih banyak air daripada
bagian atasnya. Perbedaan ini dapat mencapai 50% atau lebih. Selain itu, bambu
yang lebih tua (6-9 tahun) mengandung lebih sedikit air daripada bambu yang
muda (3-4 tahun).
Susut Volume
Susut volume mengindikasikan stabilitas dimensi papan terhadap pengaruh
air. Menurut Tsoumis (1991) shrinkage atau penyusutan adalah pengurangan
dimensi kayu akibat penurunan kadar air kayu. Brown (1952) menambahkan
kembang susut merupakan perubahan dimensi yang ditujukan oleh perubahan
volume kayu yang terjadi karena perubahan kandungan air di bawah titik jenuh
serat. Susut volume CLB dan bambu solid disajikan pada Gambar 9.

Susut Volume (%)

25
20

13.1a

15
10

6.0ab

5.6ab

5

3.2b

0
0

45

90

Bambu Solid

Orientasi Sudut
Gambar 9 Susut volume bambu solid dan CLB pada beberapa orientasi sudut
lamina
Rata-rata besarnya susut volume yang terjadi pada CLB adalah 4.94%,
sedangkan pada bambu solid sebesar 13.1%. CLB dan bambu solid memiliki
perbedaan yang nyata terhadap susut volume, yakni papan CLB memiliki dimensi
yang lebih stabil daripada bambu solid. Dari diagram (Gambar 9) terlihat bahwa
CLB dengan sudut 900 memiliki dimensi yang paling stabil. Menurut Skaar (1972)
salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya kembang susut yaitu arah serat
selain faktor lainnya seperti hilangnya air dari dinding sel, kerapatan, atau berat
jenis kayu. Selain itu dengan adanya perlakuan orientasi sudut lamina pada papan,
lapisan luar (lamina sejajar) panel CLT akan menahan pengembangan dan
penyusutan lapisan dalam (lamina bersilang) dalam arah transversal, sedangkan
lapisan dalam (lamina bersilang) menahan pengembangan dan penyusutan lapisan
sejajar dalam arah transversal sesuai besar dari orientasi sudut laminanya
(Anggraini 2012).
Pengembangan Volume
Sama halnya dengan susut volume, pengembangan volume juga
mengindikasikan stabilitasi dimensi suatu papan. Pengembangan volume papan
CLB rata-rata 9.6% jauh dibawah pengembangan volume bambu solid yaitu
21.12% (Gambar 10).

Pengemb. Vol. (%)

13
40
35
30
25
20
15
10
5
0

21.1a
7.7a

0

9.8a

11.6a

45

90

Bambu Solid

Orientasi Sudut
Gambar 10 Pengembangan volume bambu solid dan CLB pada beberapa
orientasi sudut lamina
Terdapat perbedaan yang nyata antara nilai susut volume CLB dengan
bambu solid, yakni papan CLB memiliki dimensi yang lebih stabil daripada
bambu solid. Sedangkan orientasi sudut tidak mempengaruhi nilai pengembangan
volume dari papan CLB. Walaupun begitu, dari diagram di atas terlihat bahwa
semakin besar sudut, pengembangan volumenya juga semakin besar. Hal ini
bertolak belakang dengan penelitian Anggraini (2012) pada CLT, yang
menyatakan semakin besar sudutnya maka dimensinya semakin stabil.
Penyimpangan terjadi karena pengujian pengembangan volume ini dilakukan
dengan merendam CLB di dalam air selama satu minggu. Pada saat perendaman
banyak rekatan yang telah terlepas, sehingga pengukuran dimensi akhir dari
contoh uji menjadi tidak akurat.

8
6

3.4a

4
2

1.4a

0
0

2.2a

Del Air Panas (%)

Del Air Dingin (%)

Delaminasi
Vick (1999) menyatakan bahwa perlu dilakukan uji delaminasi untuk
mengetahui ketahanan perekat terhadap tekanan pengembangan dan penyusutan
akibat adanya kelembaban dan panas yang tinggi. Hasil uji delaminasi penelitian
ini disajikan pada Gambar 11.
60
50
40
30
20
10
0

22.8a

24.6a

45

90

1.4a
0

45
90
Orientasi Sudut
Orientasi Sudut
Gambar 11 Delaminasi air panas dan air dingin CLB pada beberapa sudut

