Effect of Dolomite on The Productivity and Quality of Africa and Hawaii Grass on Latosol Ciampea-Bogor

PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP
PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT
AFRIKA DAN RUMPUT HAWAII
PADA TANAH LATOSOL
CIAMPEA-BOGOR

SKRIPSI
LASMATIUR NAINGGOLAN

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

RINGKASAN
LASMATIUR NAINGGOLAN. D24080038. 2012. Pengaruh Pemberian Kapur
Dolomit Terhadap Produktivitas dan Kualitas Rumput Afrika dan Rumput
Hawaii pada Tanah Latosol Ciampea-Bogor. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi
dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Asep Tata Permana, M.Sc
Pembimbing Anggota : Ir. M. Agus Setiana, MS

Rumput afrika dan rumput hawaii merupakan rumput tropis yang sering
digunakan sebagai pakan ternak ruminansia. Produktivitas dan kualitas rumput
dipengaruhi oleh lahan dan iklim. Latosol merupakan tanah bersifat masam dan
memiliki kandungan unsur hara yang rendah. Produksi rumput pakan pada tanah
masam dapat ditingkatkan dengan melakukan pengapuran. Pengapuran merupakan
pemberian senyawa yang mengandung Ca atau Mg ke dalam tanah sehingga mampu
mengurangi kemasaman tanah atau meningkatkan pH tanah. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh pemberian dolomit pada taraf
yang berbeda terhadap produktivitas dan kualitas (serat kasar, protein kasar, Ca, dan
Mg) rumput afrika dan rumput hawaii pada tanah latosol Ciampea.
Penelitian ini menggunakan rumput afrika dan rumput hawaii yang diperoleh
dari Laboratorium Agrostologi. Perlakuan penelitian ini terdiri atas dua faktor.
Faktor pertama terdiri atas rumput afrika dan rumput hawaii, sedangkan faktor kedua
adalah perlakuan pemberian dolomit dengan tiga taraf yaitu 0 ton/ha, 12,5 ton/ha,
dan 25 ton/ha. Ulangan dilakukan sebanyak tiga kali. Prosedur pelaksanaan
penelitian terdiri dari beberapa tahap, diantaranya pembuatan petak percobaan,
pemberian kapur, penanaman, penyiangan gulma dan pemanenan. Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap berpola faktorial. Peubah
yang diamati pada penelitian ini adalah tinggi rumput, jumlah daun, bobot batang,
bobot daun, dan analisa kimia (serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg). Data yang

diperoleh dianalisis dengan menggunakan analysis of varian (ANOVA). Apabila
berbeda nyata dilakukan uji lanjut kontras ortogonal.
Hasil penelitian menunjukkan interaksi dolomit dengan rumput berpengaruh
nyata (P0,05). Interaksi antara dolomit dengan rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05).
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa pemberian dolomit pada taraf 0 ton/ha, 12,5
ton/ha dan 25 ton/ha tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah daun, bobot segar dan
kering rumput, serat kasar, protein kasar, Ca, dan Mg rumput Afrika dan rumput
Hawaii. Namun dapat diketahui bahwa rumput Hawaii memiliki tinggi vertikal yang
lebih tinggi dibanding rumput Afrika.
Kata-kata kunci : rumput afrika, rumput hawaii, latosol, dolomit.

ABSTRACT
Effect of Dolomite on The Productivity and Quality of Africa and Hawaii Grass
on Latosol Ciampea-Bogor
L. Nainggolan., A. T. Permana, and M. A. Setiana
Forage is one of the most important factor in the animal production. The restricted
land availability in animal production resulted in the low productivity of forage
especially during the long dry season. Latosol soil is acidic soil and has low nutrient
content. Soil pH and nutrient availability of latosol can be improved by the
application of limestone (dolomite). Liming can be used to increase the productivity

of the acid soil, neutralize the soil acidity, increase the supply of plant nutrient and
decrease the Al toxicity. This study aimed to determine and to compare the effect of
the application of dolomite with some level respect to quality and productivity of
africa and hawaii grass on latosol Ciampea. The design of the experiment was
factorial Complete Randomized Design (CRD) with two factors and three
replications. The first factor was africa and hawaii grass. The second factor was level
of dolomite 0 ton/ha, 12,5 tons/ha and 25 tons/ha. The data were analyzed by using
Analysis of Variance, if the data significant used test contrasts orthogonal. The
results showed that the level of dolomite 0 ton/ha, 12.5 tons/ha and 25 tons/ha were
effected vertical height of grass in the sixth week until the eleventh week after the
observation. However, the interaction between the grass with dolomite no significant
(P>0.05). The results showed that the level of dolomite 0 ton/ha, 12.5 tons/ha and 25
tons/ha were not effected by application of dolomite (P> 0.05) against the number of
leaves, the weight of stems, roots, and leaves as well as chemical analysis (Crude
Fiber, Crude protein, Calcium, and Magnesium). It is concluded that the application
of dolomite do not significantly affect productivity and quality of africa and hawaii
grass. However it is known that hawaii has a high vertical grass higher than the africa
grass.
Keywords: latosol, africa grass, hawaii grass, dolomite.


PENGARUH PEMBERIAN DOLOMIT TERHADAP
PRODUKTIVITAS DAN KUALITAS RUMPUT
AFRIKA DAN RUMPUT HAWAII
PADA TANAH LATOSOL
CIAMPEA-BOGOR

LASMATIUR NAINGGOLAN
D24080038

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2012

Judul


: Pengaruh Pemberian Dolomit Terhadap Produktivitas dan Kualitas
Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada Tanah Latosol CiampeaBogor

Nama

: Lasmatiur Nainggolan

NIM

: D24080038

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Ir. Asep Tata Permana, M. Sc.)
NIP: 19640302 199103 1 002

Pembimbing Anggota,


(Ir. M. Agus Setiana, MS)
NIP:19570824 198503 1 001

Mengetahui:
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

Dr. Ir. Idat Galih Permana, M.Sc.
NIP. 19670506 199103 1 001

Tanggal Ujian : 8 Agustus 2012

Tanggal Lulus :

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 25 September 1989 di
Nagori, Sumatera Utara. Penulis adalah anak ketiga dari enam
bersaudara dari pasangan Bapak J. Nainggolan dan Ibu Walinah
Purba.

Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1996 di
Sekolah Dasar Negeri No. 104557 Nagori dan diselesaikan pada
tahun 2002. Pendidikan lanjutan tingkat pertama dimulai tahun
2002 dan diselesaikan pada tahun 2005 di Sekolah Menengah
Pertama PGRI 69 Nagaraja. Penulis melanjutkan pendidikan di
Sekolah Menengah Atas Katolik Cinta Kasih Tebingtinggi pada tahun 2005 dan
diselesaikan pada tahun 2008.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2008 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2009. Penulis aktif dalam
Persekutuan Mahasiswa Kristen di IPB, terlebih dalam Komisi Pelayanan Anak
PMK IPB. Penulis berkesempatan menjadi penerima beasiswa PPA (Peningkatan
Prestasi Akademik) pada tahun 2008/2009 dan beasiswa BBM (Bantuan Belajar
Mahasiswa) tahun 2009-2012.

Bogor, Juli 2012
Lasmatiur Nainggolan
D24080038

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
telah melimpahkan berkat dan hikmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Skripsi ini berjudul “Pengaruh Pemberian Kapur Dolomit Terhadap
Produktivitas dan Kualitas Rumput Afrika dan Rumput Hawaii Pada Tanah Latosol
Ciampea-Bogor”. Penelitian ini dilakukan di kebun MT Farm Desa Tegal Waru
Ciampea Bogor selama 5 bulan dari akhir bulan Desember 2011 hingga bulan Mei
2012.
Peningkatan produktivitas dan kualitas ternak ruminansia ditunjang dengan
upaya pemenuhan pakan yang mencukupi kebutuhan ternak. Hijauan makanan ternak
memegang peranan sangat penting terlebih pada ruminansia. Hijauan yang sering
digunakan sebagai makanan ternak adalah rumput afrika (Pennisetum purpureum
Schumach cv Afrika) dan rumput hawaii (Pennisetum purpureum Schumach cv
Hawaii). Lahan di MT Farm Ciampea memiliki tanah tipe latosol. Latosol
merupakan tanah bersifat masam dan memiliki kandungan unsur hara yang rendah.
Usaha peningkatan produktivitas dan kualitas kedua rumput ini dapat dilakukan
dengan pemberian kapur pada lahan. Pemberian kapur dapat mengurangi kemasaman
tanah atau menaikkan pH tanah. Kapur yang sering digunakan untuk pengapuran
pada lahan pertanian adalah dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ).
Skripsi ini diharapkan dapat bermanfaat untuk kalangan akademis sebagai

sumber referensi dan sebagai pedoman pengembangan penyediaan hijauan makanan
ternak. Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih atas saran dan masukan dari
berbagai pihak demi kesempurnaan skripsi ini.

Bogor, 17 Juli 2012

Penulis

DAFTAR ISI
Halaman

RINGKASAN .......................................................................................

i

ABSTRACT ..........................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................


iii

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ..............................................................................

v

KATA PENGANTAR ..........................................................................

vi

DAFTAR ISI .........................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ..................................................................................


ix

DAFTAR GAMBAR ............................................................................

x

DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................

xi

PENDAHULUAN ................................................................................

1

Latar Belakang ............................................................................
Tujuan ..........................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................

3

Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) ..
Rumput Hawaii (Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii) .
Kapur .............................................................................................
Ukuran Bahan Kapur ...................................................
Dolomit ........................................................................
Pengapuran .................................................................................
Sifat Umum Tanah Latosol ..........................................................

3
4
5
5
6
6
8

MATERI DAN METODE ....................................................................

9

Lokasi dan Waktu ........................................................................
Materi ...........................................................................................
Metode ..........................................................................................
Pembuatan Petak Percobaan .......................................
Penimbangan Dolomit .................................................
Penanaman .................................................................
Penyiangan Gulma .......................................................
Pemanenan ...................................................................
Pengamatan ..................................................................
Analisa Kadar Serat Kasar ...........................................
Analisa Kadar Protein Kasar ........................................
Analisa Mineral ............................................................

9
9
9
9
9
9
10
10
10
10
11
11

Analisis Data ...............................................................................

12

HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................

14

Tinggi Vertikal Tanaman ............................................................
Jumlah Daun Rumput ..................................................................
Bobot Segar Daun dan Batang ....................................................
Bobot Kering Daun dan Batang ..................................................
Analisa Serat Kasar, Protein Kasar, dan Mineral (Ca dan Mg) ..

14
16
17
19
21

KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................

26

Kesimpulan .................................................................................
Saran ...........................................................................................

26
26

UCAPAN TERIMAKASIH .................................................................

27

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................

28

LAMPIRAN ..........................................................................................

32

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Hawaii dan Rumput Afrika di
Bogor ……………………………………...........................................

4

2. Pengaruh Ukuran Bahan Kapur Terhadap Perubahan pH Tanah
Setelah Satu Tahun,………………………………………………….

6

3. Hasil Analisa Tanah Sebelum Diberi Dolomit ……………………...

14

4. Bobot Segar Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii…..

18

5. Bobot Segar Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii..

19

6. Bobot Kering Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii ...

19

7. Bobot Kering Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii

20

8. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Afrika dan Hawaii di Ciampea,
Bogor ………………………………………………………………...

21

9. Kandungan Serat Kasar pada Daun Rumput Afrika dan Rumput
Hawaii………………………………………………………………..

22

10. Kandungan Protein Kasar pada Daun Rumput Afrika dan Rumput
Hawaii ……………………………………………………………….

23

11. Kandungan Mineral Ca pada Daun Rumput Afrika dan Rumput
Hawaii ……………………………………………………………….

24

12. Kandungan Mineral Mg pada Daun Rumput Afrika dan Rumput
Hawaii ……………………………………………………………….

24

DAFTAR GAMBAR

Nomor

Halaman

1. Perubahan Tinggi Tanaman Rumput Afrika dan Rumput
Hawaii Pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit……………..

