Haploidisasi melalui androgenesis dan ginogenesis pada anyelir (Dianthus sp.)

HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS
DAN GINOGENESIS PADA ANYELIR (Dianthus sp.)

SUSKANDARI KARTIKANINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Haploidisasi Melalui
Androgenesis dan Ginogenesis pada Anyelir (Dianthus sp.) adalah karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pusaka di bagian akhir
disertasi ini


Bogor,

Desember 2012

Suskandari Kartikaningrum
NRP A263080031

iv

ABSTRACT
SUSKANDARI KARTIKANINGRUM. Haploidization through Androgenesis
and Gynogenesis on Carnation (Dianthus sp.). Under supervisor of AGUS
PURWITO, GUSTAAF ADOLF WATTIMENA, BUDI MARWOTO and DEWI
SUKMA .

Haploidization technology ensures important advantages in obtaining pure
lines by rapid fixation of homozygosity. Anther culture, ovule culture, ovary
culture and irradiated pollen technique were used in this study. The objective of
the research was to develop appropriate haploid technology in order to obtain
haploid plants through androgenesis, gynogenesis by ovule culture and ovary

culture and pseudofertilization on Dianthus chienesis. Androgenic callus was
induced in four WT basic medium inductions supplemented with 2.4D, NAA,
TDZ and BA. Four explants originated from ovule and ovary cultures of six
genotypes of D. chinensis (Dchi-11, Dchi-12, Dchi-13, Dchi-14, Dchi-15 and
Dchi-16) were applied in five media. For the parthenogenesis induction, 100-200
Gray gamma irradiations were applied to the Dchi-14 pollens and pollinated to the
Dchi-11. Pollinations were conducted on the day after irradiation. Eight media
were selected to obtain regenerated plants. Results showed that androgenic callus
formation needed high auxin and sitokinin ratio, while regenerated callus required
lower auxin and sitokinin ratio. 2,4-D was better than NAA in callus induction.
Callus originated from anther culture, multi ovule slice culture, ovule culture and
ovary slice culture regenerated producing early flowering plants and expressed of
abnormal flowering mutant. Regeneran from anther culture was diploid, but two
putative double haploids came up from multi ovule slice culture and ovary
culture. Cytology and flow cytometry observations showed that seven haploid
plants were obtained from pseudofertilization. Spontaneous chromosome doubling
was inferred to have occurred during the callus culture period. In conclusion,
gynogenesis through multiovule culture, ovary slice culture and
pseudofertilization was more effective in inducing haploid and double haploid
plants than androgenesis.

Key words: androgenesis, gynogenesis, pseudofertilization, haploid, Dianthus sp.

vi

RINGKASAN
SUSKANDARI KARTIKANINGRUM. Haploidisasi melalui Androgenesis dan
Ginogenesis pada Anyelir (Dianthus sp.) Dibimbing oleh AGUS PURWITO
sebagai ketua, GUSTAAF ADOLF WATTIMENA, BUDI MARWOTO dan
DEWI SUKMA sebagai anggota komisi pembimbing
Tanaman homosigot dapat diperoleh secara konvensional melalui selfing
secara terus menerus sampai lebih dari enam generasi. Namun cara ini
memerlukan waktu lama dan pada akhir generasi selfing masih ditemukan residu
heterosigositas. Androgenesis, ginogenesis dan pseudofertilisasi sudah secara luas
digunakan untuk program pemuliaan sebagai metode untuk menghasilkan
tanaman haploid. Melalui teknologi haploidisasi, pembuatan tanaman homosigot
murni dapat diperoleh hanya dalam satu generasi. Tanaman haploid ganda dapat
digunakan untuk membentuk tanaman hibrida F1. Teknologi haploidisasi pada
tanaman hias yang diperbanyak secara vegetatif, menawarkan peluang
perdagangan benih dalam bentuk biji (true seed), dan bukan dalam bentuk stek
yang tidak dapat disimpan lama.

Salah satu kendala dalam sistem usahatani anyelir domestik yaitu
ketergantungan benih dari luar negeri. Untuk mengatasi masalah ketergantungan
terhadap penggunaan benih impor, maka perlu upaya untuk merakit kultivar
unggul yang memiliki nilai kompetisi yang tinggi di pasaran. Serangkaian
penelitian dilakukan untuk mempercepat diperolehnya varietas-varietas baru
anyelir, dengan menyediakan tetua-tetua yang diperoleh dari teknologi haploid.
Tiga metode haploidisasi yaitu androgenesis, ginogenesis dan pseudofertilisasi
diaplikasikan untuk mendapatkan tanaman haploid, yang selanjutnya dapat
digandakan atau mengganda secara spontan untuk mendapatkan tanaman haploid
ganda yang bersifat homosigot untuk seluruh lokus.
Berdasarkan studi biologi bunga dan dikaitkan dengan studi rasio
perkembangan mikrospora diketahui bahwa variabel panjang kuncup merupakan
indikator penanda kapan kuncup bunga dipanen untuk sumber eksplan. Induksi
kalus androgenik dicoba pada empat jenis media yang mengandung media dasar
WT yang berbeda rasio auksin dan sitokinin. Delapan jenis media regenerasi
diseleksi untuk mendapatkan media yang sesuai untuk regenerasi. Penelitian
ginogenesis terdiri atas empat percobaan berdasarkan pada kemampuan eksplan
membentuk kalus/embrio. Empat eksplan tersebut ialah irisan multi ovul, multi
ovul, irisan ovari dan ovari.
Percobaan pseudofertilisasi dilakukan dalam dua unit. Percobaan pertama,

dosis iradiasi sinar gamma 100 Gy diaplikasikan pada serbuk sari dua genotipe
Dianthus chinensis yaitu Dchi-14 dan Dchi-13. Percobaan kedua dosis iradiasi
diperluas mulai 100-300 Gy yang diaplikasikan pada serbuk sari Dchi-14.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa lima genotipe Dianthus chinensis
yang diuji memiliki kecepatan antesis yang relatif sama, yaitu berkisar 14-16 hari,
memiliki ciri-ciri spesifik yaitu adanya perubahan warna pada antera sesuai
dengan fase perkembangan kuncup bunga, variasi jumlah mikrospora berkisar
4000 64000, viabilitas mikrospora berkisar 40 60%. Ukuran kuncup bunga
dapat dijadikan sebagai indikator kapan dilakukan pengambilaan donor eksplan.
Persentase late-uninucleate tertinggi (44,64%) adalah pada saat ukuran kuncup
bunga T2 dengan ukuran kuncup 1,31 1,51 cm (umur 5 hari), dan belum ada
perubahan warna antera. Eksplan ovul yang tepat berada pada tahap
perkembangan kuncup bunga T7 (umur 10 hari) yang telah terbentuk dua inti hasil
mitosis di kantong embrio.