Berdasarkasn JAS (Japanese Agricultural Standard for Glued Laminated
Timber Notification) 234:2003, disyaratkan bahwa delaminasi air dingin tidak
boleh melebihi 10% dan delaminasi air panas tidak boleh melebihi 5%. Dari data
hasil pengujian, didapatkan bahwa untuk delaminasi air dingin masih memenuhi
standar JAS, sedangkan untuk delaminasi air panas jauh keluar dari standar. Hal
ini sejalan dengan penelitian Rachmad (2013) yang menyatakan bahwa CLT
dengan perekat isosianat tidak cocok digunakan pada kondisi yang ekstrim.
Analisis keragaman menyatakan bahwa perbedaan sudut orientasi tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap delaminasi. Walaupun begitu dari

14
grafik terlihat bahwa sudut yang semakin tinggi menghasilkan delaminasi yang
semakin tinggi pula.

MOE (kg/cm2)

Modulus of Elasticity (MOE)
Modulus of Elasticity (MOE) mengindikasikan kekakuan suatu papan.
Semakin tinggi nilai MOE, benda tersebut akan semakin kaku atau sulit
dilenturkan (Tsoumis, 1991). Hasil perhitungan MOE CLB disajikan pada
Gambar 12.
35000
30000
25000
20000
15000
10000
5000
0

27786a

10891b

0

45

13846b

90

Orientasi Sudut
Gambar 12 Modulus Elastisitas CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Berdasarkan analisis keragaman, didapatkan bahwa orientasi sudut
memberikan pengaruh yang nyata terhadap MOE papan CLB. Hasil uji lanjut
Duncan menunjukkan orientasi sudut 00 menghasilkan CLB dengan MOE paling
tinggi yaitu 28000 kg/cm2 dan berbeda nyata dengan CLB yang memiliki sudut
450 dan 900. Menurut penelitian Wicaksono (2008), nilai kekakuan bambu
berbeda-beda pada bagian pangkal, tengah dan ujung. Rata-rata dari kekakuan
bambu betung 51000 kg/cm2.
Penelitian Rachmad (2013) menyatakan bahwa nilai MOE maupun MOR
papan laminasi silang lebih kecil daripada kayu solidnya, sejalan dengan itu
didapatkan bahwa nilai MOE CLB juga lebih kecil daripada bambu solid. Hal ini
diakibatkan karena pada saat menerima beban, papan menerima dua arah gaya,
yaitu gaya tekan pada bagian atas papan dan gaya tarik pada bagian bawah papan
sedangkan bagian tengah cenderung netral. Gaya yang diterima ini berarah
mendatar, searah dengan garis rekat. Pada saat pengujian terlihat bahwa bagian
yang pertama sekali rusak adalah bagian rekatan. Hal ini mengakibatkan nilai
MOE maupun MOR papan CLB lebih kecil daripada bambu solid.
Modulus of Rupture (MOR)
Hasil perhitungan MOR CLB disajikan pada Gambar 13.
MOR (kg/cm2)

200

164a

150
100

96b

105b

45

90

50
0
0

Orientasi Sudut
Gambar 13 Modulus Patah CLB pada beberapa orientasi sudut lamina

15
Sama halnya dengan MOE, CLB yang menghasilkan MOR paling tinggi
adalah CLB dengan sudut 00. Analisis keragaman menunjukkan bahwa ada
pengaruh nyata ditimbulkan dari perbedaan orientasi sudut terhadap nilai MOR
CLB. Uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa CLB dengan sudut 00 menghasilkan
MOR terbaik, sedangkan sudut 450 dan 900 tidak memiliki perbedaan yang
signifikan.
CLB dengan orientasi sudut 00 memiliki nilai MOE dan MOR paling tinggi
karena bilah-bilah bambu disusun secara paralel dengan garis rekat untuk semua
lapisannya sejajar. Contoh uji dipotong sejajar dengan garis rekat, sehingga pada
saat pengujian beban yang diberikan pada CLB 00 memotong atau tegak lurus
dengan garis rekat untuk semua lapisan. Sedangkan untuk CLB dengan sudut 450
dan 900, beban yang diberikan tegak lurus garis rekat pada lapisan 1, 3 dan 5 saja,
arah beban pada lapisan ke 2 dan 4 tidak tegak lurus bahkan ada yang searah
dengan garis rekat

Keteguhan Geser Rekat
Pengujian geser rekat berfungsi untuk mengetahui kekuatan perekat pada
bambu yang direkatkan. Nilai keteguhan geser rekat CLB berkisar antara 8 kg/cm2
hingga 13.7 kg/cm2 (Gambar 14). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
keteguhan geser rekat, antara lain kadar zat ekstraktif, keadaan permukaan yang
direkat, kadar air kayu, tekanan dan waktu kempa (Sugiarti 2010). Analisis
keragaman menunjukkan bahwa faktor orientasi sudut tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap keteguhan geser rekat pada selang kepercayaan 95%.

