Analisis Biaya Pakan dan Performa Sapi Potong Lokal pada Ransum Hijauan Tinggi yang Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak)

ANALISIS BIAYA PAKAN DAN PERFORMA SAPI POTONG
LOKAL PADA RANSUM HIJAUAN TINGGI YANG
DISUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK
(Sapindus rarak)

SKRIPSI
WINDAYANI SAGALA

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
WINDAYANI SAGALA. D24061683. 2011. Analisis Biaya Pakan dan
Performa Sapi Potong Lokal pada Ransum Hijauan Tinggi yang
Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak). Skripsi. Program Studi
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Sri Suharti, S.Pt, M.Si.
Pembimbing Anggota : Ir. Dwi Joko Setyono, MS.

Performa sapi potong sangat dipengaruhi oleh proses fermentasi
mikroba rumen namun sering terjadi pemangsaan bakteri oleh protozoa
sehingga aktivitas degradasi serat pakan terganggu. Salah satu strategi untuk
mengoptimalkan fermentasi pakan dalam rumen adalah dengan menekan
populasi protozoa. Senyawa sekunder yang bisa digunakan sebagai agen
defaunasi adalah saponin. Tanaman yang banyak menghasilkan saponin
antara lain lerak (Sapindus rarak). Tujuan dari penelitian ini adalah
mengevaluasi pengaruh penambahan ekstrak lerak pada sapi potong lokal
yang ditinjau dari aspek efisiensi penggunaan pakan, efisiensi biaya pakan,
analisis usaha pemeliharaan ternak dan analisis sensitivitas.
Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari sampai bulan April 2010.
Pemeliharaan ternak berlokasi di Laboratorium Lapang Nutrisi Ternak
Daging dan Kerja, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Ternak
yang digunakan yaitu 12 ekor sapi potong lokal jantan dengan kisaran bobot
badan awal sebesar 171 ± 12,51 kg yang dipelihara pada kandang individu
selama 90 hari dengan masa adaptasi pakan selama 3 minggu. Perlakuan yang
diberikan yaitu R1 sebagai ransum kontrol (70% rumput dan 30%
konsentrat); R2(ransum kontrol + ekstrak lerak 100 mg/kg BB) dan R3
(ransum kontrol + ekstrak lerak 200 mg/kg BB). Rancangan yang digunakan
yaitu Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang terdiri dari 3 perlakuan dan 4

ulangan. Data dianalisis dengan menggunakan Analysis of Variance
(ANOVA) dan jika terdapat perbedaan nyata antar perlakuan maka
dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test. Peubah yang diamati
dalam penelitian ini adalah efisiensi penggunaan pakan, efisiensi biaya pakan,
analisis pendapatan usaha ternak dan analisis sensitivitas.
Hasil analisis ragam menunjukan bahwa pemberian ekstrak lerak
sampai taraf 200 mg/kg BB tidak mempengaruhi efisiensi penggunaan pakan
dan efisiensi biaya pakan. Pada pemberian eksktrak lerak sampai taraf 200
mg/kg BB mampu menghasilkan efisiensi pakan sebesar 0,11. Pendapatan
usaha sebesar Rp. 4.208.444,- selama 90 hari pemeliharaan ternak dan usaha
pemeliharaan ternak akan mengalami kerugian pada saat kenaikan harga
hijauan dan harga konsentrat masing-masing sebesar 50%.
Kata-kata kunci: sapi potong lokal, Sapindus rarak, efisiensi biaya pakan,
analisis usaha pemeliharaan ternak, analisis sensitivitas

ABSTRACT
Feed Cost Analysis and Beef Cattle Performance supplemented Lerak
extract (Sapindus rarak) meal in high forage
W. Sagala, S. Suharti and D. J. Setyono
An in vivo feeding trial was conducted to investigate the effect of

saponin from lerak extract (Sapindus rarak) whole fruit for beef cattle
supplement in the high forage diet. Twelve of beef cattles with initial body
weight of 171 ± 12.51 kg were used in this experiment. Basal ration consist
of native grass and concentrate with ratio 70:30. The treatments were basal
ration (R1), basal ration + lerak extract 100 mg/kg Body Weight (BW) (R2)
and basal ration + lerak extract 200 mg/kg BW (R3). The experiment used
was completely randomized design with 3 treatments and 4 replications. The
parameters measured were feed efficiency, feed cost, livestock maintenance
revenue analysis and sensitivity analysis. Data were analyzed using ANOVA
and the different mean value among treatment analyzed using Duncan
multiple range test. The result showed that feed efficiency on suplementation
of lerak extract 200 mg/kg BW are 0.11 and the livestock maintenance
revenue are Rp. 4,208,444,- for 90 days. The sensitivity analysis showed that
local cattle farm were not feasible any longer if the increasing price of forage
and concentrate higher than 40%.
Keywords: Sapindus rarak, locale cattle, feed cost, feed efficiency,sensitivity
analysis

ANALISIS BIAYA PAKAN DAN PERFORMA SAPI POTONG
LOKAL PADA RANSUM HIJAUAN TINGGI YANG

DISUPLEMENTASI EKSTRAK LERAK
(Sapindus rarak)

WINDAYANI SAGALA
D24061683

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul

: Analisis Biaya Pakan dan Performa Sapi Potong Lokal pada Ransum
Hijauan Tinggi yang Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak)


Nama

: Windayani Sagala

NIM

: D24061683

Menyetujui,
Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

Dr. Sri Suharti, S.Pt. M.Si.
NIP: 19741012 200501 2 002

Ir. Dwi Joko Setyono, MS.
NIP: 19601123 198903 1 001


Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc.Agr.
NIP: 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian: 20 September 2011

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 Maret 1988 di Tangerang, Banten.
Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak
Domu Sagala dan Ibu Kesmina Habeahan. Penulis menyelesaikan pendidikan
di SDN Ciputat IX pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama
diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPK Mater Dei Pamulang. Pendidikan
lanjutan menengah atas di SMAN 108 Jakarta diselesaikan pada tahun 2006.
Penulis diterima sebagai mahasisiwi pada Jurusan Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur

Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2006.

Penulis

merupakan anggota dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Nutrisi dan
Makanan Ternak (HIMASITER) dan penulis juga aktif dalam kegiatan
Persekutuan Ouikumene Protestan dan Katolik (POPK) Fakultas Peternakan.
Penulis

berkesempatan menjadi penerima beasiswa Bank Ekspor Impor

Indonesia pada tahun 2007/2008 dan beasiswa SUPERSEMAR pada tahun
2009/2010.