Media terbaik untuk menginduksi kalus pada androgenesis ialah medium
padat AD4 (WT + 9,04 µM 2,4-D+ 5,71 µM NAA + 2,27 µM TDZ ). Media
terbaik untuk menginduksi kalus pada ginogenesis ialah media M10 (MS + 4,52
µM 2,4-D + 4,44 µM BAP + 20 g L-1 sukrosa). Media untuk menginduksi embrio
langsung dari kultur ovari medium M6 (WT + 0.25 mgL-1 2,4-D+ 0.01 mgL-1

NAA + 0,5 mgL-1 TDZ + 30 g L-1 sukrosa). Medium regenerasi kalus yang
terbaik ialah medium R11 (WT + 0,06 µM NAA + 2,22 µM BAP + 30 g L-1
sukrosa).
Penelitian androgenesis belum mengasilkan tanaman haploid. Sampel
kalus androgenik yang dianalisis memiliki tingkat ploidi diploid, sedang dari
penelitian ginogenesis telah dihasilkan tanaman putatif haploid ganda melalui
kultur irisan multi ovul dan kultur ovari. Satu tanaman haploid ganda hasil kultur
irisan multi ovul telah di uji melalui selfing atau sibling (penyerbukan sendiri) dan
diperoleh keturunan yang seragam. Kultur irisan multi ovul menghasilkan mutanmutan abnormalitas pembungaan.
Penyerbukan menggunakan serbuk sari yang diradiasi 100 200 Gy dapat
menginduksi partenogenesis Dianthus sp. dan menghasilkan tujuh tanaman
haploid (PF69.1, PF69.2; C11; D231, D9.1; D9.2 dan D19.1). Pengandaan
kromosom spontan terjadi pada D9.1. Frekuensi tanaman haploid yang diperoleh
pada percobaan pseudofertilisasi adalah 5,10%.
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa ginogenesis melalui
kultur irisan multi ovul, kultur irisan ovary, kultur ovari dan pseudofertilisasi
lebih efektif untuk menginduksi tanaman haploid dan haploid ganda dibandingkan
androgenesis. Dari ginogenesis melalui kultur irisan multi ovul dan kultur ovari
diperoleh dua putatif tanaman haploid ganda, sedang dari kultur irisan ovari
diperoleh satu putatif tanaman haploid. Ginogenesis melalui pseudofertilisasi

menghasilkan tujuh tanaman haploid
Kata kunci: androgenesis, ginogenesis, pseudofertilisasi, haploid, Dianthus sp.

viii

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

x

HAPLOIDISASI MELALUI ANDROGENESIS
DAN GINOGENESIS PADA ANYELIR (Dianthus sp.)


SUSKANDARI KARTIKANINGRUM

Disertasi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi

Penguji pada Ujian Tertutup

:

Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena, MS.
(Staf Pengajar Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB)
Dr. Ir. Endah Retno Palupi, MSc.
(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB)


Penguji pada Ujian Terbuka:
Dr. Ir. Yusdar Hilman, MS, APU
(Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, Kementrian Pertanian)
Dr. Ir Syarifah Iis Aisyah, MSi.
(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, IPB)

xii

Judul Disertasi
Nama

: Haploidisasi melalui Androgenesis dan Ginogenesis padaa
Anyelir (Dianthus sp.)
: Suskandari Kartikaningrum

NRP

: A 263080031


Disetujui
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Agus Purwito, MSc. Agr.
Ketua

Prof. Dr. Ir. G.A. Wattimena, MSc. Dr. Ir. Budi Marwoto, MS Dr. Ir. Dewi Sukma, SP, MSi

Anggota

Anggota

Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pemuliaan
Dan Bioteknologi Tanaman

Dekan Sekolah Pascasarjana


Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

Tanggal Ujian: 30 Oktober 2012

Tanggal Lulus:

xiv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas segala
rahmat dan karunia Nya sehingga penulis berhasil menyelesaikan disertasi ini
dengan judul Haploidisasi melalui Androgenesis dan Ginogenesis pada Anyelir
(Dianthus sp.).
Terima kasih yang mendalam penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Agus
Purwito, M.Sc Agr, selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Ir. Gustaaf Adolf
Wattimena MSc., Dr. Ir Budi Marwoto, MS APU, dan Dr. Dewi Sukma, SP. MSi,
selaku anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kritikan,
saran dan masukan yang sangat berharga sejak persiapan, pelaksanaan penelitian
hingga selesainya penulisan disertasi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Prof. (Riset) Dr. Ika Mariska, MSc dan Dr. Muhamad Syukur, SP, Msi.
selaku penguji pada saat ujian pra kualifikasi, Dr. Ir. Ence Darmo Jaya Supena
MS dan Dr. Ir. Endah Retno Palupi MSc. selaku penguji luar komisi pada ujian
tertutup, serta Dr. Ir. Yusdar Hilman, MSc. dan Dr. Ir. Syarifah Iis Aisyah, MSi
selaku penguji luar komisi pada ujian terbuka.
Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian melalui Bagian Pembinaan
Tenaga serta Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura yang telah
memberikan kesempatan, kepercayaan dan dukungan biaya selama masa tugas
belajar S3 ini berlangsung. Penghargaan dan terima kasih, penulis ucapkan kepada
Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias atas fasilitas kebun dan laboratorium serta
materi yang disediakan.
Kepada teman-teman peneliti Dr. Drs Budi Winarto, Ir. Minangsari
Dewanti, MP, Dr. Dra. Sri Rianawati, MSi., Ir. Dedeh Siti Badriah, Msi., Ridho
Kurniati, SP MSi, Dra. Dyah Widiastoety, MS dan Dr. Ir. Marcia Bunga
Pabendon, MP yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang berharga.
Terima kasih juga penulis ucpakan kepada rekan-rekan peneliti dan teknisi di
Segunung, Cipanas dan Pasar Minggu yang telah banyak membantu di lapang dan
laboratorium, serta teman seperjuangan dari Badan Litbang Ir. Sesanti Basuki M
Phil., Ir. Agus Sutanto MSc. dan Dr. Ir. Ika Roostika, MSi untuk dorongan
semangat dan persahabatannya. Tak lupa pula penulis ucapkan terima kasih
kepada Pak Joko Marwanto (Faperta IPB), Pak Fajar (LIPI), Pak Ujang Hafid
(LIPI), Pak Pras (PPSHB IPB), Pak Iwan (FKH IPB) dan Pak Muryanto (Ewindo,
Purwakarta) yang telah membantu analisis laboratorium, serta semua pihak yang
telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
Ucapan terimakasih khusus atas doa, dorongan dan kasih sayang yang
tiada putus dari ayahanda Wiryawan (almarhum) dan ibunda Sri Anitah serta
semua keluarga, kakak dan adik yang telah mendukung dan menguatkan penulis
dalam melaksanakan penelitian hingga penulisan disertasi ini.
Penulis menyadari bahwa tiada yang sempurna pada karya manusia,
sehingga besar harapan penulis atas saran dan kritik membangun demi
penyempurnaan disertasi ini. Akhir kata penulis berharap semoga disertasi ini
bermanfaat dan menjadi acuan dalam pengembangan teknologi haploid demi
kemajuan florikultura khususnya di Indonesia.
Bogor,