KR(kg/cm2)

25
20

13.7a

15
10

8.2a

8.1a

0

45

5
0
90

Orientasi Sudut
Gambar 14 Keteguhan geser CLB pada beberapa orientasi sudut lamina
Nilai keteguhan geser rekat CLB bambu betung dengan perekat isosianat ini
cenderung lebih kecil daripada keteguhan rekat CLB kayu mindi dengan perekat
isosianat yaitu rata-rata 24.14 kg/cm2 (Rachmad 2013). Nilai keteguhan rekat
pada bambu lebih kecil, diduga karena proses penyerutan bilah bambu secara
manual menggunakan golok membuat permukaan bambu menjadi tidak rata
sehingga menghasilkan proses perekatan yang tidak maksimal.
Supartini (2012) yang melakukan penelitian terhadap CLT dari beberapa
jenis kayu cepat tumbuh menyatakan bahwa jenis kayu, jumlah lapisan dan
interaksi antara jenis kayu dan jumlah lapisan berpengaruh signifikan terhadap
nilai rataan keteguhan geser.

16

Redaman bunyi (dB)

Peredaman Bunyi
Hasil pengujian peredaman bunyi disajikan pada Gambar 15.
31
29
27
25
23
21
19
17
15
13

5 lps 0

y = 54.21ln(x) - 216.9
R² = 0.881

5 lps 45
5 lps 90

y = 26.65ln(x) - 97.22
R² = 0.717
y = 22.05ln(x) - 82.5
R² = 0.713
79

81

83

85

87

89

91

93

95

Volume awal (dB)

Gambar 15 Kemampuan peredaman bunyi papan CLB pada beberapa orientasi
sudut lamina
Bunyi adalah fenomena fisik yang dihasilkan oleh getaran benda yang
berupa sinyal analog dengan amplitudo yang berubah secara kontinyu terhadap
waktu. Suara atau bunyi biasanya merambat melalui udara dan tidak dapat
merambat melalui ruang hampa (Anonim 2008 dalam Baihaqi 2009). Ketika
gelombang bunyi yang dihasilkan oleh sumber lain menjangkau kayu, sebagian
dari energi akustiknya dipantulkan dan sebagian masuk ke dalam kayu (Tsoumis
1991 dalam Baihaqi 2009). Baihaqi (2009) juga menambahkan pada umumnya
kecepatan suara di kayu lebih lambat dibandingkan kecepatan suara di besi
ataupun di kaca karena kayu memiliki pori-pori.
Redaman bunyi atau sound transmission loss adalah kemampuan suatu
bahan untuk mereduksi suara. Nilainya biasa disebut dengan decibel (dB).
Semakin tinggi nilai redaman bunyi, semakin bagus bahan tersebut dalam
mereduksi suara (Bpanelcom 2009 dalam Sistianti 2011). Pada diagram (Gambar
15) terlihat bahwa papan yang mampu meredam bunyi paling baik adalah papan
CLB 00, sedangkan yang paling buruk adalah CLB 450. Hubungan antara nilai
redaman bunyi dengan volume bunyi menghasilkan kurva logaritmic, artinya
semakin meningkatnya volume bunyi, maka laju peningkatan redaman bunyi
semakin menurun. Sistianti (2011) yang melakukan pengujian akustik dari panel
komposit menyatakan bahwa jenis perekat memberikan pengaruh yang nyata
terhadap nilai redaman bunyi.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Salah satu inovasi untuk mengatasi keterbatasan dimensi bambu adalah
dengan membuat bambu laminasi. Bambu laminasi dapat dibuat dengan berbagai
variasi orientasi sudut lamina, atau disebut dengan cross laminated bamboo
(CLB). Orientasi sudut lamina tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap

17
kerapatan CLB. Pembuatan bilah bambu menjadi CLB secara nyata
mempengaruhi stabilitas dimensi, yakni CLB memiliki stabilitas dimensi yang
lebih baik daripada bambu solid. Semakin besar orientasi sudut lamina, maka
stabilitas dimensi CLB semakin baik. CLB dapat tahan terhadap delaminasi air
dingin, namun tidak kuat terhadap delaminasi air panas. Hal ini menunjukkan
bahwa papan CLB dengan perekat isosianat tidak cocok diaplikasikan pada
struktur bangunan eksterior dengan kondisi yang ekstrim. Kekuatan delaminasi air
dingin maupun air panas tidak dipengaruhi oleh variasi orientasi sudut lamina.
Orientasi sudut mempengaruhi sifat mekanis papan CLB. CLB dengan
sudut 00 menghasilkan MOE terbaik dan berbeda nyata dengan CLB 450 dan 900,
sedangkan CLB dengan orientasi sudut 450 dan 900 tidak memiliki perbedaan
yang signifikan. Sama halnya dengan nilai MOE, nilai MOR terbaik juga
dihasilkan oleh CLB dengan sudut 00, berbeda nyata dengan CLB 450 dan 900,
sedangkan CLB dengan orientasi sudut 450 dan 900 tidak berbeda. Nilai keteguhan
geser rekat CLB berkisar antara 8 kg/cm2 hingga 13.7 kg/cm2. Nilai keteguhan
rekat tersebut tidak dipengaruhi oleh orientasi sudut.
Orientasi sudut memberikan pengaruh nyata terhadap nilai redaman bunyi
papan CLB. Papan CLB 00 merupakan peredam bunyi yang paling baik,
sedangkan yang paling buruk adalah CLB 450. Semakin meningkatnya volume
suara, maka laju peningkatan redaman bunyi semakin menurun, mengikuti kurva
logaritmik.
Saran
Pembelahan dan penyerutan bilah bambu pada penelitian ini dilakukan
secara manual dengan menggunakan golok sehingga pada saat penyusunan
terdapat banyak celah diantara bilah. Perlu dilakukan penelitian menggunakan
mesin untuk mengerjakan bilah bambu.
Perlu dilakukan pengujian tekan sejajar dan tegak lurus serat dari papan
CLB. Selain itu perlu juga dilakukan pengujian sifat mekanis papan CLB untuk
mengetahui kekuatan papan laminasi silang menahan beban yang tersebar pada empat
sisinya.

DAFTAR PUSTAKA
Anggraini R. 2012. Karakteristik cross laminated timber kayu jabon berdasarkan
ketebalan dan orientasi sudut lamina [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
[ASTM] American Society for Testing and Materials. 2005. Annual Book of
ASTM Standards Volume 04-10, Wood. D143 (2005): Standard Test
Methods for Small Clear Specimen of Wood. USA
Ati IT. 2012. Pengaruh kombinasi tebal dan orientasi sudut lamina terhadap sifat
fisis dan mekanis produk cross laminated timber kayu manii (Maesopsis
eminii Engl.) menggunakan paku [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.

