Pengaruh Variasi Arus Las Terhadap Sifat Mekanik dan Ketangguhan Las Smaw dengan Elektroda NSN308

(1)

PENGARUH VARIASI ARUS LAS TERHADAP SIFAT

MEKANIK DAN KETANGGUHAN LAS SMAW

DENGAN ELEKTRODA NSN308

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

ALBERT TANDIKA

NIM. 08 0401 057

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2015


(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala karunia dan rahmatNya yang senantiasa diberikan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan Tugas Sarjana ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat untuk dapat lulus menjadi Sarjana Teknik di Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara. Adapun Skripsi yang dipilih, diambil dari mata kuliah Teknik Pengelasan, denagn judul skripsi, “ PENGARUH VARIASI ARUS LAS TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN KETANGGUHAN LAS SMAW DENGAN ELEK-TRODA NSN308 .

Dalam penulisan Tugas Skripsi ini, penulis selalu berupaya dengan segala kemampuan pembahasan dan penyajian, baik dengan disiplin ilmu yang diperoleh selama masa perkuliahan, menggunakan literatur serta bimbingan dan arahan dari Dosen Pembimbing.

Selama pembuatan Tugas Skripsi ini dimulai dari proses awal penelitian sampai penulisan dan akhirnya penyelesaian, saya banyak mendapat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini, penulis tidak lupa menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua penulis, Ayahanda tercinta, Ir. Lasido Mindari dan Ibunda tercinta, Jio Gek Hong yang terus membimbing dan men-garahkan penulis.

2. Bapak Ir. Alfian Hamsi,M.Sc. selaku Dosen Pembimbing yang selalu membimbing serta mengarahkan penulis selama proses penyelesaian Tugas Skripsi ini.

3. Bapak Dr.Ing.Ir. Ikhwansyah Isranuri dan Bapak Ir. M. Syahril Gultom, M.T., selaku Ketua dan Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(8)

4. Bapak/Ibu Staff Pengajar dan Pegawai di Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh rekan-rekan mahasiswa Teknik Mesin, terkhusus stambuk 2008 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu, “ Solidarity Forever “

Penulis menyadari bahwa Tugas Skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifatnya membangun demi penyempurnaan di masa mendatang.

Dengan segala hormat, akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini berguna bagi kita semua. Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu menyertai kita semua.

Medan, April 2015 Penulis,

Albert Tandika 08 0401 057


(9)

ABSTRAK

PENGARUH VARIASI ARUS LAS TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN KETANGGUHAN LAS SMAW DENGAN ELEKTRODA NSN308 ”.

Oleh : Albert Tandika FT USU

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap sifat mekanik dan ketangguhan las SMAW dengan elektroda NSN308. Salah satu fak-tor yang mempengaruhi ketangguhan material adalah sifat mekanik dari material tersebut. Jika material diberi proses pengelasan, maka akan dapat merubah sifat mekanik dari material tersebut. Penelitian ini menggunakan bahan baja tahan karat yang mengandung kadar C = 0,08 %, Si = 1 %, Mn = 2 %, S = 0,03 %, P = 0,045 %, Ni = 10-12 %, Cr = 19-21 %. Spesimen diberi perlakuan pengelasan dengan variasi arus dengan interval 25 Ampere, mulai dari 120 Ampere, 145 Am-per dan 170 AmAm-pere dengan menggunakan las SMAW DC polaritas terbalik den-gan elektroda NSN308 diameter 4 mm. DC polaritas terbalik yaitu pemeden-gang elektroda dihubungkan dengan kutub positif dan logam induk dihubungkan den-gan kutub negatif. Jenis kampuh yang digunakan adalah kampuh V denden-gan sudut 45º. Spesimen dilakukan uji tarik, kekerasan, ketangguhan dan dilakukan foto mikro. Hasil uji impak spesimen dengan arus 120 Ampere, besar energi yang dis-erap adalah 271,337 J, untuk spesimen 145 Ampere, besar energi rata-rata yang diserap adalah 299,723 J, dan besar energi rata-rata yang diserap untuk spesimen arus 170 Ampere adalah 246,637J. Nilai regangan spesimen dengan arus las 120 Ampere adalah 12,56 %, untuk arus las 145 Ampere adalah sebesar 12,67 %, dan untuk arus las 170 Ampere, rata-rata besar nilai regangannya adalah 36,06 %. Ni-lai kekerasan spesimen arus las 120 Ampere adalah 151 BHN, untuk spesimen 145 Ampere nilainya adalah 157 BHN, serta spesimen arus las 170 Ampere nilai kekerasan adalah sebesar 143 (142,667) BHN

Kata kunci adalah variasi, arus, SMAW, foto mikro, ketangguhan, NSN308, stain-less steel.


(10)

ABSTRACT

THE EFFECT OF WELD FLOW VARIATION ON MECHANICAL PROPERTIES AND WELDING SMAW WITH ELECTRODE NSN308

By : Albert Tandika FT USU

This study aims to determine the effect of welding current on mechanical proper-ties and toughness SMAW welding with electrodes NSN308. One of the factors that affect the material toughness is the mechanical properties of the material. If the material given welding process, it will be able to change the mechanical prop-erties of the material. This study uses stainless steel materials which contain high levels of C = 0.08%, Si = 1%, Mn = 2%, S = 0.03%, P = 0.045%, Ni = 10-12%, Cr = 19- 21%. Specimens treated with the welding current variation by 25 Am-peres interval, ranging from 120 AmAm-peres, 145 AmAm-peres and 170 AmAm-peres using reverse polarity DC SMAW welding electrode NSN308 with a diameter of 4 mm. DC reverse polarity is the electrode holder is connected to the positive pole and the metal stem is connected to the negative pole. Seam type used is seam V with 45º angle. Tensile test specimens, hardness, toughness and performed micro pho-to. Results of impact test specimens with a current of 120 Amperes, large energy absorbed is 271.337 N · m, for 145 Amperes specimens, the average amount of energy absorbed is 299.723 N · m, and an average of the energy is absorbed to the specimen flow 170 Amperes is 246.637 N · m. Value strain specimens with welding current of 120 Aamperes is 12.56%, to 145 Amperes welding current is equal to 12.67%, and for welding current 170 Amperes, the average major strain value was 36.06%. Specimen hardness value of 120 amperes welding current is 151 BHN, to the specimen 145 Amperes value is 157 BHN, as well as specimens of 170 Amperes welding current hardness value is equal to 143 (142.667) BHN

Keywords : variations, currents, SMAW, microstructure, hardness, NSN308, stain-less steel.


(11)

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR………..i ABSTRAK………..iii DAFTAR ISI………v DAFTAR GAMBAR………viii DAFTAR TABEL………x

BAB 1 PENDAHULUAN………….………..1

1.1 Latar Belakang………..1

1.2 Perumusan Masalah……….3

1.3 Tujuan Penelitian………..4

1.3.1 Tujuan Umum………..4

1.3.2 Tujuan Khusus……….4

1.4 Batasan Masalah……….…….….5

1.5 Manfaat Penelitian………5

1.6 Sistematika Penulisan……….………..5

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA……….….7

2.1 Pengelasan……….7

2.1.1 Sejarah Pengelasan……….….7

2.1.2 Definisi Pengelasan……….….9

2.2 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan dan Pemotongan……….9

2.3 Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)……….…12

2.4 Elektroda……….…13

2.4.1 Elektroda Berselaput……….13

2.4.2 Klasifikasi Elektroda……….14

2.4.3 Elektroda Baja Lunak………...15

2.4.4 Memilih Besar Arus Listrik Pengelasan………….….17

2.4.4.1 Cara-cara Menyalakan Busur………..…17

2.4.4.2 Pengaruh Panjang Busur Pada Hasil Las.…..18

2.4.4.3 Pengaruh Besar Arus Las……….18

2.5 Struktur Mikro Daerah Las……….….19

2.5.1 Daerah Logam Las………19


(12)

2.5.2.1 Pengaruh Kecepatan Las Dan Besar Arus Las

Terhadap Daerah HAZ……….………23

2.5.2.2 Struktur Mikro Daerah HAZ..………23

2.5.3 Logam Induk……….……….…24

2.5.4 Heat Input……….………….………….24

2.6 Pengujian Ketangguhan………26

2.7 Kampuh V………..27

2.8 Pengujian Kekerasan………28

2.9 Pengujian Tarik……….30

2.10 Foto Struktur Mikro………..31

2.11 Pengujian Komposisi………..32

2.12 Kerangka Berfikir……….….33

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN………35

3.1 Langkah - langkah Penelitian………..35

3.2 Alat dan Bahan………..38

3.3 Penentuan Variabel Bebas, Terikat dan Kendali….…….…..48

3.4 Diagram Alir Penelitian……….…………49

BAB 4 ANALISA DATA………..….50

4.1 Tensile Test (Pengujian Tarik)………50

4.1.1 Hasil Pengujian Tarik (Tensile Test) Dengan Variasi Arus Las.……….…50

4.1.1.1 Tensile Test Dengan Besar Arus 120 Ampere……51

4.1.1.2 Tensile Test Dengan Besar Arus 145 Ampere……53

4.1.1.3 Tensile Test Dengan Besar Arus 170 Ampere……55

4.2 Hasil Pengujian Hardness………..…….58

4.2.1 Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Variasi Arus ……..58

4.2.1.1 Hasil Pengujian Kekerasan DenganArus 120 Ampere………..58

4.2.1.2 Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Arus 145 Ampere………..59

4.2.1.3 Hasil Pengujian Kekerasan Dengan Arus 170 Ampere………..60


(13)

4.3.1 Hasil Pengujian Impact Dengan Variasi Arus………62

4.3.1.1 Hasil Pengujian Impact Dengan Arus 120 Ampere….62 4.3.1.2 Hasil Pengujian Impact Dengan Arus 145 Ampere….64 4.3.1.3 Hasil Pengujian Impact Dengan Arus 170 Ampere….66 4.4 Hasil Foto Mikrostruktur………..68

4.4.1 Hasil Foto Mikrostruktur Arus 120 Ampere…..………69

4.4.2 Hasil Foto Mikrostruktur Arus 145 Ampere………..…..…..70

4.4.3 Hasil Foto Mikrostruktur Arus 170 Ampere………..…71

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN………72

5.1 KESIMPULAN………...72

5.2 SARAN………73 DAFTAR PUSTAKA


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Perkembangan cara pengelasan (Wiryosumarto, 2004)…………..…8

Gambar 2.2 Pengelasan cair (sumber : www.google.com)………10

Gambar 2.3 Klasifikasi cara pengelasan (Wiryosumarto, 2000)………11

Gambar 2.4 Las SMAW (Wiryosumarto, 2000)………12

Gambar 2.5 Bagian-bagian elektroda (sumber : www.conectingwillys.blogspot.com)………..……14

Gambar 2.6 Cara menyalakan busur dengan cara digoreskan dan disentuhkan (sumber : www.http-tl.ppns.ac.id)……….…18

Gambar 2.7 Arah pembekuan dari logam las (Wiryosumarto, 2000)………19

Gambar 2.8 Struktur mikro batas butir ferit (Sonawan, 2004)………..20

Gambar 2.9 Ferrite Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase (http://www.twi-global.com)……….…20