Desember
2012
Suskandari Kartikaningrum

xvi

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jogjakarta pada tanggal 31 Januari 1966 anak ke-2
dari tiga bersaudara pasangan suami-istri Wiryawan dan Sri Anitah. Pendidikan
S1 Agronomi diselesaikannya di Universitas Sebelas Maret Surakarta pada tahun
1989. Pada tahun 1999, penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi S2 di
Universitas Padjadjaran Bandung bidang Ilmu Tanaman, Bidang Kajian Utama
Ilmu Pemuliaan Tanaman, Fakultas Pertanian yang diselesaikan pada tahun 2002.
Tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi
S3 di Sekolah Pasca Sarjana, Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultuas Pertanian IPB.
Sejak bulan Maret 1994 penulis bekerja di Balai Penelitian Tanaman Hias,
Departemen Pertanian, tergabung dalam kelompok peneliti Pemuliaan dan Plasma
Nutfah Tanaman Hias. Tugas yang diemban ialah manajemen koleksi plasma
nutfah anggrek dan pemulia tanaman anggrek. Sejak tahun 2003 sampai 2009
penulis telah melepas delapan varietas anggrek Spathoglottis dan Phalaenopsis
serta anggota tim pelepas lima varietas anggrek Spathoglottis dan Phalaenopsis
Balithi.
Karya ilmiah berjudul Teknologi Haploid Anyelir:
Studi Tahap
Perkembangan Mikrospora dan Seleksi Tanaman Donor Anyelir, telah diterbitkan
(Jurnal Hortikultura 21 (2): 101-112, 2011). Artikel berjudul: Induksi Ginogenesis
Melalui Kultur Irisan Ovul dan Kultur Irisan Ovari Dianthus chinensis akan
diterbitkan di Jurnal Agronomi Indonesia. Karya ilmiah berjudul Induksi
Tanaman Haploid Dianthus sp, melalui Pseudofertilisasi Menggunakan Polen
yang Diiradiasi dengan Sinar Gamma telah dipresentasikan pada Seminar
Nasional PERHORTI di Lembang pada tanggal 23-24 Nopember 2011 dan
terpilih dan dimuat pada Jurnal Hortikultura Indonesia Edisi Agustus-Desember
2011. Karya-karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

xviii

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI

xix

DAFTAR TABEL

xxi

DAFTAR GAMBAR

..

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

..

xxv

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

..
..
..

TINJAUAN PUSTAKA

9

STUDI TAHAP
PERKEMBANGAN
KUNCUP
MIKROSPORA DAN OVUL Dianthus chinensis L.
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan
INDUKSI
HAPLOID
Dianthus
ANDROGENESIS SECARA IN VITRO
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

1
5
5
6
6

BUNGA,
.
..
.
..

chinensis

17
18
19
20
24
37
39

MELALUI
.
..
.
..

41
42
43
45
46
52
54

INDUKSI HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI GINOGENESIS
SECARA IN VITRO
Abstrak
Abstract
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

.
..
.
..

55
56
57
58
64
76
80

INDUKSI TANAMAN HAPLOID Dianthus chinensis MELALUI
PSEUDOFERTILISASI
Abstrak
Abstract

.

81
82

Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil
Pembahasan
Simpulan

..
.

83
84
89
106
110

PEMBAHASAN UMUM

.

111

SIMPULAN DAN SARAN

.

119

..

DAFTAR PUSTAKA

121

LAMPIRAN

.

xx

131

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10

11
12

13

14
15

16
17

18

19

20

Halaman
Rata-rata jumlah antera dan warna antera pada setiap fase
26
pertumbuhan lima genotipe Dianthus chinensis.......................
Jumlah mikrospora per antera lima genotipe dari spesies Dianthus
28
chinensis...............................................................
Frekuensi tahap perkembangan serbuk sari D. chinensis Dchi-11
29
berdasarkan ukuran kuncup bunga dan warna antera
..
Viabilitas serbuk sari pada lima genotipe dari spesies Dianthus
39
chinensis............................................................................
Respon empat tahap perkembangan mikrospora genotipe Dchi-11
31
pada berbagai media induksi embrio/kalus ..
..
Pengaruh tahap kuncup terhadap terbentuknya kalus pada ovula
34
atau ovari Dchi-11, 8 minggu setelah tanam ..
..
Respon dua genotipe D. chinensis (rataan persentase terbentuknya
48
kalus dan waktu terbentuknya kalus) pada media induksi kalus
Pengaruh media terhadap persentase antera membentuk kalus dan
48
waktu terbentuknya kalus pada genotype D. chinensis
..
Jumlah massa kalus yang diregenerasi, jumlah kalus dan persen
50
kalus yang beregenerasi pada dua genotype, berdasarkan media asal
dan media regenerasi
.
Interaksi media dengan genotipe terhadap persen hasil
65
pembentukan kalus pada kultur irisan multi ovul pada umur 4 MSI
(minggu setelah inisiasi)
Regenerasi kalus empat genotipe Dianthus chinensis hasil kultur
66
irisan multi ovul
Organogenesis kalus dan saat munculnya tunas genotipe D.
69
chinensis Dchi-11 pada media regenerasi R7 dan Dchi-15 pada
media regenerasi R11 dari media asal M10
..
..
Interaksi media dengan genotipe terhadap persentase pembentukan
74
kalus pada kultur irisan ovari umur 4 minggu setelah inisiasi
..
Organogenesis dari kalus pada genotipe dari jenis eksplan irisan
75
ovari, genotipe dan media asal pada kultur irisan ovari
. ..
Pengaruh media terhadap jumlah buah yang berhasil tumbuh dari
90
ovari hasil pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasi
dengan sinar gamma
.
Jumlah biji yang tumbuh setiap ovari hasil pseudofertilisasi
91
Rata-rata dan kisaran jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata
92
enam genotipe Dianthus chinensis hasil pseudofertilisasi dengan
polen yang diiradiasi sinar gamma
...
Jumlah dan karakteristik buah yang dipanen dan biji yang diperoleh
98
setelah penyerbukan D. chinensis Dchi-11 dengan serbuk sari D.
chinensis Dchi-14 yang diradiasi dengan sinar gamma
...
Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap perkecambahan biji
99
dan kualitas planlet setelah 4 bulan dan 7 bulan hasil
pseudofertilisasi
..
Hasil aklimatisasi 23 regeneran hasil pseudofertilisasi
103