15

2. Perubahan Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii
Pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit …………………….

17

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Gambar Petakan Lahan Penelitian dan Petakan Rumput Afrika
dan Rumput Hawaii ...................................................................

32

2. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 3
MST ..........................................................................................

33

3. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 4
MST ..........................................................................................

33

4. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 5
MST ..........................................................................................

33

5. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 6
MST ..........................................................................................

34

6. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 7
MST ..........................................................................................

34

7. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 8
MST ..........................................................................................

34

8. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 9
MST ..........................................................................................

35

9. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 10
MST ..........................................................................................

35

10. Tinggi Vertikal Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 11
MST ..........................................................................................

35

11. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 3 MST

36

12. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 4 MST

36

13. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 5 MST

36

14. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 6 MST

37

15. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 7 MST

37

16. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 8 MST

37

17. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 9 MST

38

18. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 4 MST

38

19. Jumlah Daun Rumput Afrika dan Rumput Hawaii pada 4 MST

38

20. Anova Tinggi Tanamanan 3 MST ...........................................

39

21. Anova Tinggi Tanamanan 4 MST ...........................................

39

22. Anova Tinggi Tanamanan 5 MST ...........................................

39

23. Anova Tinggi Tanamanan 6 MST ............................................

40

24. Anova Tinggi Tanamanan 7 MST ...........................................

40

25. Anova Tinggi Tanamanan 8 MST ...........................................

40

26. Anova Tinggi Tanamanan 9 MST ...........................................

41

27. Anova Tinggi Tanamanan 10 MST ..........................................

41

28. Anova Tinggi Tanamanan 11 MST .........................................

41

29. Anova Jumlah Daun Tanaman 3 MST .....................................

42

30. Anova Jumlah Daun Tanaman 4 MST .....................................

42

31. Anova Jumlah Daun Tanaman 5 MST .....................................

42

32. Anova Jumlah Daun Tanaman 6 MST .....................................

43

33. Anova Jumlah Daun Tanaman 7 MST .....................................

43

34. Anova Jumlah Daun Tanaman 8 MST ......................................

43

35. Anova Jumlah Daun Tanaman 9 MST .....................................

44

36. Anova Jumlah Daun Tanaman 10 MST ...................................

44

37. Anova Jumlah Daun Tanaman 11 MST ...................................

44

38. Anova Berat Segar Batang .........................................................

45

39. Anova Berat Segar Daun ..........................................................

45

40. Anova Berat Kering Batang ......................................................

45

41. Anova Berat Kering Daun ........................................................

46

42. Anova Ca Rumput ......................................................................

46

43. Anova Mg Rumput .....................................................................

46

44. Anova Serat Kasar Rumput ........................................................

47

45. Anova Protein Daun Rumput ....................................................

47

PENDAHULUAN
Latar belakang
Hijauan makanan ternak merupakan semua bahan makanan yang berasal dari
tanaman dalam bentuk daun-daunan. Sebagai makanan ternak, hijauan memegang
peranan sangat penting terlebih pada ruminansia. Ternak ruminansia mengkonsumsi
hijauan sebesar 10% dari berat badannya atau sekitar 20-25 kg/ekor/hari. Dengan
kebutuhan tersebut tentunya sangat diperlukan penyediaan pakan yang cukup dan
berkesinambungan (Kushartono dan Iriani, 2004). Peningkatan produktivitas dan
kualitas ternak ruminansia perlu ditunjang dengan upaya pemenuhan pakan yang
mencukupi kebutuhan ternak.
Rumput afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika) dan rumput
hawaii (Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii) merupakan hijauan tropis
yang sering digunakan sebagai pakan ternak. Hasil Tim Laboratorium Ilmu dan
Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB (2003) rumput gajah memiliki kandungan
bahan kering yang rendah yaitu 12-18%, serat kasar berkisar dari 26-40,5 %, Beta-N
sekitar 30,4-49,6%, lemak kasar 1,0-3,6%, dan Ca 0,14-0,48%. Ketersediaan kedua
rumput ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lahan dan iklim. Ketersediaan lahan yang
subur untuk produksi rumput semakin berkurang karena cenderung dimanfaatkan
untuk memproduksi hasil-hasil pertanian.
Sebagian besar tanah di Indonesia memiliki tanah masam yaitu sebesar
70,66% dan tersebar di berbagai pulau terutama di daerah yang beriklim basah (BPS,
1989). Daerah Dramaga Bogor merupakan daerah yang beriklim basah. MT Farm
terletak di daerah Dramaga tepatnya Ciampea, desa Tegal Waru. Lahan di MT Farm
memiliki tanah masam yaitu tanah latosol. Latosol merupakan tanah bersifat masam
dan memiliki kandungan unsur hara yang rendah (Sarief, 1986). Untuk
meningkatkan produksi rumput pakan pada tanah masam dapat dilakukan
pengapuran. Pengapuran merupakan pemberian senyawa yang mengandung Ca atau
Mg ke dalam tanah sehingga mampu mengurangi kemasaman tanah atau menaikkan
pH tanah (Tisdale et al., 1985). Kenaikan pH dapat berlangsung karena ion hidrogen
(H+) dalam larutan tanah dapat dinonaktifkan sehingga P yang tersedia meningkat
dan keracunan Al dapat ditiadakan. Kapur yang sering digunakan untuk pengapuran