Gambar 2.10 Struktur mikro ferit acicular (http://www.twi-global.com)…….…21

Gambar 2.11 Struktur mikro bainit (ASM, 1989)………..21

Gambar 2.12 Struktur mikro martensit (Sonawan, 2004)………..22

Gambar 2.13 Transformasi fasa pada logam hasil pengelasan (Sonawan, 2004)………..………23

Gambar 2.14 Perubahan sifat fisis pada sambungan las cair (Malau, 2003)……24

Gambar 2.15 Pengujian ketangguhan Charpy www.twi-global.com)………26

Gambar 2.16 Kampuh V las terbuka (Sonawan, 2004)………27

Gambar 2.17 Kampuh V las tertutup(Sonawan, 2004)………27

Gambar 2.18 Kurva tegangan - regangan logam(www.google.com)…………..28

Gambar 2.19 Batas elastis dan tegangan luluh 0,2% (Smith, 1984)………30

Gambar 3.1 Masker Las………38

Gambar 3.2 Masker Las………39

Gambar 3.3 Sarung Tangan…………..……….39

Gambar 3.4 Tang Penjepit……….40

Gambar 3.5 Apron Las………..40

Gambar 3.6 Sepatu Las………..41

Gambar 3.7 Kabel Las………...………41

Gambar 3.8 Penjepit Elektroda……….….……42

Gambar 3.9 Palu Las………..42

Gambar 3.10 Sikat Kawat………..43


(15)

Gambar 3.12 Mesin Uji Impak Charpy……….44

Gambar 3.13 Mesin Uji Tarik (Tensile) TARNO GROCKI………..45

Gambar 3.14 Mesin Uji Kekerasan Brinell………..46

Gambar 3.15 Mikroskop untuk pengujian mikrostruktur……….47

Gambar 3.16 Mesin Las SMAW………..47

Gambar 3.17 Diagram Alir Penelitian………..49

Gambar 4.1 Spesimen Uji Tarik dengan Besar Arus 120 Amper……….51

Gambar 4.2 Spesimen Uji Tarik dengan Besar Arus 145 Amper……….53

Gambar 4.3 Spesimen Uji Tarik dengan Besar Arus 170 Amper……….56

Gambar 4.4 Grafik Tegangan Vs Regangan Spesimen 120 Ampere, 145 Ampere dan 170 Ampere………57

Gambar 4.5 Hasil Pengujian Kekerasan dengan Arus 120 Amper………59

Gambar 4.6 Hasil Pengujian Kekerasan dengan Arus 145 Amper………59

Gambar 4.7 Hasil Pengujian Kekerasan dengan Arus 170 Amper………60

Gambar 4.8 Tiga Spesimen dengan 9 Titik Uji dalam Brinell Hardness Number……….61

Gambar 4.9 Hasil Uji Impak Spesimen 1 (Arus 120 Amper)……….…….62

Gambar 4.10 Hasil Uji Impak Spesimen 2 (Arus 145 Amper)……….……64

Gambar 4.11 Hasil Uji Impak Spesimen 3 (Arus 170Amper)……….66

Gambar 4.12 Hasil Pengujian Impak Spesimen 120 Amper, 145 Amper, dan 170 Amper………..………..…68

Gambar 4.13 Foto struktur mikro daerah las, batas las dan daerah HAZ dari spesimen arus las 120 Ampere..………..……69

Gambar 4.14 Foto struktur mikro daerah las, batas las dan daerah HAZ dari spesimen arus las 145 Ampere..……….…..70

Gambar 4.15 Foto struktur mikro daerah las, batas las dan daerah HAZ dari spesimen arus las 170 Ampere…..……….…..71


(16)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Efisiensi proses pengelasan (Malau, 2003) ……….……….…25 Tabel 2.2 Komposisi kimia baja paduan tinggi stainless steel SAE 308.………..32 Tabel 4.1 Hasil Pengujian Tensile untuk Variasi Arus 120 Amper……….52 Tabel 4.2 Hasil Pengujian Tensile untuk Variasi Arus 145 Amper……….55 Tabel 4.3 Hasil Pengujian Tensile untuk Variasi Arus 170 Amper……….57 Tabel 4.4 Pengujian Kekerasan pada 3 Titik Uji dengan Arus 120 Amper...…….59 Tabel 4.5 Pengujian Kekerasan pada 3 Titik Uji dengan Arus 145 Amper...…….60 Tabel 4.6 Pengujian Kekerasan pada 3 Titik Uji dengan Arus 170 Amper………61 Tabel 4.7 Hasil Uji Impak Spesimen 120 Amper………..63 Tabel 4.8 Hasil Uji Impak Spesimen 145 Amper…..………64 Tabel 4.9 Hasil Uji Impak Spesimen 170 Amper………..66


(17)

ABSTRAK

PENGARUH VARIASI ARUS LAS TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN KETANGGUHAN LAS SMAW DENGAN ELEKTRODA NSN308 ”.

Oleh : Albert Tandika FT USU

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh arus pengelasan terhadap sifat mekanik dan ketangguhan las SMAW dengan elektroda NSN308. Salah satu fak-tor yang mempengaruhi ketangguhan material adalah sifat mekanik dari material tersebut. Jika material diberi proses pengelasan, maka akan dapat merubah sifat mekanik dari material tersebut. Penelitian ini menggunakan bahan baja tahan karat yang mengandung kadar C = 0,08 %, Si = 1 %, Mn = 2 %, S = 0,03 %, P = 0,045 %, Ni = 10-12 %, Cr = 19-21 %. Spesimen diberi perlakuan pengelasan dengan variasi arus dengan interval 25 Ampere, mulai dari 120 Ampere, 145 Am-per dan 170 AmAm-pere dengan menggunakan las SMAW DC polaritas terbalik den-gan elektroda NSN308 diameter 4 mm. DC polaritas terbalik yaitu pemeden-gang elektroda dihubungkan dengan kutub positif dan logam induk dihubungkan den-gan kutub negatif. Jenis kampuh yang digunakan adalah kampuh V denden-gan sudut 45º. Spesimen dilakukan uji tarik, kekerasan, ketangguhan dan dilakukan foto mikro. Hasil uji impak spesimen dengan arus 120 Ampere, besar energi yang dis-erap adalah 271,337 J, untuk spesimen 145 Ampere, besar energi rata-rata yang diserap adalah 299,723 J, dan besar energi rata-rata yang diserap untuk spesimen arus 170 Ampere adalah 246,637J. Nilai regangan spesimen dengan arus las 120 Ampere adalah 12,56 %, untuk arus las 145 Ampere adalah sebesar 12,67 %, dan untuk arus las 170 Ampere, rata-rata besar nilai regangannya adalah 36,06 %. Ni-lai kekerasan spesimen arus las 120 Ampere adalah 151 BHN, untuk spesimen 145 Ampere nilainya adalah 157 BHN, serta spesimen arus las 170 Ampere nilai kekerasan adalah sebesar 143 (142,667) BHN

Kata kunci adalah variasi, arus, SMAW, foto mikro, ketangguhan, NSN308, stain-less steel.


(18)

ABSTRACT

THE EFFECT OF WELD FLOW VARIATION ON MECHANICAL PROPERTIES AND WELDING SMAW WITH ELECTRODE NSN308

By : Albert Tandika FT USU

This study aims to determine the effect of welding current on mechanical proper-ties and toughness SMAW welding with electrodes NSN308. One of the factors that affect the material toughness is the mechanical properties of the material. If the material given welding process, it will be able to change the mechanical prop-erties of the material. This study uses stainless steel materials which contain high levels of C = 0.08%, Si = 1%, Mn = 2%, S = 0.03%, P = 0.045%, Ni = 10-12%, Cr = 19- 21%. Specimens treated with the welding current variation by 25 Am-peres interval, ranging from 120 AmAm-peres, 145 AmAm-peres and 170 AmAm-peres using reverse polarity DC SMAW welding electrode NSN308 with a diameter of 4 mm. DC reverse polarity is the electrode holder is connected to the positive pole and the metal stem is connected to the negative pole. Seam type used is seam V with 45º angle. Tensile test specimens, hardness, toughness and performed micro pho-to. Results of impact test specimens with a current of 120 Amperes, large energy absorbed is 271.337 N · m, for 145 Amperes specimens, the average amount of energy absorbed is 299.723 N · m, and an average of the energy is absorbed to the specimen flow 170 Amperes is 246.637 N · m. Value strain specimens with welding current of 120 Aamperes is 12.56%, to 145 Amperes welding current is equal to 12.67%, and for welding current 170 Amperes, the average major strain value was 36.06%. Specimen hardness value of 120 amperes welding current is 151 BHN, to the specimen 145 Amperes value is 157 BHN, as well as specimens of 170 Amperes welding current hardness value is equal to 143 (142.667) BHN

Keywords : variations, currents, SMAW, microstructure, hardness, NSN308, stain-less steel.


(19)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan teknologi dalam bidang konstruksi yang semakin maju dewasa ini, tidak akan terlepas dari teknologi atau teknik pengelasan karena mempunyai peranan yang sangat penting dalam rekayasa serta reparasi logam. Pembangunan konstruksi dengan logam pada zaman modern seperti saat ini banyak melibatkan unsur pengelasan khususnya dalam bidang rancang bangun yang sangat memerlukan ketrampilan yang tinggi bagi pengelasnya agar diperoleh sambungan las dengan kualitas yang baik dan sesuai dengan standar yang berlaku. Lingkup penggunaan teknik pengelasan dalam konstruksi sangat luas meliputi pembuatan jembatan, pengelasan kapal, rangka baja, sarana transportasi , rel kere-ta api, sarana transporkere-tasi, pipa saluran, dan sebagainya.

Adapun faktor yang mempengaruhi las salah satunya adalah prosedur pen-gelasan yaitu suatu perencanaan dalam pelaksanaan penelitian yang meliputi cara pembuatan konstruksi las yang sesuai dengan rencana dan spesifikasi dengan menentukan semua hal yang diperlukan dalam pelaksanaan tersebut. Faktor pro-duksi pengelasan adalah jadwal pembuatan, proses pembuatan, alat dan bahan yang diperlukan, urutan pelaksanaan, persiapan pengelasan (meliputi: pemilihan jenis mesin las, penunjukan juru las, pemilihan elektroda, penggunaan jenis kam-puh) (Wiryosumarto, 2000).

Pengelasan berdasarkan klasifikasi cara kerja dapat dibagi dalam tiga kelompok, yaitu:

1. Pengelasan cair 2. Pengelasan tekan 3. Pematrian

Pengelasan cair adalah suatu cara pengelasan dimana benda yang akan disambung dipanaskan sampai mencair dengan memakai sumber energi panas.


(20)

Cara pengelasan ini yang paling banyak digunakan adalah pengelasan cair dengan busur (las busur listrik) dan juga gas. Las busur listrik sendiri terbagi empat, yaitu :

1. Las busur dengan elektroda terbungkus 2. Las busur gas (TIG, MIG, las busur CO2)

3. Las busur tanpa gas 4. Las busur dalam

Salah satu jenis dari las busur elektroda terbungkus adalah las SMAW (Shielding Metal Arc Welding) yang akan dipergunakan dalam tugas skripsi ini.