xxii

DAFTAR GAMBAR

1
2
3

4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28

29
30

Halaman
Bagan alir kegiatan penelitian
.
7
Morfologi bunga lima genotipe Dianthus chinensis (A) Dchi-11,
20
(B) Dchi-12, (C) Dchi-13, (D) Dchi-14 dan (E) Dchi-15
Perkembangan kuncup bunga, ovari dan antera Dianthus
25
chinensis Dchi-11. T1 sampai T10 adalah 4 sampai 13 hari
setelah inisiasi bunga
...........................
Tahap perkembangan serbuk sari.
27
Karakteristik kuncup bunga dan antera pada 5 tahap
28
perkembangan bunga Dianthus chinensis.
Hubungan antara panjang kuncup dengan umur kuncup dan
29
tahap perkembangan serbuk sari Dianthus chinensis Dchi-11.
Hasil pewarnaan serbuk sari dengan FDA Dchi-15.....................
30
Eksplan kultur antera 4 minggu setelah kultur ..........................
32
Histologi kultur antera
.
32
Irisan melintang dan membujur kuncup bunga dan ovul ....
33
Perkembangan pembentukan kalus pada antera Dianthus
47
chinensis
..
Verifikasi media AD4 kultur antera
49
Regenerasi kalus hasil kultur antera
..
.
50
Histogram DNA hasil analisis flow cytometry
.
52
Eksplan ovul dan ovari
..
59
Pembentukan kalus eksplan irisan multi ovul
..
64
regenerasi dari kalus yang terinduksi membentuk bunga tidak lengkap
66
Morfologi tanaman dan bunga hasil kultur irisan multi ovul
..
67
Hasil analisis isozim dengan enzim
.
68
Diagram persentase pembentukan kalus genotipe Dchi-11 dan
68
Dchi-15 pada media M10 dan M11 pada kultur multi ovul ..
Pembentukan kalus dan regenerasi kalus menjadi tunas pada
70
genotype Dchi-11 dan Dchi-15 dari media asal M10
.
Histogram DNA hasil analisis flow cytometry
70
Kultur ovary
..
71
Analisis ploidi pada regeneran Dchi-15 hasil kultur ovari
..
72
Variasi warna dan bentuk bunga dan ketebalan warna putih pada
72
tepi bunga tanaman donor dan hasil kultur ovari Dchi-15
.
Hasil analisis isozim dengan enzim
.
73
Pembentukan kalus pada eksplan irisan ovari setiap genotipe
74
pada media induksi
.
Persentase pembentukan kalus yang berasal dari eksplan irisan
75
ovari genotipe Dchi-11dan Dchi-13 pada 3 macam media
..
Tanaman donor dan morfologi bunga hasil kultur irisan ovari
76
Mutan pembungaan homeotik ABC pada Dianthus chinensis
77

31
32
33
34

35
36
37
38
39
40
41
42

43

44
45

46
47
48
49
50

Pengaruh iradiasi terhadap aktifitas serbuk sari yang
dikecambahkan pada larutan sukrosa 15%.
..
Embrio yang berhasil tumbuh dari enam ovari
..
Kloroplas dalam sel penjaga stomata tanaman Dianthus
chinensis hasil pseudofertilisasi
...
Kromosom tanaman PF79 hasil pseudofertilisasi: terdapat dua
sel dengan jumlah kromosom berlainan. Jumlah kromosom 30
(panah hitam), jumlah kromosom 15 (panah merah)
Histogram DNA hasil analisis flow cytometer pada tanaman
PF69.1 dan PF69.2 hasil pseudofertilisasi
..
Histogram DNA hasil analisis flow cytometer pada tanaman
PF89 hasil pseudofertilisasi
Histogram DNA hasil analisis flow cytometry pada tanaman
PF35.1 hasil pseudofertilisasi
..
Pertumbuhan planlet in vitro dan tanaman hasil pseudofertilisasi
Hasil analisis isozim dengan enzim
.
PF42 dan progeni hasil penyerbukan sendiri tanaman PF42 hasil
pseudofertilisasi
..
Persentase perkecambahan serbuk sari D. chinensis Dchi-14, 24
jam setelah iradiasi sinar gamma
..
Persentase pembentukan buah pada D. chinensis yang
diseerbuki dengan serbuk sari yang diradiasi dengan berbagai
dosis sinar gamma
..
Grafik hubungan antara dosis iradiasi sinar gama terhadap
persentase abnormal planlet D. chinensis setelah 4 bulan dan 7
bulan
..
Planlet hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirradiasi
dengan sinar gamma pada dosis 100-300 Gy
.
Pertumbuhan planlet normal dan planlet yang diduga haploid,
bentuk daun variegata serta jumlah kloroplas di sel penjaga
stomata
..
Histogram DNA hasil analisis dengan flow cytometer pada
tanaman D9.2 hasil pseudofertilisasi
Histogram DNA hasil analisis dengan flow cytometer pada
tanaman C11, D9.1, D19.1, D231
..
Empat genotipe haploid dan haploid ganda hasil
pseudofertilisasi yang sudah berbunga ..........
Tanaman hasil pseudofertilisasi E30d-1, hasil penyerbukan
dengan serbuk sari yang diirdiasi dengan sinar gamma 300 Gy.
Bunga dari tanaman donor dan bunga dari tanaman hasil
pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diradiasi dengan sinar
gamma pada dosis 100-200 Gy

xxiv

89
90
92
92

93
94
94
95
96
97
97
98

99

100
101

102
102
104
105
105

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Rata-rata ukuran bagian-bagian bunga pada lima genotipe

130

2

Tabel komposisi media dasar yang digunakan

131

3

Komposisi dan formula media dasar untuk embriogenesis

132

xxvi

GLOSSARY
Androgenesis adalah proses terbentuknya tanaman yang diinisiasi dari gamet
jantan
Binucleate adalah tahap mikrospora berinti dua (inti vegetatif dan generatif)
Dediferensiasi adalah proses berubah kembalinya eksplan yang tadinya sudah
terspesialisasi dan kembali ke kondisi meristematik.
Dihaploid adalah tanaman haploid (n=2x) yang mengandung dua set kromosom
yang berasal dari tanaman tetraploid (2n=4x)
Diploid adalah sel yang mengandung dua set kromosom (2n = 2x)
Double haploid adalah penggandaan kromosom haploid menjadi diploid yang
homosigot
Embryo rescue adalah penyelamatan embrio muda yang tidak dapat berkembang
menjadi embrio dewasa
Endoreduplikasi adalah penggandaan kromosom tanpa sitokinesis.
Gametofitik adalah generasi seksual (proses pembentukan gamet)
Gynogenesis adalah proses terbentuknya tanaman yang diinisiasi dari gamet
betina
Haploid adalah tanaman (sporofitik) yang mengandung jumlah kromosom gamet
(n)
Haploidisasi adalah proses mendapatkan tanaman haploid
Kultur irisan multi ovul adalah kultur dengan eksplan yang berasal dari irisan
poros bunga yang berisi ovul lebih dari satu
Kultur irisan ovary (ovary slice) adalah kultur dengan eksplan yang berasal dari
irisan ovari yang mengandung lebih dari satu ovul secara melintang
Meiotic sieve adalah pengaturan kembali kromosom setelah mengalami radiasi
Kultur multi ovul adalah eksplan dalam bentuk poros bunga utuh berisi banyak
ovul
Organogenesis adalah proses pembentukan organ-organ tanaman seperti akar,
batang, daun dan bunga
Kultur ovari adalah kultur dengan eksplan dalam bentuk ovari yang mengandung
banyak ovul di dalamnya
Partenogenesis adalah proses berkembangnya embrio haploid dari sel telur tanpa
proses fertilisasi
Polihaploid adalah gamet (n) yang memiliki lebih dari satu set kromosom
Pseudofertilisasi adalah proses penyerbukan (polinasi) tanpa fetilisasi
Regenerasi adalah proses pertumbuhan dan perkembangan sel yang bertujuan
untuk mengisi ruang tertentu pada jaringan atau mempebaiki bagian yang rusak
Semigami adalah inti sperma memasuki sel telur tetapi tidak berfusi dengan inti
sel telur. Setiap inti masing-masing membelah membentuk embrio haploid yang
mengandung sektor asal jantan dan betina
Sporofitik adalah generasi aseksual
Uninucleate adalah tahap mikrospora berinti tunggal

