Hubungan karakter morfologi dan fisiologi dengan hasil dan upaya meningkatkan hasil padi varietas unggul

(1)

HUBUNGAN KARAKTER MORFOLOGI DAN FISIOLOGI

DENGAN HASIL DAN UPAYA MENINGKATKAN HASIL

PADI VARIETAS UNGGUL

TITIN BUDI WAHYUTI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

ii   


(3)

iii 

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil dan Upaya Meningkatkan Hasil Padi Varietas Unggul adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Agustus 2012

Titin Budi Wahyuti A262080021


(4)

iv   


(5)

ABSTRACT

TITIN BUDI WAHYUTI. Relationship of Morphological and Physiological Characters with Yield and Efforts to Increase Yield of Various Types of Rice Cultivars. Under direction of BAMBANG SAPTA PURWOKO as chairman, AHMAD JUNAEDI, SUGIYANTA, and BUANG ABDULLAH as members of the advisory committee.

The objective of the research was to study relationship between morphological and physiological traits with yield and its components and the cultivation effort to increase grain yield of various types of rice cultivars. Experiment was conducted at Muara Experimental Station, Indonesian Center for Rice Research, Bogor, and at Babakan Experiment Station, University Farm IPB, Bogor, from June 2010 until November 2011. The study consisted of 4 experiments. The first experiment was conducted from June until December 2010 to study morphological characters and agronomy of various types of rice cultivars. The results showed that the top three leaves of new plant type (NPT) were better than those of local varieties (LV), improved new varieties (INV), and hybrid varieties. NPT and hybrids showed erect leaf characteristics and LV had droopy leaf characteristics. The sink capacity in NPT and hybrids was larger than that of INV and LV, but filled grains percentage in the NPT were lower than that of INV and LV. The highest yield was achieved by B11143 line (6.93 tons dry grain ready to mill/ha). The second experiment was conducted from December 2010 until May 2011. The objective of the research was to determine relationship between physiological characteristics with yield and its components in improved rice varieties. The results showed that physiological characteristics of NPT and hybrids were better than LV and INV. The physiological characters of NPT were high in photosynthetic rate, crop growth rate (CGR), and net assimilation rate (NAR) which was maintaned until seed filling stage. The highest yield was achieved by B11143 line (7.32 tons dry grain ready to mill /ha). The higher grain yield was caused by difference in physiological characteristics. The CGR, NAR, chlorophyll, and sugar content were correlated with yield components and yield. The third experiment was conducted from July until November 2011, to study plant spacing to increase yield of various types of rice cultivars. The result showed that yield was enhanced and the best was achieved by plant spacing of 15 cm x 30 cm in Ciherang, Maro, and B11143, while Pandan Wangi was not influenced by plant spacing. The fourth experiment was conducted from May until October 2011, to study nitrogen management to increase yield of various types of rice cultivars. The result showed that increase in nitrogen fertilization increased yield of all varieties. In the N management study, the highest yield was achieved by Ciherang, B11143 and Maro varieties at 125 kg N/ha, while Pandan Wangi at 100 kg N/ha. There was a positive correlation between yield and nitrogen absorbtion and content. Maro varieties at 125 N/ha showed higher absorption and agronomy efficiency (87.9% and 31 kg grain/kg N respectively). Keyword: Morphological, physiological characters, plant spacing, nitrogen


(6)

vi   


(7)

vii 

RINGKASAN

TITIN BUDI WAHYUTI. Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil dan Upaya Meningkatkan Hasil Padi Varietas Unggul. Dibimbing oleh BAMBANG SAPTA PURWOKO sebagai ketua, AHMAD JUNAEDI, SUGIYANTA, dan BUANG ABDULLAH sebagai anggota komisi pembimbing.

Peningkatan produksi dan produktivitas padi yang terjadi di Indonesia dari tahun ke tahun sejalan dengan perkembangan varietas padi unggul. Padi varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia menunjukkan peran yang nyata terhadap peningkatan produktivitas padi di Indonesia, karena mempunyai potensi hasil yang tinggi. Potensi hasil tinggi dihasilkan dari perbaikan karakter morfologi dan fisiologi tanaman. Keunggulan potensi hasil pada padi varietas unggul belum sepenuhnya dapat dicapai, bahkan senjang hasil aktual sangat bervariasi, sehingga diperlukan upaya untuk meningkatkan hasil aktual atau mendekati potensi hasil.

Penelitian untuk mempelajari hubungan karakter morfologi, agronomi, dan fisiologi dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul telah dilakukan di kebun percobaan Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Muara Bogor pada bulan Juni 2010 sampai Mei 2011. Percobaan menggunakan rancangan acak kelompok dengan empat ulangan dan menggunakan 12 varietas unggul sebagai perlakuan. Varietas yang digunakan adalah Rojolele, Pandan Wangi (varietas unggul lokal/VUL), IR 64 dan Ciherang (varietas unggul baru/VUB), Fatmawati, Cimelati, galur BP 360 dan B11143 (padi tipe baru/PTB) dan Maro, Rokan, SL-8 SHS, dan PP1 (hibrida). Analisis karakter morfologi dan agronomi hasil penelitian menunjukkan bahwa karakter tiga daun bagian atas PTB lebih baik dibandingkan dengan VUL, VUB, dan hibrida. Karakter daun VUB, PTB dan hibrida tegak, sedangkan VUL memiliki daun terkulai. Kapasitas sink pada PTB dan hibrida lebih besar dibanding VUB dan VUL, tetapi memiliki persentase gabah isi yang lebih rendah. Hasil tertinggi dicapai oleh Galur B11143 (6.93 ton gabah kering giling (GKG)/ha). Hasil yang lebih tinggi disebabkan oleh perbedaan karakter morfologi dan agronomi setiap varietas. Analisis hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil menunjukkan PTB dan hibrida memiliki karakter fisiologi yang lebih baik dibandingkan VUB dan VUL. PTB memiliki laju fotosintesis, laju pertumbuhan relatif (LPR), dan laju asimilasi bersih (LAB) yang tetap tinggi sampai tahap pengisian biji. PTB galur B11143 memberikan hasil tertinggi (7.32 ton GKG/ha). Hasil tersebut disebabkan oleh perbedaan karakter fisiologi setiap varietas. Hasil gabah secara nyata berkorelasi positif dengan LPR, LAB, kandungan klorofil, dan gula.

Penelitian untuk mempelajari pengaruh jarak tanam terhadap hasil padi varietas unggul telah dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Riset Padi Babakan, University Farm IPB, Bogor, pada bulan Juli 2011 sampai bulan Nopember 2011. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah 6 jarak tanam yaitu model tegel 20 cm x 20 cm, dan 25 cm x 25 cm, 30 cm x 30 cm, 15 cm x 30 cm, model legowo 2:1 (10 cm x 20 cm), dan legowo 2:1 (12.5 cm x 25 cm). Sebagai anak petak adalah varietas padi yaitu Pandan Wangi, Ciherang, galur B11143, dan Maro. Hasil penelitian menunjukkan respon varietas terhadap jarak tanam berbeda, yang disebabkan oleh


(8)

viii   

kemampuan tanaman sesuai karakter morfologi dan fisiologinya. Jarak tanam tegel 15 cm x 30 cm memberikan hasil GKG yang tertinggi untuk varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143. Varietas Pandan Wangi tidak responsif terhadap berbagai jarak tanam.

Penelitian untuk mempelajari pengelolaan hara N terhadap hasil padi varietas unggul telah dilaksanakan di Laboratorium Lapangan Riset Padi Babakan University Farm IPB, Bogor, pada bulan Mei sampai bulan September 2011. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Sebagai petak utama adalah 5 pengelolaan hara N yaitu dosis (kg N/ha) dan waktu aplikasi (pupuk dasar =Pd, anakan aktif = Aa, primordia =Pr, awal pembungaan= Ap) : tanpa pupuk N, 75 kg N/ha : 25 Pd, 25 Aa, 25 Pr, 100 kg N/ha : 25 Pd, 40 Aa, 35 Pr, 125 kg N/ha: 25 Pd, 50 Aa, 30 Pr, 20 Ap, 150 kg N/ha : 25 Pd, 60 Aa, 40 Pr, 25 Ap. Sebagai anak petak adalah varietas padi yaitu Pandan Wangi, Ciherang, galur B11143, dan Maro. Hasil penelitian menunjukkan pengelolaan hara N secara nyata meningkatkan hasil. Pemupukan dosis 125 kg N/ha dapat meningkatkan hasil GKG pada varietas Ciherang, Maro, dan B11143. Pandan Wangi mencapai hasil GKG tertinggi pada dosis 100 kg N/ha. Terdapat korelasi positif antara kandungan dan serapan hara N dengan hasil. Varietas Maro pada pemupukan 125 kg N/ha menghasilkan nilai efisiensi penyerapan (87.9%) dan efisiensi agronomi (31 kg gabah/kg N) tertinggi. Berdasarkan hasil 4 percobaan maka dapat disimpulkan bahwa karakter kanopi daun, tinggi tanaman, kapasitas anakan, dan kapasitas sink merupakan penyebab perbedaan hasil pada padi varietas unggul. Laju pertumbuhan relatif (LPR), laju asimilasi bersih (LAB), dan kapasitas source merupakan karakter fisiologi yang berkorelasi dengan hasil. PTB galur B11143 mempunyai karakter fisiologi yang lebih baik, dan memberikan hasil yang lebih tinggi. Jarak tanam model tegel 15 cm x 30 cm dapat mengoptimalkan karakter morfologi dan fisiologi varietas Ciherang, Maro, dan galur B11143 untuk mencapai hasil tertinggi. Pengelolaan hara N dengan dosis 125 kg N/ha dengan dosis dan waktu aplikasi : 25 kg N/ha sebagai pupuk dasar, 50 kg N/ha saat anakan aktif, 30 kg N/ha saat primordia, dan 20 kg N/ha pada awal berbunga memberikan hasil tertinggi untuk varietas Ciherang, B11143, dan Maro.  

Kata Kunci : Karakter morfologi, fisiologi, jarak tanam, pengelolaan hara N, padi varietas unggul


(9)

ix 

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya tulis ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(10)

x   


(11)

xi 

HUBUNGAN KARAKTER MORFOLOGI DAN FISIOLOGI

DENGAN HASIL DAN UPAYA MENINGKATKAN HASIL

PADI VARIETAS UNGGUL

TITIN BUDI WAHYUTI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

pada Mayor Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(12)

xii   

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Iskandar Lubis, MS Dr. Ir Purwono, MS

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr


(13)

xiii  Judul Disertasi

Nama NIM

Program Studi

:

: : :

Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil dan Upaya Meningkatkan Hasil Padi Varietas Unggul

Titin Budi Wahyuti A262080021

Agronomi dan Hortikultura

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Ahmad Junaedi, M.Si. Anggota

Dr. Ir. Sugiyanta, M.Si. Anggota

Dr. Ir. Buang Abdullah, M.Sc. Anggota

Mengetahui

Ketua Mayor Agronomi dan Hortikultura

Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S.

Tanggal Ujian : 2 Agustus 2012

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(14)

xiv   


(15)

xv 

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas kasih dan anugerah-Nya sehingga disertasi ini dapat diselesaikan. Disertasi ini disusun berdasarkan hasil penelitian, dengan judul Hubungan Karakter Morfologi dan Fisiologi dengan Hasil dan Upaya Meningkatkan Hasil Padi Varietas Unggul. Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Bambang Sapta Purwoko, MSc sebagai ketua, Dr. Ir. Ahmad Junaedi, MSi., Dr. Ir. Sugiyanta MSi., dan Dr. Ir. Buang Abdullah, MSc selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan, dan memotivasi selama penelitian hingga selesainya penyusunan disertasi. Terimakasih kepada Dr. Desta Wirnas, SP, M.Si, Dr. Ir. Iskandar Lubis MS, Dr. Ir Purwono, MS (penguji ujian kualifikasi dan ujian tertutup), Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S. (Ketua PS AGH), Prof. Dr. Dadang, MSc (Wakil Dekan Faperta) atas semua saran dan arahannya.