Jenis mesin las SMAW menurut arusnya dibedakan menjadi tiga, yaitu: 1. Mesin las arus searah atau disebut juga Direct Current (DC)

2. Mesin las arus bolak-balik atau Alternating Current (AC) 3. Mesin las arus ganda, dapat dipakai arus DC ataupun arus AC.

Mesin las arus Direct Current (DC) dapat digunakan dengan dua cara, yaitu den-gan polaritas lurus dan polaritas terbalik. Mesin las DC denden-gan polaritas lurus (dilambangkan dengan DC-) digunakan bila titik cair bahan induk tinggi dan kap-asitas besar, pemegang elektrodanya dihubungkan dengan kutub negatif dan logam induk dihubungkan dengan kutub positif. Sedangkan untuk mesin las DC dengan polaritas terbalik (dilambangkan dengan DC+) digunakan bila titik cair bahan induk rendah dan dengan kapasitas kecil, pemegang elektrodanya di-hubungkan dengan kutub positif dan logam induk didi-hubungkan dengan kutub negatif.

Penggunaan elektroda sangat menentukan jenis mesin las DC mana yang akan dipakai, apakah dengan mesin las DC polaritas lurus atau terbalik. Beberapa elektroda SMAW didesain hanya pada mesin las DC- (polaritas lurus) atau DC+ (polaritas terbalik). Elektroda jenis lain dapat menggunakan kedua jenis mesin las DC- dan DC+. Elektroda jenis NSN308 terbuat dari material stainless steel ter-baik dilengkapi dengan sifat kimia fluks yang memudahkan pengelasan, memiliki beberapa variasi diameter, untuk penelitian ini dipilih elektroda dengan diameter 4,0 mm. Cocok digunakan untuk pengelasan secara horizontal maupun vertikal. Arus yang dapat digunakan untuk memakai elektroda jenis ini berkisar antara 120 - 170 Ampere, dalam penelitian ini. Dapat digunakan untuk pengelasan baja tahan karat, industri kimia, obat, makanan dan pupuk, Spatter (tetesan cair kecil yang


(21)

menempel pada baja di sekitar daerah lasan) yang dihasilkan sedikit, busur api stabil, terak mudah lepas dan tahan terhadap korosi.

Pengaturan besar kuat arus pengelasan akan sangat mempengaruhi hail pengelasan. Bila arus yang digunakan terlalu rendah akan menyebabkan sukarnya busur listrik untuk mulai menyala dan busur listrik yang terjadi menjadi tidak sta-bil. Dan panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan juga ba-han dasar las, sehingga hasilnya menjadi rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata ser-ta penembusan kurang dalam. Sebaliknya, bila arus terlalu besar maka elektroda akan meleleh terlalu cepat dan akan menghasilkan permukaan las yang terlalu lebar dari yang diharapkan dan penembusan yang terlalu dalam sehingga mengak-ibatkan kekuatan tarik yang rendah dan bahan dasar las menjadi semakin rapuh. (Arifin, 1997).

Tegangan busur, besar arus, kecepatan pengelasan, besarnya tembusan dan juga polaritas listrik akan sangat mempengaruhi kekuatan hasil lasan. Berdasarkan latar belakang di atas maka penelitian ini diberi judul “PENGARUH VARIASI ARUS LAS TERHADAP SIFAT MEKANIK DAN KETANGGUHAN LAS SMAW DENGAN ELEKTRODA NSN308”. Dan besar variasi arus pengelasan yang akan diambil adalah 120 A, 145 A, dan 170 A, dengan interval 25 A. Pengambilan variasi arus 120 A sebagai acuan awal arus pengelasan karena pada arus tersebut adalah titik cair terendah dan 170 A sebagai acuan akhir adalah titik tertinggi arus yang boleh dipakai untuk elektroda NSN308 dengan diameter 4,0 mm yang diambil.

1.2 Perumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang tersebut di atas, maka akan muncul per-masalahan sebagai berikut:

1. Ada pengaruh besar arus pengelasan terhadap kualitas kekuatan tarik baja tahan karat (stainless steel) hasil pengelasan SMAW dengan menggunakan elektroda NSN308.

2. Besar pengaruh arus pengelasan terhadap ketangguhan baja stainless steel hasil pengelasan SMAW dengan elektroda NSN308.


(22)

3. Pengaruh arus pengelasan terhadap kekuatan tarik daerah las baja tahan karat hasil pengelasan SMAW dengan elektroda NSN308.

4. Pengaruh arus pengelasan terhadap struktur mikro baja stainless steel hasil pengelasan SMAW dengan elektroda NSN308.

5. Besar pengaruh arus pengelasan terhadap kekerasan baja stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elektroda NSN308.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui besar pengaruh variasi arus pengelasan yang digunakan pada elektroda jenis NSN308 dengan ba-han dasar las yaitu baja taba-han karat atau stainless steel.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan penelitian secara khusus dalam tugas skripsi ini adalah sebagai berikut:

1. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap kualitas kekuatan tarik baja stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elektroda NSN308.

2. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap ketangguhan baja stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elektroda NSN308.

3. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap kekuatan tarik daerah las baja stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elektroda NSN308.

4. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap struktur mikro dari baja stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elek-troda NSN308.

5. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap kekerasan baja stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elektroda NSN308.


(23)

1.4 Batasan Masalah

Batasan permasalahan dari penelitian ini, yaitu:

1. Memakai arus pengelasan dengan interval 25Ampere, mulai dari 120 Am-per, 145 Ampere, dan 170 Ampere.

2. Memakai elektroda NSN308 dengan diameter 4,0 mm dan uji terhadap besar variasi arus yang telah ditentukan di atas.

3. Pengujian yang dilakukan pengujian ketangguhan baja stainless steel meliputi kekuatan tarik, kekerasan dan struktur mikro

1.5 Manfaat Penelitian

Sebagai peran nyata dalam pengembangan teknologi khususnya pada teknologi pengelasan, maka penulis berharap dapat mengambil manfaat dari penelitian pada tugas skripsi ini, diantaranya sebagai berikut:

1. Sebagai literatur pada penelitian yang sejenisnya dalam rangka pengem-bangan teknologi khususnya di bidang pengelasan.

2. Sebagai informasi bagi juru las untuk meningkat kualitas hasil penge-lasan.

3. Sebagai informasi penting guna meningkatkan pengetahuan bagi peneliti dalam bidang pengujian bahan, pengelasan dan bahan teknik.

1.6 Sistematika Penulisan

Agar penyusunan tugas skripsi ini dapat tersusun secara sistematis dan mempermudah pembaca memahami tulisan ini, maka tugas skripsi ini dibagi dalam beberapa bagian yaitu:

HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN ABSTRAK

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR DAFTAR TABEL


(24)

Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang dari judul skripsi yang telah ditetapkan, tujuan, manfaat, batasan masalah, sistematika penulisan dan metodologi penulisan skripsi.

BAB II : DASAR TEORI

Pada bab ini akan dibahas mengenai teori-teori yang berhubungan dengan penulisan skripsi. Dasar teori didapatkan dari berbagai sumber, diantaranya brasal dari: buku - buku pedoman, jurnal, paper, tugas akhir, mail, book, dan e-news.

BAB III: METODOLOGI

Pada bab ini akan dibahas mengenai metode yang akan digunakan untuk menyele-saikan penulisan skripsi. Pada bab ini juga akan dibahas mengenai langkah-langkah penelitian, pengolahan dan analisa data yang akan digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dari topik yang diangkat.

BAB IV: ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini akan dianalisa dan dibahas mengenai data-data yang telah diperoleh dari hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini berisi kesimpulan dari penulisan tugas akhir dan saran-saran.


(25)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelasan

2.1.1 Sejarah Pengelasan

Berdasarkan penemuan benda-benda sejarah dapat diketahui bahwa teknik penyambungan logam telah diketahui sejak zaman prasejarah, misalnya pematrian timbal-timah menurut keterangan yang didapat telah diketahui dan dipraktekan dalam rentang waktu antara 4000 sampai 3000 SM. Sumber energi panas yang dipergunakan pada waktu itu diduga dihasilkan dari pembakaran kayu atau arang. Berhubung suhu yang diperoleh dengan pembakaran kayu dan arang sangat ren-dah maka teknik penyambungan ini pada waktu itu tidak dikembangkan lebih lan-jut.

Setelah energi listrik dapat dipergunakan dengan mudah, teknologi penge-lasan maju dengan pesat sehingga menjadi suatu teknik penyambungan yang mu-takhir. Cara-cara dan teknik pengelasan yang banyak digunakan pada waktu ini seperti las busur,las resistansi listrik, las termit dan las gas, pada umumnya dicip-takan pada akhir abad ke-19.

Alat-alat busur dipakai secara luas setelah alat tersebut digunakan dalam praktek oleh Benardes dalam tahun 1885. Dalam penggunaan yang pertama ini Benardes memakai elektroda yang dibuat dari batang karbon atau grafit. Dengan mendekatkan elektroda kelogam induk atau logam yang akan dilas sejarak kira- kira 2 mm, maka terjadi busur listrik yang merupakan sumber panas dalam proses pengelasan. Karena panas yang timbul, maka logam pengisi yang terbuat dari logam yang sama dengan logam induk mencair dan mengisi tempat sambungan.

Dalam tahun 1889 Zerner mengembangkan cara pengelasan busur yang baru dengan menggunakan busur listrik yang dihasilkan oleh dua batang karbon.


(26)

Dengan cara ini busur yang dihasilkan ditarik ke logam dasar oleh gaya elektro-magnit sehingga terjadi semburan busur yang kuat. Slavianoff dalam tahun 1892 adalah orang pertama yang menggunakan kawat logam elektroda yang turut men-cair karena panas yang ditimbulkan oleh busur listrik yang terjadi. Dengan pene-muan ini maka elektroda di smping berfungsi sebagai penghantar dan pembangkit busur listrik juga berfungsi sebagai logam pengisi. Kemudian Kjellberg mene-mukan bahwa kualitas sambungan las menjadi lebih baik bila kawat elektroda logam yang digunakan dibungkus dengan terak. Penemuan ini adalah permulaan dari penggunaan las busur dengan elektroda terbungkus yang sangat luas penggu-naanya pada waktu ini.

Kemajuan-kemajuan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang dicapai sampai dengan tahun 1950, telah mulai mempercepat lagi kemajuan dalam bidang las. Karena itu, tahun 1950 dapat dianggap sebagai permulaan masa keemasan yang ketiga yang masih terus berlangsung terus sampai sekarang. Selama masa keemasan yang ketiga ini telah ditemukan cara-cara las baru antara lain las tekan dingin, las listrik terak, las busur dengan perlindungan gas CO2, las gesek, las ul-trasonik, las sinar elektron, las busur plasma, las laser dan masih banyak lagi lain-nya. Jumlah penemuan pada tahun-tahun tertentu dan jenis pengelasan yang dite-mukan dipergunakan dalam praktek pada waktu ini, sebagian masih memerlukan perbaikanyang mungkin dalam waktu yang dekat akan menjadi lebih bermanfaat dan dapat merupakan sumbangan yang berharga kepada kemajuan teknologi las.