✁✂✄☎✆✝✞✝☎✂
✟✠✡✠☛ ☞elakang
Anyelir atau ✌✍✎✏✍✑ io
n

(✒✍i ✏✑✓✔✕ sp .) merupakan salah satu tanaman hias

penting (Leshem 1990; Fisher ✖t ✍✗ ✘ 1993). Menurut Plasmeijer & Yanai (2006)
dalam laporan

✙✍✎✚✖ t✛✖ws✜✖✌irv✖

di Asia dan Eropa, pasar anyelir menduduki

ranking ke 4 setelah mawar, krisan dan garbera. Sementara di Indonesia menurut
data Biro Pusat Statistik 2012 produksi tanaman anyelir di Indonesia masih sangat
rendah, menempati urutan ke enam setelah krisan, mawar, sedap malam, gladiol
dan gerbera.
Salah satu kendala dalam sistem usaha tani anyelir domestik adalah
ketergantungan benih dari luar negeri. Benih sangat penting dalam budidaya
anyelir, karena 30-35% biaya produksi digunakan untuk pembelian benih (BI
2004). Benih anyelir didatangkan dari Belanda, Spanyol dan Vietnam (Satsijati ✖t

✍✗.

2004). Untuk mengatasi masalah ketergantungan penggunaan benih impor,

maka perlu upaya untuk merakit kultivar unggul yang memiliki nilai kompetisi
yang tinggi di pasaran. Hal ini penting untuk mengoptimalkan keuntungan yang
diterima petani. Optimasi keuntungan dapat diperoleh melalui peningkatan
efisiensi produksi. Situasi ini akan menjadi tantangan serius bagi para pemulia
untuk saling berlomba mendapatkan kultivar unggul baru, agar industri tanaman
hias menjadi tangguh (Marwoto ✖ t✍✗ . 1995).
Tanaman haploid menarik perhatian utama para ahli genetika dan pemulia
tanaman, karena melalui penggandaan kromosom akan diperoleh tanaman haploid
ganda yang homosigot. Tanaman homosigot dapat diperoleh secara konvensional,
tetapi diperlukan prosedur lebih dari enam kali generasi ✏i ✢✎✖✖✣✤✏✥ ✦ sedangkan
melalui teknologi haploid dapat dicapai dalam satu kali generasi.
Haploid merupakan istilah umum untuk tanaman

yang mengandung

jumlah kromosom gamet (n). Pada tanaman diploid (2n), haploid dapat disebut
dengan monoploid (x) karena hanya memiliki satu set kromosom. Pada tanaman
poliploid, haploid (n) yang memiliki lebih dari satu set kromosom disebut dengan
polihaploid. Tanaman haploid dari autotetraploid (2n=4x) memiliki empat set dari
satu genom yang disebut dengan dihaploid (karena n = 2x). Jika jumlah
i
kromosom haploid (n=x) digandakan, disebut dengan ✣✧✔✢✗✖ ✓✍★✗✣o

atau haploid

ganda dan bukan dihaploid. Dihaploid bukan homosigus karena mewakili dua set

2
kromosom terseleksi dari empat set dalam autotetraploid, sedangkan haploid
ganda dari monoploid atau suatu allohaploid pasti homosigus lengkap (Kasha
2005).
Tanaman haploid ganda memiliki beberapa kegunaan dalam program
pemuliaan, yaitu digunakan sebagai tetua dalam pembentukan varietas hibrida F1
dan untuk studi pewarisan karakter. Haploid ganda juga bermanfaat dalam proses
seleksi, terutama untuk karakter-karakter poligenik, karena rasio genetiknya
menjadi lebih sederhana. Kegunaan lain yaitu untuk

mendapatkan genotipe

tertentu dan jumlah tanaman yang ditapis lebih sedikit. Selain itu tanaman haploid
ganda berguna untuk studi yang terkait dengan karakter resesif, karena sifat
resesif dapat terekspresi pada fenotipe tanaman. Menurut Reinert ✩t ✪✫✬ (1975)
tanaman haploid berguna untuk studi mutasi dan seleksi.
Proses untuk mendapatkan tanaman haploid yang biasanya berasal dari sel
diploid (2n) dikenal dengan nama haploidisasi. Beberapa upaya telah dilakukan
untuk memproduksi tanaman haploid, diantaranya ialah persilangan tanaman
kerabat jauh, perlakuan fisik dan kimiawi, penggunaan serbuk sari yang diiradiasi
dan

penundaan

penyerbukan.

Dengan

makin

banyaknya

teknik

yang

dikembangkan untuk menginduksi tanaman haploid, maka penelitian untuk
mendapatkan tanaman haploid juga makin berkembang.
Pengembangan teknologi haploidisasi merupakan salah satu terobosan
teknologi yang dapat diharapkan untuk membangun dan mendorong kebangkitan
florikultura di Indonesia. Melalui teknologi ini, tanaman homozigot murni akan
dihasilkan. Persilangan antara tanaman homozigot akan dihasilkan tanaman
hibrida baru dan benih berkualitas dalam jumlah yang besar, stabil dan seragam.
Ini berarti keberhasilan pengembangan teknologi pada tanaman hias secara
langsung akan bermanfaat dalam penyediaan benih yang berkualitas melalui
persilangan konvensional sekaligus menghasilkan varietas unggul baru.
Pemanfaatan teknik kultur jaringan dalam bidang pemuliaan tanaman telah
banyak diaplikasikan dan memberi dampak nyata terhadap kemajuan program
pemuliaan pada tanaman yang memiliki nilai ekonomi tinggi (Maluszynski ✩t✪✫ .
2003; Thomas ✩ t✪✫ . 2003). Aplikasi metode inivtro

untuk mendapatkan tanaman

haploid meliputi androgenesis melalui kultur antera atau kultur serbuk sari) dan
ginogenesis (kultur ovul atau kultur ovari yang belum dibuahi) (Radzan, 1993;
Maluszynski ✩ t ✪✫ . 2003). Pada androgenesis, pertumbuhan serbuk sariataupolen,
dipicu melalui induksi yang diarahkan untuk tidak membentuk serbuk sari,