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia-Nya
sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Judul skripsi ini adalah “Analisis
Biaya Pakan dan Performa Sapi Potong Lokal pada Ransum Hijauan Tinggi
yang Disuplementasi Ekstrak Lerak (Sapindus rarak)”. Skripsi ini ditulis
berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan mulai bulan Januari sampai

bulan April 2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut
Pertanian Bogor dan Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor. Skripsi ini
bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan ekstrak lerak terhadap
sapi potong lokal yang ditinjau dari aspek efisiensi penggunaan pakan,
efisiensi biaya pakan, analisis usaha pemeliharaan ternak dan analisis
sensitivitas.
Skripsi ini membahas tentang manfaat ekstrak lerak (Sapindus rarak)
yang disuplementasikan ke dalam konsentrat sapi potong lokal yang
mendapat hijauan tinggi. Saponin yang terkandung dalam buah lerak
memiliki potensi untuk meningkatkan kecernaan sumber pakan hijauan
dengan cara mendefaunasi protozoa sehingga populasi bakteri meningkat.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih jauh dari
sempurna. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
terlibat dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat berguna dan
memberikan informasi tambahan kepada yang membacanya.

Bogor, September 2011
Penulis

DAFTAR ISI


Halaman
RINGKASAN ....................................................................................

ii

ABSTRACT.......................................................................................

iii

RIWAYAT HIDUP ...........................................................................

vi

KATA PENGANTAR .......................................................................

vii

DAFTAR ISI......................................................................................


viii

DAFTAR TABEL..............................................................................

x

DAFTAR GAMBAR .........................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN......................................................................

xii

PENDAHULUAN .............................................................................

1

Latar Belakang .......................................................................
Tujuan ....................................................................................


1
2

TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................

3

Sapi Potong Lokal ..................................................................
Lerak (Sapindus rarak De Candole)......................................
Saponin ..................................................................................
Efisiensi Pakan.......................................................................
Biaya ......................................................................................
Rasio Penerimaan dengan Biaya.................................
Analisis Sensitivitas.................................................................

3
4
6
9
10
10
11

MATERI DAN METODE .................................................................

12

Lokasi dan Waktu ..................................................................
Materi .....................................................................................
Hewan Penelitian .......................................................
Ransum ......................................................................
Ekstrak Lerak .............................................................
Rancangan ..............................................................................
Perlakuan ...................................................................
Model .........................................................................
Analisis Data ..............................................................
Peubah yang diamati ..................................................
Prosedur .................................................................................
Pemberian Ransum ....................................................
Pengukuran Bobot Badan ..........................................

12
12
12
12
13
13
14
14
14
15
15
15
16

HASIL DAN PEMBAHASAN .........................................................

17

Keadaan Umum Penelitian ....................................................
Efisiensi Penggunaan Pakan ..................................................

17
18

Efisiensi Biaya Pakan ............................................................
Analisis Pendapatan Usaha Pemeliharaan Ternak…………
Analisis Sensitivitas…………………………………………

19
20
22

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ............................................................................
25
Saran....................................................................................... ........ 25
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................. ........ 26
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................

27

LAMPIRAN.......................................................................................

32

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1. Hasil Analisis Proksimat (%BK) ..............................................................

13

2. Standar Kebutuhan Nutrien untuk Sapi Potong Lokal
BB 171 ± 12,51 kg ....................................................................................

13

3. Performa Sapi Potong Lokal dengan Pakan Konsentrat dan Ekstrak Lerak
Selama 90 Hari Perlakuan .........................................................................
18
4. Analisis Efisiensi Biaya Pakan dan dan Income Over Feed Cost (IOFC)
Selama 90 hari Perlakuan .........................................................................

19

5. Penggunaan Pakan Selama Pemeliharaan.................................................

21

6. Pendapatan Pemeliharaan Sapi potong Lokal selama 90 hari (Rp)..........

21

7. Analisis Sensitivitas terhadap Perubahan Harga Hijauan .........................

23

8. Analisis Sensitivitas terhadap Perubahan Harga Konsentrat ....................

23

9. Analisis Sensitivitas terhadap Perubahan Harga Hijauan dan

Konsentrat ................................................................................................

24

10.Analisis Sensitivitas terhadap Perubahan Harga Bakalan Sapi

Potong Lokal ............................................................................................

24

11. Analisis Sensitivitas terhadap Perubahan Harga Penjualan Sapi

Potong Lokal ............................................................................................

24

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1.

Sapi Potong Lokal ..............................................................................

3

2.

Buah Lerak .........................................................................................

4

3.

Ekstrak Lerak...................................................................................... ......

5

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Konsumsi BK Pakan ..................... ......

32

2. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Konsumsi BK
Hijauan Perlakuan................................................................................

32

3. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Konsumsi BK
Konsentrat Perlakuan………………………………………………

32

4. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Pertambahan Bobot Badan Harian
( PBBH) .............................................................................................

33

5. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Efisiensi Pakan..............................

33

6. Hasil Analisis Ragam (ANOVA) Biaya Pakan.................................... ....

33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tingkat produktivitas sapi potong di Indonesia terutama di peternakan rakyat
masih tergolong rendah, hal ini disebabkan oleh manajemen pemeliharaan yang
mengandalkan ransum berkualitas rendah. Rendahnya kualitas hijauan yang
diberikan dengan proporsi yang tinggi akan mengurangi tingkat kecernaan pakan
dalam sistem rumen yang menyebabkan rendahnya pertambahan bobot badan ternak.
Tingkat kecernaan pakan pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh populasi
mikroba yang ada di dalam rumen yang meliputi bakteri, protozoa dan fungi.
Protozoa mempunyai sifat memangsa bakteri untuk memenuhi kebutuhan protein
sehingga keberadaan protozoa dalam rumen sering mengganggu ekosistem bakteri.
Keberadaan protozoa di dalam rumen lebih banyak merugikan dibandingkan dengan
keuntungannya (Eugene et al., 2004). Jika populasi protozoa dalam rumen ditekan
jumlahnya dapat menyebabkan terjadinya perubahan komposisi mikroba rumen yang
mengarah pada dominasi bakteri rumen pendegradasi serat, sehingga pemanfaatan
pakan akan meningkat.
Penurunan populasi protozoa dapat dicapai dengan menggunakan senyawa
saponin. Saponin yang terdapat di dalam buah lerak (Sapindus rarak) mampu
menekan populasi protozoa rumen dan meningkatkan fermentasi rumen (Thalib et
al., 1994a). Penerapan teknologi defaunasi dapat dilakukan guna mengendalikan
protozoa rumen sehingga didapatkan suatu kondisi ekologi yang seimbang bagi
pertumbuhan mikroba rumen. Pada proses defaunasi terjadi pengurangan jumlah
populasi protozoa secara menyeluruh maupun sebagian (parsial) dengan tujuan
mengoptimalkan kerja bakteri penghasil enzim pencerna serat (selulolitik)
(Prihandono, 2001).
Adanya efek yang merugikan dalam penggunaan bahan kimia sebagai agen
defaunasi memicu berkembangnya pemanfaatan tanaman yang mengandung saponin
sebagai bahan alternatif untuk menekan populasi protozoa dalam rumen. Saponin
merupakan senyawa sekunder tanaman yang dapat dijadikan agen defaunasi alami.
Keseluruhan buah lerak (Sapindus rarak) yang diekstraksi dengan metanol
mengandung saponin yang cukup tinggi yaitu mencapai 81,47% (Suharti et al.,
2009).
1