(27)

2.1.2 Definisi Pengelasan

Definisi welding atau pengelasan menurut Deutsche Industrie Norman (DIN) adalah ikatan metalurgi pada sambungan logam atau logam paduan yang dilaksanakan dalam keadaan cair. Dengan kata lain, las adalah sambungan setem-pat dari beberapa batang logam dengan menggunakan energi panas. Mengelas menurut Alip (1989) adalah suatu aktifitas menyambung dua bagian benda atau lebih dengan cara memanaskan atau menekan atau gabungan dari keduanya sedemikian rupa sehingga menyatu seperti benda utuh. Penyambungan bisa den-gan atau tanpa bahan tambah (filler metal) yang sama atau berbeda titik cair maupun strukturnya.

Pengelasan juga dapat diartikan sebagai proses penyambungan dua buah logam sampai titik rekristalisasi logam, dengan atau tanpa menggunakan bahan tambah dan menggunakan energi panas sebagai pencair bahan yang dilas. Penge-lasan juga dapat diartikan sebagai ikatan tetap dari benda atau logam yang di-panaskan. Mengelas bukan hanya memanaskan dua bagian benda sampai mencair dan membiarkan membeku kembali, tetapi membuat lasan yang utuh dengan cara memberikan bahan tambah atau elektroda pada waktu dipanaskan sehingga mem-punyai kekuatan seperti yang dikehendaki. Kekuatan sambungan las dipengaruhi beberapa faktor antara lain:

1. Prosedur pengelasan, bahan 2. Elektroda

3. Jenis kampuh yang digunakan

2.2 Klasifikasi Cara-cara Pengelasan dan Pemotongan

Sampai pada waktu ini banyak sekali cara-cara pengklasifikasian yang di-gunakan dalam bidang las, ini disebabkan karena belum adanya kesepakatan dalam hal tersebut. Secara konvesional cara-cara pengklasifikasiaan tersebut pada waktu ini dapat dibagi dalam dua golongan, yaitu klasifikasi berdasarkan cara ker-ja dan klasifikasi berdasarkan energi yang digunakan. Klasifikasi pertama mem-bagi las dalam kelompok las cair, las tekan, las patri dan lain-lainnya, sedangkan klasifikasi yang kedua membedakan adanya kelompok-kelompok seperti las listrik, las kimia, las mekanik dan seterusnya. Bila diadakan klasifikasi yang lebih


(28)

terperinci lagi, maka kedua klasifikasi tersebut di atas akan terbaur dan akan ter-bentuk kelompok-kelompok yang banyak sekali.

Di antara kedua cara klasifikasi tersebut, kelihatannya klasifikasi berdasarkan cara kerja lebih banyak digunakan, berdasarkan klasifikasi ini penge-lasan dapat dibagi dalam tiga kelas utama yaitu :

1. Pengelasan cair adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan sampai mencair dengan sumber panas dari busur listrik atau semburan api gas yang ter-bakar. Pengelasan cair dapat dibagi lagi menjadi:

a. Las Busur Plasma b. Las Sinar Elektron c. Las Termit

d. Las Busur (elektroda terumpan dan elektroda tak terumpan) e. Las Listrik Gas

f. Las Listrik Terak g. Las Listrik Gas

Gambar 2.2 Pengelasan cair (sumber : www.google.com)

2. Pengelasan tekan adalah cara pengelasan di mana sambungan dipanaskan dan kemudian ditekan hingga menjadi satu. Pengelasan tekan dapat dibagi lagi menja-di:

a. Las Tekan Gas b. Las Tempa


(29)

d. Las Ledakan e. Las Induksi f. Las Ultrasonik

3. Pematrian adalah cara pengelasan di mana sambungan diikat dan disatukan dengan menggunakan paduan logam yang mempunyai titik cair rendah. Pematrian dapat di bagi lagi menjadi:

a. Pembrasingan b. Penyolderan

Perincian lebih lanjut mengenai klasifikasi pengelasan ini dapat dilihat pada bagan di bawah:

!

Gambar 2.3 Klasifikasi cara pengelasan (Wiryosumarto, 2000)


(30)

2.3 Las SMAW (Shielded Metal Arc Welding)

Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat pem-anasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama penge-lasan akan mengalami pencairan bersama dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las.

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi. Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar. Pola pe-mindahan logam cair sangat mempengaruhi sifat mampu las dari logam. Logam mempunyai sifat mampu las yang tinggi bila pemindahan terjadi dengan butiran yang halus. Pola pemindahan cairan dipengaruhi oleh besar kecilnya arus dan komposisi dari bahan fluks yang digunakan. Bahan fluks yang digunakan untuk membungkus elektroda selama pengelasan mencair dan membentuk terak yang menutupi logam cair yang terkumpul di tempat sambungan dan bekerja sebagai penghalang oksidasi.


(31)

2.4 Elektroda

Pengelasan dengan menggunakan las busur listrik memerlukan kawat las (elektroda) yang terdiri dari satu inti terbuat dari logam yang dilapisi lapisan dari campuran kimia. Fungsi dari elektroda sebagai pembangkit dan sebagai bahan tambah.Elektroda terdiri dari dua bagian yaitu bagian yang berselaput (fluks) dan tidak berselaput yang merupakan pangkal untuk menjepitkan tang las. Fungsi dari fluks adalah untuk melindungi logam cair dari lingkungan udara, menghasilkan gas pelindung, menstabilkan busur.

2.4.1 Elektroda Berselaput

Elektroda berselaput yang dipakai pada Ias busur listrik mempunyai perbedaan komposisi selaput maupun kawat Inti. Pelapisan fluksi pada kawat inti dapat dengah cara destrusi, semprot atau celup. Ukuran standar diameter kawat inti dari 1,5 mm sampai 7 mm dengan panjang antara 350 sampai 450 mm. Jenis-jenis selaput fluksi padaelektroda misalnya selulosa, kalsium karbonat (Ca C03), titanium dioksida (rutil), kaolin, kalium oksida mangan, oksida besi, serbuk besi, besi silikon, besi mangan dan sebagainya dengan persentase yang berbeda-beda, untuk tiap jenis elektroda.

Tebal selaput elektroda berkisar antara 70% sampai 50% dari diameter elektroda tergantung dari jenis selaput. Pada waktu pengelasan, selaput elektroda ini akan turut mencair dan menghasilkan gas CO2 yang melindungi cairan las, busur listrik dan sebagian benda kerja terhadap udara luar. Udara luar yang men-gandung O2 dan N akan dapat mempengaruhi sifat mekanik dari logam Ias. Cairan selaput yang disebut terak akan terapung dan membeku melapisi per-mukaan las yang masih panas.


(32)

Gambar 2.5 Bagian-bagian elektroda (sumber: www.conectingwillys.blogspot.com)

2.4.2 Klasifikasi Elektroda

Elektroda baja lunak dan baja paduan rendah untuk las busur listrik manu-rut klasifikasi AWS (American Welding Society) dinyatakan dengan tanda E XXXX yang artinya sebagai berikut:

• E : menyatakan elaktroda busur listrik

• XX (dua angka) : sesudah E menyatakan kekuatan tarik deposit las dalam ribuan Ib/in2.

• X (angka ketiga) : menyatakan posisi pangelasan.

• angka 1 untuk pengelasan segala posisi. angka 2 untuk pengelasan posisi datar di bawah tangan

• X (angka keempat) menyatakan jenis selaput dan jenis arus yang cocok dipakai untuk pengelasan.

Contoh : E 6013 Artinya:

• Kekuatan tarik minimum den deposit las adalah 60.000 Ib/in2 atau 42 kg/ mm2

• Dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi

• Jenis selaput elektroda Rutil-Kalium dan pengelasan dengan arus AC atau DC + atau DC -


(33)

2.4.3 Elektroda Baja Lunak

Dan bermacam-macam jenis elektroda baja lunak perbedaannya hanyalah pada jenis selaputnya. Sedang kan kawat intinya sama:

1. E 6010 dan E 6011

Elektroda ini adalah jenis elektroda selaput selulosa yang dapat dipakai untuk pengelesan dengan penembusan yang dalam. Pengelasan dapat pada segala posisi dan terak yang tipis dapat dengan mudah dibersihkan. Deposit las biasanya mempunyai sifat sifat mekanik yang baik dan dapat dipakai untuk pekerjaan den-gan pengujian Radiografi. Selaput selulosa denden-gan kebasahan 5% pada waktu pengelasan akan menghasilkan gas pelindung. E 6011 mengandung Kalium untuk mambantu menstabilkan busur listrik bila dipakai arus AC.

2. E 6012 dan E 6013

Kedua elektroda ini termasuk jenis selaput rutil yang dapat manghasilkan penembusan sedang. Keduanya dapat dipakai untuk pengelasan segala posisi, tetapi kebanyakan jenis E 6013 sangat baik untuk posisi pengelesan tegak arah ke bawah. Jenis E 6012 umumnya dapat dipakai pada ampere yang relatif lebih ting-gi dari E 6013. E 6013 yang mengandung lebih benyak Kalium memudahkan pe-makaian pada voltage mesin yang rendah. Elektroda dengan diameter kecil ke-banyakan dipakai untuk pangelasan pelat tipis.

3. E 6020

Elektroda jenis ini dapat menghasilkan penembusan las sedang dan ter-aknya mudah dilepas dari lapisan las. Selaput elektroda terutama mengandung oksida besi dan mangan. Cairan terak yang terlalu cair dan mudah mengalir menyulitkan pada pengelasan dengan posisi lain dari pada bawah tangan atau datar pada las sudut.

4. Elektroda dengan Selaput Serbuk Besi

Selaput elektroda jenis E 6027, E 7014. E 7018. E 7024 dan E 7028 men-gandung serbuk besi untuk meningkatkan efisiensi pengelasan. Umumnya selaput elektroda akan lebih tebal dengan bertambahnya persentase serbuk besi. Dengan adanya serbuk besi dan bertambah tebalnya selaput akan memerlukan ampere yang lebih tinggi.

5. Elektroda Hidrogen Rendah

Selaput elektroda jenis ini mengandung hydrogen yang rendah (kurang dari 0,5 %), sehingga deposit las juga dapat bebas dari porositas. Elektroda ini


(34)

dipakai untuk pengelasan yang memerlukan mutu tinggi, bebas porositas, misal-nye untuk pengelasan bejana dan pipa yang akan mengalami tekanan. Jenis-jenis elektroda hidrogen rendah misalnya E 7015, E 7016 dan E 7018.

6. Elektroda Untuk Besi Tuang

Elektroda yang dipakai untuk mengelas besi tuang adalah sebagai berikut: a. Elektroda nikel

Elektroda jenis ini dipakai untuk mengelas besi tuang, bila hasil las masih dikerjakan lagi dengan mesin. Elektroda nikel dapat dipakai dalam sagala posisi pengelasan. Rigi-rigi las yang dihasilkan elektroda ini pada besi tuang adalah rata dan halus bila dipakai pada pesawat las DC kutub terbalik.

b. Elektroda baja

Elektroda jenis ini bila dipakai untuk mengelas besi tuang akan menghasilkan deposit las yang kuat sehingga tidak dapat dikerjakan den-gan mesin. Denden-gan demikian elektroda ini dipakai bila hasil las tidak dik-erjakan lagi. Untuk mengelas besi tuang dengan elektroda baja dapat di-pakai pesawat las AC atau DC kutub terbalik.

c. Elektroda perunggu

Hasil las dengan memakai elektroda ini tahan terhadap retak, se-hingga panjang las dapat ditambah. Kawat inti dari elektroda dibuat dari perunggu fosfor dan diberi selaput yang menghasilkan busur stabil.

d.Elektroda dengan Hydrogen rendah

Elektroda jenis ini pada dasarnya dipakai untuk baja yang mengan-dung karbon kurang dari 1,5%. Tetapi dapat juga dipakai pada pengelasan besi tuang dengan hasil yang baik. Hasil lasnya tidak dapat dikerjakan dengan mesin.