18
Augistyra DD. 2012. Distribusi ikatan pembuluh, sifat fisis mekanis bilah bambu
dan bambu laminasi dua lapis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Baihaqi H. 2009. Hubungan antara sifat akustik dengan sifat fisis dan mekanis
lima jenis kayu [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Breyer DE, Fridley KJ, Pollog DG, dan Cobeen KE. 2003. Design of Wood
Structures - ASD. Fifth Edition. New York: Mc Graw Hill Companies.
Brown HP, Panshin AJ, and Forsaith CC. 1952. Text Book of Wood Technology. Vol.
II. Mc Graw Hill Book Company. New York.
Dransfield S, EA Widjaya. 1995. Plant Resources of South-East Asia No 7:
Bamboos. Yayasan PROSEA. Bogor.
Hafid AN. 2011. Konstruksi bambu. Surakarta (ID): Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan. Universitas Sebelas Maret
[JPIC] Japan Plywood Inspection Corporation. 2003. Japanese agricultural
standard for glued laminated timber. Tokyo: JPIC.
Liese W. 1980. Anatomy of bamboo. Di Dalam: Bamboo Research in Asia.
Proceeding of a Workshop Held in Singapore.
Lucky IK. 2011. Karakteristik panel akustik papan partikel bambu betung
(Dendrocalamus Asper Backer) berperekat isocyanate [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Praptoyo H. 2010. Sifat anatomi dan sifat fisika kayu mindi (Melia azedarach
Linn) dari hutan rakyat di Yogyakarta. Dalam Jurnal Ilmu Kehutanan vol IV
No 1 : 21-27.
Purwito. 2008. Standarisasi bambu sebagai bahan bangunan alternatif pengganti
kayu. Di Dalam: Prosiding PPI; 2008 November 5; Bogor, Indonesia. Bogor
(ID): Puslitbang BSN.
Rachmad S. 2013. sifat fisik dan mekanik papan laminasi silang kayu mindi
(Melia azedarach Linn) menggunakan perekat isosianat [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiadi A. 2009. Sifat kimia beberapa jenis bambu pada empat tipe ikatan
pembuluh [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sistianti D. 2011. Pengujian panel akustik komposit wol mangium (Acacia
mangium Willd.) berkerapatan sedang [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Skaar C. 1972. Water in wood. syracuce wood science series. University Press New
York.
Sugiarti. 2010. Kekuatan lentur glulam struktural yang terbuat dari papan
sambung kayu tusam dan kayu manis [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sulistijo HDK. 1988. Pengaruh pengawetan secara rendaman dengan bahan
pengawet wolmanit cb terhadap keteguhan mekanik barnbu andong
(Gigantochloa verficillata Munro) dan bambu betung (Dendrocalamus asper
acker ex Heyne) [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian
Bogor.
Supartini. 2012. Karakteristik cross laminated timber dari kayu cepat tumbuh
dengan jumlah lapisan yang berbeda [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Syafii LI. 1984. Pengujian sifat fisis dan mekanis contoh kecil bebas cacat
beberapa bambu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

19
Tarkono. 2006. Kajian teknologi produksi material laminasi bambu-kayu
berbentuk balok sebagai bahan alternatif bangunan kapal kayu. Jurnal Desain
dan Konstruksi. Bandar Lampung
Tsoumis G. 1991. Science and technology of wood structure, properties,
utilization. Van Nostrand Reinhold. New York.
Vick CB. 1999. Adhesive bonding of wood material. Forest Product Technology.
USDA Forest Service. Wisconsin
Wicaksono G. 2008. Kekuatan dan kekakuan bambu betung dengan perlakuan
perendaman dalam air mengalir sebagai bahan alat tangkap bubu sungai
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Penyerutan bilah dan pelaburan perekat

Lampiran 2 Pengeringan dan pengempaan

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Gunungsitoli, tanggal 25 Maret 1991. Penulis adalah
anak ketiga dari empat bersaudara oleh pasangan Aroziduhu Lase dan Adizami
Harefa. Sebelum kuliah di IPB, penulis telah menyelesaikan study di SMP Negeri
1 Gunungsitoli pada tahun 2006 dan SMA Negeri 1 Gunungsitoli tahun 2009.
Penulis masuk IPB melalui jalur undangan (USMI) dan memilih program studi
Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan IPB.
Selama menjadi mahasiswa di IPB, penulis mengikuti beberapa organisasi
yaitu Koperasi Mahasiswa (KOPMA) IPB sebagai anggota Event Organizer,
Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN) sebagai anggota
bagian biokomposit, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI), dan aktif
pada UKM PMK IPB sebagai koordinator umum komisi diaspora pada tahun
2011 dan menjadi Badan Peneliti dan Pengembangan (Balitbang) UKM PMK IPB
pada tahun 2012-2013.
Selama menempuh studi di Fakultas Kehutanan, penulis telah mengikuti
beberapa praktek lapang, yaitu Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) pada
tahun 2011 di Pangandaran – Gunung Sawal, Jawa Barat dan Praktek Pengelolaan
Hutan (PPH) pada tahun 2012 di Hutan Pendidikan Gunung Walat, Sukabumi.
Penulis melaksanakan Prektek Kerja Lapang (PKL) di PT. Toba Pulp Lestari, tbk
pada bulan Maret – Mei 2013 di Porsea, Sumatera Utara.
Untuk menuntaskan studi sebagai Sarjana Kehutanan, penulis
menyelesaikan skripsi dengan judul Pengaruh Orientasi Sudut Lamina Terhadap
Sifat Fisis dan Mekanis Papan Cross Laminated Timber (CLB) Lima Lapis yang
dibimbing oleh Dr Ir Dede Hermawan, MSc dan Effendi Tri Bahtiar, S.Hut, Msi.