Penggunaan saponin ekstrak lerak dalam pakan yang akan diberikan pada
sapi potong lokal dengan rasio hijauan tinggi diupayakan mampu memberikan
keuntungan bagi peternak rakyat dalam pengeluaran biaya pakan terutama
konsentrat, untuk itu perlu dianalisis biaya pakan dalam penelitian ini dan perlu
dikaji lebih lanjut terkait dengan potensi buah lerak sebagai bahan aditif pada ransum
hijauan tinggi pada sapi potong lokal.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi pengaruh penambahan ekstrak
lerak terhadap sapi potong lokal yang ditinjau dari aspek efisiensi penggunaan pakan,
efisiensi biaya pakan, analisis usaha pemeliharaan ternak dan analisis sensitivitas.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Sapi Potong Lokal
Secara umum sub sektor peternakan mengalami kemunduran, terutama pasca
krisis moneter, disebabkan ketergantungan impor yang cukup tinggi, yakni dalam
pengadaan bibit unggul, bakalan dan bahan baku pakan. Sebagian besar sapi potong
yang ada dihasilkan oleh peternakan rakyat yang mempunyai ciri-ciri skala usaha
kecil dan merupakan usaha sampingan, teknologi sederhana, pengetahuan mengenai
cara beternak yang baik tergolong rendah, produktivitas ternak yang rendah dan
belum menerapkan inovasi-inovasi baru (Azis, 1993).

Gambar 1. Sapi Potong Lokal (Dokumen Penelitian, 2010)
Bangsa-bangsa sapi yang sudah lama ada di Indonesia dan telah dianggap
sebagai sapi lokal adalah sapi Bali, sapi Ongole, sapi Peranakan Ongole (PO), sapi
Jawa, sapi Madura dan sapi Sumatera dan sapi Aceh yang semuanya dianggap
sebagai keturunan Bos indicus. Ciri-ciri bangsa sapi tropis pada umumnya memiliki
punuk, bagian ujung telinga meruncing, kepalanya panjang dengan dahi sempit,
kulitnya longgar dan tipis, timbunan lemaknya rendah, garis punggung pada bagian
tengah berbentuk cekung dan pada bagian tunggingnya miring, bulunya pendek
dengan permukaan yang halus dan rata, kakinya panjang sehingga gerakannya
lincah, lambat dalam pertumbuhannya, bentuk tubuh sempit dan kecil, ambingnya
kecil sehingga produksi susunya rendah, tahan terhadap kehausan, toleran terhadap
berbagai jenis pakan yang kandungan serat kasarnya tinggi (Sugeng, 2001).

3

Sapi muda memerlukan hijauan (berdasarkan bobot kering udara) sekitar 2,53% dari bobot hidupnya, sedangkan sapi dewasa hanya 1,5% dari bobot hidupnya
(Sosroamidjojo, 1991). Kekurangan pakan merupakan kendala besar dalam proses
pertumbuhan, terutama pakan yang memiliki kadar protein, mineral dan vitamin
yang kurang memadai (Sugeng, 2001). Peternak yang tidak mengetahui mengenai
tata cara pemberian pakan akan mengalami kesulitan dalam mengembangkan usaha
peternakannya, hal ini disebabkan besarnya biaya dan tenaga yang dikeluarkan untuk
memberikan pakan pada ternak (Siregar, 1994). Pemberian pakan harus
memperhatikan jumlah dan kualitas serta disesuaikan dengan tujuan pemeliharaan
sapi (Huitema, 1985).

Lerak ( Sapindus rarak De Candole)
Lerak merupakan tumbuhan yang berasal dari Asia Tenggara yang dapat
tumbuh dengan baik pada hampir segala jenis tanah dan keadaan iklim, dari dataran
rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 450-1500 m di atas permukaan laut.
Umumnya pengembangbiakan lerak dilakukan melalui penanaman biji. Perbanyakan
dengan stek tidak menunjukan hasil yang memuaskan (Afriastini, 1990).

Gambar 2. Buah Lerak ( Sapindus rarak De Candole)
(Dokumen Penelitian, 2010)
Daging buah lerak banyak mengandung air, mempunyai rasa pahit dan
beracun. Tiap buah mempunyai satu biji yang berkulit keras dan berwarna hitam
yang mengkilat dengan diameter ± 1 cm (Backer dan Brink, 1965). Menurut Heyne
(1987), buah lerak terdiri dari 75% daging buah dan 25% biji Sapindus mukorossi
yang juga disebut buah lerak mengandung saponin sekitar 38% (Burkill, 1966).

4

Tanaman lerak sering disebut raksasa rimba, karena memiliki pohon yang
tinggi dan besar. Terkadang ditanam untuk diambil buahnya saja. Menurut
penduduk, kayunya tidak keras dan cepat rusak oleh serangga (Wina et al., 2005a),
sehingga digunakan hanya sebagai hiasan, bukan bahan konstruksi (Siregar, 1995).
Bentuk buah bundar seperti kelereng kalau sudah tua atau masak, warnanya
coklat kehitaman, permukaan buah licin atau mengkilat, bijinya bundar berwarna
hitam. Daging buah sedikit berlendir dan aromanya wangi (Plantus, 2008 ;
Wardiyono, 2007).

Gambar 3. Ekstrak Lerak (Dokumen Penelitian,2010)
Tumbuhan ini terdapat di seluruh Indonesia, terutama di hutan-hutan daerah
Jawa dan Sumatera. Tanaman ini biasanya tumbuh di hutan pada ketinggian antara
450 m hingga 1500 m dari permukaan laut atau sekitar ± 42 m dari permukaan tanah
dengan diameter batang ± 1 m (Plantus, 2008 ; Wardiyono, 2007). Selain itu, biji
lerak mengandung suatu jenis minyak yang tidak mengering dan diperlukan
perlakuan mekanis khusus untuk memecahkan biji lerak yang sangat keras. Sifat fisik
biji lerak yang keras tersebut menyebabkan biji lerak jarang digunakan (Siregar,
1995).
Senyawa aktif yang telah diketahui dari buah lerak adalah senyawa-senyawa
dari golongan saponin dan sesquiterpene (Wina et al., 2005b). Saponin didefinisikan
sebagai senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa bila dikocok
dalam air dan pada konsentrasi rendah sering menyebabkan hemolisis sel darah
merah. Kadar saponin dalam buah lerak dapat dikategorikan cukup tinggi, yaitu