7. Elektroda untuk Aluminium.

Aluminium dapat dilas listrik dengan elektroda yang dibuat dari logam yang sama. Pemilihan elektroda aluminium yang sesuai dengan pekerjaan di-dasarkan pada tabel keterangan dari pabrik yang membuatnya. Elektroda alumini-um AWS-ASTM AI-43 untuk las busur listrik adalah dengan pasawat las DC ku-tub terbalik.

8. Elektroda untuk pelapis keras

Tujuan pelapis keras dari segi kondisi pemakaian yaitu agar alat atau ba-han taba-han terhadap kikisan, pukulan dan taba-han aus. Untuk tujuan itu maka


(35)

Elek-troda untuk pelapis keras dapat diklasifikasikan dalam tiga macam, antara lain se-bagai berikut:

a. Elektroda tehan kikisan.

Elektroda jenis ini dibuat dari tabung chrom karbida yang diisi dengan serbuk-serbuk karbida. Elektroda dengan diameter 3,25 mm - 6,5 mm dipakai peda pesawat las ACatau DC kutub terbalik. Elektroda ini dapat dipakai untuk pelapis keras permukaan pada sisi potong yang tipis, peluas lubang dan beberapa type pisau.

b. Elektroda tahan pukulan.

Elektroda ini dapat dipakai pada pesawat las AC atau DC kutub terbalik. Dipakai untuk pelapis keras bagian pemecah dan palu.

c. Elektroda tahan keausan.

Elektroda ini dibuat dari paduan-paduan non ferro yang mengan-dung Cobalt, Wolfram dan Chrom. Biasanya dipakai untuk pelapis keras permukaan katup buang dan dudukan katup dimana temperatur dan keau-san keau-sangat tinggi.

2.4.4 Memilih Besar Arus Listrik Pengelasan

Besarnya arus listrik untuk pengelasan tergantung pada ukuran diameter dan macam elektroda las. Pada prakteknya dipilih ampere pertengahan. Sebagai contoh; untuk elektroda E 6010 ampere minimum dan maximum adalah 80 amp. sampai 120 amp. Sehingga dalam hal ini ampere pertengahan 100 amp.

2.4.4.1. Cara-cara Menyalakan Busur

Untuk mamperoleh busur yang baik di perlukan pangaturan arur (ampere) yang tepat sesuai dengan tipe dan ukuran elektroda, Menyalahkan busur dapat di-lakukan dengan dua cara:

a. Bila pesawat Ias yang dipakai pesawat Ias AC, menyalakan busur di-lakukan dengan menggoreskan elektroda pada benda kerja.


(36)

Gambar 2.6 Cara menyalakan busur dengan cara digoreskan dan disentuhkan. (sumber : www.http-tl.ppns.ac.id)

2.4.4.2 Pengaruh Panjang Busur Pada Hasil Las.

Panjang busur (L) Yang normal adalah kurang lebih sama dengan diameter (D) kawat inti elektroda:

1. Bila panjang busur tepat (L = D), maka cairan elektroda akan mengalir dan mengendap dengan baik. Hasilnya rigi-rigi las yang halus dan baik, tembusan las yang baik, perpaduan dengan bahan dasar baik, percikan teraknya halus.

2. Bila busur terlalu panjang (L > D), maka timbul bagian-bagian yang berbentuk bola dari cairan elektroda. Hasilnya rigi-rigi las kasar, tem-busan las dangkal, percikan teraknya kasar dan keluar dari jalur las. 3. Bila busur terlalu pendek, akan sukar memeliharanya, bisa terjadi

pembekuan ujung elektroda pada pengelasan. Hasilnya rigi las tidak merata, tembusan las tidak baik, percikan teraknya kasar dan berben-tuk bola.

2.4.4.3. Pengaruh Besar Arus Pengelasan

Besar arus pada pengelasan mempengaruhi hasil las. Bila arus terlalu ren-dah akan menyebabkan sukarnya penyalaan busur listrik dan busur listrik yang terjadi tidak stabil. Panas yang terjadi tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan dasar sehingga hasilnya merupakan rigi-rigi las yang kecil dan tidak rata serta penembusan yang kurang dalam. Sebaliknya bila arus terlalu besar maka elektroda akan mencair terlalu cepat dan menghasilkan permukaan las yang lebih lebar dan penembusan yang dalam. Besar arus untuk pengelasan tergantung pada jenis kawat las yang dipakai, posisi pengelasan serta tebal bahan dasar.


(37)

2.5 Struktur Mikro Daerah Las

Daerah las-lasan terdiri dari tiga bagian yaitu: daerah logam las, daerah pengaruh panas atau heat affected zone, biasa disingkat menjadi HAZ dan logam induk yang tak terpengaruhi panas.

2.5.1 Daerah Logam Las

Daerah logam las adalah bagian dari logam yang pada waktu pengelasan mencair dan kemudian membeku. Komposisi logam las terdiri dari komponen logam induk dan bahan tambah dari elektroda. Karena logam las dalam proses pengelasan ini mencair kemudian membeku, maka kemungkinan besar terjadi pemisahan komponen yang menyebabkan terjadinya struktur yang tidak homogen, ketidakhomogennya struktur akan menimbulkan struktur ferit kasar dan bainit atas yang menurunkan ketangguhan logam las. Pada daerah ini struktur mikro yang terjadi adalah struktur cor. Struktur mikro di logam las dicirikan dengan adanya struktur berbutir panjang (columnar grains). Struktur ini berawal dari logam in-duk dan tumbuh ke arah tengah daerah logam las (Sonawan, 2004).

Gambar 2.7 Arah pembekuan dari logam las (Wiryosumarto, 2000)

Proses pertumbuhan dari kristal-kristal logam las yang pilar ditunjukkan secara skematik pada gambar 2.7 di atas. Titik A pada gambar adalah titik mula dari struktur pilar yang terletak dari logam induk. Titik ini tumbuh menjadi garis lebur dengan arah sama dengan sumber panas. Pada garis lebur ini sebagian dari logam dasar ikut mencair selama proses pembekuan logam las tumbuh pada butir-butir logam induk dengan sumbu kristal yang sama. Penambahan unsur paduan pada logam las menyebabkan struktur mikro cenderung berbentuk bainit dengan sedikit ferit batas butir, kedua macam struktur mikro tersebut juga dapat


(38)

terben-tuk, jika ukuran butir austenitnya besar. Waktu pendinginan yang lama akan meningkatkan ukuran batas butir ferit, selain itu waktu pendinginan yang lama akan menyebabkan terbentuk ferit Widmanstatten. Struktur mikro logam las bi-asanya merupakan kombinasi dari struktur mikro dibawah ini:

b. Batas butir ferit, terbentuk pertama kali pada transformasi austenit-ferit bi-asanya terbentuk sepanjang batas austenit pada suhu 1000-650ºC.

Gambar 2.8 Struktur mikro batas butir ferit (Sonawan, 2004)

c. Ferrite Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase, struktur mikro ini terbentuk pada suhu 750-650ºC di sepanjang batas butir austenit, ukuran-nya besar dan pertumbuhanukuran-nya cepat sehingga memenuhi permukaan bu-tirnya.

Gambar 2.9 Ferrite Widmanstatten atau ferrite with aligned second phase (http://www.twi-global.com)

d. Ferit acicular, berbentuk intragranular dengan ukuran yang kecil dan mem-punyai orientasi arah yang acak. Biasanya ferit acicular ini terbentuk sekitar


(39)

suhu 650ºC dan mempunyai ketangguhan paling tinggi dibandingkan struktur mikro yang lain.

Gambar 2.10 Struktur mikro ferit acicular (http://www.twi-global.com)

e. Bainit, merupakan ferit yang tumbuh dari batas butir austenit dan terbentuk pada suhu 400-500ºC. Bainit mempunyai kekerasan yang lebih tinggi diband-ingkan ferit, tetapi lebih rendah dibanding martensit.


(40)

f. Martensit akan terbentuk, jika proses pengelasan dengan pendinginan sangat cepat, struktur ini mempunyai sifat sangat keras dan getas sehingga ketang-guhannya rendah.

Gambar 2.12 Struktur mikro martensit (Sonawan, 2004)

2.5.2 Heat Affected Zone (HAZ)

Daerah pengaruh panas atau heat affected zone (HAZ) adalah logam dasar yang bersebelahan dengan logam las yang selama proses pengelasan mengalami siklus termal pemanasan dan pendinginan cepat sehingga daerah ini yang paling kritis dari sambungan las. Secara visual daerah yang dekat dengan garis lebur las maka susunan struktur logamnya semakin kasar.

Pada daerah HAZ terdapat tiga titik yang berbeda, titik pertama dan kedua menunjukkan temperatur pemanasan mencapai daerah berfasa austenit dan ini disebut dengan transformasi menyeluruh yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit kemudian bertransformasi menjadi austenit 100%. Sedangkan titik ketiga menunjukkan temperatur pemanasan, daerah itu mencapai daerah berfasa ferit dan austenit dan ini yang disebut transformasi sebagian yang artinya struktur mikro baja mula-mula ferit+perlit berubah menjadi ferit dan austenit.


(41)

Gambar 2.13 Transformasi fasa pada logam hasil pengelasan. (Sonawan, 2004)

2.5.2.1 Pengaruh Kecepatan Las Dan Besar Arus Las Terhadap Daerah HAZ

Kecepatan dan besar arus las yang dipakai sangatlah berpengaruh terhadap daerah Heat Affected Zone (HAZ). Untuk kecepatan pengelasan tetap dan arus pengelasan semakin besar, maka daerah pengaruh panas (HAZ) semakin lebar, butir pada HAZ bertambah besar, kekerasan pada HAZ turun. Kekuatan tarik sambungan las minimum dan maksimum tergantung dari jenis elektroda las dan jenis spesimen baja yang akan dilakukan pengelasan.

Untuk besar arus pengelasan tetap dan kecepatan pengelasan semakin tinggi, maka daerah pengaruh panas (HAZ) semakin menyempit, butir pada HAZ semakin halus, kekerasan pada HAZ turun. Kekuatan tarik sambungan las maksi-mum pada kecepatan pengelasan 200 mm per menit.

2.5.2.2 Struktur Mikro Daerah HAZ

Struktur mikro dari spesimen yang telah dilas, yang terbentuk di daerah pengaruh panas, atau HAZ ditentukan oleh komposisi kimia logam induk, atau base metal dan pola atau kecepatan pendinginan dari daerah las. Kombinasi


(42)

kom-posisi dan laju pendiningan dapat membentuk fasa-fasa yang sensitif terhadap timbulnya retak.