1

pada lahan pertanian adalah dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ). Hal ini dikarenakan dolomit
mudah ditemukan dan harganya terjangkau.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan pengaruh
pemberian dolomit pada taraf yang berbeda terhadap produktivitas dan kualitas
rumput afrika dan rumput hawaii pada tanah latosol Ciampea-Bogor.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Rumput Afrika (Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika)
Rumput yang sudah sangat popular di Indonesia saat ini mempunyai berbagai
nama antara lain: Elephant grass, Napier grass, Uganda grass, Pasto elefente,
rumput gajah. Rumput afrika merupakan varietas dari rumput gajah. Rumput afrika
sering disebut dengan rumput gajah. Rumput ini berasal dari Nigeria dan tersebar di
seluruh Afrika tropika, di Indonesia sudah ada sejak tahun 1926 (Jayadi, 1991).
Menurut Reksohadiprodjo (1985), rumput ini berasal dari Afrika daerah tropis,
perennial dapat tumbuh setinggi 3 sampai 4,5 m, bila dibiarkan tumbuh bebas dapat
setinggi 7 m, akar dapat sedalam 4,5 m. Berkembang dengan rhizom yang dapat
mencapai 1 m, panjang daun 16 sampai 90 cm dan lebar 8 sampai 35 mm. Rumput
gajah dapat dibiakkan secara vegetatif dengan stek batang atau sobekan rumpun.
Panjang stek yang dianjurkan adalah 20 – 25 cm, minimal terdiri atas dua buah buku
dan diambil dari tanaman berumur 3 – 6 bulan (Reksohadiprodjo, 1985).
McIlroy (1976) menyatakan bahwa rumput gajah lebih disukai ternak, tahan
kering, berproduksi tinggi dan merupakan jenis rumput yang sangat baik untuk silase
karena bernilai gizi tinggi. Tumbuh baik pada tanah subur dan tidak terlalu liat, pH
tanah lebih kurang 6,5 dengan curah hujan sekitar 1000 mm/tahun. Agar diperoleh
hasil yang optimal perlu dilakukan penyiangan dan pemupukan secara teratur.
Menurut Jayadi (1991), rumput gajah ditanam dengan bahan penanaman stek
atau pols. Penanaman dengan stek memberikan pertumbuhan yang lebih cepat
dibandingkan dengan pols. Jarak tanam kurang lebih 1 x 1 m disesuaikan dengan
tingkat kesuburan tanahnya. Penanaman yang baik dilakukan pada permulaan musim
hujan. Panen pertama berkisar antara 60-80 hari setelah tanam sedangkan panen
berikutnya setiap kurang lebih 40 hari sekali pada musim hujan atau kurang lebih 5060 hari pada musim kemarau. Tinggi tanaman juga dimanfaatkan sebagai indikator
pemanenan. Pemotongan rumput yang dapat dilakukan bila sudah setinggi 1-1,5 m
karena apabila lebih tinggi atau lebih tua proporsi batang sedemikian besarnya
sehingga kandungan serat kasar tinggi. Pemotongan rumput hendaknya disisakan
setinggi 10-15 cm dari permukaan tanah. Mansyur et al. (2003) menyatakan bahwa
interval pemotongan yang terlalu tinggi akan meningkatkan kandungan serat kasar
dan menurunkan kecernaan hijauan.

3

Hasil Tim Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan IPB
(2003) rumput gajah memiliki kandungan bahan kering yang rendah yaitu 12%-18%,
serat kasar berkisar dari 26%-40,5 %, Beta-N sekitar 30,4%-49,6%, lemak kasar
1,0%-3,6%, dan Ca 0,14%-0,48%. Menurut Lubis (1992) rumput gajah memiliki
protein kasar 9,66 %.

Rumput Hawaii (Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii)
Rumput hawaii merupakan varietas dari rumput gajah. Rumput hawaii
berasal dari Afrika tropik, termasuk tanaman tahunan, membentuk rumpun yang
terdiri dari 20-50 batang dengan diameter ± 2,3 cm. Tumbuh tegak, daun lebat,
batang diliputi oleh perisai daun yang agak berbulu, dan perakaran dalam. Tinggi
batang bisa mencapai 2-3 m dengan lebar daun 1,25-2,5 cm serta panjang 60-90 cm
(Lugiyo dan Sumarto, 2000). Perbanyakan dapat dilakukan dengan stek batang.
Rumput hawaii dapat tumbuh pada ketinggian 0-3000 m (dataran rendah
sampai dataran tinggi). Tumbuh baik pada tanah subur dan tidak terlalu liat dengan
pH ± 6,5 dengan curah hujan cukup sekitar 1000 mm/tahun atau lebih . Rumput ini
kurang tahan pada musim kemarau yang panjang. Jenis rumput gajah yang terkenal
di Indonesia adalah jenis hawaii dan afrika (Siregar, 1970). Perbedaan jenis hawaii
dan afrika adalah terletak pada daunnya. Daun rumput hawaii memiliki bulu lebih
banyak dan halus dibandingkan dengan rumput afrika.

Rumput hawaii dapat

berbunga pada minggu ke tujuh setelah tanam.

Tabel 1. Rata-rata Produksi Hijauan Rumput Hawaii dan Afrika di Bogor .
Produksi Hijauan

Perbandingan Batang dengan Daun (%)

Jenis

(ton/ha/tahun)

Rumput

Berat

Berat

Segar

Kering

Batang

Daun

Batang

Daun

525

63

59

41

64

36

376

40

57

43

44

56

Hijauan Segar

Bahan Kering

Rumput
Hawaii
Rumput
Afrika

Sumber : Lugiyo dan Sumarto (2000).

4

Teknik budidaya rumput hawaii yang baik adalah dengan cara mengolah
tanah dengan baik sampai gembur dan dibersihkan dari tumbuhan pengganggu.
Waktu penanaman yang baik adalah awal musim hujan sehingga saat musim
kemarau akar tanaman sudah cukup dalam dan kuat.
Kapur
Kapur adalah bahan yang mengandung unsur Ca yang dapat meningkatkan
pH tanah (Pagani, 2011). Pemberian kapur dapat meningkatkan ketersediaan unsur
fosfor (P) dan molibdenum (Mo). Kapur yang banyak digunakan di Indonesia dalam
bentuk kalsit (CaCO 3 ) dan dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ). Kandungan kalsium dalam
dolomit adalah sekitar 30%, sedangkan dalam kalsit sekitar 90% (Novizan, 2001).
Penelitian Pagani (2011) menyatakan bahwa hasil jagung lebih tinggi dengan
menggunakan kapur CaCO 3 dibanding menggunakan kapur dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 )
yang ditanam pada tahun kedua setelah penanaman kedelai pada tahun pertama.