Ucapan terimakasih juga disampaikan kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI atas beasiswa, Koordinator Kopertis Wilayah IX Sulawesi, dan Rektor Universitas Sintuwu Maroso Poso yang telah memberikan kesempatan penulis untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana di IPB. Kepada Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana, Ketua dan staf pengajar Program Studi Agronomi dan Hortikultura IPB, disampaikan terimakasih atas kesempatan yang diberikan untuk mengikuti program S3. Kepada Ir. Endang Suhartatik, M.Si dan KP Balai Besar Penelitian Padi, Muara, Bogor disampaikan terimakasih atas bantuan sehingga penelitian I dan II terlaksana. Terimakasih penulis sampaikan kepada kepala KP Laboratorium Lapangan Riset Padi Babakan, IPB yang telah membantu pada penelitian III dan IV. Kepada rekan-rekan mahasiswa pascasarjana AGH juga disampaikan terimakasih atas kebersamaan dan motivasinya selama studi.

Kepada kedua orang tua Almarhum W. Sukardjono dan Almarhumah Sunarsih, yang telah memotivasi ananda untuk studi, terimakasih Allah SWT telah memberikan tempat yang terindah. Kakak dan adikku terkasih Budianto, SE., MSi, Dra Tutik Budi Arsih (Almh), Budi Hartini, Budi Sulistyowati, Budi Rahayuningsih, SE., dan Joko Budi Suharjono, dan kepada kakak dan adik ipar


(16)

xvi   

sekeluarga: Rusli Yusuf, SE., Y. Rumpak, Bernouli T, SPd, M.Pd., Ir. O. Pakalang, Gelder T, STh, MTh., Yustia T, SP., Yulinda T, SP, MSi, dan Bleaser T, ST., terimakasih atas segala dukungan dan doanya. Akhirnya terimakasih penulis sampaikan kepada suami Dr. Ir. Mobius Tanari MP dan ketiga anakku tercinta Mutty Claudia Dewinda, Neyman Pearson Tanari, dan Lala Deyna Ezrani atas cinta kasih, ketabahan, dan dukungan doanya.

Semoga disertasi ini dapat berguna bagi pembaca dan pengembangan ilmu pengetahuan di bidang pertanian.

Bogor, Agustus 2012

Titin Budi Wahyuti


(17)

xvii 

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Semarang pada tanggal 3 April 1964 dari ayah Almarhum Wasiman Sukardjono dan ibu almarhumah Sunarsih. Penulis merupakan putri ke tiga dari tujuh bersaudara. Penulis telah menikah dengan Dr. Ir. Mobius Tanari, MP dan dikaruniai tiga orang anak yaitu Mutty Claudia Dewinda, Neyman Pearson Tanari, dan Lala Deyna Ezrani.

Pendidikan sarjana ditempuh di Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Tadulako Palu dan lulus pada tahun 1990. Pendidikan Pascasarjana ditempuh di Program Studi Agronomi Pascasarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogjakarta dan lulus pada tahun 1999. Kesempatan untuk melanjutkan ke program doktor pada Mayor Agronomi dan Hortikultura, Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2008 dengan beasiswa dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nasional RI.

Penulis bekerja sebagai dosen Kopertis Wilayah IX, Sulawesi dipekerjakan pada Fakultas Pertanian, Universitas Sintuwu Maroso, Poso, Sulawesi Tengah sejak tahun 1992.


(18)

xviii   


(19)

xix 

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ………..

DAFTAR GAMBAR ………. DAFTAR LAMPIRAN ……….. PENDAHULUAN ………. Latar Belakang ……… Rumusan Masalah ………. Tujuan dan Manfaat Penelitian ………... Hipotesis ………. Ruang Lingkup Penelitian ……… TINJAUAN PUSTAKA ………. Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah ……….. Karakter Morfologi dan Agronomi Padi Varietas Unggul ……….. Karakter Fisiologi dan Hubungannya dengan Hasil ……… Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Varietas Unggul ………… Jarak Tanam ……… Pengelolaan Hara Nitrogen ………. KEADAAN UMUM TEMPAT PENELITIAN ………. KARAKTER MORFOLOGI DAN AGRONOMI PADI VARIETAS UNGGUL ………...

Abstrak ………

Abstract ……….

Pendahuluan ……… Bahan dan Metode ……….. Waktu dan Tempat ……….. Metode Percobaan ……….. Pelaksanaan Percobaan ………... Variabel yang Diamati ……… Analisis Data………. Hasil dan Pembahasan ……… Hasil Sidik Ragam ……….. Karakter Morfologi Padi Varietas Unggul ………. Karakter Agronomi Padi Varietas Unggul ……….. Kesimpulan ………. HUBUNGAN KARAKTER FISIOLOGI DENGAN KOMPONEN HASIL DAN HASIL PADI VARIETAS UNGGUL ……...

Abstrak ………

Abstract ……….

xxiii xxvii xxix 1 1 3 4 5 6 7 7 11 18 22 22 24 29 35 35 35 36 37 37 37 38 39 40 40 40 41 47 55 57 57 57


(20)

xx   

Pendahuluan ……… Bahan dan Metode ………... Waktu dan Tempat ……….. Metode Percobaan ……….. Pelaksanaan Percobaan ………... Variabel yang Diamati ……….. Analisis Data ………. Hasil dan Pembahasan ……… Hasil Sidik Ragam ……….. Karakter Produksi Bahan Kering ……… Karakter Fisiologi dari Bobot Kering Tanaman ………….. Karakter Fisiologi Daun dan Batang ………... Karakter Fotosintesis ……….. Karakter Fisiologi Malai ………. Komponen Hasil dan Hasil ………. Hubungan antara Karakter Produksi Bobot Kering dengan Komponen Hasil dan Hasil ………. Hubungan antara Karakter Fisiologi Bobot Kering dengan Komponen Hasil dan Hasil ……… Hubungan antara Karakter Fisiologi Daun dan Batang dengan Komponen Hasil dan Hasil ……… Hubungan antara Karakter Fotosintesis dengan Komponen Hasil dan Hasil ……… Hubungan antara Komponen Hasil dengan Hasil ……….. Kesimpulan ………. PENGARUH JARAK TANAM TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL ………...

Abstrak ………

Abstract ……….

Pendahuluan ………... Bahan dan Metode ……….. Waktu dan Tempat ……….. Metode Percobaan ……….. Pelaksanaan Percobaan ………... Variabel yang Diamati ……… Analisis Data ………. Hasil dan Pembahasan ……… Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam ………. Variabel Pertumbuhan ………... Komponen Hasil ………. Hasil ……… Hubungan antara Variabel Pertumbuhan dengan Jumlah Malai, Bobot Gabah per Rumpun, dan Hasil………. Kesimpulan ……….

58 59 59 59 60 60 63 63 63 64 68 76 79 83 85 89 90 93 94 96 97 99 99 99 100 101 101 101 102 102 103 103 103 104 107 111 114 115


(21)

xxi 

PENGARUH PENGELOLAAN HARA NITROGEN TERHADAP HASIL PADI VARIETAS UNGGUL………..

Abstrak ………

Abstract ……….

Pendahuluan ……… Bahan dan Metode ……….. Waktu dan Tempat ……….. Metode Percobaan ……….. Pelaksanaan Percobaan ………... Variabel yang Diamati ……… Analisis Data ………. Hasil dan Pembahasan ……… Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam ………. Kandungan N Tanah ………... Variabel Pertumbuhan ……… Kandungan dan Serapan Hara N Tajuk dan N Malai ……. Komponen Hasil dan Hasil ………... Efisiensi Penggunaan Pupuk N ………... Hubungan antara Variabel Pertumbuhan dengan Kandungan dan Serapan Hara N Tajuk dan Malai………… Hubungan antara Komponen Hasil dan Hasil dengan Kandungan dan Serapan Hara N Tajuk dan Malai ………... Kesimpulan ………. PEMBAHASAN UMUM ……….. KESIMPULAN DAN SARAN ………... DAFTAR PUSTAKA ……… LAMPIRAN ………...

117 117 117 118 119 119 119 120 121 122 122 122 124 124 129 135 142 143 144 145 147 157 159 169


(22)

xxii   


(23)

xxiii 

DAFTAR TABEL

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Hasil analisis tanah KP Muara dan KP Babakan ……… Data iklim lokasi penelitian pada bulan Juni 2010 –November 2011.. Panjang, lebar dan sudut tiga daun bagian atas tanaman padi varietas unggul ………... Distribusi vertikal tiga daun bagian atas tanaman padi varietas unggul ……….. Diameter batang bagian bawah dan bagian atas padi varietas unggul. Panjang malai, jumlah cabang primer dan sekunder malai, dan kepadatan malai padi varietas unggul ………. Panjang, lebar, dan ketebalan gabah padi varietas unggul …………. Jumlah anakan pada tahap anakan maksimum dan persentase anakan produktif padi varietas unggul ………. Luas daun pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul ………. Umur berbunga dan panen padi varietas unggul ………. Komponen hasil padi varietas unggul ………. Hasil dan indeks panen padi varietas unggul... Bobot kering tanaman tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul ………. Akumulasi dan transportasi bobot kering per rumpun pada tahap berbunga padi varietas unggul ………. Nisbah bobot kering tajuk-akar pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul……….. Indeks luas daun (ILD) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul……… Laju pertumbuhan relatif (LPR) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul ……….

29 30 41 43 44 45 46 48 50 51 53 54 65 66 68 70 72


(24)

xxiv    18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35

Laju asimilasi bersih (LAB) pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul ……… Laju pertumbuhan sink setelah berbunga (HSB) padi varietas unggul……… Karakter fisiologi daun padi varietas unggul ……….. Tebal batang bagian bawah dan bagian atas padi varietas unggul …. Laju fotosintesis daun bendera pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji padi varietas unggul ……….. Kandungan gula tahap berbunga pada padi varietas unggul ………… Kandungan gula tahap pengisian biji pada padi varietas unggul …… Karakter fisiologi leher malai padi varietas unggul ……… Kandungan pati pada malai 10 hari setelah berbunga (HSB) dan 20 HSB padi varietas unggul ……… Komponen hasil padi varietas unggul ………. Hasil dan indeks panen padi varietas unggul ………. Korelasi antara karakter produksi bobot kering dengan hasil dan komponen hasil padi varietas unggul ………. Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter fisiologi produksi bobot kering terhadap hasil ……….. Korelasi antara karakter fisiologi bobot kering dengan hasil dan komponen hasil padi varietas unggul ……….. Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter fisiologi bobot kering terhadap hasil ……… Korelasi antara karakter fisiologi daun dan tebal batang dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul ……….. Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter fisiologi daun bendera dan batang terhadap hasil ……….. Korelasi antara karakter fotosintesis dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul ………

74 76 77 78 79 81 82 83 84 86 88 89 90 91 92 93 94 95


(25)

xxv  36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51

Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter fotosintesis terhadap hasil ………. Korelasi antara karakter komponen hasil dengan hasil padi varietas unggul ……….. Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter komponen hasil terhadap hasil dan indeks panen …….………... Rekapitulasi hasil sidik ragam variabel pertumbuhan, komponen hasil dan hasil percobaan pengaruh jarak tanam dan varietas ……… Pengaruh perlakuan jarak tanam, varietas, dan interaksi terhadap jumlah anakan pada tahap anakan maksimum dan persentase anakan produktif ……….. Pengaruh perlakuan jarak tanam, varietas, dan interaksi terhadap indeks luas daun (ILD) pada tahap anakan maksimal, berbunga, dan pengsian biji ……… Pengaruh perlakuan jarak tanam, varietas, dan interaksi terhadap jumlah malai per rumpun dan per m2 ………. Pengaruh jarak tanam dan varietas terhadap jumlah gabah per malai, persentase gabah isi, dan bobot 1000 butir ………. Pengaruh perlakuan jarak tanam, varietas, dan interaksi terhadap hasil gabah per rumpun ……….. Pengaruh perlakuan jarak tanam, varietas, dan interaksi terhadap hasil ……….……… Pengaruh perlakuan jarak tanam dan varietas terhadap indeks panen ………...  Korelasi antara variabel pertumbuhan dan komponen hasil dengan hasil………... Perlakuan dosis dan waktu aplikasi pupuk N ………. Rekapitulasi hasil sidik ragam variabel pertumbuhan, komponen hasil, dan hasil percobaan pengelolaan hara N dan varietas ……….. Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap kandungan N tanah ……… Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap jumlah anakan pada tahap anakan maksimum dan persentase anakan produktif…….