5

mencapai 12-15% (Nunik, 1998 ; Thalib, 2004), dan kadarnya akan menjadi dua kali
lebih tinggi bila diekstraksi dengan methanol (Thalib et al., 1994b), bahkan dapat
mencapai kadar saponin 81,47% (Suharti et al., 2009).
Saponin
Saponin merupakan suatu glikosida yang terdiri atas gula sebagai bagian
glikon yang terikat pada sapogenin atau genin (fraksi non gula) yang merupakan
bagian aglikonnya (Harborne, 1996; Makar, 1991). Glikosida adalah suatu
persenyawaan antara karbohidrat dan residu non karbohidrat pada molekul yang
sama. Residu karbohidrat terikat oleh ikatan rantai acetal pada rantai atom karbon 1
dengan residu non karbohidrat atau aglikonnya (komponen non gula). Saponin
didefinisikan sebagai senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa
bila dikocok dalam air dan dapat menyebabkan hemolisis sel darah merah, sehingga
dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa dan menghemolisis
darah. Saponin diambil dari kata latin sapo yang berarti sabun. Fungsi dalam
tumbuhan tidak diketahui, diduga sebagai bentuk penyimpanan karbohidrat atau
merupakan waste product dari metabolisme tumbuhan yang dapat berguna untuk
melindungi tumbuhan tersebut dari predator (Robinson, 1995).
Fakta lain tentang sifat kimia saponin dijabarkan sebagai berikut:
1) Saponin adalah senyawa surfaktan yang bersifat imunostimulator dan
antikarsinogenik (Widowati, 2007).
2) Saponin dapat meningkatkan penyerapan dalam usus karena dalam
konsentrasi rendah dapat meningkatkan permeabilitas sel-sel mukosa usus
(Tarmudji, 2004).
3) Senyawa saponin dalam dosis yang cukup tinggi dapat menekan dan
menurunkan sistem kekebalan sehingga terjadi perlambatan pertumbuhan
(Cheeke, 2001).
4) Saponin memiliki diversifikasi struktur yang luas dan senyawa-senyawa
saponin tertentu dengan sifat surfaktan dapat menyebabkan lisis pada
dinding sel protozoa, dengan demikian dapat digunakan untuk defaunasi
protozoa (Thalib, 2004).
Steroid triterpenoid saponin merupakan jenis glikosida yang terdiri atas gula
sebagai bahan glikon yang terikat pada sapogenin atau genin (fraksi non gula) yang

6

merupakan bagian aglikonnya (Harborne, 1996). Berdasarkan jenis sapogeninnya,
saponin dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok besar, yaitu saponin
triterpenoid, saponin steroid dan saponin steroid alkaloid.
Jenis tanaman menentukan jenis kandungan saponin yang dihasilkan oleh
tanaman tersebut. Hal ini ditemukan pada beberapa saponin jenis steroid paling
banyak ditemukan dalam famili Liliaceae, Amarylidaceae dan Dioscoreaceae
(Robinson, 1995). Jenis triterpena glikosida paling banyak ditemukan pada
Magnoliatae

dengan

famili

Araliaceae,

Caryophilaceae,

Leguminosae,

Polygalaceae, Primalaceae, Sapindaceae dan Sapotaceae (Dey & Harborne, 1991).
Saponin telah disintesis pada lebih dari 500 spesies tumbuhan dari 90 famili
(Harborne, 1996).
Sifat yang khas dari saponin antara lain berasa pahit, berbusa dalam air,
mempunyai sifat deterjen yang baik, beracun bagi binatang berdarah dingin,
mempunyai aktivitas hemolisis (merusak sel darah merah), tidak beracun bagi
binatang berdarah panas, mempunyai sifat anti eksudatif dan mempunyai sifat anti
inflamatori. Berdasarkan sifat-sifat tersebut, senyawa saponin mempunyai kegunaan
yang sangat luas, antara lain sebagai deterjen, pembentuk busa pada alat pemadam
kebakaran, pembentuk busa pada industri sampo dan digunakan dalam industri
farmasi serta dalam bisang fotografi (Prihatman, 2008).
Pengaruh Saponin pada Ruminansia
Saponin mempunyai pengaruh yang lebih menguntungkan pada ternak
ruminansia dibandingkan pada ternak non ruminansia. Lerak yang mengandung
saponin dapat menurunkan aktivitas protozoa sebagai predator bagi bakteri sehingga
populasi bakteri dapat optimal dan meningkatkan suplai protein mikroba rumen ke
duodenum (Suparjo, 2008). Pemberian lerak sebagai bahan aditif ternak telah
terbukti mampu meningkatkan performa domba seperti yang dilaporkan pada
penelitian Wina et al. (2005b) bahwa pemberian ekstrak lerak setiap hari
menghasilkan pertambahan bobot badan domba sebesar 40% dan peningkatan bobot
hidup harian sebesar 22% terjadi pada domba yang dicekokan ekstrak lerak setiap 3
hari sekali ke dalam rumen domba yang diberi pakan basal jerami padi (Thalib et al.,
1996).

7

Ekstrak tumbuhan Yucca schidigera yang kaya akan saponin telah ditemukan
mampu untuk meningkatkan pertumbuhan, efisiensi pakan dan kesehatan pada
ruminansia (Mader dan Brumm, 1987) sedangkan saponin pada Quillaja mampu
meningkatkan efisiensi sintesis protein mikroba rumen secara in vitro dan
menurunkan degradabilitas protein pakan (Makkar dan Becker, 1996). Efek positif
saponin lebih terbukti ketika diberikan secara langsung melalui rumen dibandingkan
jika ditambahkan ke dalam pakan (Odenyo et al., 1997). Suplementasi ekstrak Yucca
dapat menguntungkan ruminansia yang diberi pakan tinggi konsentrat (Wang et al.,
2000). Bosler et al. (1997) melaporkan bahwa baik domba jantan maupun betina
yang diberi pakan 40 mg saponin Quilaja yang dicampur dalam ransum basal
signifikan meningkatkan ADG (average daily gain) dibanding kontrol tetapi
pertambahan bobot badan pada betina lebih rendah.
Saponin mampu membunuh atau melisiskan protozoa dengan membentuk
ikatan yang kompleks dengan sterol yang terdapat pada permukaan membran
protozoa (Wallace et al., 2002). Suparjo (2008) menambahkan bahwa saponin dapat
mengganggu perkembangan protozoa dengan terjadinya ikatan antara saponin
dengan sterol pada permukaan membran sel protozoa, menyebabkan membran pecah,
sel lisis dan mati. Keberadaan kolesterol pada membran sel eukariotik (termasuk
protozoa) tetapi tidak terdapat pada sel bakteri prokariotik, memungkinkan protozoa
rumen lebih rentan terhadap saponin karena saponin mempunyai daya tarik menarik
terhadap kolesterol. Populasi bakteri rumen tidak mengalami gangguan karena
dinding membran bakteri berupa polisakarida yang berikatan dengan protein
(peptidoglikan). Bakteri tidak mempunyai sterol yang dapat berikatan dengan
saponin, selain itu bakteri mempunyai kemampuan untuk memetabolisme faktor
antiprotozoa tersebut dengan menghilangkan rantai karbohidrat dari saponin.
Akhir-akhir ini sudah mulai berkembang pemanfaatan tanaman yang
mengandung saponin sebagai alternatif penggunaan bahan-bahan kimia industri
untuk menekan populasi protozoa dalam rumen (Thalib, 2004). Secara kimia saponin
memiliki diversifikasi struktur yang luas dan senyawa-senyawa saponin tertentu
dengan sifat surfaktannya dapat menyebabkan terjadinya lisis pada dinding sel
protozoa, dengan demikian dapat digunakan untuk defaunasi protozoa.