Ukuran Bahan Kapur
Selain kualitas kapur, laju reaksi bahan kapur dengan tanah (laju netralisasi
kemasaman) dipengaruhi oleh ukuran bahan kapur. Semakin halus bahan kapur,
semakin cepat reaksinya dengan partikel tanah, akibat semakin baiknya kontak atau
pencampuran bahan kapur dengan tanah (Munawar, 2011). Pada umumnya, bahan
kapur pertanian dapat bereaksi sempurna dengan tanah dalam waktu tiga tahun.
Kehalusan bahan kapur dinyatakan dalam persentase bahan yang lolos melalui
saringan dengan ukuran mesh tertentu. Laju reaksi bahan kapur meningkat sampai
ukuran maksimum 100 mesh (Munawar, 2011).

5

Tabel 2. Pengaruh Ukuran Bahan Kapur Terhadap Perubahan pH Tanah Setelah Satu
Tahun, dengan Dosis 2 ton/ha.
Ukuran Bahan
Kapur (mesh)

pH Tanah
CaCO 3

Efektivitas Relatif

CaMg(CO 3 ) 2

CaCO 3

CaMg(CO 3 ) 2

Tidak Dikapur

5,0

5,0

0

0

4-8

5,0

5,0

5

8

20-30

5,6

5,5

54

39

40-50

5,9

5,8

74

65

60-80

6,3

6,2

96

84

100

6,5

6,6

100

100

Sumber : Mahler (1987) diacu pada Munawar (2011).

Kemampuan bahan kapur menetralisir kemasaman tanah disebut kalsium
karbonat ekivalen (KKE) atau calcium carbonate equivalent (CCE). Semakin halus
partikel kapur (dengan angka mesh yang lebih besar) semakin besar perubahan pH
tanah setelah sekitar satu tahun. Di akhir tahun pertama, bahan kapur dolomit
(CaMg(CO 3 ) 2 ) lebih halus dari 100 mesh dapat meningkatkan pH tanah lebih tinggi
daripada kalsit (CaCO 3 ), karena dolomit memiliki KKE 109 (Munawar, 2011).

Dolomit
Dolomit berasal dari batu kapur dolimitik dengan rumus CaMg(CO 3 ) 2 .
Berbentuk bubuk berwarna putih kekuningan. Dikenal sebagai bahan untuk
menaikkan pH. Dolomit adalah sumber Ca (30%) dan Mg (19%) yang cukup baik.
Kelarutannya agak rendah dan kualitasnya sangat ditentukan oleh ukuran butiran.
Semakin halus butirannya akan semakin baik kualitasnya (Adriani, 2009).

Pengapuran
Soepardi (1983) menerangkan bahwa, tujuan utama pengapuran adalah
menaikkan pH tanah hingga tingkat yang diinginkan dan mengurangi atau
meniadakan keracunan Al. Disamping itu juga untuk meniadakan keracunan Fe dan
Mn, serta menyediakan hara Ca. Kebutuhan kapur dapat ditentukan dengan berbagai
cara tetapi untuk tanah masam di daerah tropis disarankan berdasarkan Al-dd
(aluminium dapat ditukarkan). Menurut Naibaho (2003), faktor-faktor yang
6

menentukan banyaknya kapur yang diperlukan adalah pH tanah, tekstur tanah, kadar
bahan organik tanah, mutu kapur dan jenis tanaman. Apabila pemberian kapur
melebihi pH tanah yang diperlukan akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan
optimum tanaman dan tidak efisien. Cara pengapuran juga harus diperhatikan. Pada
dasarnya kapur diberikan pada tanah bila diperkirakan hujan tidak akan turun pada
saat pemberian kapur (Leiwakabessy dan Sutandi, 1998). Tanaman yang menyukai
kapur adalah tanaman kacang-kacangan dan legum. Yost dan Ares (2007)
menganjurkan dalam pengapuran jenis tanaman juga harus diperhatikan. Sebagian
besar pohon tidak respon terhadap pengapuran berbeda dengan tanaman jenis
sayuran.
Kapur yang umum digunakan adalah dari golongan karbonat, baik dalam
bentuk kalsit (CaCO 3 ) maupun dolomit (CaMg(CO 3 ) 2 ). Kalsit umumnya lebih halus
dan bereaksi lebih cepat dibandingkan dengan dolomit (Pagani, 2011). Dolomit
selain mengandung Ca juga mengandung Mg, sehingga dolomit akan berpengaruh
lebih baik bagi tanah yang memiliki kadar Mg rendah .
Bahan kapur yang diberikan ke dalam tanah akan mengalami reaksi sampai
terbentuk keseimbangan baru. Reaksi yang terjadi pertama kali adalah penguraian
bahan kapur membentuk ion CO 3 serta ion-ion Ca dan Mg. Selanjutnya, ion CO 3
yang terbentuk menarik ion H dari komplek jerapan dengan reaksi sebagai berikut:
(CaMg)CO 3
CO 3 2- + H 2 X
(CaMg)2+ + X2-

⇆ (CaMg)2+ + CO 3 2⇆ H 2 CO 3 + X2-

⇆ (CaMg) X, dimana X adalah komplek jerapan

Dengan demikian yang berperan sebagai agen pengapuran adalah CO 3 sebab ion Ca
sendiri tidak sanggup melepaskan H+ dari komplek jerapan (Kussow, 1971).
Jones (1979) menjelaskan bahwa pengapuran pada tanah masam perlu
dilakukan sebab kapur memiliki pengaruh yang menguntungkan dalam sistem tanah,
diantaranya: 1) meningkatkan pH tanah; 2) mensuplai Ca dan Mg; 3) merangsang
aktivitas mikroorganisme sehingga mempercepat degradasi bahan organik; 4)
meningkatkan ketersediaan P; 5) meningkatkan fiksasi N oleh tanah dan organisme
tanah; 6) memperbaiki sifat fisik tanah dan 7) mengurangi aktivitas unsur-unsur yang
dapat meracuni tanaman.