Untuk logam baja, retak dingin di daerah pengaruh panas, HAZ biasanya terjadi pada daerah yang berfasa martensite. Beberapa unsur yang ditambahkan sebagai paduan akan mempertinggi sifat mampu keras baja dan dapat juga mem-pertinggi sensitifitas retak dingin. Artinya beberapa unsur yang ditambahkan akan menyebabkan logam yang dilas menjadi lebih mudah retak. Untuk itu, harus diusahakan kandungan unsure paduan tersebut dibuat serendah mungkin.

2.5.3 Logam Induk

Logam induk adalah bagian logam dasar di mana panas dan suhu penge-lasan tidak menyebabkan terjadinya perubahan-perubahan struktur dan sifat. Dis-amping ketiga pembagian utama tersebut masih ada satu daerah pengaruh panas, yang disebut batas las (Wiryosumarto, 2000).

Gambar 2.14 Perubahan sifat fisis pada sambungan las cair (Malau, 2003)

2.5.4 Heat Input

Pencairan logam induk dan logam pengisi memerlukan energi yang cukup. Energi yang dihasilkan dalam operasi pengelasan dihasilkan dari bermacam-macam sumber tergantung pada proses pengelasannya. Pada pengelasan busur listrik, sumber energi berasal dari listrik yang diubah menjadi energi panas. Energi panas ini sebenarnya hasil kolaborasi dari arus las, tegangan las dan kecepatan


(43)

pengelasan. Parameter ketiga yaitu kecepatan pengelasan ikut mempengaruhi en-ergi pengelasan karena proses pemanasannya tidak diam akan tetapi bergerak dengan kecepatan tertentu.

Kualitas hasil pengelasan dipengaruhi oleh energi panas yang berarti dipengaruhi tiga parameter yaitu arus las, tegangan las dan kecepatan pengelasan. Hubungan antara ketiga parameter itu menghasilkan energi pengelasan yang ser-ing disebut heat input. Persamaan dari heat input hasil dari penggabungan ketiga parameter dapat dituliskan sebagai berikut:

! (2-1)

Dari persamaan itu dapat dijelaskan beberapa pengertian antara lain, jika kita menginginkan masukan panas yang tinggi maka parameter yang dapat diukur yaitu arus las dapat diperbesar atau kecepatan las diperlambat. Besar kecilnya arus las dapat diukur langsung pada mesin las. Tegangan las umumnya tidak dapat diatur secara langsung pada mesin las, tetapi pengaruhnya terhadap masukan panas tetap ada.

Untuk memperoleh masukan panas yang sebenarnya dari suatu proses pengelasan, persamaan satu dikalikan dengan efisiensi proses pengelasan (η) se-hingga persamaannya menjadi:

(2-2) Untuk efisiensi masing-masing proses pengelasan dapat dilihat dari tabel 2-1 di berikut ini :

Tabel 2-1. Efisiensi proses pengelasan (Malau, 2003)

Proses Pengelasan Efisiensi (%)

SAW (Submerged Arc Welding) 95

GMAW (Gas Metal Arc Welding) 90

FCAW (Flux Cored Arc Welding) 90

SMAW (Shielded Metal Arc Welding) 90


(44)

2.6 Pengujian Ketangguhan

Ketangguhan adalah tahanan bahan terhadap beban tumbukan atau kejutan (takikan yang tajam secara drastis menurunkan ketangguhan). Tujuan utama dari pengujian impak adalah untuk mengukur kegetasan atau keuletan bahan terhadap beban tiba-tiba dengan cara mengukur energi potensial sebuah palu godam yang dijatuhkan pada ketinggian tertentu. Pengujian impak adalah pengujian dengan menggunakan beban sentakan (tiba-tiba). Metode yang sering digunakan adalah metode Charpy dengan menggunakan benda uji standar.

Gambar 2.15 Pengujian ketangguhan Charpy (sumber : www.twi-global.com)

Pada pengujian pukul takik (impact test) digunakan batang uji yang bertakik (notch). Pada metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung-ujungnya ditahan kearah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul akan berayun memukul batang uji tepat dibelakang takikan. Untuk pengujian ini akan digunakan sebuah mesin dimana sebuah batang dapat berayun dengan bebas. Pada ujung batang dipasang pemukul yang diberi pemberat. Batang uji diletakkan di bagian bawah mesin dan takikan tepat pada bidang lintasan pemukul. Kerja yang dilakukan untuk mematahkan benda kerja adalah:


(45)

W= G . L (cos β - cos α) ………(2-3) dimana:

W = kerja patah (Joule)

G = beban yang digunakan (kg) L = panjang lengan ayun dalam (m)

β = sudut jatuh (derajat)

α = sudut awal (derajat)

Dapat disimpulkan perolehan nilai ketangguhan batang uji dihitung seba-gai berikut:

! (2-4)

2.7 Kampuh V

Sambungan kampuh V dipergunakan untuk menyambung logam atau plat dengan ketebalan 6-15 mm. Sambungan ini terdiri dari sambungan kampuh V ter-buka dan sambungan kampuh V tertutup. Sambungan kampuh V terter-buka dipergu-nakan untuk menyambung plat dengan ketebalan 6-15 mm dengan sudut kampuh antara 60º - 80º, jarak akar 2 mm, tinggi akar 1-2 mm ( Sonawan, 2004).

Gambar 2.16 Kampuh V las terbuka (Sonawan, 2004)


(46)

2.8 Pengujian Tarik

Proses pengujian tarik bertujuan untuk mengetahui kekuatan tarik benda uji. Pengujian tarik untuk kekuatan tarik daerah las dimaksudkan untuk menge-tahui apakan kekuatan las mempunyai nilai yang sama, lebih rendah atau lebih tinggi dari kelompok raw materials. Pengujian tarik untuk kualitas kekuatan tarik dimaksudkan untuk mengetahui berapa nilai kekuatannya dan dimanakah letak putusnya suatu sambungan las. Pembebanan tarik adalah pembebanan yang diberikan pada benda dengan memberikan gaya tarik berlawanan arah pada salah satu ujung benda.

Gambar 2.18 Kurva tegangan - regangan logam (www.google.com)

Penarikan gaya terhadap beban akan mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk (deformasi) bahan tersebut. Proses terjadinya deformasi pada bahan uji adalah proses pergeseran butiran kristal logam yang mengakibatkan melemahnya gaya elektromagnetik setiap atom logam hingga terlepas ikatan tersebut oleh pe-narikan gaya maksimum.

Pada pengujian tarik beban diberikan secara kontinu dan pelan–pelan bertambah besar, bersamaan dengan itu dilakukan pengamatan mengenai perpan-jangan yang dialami benda uji dan dihasilkan kurva tegangan- regangan.


(47)

Tegangan dapat diperoleh dengan membagi beban dengan luas penampang mula benda uji.

………(2-5)

dimana:

σu = Tegangan nominal (kg/mm2)

Fu = Beban maksimal (kg)

Ao = Luas penampang mula dari penampang batang (mm2)

Regangan (persentase pertambahan panjang) yang diperoleh dengan mem-bagi perpanjangan panjang ukur (ΔL) dengan panjang ukur mula-mula benda uji.

………..…..(2-6)

dimana:

ε = Regangan (%) L = Panjang akhir (mm) Lo = Panjang awal (mm)

Pembebanan tarik dilakukan terus-menerus dengan menambahkan beban sehingga akan mengakibatkan perubahan bentuk pada benda berups pertambahan panjang dan pengecilan luas permukaan dan akan mengakibatkan kepatahan pada beban. Persentase pengecilan yang terjadi dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:

……….…….…………(2-7) dimana:

q = Reduksi penampang (%) A0 = Luas penampang mula (mm2)


(48)

Gambar 2.19 Batas elastis dan tegangan luluh 0,2% (Smith, 1984)

2.9 Pengujian Kekerasan

Proses pengujian logam kekerasan logam dapat diartikan sebagai kemam-puan suatu bahan terhadap pembebanan dalam perubahan yang tetap. Harga kek-erasan bahan tersebut dapat dianalisis dari besarnya pembebanan yang diberikan terhadap luasan bidang yang menerima pembebanan.

Pengujian kekerasan logam ini secara garis besar ada 3 jenis yaitu cara goresan, penekanan, cara dinamik. Proses pengujian yang mudah dan cepat dalam memperoleh angka kekerasan yaitu penekanan. Penentuan kekerasan penekanan ada 3 cara yaitu Brinell, Vickers, dan Rockwell. Pada penelitian ini digunakan cara mikro Vickers dengan menggunakan penekan berbentuk piramida intan. Besar sudut antara permukaan piramida yang saling berhadapan 136º. Pada pengujian ini bahan ditekan dengan gaya tertentu dan terjadi cetakan pada bahan uji dari in-tan.

Pengujian ini sering dinamakan uji kekerasan piramida intan, karena menggunakan bentuk piramida intan. Nilai kekerasannya disebut dengan kek-erasan HV atau VHN (Vickers Hardness Number), didefinisikan sebagai beban dibagi luas permukaan bekas penekanan.


(49)

………(2-8)

dimana : F = Beban (kg)

L = Panjang diagonal rata-rata (mm)

θ = Sudut piramida 136º

2.10 Foto Struktur Mikro

Struktur bahan dalam orde kecil sering disebut struktur mikro. Struktur ini tidak dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi harus menggunakan alat penga-mat struktur mikro. Penelitian ini menggunakan mikroskop cahaya. Persiapan yang dilakukan sebelum mengamati struktur mikro adalah pengefraisan spesimen, pengampelasan, pemolesan dan pengetsaan.

Setelah dipilih, bahan uji diratakan kedua permukaannya dengan menggu-nakan mesin frais, dalam pendinginan harus selalu terjaga agar tidak timbul panas yang mempengaruhi struktur mikro. Setelah rata digosok dengan menggunakan ampelas mulai dari yang kasar sampai yang halus. Arah pengampelasan tiap tahap harus diubah, pengampelasan yang lama dan penuh kecermatan akan meng-hasilkan permukaan yang halus dan rata. Bahan yang halus dan rata itu diberi au-tosol untuk membersihkan noda yang menempel pada bahan.

Langkah terakhir sebelum dilihat struktur mikro adalah dengan mencelup-kan spesimen kedalam larutan etsa dengan penjepit tahan karat dan permukaan menghadap keatas. Kemudian spesimen dicuci, dikeringkan dan dilihat stuktur mikronya.


(50)

2.11Pengujian Komposisi

Hasil pengujian komposisi kimia material bahan stainless steel 308 pada penelitian ini dimasukkan dalam Tabel 2-2 berikut ini :

Tabel 2-2 Komposisi kimia baja paduan tinggi stainless steel SAE 308

Baja tahan karat termasuk dalam baja paduan tinggi (high alloy steel) yang tahan terhadap korosi, suhu tinggi dan suhu rendah. Disamping itu juga mempun-yai ketangguhan dan sifat mampu potong yang cukup. Karena sifatnya, maka baja ini banyak digunakan dalam reaktor atom, turbin, mesin jet, pesawat terbang, alat rumah tangga dan lain-lainnya. Baja tahan karat termasuk kategori material fer-rous yang digolongkan berdasarkan % krom (Cr), bukan berdasarkan % karbon (C) seperti jenis steel umumnya, untuk mempengaruhi klasifikasi baja tahan karat, kadar minimum % krom (Cr) 12 %.