8

Efisiensi Pakan
Efisiensi pakan adalah nilai yang diperoleh dari perbandingan rata-rata
pertambahan bobot badan per ekor per hari dengan rata-rata konsumsi bahan kering
pakan per ekor per hari. Efesiensi pakan menggambarkan sejumlah pakan yang
dibutuhkan untuk menghasilkan sejumlah bobot badan. Ternak yang memiliki
pertumbuhan cepat, efisiensi pakannya akan lebih baik daripada ternak yang
pertumbuhannya lambat. Efesiensi pakan pada penggemukan sapi muda jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan penggemukan sapi dewasa. Hal ini menyebabkan
pertambahan bobot badan dan efisiensi pakan pada sapi muda sangat tinggi
dibanding dengan sapi dewasa. Meningkatnya pakan penguat atau semakin baiknya
kualitas pakan akan menyebabkan semakin baik pula efisiensi penggunannya oleh
ternak (Nursjamsiah, 1994).
Nilai efisiensi pakan menunjukan besarnya dalam mengefisiensikan pakan
menjadi beberapa bentuk hasil ternak, diantaranya daging yang diperlihatkan dalam
pertambahan bobot badan. Efisiensi dapat dijadikan suatu kriteria untuk menentukan
kualitas pakan yang diberikan kepada ternak yaitu dengan mengukur tingkat
pertambahan bobot badan dan jumlah pakan per satuan waktu pada ternak
bersangkutan. Meningkatnya nilai efisensi penggunaan pakan karena dengan
semakin tingginya kandungan protein dalam pakan akan menyebabkan semakin
tinggi pula nilai manfaatnya (Mariam, 1994).
Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam pakan dapat
meningkatkan pertambahan bobot badan, sedangkan penambahan serat kasar dalam
pakan dapat menurunkan pertambahan bobot badan. Efisiensi pakan dapat
ditingkatkan dengan menambahkan lemak pada pakan tetapi akan berakibat
menurunkan konsumsi pakan. Penambahan lemak dalam pakan dapat meningkatkan
efisiensi karena lemak dalam pakan tersebut akan dideposit dalam tubuh sehingga
akan meningkatkan bobot badan.
Selain itu, nilai efisiensi penggunaan pakan menunjukkan banyaknya
pertambahan bobot badan yang dihasilkan dari satu kilogram pakan. Efisiensi pakan
merupakan kebalikan dari konversi pakan, semakin tinggi nilai efisiensi pakan maka
jumlah pakan yang diperlukan untuk menghasilkan satu kilogram daging semakin
sedikit (Card dan Nesheim, 1972).

9

Biaya
Biaya adalah nilai dari semua korbanan ekonomi yang diperlukan, yang tidak
dihindarkan, dapat diperkirakan dan dapat diukur untuk menghasilkan suatu produk.
Biaya bagi perusahaan adalah nilai faktor-faktor produksi untuk menghasilkan
produk (Boediono, 2002). Biaya produksi adalah kompensasi yang diterima oleh
pemilik faktor-faktor produksi atau biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam proses
produksi, baik secara tunai maupun tidak tunai.
Ada dua macam biaya dalam usaha tani yaitu biaya tunai dan biaya tidak tunai.
Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan untuk biaya tenaga kerja, biaya-biaya
untuk membeli faktor produksi seperti bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya panen
sedangkan dalam usaha peternakan biaya ini meliputi biaya penggembalaan, biaya
pembersihan kandang dan jenis upah kegiatan lainnya (Daniel, 2004).
Boediono (2002) menyatakan bahwa biaya produksi juga digolongkan
menjadi biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya yang jumlahnya
tidak tergantung pada jumlah produksi yang antara lain kandang, lahan dan peralatan.
Biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan
perubahan jumlah produksi yang dihasilkan. Semakin besar kuantitas produk yang
dihasilkan maka semakin besar biaya variabel yang dibutuhkan. Biaya variabel ini
meliputi biaya pakan, obat-obatan dan vaksinasi, upah tenaga kerja dan biaya
lainnya. Biaya produksi terbesar yang dikeluarkan dalam usaha peternakan adalah
biaya variabel, terutama biaya pakan dan upah tenaga kerja.
Biaya pakan dapat mencapai 60-80% dari biaya total. Faktor yang
memepengaruhi biaya pakan adalah bobot badan sapi, harga bahan pakan penyusun
pakan tersebut, musim dan kontinuitas. Nilai harga pakan dalam penggemukan
sangat dipengaruhi oleh lama penggemukan, fluktuasi harga pakan dan bobot hidup
ternak. Harga pakan dipengaruhi oleh musim karena menyangkut ketersediaan pakan
sementara harga sapi bobot hidup relatif stabil (Astutik et al., 2002).

Rasio Penerimaan dengan Biaya (BCR)
Analisis BCR adalah singkatan dari Benefit Cost Ratio atau dikenal sebagai
perbandingan antara penerimaan dan biaya. Secara teori bila rasio BCR = 1 artinya
tidak untung dan tidak pula rugi (Soekartiwi, 1995). Rasio penerimaan dan biaya

10

merupakan alat analisis yang digunakan untuk melihat tingkat keuntungan relatif dari
suatu usaha berdasarkan perhitungan finansial, yaitu akan diuji seberapa besar setiap
rupiah dari biaya yang dikeluarkan yang dapat memberikan penerimaan.
Analisis Sensitivitas
Menurut Gittinger (1986), analisis sensitivitas merupakan suatu teknik
analisis untuk menguji secara sistematis apa yang akan terjadi pada kapasitas
penerimaan suatu proyek apabila kejadian-kejadiannya berbeda dengan perkiraanperkiraan yang telah dibuat dalam perencanaan. Suatu yang berkenaan dengan
ketidakpastian pada peristiwa-peristiwa dan nilai mendatang suatu analisis
sensitivitas dikerjakan dengan mengubah suatu unsur atau mengkombinasi unsurunsur dalam menentukan pengaruh dari perubahan tersebut pada penghasilan, paling
sering terhadap ukuran nilai proyeknya. Hampir setiap proyek pertanian harus diuji
sensitivitasnya terhadap kenaikan biaya karena biaya seringkali diperkirakan,
sebelum proyek dilaksanakan yang mungkin faktor diskonto yang digunakan terlalu
besar atau karena semua fasilitas harus sudah tersedia padahal manfaat proyek belum
dapat direalisasikan. Makin tinggi hasil yang diperkirakan, makin sensitif proyek
yang bersangkutan.