7

Menurut Tisdale et al. (1985), penambahan bahan kapur ke dalam tanah
dengan takaran yang tepat dapat meningkatkan pH tanah, ketersediaan dan efisiensi
pemupukan fosfat serta menurunkan kelarutan beberapa unsur seperti Al, Fe dan Mn
yang mencapai tingkat yang meracuni tanaman. Pagani (2011) juga menyatakan
bahwa pengapuran dapat meningkatkan pH tanah dan pH tanah yang maksimum
ditemukan pada tahun kedua setelah pengapuran.

Sifat Umum Tanah Latosol
Tanah latosol adalah tipe tanah yang terbentuk melalui proses latosolisasi.
Proses latosolisasi memiliki tiga proses utama, yaitu (1) pelapukan intensif yang
terjadi terus menerus, (2) terjadi pencucian basa-basa yang mengakibatkan
penumpukan seskuioksida, dan (3) terjadi penumpukan mineral liat kaolinit. Proses
latosolisasi biasanya terjadi pada daerah-daerah yang memiliki curah hujan tinggi,
sehingga gaya hancur bekerja lebih cepat (Soepardi, 1983). Menurut Soepraptohardjo
(1978) tanah latosol di Indonesia adalah tanah mineral yang berbahan induk tuf
vulkan. Tipe tanah ini berada di ketinggian 5-1000 m di atas permukaan laut dengan
topografi datar sampai bergunung. Solum tipe tanah ini setebal 1,5-3 m, warna merah
kuning, batas-batas horizon baur dan bertekstur liat. Tanah latosol tersebar cukup
luas sebagai lahan pertanian khususnya perkebunan.
Tanah latosol dari daerah Dramaga pada umumnya sifat fisiknya sudah baik
dengan ciri-ciri bertekstur liat berdebu, lempung berdebu sampai lempung berpasir.
Bobot isi berkisar antara 0,90-0,97 g/cm3, porositas tanah berkisar antara 63 %-68 %.
Pori drainase cepat tergolong sangat rendah sampai rendah, drainase dan tata udara
tergolong baik, air tersedia rendah sampai sangat tinggi (Soeparto, 1982).
Kesuburan kimia tanah ini biasanya sangat rendah sampai sedang. Jenis
mineral liat tanah ini termasuk pada kelompok kaolinit, oleh sebab itu umumnya
tanah ini memiliki KTK yang relatif rendah. Hal ini sebagian disebabkan oleh kadar
bahan organik yang sedikit dan sebagian lagi oleh sifat liat dan hidro-oksida besi.
Kandungan Al dan Fe yang relatif tinggi menyebabkan fosfat mudah terikat dan
membentuk Al-P dan Fe-P yang kurang tersedia bagi tanaman (Soepardi, 1983).

8

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai akhir bulan Desember 2011-Mei 2012.
Penanaman hijauan bertempat di kebun MT. Farm, Desa Tegal Waru. Analisis tanah
dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat,
Kementerian Pertanian. Analisis mineral yaitu Ca dan Mg rumput dilakukan di
Laboratorium Nutrisi Ternak Perah, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor sedangkan analisis serat kasar dan
protein kasar rumput dilakukan di Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi, Lembaga Penelitian Pemberdayaan Masyarakat, Institut Pertanian
Bogor.
Materi
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit rumput afrika
dan rumput hawaii, dolomit, pupuk urea, dan pupuk kandang. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah cangkul, pita meter, timbangan, pisau dan
oven 600C.
Metode
Pembuatan Petak Percobaan
Luasan lahan yang digunakan dalam penelitian adalah 75 m2 yang dibagi
menjadi 18 petak. Setiap jenis rumput dilakukan tiga taraf pemberian kapur dan tiga
ulangan. Satu petak berukuran 2 x 2 m. Jarak antara petak yang satu dengan yang
lain di setiap unit adalah 1 m. Perlakuan pemberian kapur dolomit diberikan secara
acak pada setiap petak. Setiap satuan percobaan ditanami 9 rumput. Banyaknya
individu yang diamati pada setiap satuan percobaan adalah satu tanaman.
Penimbangan Dolomit
Dolomit ditimbang sesuai dosisnya yaitu 0 kg (0 ton/ha), 5,2 kg (12,5 ton/ha),
dan 10,4 kg (25 ton/ha) (Zain, 1998). Timbangan yang digunakan untuk
penimbangan kapur adalah timbangan dengan merk Salter.
Penanaman
Penanaman rumput dilakukan dengan cara penugalan. Kedalaman lubang
tanam 5 cm. Jumlah bibit untuk setiap lubangnya adalah 1 stek. Jarak tanaman yang

9

digunakan adalah 0,5 m x 0,5 m. Pemberian dolomit dan pupuk kotoran sapi
dilakukan pada saat penanaman. Pupuk kotoran sapi diberikan dengan dosis 40
ton/ha. Pemberian pupuk urea dilakukan 2 minggu setelah tanam. Pemberian urea
dengan dosis 250 kg/ha atau 100 kg/ha N.
Penyiangan Gulma
Penyiangan gulma dilakukan dengan mencabut gulma sampai ke akarnya.
Hal ini dilakukan setiap minggu sewaktu pengamatan tinggi vertikal tanaman dan
jumlah daun tanaman.
Pemanenan
Pemanenan dilakukan 80 hari setelah tanam. Panen rumput dilakukan dengan
mencabut rumput sampai ke akarnya.
Pengamatan
Peubah yang diamati untuk setiap perlakuan adalah sebagai berikut :
1. Tinggi rumput, diukur dari permukaan tanah sampai daun bendera.
2. Jumlah daun tiap minggu mulai 3 hingga 11 minggu setelah tanam (MST).
3. Bobot daun dan batang per tanaman.
4. Analisa serat kasar, protein kasar, dan kandungan mineral (Ca dan Mg) dari
setiap perlakuan.