Dari kandungan % Cr, baja ini termasuk dalam baja tahan karat austenitic. Baja tahan karat austenitik terjadi jika pada sistem larutan padat Fe-Cr ditam-bahkan unsur penstabil austenite seperi nikel atau mangan. Kedua unsur ini berperah sebagai unsur yang menstabilkan austenite dan menambah luas daerah fasa austenite dan mempersempit daerah ferit.

Jika pada paduan Fe-Cr ditambahkan nikel dengan kadar 8 persen, maka akan terbentuk struktur atau fasa austenite yang stabil pada temperatur ruang. Selain unsur nikel, penambahan unsur mangan dan nitrogen dalam jumlah yang cukup akan membentuk matrik dengan struktur austenite yang stabil pada berba-gai temperatur. Paduan baja tahan karat ini bersifat non magnetik dan tidak dapat dilaku-panas. Baja tahan karat ini memiliki keuletan yang baik dengan kekuatan luluh yang relatif rendah.

Type

SAE % Cr % Ni % C % Mn % Si % P % S % N


(51)

-Baja tahan karat ini dapat ditingkatkan kekuatannya dengan melakukan pengerjaan dingin atau dengan menambah unsur paduan tertentu yang dapat meningkatkan kekuatannya.

2.12 Kerangka Berpikir

Pengelasan merupakan salah satu proses penyambungan logam. Pada proses pengelasan banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari hasil penge-lasan diantaranya: mesin las yang digunakan, bahan yang digunakan, prosedur pengelasan, cara pengelasan, arus pengelasan dan juru las.

Kualitas dari hasil pengelasan dapat diketahui dengan cara memberikan gaya atau beban pada hasil lasan tersebut. Gaya atau beban yang diberikan dapat berupa pengujian tarik dan ketangguhan pada bahan tersebut.

Las SMAW adalah suatu proses pengelasan busur listrik yang mana peng-gabungan atau perpaduan logam yang dihasilkan oleh panas dari busur listrik yang dikeluarkan diantara ujung elektroda terbungkus dan permukaan logam dasar yang dilas dengan menggunakan arus listrik sebagai sumber tenaga. Jenis arus listrik yang digunakan ada 2 yaitu arus searah (DC) dan arus bolak-balik (AC). Pengelasan dengan arus searah pemasangan kabel pada mesin las ada 2 macam yaitu polaritas lurus (DC-) dan polaritas terbalik (DC+). Pada polaritas terbalik (DC+) panas yang diberikan mesin las 1⁄3 untuk memanaskan benda dan 2⁄3 untuk memanaskan elektroda.

Logam induk dalam pengelasan ini mengalami pencairan akibat pem-anasan dari busur listrik yang timbul antara ujung elektroda dan permukaan benda kerja. Busur listrik dibangkitkan dari suatu mesin las. Elektroda yang digunakan berupa kawat yang dibungkus pelindung berupa fluks. Elektroda ini selama penge-lasan akan mengalami pencairan bersama dengan logam induk dan membeku bersama menjadi bagian kampuh las.

Proses pemindahan logam elektroda terjadi pada saat ujung elektroda mencair dan membentuk butir-butir yang terbawa arus busur listrik yang terjadi.


(52)

Bila digunakan arus listrik besar maka butiran logam cair yang terbawa menjadi halus dan sebaliknya bila arus kecil maka butirannya menjadi besar.

Pengelasan dengan menggunakan las SMAW DC polaritas terbalik be-sarnya arus bermacam-macam sesuai dengan jenis elektroda. Penyetelan arus pengelasan akan berpengaruh pada panas yang ditimbulkan dalam pencairan logam dan penetrasi logam cairan tersebut. Arus yang tinggi akan mengakibatkan panas yang tinggi, penembusan atau penetrasi yang dalam dan kecepatan pen-cairan logam yang tinggi. Arus yang kecil menghasilkan panas yang rendah dan tidak cukup untuk melelehkan elektroda dan bahan logam. Penembusan, panas dan kecepatan pencairan logam akan berpengaruh pada kualitas hasil pengelasan.


(53)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan dalam penelitian, se-hingga pelaksanaan dan hasil penelitian bisa untuk dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen, yaitu suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat antara dua faktor yang berpengaruh. Eksperimen dilaksanakan pada bulan Mei 2015 di laboratorium Metalurgi Teknik Mesin USU dan laboratorium Politeknik Negeri Medan, guna memperoleh data tentang pe- ngaruh arus pengelasan terhadap kekuatan tarik dan ketangguhan las SMAW de- ngan elektroda NSN308.

3.1 Langkah - Langkah Penelitian

Adapun metode langkah – langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Studi kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan mempelajari literatur – literatur yang sesuai, sehingga dapat mempermudah dalam proses penelitian dan analisa data penelitian.

2. Persiapan dimensi benda uji

Spesifikasi benda yang diujikan dalam penelitian dan eksperimen ini adalah seba-gai berikut :

a. Bahan benda uji yang digunakan adalah plat baja tahan karat atau stainless steel tipe 308.

b. Ketebalan plat untuk pengujian tensile dan hardness adalah setebal 5 mm, sedangkan untuk pengujian impact adalah 10 mm.

c. Jenis kampuh yang dipakai adalah jenis kampuh V terbuka dengan jarak celah plat 9-10 mm dan sudut kampuhnya sebesar 45º.

d. Bentuk spesimen benda untuk pengujian uji tensile mengacu pada standar JIS Z 2201 1981.

e. Bentuk spesimen benda untuk pengujian uji ketangguhan mengacu pada standar JIS Z 2202 1980.


(54)

2. Persiapan proses pengelasan

Untuk melaksanakan proses pengelasan dalam penelitian ini, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:

a. Penyiapan alat

Mempersiapkan alat-alat dan bahan untuk penelitian ini, dimana bahan utamanya adalah mesin las SMAW dengan memakai elektroda NSN308 berdiameter 4 mm.

b. Penentuan parameter pengelasan

Parameter pengelasan ini meliputi besar arus yang akan dipergunakan dalam penelitian ini, yaitu arus sebesar 120 Ampere, 145 Ampere dan 170 Amper, dengan interval arus 25 Ampere.

c. Proses pengelasan

Berikut ini, langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengelasan adalah:

a. Mempersiapkan mesin las SMAW DC sesuai dengan pemasangan po-laritas terbalik.

b. Mempersiapkan benda kerja yang akan dilas pada meja las.

c. Posisi pengelasan dengan menggunakan posisi pengelasan mendatar atau bawah tangan dan gerakan elektroda pola zig-zag.

d. Posisi pengelasan dengan menggunakan posisi pengelasan atas kepala dan gerakan elektroda pola C.

e. Mengatur besar arus pengelasan pada ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol, kemudian salah satu pen-jepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektro-da. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 120 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 120 Ampere, bersamaan den-gan hal itu dilakukan pencatatan waktu pengelasan.

f. Mengatur besar arus pengelasan pada ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol, kemudian salah satu pen-jepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektro-da. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 145 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 145 Ampere, bersamaan den-gan hal itu dilakukan pencatatan waktu pengelasan.


(55)

g. Mengatur besar arus pengelasan pada ampere meter yang digunakan untuk mengukur arus pada posisi jarum nol, kemudian salah satu pen-jepitnya dijepitkan pada kabel yang digunakan untuk menjepit elektro-da. Mesin las dihidupkan dan elektroda digoreskan sampai menyala. Ampere meter diatur pada angka 170 A. Selanjutnya mulai dilakukan pengelasan untuk spesimen dengan arus 170 Ampere, bersamaan den-gan hal itu dilakukan pencatatan waktu pengelasan.

3. Pelaksanaan pengujian

Untuk melaksanakan pengujian dalam penelitian ini, ada beberapa tahap yang harus dilakukan, yaitu:

Tensile Test

Benda uji dijepit pada ragum uji tarik, setelah sebelumnya diketahui pe-nampangnya, panjang awalnya dan ketebalannya. Langkah pengujian sebagai berikut :

1. Dipersiapkan kertas milimeter dan letakkan pada plotter.

2. Benda uji mulai mendapat beban tarik dengan menggunakan tenaga hidrolik diawali 0 kg hingga benda putus pada beban maksimum yang dapat ditahan benda tersebut.

3. Benda uji yang sudah putus lalu diukur berapa besar penampang dan panjang benda uji setelah putus.

4. Gaya atau beban yang maksimum ditandai dengan putusnya benda uji terdapat pada layar digital dan dicatat sebagai data.

5. Hasil diagram tercatat dan tergmbar pada kertas milimeter block yang ada pada meja plotter.

6. Penghitungan kekuatan tarik, kekuatan luluh, perpanjangan, reduksi penam-pang dari data yang telah didapat dengan menggunakan persamaan yang ada.

Impact Test

Prosedur dan pembacaan hasil pada pengujian ketangguhan adalah sebagai berikut:

1. Mempersiapkan peralatan mesin uji impact Charpy.


(56)

3. Meletakkan benda uji pada anvil dengan posisi takikan membelakangi arah ayunan palu Charpy.

4. Menaikkan palu Charpy pada kedudukan 156º(sudut α) dengan menggunakan handle pengatur kemudian dikunci.

5. Putar jarum penunjuk sampai berimpit pada kedudukan 156º.

6. Lepaskan kunci sehingga palu Charpy berayun membentur benda uji. 7. Memperhatikan dengan mencatat sudut β dan nilai tenaga patah.

Hardness Test

Adapun langkah-langkah dalam pengujian kekerasan antara lain :

1. Memasang indentor piramida intan. Penekanan piramida intan 136º dipasang pada tempat indentor mesin uji, kencangkan secukupnya agar penekan intan tidak jatuh.

2. Memberi garis warna pada daerah logam las, HAZ dan logam induk yang akan diuji.

3. Meletakkan benda uji di atas landasan. 4. Menentukan beban utama sebesar 1kgf. 5. Menentukan titik yang akan diuji. 6. Menekan tombol indentor.

3.2 Alat dan Bahan

1. Helm

Helm ini digunakan ketika pengelasan agar menghindari kontak langsung sinar atau cahaya hasil las dan menghindari percikan api mengenai wajah.


(57)

2. Masker

Masker ini dipakai untuk menghindari gas yang menyengat dan mungkin be-racun dari hasil pengelasan, diwajibkan jika pengelasan dilakukan di ruangan dengan ventilasi yang kurang baik.

Gambar 3.2 Masker Las

3. Sarung Tangan

Sarung tangan las khusus dibuat dari kulit atau asbes lunak untuk memudahkan memegang pemegang elektroda dan menghindari percikan api dari las.


(58)

4. Tang Penjepit

Tang ini dipakai untuk menjepit dan memindahkan benda kerja yang telah di las yang masih panas.

Gambar 3.4 Tang Penjepit

5. Baju atau Apron Las

Apron las yang dipakai bisa terbuat dari kulit atau bahan tebal lain yang tidak mudah terbakar, apron dipakai untuk melindungi tubuh dari percikan api hasil pengelasan.


(59)

6. Sepatu Las

Sepatu las yang tebal digunakan untuk melindungi kaki dari percikan bunga api, dan juga bisa melindungi dari spesimen yang panas karena las yang mungkin ter-jatuh dan mengenai kaki.