Proyek biasanya sangat sensitif terhadap perincian-perincian

yang dibuat belakangan, suatu akibat langsung dari nilai uang, oleh karena itu secara
umum proyek cenderung lebih sensitif terhadap kenaikan biaya yang terjadi pada
awal pelaksanaan proyek daripada perubahan harga yang terjadi kemudian. Teknik
analisis sensitivitas dilakukan dengan menghitung kembali nilai ukuran kemanfaatan
proyek dengan menggunakan nilai estimasi baru dari satu atau lebih komponen biaya
atau hasil.
Analisis sensitivitas penting sekali dilakukan pada suatu proyek karena
proyeksi tersebut mengandung banyak ketidakpastian tentang apa yang akan terjadi
dimasa yang akan datang. Analisis ini bukanlah suatu teknik untuk mengukur besar
kecilnya suatu resiko, tetapi suatu teknik untuk mengetahui pengaruh berbagai
perubahan dari masing-masing variabel penting yang dilaukan oleh perencana proyek
terhadap kemungkinan hasil yang akan diperoleh (Djarwanto, 1987).

11

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan April
2010 di Laboratorium Lapang Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor dan
Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor.
Materi
Hewan Penelitian
Penelitian ini menggunakan 12 ekor sapi potong lokal jantan yang berumur
kurang lebih satu tahun dengan rataan bobot badan 171 ± 12,51 kg per ekor. Sapi
potong ini dipelihara selama 12 minggu di Laboratorium Lapang Fakultas
Peternakan Institut Pertanian Bogor yang terdiri dari beberapa kandang individu.
Adapun ukuran kandang perekor 2 m (p) x 1 m (l) x 2 m (t) yang berjumlah 12 petak.
Kandang tersebut beralaskan semen serta sekat untuk membatasi antara sapi tersebut
dengan sapi lainnya terbuat dari besi.
Ransum
Standar

kebutuhan

yang

digunakan

adalah

berdasarkan

Nutrient

Requirements of Ruminants in Developing Countries, steers maintenance and
growth. Standar kebutuhan nutrien untuk sapi potong lokal dengan bobot badan 150200 kg, PBB (pertambahan bobot badan) rata-rata 0.5-1 kg, konsumsi bahan kering
2.8% bobot badan dengan protein kasar (PK) 11,83%, TDN 58,48%, Ca 0,53%, dan
P 0,31% (Kearl, 1982).
Ransum perlakuan yang digunakan selama penelitian merupakan ransum
yang diformulasikan sendiri yang terdiri dari : bungkil kedelai 15%, bungkil kelapa
19%, onggok 23%, pollard 34%, molasses 5%, kapur 2,5%, Dicalcium Phospate
(DCP) 1%, NaCl 0,5%. Adapun rumput yang diberikan berupa rumput lapang. Hasil
analisis proksimat konsentrat dan rumput lapang disajikan pada Tabel 1.

12

Tabel 1. Hasil Analisis Proksimat (%BK)
Nutrien(%)

Konsentrat

Rumput

Total Ransum

BK

83.87

18.71

38.26

Abu
PK

13.09
20.05

11.11
10.2

11.70
13.16

SK

21.42

40.12

34.51

LK

3.14

0.45

1.26

Beta-N

42.5

38.12

39.43

Ca

1.88

0.38

0.83

P
TDN

0.84
64.38

0.1
46.64

0.32
51.96

Keterangan: 1) kandungan nutrien ransum komplit berdasarkan analisa proksimat Laboratorium Ilmu
dan Teknologi Pakan (2010).
Rumus TDN = 92,464 - (3,338 x SK) - (6,945 x LK) - (0,762 x Beta-N) + (1,115 x PK) + (0,031 x
SK2) - (0,133 x LK2) + (0,036 x SK x Beta-N) + (0,207 x LK x Beta-N) + (0,1 x LK x PK) - (0,022 x
LK x PK) (Hartadi 1997).

Tabel 2. Standar Kebutuhan Nutrien untuk Sapi Potong Lokal BB 171±12,51 kg
Komposisi Nutrien

% BK

PK

11,83

TDN
Ca

58,48
0,53

P

0,31

*Berdasarkan Nutrient Requirements of Ruminants in Developing Countries, Steers Maintenance and
Growth (Kearl, 1982)

Ekstrak Lerak
Lerak diperoleh dari daerah Purwodadi, Jawa Tengah kemudian buah dan
bijinya dikeringkan dengan oven pada suhu 600C, lalu digiling sehingga dihasilkan
tepung lerak. Tepung lerak yang diperoleh diekstraksi menggunakan metanol.
Ekstraksi dilakukan melalui teknik perendaman (maserasi) selama 24 jam dengan
perbandingan antara tepung lerak dan metanol yaitu 1:4. Larutan yang diperoleh
kemudian disaring dengan menggunakan kertas saring. Endapan yang dihasilkan
direndam kembali menggunakan metanol dengan perbandingan yang sama dan
disaring. Cairan yang diperoleh dari kedua penyaringan dicampur (dihomogenkan)
dan dievaporasi kemudian dikeringbekukan dengan freeze drier (Wina et al., 2006).

13

Rancangan
Perlakuan
Perlakuan yang diujikan dalam penelitian ini terdiri dari tiga jenis perlakuan
pakan melalui penambahan ekstrak lerak pada bahan pakan konsentrat. Tiga jenis
perlakuan tersebut adalah:
R1

= Ransum kontrol

R2

= Ransum kontrol + ekstrak lerak 100 mg/kg BB

R3

= Ransum kontrol + ekstrak lerak 200 mg/kg BB

Ransum kontrol terdiri atas hijauan dan konsentrat dengan rasio 70:30. Rasio
pakan ini merupakan pendekatan yang sering digunakan oleh peternak rakyat.
Pemberian jumlah total ransum 2,7%-2,9% bahan kering dari bobot sapi potong. Air
minum diberikan ad libitum. Pengamatan dilakukan selama 90 hari yang didahului
dengan masa adaptasi pakan selama 3 minggu.
Model
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok dengan 3 perlakuan
dan 4 kelompok sebagai ulangan. Model matematik yang digunakan adalah sebagai
berikut:

Yij = µ + ri +βj+ εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
µ = Nilai rataan umum
τi = Pengaruh perlakuan ke-i
βj = Pengaruh kelompok ke-j
εij = Galat perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA) dan jika
memberikan hasil yang berbeda nyata akan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple
range test (Steel dan Torrie, 1993).