96 96 97 104 105 106 108 110 111 112 114 115 120 123 124 125


(26)

xxvi   

52

53

54

55

56

57

58

59

60

61

62 63 64

65

Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap luas daun pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji ……….. Pengaruh pengelolaan hara N, varietas, dan interaksi terhadap bobot kering tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji ……... Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap kandungan N tajuk pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji … Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap kandungan N tajuk dan N malai pada tahap panen ……… Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap serapan N tajuk pada tahap anakan maksimum, berbunga, dan pengisian biji ……… Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap serapan N tajuk dan N malai pada saat panen ………... Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap jumlah malai, persentase gabah isi dan bobot 1000 butir ……….. Pengaruh perlakuan pengelolaan hara N, varietas, dan interaksi terhadap jumlah gabah per malai ……… Pengaruh perlakuan pengelolaan hara N, varietas, dan interaksi terhadap hasil ubinan ………. Pengaruh perlakuan pengelolaan hara N, varietas, dan interaksi terhadap hasil ………... Pengaruh pengelolaan hara N dan varietas terhadap indeks panen …. Efisiensi penyerapan dan efisiensi agronomi N padi varietas unggul. Korelasi antara variabel pertumbuhan dengan kandungan dan serapan hara N tajuk dan malai ……….... Korelasi antara komponen hasil dan hasil dengan kandungan dan serapan hara N tajuk dan malai ………...

127

128

130

132

133

134

135

136

138

139 141 143

144


(27)

xxvii 

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17

Bagan alir penelitian………. Gejala awal munculnya penyakit pada daun ujung menguning dan mengering ……… Keadaan tanaman pada tahap berbunga yang terserang penyakit HDB ……… Serangan HDB pada PTB galur BP360 tahap berbunga………. Serangan HDB pada hibrida varietas Rokan tahap berbunga ……… Serangan HDB pada hibrida varietas SL8-SHS tahap berbunga …... Serangan HDB pada hibrida varietas PP1 tahap berbunga ………… Pola jumlah anakan per rumpun berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul………. Pola luas daun per rumpun berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul ... Pola bobot kering berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul ... Indeks luas daun berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul … Laju pertumbuhan relatif berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul ……….. Laju asimilasi bersih berdasarkan umur tanaman padi varietas unggul ……….. Laju pertumbuhan sink pada tahap pengisian biji padi varietas unggul ……….. Hasil gabah pada perlakuan jarak tanam dan varietas ……… Jumlah gabah per malai pada pengelolaan N dan varietas…………. Hasil GKG pada pengelolaan N dan varietas ……….

5 31 31 32 32 33 33 47 49 64 69 71 73 75 113 137 141


(28)

xxviii   


(29)

xxix 

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1

2

3 4

Karakter penting padi varietas unggul ……… Rekapitulasi hasil sidik ragam karakter morfologi dan agronomi padi varietas unggul ……… Metode analisis kandungan gula, pati, dan klorofil………. Rekapitulasi hasil sidik ragam karakter fisiologi komponen hasil, dan hasil padi varietas unggul ……….

169

172 174


(30)

(31)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Produksi padi di Indonesia perlu ditingkatkan untuk memenuhi bertambahnya permintaan pangan yang disebabkan oleh pertumbuhan populasi penduduk. Produksi dan produktivitas padi nasional dalam sepuluh tahun terakhir terus mengalami peningkatan. Produksi padi tahun 2000 adalah 51.89 juta ton dan pada tahun 2009 mencapai 64.32 juta ton gabah kering giling (GKG) atau terjadi peningkatan rata-rata setiap tahunnya sebesar 1.3 juta ton GKG dan tumbuh rata-rata 2.45% per tahun. Produktivitas padi tahun 2000 adalah 4.40 ton/ha dan pada tahun 2009 mencapai 4.99 ton/ha dengan rata-rata peningkatan 0.06 ton/ha dan pertumbuhan rata-rata 1.42% per tahun (BPS 2010). Namun peningkatan produktivitas tersebut cenderung mengalami pelandaian. Menurut Abdullah et al. (2008a) hal ini disebabkan antara lain telah tercapainya potensi hasil optimum varietas unggul baru (VUB) padi yang telah ditanam petani.

Penggunaan padi varietas unggul sangat berperan dalam peningkatan produksi dan produktivitas padi nasional. Potensi padi varietas unggul yang telah dilepas oleh pemerintah Indonesia cukup tinggi yaitu berkisar 6 – 12 ton/ha. Varietas padi unggul yang mendominasi areal pertanaman padi di Indonesia adalah varietas unggul baru, yaitu Ciherang mencapai 31.3% dan IR64 mencapai 23.6% dari areal penanaman (Anonim 2007). Potensi hasil dari kedua varietas tersebut lebih tinggi dibanding unggul lokal yaitu 5 - 6 ton/ha (Daradjat et al. 2001), dan ini lebih rendah bila dibandingkan potensi hasil padi tipe baru (PTB) dan padi hibrida. Padi tipe baru pada kondisi lingkungan yang ideal mempunyai potensi hasil 30 - 50% lebih tinggi dibanding varietas unggul baru (Peng et al. 1994). Khush (1999) menyatakan PTB adalah suatu genotipe dengan arsitektur tanaman tertentu yang dapat menghasilkan sekitar 12.5 ton/ha atau mencapai 25% lebih tinggi dibanding varietas berdaya hasil tinggi yang ada. Varietas padi hibrida di Indonesia dengan nilai heterosis tinggi mempunyai daya hasil 15 - 20% lebih tinggi dibandingkan varietas padi inbrida terbaik (Satoto dan Suprihatno 2008).

Upaya peningkatan produktivitas padi melalui pengembangan padi varietas unggul dengan potensi hasil yang tinggi masih menemui beberapa


(32)

2

kelemahan. Permasalahan yang dihadapi antara lain ekspresi heterosis yang tidak stabil pada padi hibrida, dan masih rendahnya persentase gabah isi (Yang et al. 2007; Satoto dan Suprihatno 2008). Abdullah et al. (2008b) menyatakan kehampaan yang tinggi merupakan sifat utama yang menyebabkan PTB memiliki potensi hasil yang tidak sesuai dengan yang diharapkan.

Kemampuan suatu varietas unggul dengan potensi hasil tinggi berbeda dengan varietas unggul lainnya berdasarkan karakter morfologi dan fisiologinya. Beberapa studi di lapangan telah dilaksanakan meliputi mekanisme yang berperan pada potensi hasil tinggi pada padi varietas unggul. Dilaporkan bahwa banyak sifat morfologi dan fisiologi berperan terhadap potensi hasil tinggi. Sifat morfologi dan fisiologi berpengaruh terhadap potensi hasil padi seperti ukuran

sink yang lebih besar (jumlah gabah banyak) (Jun et al. 2006; Katsura et al. 2007), indeks luas daun (ILD) yang lebih tinggi, durasi luas daun lebih lama, tingkat fotosintesis lebih tinggi, senesen daun lebih lambat, dan tahan rebah (Wang et al. 2002), akumulasi biomasa lebih besar sebelum pembungaan, dan lebih banyak translokasi karbohidrat dari organ vegetatif ke malai selama periode pengisian biji (Katsura et al. 2007). Menurut Zhang et al. (2009) hasil yang tinggi pada padi super di China karena memiliki karakter ukuran sink besar, biomasa akar dan tunas lebih besar, densitas panjang akar lebih besar, aktivitas oksidasi akar dan kandungan zeatin dan zeatin ribosida akar lebih tinggi.

Hasil biji ditentukan oleh produksi biomas dan indeks panen (IP). Secara teori perbaikan hasil biomas atau IP atau keduanya dapat meningkatkan hasil (Yoshida 1981; Khush 1999; Wu et al. 2008). Menurut Yoshida (1981) syarat secara fisiologi untuk hasil padi yang tinggi didasarkan terhadap fotosintesis tanaman, unsur hara, dan komponen hasil. Hal ini berkaitan dengan karakter susunan daun untuk membentuk suatu kanopi ideal sehingga indeks luas daun (ILD) dapat mencapai fotosintesis maksimum; unsur hara esensial harus diberikan untuk memenuhi persyaratan pertumbuhan terutama hara N; komponen hasil harus memenuhi syarat target hasil.

Untuk meningkatkan hasil padi varietas unggul penting sekali diketahui dasar proses fisiologi yang menentukan pertumbuhan dan hasil. Secara fisiologi dapat dilakukan dengan meningkatkan ukuran sink dan source (sumber) melalui


(33)

3

asimilasi unsur hara yang lebih tinggi terutama N dan asimilasi C, alokasi cadangan penyimpanan lebih banyak untuk biji, dan meningkatkan asimilasi C bersih selama pengisian biji melalui peningkatan laju fotosintesis (Nanda 1999). Hal tersebut memerlukan lingkungan yang sesuai dengan teknologi budidaya yang tepat antara lain pengaturan jarak tanam dan pemupukan N. Menurut Yoshida (1981) jumlah gabah per unit luas lahan sangat ditentukan oleh karakter pertumbuhan anakan dan praktek budidaya khususnya jarak tanam (kepadatan populasi) dan aplikasi N. Pengaturan jarak tanam ditujukan untuk memperbaiki struktur kanopi dan mempertinggi kapasitas fotosintesis suatu populasi tanaman. Pengelolaan hara N terutama dosis dan waktu pemberian bertujuan agar pemupukan sesuai dengan kebutuhan tanaman, sehingga dapat memenuhi kebutuhan karbohidrat untuk setiap fase pertumbuhan dan selama pengisian biji.

Kajian tentang hubungan karakter morfologi dan fisiologi padi varietas unggul dalam sistem pertumbuhan dan produksi penting dilakukan. Selain itu upaya untuk mengoptimalkan ekspresi potensi hasil berdasarkan karakter morfologi dan fisiologi dengan teknologi budidaya yang tepat sangat diperlukan. Dengan demikian dapat diketahui peranan karakter morfologi dan fisiologi dalam menentukan potensi hasil padi varietas unggul, dan akan menjadi dasar untuk perbaikan hasil melalui perbaikan teknologi budidaya maupun untuk pembentukan varietas unggul baru.

Rumusan Masalah

Varietas unggul padi memiliki potensi hasil yang lebih tinggi yang dicirikan oleh karakter morfologi dan fisiologi yang lebih baik. Ukuran sink yang

besar dan kemampuan menghasilkan source yang memadai merupakan

keunggulan padi varietas unggul. Namun dalam pengembangannya terdapat beberapa kelemahan antara lain : tidak dapat terekspresikan keunggulannya sesuai karakter tanamannya (karakter morfologi dan fisiologi) sehingga tidak tercapai potensi hasil, dan rendahnya persentase gabah isi pada padi hibrida dan padi tipe baru. Hal ini diduga disebabkan oleh tingkat pertumbuhan sink yang dapat dibatasi oleh suplai fotosintat dari source yang terbatas, kapasitas sink terbatas


(34)

4

menggunakan fotosintat, dan terjadi kompetisi penggunaan asimilat pada tahap bunting (sekitar setengah dari fase reproduktif).

Upaya mengoptimalkan hasil padi varietas unggul yang sesuai karakter morfologi dan fisiologi memerlukan teknologi budidaya yang sesuai, sehingga tanaman mampu mengekspresikan potensi genetik secara maksimal. Kapasitas

sink dipengaruhi oleh fotosintesis yang menyediakan asimilat untuk diferensiasi dan pertumbuhannya. Dengan demikian meningkatkan kapasitas fotosintesis dari populasi tanaman dapat meningkatkan suplai asimilat. Hal ini dapat dilakukan dengan memelihara tingkat N daun untuk aktivitas fotosintesis tinggi, mengoptimalkan kanopi daun untuk memanfaatkan intensitas radiasi, dan mengurangi kompetisi antar tanaman dan dalam tanaman. Upaya teknologi budidaya yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan pengaturan jarak tanam (populasi) dan pengelolaan hara N.

Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mempelajari karakter morfologi dan agronomi padi varietas unggul.

2. Mempelajari hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul.

3. Mempelajari pengaruh jarak tanam terhadap hasil padi varietas unggul.

4. Mempelajari pengaruh pengelolaan hara N terhadap hasil padi varietas unggul.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian dapat memberikan informasi karakteristik morfologi dan fisiologi yang berperan dalam menentukan hasil pada padi varietas unggul. Informasi ini dapat digunakan sebagai dasar untuk peningkatan hasil melalui perbaikan perakitan varietas padi unggul dan pengembangan teknologi budidaya yang spesifik yang dapat meningkatkan hasil padi varietas unggul.


(35)

5

Gambar 1 Bagan alir penelitian.

Hipotesis

1. Terdapat perbedaan karakter morfologi dan agronomi padi varietas unggul. 2. Terdapat perbedaan hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan

hasil padi varietas unggul.

3. Terdapat pengaruh jarak tanam terhadap hasil padi varietas unggul.

4. Terdapat pengaruh pengelolaan hara N terhadap hasil padi varietas unggul. Koleksi padi varietas unggul lokal, varietas unggul baru, padi tipe

baru, dan padi hibrida potensi hasil tinggi

Percobaan 1

Karakter morfologi dan agronomi padi varietas unggul

Percobaan 3

Pengaruh jarak tanam terhadap hasil padi varietas unggul

Diperoleh informasi karakter morfologi dan fisiologi hubungannya dengan hasil dan teknologi budidaya spesifik yang dapat

meningkatkan hasil padi varietas unggul

Percobaan 4

Pengaruh pengelolaan hara nitrogen terhadap hasil padi varietas unggul Percobaan 2

Hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul


(36)

6

Ruang Lingkup Penelitian

Serangkaian penelitian dilakukan untuk mendapatkan informasi sesuai tujuan dan mengetahui kebenaran hipotesis. Tahapan penelitian meliputi : (1) karakteristik morfologi dan agronomi padi varietas unggul, (2) hubungan karakter fisiologi dengan komponen hasil dan hasil padi varietas unggul, (3) upaya meningkatkan hasil padi varietas unggul melalui pengaturan jarak tanam, dan (4) upaya meningkatkan hasil padi varietas unggul melalui pengelolaan hara N. Bagan alir pelaksanaan penelitian disajikan pada Gambar 1.


(37)

7

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Varietas Unggul Padi Sawah

Penggunaan padi varietas unggul berpengaruh terhadap produktivitas padi sawah. Varietas padi dengan potensi hasil tinggi terus dikembangkan untuk meningkatkan rata-rata hasil di tingkat petani. Untuk meningkatkan potensi hasil padi di daerah tropika diperlukan peningkatan indeks panen dan total biomas atau responsivitas terhadap pemupukan (Khush 1999). Peningkatan potensi hasil padi sawah telah mengalami 2 tahapan, pertama pengembangan dari varietas semi-dwarf yang menghasilkan IR8 oleh IRRI pada tahun 1966 (Peng et al. 2008). Varietas padi ini mempunyai produktivitas dari 4 sampai 8 ton/ha pada daerah tropika. Khush (1999) menyatakan IR8 memiliki sifat yang diinginkan seperti pembentukan anakan banyak, daun tegak dan hijau gelap, dan batang kuat. Kedua, dihasilkan dari pengembangan padi hibrida pada tahun 1976 di China. Menurut Peng et al. (1999) bahwa padi hibrida indica/indica meningkatkan potensi hasil 9% dibandingkan inbrida terbaik.

Pengembangan potensi hasil varietas inbrida indica semi-dwarf mengalami stagnasi sejak pelepasan IR8. Perbaikan potensi hasil terus dilakukan melalui persilangan padi japonica/indica sehingga menghasilkan padi varietas tipe-Tongil yang dikembangkan di Korea pada tahun 1971, yang menunjukkan peningkatan hasil 30% dibandingkan dengan varietas japonica (Peng et al. 2008). Varietas Tongil memiliki karakteristik sifat daun sedang sampai panjang dan tegak, pelepah daun tebal, tanaman pendek tetapi malai panjang, bentuk tanaman terbuka, dan tahan rebah. IR72 yang dilepas pada tahun 1980 menghasilkan biomasa sekitar 20 ton/ha dan indeks panen 0.5 dan menghasilkan 10 ton/ha gabah pada pengelolaan yang tepat. Upaya terobosan dilakukan untuk membentuk arsitektur tanaman yang memungkinkan peningkatan potensi hasil. Padi yang dihasilkan dikenal dengan padi tipe baru (PTB), dan IRRI mengembangkannya pada tahun 1989 dan pada tahun 2000 hasilnya telah didistribusikan ke berbagai negara untuk dikembangkan lebih lanjut.

Program pembentukan varietas unggul padi sawah sampai dengan tahun 1970-an lebih ditekankan pada perbaikan varietas lokal, terutama untuk memperpendek umur tanaman, sehingga dalam satu tahun dapat dilakukan panen


(38)

8

dua sampai tiga kali (Susanto et al. 2003). Pengembangan varietas banyak diarahkan untuk meningkatkan daya adaptasi dan toleransi terhadap cekaman biotik maupun abiotik pada agroekosistem yang dihadapi, sehingga mampu menciptakan stabilitas hasil tanaman yang baik.

Varietas unggul yang paling populer kemudian adalah IR64 diintroduksi dari IRRI dan dilepas sebagai varietas unggul di Indonesia pada tahun 1986. Varietas tersebut sangat digemari oleh petani dan konsumen, terutama karena rasa nasi yang enak, umur genjah, daya adaptasi luas, dan produktivitasnya tinggi. Karakteristik dari varietas “tipe varietas IR64” menurut Daradjat et al. (2001) antara lain adalah umur genjah (100 - 125 HSS), postur tanaman pendek – sedang (95 - 115 cm), bentuk tanaman tegak, posisi daun tegak, jumlah anakanbanyak sedang (20 - 25 anakan/rumpun dengan anakan produktif 15 - 16 anakan/rumpun), panjang malai sedang, responsif terhadap pemupukan, tahan rebah, daya hasil agak tinggi (5 - 6 ton/ha), tahan hama dan penyakit utama, mutu giling baik, dan rasa nasi enak. Varietas IR64 memiliki daya adaptasi yang sangat luas dapat dibudidayakan sebagai padi gogo maupun padi rawa. Varietas IR64 ini banyak dijadikan sebagai tetua dalam program pemuliaan dan banyak varietas unggul baru yang merupakan keturunan dari IR64 tersebut (Susanto et al. 2003), diantaranya adalah: Way Apo Buru, Widas, Ciherang, Tukad Unda, Code, Angke, Konawe, Cigeulis, dan Cibogo. Potensi hasil varietas-varietas tersebut tidak berbeda dengan IR64 yang dilepas lebih dahulu. Bersama Ciherang, IR64 kini masih mendominasi areal pertanaman padi, sehingga laju pertumbuhan produktivitas padi nasional tidak mengalami peningkatan yang nyata dari tahun ke tahun.

Upaya peningkatan produktivitas padi dengan pengembangan varietas padi hibrida dan padi tipe baru telah dilakukan. Di Indonesia penelitian padi hibrida telah dilakukan sejak tahun 1983 dan pada tahun 2001 dilepas varietas pertama Intani 1 dan 2 dari PT BISI, sedangkan dari institusi pemerintah pertama kali dilepas varietas Maro dan Rokan pada tahun 2002 (Badan Litbang 2007b; Satoto dan Suprihatno 2008). Pembentukan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995 dengan mengintroduksi beberapa galur PTB IRRI generasi pertama, pada tahun 2001 telah dilepas varietas Cimelati semi PTB pertama (Abdullah 2008b).


(39)

9

Padi Tipe Baru

Pada tahun 1989, Lembaga Internasional Penelitian Padi atau

International Rice Research Institute (IRRI) telah merancang dan merakit padi dengan arsitektur baru yang kemudian dikenal dengan new plant type of rice

(NPT) atau padi tipe baru (PTB). Ini diilhami oleh Donald pada tahun 1968 melalui pendekatan pemuliaan idiotipe (Yang et al. 2007). Sasaran pengembangan PTB adalah potensi hasil 20 – 25% lebih tinggi dibanding varietas padi semidwarf mutakhir pada lingkungan tropik. Menurut Peng et al. (1994) dan Khush (1999), untuk mencapai sasaran maka suatu tipe tanaman baru memiliki sifat anakan sedikit, semua anakan produktif, malai lebat (200 − 250 gabah/malai) dan bernas, tinggi tanaman sedang (90 − 100 cm), batang kokoh, daun tegak, tebal dan berwarna hijau tua, perakaran lebat dan dalam, umur sedang (110 − 130 hari), serta tahan terhadap hama dan penyakit utama dan kualitas biji dapat diterima. Sifat-sifat tersebut untuk meningkatkan total biomas sekitar 23 ton dan indeks panen sampai 0.55 sehingga suatu tanaman yang dapat menghasilkan hasil biji sekitar 12.5 ton (Khush 1999). Namun, PTB generasi pertama tersebut memberikan hasil yang tidak sesuai dengan sasaran karena produksi biomas rendah dan kurangnya pengisian biji. Peng et al. (2008) menyatakan untuk meningkatkan potensi hasil maka PTB generasi kedua memiliki sifat-sifat: 330 malai per m2, 150 gabah/malai, pengisian biji 80%, bobot biji 25 mg, total biomas 22 ton/ha, dan indeks panen 50%.

Pembentukan PTB di Indonesia dimulai sejak tahun 1995 dengan mengintroduksi beberapa galur PTB IRRI generasi pertama. Penelitian diintensifkan pada tahun 2001 dengan mengintroduksi lebih banyak galur elit PTB IRRI I dan generasi kedua (Abdullah et al. 2008b) dan telah dihasilkan varietas dan sejumlah galur PTB dalam beberapa generasi. Melalui program perakitan PTB telah dilepas varietas unggul semi-PTB yaitu Cimelati (2001), Gilirang (2002), Ciapus (2003), dan varietas unggul PTB Fatmawati (2003) dengan potensi hasil berkisar antara 7.5 ton/ha sampai 9 ton/ha (Anonim 2009). Varietas tersebut masih memiliki kekurangan, antara lain anakan sedikit dan persentase kehampaan tinggi serta kurang tahan terhadap hama dan penyakit utama, sehingga potensi hasilnya belum sesuai dengan sasaran pemuliaan (Abdullah et al. 2008a).


(40)

10

Padi Hibrida

Arah pemuliaan padi hibrida adalah untuk mendapatkan kombinasi hibrida yang berdaya hasil tinggi dan untuk memperoleh hibrida yang memiliki sifat ketahanan terhadap cekaman lingkungan biotik dan abiotik, adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh, serta memiliki mutu beras yang baik. Padi hibrida merupakan generasi pertama (F1) dari hasil persilangan antara dua tetua yang secara genetik berbeda dan dikembangkan dengan memanfaatkan terjadinya heterosis pada F1 (Virmani et al. 1997). Fenomena heterosis merupakan fenomena aksi gen yaitu gejala pertumbuhan dan kapasitas produksi yang lebih tinggi dibandingkan kedua tetuanya. Fenomena heterosis tersebut menyebabkan tanaman F1 lebih vigor, tumbuh lebih cepat, anakan lebih banyak, dan malai lebih lebat, sehingga mampu berproduksi lebih tinggi dibanding varietas unggul biasa (inbrida). Namun keunggulan tersebut tidak diperoleh pada populasi generasi kedua (F2) dan berikutnya.

Pengembangan varietas hibrida perlu memperhatikan nilai heterosis yang diperoleh dari suatu hibrida. Menurut Nanda and Virmani (1999) tingkat heterosis hibrida padi indica berkisar antara 15 - 20%. Padi hibrida akan memiliki sifat unggul apabila kedua tetuanya membawa sifat atau jika salah satu tetuanya membawa karakter yang diinginkan dan dikendalikan oleh gen dominan (Virmani

et al. 1997). Tanaman padi secara alami memiliki kontruksi gen-gen homozigos yang telah melakukan adaptasi, bahwa tanaman homozigos produktivitasnya cukup tinggi, dan kontruksi heterozigos kurang dapat memacu timbulnya gejala heterosis yang terlalu tinggi. Hal ini berarti bahwa padi hibrida hasilnya tidak lebih banyak secara menyolok dibandingkan hasil padi non-hibrida.