Analisa Kadar Serat Kasar
Sebanyak 1 g sampel dilarutkan dengan 100 ml H 2 SO 4 1,25%, dipanaskan
hingga mendidih lalu dilanjutkan dengan destruksi selama 30 menit. Kemudian
disaring dengan kertas saring dan dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil
saringan dibilas dengan 20-30 ml air mendidih dan dengan 25 ml air sebanyak 3 kali.
Residu didestruksi kembali dengan NaOH 1,25% selama 30 menit. Lalu disaring
dengan cara seperti diatas dan dibilas berturut-turut dengan 25 ml H 2 SO 4 1,25%
mendidih, 25 ml air sebanyak tiga kali dan 25 ml alkohol. Residu dan kertas saring
dipindahkan ke cawan porselain dan dikeringkan dalam oven 1300C selama 2 jam.
Setelah dingin, residu beserta cawan porselain ditimbang (A), lalu dimasukkan dalam
tanur 6000C selama 30 menit, didinginkan dan ditimbang kembali (B).

10

Bobot serat kasar = W-W0
Keterangan : W= bobot residu sebelum dibakar tanur
= A- (bobot kertas saring + cawan): A : bobot residu + kertas saring
+ cawan
W0= bobot residu setelah dibakar dalam tanur
= B – (bobot cawan) : B : bobot residu + cawan
Kadar serat kasar =

e

e

x 100%

Analisa Kadar Protein Kasar
Sebanyak 0,25 g sampel, dimasukkan dalam labu kjeldahl 100 ml dan
ditambahkan selenium 0,25 g dan 3 ml H 2 SO 4 pekat. Kemudian dilakukan destruksi
(pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam, sampai larutan jernih. Setelah
dingin ditambahkan 50 ml aquadest dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil
destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 ml H 3 BO 3 2%
dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah
volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 ml dan berwarna hijau kebiruan,
destilasi dihentikan dan destilasi dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai berwarna merah
muda. Perlakuan yang sama dilakukan juga terhadap blanko. Dengan metode ini
diperoleh kadar Nitrogen total yang dihitung dengan rumus:
%N =

(�−�) �HC

4

x 100%

Keterangan : S = volume titran sampel (ml)
B = volume titran blanko (ml)
w = bobot sampel kering (mg).
kadar protein diperoleh dengan mengalikan kadar Nitrogen dengan faktor perkalian
untuk berbagai bahan pangan berkisar 5,18-6,38 (AOAC, 1980).

Analisa Mineral
Sampel pakan/rumput/lainnya ditimbang sebanyak ± 1 g, dimasukkan ke
dalam erlenmeyer ukuran 125 ml/100 ml. HNO 3 sebanyak 5 ml ditambahkan dan
didiamkan selama 1 jam pada suhu ruang di ruang asam. Kemudian dipanaskan di
atas hot plate dengan temperatur rendah selama 4-6 jam (dalam ruang asam) dan

11

dibiarkan semalam (sampel ditutup). Sebanyak 0,4 ml H 2 SO 4 ditambahkan, lalu
dipanaskan di atas hot plate sampai larutan berkurang (lebih pekat), biasanya ± 1
jam. Kemudian ditambahkan 2-3 tetes larutan campuran HClO 4 : HNO 3 (2:1).
Sampel masih tetap di atas hot plate, karena pemanasan terus dilanjutkan sampai ada
perubahan warna dari coklat menjadi kuning tua dan menjadi kuning muda (biasanya
± 1 jam). Setelah ada perubahan warna, pemanasan masih dilanjutkan selama 10-15
menit. Sampel dipindahkan, didinginkan, dan ditambahkan 2 ml aquades dan 0,6 ml
HCl, kemudian dipanaskan kembali agar sampel larut (± 15 menit) dan dimasukkan
ke dalam labu takar 100 ml. Apabila ada endapan disaring dengan glass wool. Hasil
pengabuan basah bisa di analisa menggunakan AAS atau spektrofotometer untuk
analisa berbagai mineral, namun sebelumnya dipreparasi dulu dengan faktor
pengenceran yang dibutuhkan dan penambahan bahan kimia (Cl 3 La.7H 2 O) untuk
menghilangkan ion-ion pengganggu.

Analisis Data
Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) berpola faktorial
dengan dua faktor (2 x 3). Ulangan yang dilakukan sebanyak tiga kali setiap
perlakuan dan semuanya terdiri dari 18 satuan percobaan. Faktor pertama adalah
jenis rumput yang terdiri atas dua jenis yaitu :
R 1 : Pennisetum purpureum Schumach cv Afrika (rumput afrika)
R 2 : Pennisetum purpureum Schumach cv Hawaii (rumput hawaii)
Faktor kedua adalah pengapuran yang terdiri atas tiga taraf yaitu:
D0 : tanpa pemberian dolomit atau 0 ton/ha
D1 : dolomit dengan taraf 12,5 ton/ha
D2 : dolomit dengan taraf 25 ton/ha
Model matematik untuk percobaan dengan rancangan acak lengkap (RAL) faktorial
adalah sebagai berikut :
Y ijk =µ + α i +β j + (αβ) ij + ε ijk
Y ijk = Nilai pengamatan pada satuan percobaan ke-k yang memperoleh
kombinasi perlakuan ij (taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor ke B)
µ

= Nilai tengah populasi

α i = Pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor A (jenis tanaman)

12

β j = Pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor B (pengapuran)
(αβ) ij = Pengaruh interaksi taraf ke-i faktor A dan taraf ke-j faktor B
ε ijk = Pengaruh galat dari satuan percobaan ke-k yang memperoleh kombinasi
perlakuan ij.
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA/ Analysis
of Variance. Apabila berbeda nyata dilakukan uji kontras ortogonal.

13

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengapuran pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan dolomit yang
memiliki 60 mesh. Hasil analisa tanah latosol sebelum diberi dolomit dapat dilihat
pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Analisa Tanah Sebelum Diberi Dolomit.
Jenis

pH

Tanah

H2O

KCl

C-Org N-

P 2 O5

K2O

Al

(%)

Total

Total

Total

(me/100g)

(%)

(mg/100g) (mg/100g)

0,20

170

Tanah
Latosol

5,59

4,77

1,68

2,4

0,03

Ciampea
Keterangan : Hasil Analisa Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Cimanggu
Bogor, 2012.