3
melainkan membentuk embrio. Induksi perkembangan sel sporofitik hanya
mungkin dilakukan pada tahap awal perkembangan serbuk sari, pada saat serbuk
sari memperlihatkan totipotensi (Toraev ✭t✮✯ . 2001).
Aplikasi kultur antera atau serbuk sari pada tanaman hias sampai saat ini
masih terbatas. Beberapa tanaman yang telah dilaporkan menggunakan teknik ini,
di antaranya Lilium sp. (van den Bulk et al. 1992; Han et al. 1997), Tulipa sp.
(van den Bulk et al. 1994), Helianthus sp. (Coumans & Zhon, 1995), Petunia
(Mohan & Bhalla-Shari, 1997), dan Camelia japonica (Pedroso & Pai, 1997).
Meskipun kultur antera di beberapa spesies telah dilakukan untuk induksi
embriogenesis somatik (Achar 2002; Germanà 2003; Kikkert et al. 2005;
Rimberia et al. 2005), tetapi hanya sedikit laporan hasil penelitian mengenai
kultur antera anyelir (Dolcet-Sanjuan et al. 2001).
Upaya untuk mendapatkan tanaman haploid pada tanaman anyelir sudah
dilakukan oleh Fu et al. (2008) melalui kultur antera. Namun tidak diperoleh
tanaman haploid maupun haploid ganda. Hasil analisis histologi menunjukkan
bahwa tanaman berasal dari dinding sel antera, dengan konstitusi genetik diploid
dan tetraploid. Ketidakberhasilan induksi tanaman haploid dari antera ini
kemungkinan disebabkan oleh belum tepatnya stadia mikrospora, belum tepatnya
media yang digunakan, praperlakuan dan kombinasinya yang belum sesuai atau
kemungkinan penggunaan metode androgenesis tidak tepat. Untuk mendapatkan
tanaman haploid, metode lain seperti ginogenesis dan penggunaan serbuk sari
yang diiradiasi untuk pseudofertilisasi perlu dipelajari.
Pada beberapa penelitian, ginogenesis merupakan metode alternatif lain
untuk memperoleh tanaman haploid. Ginogenesis mirip dengan partenogenesis
apomiktik, sehingga pemahaman proses yang mengatur embriogenesis spontan
(terjadi tanpa fertilisasi),

berkontribusi terhadap perkembangan metode

ginogenesis secara in vitro. Gen-gen yang bertanggungjawab terhadap inisiasi
perkembangan embrio apomiktik dari sel telur yang tidak dibuahi berperan dalam
ginogenesis (W dzony et al. 2009). Regenerasi haploid ginogenik secara luas
digunakan untuk metode induksi haploid dimana megagametofit yang digunakan
berasal dari sel-sel haploid, termasuk pseudofertilisasi. Sebagian besar penelitian
menunjukkan bahwa sel telur merupakan sumber dari embrio haploid pada
tanaman Beta vulgaris (Ferrant & Bouharmont 1994), Allium cepa (Musial et al.
2001, 2005), Helianthus annuus (Gelebart & San 1987), Hevea brasiliensis (Guo

4
et al. 1982), Hordeum vulgare (Huang et al. 1982), Melandrium album (Mol
1992) dan Nicotiana tabacum (Wu & Chen 1982).
Partenogenesis yang diinduksi dengan serbuk sari yang diiradiasi juga
dapat menghasilkan tanaman haploid. Pseudofertilisasi dengan memanfaatkan
serbuk sari yang diradiasi diikuti dengan penyelamatan embrio

yang

menghasilkan tanaman haploid telah banyak diterapkan pada beberapa tanaman
buah-buahan yaitu plum (Peixe et al. 2000), kiwi (Chalak and Legave, 1997,
Musial et al. 1998), melon ( Katoh et al. 1993), jeruk (Bermejo et al. 2011). Pada
tanaman hias telah dilakukan pada primula (Carraro et al. 1990), bunga matahari
(Todorova et al. 2004), mawar (Meynet et al. 1994), anyelir (Dianthus
caryophillus) (Sato et al. 2000) dan tanaman lain seperti kapas (Aslam 2000;
Savaskan 2002).
Teknologi haploidisasi ini penting dilakukan pada anyelir karena
perkembangan pemuliaan anyelir di Indonesia yang masih lambat dibandingkan
dengan tanaman hias lain. Seperti yang telah disebutkan di atas, bahwa selain
benihnya yang masih impor dengan informasi tetua persilangan yang terbatas,
maka hasil pemuliaan hanya tertuju pada menghasilkan varietas baru yang
memiliki warna bunga yang berbeda-beda saja. Karakter-karakter penting lain
seperti ketahanan simpan, ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik belum
menjadi penelitian utama. Penelitian

radiasi pada anyelir juga belum dapat

meningkatkan variasi pada anyelir. Banyak pola pewarisan karakter pada anyelir
yang belum terungkap karena bersifat resesif, sehingga dengan teknologi haploid
ini akan diperoleh karakter-karakter lain yang selama ini tertutupi oleh karakter
yang dominan.
Mengingat aplikasi teknologi ini pada tanaman anyelir masih jarang,
maka pengembangan penelitian ini akan dimulai dari studi tanaman donor, kajian
khusus mengenai biologi bunga dan perkembangannya (morfologi, histologi
maupun mikroskopi), perkembangan serbuk sari dan ovul, metode isolasi;
pengembangan media inisiasi, regenerasi dan pemasakan embrio; perkecambahan
embrio; analisis ploidi akan menjadi hal penting yang akan dikaji dan dipelajari
dalam pengembangan teknologi haploid pada anyelir. Dari berbagai kajian
mendasar tersebut diharapkan pada akhir studi dapat ditemukan teknologi haploid
anyelir yang efektif, efisien, dapat diulang dengan hasil yang sama (reproducible)
dan mudah diulang (repeatable).

5

✰ujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ialah mendapatkan teknologi haploidisasi yang
sesuai untuk pembentukan tanaman haploid

dan mendapatkan tanaman

homozigot murni tanaman Dianthus chinensis yang dapat digunakan dalam
pembentukan varietas baru dan pembuatan benih hibrida. Tujuan utama tersebut
dijabarkan dalam setiap percobaan dengan tujuan khusus:
1. Menentukan indikator morfologi dari tahap perkembangan kuncup, stadia
perkembangan serbuk sari late uninukleat dominan serta stadia ovul yang
tepat untuk digunakan dalam kultur antera, ovul dan pseudofertilisasi.
2. Mendapatkan media yang sesuai untuk menginduksi androgenesis dan
mendapatkan tanaman haploid melalui androgenesis.
3. Mendapatkan metode kultur ovul atau ovari untuk menghasilkan tanaman
haploid, media yang sesuai untuk menginduksi ginogenesis, dan tanaman
haploid melalui ginogenesis.
4. Mendapatkan dosis iradiasi sinar gamma yang dapat menonaktifkan serbuk
sari untuk pseudofertilisasi dan mendapatkan tanaman haploid melalui
penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma.

Hipotesis
1. Stadia kuncup bunga dengan serbuk sari pada stadia late uninukleat dan ovul
pada stadia

setelah meiosis merupakan fase terbaik untuk menginduksi

pembentukan embrio kalus
2. Media dengan perbandingan auksin dan sitokinin yang tinggi akan
menghasilkan embrio atau kalus yang dapat beregenerasi menjadi tanaman
haploid.
3. Metode isolasi kultur ovul atau ovari pada media yang mampu menginduksi
kalus ginogenik yang tepat akan dapat menghasilkan tanaman haploid.
4. Dosis iradiasi sinar gamma yang mampu menonaktifkan serbuk sari akan
mampu menginduksi embrio partenogenik yang akan menghasilkan tanaman
haploid.
Manfaat Penelitian
Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini, antara lain:

6
1. Protokol

kultur

ovul

dan

pseudofertilisasi

dapat

digunakan

untuk

memproduksi tanaman haploid dan haploid ganda pada tanaman Dianthus
yang lain.
2. Tanaman haploid ganda dapat langsung dimanfaatkan sebagai tetua dalam
persilangan konvensional untuk menghasilkan kultivar hibrida F1.
3. Tanaman haploid yang membawa satu alel setiap gen dapat digunakan untuk
mempelajari mutasi dan pewarisan karakter

✱u✲✳✴ ✵✶✴n✷pu✸enelitian
Tanaman haploid ganda sebagian besar digunakan untuk tetua pembentuk
varietas hibrida F1 dalam program pemuliaan. Tanaman haploid ganda dapat
dilakukan melalui androgenesis, ginogenesis dan eliminasi kromosom. Untuk
mendapatkan tanaman haploid ganda pada tanaman Dianthus sp, dapat diperoleh
melalui androgenesis, ginogenesis dan pseudofertilisasi yang diikuti dengan
penggandaan kromosom. Untuk itu perlu pengetahuan mengenai biologi bunga
dan media untuk regenerasi tanaman haploid. Penelitian melingkupi empat aspek
yaitu: (1) studi tahap perkembangan kuncup bunga serbuk sari dan ovul, (2)
induksi haploid melalui androgenesis dan ginogenesis secara in vitro (3) induksi
tanaman haploid melalui pseudofertilisasi.