Pada tanaman padi, karena bunganya sempurna maka organ jantan pada

bunga tetua betina harus dibuat mandul dengan memasukkan gen cms

(cytoplasmic-genetic male sterility) sehingga memudahkan untuk menghasilkan

benih F1 hibrida (Nanda and Virmani 1999). Penggunaan gen cms ini

mengharuskan perakitan varietas padi hibrida menggunakan metode tiga galur. Yaitu galur mandul jantan (GMJ) atau CMS (galur A), galur pelestari atau

maintainer (galur B), dan tetua jantan yang berfungsi sebagai pemulih kesuburan atau restorer (galur R).


(41)

11

Keunggulan padi hibrida adalah hasil lebih tinggi dibanding padi unggul inbrida dan vigor lebih baik sehingga lebih kompetitif terhadap gulma. Sasaran utama program perakitan padi hibrida adalah merakit varietas padi hibrida yang adaptif terhadap kondisi lingkungan tumbuh di Indonesia dengan nilai heterosis daya hasil 20 - 25% dibandingkan dengan varietas unggul inbrida (Satoto dan Suprihatno 2008). Potensi hasil yang tinggi dicapai melalui keunggulan aspek fisiologis dan morfologis tanaman. Indonesia telah melepaskan beberapa varietas padi hibrida sebagai varietas unggul nasional yang telah dirakit oleh Balai Besar Penelitian Padi dan perusahaan benih swasta. Potensi hasil padi hibrida berkisar dari 4.5 ton GKG/ha sampai dengan 15 ton/ha GKG pada varietas Miki1 dan SL-11-SHS (Anonim 2009; Satoto dan Suprihatno 2008). Menurut Susanto et al. (2003) padi hibrida yang dihasilkan banyak memiliki latar belakang genetik galur-galur yang berasal dari IRRI.

Cina yang merupakan pelopor padi hibrida pada tahun 1998 telah memulai program pemuliaan padi hibrida super (Peng et al. 2008). Yuan (2001), dalam program ini melakukan kombinasi pendekatan ideotipe dengan menggunakan heterosis intersubspesies. Selanjutnya dinyatakan hasil gabah 100 kg/ha/hari sebagai sasaran perakitan padi super berdaya hasil tinggi dalam program pemuliaan padi hibrida super. Tahun 1999 - 2005 secara komersil telah dilepas 34 varietas padi hibrida super dan telah banyak ditanam di Cina, seperti varietas Xieyou9308 dengan hasil 12.23 ton/ha dan varietas Liangyoupeijiu dengan hasil 12.11 ton/ha. Salah satu masalah pengembangan padi hibrida adalah tingkat ekspresi heterosis yang tidak stabil. Hal ini ditunjukkan dengan tingkat kehampaan gabah yang masih tinggi dan kerentanan terhadap hama penyakit utama.

Karakter Morfologi dan Agronomi Padi Varietas Unggul

Morfologi suatu tanaman menggambarkan produktivitasnya. Berdasarkan hubungan morfologi dan produktivitas tanaman, maka model arsitektur tanaman digunakan untuk menciptakan suatu tanaman yang ideal. Karakter morfologi menyangkut bentuk dan struktur tanaman yang merupakan dasar dalam klasifikasi tanaman dan digunakan sebagai alat untuk mengenal adaptasi tanaman terhadap


(42)

12

lingkungan. Padi varietas unggul dengan potensi hasil tinggi memiliki kekhasan karakter morfologi.

Program perakitan padi varietas unggul banyak menggunakan pendekatan atau konsep idiotipe tanaman untuk mencapai sasaran potensi hasil tinggi. Karakter morfologi yang banyak digunakan untuk perakitan varietas padi unggul dengan kemampuan menghasilkan tinggi adalah batang pendek, daun tegak, dan jumlah anakan banyak (Yoshida 1981), sedangkan karakter agronomi adalah tinggi tanaman, kerebahan, umur tanaman, hasil, dan komponen hasil. Menurut Makarim et al. (2009) pandangan morfologi dan fisiologi untuk mendukung penanaman padi hasil tinggi masa depan, diperlukan perbaikan internal tanaman antara lain perbaikan bentuk dan kualitas tajuk, peningkatan pemanfaatan radiasi surya, perbaikan sifat partisi, penguatan batang tanaman, perbaikan aktivitas perakaran, dan perbaikan ukuran sink. Pada perakitan varietas padi hibrida sistem perakaran, jumlah anakan, jumlah gabah per malai, dan bobot 1000 butir merupakan karakter sebagai dasar peningkatan hasil (Badan Litbang 2007b). Perakitan karakter morfologi varietas padi hibrida super dan PTB menggunakan karakter sifat kanopi daun tegak tinggi, posisi malai lebih rendah, dan malai berat, tinggi tanaman, posisi tiga daun bagian atas (Yuan 2001; Khush 1999).

Tinggi Tanaman dan Ketahanan terhadap Kerebahan

Hubungan antara tinggi tanaman dengan hasil telah banyak diteliti. Ternyata varietas berumur pendek tidak selalu berbatang pendek. Varietas berumur panjang tidak selalu disertai oleh tingginya hasil gabah, sebab hasil gabah lebih terkait dengan agihan bahan kering atau efisiensi fotosintesis (Manurung dan Ismunadji 1988). Pemuliaan untuk potensi hasil melalui pengembangan varietas semi-dwarf telah dilakukan di Cina pada tahun 1950 dan oleh IRRI pada tahun 1960 menggunakan gen sd-1 dari Ai-zi-zhan (Huang 2001; Peng et al. 2008). Pemulia tanaman di IRRI membuat persilangan untuk memasukkan gen dwarf dari varietas Taiwan seperti Dee-geo-woo-gen dan Taichung Native 1, padi IR8 merupakan varietas padi modern semi-dwarf pertama yang meningkatkan potensi hasil padi sawah dari 6 ton/ha menjadi 10 ton/ha di daerah tropika (Peng et al. 2008). Dengan demikian tinggi tanaman yang pendek


(43)

13

merupakan penciri padi varietas unggul modern, hal ini berkaitan dengan ketahanan terhadap rebah dan efisiensi partisi biomassa antara gabah dan jerami, yaitu memiliki indeks panen yang tinggi (Peng et al. 1994).

Tanaman yang tinggi memiliki kelemahan tidak tahan rebah dan indeks panen yang rendah. Tanaman yang tinggi dengan batang yang lemah akan mudah rebah, ini menyebabkan pembuluh xylem dan floem menjadi rusak sehingga menghambat pengangkutan hara dan fotosintat. Tingginya hasil pada padi varietas unggul terutama disebabkan oleh ketahanan terhadap kerebahan (Yoshida 1981). Strategi untuk pendekatan tipe baru tanaman ideal (ideotipe) yang memakai heterosis intersubspesifik dalam menghasilkan padi varietas hibrida super dicerminkan dengan ciri secara morfologi untuk tinggi tanaman paling sedikit 100 cm (Yuan 2001). Pada PTB tinggi tanaman 90 – 100 cm adalah ideal untuk hasil maksimum, dimana peningkatan produksi biomas dapat dicapai pada saat radiasi surya tinggi dan suplai N yang cukup (Khush 1999).

Anakan

Jumlah anakan merupakan salah satu sifat utama penting pada varietas unggul, sistem anakan menjadi salah satu peubah potensi hasil. Menurut Abdullah et al. (2008b) jumlah anakan per rumpun yang terlalu banyak akan mengakibatkan masa masak malai tidak serempak, sehingga menurunkan

produktivitas dan atau mutu beras. Selanjutnya dinyatakan jumlah anakan sedikit diharapkan malai masak serempak, jika gabah per malai banyak maka masa pemasakan akan lebih lama sehingga mutu beras menurun atau tingkat kehampaan tinggi karena ketidakmampuan source mengisi sink. Tanaman bertipe anakan banyak mampu mengkompensasi rumpun yang mati dan mencapai luas daun dengan cepat (Yoshida 1981).

Padi inbrida dengan potensi hasil tinggi menghasilkan tipe tanaman memiliki kapasitas anakan tinggi, jumlah anakan tidak produktif besar dan mempunyai luas daun berlebihan yang menyebabkan saling menaungi dan mengurangi kanopi fotosintesis dan ukuran sink dan ini menjadi pembatas utama pada hasil (Peng et al. 1999). Menurut Yoshida (1981) kapasitas anakan sedang diperlukan untuk varietas padi berpotensi hasil tinggi. Potensi hasil rendah dapat


(44)

14

disebabkan oleh cepatnya pertumbuhan dan indeks luas daun (ILD) melewati optimum, sebaliknya berhubungan erat dengan kapasitas anakan tinggi.

Jumlah anakan yang lebih banyak merupakan keunggulan karakter morfologi padi hibrida sehingga memiliki area fotosintesis yang lebih luas (Badan litbang 2007a), sedangkan tipe tanaman untuk padi hibrida super berdaya hasil tinggi adalah jumlah anakannya sedang (Yuan 2001). Menurut Khush (1999) padi varietas modern menghasilkan 20 - 25 anakan pada lingkungan pertumbuhan yang baik dari anakan tersebut hanya 14 - 15 menghasilkan malai dan sisanya menjadi anakan tidak produktif. Anakan tidak produktif akan bersaing dengan anakan produktif untuk menggunakan cahaya dan unsur hara terutama N.

Jumlah anakan PTB generasi pertama yang sedikit merupakan salah satu penyebab rendahnya hasil. Menurut Peng et al. (2008) kurangnya jumlah anakan menyebabkan rendahnya produksi biomas sehingga pengisian biji kurang. Selanjutnya dinyatakan pada pemuliaan PTB generasi kedua kapasitas anakan ditingkatkan untuk meningkatkan produksi biomas dan untuk memperbaiki anakan terhadap pengaruh kerusakan dari hama atau lainnya selama tahap vegetatif. Khush (1999) menyatakan jumlah anakan untuk PTB adalah sedikit yaitu 6 – 10, sedangkan yang sesuai untuk kondisi di Indonesia jumlah anakan sedang tetapi semua produktif (12 - 18 batang) (Abdullah et al. 2008b).

Daun dan Kanopi

Karakter kanopi dan daun meliputi sudut daun, ketebalan daun, warna daun, dan ILD. Sifat daun untuk padi varietas unggul adalah daun tumbuhnya tegak, tebal, kecil, pendek dan ini merupakan konsep tipe tanaman untuk pemuliaan varietas berdaya hasil tinggi (Yoshida 1981). Daun tegak memungkinkan penetrasi dan distribusi cahaya lebih besar sampai ke bagian bawah dan merata, sehingga meningkatkan fotosintesis tanaman. Fotosintesis tanaman dari kanopi daun tegak sekitar 20% lebih tinggi dibandingkan kanopi daun terkulai pada kondisi ILD tinggi. Ishii (1995) menyatakan bahwa varietas padi berdaya hasil tinggi mempunyai kanopi fotosintesis lebih besar, kanopi fotosintesis ditentukan oleh tiga faktor yaitu kapasitas fotosintesis per unit luas daun, ILD, dan penyerapan cahaya.


(45)

15

Varietas lokal terutama yang tergolong dalam padi jenis indica memiliki daun yang panjang dan horisontal, sehingga memiliki kanopi daun yang terkulai. Daun horisontal dan terkulai akan mengurangi penetrasi cahaya, meningkatkan kelembaban di bawah kanopi daun, dan mengurangi pergerakan udara (Yoshida 1981; Khush 1999). Hal ini akan menurunkan efisiensi fotosintesis dan menguntungkan untuk pertumbuhan hama dan penyakit (Peng et al. 1994). Yoshida (1981) juga menyatakan fotosintesis pada daun terkulai lebih rendah dibandingkan kanopi daun tegak pada saat intensitas cahaya tinggi.