14

Peubah yang diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Efisiensi Penggunaan Pakan
Efisiensi penggunaan pakan merupakan efisiensi penggunaan pakan yang
dihitung dari jumlah pertambahan bobot badan per satu satuan konsumsi pakan.
b. Efisiensi Biaya Pakan
Efisiensi biaya pakan ditentukan berdasarkan jumlah biaya yang dikeluarkan per
kg unit kenaikan bobot badan dalam satuan Rp/kg BB/hr.
c. Analisis Pendapatan Usaha Ternak
Analisis pendapatan usaha ternak dihitung berdasarkan biaya operasional selama
pemeliharaan ternak.
d. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui kelayakan suatu usaha
pemeliharaan ternak.
Prosedur
Pemberian Ransum
Pemeliharaan sapi potong dilakukan selama 12 minggu yang didahului masa
adaptasi 3 minggu. Air minum diberikan ad libitum setiap hari dilakukan pergantian.
Konsumsi pakan baik rumput dan hijauan dihitung setiap hari, dengan mencatat
kebutuhannya lalu menimbang sisa pakan yang diberikan.
Pemberian konsentrat berdasarkan bobot badan. Pemberian ransum dilakukan
3 kali dalam sehari, bagi ternak yang mendapat konsentrat tinggi, yang lainnya
diberikan sebanyak 2 kali. Konsentrat ditimbang lalu dimasukkan ke dalam plastik
untuk memudahkan dalam hal pemberian. Rumput juga ditimbang sesuai kebutuhan
lalu dimasukkan ke dalam karung dan ditempatkan pada bagian depan sisi kandang
masing-masing ternak. Konsentrat dan rumput yang tercecer dihitung sebagai sisa
pakan. Sisa ransum yang basah dijemur terlebih dahulu untuk mengetahui berat
keringnya setelah penjemuran dengan matahari. Sampel konsentrat dan rumput yang
diberikan serta sisanya dikeringkan dengan matahari dan dalam oven 600C, 1050C
selama 24 jam yang akan digunakan untuk menghitung konsumsi bahan kering
ransum.

15

Pengukuran Bobot Badan
Pada awal penelitian sapi ditimbang kemudian setelah mendapat perlakuan, sapi
ditimbang lagi bobot badannya untuk dikelompokkan. Pada hari ke-30, 60 dan 90
selama perlakuan sapi tersebut ditimbang kembali untuk mengetahui pertambahan
bobot badannya. Setiap dilakukan penimbangan sapi, alat-alat yang digunakan yaitu
timbangan digital (Ruddweigh), tambang untuk mengendalikan sapi dan bambu
untuk menjepit sapi.

16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Penelitian
Kontrol lingkungan kandang sangat penting untuk kenyamanan dan
kesehatan sapi, oleh karena itu kebersihan kandang termasuk suhu lingkungan sekitar
kandang sangat penting untuk diperhatikan. Suhu kandang berubah-ubah, maksimal
mencapai 320C pada siang hari sedangkan suhu minimum mencapai 200C. Ransum
yang diberikan berdasarkan pada budidaya sapi potong berskala kecil dengan
imbangan rumput lebih banyak daripada konsentrat. Sapi penelitian diberikan rumput
dan konsentrat dengan rasio 70:30. Kandungan bahan kering ransum yang diberikan
pada sapi penelitian yaitu sebesar 2,7%-2,9% dari bobot badan. Kebutuhan bahan
kering pada sapi jantan dengan bobot badan 200 kg adalah 2,7% (Kearl, 1982).
Keragaman bobot badan terjadi disebabkan oleh kemampuan sapi dalam
memetabolisme makanan. Adaptasi pakan dilakukan pada awal pemeliharaan dengan
pemberian hijauan yang tinggi. Respon sapi terhadap hijauan tinggi cukup baik,
dilihat dari kemampuan adaptasinya terhadap pakan yang diberikan. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Jacoeb dan Munandar (1991), sapi potong lokal tahan terhadap
kondisi lingkungan yang buruk, salah satunya adalah pemberian pakan dengan
komposisi hijauan yang tinggi. Peningkatan produktivitas sapi lokal diperlukan
tambahan konsentrat.
Bahan pakan sumber protein pada konsentrat diperoleh dari bungkil kedelai
dan bungkil kelapa, sedangkan bahan pakan sumber energi didapatkan dari pollard
dan onggok. Selain itu, ditambahkan juga DCP dan NaCl sebagai bahan pakan
sumber mineral. Ransum pada penelitian ini memiliki nilai rataan PK ± 13,16% dan
TDN ± 51,96% untuk semua perlakuan. Standar kebutuhan nutrien untuk sapi potong
lokal yang memiliki bobot badan 171 ± 12,51 kg (Tabel 2) menyebutkan bahwa
kebutuhan PK dan TDN untuk sapi potong adalah sebesar 11,83% dan 58,48%. Hal
ini menunjukan bahwa PK, Ca dan P ransum penelitian sudah mencukupi kebutuhan
sapi potong tetapi TDN ransum perlakuan belum dapat mencukupi kebutuhan sapi
potong.
Efisiensi Penggunaan Pakan
Suplementasi ekstrak lerak sampai pada taraf 200 mg/kg BB berdasarkan
hasil analisis ragam (P>0,05) tidak mempengaruhi efisiensi penggunaan pakan.
17

Efisiensi penggunaan pakan pada penelitian ini berkisar antara 0,11-0,12 (Tabel 2),
yang artinya setiap 1 kg bahan kering ransum menghasilkan pertambahan bobot
badan harian sebesar 0,11-0,12 kg. Hal ini agak berbeda dengan penelitian
sebelumnya yang menggunakan rasio konsentrat tinggi. Penelitian pada sapi PO
yang dicampurkan tepung lerak pada taraf 2,5% dan 5% dari konsentrat dengan rasio
hijauan konsentrat 50:50 memiliki nilai efisiensi ransum sebesar 0,13-0,16 (Astuti et
al., 2009), sedangkan pada penelitian Salimah (2010) menunjukkan bahwa
suplementasi ekstrak methanol lerak dalam bentuk pakan blok pada taraf 0,03% dan
0,08% dari total ransum menghasilkan nilai efisiensi pakan sebesar 0,16-0,18. Hasil
percobaan in vivo menunjukan bahwa pemberian saponin teh 3 g/hr pada kambing
Boer menghasilkan efisiensi pakan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol
dan perlakuan saponin teh 6 g/hr (Hu et al., 2006).