7
enelitian
Bagan ✺✽✾
alirrp
penelitian
✹✺✻✺✼

Gambar 1. Bagan alir kegiatan penelitian

8

✿❀❁❂❃❄❃❁ ❅❄❆✿❃❇❃
Dianthus chinensis ❈❉
Dianthus termasuk dalam tanaman dikotil dari family Caryophyllaceae
(Bunt & Cockshull 1985). Famili Caryophyllaceae terdiri atas 80 genera dan 2000
spesies baik tanaman annual ataupun perennial, sebagian besar berbentuk herba
yang tumbuh di belahan bumi bagian utara.

Genus Dianthus memiliki dua

kelompok yaitu carnation dan pinks. Di Indonesia carnation dikenal dengan nama
anyelir, sedangkan pinks adalah nama lain dari species chinensis. Pada penelitian
ini nama anyelir digunakan untuk memberi nama Dianthus chinensis agar lebih
dikenal dibandingkan dengan nama pink. Anyelir komersial yang ada sekarang
merupakan turunan dari spesies nenek moyang dari Dianthus caryophyllus, yang
berasal dari Eropa bagian selatan dan Asia bagian barat (Mii et al. 1990).
Berdasarkan informasi dari Germplasm Resources Information Network (GRIN),
Dianthus chinensis berasal dari China (Gangsu, Henan, Qinghai, Shandong) dan
India (Uttar Pradesh), dan Nepal.
Daerah tumbuh anyelir adalah daerah subtropik yang terletak pada 30o LU
atau LS yang beriklim sejuk. Di daerah tropik anyelir dapat ditanam di daerah
pegunungan. Suhu optimum untuk pertumbuhan anyelir adalah 10 22oC. Suhu
udara berperan penting dalam perkembangan masa generatif tanaman anyelir.
Pada suhu tinggi bakal bunga akan berkembang lebih cepat, tetapi bunga yang
dihasilkan kecil serta tangkainya kurus dan lemas (Hardjoko, 1999).
Di Indonesia anyelir cocok ditanam di daerah dengan ketinggian di atas
1000 m dpl, yang pada malam hari suhu udara dapat mencapai di bawah 16 oC,
sedangkan suhu pada siang hari dapat mencapai di bawah 30 oC. Suhu optimal
untuk produksi serbuk sari yaitu 23 oC dan suhu di bawah 17

o

C akan

menghambat pembentukan stamen (Kho & Baer 1973). Sentra produksi bunga
potong anyelir di Indonesia adalah Cipanas (Jawa Barat) dan Bandungan (Jawa
Tengah) (Satsijati et al. 2004).
Berdasarkan manfaatnya, Dianthus dapat dikelompokkan menjadi tiga
yaitu annual carnations (bunga semusim yang biasanya digunakan sebagai bunga
potong), border carnations (dikenal sebagai Dianthus liar atau clove pinks,
biasanya berbentuk semak), dan perpetual flowering carnations (berbunga terusmenerus yang merupakan hasil persilangan interspesifik antara D. caryopillus
dengan D. chinensis) (Anonim 2005). Berdasarkan pada periode tumbuh, tanaman

10
dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu semusim (6-12 months) dan dua
musim/tahunan (2-4 tahun) (Crockett 1972). Pada umumnya anyelir tumbuh
selama dua tahun dengan periode tanam 18-20 bulan (Salinger 1985).
Dianthus chinensis atau lebih dikenal dengan nama Chinese pink, Indian
pink, Japanese pink, Rainbow pink merupakan kerabat Dianthus caryophyllus
yang telah digunakan sebagai materi pemuliaan untuk karakter-karakter unik
seperti ketahanan terhadap penyakit, laju pertumbuhan yang cepat, adaptasi luas,
dan hasil yang tinggi (Tejaswini 2002). Dianthus chinensis termasuk tanaman
biennial, bentuk tanaman semak, berasal dari Asia Timur. Bunga bervariasi dalam
warna pink atau putih, dengan ujung zig-zag pada bagian tepi. Di Cina D.
chinensis biasanya digunakan sebagai tanaman obat. Beberapa kultivar modern
merupakan keturunan dari persilangan interspesifik antara D. caryophyllus dan D.
chinensis atau kerabat lain (Mii et al. 1990). Menurut Sparnaaij dan Koehorst-van
Putten (1990) spesies-spesies komersial seperti D. barbatus, D. japonicus, D.
chienensis dan D. superbus merupakan spesies-spesies yang sering digunakan
untuk transfer karakter kegenjahan ke tanaman anyelir.

Dianthus chinensis

merupakan spesies yang paling adaptif baik pada hari pendek dan hari panjang
serta paling genjah di antara spesies yang lain. Persilangan antara D. caryophyllus
dan D. chinensis menghasilkan varietas yang berbunga lebih awal dan terus
menerus (Sparnaaij & Koehorst-van Putten 1990).

❊or duksi Haploid dan Haploid Ganda
Aspek yang penting dalam pemuliaan adalah induksi keragaman yang
maksimum dari sumber plasma nutfah untuk efektifitas seleksi dan introduksi
karakter yang lebih baik pada spesies tanaman yang ada. Sejak Bergener
menemukan tanaman haploid pada Datura starmonium pada tahun 1921, pemulia
tanaman mulai bekerja ekstensif untuk mendapatkan tanaman haploid baik secara
in vivo maupun in vitro. Secara alami haploid muncul sebagai hasil dari
parthenogenesis (Wedzony et al. 2009)
Metode untuk mendapatkan tanaman haploid secara in vivo memiliki
frekuensi keberhasilan yang rendah, sebaliknya menggunakan kultur antera atau
polen secara in vitro dilaporkan telah menghasilkan tanaman haploid pada kirakira 250 spesies dan tanaman hibrid. Respon yang baik ditunjukkan pada tanaman
terutama dari famili Solanaceae. Pada famili lain seperti Cruciferae, Graminae,

11
Ranunculaceae dan famili lainnya, memungkinkan untuk diinduksi juga melalui
kultur antera untuk mendapatkan tanaman haploid .
Teknik kultur antera pertama kali diperkenalkan oleh Guha dan
Maheshwari (1964, 1966) pada Datura innoxia Mill, kemudian berkembang pesat
dan diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman (Maluszynski et al., 2003). Sifat
totipotensi pada sel mikrospora berpengaruh terhadap diperolehnya tanaman
haploid. Pada kondisi yang sesuai, perkembangan sel polen dapat diubah dari
pembentukan polen (jalur gametofitik) ke pembentukan embrio (jalur sporofitik),
tanaman haploid dan/atau haploid ganda (Supena, 2004). Tanaman haploid ganda
terbentuk

akibat

terjadinya

penggandaan

spontan

atau

melalui

proses

penggandaan kromosom tanaman haploid.