Karakteristik daun untuk PTB adalah tegak, tebal dan berwarna hijau tua (Khush 1999). Daun hijau dan tebal akan lebih lambat mengalami senesen, sedangkan daun tegak lebih efisien dalam menggunakan cahaya sehingga aktivitas fotosintesis tinggi. Menurut Abdullah (2008b) PTB harus mempunyai daun yang tegak, tebal, sempit hingga sedang, berbentuk V, dan berwarna hijau tua. Karakter ini diperlukan untuk meningkatkan produksi biomas pada PTB.

Varietas hibrida memiliki arsitektur daun yang memungkinkan penetrasi cahaya tinggi. Varietas hibrida umumnya memiliki daun yang tegak sehingga ILD-nya tinggi dan mampu menangkap cahaya yang lebih efisien, dan fotosintesis akan lebih besar ketika daun terbuka untuk cahaya pada kedua sisinya. Dengan demikian, tanaman akan memiliki sistem fotosintesis yang efisien dan mampu memproduksi biomassa yang tinggi (Laza et al. 2001). Pada perakitan varietas padi hibrida super untuk mencapai suatu source besar dari asimilat esensial untuk hasil super tinggi maka karakter daun terletak pada 3 daun bagian atas yaitu panjang, tegak, menyempit membentuk V, dan tebal (Yuan 2001).

Umur Tanaman

Tanaman padi biasanya memerlukan 3 – 6 bulan dari perkecambahan sampai panen tergantung pada varietas dan lingkungan tumbuhnya. Menurut Yoshida (1981) fase pertumbuhan vegetatif merupakan fase yang menyebabkan terjadinya perbedaan umur panen, sebab lama fase reproduktif dan pemasakan tidak dipengaruhi oleh varietas maupun lingkungan.

Umur pertumbuhan tanaman padi optimum untuk hasil maksimum di tropika sekitar 120 hari dari semai (Khush 1999). Padi varietas tradisional tropika


(46)

16

di Asia baik beradaptasi pada musim panas dengan umur tanaman berkisar 160 – 200 hari. Padi unggul lokal di Indonesia seperti varietas Rojolele dan Pandan Wangi memiliki umur panen panjang yaitu sekitar 155 hari. Varietas unggul baru mempunyai umur panen yang lebih pendek atau genjah yaitu 105 - 125 hari. Menurut Yoshida (1981) varietas dengan umur pertumbuhan terlalu pendek mungkin tidak menghasilkan hasil tinggi oleh karena dibatasi pertumbuhan vegetatif, dan varietas yang durasi pertumbuhan panjang tidak akan menghasilkan tinggi oleh karena pertumbuhan vegetatif yang berlebihan.

Periode pertumbuhan padi dapat menjadi penentu hasil tinggi. Pada program perakitan padi hibrida super di Cina, untuk mencapai tujuan hasil super tinggi digunakan kriteria hasil harian per luas. Menurut Yuan (2001) hasil biji berhubungan erat dengan lamanya pertumbuhan dan hasil absolut varietas berumur panjang lebih tinggi dibandingkan berumur pendek. Varietas padi hibrida super Xieyou9308 memiliki umur panen 150 hari dengan hasil 12.23 ton/ha, sedangkan Liangyoupeijiu dengan umur panen 135 hari hasil rata-rata yang dicapai adalah 12.11 ton/ha (Peng et al. 2008).

Menurut Khush (1999) lama pertumbuhan PTB berkisar 100 - 130 hari, sedangkan di Indonesia PTB dengan potensi hasil tinggi harus mempunyai sifat umur genjah yaitu 110 – 120 hari (Abdullah 2008b). Varietas PTB yang telah dihasilkan antara lain Fatmawati memiliki umur 105 – 115 hari dan semi PTB Cimelati berumur 118 - 125 hari (Anonim 2009).

Varietas hibrida memiliki umur panen yang pendek yaitu sekitar 100 - 105 hari, dari pindah tanam hingga panen, atau sekitar 120 hari dari semai sampai panen. Hasil varietas yang umurnya lebih panjang masih dapat meningkat secara linear sampai umur 135 hari. Umur pendek mempunyai keuntungan membutuhkan air yang lebih sedikit, lebih cepat terhindar dari serangan hama dan penyakit, serta memungkinkan penanaman dua kali atau pergiliran dengan tanaman lain (Peng et al. 1994).

Malai

Hanada (1993) membagi varietas padi berdasarkan jumlah malai dan bobot biji ke dalam tipe malai berat, malai sedang, dan malai ringan. Varietas


(47)

17

padi modern berdaya hasil tinggi mempunyai jumlah malai lebih banyak dibandingkan varietas padi tradisional (Khush 1999). Karakteristik varietas malai berat memiliki sink besar, source cukup, dan translokasi bahan kering ke malai dengan kecepatan fotosintesis, translokasi, dan akumulasi asimilat dari bahan kering ke malai setelah pembungaan tinggi ( Jun et al. 2003).

Untuk mencapai sasaran potensi hasil tinggi pada PTB diperlukan karakter jumlah malai 330 per m2 dan 150 gabah per malai, (Peng dan Khush 2003: Peng

et al. 2008). Menurut Abdullah et al. (2008b) varietas PTB yang diharapkan mempunyai potensi hasil 9 - 13 ton/ha harus mempunyai sifat jumlah anakan produktif 12 – 18, jumlah gabah per malai 150 - 250 butir, persentase gabah bernas 85 - 95%, dan bobot 1000 gabah bernas 25 - 26 gram.

Model tipe malai yang berat pada padi hibrida menjadi salah satu ukuran utama untuk pemuliaan padi hibrida super di Cina (Yuan 1998). Karakteristik tipe tanaman ideal untuk varietas dengan malai berat adalah jumlah malai efektif per rumpun tanaman adalah 12 – 15; jumlah gabah 180 – 240; tingkat pengisian biji di atas 85%; bobot 1000 biji 28 – 30 g; bobot gabah per malai lebih dari 4.8 g (Jun et al. 2006). Keunggulan potensi hasil padi hibrida karena memiliki jumlah anakan banyak dan jumlah gabah per malai lebih banyak, sedangkan untuk padi hibrida super berdaya hasil tinggi 15 ton/ha memiliki karakter malai berat yaitu berat biji per malai 5 g dan jumlah malai 270 – 300 per m2 (Yuan 2001; Yuan et al. 2003).

Hasil dan Potensi Hasil

Meningkatnya potensi hasil padi dihubungkan dengan meningkatnya nisbah gabah terhadap jeraminya, karena hal ini mencerminkan agihan bahan kering yang efisien (Yoshida 1981). Hasil adalah fungsi dari total bahan kering atau biomas dan indeks panen, sehingga peningkatan potensi hasil padi di daerah tropika harus diikuti dengan peningkatan produksi biomas total atau indeks panen (Khush 1999). Peningkatkan biomas sekitar 23 ton dan indeks panen 0.55 akan menghasilkan hasil biji sekitar 12.5 ton atau peningkatan 25% di atas hasil varietas unggul modern. Selanjutnya Khush (1999) menyatakan indeks panen dapat ditingkatkan melalui peningkatan proporsi penyimpanan energi dalam biji


(48)

18

atau melalui peningkatan ukuran sink, sedangkan biomasa dapat ditingkatkan melalui manipulasi genetik dan praktek budidaya yang lebih baik.

Potensi hasil digambarkan sebagai hasil dari suatu varietas yang beradaptasi pada lingkungan yang sesuai dan tidak terkendala cekaman biotik dan abiotik (Peng et al. 2008). Potensi hasil padi mempunyai empat komponen yaitu bobot 1000 biji, jumlah malai per rumpun, jumlah gabah per malai, dan rasio gabah berisi (Ishimaru et al. 2005). Jumlah biji total, seperti dihitung melalui jumlah gabah per malai dan jumlah malai per tanaman digunakan sebagai suatu indeks ukuran sink.

Pada pemuliaan PTB perbaikan potensi hasil telah dicapai pada galur PTB generasi kedua, peningkatan potensi hasil dilakukan dengan peningkatan jumlah malai per m-2 dan persentase pengisian biji diperbaiki melalui introduksi gen elite tetua indica. Pencapaian peningkatan potensi hasil pada galur PTB generasi kedua harus memiliki sifat-sifat : jumlah malai 330 per m2, jumlah gabah per malai 150, pengisian biji 80%, bobot biji 25 mg, biomasa total bagian atas 22 ton/ha, dan indeks panen 50% (Peng dan Kush 2003).

Padi hibrida memiliki keunggulan hasil sekitar 15% di atas varietas inbrida terbaik. Keunggulan hasil pada padi hibrida ini disebabkan oleh laju pertumbuhan yang lebih tinggi selama awal stadia vegetatif karena cepatnya pertumbuhan luas daun. Padi hibrida mempunyai bentuk sink lebih efisien sehubungan dengan tingkat akumulasi bahan kering pada tahap pembungaan dibanding padi inbrida (Yang et al. 2007).

Karakter Fisiologi dan Hubungannya dengan Hasil

Beberapa penelitian menggunakan karakter fisiologis untuk mengetahui hubungannya dengan potensi hasil pada padi varietas unggul. Katsura et al. (2007); Yang et al. (2007); Zhang et al. (2009) menggunakan karakter fisiologi durasi luas daun, indeks luas daun (ILD), akumulasi biomas, laju pertumbuhan tanaman (LPT), dan kandungan karbohidrat. Fu et al. (2008) menggunakan karakter fotosintesis seperti laju fotosintesis. konduktansi mesofil, kandungan klorofil untuk mempelajari peranan fisiologi daun tetap hijau (stay green) pada padi varietas unggul.


(49)

19

Perakitan padi hibrida menggunakan standar heterosis untuk hasil yang tinggi adalah sifat pada peningkatan produksi bahan kering oleh meningkatnya ILD dan LPT (Nanda dan Virmani 1999). Keunggulan secara fisiologis padi hibrida ialah memiliki area fotosintesis lebih luas, intensitas respirasi lebih rendah serta translokasi asimilat lebih tinggi sehingga potensi hasilnya lebih tinggi dibandingkan padi inbrida (Badan Litbang 2007b). Sink dan source yang lebih besar adalah prasyarat untuk padi hibrida super (Yuan 2001).

Karakter Fotosintesis

Produksi tanaman tergantung pada ukuran dan efisiensi sistem fotosintesis. Menurut Yoshida (1981) karakter fotosintesis yang dihubungkan dengan komponen hasil merupakan persyaratan untuk potensi hasil tinggi. Akita (1995) menyatakan bahwa varietas padi berdaya hasil tinggi mempunyai kanopi fotosintesis yang lebih besar yang dapat menyebabkan laju fotosintesis yang tinggi menghasilkan produksi biomassa yang tinggi. Selanjutnya menurut Ishii (1995) kanopi fotosintesis ditentukan oleh tiga faktor yaitu kapasitas fotosintesis per luas daun, ILD, dan efisiensi penyerapan cahaya. Varietas padi berdaya hasil tinggi mempunyai sistem asimilasi yang baik dengan terdapatnya tiga karakter daun tebal berukuran kecil, posisi tegak, dan susunan daun terkumpul dalam individu tanaman. Varietas lokal atau tradisional memiliki laju fotosintesis yang rendah karena karakter morfologi daun terkulai, ILD rendah, kandungan N daun rendah. Laju fotosintesis yang rendah menyebabkan produksi biomas rendah, ukuran sink dan source rendah, sehingga padi lokal memiliki potensi hasil yang rendah.

Kapasitas sink merupakan produk dari jumlah gabah per unit area (ukuran

sink) dan ukuran gabah tunggal, yang menunjukkan kapasitas potensial dari tempat yang menerima asimilat selama fase pengisian biji. Ishii (1995) menyatakan kapasitas sink dipengaruhi oleh fotosintesis yang menyediakan asimilat untuk diferensiasi dan pertumbuhannya. Fotosintesis pada tanaman padi selama periode pengisian biji menyumbang 60 - 100% terhadap kandungan senyawa karbon biji akhir. Sisanya disusun dari remobilisasi cadangan karbohidrat dalam daun dan batang yang diakumulasi sebelum pembungaan


(50)

20

(Yoshida 1981). Keterbatasan dan ketidakmampuan tanaman untuk translokasi asimilat selama pengisian biji menyebabkan kegagalan dalam pengisian biji. Untuk mencapai potensi hasil, maka aktivitas metabolik pengisian biji harus bersamaan dengan aktivitas maksimum dari daun (source) dan daun dapat memelihara fotosintesis dengan baik selama pengisian biji (Murchie et al. 2002) .