Tabel 3. Performa Sapi Potong Lokal dengan Pakan Konsentrat dan Ekstrak Lerak
Selama 90 Hari Perlakuan
Perlakuan Ekstrak Lerak (mg/kg BB)
0
100
200

Peubah
Konsumsi Pakan (BK)
Konsentrat (g/e/hr)
Hijauan (g/e/hr)
Total BK
PBBH (g/e/hr)
Efisiensi penggunaan pakan

1515,59±55,81 1546,03±115,83 1520,42±74,84
2953,46±317,12 2917,45±253,97 3100,58±144,13
4469,05±372,78 4463,48±347,89 4621,00±212,82
481,48±72,51
498,61±38,05
537,50±59,38
0,11 ± 0,01
0,11 ± 0,01
0,12 ± 0,02

*tidak ada perbedaan yang signifikan antar perlakuan (P>0,05)
**Data Konsumsi Pakan dan PBBH berdasarkan Chalik (2011)

Nilai efisiensi penggunaan pakan yang semakin tinggi menunjukkan bahwa
ransum yang dikonsumsi semakin sedikit untuk menjadi hasil produk diantaranya
pertambahan bobot badan. Efisiensi penggunaan pakan dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat
pakan untuk hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh serta jenis pakan yang
digunakan (Campbell et al., 2006).
Menurut Siregar (2001) efisiensi penggunaan pakan untuk sapi potong
berkisar 7,52%-11,29%. Beberapa faktor yang mempengaruhi efisiensi pakan antara

18

lain umur, kualitas pakan dan bobot badan. Semakin baik kualitas pakan semakin
baik pula efisiensi pembentukan energi dan produksi (Pond et al., 2005).

Efisiensi Biaya Pakan
Biaya pakan merupakan indikator untuk mengetahui nilai ekonomis dari pakan
yang digunakan. Berdasarkan hasil penelitian perlakuan dengan penambahan ekstrak
lerak dengan taraf 200 mg/kg BB memiliki efisiensi pakan paling tinggi dengan nilai
Income Over Feed Cost (IOFC) Rp. 7650,- (Tabel 4).
Tabel 4. Analisis Efisiensi Biaya Pakan dan Income Over Feed Cost (IOFC) Selama
90 hari Perlakuan
Uraian
Penerimaan (Rp/e/hr) *)
Pengeluaran Pakan (Rp/e/hr)
IOFC (Rp/e/hr)
Asumsi I :
Biaya Pakan 60% dari Total
Biaya
BCR
Total Pengeluaran
Asumsi II :
Biaya Pakan 70% dari Total
Biaya
BCR
Total Pengeluaran
Asumsi III :
Biaya Pakan 80% dari Total
Biaya
BCR
Total Pengeluaran

Perlakuan Ekstrak Lerak
0
100
200
13481 ± 1658
13961 ± 923
15011 ± 1398
7302 ± 339
7730 ± 470
8154 ± 299
6196 ± 1462
6321 ± 840
7650 ± 1681

1,11
12170 ± 565

1,09
12883 ± 783

1,11
13589 ± 499

1,29
10432 ± 485

1,26
11043 ± 671

1,29
11648 ± 428

1,48
9128 ± 424

1,44
9663 ± 588

1,47
10192 ± 375

Keterangan:
*) Penerimaan diperoleh dari nilai PBBH
1. Harga jual yang berlaku saat penelitian (2010) Rp. 28.000.-/kg bobot hidup
2. Biaya pakan yang berlaku saat penelitian antara lain:
Harga hijauan Rp. 150,- /kg
Harga konsentrat Rp. 2800,-/kg
Harga ekstrak lerak Rp. 20.000,-/kg
3. IOFC= Penerimaan-Pengeluaran
4. R/C Ratio (Biaya Keseluruhan)= Asumsi biaya pakan 60%, 70%, 80% dari total biaya

Penghitungan IOFC dilakukan untuk mengetahui nilai ekonomis pakan
perlakuan terhadap pendapatan dan juga IOFC dihitung karena biaya pakan berkisar
antara 60%-80% dari biaya total produksi (Astutik et al., 2002). Rataan biaya pakan
pada penelitian ini sebesar Rp. 7.729,- relatif sama dengan penelitian Astuti (2010)
dengan rataan biaya pakan Rp. 7.642,- (e/hr). Bila dibandingkan dengan biaya pakan

19

sapi PO dengan pakan jerami padi kering yang dipelihara secara tradisional, hasil
penelitian ini relatif lebih tinggi, yaitu Rp. 5.030,- (e/hr) (Mariyono, 2008).
Pada penelitian Astuti (2010) dengan pakan 65% konsentrat dan 35% jerami
padi dengan penambahan tepung lerak 2,5% dan 5%, perlakuan yang paling efisien
dalam biaya yaitu perlakuan dengan penambahan tepung lerak 2,5% membuat biaya
pakan lebih murah 4,86% dibanding perlakuan kontrol dengan IOFC Rp. 11.336,dan biaya pakan pada penelitian Astuti tersebut.
Nilai R/C ratio pada penelitian ini menunjukkan bahwa secara ekonomi,
usaha ini menguntungkan pada semua perlakuan. Perlakuan yang paling
menguntungkan yaitu dengan penambahan ekstrak lerak pada taraf 200 mg/kg BB
(Tabel 3). Perlakuan yang paling menguntungkan yaitu perlakuan kontrol dan
perlakuan penambahan ekstrak lerak pada taraf 200 mg/kg BB. Penghitungan nilai
R/C ratio adalah salah satu cara untuk melihat efisiensi suatu usaha dengan
membandingkan antara penerimaan (revenue) dan pengeluaran (cost). Jika nilai R/C
ratio lebih besar dari satu maka dapat dikatakan menguntungkan (efisien) namun jika
nilai R/C ratio kurang dari satu maka usaha ternak tersebut dapat dikatakan
menderita kerugian (Teken dan Asnawi, 1981). Nilai R/C ratio tertinggi pada
penelitian Astuti (2010) sebesar 2,58 pada perlakuan penambahan tepung lerak 2,5%
dalam konsentrat.
Analisis Pendapatan Usaha Pemeliharaan Ternak
Komponen biaya usaha terdiri dari biaya operasional selama periode
penelitian (90 hari). Biaya operasional terdiri dari biaya pembelian ternak, pakan,
perlengkapan, tenaga kerja, sewa kandang dan transportasi. Total biaya operasional
pemeliharaan 12 ekor sapi potong lokal yaitu Rp. 68.367.556,-.
Biaya pembelian bakalan ternak sapi potong lokal sebesar Rp. 48.222.000,-.
Biaya tersebut didapat dari jumlah ternak sapi sebanyak 12 ekor yang memiliki bobot
badan ± 171 kg dikalikan dengan harga bobot sapi per kg yaitu Rp. 23.500,-. Biaya
pakan merupakan biaya tertinggi selama pemeliharaan. Jenis pakan yang diberikan
kepada semua ternak sapi berupa konsentrat dan rumput segar lalu pada sapi yang
mendapat perlakuan ditambahkan ekstrak lerak yang dicampur pada konsentrat.
Total biaya pakan selama pemeliharaan sebesar Rp. 9.605.556,- ( Tabel 5).

20

Tabel 5. Penggunaan Pakan Selama Pemeliha