❋●t ❍us ■eknologi Haploid pada Anyelir
Penelitian tentang haploidisasi tanaman anyelir (Dianthus caryophillus)
masih jarang dilakukan. Penelitian androgenesis melalui kultur antera pada
tanaman Dianthus sp sebagian besar melalui tahap kalus (Mosquera et al. 1999).
Kultur antera pada anyelir pertama kali dilakukan oleh Mosquera et al. (1999),
dan dihasilkan kalus embriogenik, tetapi hanya diperoleh satu planlet yang dapat
diregenerasi dan tidak dijelaskan apakah diperoleh tanaman haploid atau haploid
ganda.
Perkembangan penelitian haploidisasi pada anyelir menjanjikan setelah
Sato et al. (2000) mendapatkan tanaman haploid ganda melalui pseudofertilisasi
menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar X sebagai sumber gamet
jantan. Kemudian dengan metode yang sama Dolcet-Sanjuan et al. (2001)
mendapatkan haploid ganda tanaman anyelir yang tahan terhadap Fusarium
oxysporum f. sp. dianthi menggunakan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar
Gamma. Menurut Dolcet-Sanjuan et al. (2001), protokol untuk produksi tanaman
haploid dan haploid ganda anyelir belum pernah dipublikasi. Hasil penelitian
kultur antera Fu et al. (2008) menggunakan spesies dari Dianthus chinensis
dikombinasikan dengan beberapa macam praperlakuan juga belum diperoleh hasil
yang memuaskan. Hasil pengamatan sitologi dan histologi menunjukkan bahwa
planlet yang diregenerasi berasal dari dinding antera. Dari perkembangan hasilhasil penelitian haploidisasi yang telah dilakukan ini, maka percobaan penelitian

12
yang akan dilakukan yaitu dengan mengkombinasikan prosedur-prosedur dari
penelitian sebelumnya.

❏❑▲ot r yang mempengaruhi induksi haploid/haploid ganda
Menurut Wedzony et al. (2009) faktor-faktor yang mempengaruhi induksi
haploid/haploid ganda ialah (1) genotipe dari tanaman donor, (2) kondisi
fisiologis tanaman donor (contoh pertumbuhan pada suhu lebih rendah dan
pencahayaan yang tinggi), (3) tahap perkembangan serbuk sari dan ovul, (4)
praperlakuan (contoh perlakuan suhu rendah pada bunga untuk dikultur, perlakuan
panas pada kultur serbuk sari), (5) komposisi media kultur (termasuk perlakuan
cekaman karbohidrat atau starvasi atau elemen makro diikuti dengan subkultur
pada media regenerasi) dan (6) faktor fisik selama kultur (cahaya, suhu).

Induksi Haploid dan Haploid Ganda
1. Induksi in vitro haploid melalui Androgenesis
Androgenesis ialah proses induksi dan regenerasi haploid dan haploid
ganda yang berasal dari sel gamet jantan (Bohanec 2009, Wedzony et al. 2009).
Metode ini banyak digunakan dan efektif pada beberapa spesies tanaman dan
berpotensi untuk eksploitasi pada tanaman-tanaman komersial (Murovec &
Bohanec 2012). Metode ini berdasar pada kemampuan serbuk sari dan serbuk sari
yang belum masak mengubah lintasan perkembangannya dari gametofitik
(pembentukan serbuk sari masak) ke sporofitik menghasilkan pembelahan sel
pada level haploid diikuti pembentukan kalus atau embrio pada media kultur
(Murovec & Bohanec 2012).
Androgenesis dapat diinduksi dengan mengkultur antera yang belum
masak secara in vitro. Metode yang digunakan sederhana dengan terdiri atas
sterilisasi kuncup bunga diikuti dengan pemisahan antera pada kondisi aseptik.
Antera diinokulasi pada media padat, semi padat atau media cair atau media dua
lapis padat dan cair. Kultur antera merupakan teknik induksi haploid pertama
yang ditemukan yang cukup efisien untuk tujuan pemuliaan tanaman
(Maluszynski et al., 2003). Androgenesis dipengaruhi oleh faktor-faktor biotik
dan abiotik. Tahap perkembangan gamet jantan pada saat antera atau mikrospora
diisolasi, dikombinasikan dengan perlakuan stress yang tepat merupakan faktor
utama yang menentukan respon androgenetik (Murovec & Bohanec 2012).

13

u❙❚ in vitro ❯❱❲ loid melalui Ginogenesis
▼◆ ❖P◗❘
Induksi secara in vitro haploid maternal yang dikenal dengan ginogenesis
merupakan lintasan lain untuk memproduksi embrio haploid dari gamet betina.
Metode ini dapat dilakukan melalui kultur in vitro bagian-bagian bunga yang
tidak diserbuki, seperti ovul, plasenta di mana ovul melekat, ovari. Meskipun
regeneran ginogenik menunjukkan stabilitas genetik yang lebih tinggi dan laju
tanaman albino yang lebih rendah dibandingkan dengan regeneran androgenik,
namun metode ginogenesis digunakan pada tanaman yang sulit diinduksi dengan
metode lain seperti androgenesis dan metode penyerbukan lain (Bohanec 2009).
Induksi ginogenesis menggunakan bagian bunga yang belum diserbuki telah
berhasil pada beberapa tanaman seperti bawang, gula bit, mentimun, labu,
gerbera, bunga matahari, gandum, barley dan lain-lain. Namun hanya bawang dan
gula bit yang telah diaplikasikan dalam program pemuliaan (Murovec & Bohanec
2012).
Kantong embrio yang masak berisi beberapa sel haploid seperti sel telur,
sinergid, antipodal dan inti polar

yang tidak dibuahi,

secara teori mampu

membentuk embrio haploid. Pada kondisi optimal, sel telur di ovul pada spesies
yang responsif mengalami perkembangan sporofitik dan dapat mengalami
perkembangan menjadi tanaman haploid (Bohanec 2009).
Pada tanaman bawang rata-rata frekuensi embrio yang dapat diinduksi
bervariasi antara 0% (aksesi yang tidak respon) sampai 18,6-22% (aksesi yang
sangat respon), di mana tanaman donor individu memproduksi lebih dari 51,7%
embrio. Tingginya frekuensi produksi haploid diuji dalam dua tahun berturut-turut
dan menunjukkan kestabilan dari tahun ke tahun (Bohanec & Jakse 1999).

3. Induksi in situ haploid melalui penyerbukan dengan serbuk sari yang
diiradiasi
Induksi haploid secara maternal dapat dilakukan dengan penyerbukan
menggunakan serbuk sari yang diiradiasi. Kemudian penyerbukan dapat diikuti
dengan pembuahan sel telur dan perkembangan embrio, namun tahap sela