Menurut Yoshida (1981) konstribusi cadangan karbohidrat non struktural (KNS) sebelum pembungaan terhadap hasil biji akhir sekitar 30%. Pada padi ukuran biji akhir berhubungan erat dengan jumlah sel endosperm yang dikontrol oleh suplai substrat selama pembentukannya, jumlah akhir sel endosperm ditentukan sekitar 10 hari setelah pembungaan (Horie 2001). Produksi fotosintesis selama 10 hari awal pengisian biji biasanya tidak mencukupi untuk mendukung kebutuhan karbohidrat untuk semua gabah dalam satu malai untuk berkembang penuh, dan terlebih pada padi dengan kapasitas sink besar. Hal ini menunjukkan laju pertumbuhan tanaman lebih tinggi selama setengah dari akhir periode reproduktif sehingga memungkinkan akumulasi karbohidrat non struktural (KNS) lebih banyak yang akan berkonstribusi terhadap peningkatan persentase pengisian biji.

Aktivitas sink gabah ditentukan sebelum berbunga oleh suplai karbohidrat untuk perkembangan sekam dan butir tepung sari (pollen grain). Horie et al. (2003) menyatakan dengan terbatasnya suplai karbohidrat untuk gabah selama perkembangannya akan meningkatkan jumlah gabah cacat yang menjadi infertil atau biji berisi setengah. Nitrogen tanaman yang berlebihan dan berkurangnya kandungan karbohidrat sekitar meiosis menghasilkan perkembangan butir tepung sari abnormal yang menyebabkan gabah steril. Ini mungkin salah satu penyebab kurangnya pengisian biji pada galur padi tipe baru.

Padi hibrida dengan keunggulan hasil sekitar 15% dibanding inbrida (Yuan 1998) mempunyai struktur kanopi ideal, batang besar, dan luas daun besar; juga menyimpan sejumlah besar karbohidrat non struktural sebelum pembungaan (Wang et al. 2002; Laza et al. 2001). Yang et al. (2007) melaporkan bahwa varietas hibrida mempunyai daun tegak dan vigor akar terpelihara dan tingkat fotosintesis netto tinggi sampai tahap pengisian biji.


(51)

21

Produksi Bahan Kering/ Biomas

Hasil tanaman adalah proses akumulasi dan distribusi bahan kering. Total hasil bahan kering terutama ditentukan oleh kanopi fotosintesis, dimana kanopi setiap tipe varietas padi berbeda. Hasil penelitian menyatakan pentingnya produksi bahan kering (biomas) setelah pembungaan untuk hasil tinggi (Murchie

et al. 2002), sedangkan penulis lain menyatakan pentingnya akumulasi biomassa sebelum pembungaan (Horie et al. 2003; Takai et al. 2006). Menurut Horie (2001) produksi biomassa selama setengah dari akhir periode reproduktif dari padi nyata berpengaruh terhadap hasil akhir; terdapat hubungan yang nyata antara LPT pada periode reproduktif lambat dan hasil biji pada padi. Wu et al. (2008) menyatakan akumulasi bahan kering dari fase pemanjangan sampai pembungaan secara positif berkorelasi dengan akumulasi selama tahap pengisian biji dan secara nyata berpengaruh terhadap hasil biji.

Hasil penelitian Yang et al. (2007) yang membandingkan hasil dan sifat komponen hasil antara tiga golongan padi yaitu indica inbrida, indica F1 hibrida dan generasi kedua PTB menunjukkan bahwa hasil rata-rata padi hibrida lebih tinggi 11 - 14% dibanding inbrida dan PTB pada musim kemarau. Hasil tinggi pada hibrida disebabkan oleh indeks panen dan biomas total pada tahap pemasakan lebih tinggi dibandingkan inbrida dan PTB. Padi hibrida mempunyai laju pertumbuhan yang lebih tinggi selama tahap awal vegetatif yang menghasilkan penambahan luas daun cepat dan mempunyai bentuk sink lebih efisien sehubungan dengan tingkat akumulasi bahan kering pada tahap pembungaan (Yang et al. 2007). Menurut Laza et al. (2001) padi hibrida dapat memelihara persentase pengisian biji secara relatif tinggi dari sejumlah besar gabah yang terbentuk, meskipun persentase gabah isi masih rendah. PTB tidak menunjukkan keunggulan hasil di atas hibrida dan indica inbrida karena PTB tidak menunjukkan produksi biomassa yang lebih tinggi atau indeks panen dibanding hibrida dan indica inbrida (Yang et al. 2007). Hal ini menunjukkan secara fisiologis padi hibrida memiliki potensi hasil lebih tinggi karena peningkatan dalam indeks panen dan mempunyai ukuran source lebih besar dibandingkan PTB dan inbrida indica.


(52)

22

Upaya Peningkatan Produktivitas Padi Varietas Unggul

Optimalisasi produktivitas padi merupakan salah satu upaya untuk mencapai potensi hasil padi varietas unggul. Potensi hasil dibatasi oleh faktor lingkungan dan sifat genetik tanaman dan tercapai bila semua faktor berada pada kondisi optimal. Senjang hasil yang tinggi antara potensi hasil dan hasil aktual banyak disebabkan oleh berbagai kendala selain faktor iklim, yaitu faktor teknologi budidaya. Optimalisasi produktivitas dapat dicapai melalui penerapan teknologi budidaya yang sesuai dengan karakter morfologi dan fisiologi tanaman serta agroekologinya. Menurut Yoshida (1981) adanya pengetahuan fotosintesis tanaman, unsur hara, dan komponen hasil menunjukkan berbagai persyaratan secara fisiologi untuk hasil padi yang lebih tinggi.

Untuk meningkatkan produktivitas padi varietas unggul dapat dilakukan melalui teknologi budidaya yang tepat seperti pengaturan jarak tanam dan pengelolaan hara N. Jarak tanam dan aplikasi N adalah dua faktor utama yang mempengaruhi pertumbuhan luas daun, sehingga tanaman mempunyai ILD optimum yang memungkinkan fotosintesis maksimum. Jarak tanam menentukan jumlah tanaman per unit luas lahan, aplikasi N dan jarak tanam mempengaruhi rata-rata ukuran daun dan kemampuan pembentukan anakan (Yoshida 1981).

Jarak Tanam

Pengaturan jarak tanam pada dasarnya usaha untuk memberikan kemungkinan bagi tanaman tumbuh dengan baik, tanpa banyak mengalami persaingan dalam pengambilan air, unsur hara dan cahaya. Pengaturan jarak tanam yang optimum bertujuan untuk meningkatkan hasil per satuan luas karena berkaitan erat dengan kemampuan tanaman, terutama dalam pemanfaatan cahaya matahari untuk aktivitas fotosintesis. Menurut William dan Joseph (1976) pengaturan jarak tanam akan berpengaruh terhadap populasi tanaman, persaingan antara tanaman dalam memanfaatkan cahaya, ruangan, air, dan unsur hara. Selanjutnya dinyatakan bahwa penentuan jarak tanam ditentukan antara lain oleh kemampuan tanaman membentuk anakan, kedudukan daun, dan umur panen.

Berdasarkan konsep tipe tanaman, kapasitas anakan merupakan salah satu karakter penting pada varietas padi berdaya hasil tinggi. Menurut Yoshida (1981)


(53)

23

pada kisaran jarak tanam dari 10 cm x 10 cm sampai 50 cm x 50 cm, kapasitas pembentukan anakan mempengaruhi hasil biji suatu varietas. Selanjutnya dinyatakan pada varietas dengan pembentukan anakan rendah, hasil biji meningkat dengan menurunnya jarak tanam sampai 10 cm x 10 cm. Varietas dengan pembentukan anakan tinggi hasil biji mencapai maksimum pada jarak tanam 20 cm x 20 cm. Tanaman bertipe anakan banyak cocok untuk berbagai keragaman jarak tanam dan mencapai luas daun dengan cepat (Yoshida 1981).

Kapasitas pembentukan anakan sedang dipertimbangkan untuk perakitan varietas padi berdaya hasil tinggi (Kush 1999; Yoshida 1981; Peng et al. 1994). Hal ini untuk pencapaian ILD optimal yang berhubungan dengan asimilasi, respirasi, dan laju produksi bahan kering. Menurut Yoshida (1981) dalam keadaan populasi tetap ILD ditentukan oleh jumlah anakan sehingga ILD optimal tergantung pada cara pengaturan dan posisi anakan. Padi memiliki ILD optimal antara 4 - 7. Pada tingkat ILD tententu tanaman dapat mencapai kecepatan pertumbuhan maksimum (hasil fotosintesis bersih mencapai maksimum) dan keadaan ini tercapai apabila tidak ada daun yang pertumbuhannya tergantung dari daun lainnya. Peningkatan ILD selanjutnya justru akan mengakibatkan menurunnya hasil fotosintesis bersih yang disebabkan oleh peristiwa saling menaungi antara daun satu dengan yang lainnya, dan pada klimaksnya akan mencapai ILD maksimum yang menyebabkan nilai LPT menurun (Gardner et al. 1991).

Sejalan dengan proses pertumbuhan tanaman, jumlah daun akan terus meningkat sehingga total luas daun akan terus meningkat. Welles dan Norman (1991) menyatakan bahwa ILD, bentuk daun, sudut inklinasi daun, kerapatan dan distribusi daun, serta bentuk batang mempengaruhi penyerapan sinar matahari oleh kanopi tanaman. Peningkatan luas daun akan meningkatkan ILD sehingga memungkinkan peningkatan kegiatan fotosintesis yang akan mempengaruhi percepatan pertumbuhan tanaman (Gardner et al. 1991; Salisbury dan Ross 1995). Pada awal pertumbuhan peningkatan ILD akan diikuti oleh percepatan pertumbuhan tanaman. Hal ini terjadi karena kanopi belum terlalu rimbun. dengan demikian masing-masing helai daun masih dapat menerima sinar matahari secara penuh untuk melakukan fotosintesis. Welles dan Norman (1991)


(54)

24

menyatakan bahwa salah satu penentu efektifitas pemanfaatan sinar matahari oleh tanaman adalah kanopi melalui pengaruhnya terhadap intersepsi sinar matahari.

Terdapat hubungan antara laju pertumbuhan tanaman dengan umur dan jarak tanam. Semakin lebar jarak tanam semakin meningkat LPT sejalan dengan bertambahnya umur tanaman. Ini terjadi karena meningkatnya kanopi antar tanaman sejalan dengan bertambahnya umur tanaman dan bertambahnya populasi akibat jarak tanam yang dipersempit. Yoshida (1981) menyatakan bahwa

terjadinya kompetisi kanopi karena saling menaungi (mutual shading)

menyebabkan penurunan fotosintesis akibat berkurangnya penerimaan sinar oleh masing-masing permukaan daun.

Terdapat 2 model jarak tanam padi yaitu model tegel dan legowo. Jarak tanam legowo dengan jarak tanam yang sama mempunyai populasi tanaman lebih banyak 33% - 60% dibanding jarak tanam tegel sehingga hasil gabah diperkirakan akan lebih banyak. Jarak tanam padi hibrida model tegel dapat menggunakan jarak tanam 20 cm x 20 cm sampai 25 cm x 25 cm, model legowo 2:1. 3:1 dan 4:1 dengan jarak tanam 10 cm – 12.5 cm dalam baris dan 12.5 cm – 25 cm antar baris (Badan Litbang 2007b). Jarak tanam yang diterapkan dalam pengelolaan tanaman terpadu (PTT) untuk sistim tegel pada VUB atau PTB adalah 20 cm x 20 cm dan padi hibrida 25 cm x 25 cm, sedangkan model legowo 4:1 dengan jarak tanam 10 cm x 20 cm atau legowo 2:1 dengan jarak tanam 10 cm x 20 cm (Badan Litbang 2007a).