Terlihat bahwa tanah bersifat masam ditunjukkan dengan pH tanah yang
rendah yaitu 5,59. Sarief (1986) mengatakan bahwa tanah latosol memiliki warna
merah, coklat sampai kekuning-kuningan dan memiliki pH berkisar antara 4,5
sampai 6,5 atau dari masam sampai agak masam. Setelah pemberian dolomit pH
tanah meningkat. Pengukuran pH tanah dilakukan dengan menggunakan pH meter.
Menurut Stevens et al. (2001) untuk mengetahui pH tanah pada kondisi lapang dapat
menggunakan pH meter genggam atau kertas pH. Alat ini dapat digunakan untuk
mengetahui kemasaman dan alkalinitas tanah dengan cepat. Perlakuan dolomit taraf
0 ton/ha memiliki pH berkisar 5,79-6,09, taraf 12,5 ton/ha memiliki pH berkisar
6,61-6,7 dan taraf 25 ton/ha memiliki pH berkisar 6,94-7,28. Artinya pemberian
dolomit dapat meningkatkan pH tanah. Munawar (2011) menyatakan bahwa dolomit
dengan ukuran bahan kapur 60-80 mesh dapat meningkatkan pH tanah yang awalnya
5,0 menjadi 6,2 setelah satu tahun dengan dosis 2 ton/ha.

Tinggi Vertikal Tanaman
Pertumbuhan adalah proses yang dilakukan tanaman pada lingkungan tertentu
untuk menghasilkan kemajuan perkembangan dengan menggunakan faktor
lingkungan seperti CO 2 , unsur-unsur hara, air, dan radiasi matahari. Salah satu ciri

14

dari pertumbuhan tanaman adalah mengetahui tinggi vertikal. Tinggi tanaman
merupakan ukuran tanaman yang sering diamati baik sebagai indikator maupun
parameter, untuk mengukur pengaruh lingkungan atau perlakuan yang diterapkan
(Purnamasari, 2006). Pengamatan tinggi tanaman dan jumlah daun rumput dilakukan
pada minggu ke-3 setelah tanam. Hasil pengamatan tinggi tanaman tertera pada
Gambar 2, yang menunjukkan tinggi tanaman setiap minggu semakin meningkat.

Gambar 2. Perubahan Tinggi Tanaman Rumput Afrika (a) dan Rumput Hawaii (b)
pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit.
Interaksi antar rumput dan perlakuan dolomit pada pengamatan minggu ke
tiga dan ke empat setelah tanam menunjukkan hasil yang berpengaruh nyata
(P0,05). Ini disebabkan
rumput afrika dan hawaii masih tahan terhadap tanah masam (latosol). Hasil
penelitian ini berbeda dengan penelitian Zain (1998) yang memperlihatkan bahwa
peranan kapur nampak sangat dominan dalam mempengaruhi pertumbuhan rumput
gajah mini yang ditanam pada tanah masam.

Gambar 3. Perubahan Jumlah Daun Tanaman Rumput Afrika (a) dan Rumput Hawaii
(b) pada Berbagai Dosis Pemberian Dolomit.
Bobot Segar Daun dan Batang
Rumput gajah (Pennisetum purpureum Schumach) adalah salah satu jenis
hijauan unggul untuk makanan ternak karena berproduksi tinggi dan kualitasnya
baik, dan daya adaptasinya tinggi. Produksi segar rumput gajah jenis hawaii berbulu
di Indonesia mencapai 277 ton/ha/tahun (36 ton/ha/tahun bahan kering) (Sinaga,
2007). Penimbangan bobot segar daun dan batang dilakukan pada saat pemanenan
sedangkan bobot kering dilakukan setelah tanaman dioven 600C. Produksi hijauan
pakan ditunjukkan dengan produksi bahan kering yang diukur dari produksi daun dan
batang (Polakitan dan Kairupan, 2009). Hasil pengamatan bobot segar daun dan
batang rumput afrika dan rumput hawaii tertera pada Tabel 4 dan Tabel 5 sedangkan
17

bobot kering daun dan batang rumput afrika dan rumput hawaii tertera pada Tabel 6
dan Tabel 7. Bobot segar rumput afrika dengan perlakuan dolomit dengan taraf 0
ton/ha, 12,5 ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 448,25, 383,20, dan 405,25
ton/ha/tahun. Bobot segar rumput Hawaii dengan perlakuan dolomit 0 ton/ha, 12,5
ton/ha, dan 25 ton/ha masing-masing yaitu 502,74, 426,51, dan 611,58 ton/ha/tahun.
Hasil ini tergolong kepada hasil yang lebih baik dibanding penelitian Sinaga (2007).
Menurut Sinaga (2007) di Indonesia produksi segar rumput gajah jenis hawaii
berbulu mencapai 277 ton/ha/tahun.
Tabel 4. Bobot Segar Daun Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.
Taraf Dolomit

Jenis Rumput
Rumput Afrika

Rataan

Rumput Hawaii

------------------------------(g/tanaman)-----------------------------D0 (0 ton/ha)

817±262

798±224

808±243

D1 (12,5 ton/ha)

683±109

783±219

733±164

D2 (25 ton/ha)

727±91

900±161

814±126

742±154

827±201

Rataan

Interaksi dolomit dengan rumput tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap
bobot segar daun begitu juga dengan perlakuan antar rumput dan antar ketiga taraf
dolomit (Tabel 4). Begitu juga dengan bobot segar batang. Interaksi dolomit dengan
rumput tidak berpengaruh nyata (P0,05). Hasil ini berbeda dengan penelitian Lugiyo dan
Sumanto (2000) yang memperlihatkan bahwa berat segar rumput hawaii lebih tinggi
dibanding rumput afrika. Penelitian Brown et al., (2008) menyatakan pengapuran
dapat meningkatkan pH tanah namun pengapuran dengan sistem direct seeded (bibit
atau biji langsung) tidak memberi pengaruh terhadap hasil panen.

18

Tabel 5. Bobot Segar Batang Tanaman Rumput Afrika dan Rumput Hawaii.
Taraf Dolomit

Jenis Rumput
Rumput Afrika

Rataan

Rumput Hawaii

-------------------------------(g/tanaman)----------------------------D0 (0 ton/ha)

2283±837

2393±842

2338±839

D1 (