Gambar 3.6 Sepatu Las

7. Kabel Las

Kabel las biasanya terbuat dari tembaga yang dipilin dan dibungkus dan-gan karet isolasi. Kabel las ada tiga macam yaitu :

a. Kabel elektroda

Kabel elektroda adalah kabel yang menghubungkan pesawat las dengan elektroda. b. Kabel massa

Kabel massa menghubungkan pesawat las dengan benda kerja. c. Kabel tenaga

Kabel tenaga adalah kabel yang menghubungkan sumber tenaga atau jaringan listrik dengan pesawat las. Kabel ini biasanya terdapat pada pesawat las AC atau AC - DC.


(60)

8. Penjepit atau Pemegang Elektroda

Pemegang elektroda terdiri dari mulut penjepit dan pegangan yang di-bungkus oleh bahan penyekat. Pada waktu berhenti atau setelah selesai mengelas, bagian pegangan yang tidak berhubungan dengan kabel digantungkan pada gan-tungan dari bahan fiber atau kayu.

Gambar 3.8 Penjepit Elektroda

9. Palu Las

Palu Ias digunakan untuk melepaskan dan mengeluarkan terak las pada jalur Ias dengan jalan memukulkan atau menggoreskan pada daerah las.


(61)

10. Sikat Kawat

Sikat kawat ini digunakan untuk membersihkan benda kerja yang akan dilas dan membersihkan terak las yang sudah lepas dari jalur las oleh pukulan palu las.

Gambar 3.10 Sikat Kawat

11. Klem Massa

Klem massa adalah suatu alat untuk menghubungkan kabel massa ke ben-da kerja. Biasanya klem massa dibuat ben-dari bahan dengan penghantar listrik yang baik seperti tembaga agar arus listrik dapat mengalir dengan baik, klem massa ini dilengkapi dengan pegas yang kuat. Yang dapat menjepit benda kerja dengan baik .


(62)

12. Mesin Uji Impact Charpy

Mesin uji impak ini dipakai untuk menguji kekuatan dari suatu spesimen terhadap beban impak yang tiba-tiba.

Gambar 3.12 Mesin Uji Impak Charpy

Spesifikasi mesin :

a. Merk : Torsee Charpy Impact b. Type : CI-30

c. CAP : 30kg-m d. MFG No : EK9246 e. Tanggal : Oktober 1992 f. Made in Japan

13. Mesin Uji Tensile (Uji Tarik)

Mesin uji tarik (tensile) digunakan untuk mengukur seberapa kuat daya tahan suatu spesimen terhadap gaya tarik.

Scale

Beban (Pendulum)

Pengunci Beban

Tuas pengangkat beban

Dudukan spesimen

Tuas pelepas beban


(63)

Gambar 3.13 Mesin Uji Tarik (Tensile) TARNO GROCKI

Spesifikasi Mesin :

a. Nama Alat : Universal Testing Machine

b. Merk : Tarno Grocki-Prufsysteme Hottinger Balwin Messtechink (HBM) Grossaneiger GA 03V/483

c. UPH : 50 kN

d. Kom. Nr : 2/80514-5-17314/440

Emmmerich am hein/ Material prufmaschine N

14. Mesin Uji Hardness

Mesin uji hardness ini digunakan untuk mengukur kekuatan tekan ter-hadap spesimen dengan beban yang besar.

Rahang Penjepit Spesimen

Scale

Layar Penunjuk Besar Daya Tarik

Lampu Indikator

Switcher Power Controller


(64)

Gambar 3.14 Mesin Uji Kekerasan Brinell

Spesifikasi mesin :

a. Nama : Brinell Hardness Tester b. Type : BH-3CF

c. CAP : 3000 kg d. MFG. No : 2169

e. Tanggal : Oktober 1992

f. Tokyo Testing Machine MFG.CO.LTD

15. Mikroskop Penguji Mikrostruktur

Permukaan spesimen yang telah diberi uji etsa kimia memakai campuran zat kimia HCl, H2O dan juga FeCl3 lalu dilihat permukaan spesimen memakai

mikroskop ini. Tempat spesimen

Tuas penekan Scale

Indentor Beban

(Load)

Pengatur ketinggian meja spesimen


(65)

Gambar 3.15 Mikroskop untuk pengujian mikrostruktur

16. Mesin Las SMAW Lensa

Okuler Lensa Objektif

Kabel USB Penghubung ke Komputer

Skrup pengatur fokus

Meja speimen

Pengatur gerak meja spesimen

Kabel Kutub Positif Switcher ON/OFF

Pengatur Besar Arus Las

Kabel Kutub Negatif


(66)

3.3 Penentuan Variabel Bebas, Terikat dan Kendali

Yang merupakan variabel bebas dalam penelitian ini adalah variasi arus yang diberikan saat melakukan pengelasan spesimen, yaitu 120 Ampere, 145 Am-pere dan 170 AmAm-pere, dengan interval arus 25 AmAm-pere.

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah sifat mekanik dan ketangguhan dari spesimen yang diujikan, termasuk di dalamnya adalah, kekuatan tarik, impak, kekerasan, dan juga pengujian struktur mikro spesimen las.

Untuk variabel kendali atau variabel kontrol dalam penelitian tugas akhir ini adalah alat-alat pengujian sifat mekanik serta ketangguhan spesimen, yaitu, mesin uji impak Charpy, mesin uji kekerasan Brinell, mesin uji tarik Tarno Grocki serta mikroskop digital untuk uji mikro struktur.


(1)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berikut ini adalah kesimpulan yang dapat diambil dari hasil pengujian-pengujian spesimen Stainless Steel SAE 308 yang dilas dengan elektroda NSN 308 dengan kampuh las V terbuka dan divariasikan dengan arus pengelasan 120 Ampere, 145 Ampere dan 170 Ampere :

1. Arus pengelasan sangat berpengaruh pada nilai kekuatan tarik baja stainless steel. Terlalu rendah dan tinggi arus pengelasan, maka akan membuat keku-atan tensile nya semakin berkurang. Maka yang paling pas adalah diambil rata-rata besar arus pengelasan yang terbaik dipilih dari jenis elektroda yang dipakai, dalam hal ini yaitu NSN 308 dimana batas arus agar bisa lakukan pengelasan adalah 120 Ampere dan batas maksimal arus yang diperbolehkan adalah 170 Ampere. Jika diambil tiga variasi arus, maka diambil 120 Ampere, 145 Ampere dan 170 Amper. dan rata-rata dari 3 variasi arus tersebut adalah 145 Ampere. Maka lebih disarankan agar hasil pengelasan baik dan kekuatan tarik yang dihasilkan tinggi, memakai arus 145 Ampere tersebut.

2. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap ketangguhan baja

stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elektroda NSN308. Dari hasil uji impak, diperoleh hasil uji impak spesimen dengan arus 120 Ampere, besar energi yang diserap adalah 271,337 J, untuk spesimen 145 Ampere, besar energi rata-rata yang diserap adalah 299,723 J, dan besar energi rata-rata yang diserap untuk spesimen arus 170 Ampere adalah 246,637 J. Maka untuk pengelasan dengan arus 145 Ampere adalah yang pal-ing baik dilakukan karena besar energi yang diserap palpal-ing besar.

3. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap kekuatan tarik daerah las baja stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elek-troda NSN308. Dari hasil yang diperoleh, dilihat nilai rata-rata regangan yang diperoleh dari spesimen dengan arus las 120 Ampere adalah 12,56 %, untuk arus las 145 Ampere adalah sebesar 12,67 %, dan untuk arus las 170 Ampere, rata-rata besar nilai regangannya adalah 36,06 %. Semakin tinggi nilai regan-gan suatu baja, maka semakin ulet baja tersebut, sebaliknya smakin kecil nilai regangan baja, smakin tinggi tingkat keuletannya, maka agar baja ulet, untuk


(2)

tingkat kekuatan tarik yang lebih bagus adalah dengan arus pengelasan 120 Ampere dan 145 Ampere.

4. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap struktur mikro dari baja stainless steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elektroda NSN308. Dari hasil pengamatan spesimen yang telah dilas dengan variasi arus yang diberikan, maka arus pengelasan 120 Ampere dan 145 Ampere adalah yang paling disarankan, karena pada spesimen arus 170 Ampere, dari struktur mikronya tidak terlalu ulet dibandingkan dengan dua spesimen yang lain.

5. Mengetahui pengaruh variasi arus pengelasan terhadap kekerasan baja stain-less steel pada hasil pengelasan SMAW dengan memakai elektroda NSN308. Dari hasil pengujian kekerasan diperoleh nilai kekerasan untuk spesimen arus las 120 Ampere adalah 151 BHN, untuk spesimen 145 Ampere nilainya adalah 157 BHN, serta spesimen arus las 170 Ampere nilai kekerasan adalah sebesar 143 (142,667) BHN. Maka jelas arus las yang disarankan untuk di-pakai dalam pengelasan ini adalah arus pengelasan 120 Ampere dan 145 Am-pere karena memiliki nilai kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan ketika memakai arus las 170 Ampere.

5.2 Saran

1. Mesin-mesin uji yang dipakai, harus dilakukan kalibrasi agar pengujian yang dilakukan mendapatkan hasil yang bersifat lebih presisi.

2. Jika mengelas dengan elektroda stainless steel tipe NSN 308 sebaiknya menggunakan arus antara 120 dan maksimal 170, karena jika kurang maka penembusan yang terjadi akan kecil dan jika lebih dari 170 Ampere akan menyebabkan busur listrik yang tejadi tinggi sekali sehingga akan menye-babkan pencairan logam induk besar. dan batas arus itu yang disarankan oleh pabrikan elektroda tersebut.

3. Sebaiknya dilakukan pemanasan elektroda terlebih dahulu sebelum di-lakukan pengelasan untuk menghilangkan hidrogen yang ada pada flux, karena hidrogen akan menyebabkan las-lasan berkualitas jelek.

4. Pengelasan yang dilakukan sebaiknya lebih teliti agar elekroda yang masuk ke daerah kampuh merata dan padat sehingga menghasilkan kekuatan tarik, impak dan ketangguhan yang lebih baik.

!


(3)

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifin, S , 1997.Las Listrik dan Otogen. Ghalia Indonesia. Jakarta

2. ASM Handbook. 1988. Metals HandbookNinth Edition Volume 15 Cast -ing. TheUniversity of Alabama.

3. ASM Handbook. 2000. Volume 9Metallography and Microstructures. In -ternational ASM

4. Harsono Wiryosumatro & Thosie Okumura. 1996, Teknologi Pengelasan Pradnya Paramita, Jakarta Cetakan ke IX

5. http://www.ardra.biz/

6. http://www.conectingwillys.blogspot.com

7. http://www.mesin-teknik.blogspot.com

8. S, Widharto, 2007. Menuju Juru Las Tingkat Dunia, cetakan pertama, Jakarta, Pradnya Pramita

9. Sindo kou. WELDING METALLURGY. University of Wisconsin

10. Surdia, Tata. & Chijiiwa Kenji. 1991. Teknik Pengecoran Logam. Jakarta: PradnyaParamita.


(4)

LAMPIRAN

!


(5)

(6)

!