Pengelolaan Hara Nitrogen

Karakter fisiologi dari padi varietas unggul adalah sangat responsif terhadap pemupukan, terutama pemupukan N. Suatu tingkat hasil optimum dapat tercapai hanya bila hara dalam jumlah yang sesuai diberikan pada waktu yang tepat untuk memenuhi kebutuhan tanaman selama pertumbuhannya (Witt et al. 2007). Kandungan hara tanaman padi berbeda setiap tahap pertumbuhan. Penyerapan unsur hara dipengaruhi oleh iklim, sifat tanah, jumlah dan tipe pupuk yang diberikan, varietas, dan metode budidaya (Yoshida 1981). Berdasarkan spesies tanaman, tahap perkembangan, dan organ maka kandungan N yang diperlukan untuk pertumbuhan optimal berkisar antara 2 – 5 % dari bobot kering


(55)

25

tanaman (Marschner 1995). Pada tanaman padi untuk menghasilkan 1 ton bobot padi di daerah tropika diperlukan sekitar 19 – 24 kg N dengan rata-rata 20.5 kg N (Yoshida 1981). Untuk memenuhi kebutuhan pupuk N menurut Buresh et al. (2006) dapat diperhitungkan dari pengaruh pupuk N terhadap hasil biji dan target efisiensi penggunaan pupuk N.

Peranan Nitrogen

Nitrogen berfungsi meningkatkan tinggi tanaman, jumlah anakan, ukuran daun, jumlah bulir per malai, persentase gabah isi pada malai, dan kandungan protein gabah (Fairhurst et al. 2007). Nitrogen merupakan bahan penting penyusun asam amino, amida, nukleotida, nukleoprotein, serta esensial untuk pembelahan dan pembesaran sel (Gardner et al. 1991). Defisiensi N membatasi pembesaran dan pembelahan sel, sehingga mengganggu proses pertumbuhan dan menyebabkan tanaman kerdil, menguning, dan berkurangnya hasil panen berat kering (Marschner 1995). Menurut Yoshida (1981) tanaman padi yang mengalami defisiensi N menyebabkan resistensi stomata daun, terutama daun yang lebih rendah, meningkat secara tajam ditunjukkan dengan penutupan stomata. Hal ini dihubungkan dengan menurunnya kecepatan fotosintesis.

Kandungan N pada bagian vegetatif pada umumnya tinggi pada fase pertumbuhan awal dan menurun menjelang pemasakan, dan kandungan N lebih tinggi pada malai dibanding pada jerami (Yoshida 1981). Suplai N yang cukup berkaitan dengan aktivitas fotosintesis yang tinggi, pertumbuhan vegetatif yang pesat, dan warna daun hijau gelap. Menurut Marschner (1995) suplai N mempengaruhi penggunaan karbohidrat dalam tanaman, bila suplai N rendah maka karbohidrat akan diakumulasikan dalam sel-sel vegetatif yang menyebabkan sel-sel vegetatif menebal. Bila karbohidrat diakumulasi dalam bagian vegetatif lebih sedikit akan lebih banyak protoplasma yang terbentuk dan karena protoplasma ini sangat terhidrasi maka dihasilkan tanaman yang lebih sukulen.

Fase Pertumbuhan Tanaman Padi dan Kebutuhan Nitrogen

Pertumbuhan tanaman padi dari stadia berkecambah sampai panen memerlukan waktu 3 - 6 bulan tergantung pada varietas dan lingkungan tempat


(1)

   

Lampiran 2 (lanjutan)

Variabel pengamatan Perlakuan varietas/galur

KK (%) Komponen hasil

Jumlah malai per rumpun Jumlah malai per m2 Jumlah gabah per malai Persentase gabah isi Bobot 1000 butir gabah Hasil

Hasil GKG ubinan Hasil GKG (ton/ha) Indek Panen

** ** ** ** ** ** ** **

7.77 7.77 6.31 8.08 3.49 11.17 11.17 14.54

Keterangan : * = berpengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata menurut uji F pada taraf 1%; tn = tidak nyata, KK = koefisien keragaman.


(2)

Lampiran 3 Metode analisis kandungan gula, pati, dan klorofil 1. Gula total :

Penetapan gula total dilakukan berdasarkan metode Anthrone (Yoshida et al, 1976) dengan cara berikut :

a. Pembuatan Kurva Standar Glukosa.

Larutan glukosa 0.2 mg/ml (10 mg glukosa + 50 ml aquadest) dipipet masing-masing sebanyak 0.1 ml, 0.2 ml, 0.3 ml, 0.4 ml, 0.5 ml, 0.6 ml, 0.7 ml, 0.8 ml, 0.9 ml, dan 1 ml ke dalam tabung reaksi. Pada masing-masing tabung reaksi ditambah aquades sampai volumenya menjadi 1 ml sehingga diperoleh larutan glukosa 0.02 mg/ml, 0.04 mg/ml, 0.06 mg/ml, 0.08 mg/ml, 0.10 mg/ml, 0.12 mg/ml, 0.14 mg/ml, 0.16 mg/ml, 0.18 mg/ml, 0.2 mg/ml. Pereaksi anthron sebanyak 5 ml ditambahkan ke masing-masing tabung reaksi tersebut kemudian ditutup dengan kelereng dan diletakkan pada water bath suhu 100

o

C selama 12 menit kemudian didinginkan. Larutan pada masing-masing tabung dispektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm. Dari hasil spektrofotometri dibuat kurva hubungan antara nilai absorban dengan konsentrasi glukosa (mg/ml) dan akan diperoleh suatu persamaan Y = bx + a.

b. Penyiapan sampel

Daun, batang, malai masing-masing sebanyak 10 gram di gerus, kemudian ditambah 20 ml etil alkohol 80% (panas) dan dikocok selama 5 menit lalu disentrifugasi pada 4000 rpm selama 15 menit sehingga dihasilkan supernatan 1. Residu dari hasil sentrifugasi ditambah dengan 20 ml etil alkohol 80% (panas) dan dikocok selama 5 menit kemudian disentrifugasi pada 4000 rpm sehingga diperoleh supernatan 2. Supernatan 1 dan supernatan 2 digabungkan kemudian dipanaskan pada suhu 85 oC hingga etanolnya menguap lalu ditera dengan aquades sampai 100 ml.

c. Penetapan sampel

Sampel (supernatan 1 dan 2) sebanyak 1 ml + 1 ml aquades + 5 ml pereaksi Anthrone dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditutup dengan kelereng. Tabung reaksi ditempatkan pada water bath suhu 100oC selama 12 menit kemudian segera didinginkan dalam ice bath. Larutan dispektrofotometri pada panjang gelombang 630 nm. Kandungan gula total dalam sampel ditentukan


(3)

   

berdasarkan kurva standar glukosa yang telah dibuat dengan menggunakan rumus berikut :

x = (Y – a)/b x = Gula total

Y = nilai absorbansi sampel

a = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar gula total b = nilai yang diperoleh dari kurva larutan standar gula total

2. Penetapan kandungan pati

1. 200 mg contoh dimasukan ke dalam tabung sentrifuge ditambahkan 20 ml alkohol 80%, panaskan 20 menit dalam water bath.

2. Disentrifuges 2000 rpm selama 15 menit.

3. Residu untuk penetapan pati + 2 ml H2O panaskan selama 3 menit, + 2 ml

HClO4 9.2 N panaskan 15 menit + 25 ml H2O kemudian disentrifuge.

4. Saring, masukkan kedalam labu ukur 100 ml + 4 ml HClO4 4.6 N,

tambahkan 25 ml H2O sentrifuges. 5. Pipet 2 ml kedalam tabung 25 ml

a. Netralkan dengan NaOH 1 N (sampai pH 7) b. Tambahkan 2 ml Cu reagent

c. Panaskan 10 menit (Boiling water) d. Dinginkan sampai suhu kamar

e. Tambahkan 2 ml larutan Nelson Reagent

f. Ukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 500 nm

3. Kandungan klorofil

Pereaksi : Aseton 80 %

Alat : Lumpang dan alu, labu ukur, kertas saring whatman no 42 dan Spektrofotometer UV-1201 SHIMADZU

Cara kerja :

1. Daun padi segar dipotong kecil sekitar 2 g dan dimasukkan dalam lumpang.


(4)

2. Sampel daun dihaluskan dengan cara menggerus sambil ditetesi aseton 80 % secukupnya.

3. Supernatan dipindahkan kedalam labu ukur 100 ml melalui kertas saring. Prosedur 2 dan 3 diulangi hingga warna hijau hilang (seluruh klorofil telah terekstrasi).

4. Tambahkan aseton 80% kedalam labu ukur sampai mencapai 100 ml. 5. Larutan tersebut diambil 5 ml dan dimasukkan kedalam labu ukur 50

ml dan kemudian diencerkan sampai volume 50 ml.

6. Ektraks tersebut diukur absorbannya pada panjang gelombang 663 nm, 645 nm dan 652 nm.

7. Klorofil dihitung dengan persamaan sebagai berikut : a. Klorofil a = 0.0127 x D663 – 0.00269 x D645

b. Klorofil b = 0.0229 x D645 – 0.00468 x D663


(5)

   

Lampiran 4 Rekapitulasi hasil sidik ragam karakter fisiologi, komponen hasil dan hasil padi varietas unggul

Variabel pengamatan Perlakuan varietas/galur

KK (%) Karakter Bobot Kering

Alokasi bobot kering Tahap anakan maksimum Tahap berbunga

Tahap pengisian biji

Akumulasi dan transportasi bobot kering Daun

Pelepah daun Batang

Bobot kering yang ditanslokasikan Nisbah bobot kering tajuk-akar Tahap anakan maksimum Tahap berbunga

Tahap pengisian biji

Karakter Fisiologi Bobot Kering Indeks luas daun

Tahap anakan maksimum Tahap berbunga

Tahap pengisian biji Laju pertumbuhan relatif Tahap anakan maksimum Tahap berbunga

Tahap pengisian biji Laju asimilasi bersih Tahap anakan maksimum Tahap berbunga

Tahap pengisian biji Aktivitas sink

10 hari setelah berbunga 20 hari setelah berbunga 30 hari setelah berbunga 40 hari setelah berbunga

Karakter fisiologi daun dan batang Karakter fisiologi daun

Luas daun bendera Tebal daun bendera Jumlah stomata Kandungan klorofil Tahap berbunga Tahap pengisian biji

** ** ** ns ns ns ** ns ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** ** * ** ** ** ** ** ** 12.53 14.54 14.90 23.71 24.45 24.99 16.48 10.47 11.53 10.03 10.34 9.02 11.40 13.90 20.38 20.20 17.86 20.15 18.45 14.50 18.37 16.54 18.30 12.93 7.01 6.13 6.86 6.88


(6)

Lampiran 4 (lanjutan)

Variabel pengamatan Perlakuan varietas/galur

KK (%) Karakter batang

Tebal batang bawah Tebal batang atas Karakter Fotosintesis Laju fotosintesis

Tahap anakan maksimum Tahap berbunga

Tahap pengisian biji

Kandungan gula tahap berbunga Daun

Pelepah daun Batang

Kandungan gula tahap pengisian biji Daun

Pelepah daun Batang

Karakter Fisiologi Malai Karakter leher malai Diameter leher malai Tebal leher malai

Bobot kering leher malai Kandungan gula leher malai Kandungan pati pada malai 10 hari setelah berbunga 20 hari setelah berbunga Komponen hasil

Jumlah malai per rumpun Jumlah malai per m2 Jumlah gabah per malai Persentase gabah isi Bobot 1000 butir gabah Hasil

Hasil GKG ubinan Hasil GKG (ton/ha) Indek Panen ** ** * * ns * ** * ** ** ** ** ** ** ** * * ** ** ** ** ** ** ** ** 9.96 15.49 8.11 11.21 6.37 12.42 15.27 7.55 12.82 20.00 16.42 13.20 6.06 13.40 14.42 9.61 7.69 7.13 7.13 6.05 4.05 3.80 7.39 7.33 7.65

Keterangan : * = berpengaruh nyata menurut uji F pada taraf 5%; ** = berpengaruh sangat nyata menurut uji F pada taraf 1%; tn = tidak nyata, KK = koefisien keragaman.