Sintesis Nanokomposit Kaolin/TiO2 Teremban Fe2O3 untuk Adsorpsi-Fotodegradasi Biru Metilena

SINTESIS NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO2 TEREMBAN
Fe2O3 UNTUK ADSORPSI-FOTODEGRADASI
BIRU METILENA

INDRI DWI HANDAYANI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Sintesis Nanokomposit
Kaolin/TiO2 Teremban Fe2O3 untuk Adsorpsi-Fotodegradasi Biru Metilena adalah
benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Indri Dwi Handayyani
NIM G44090078

ABSTRAK
INDRI DWI HANDAYANI. Sintesis Nanokomposit Kaolin/TiO2 Teremban
Fe2O3 untuk Adsorpsi-Fotodegradasi Biru Metilena. Dibimbing oleh SRI
SUGIARTI dan AHMAD SJAHRIZA.
Kaolin merupakan sejenis mineral lempung yang memiliki daya adsorpsi.
Percobaan menunjukkan hasil pengukuran kapasitas adsorpsi kaolin sebesar 20.6
mg/g. Nilai ini lebih rendah dibandingkan zeolit yang umumnya memiliki
kapasitas adsorpsi di atas 100 mg/g. Pencampuran kaolin dengan material lain
membentuk nanokomposit, diharapkan dapat memperbaiki sifat adsorpsinya.
Nanokomposit yang telah disintesis adalah nanokomposit kaolin/TiO2 yang
teremban Fe2O3 menggunakan 2 metode sintesis. Nanokomposit disintesis dengan
metode ball milling dan pasta. Nanokomposit dengan metode ball milling mampu
meningkatkan daya adsorpsi yang lebih tinggi, yaitu 23.6 mg/g. Nanokomposit
kaolin/TiO2 mampu mengadsorpsi sekaligus menguraikan limbah zat warna pada

daerah ultraviolet. Tambahan Fe2O3 pada nanokomposit kaolin/TiO2 mampu
meningkatkan kinerja nanokomposit dengan bereaksi di bawah sinar tampak.
Maka, kinerja nanokomposit kaolin/TiO2 teremban Fe2O3 lebih efektif karena
sinar tampak merupakan bagian terbesar dari sinar matahari.
Kata kunci: adsorpsi, fotodegradasi, kaolin, nanokomposit kaolin/TiO2/Fe2O3.

ABSTRACT
INDRI DWI HANDAYANI. Synthesis of Kaolin/TiO2 nanocomposite with Fe2O3
as Dopant for Adsorption-Photodegradation of Methylene Blue. Supervised by
SRI SUGIARTI and AHMAD SJAHRIZA
Kaolin is a type of clay mineral that has adsorption capacity. The
experiment shows that the adsorption capacity of kaolin was 20.6 mg/g. This
value is lower than zeolite adsorption capacity that in general has value above 100
mg/g. Mixing kaolin with other materials to form nanocomposite, may improve its
adsorption properties.
Nanocomposites that had been synthesized were
kaolin/TiO2 nanocomposites with the addition of Fe2O3 using 2 synthetic methods,
namely using ball milling and paste methods. The nanocomposite synthesized
using ball milling method had higher adsorption capacity value, i.e. 23.6 mg/g.
The nanocomposite of kaolin/ TiO2 was able to adsorb and degrade waste dyes in

ultraviolet range. Furthermore, addition of Fe2O3 to the kaolin/TiO2
nanocomposite improved the performance of the nanocomposite by reacting under
the visible rays. Therefore, the performance of nanocomposite of kaolin/TiO2
added with Fe2O3 was is more effective since visible ray is the major part of the
sun light. .
Keywords: adsorption,
kaolin/TiO2/Fe2O3.

photodegradation,

kaolin,

nanocomposite

of

SINTESIS NANOKOMPOSIT KAOLIN/TiO2 TEREMBAN
Fe2O3 UNTUK ADSORPSI-FOTODEGRADASI
BIRU METILENA


INDRI DWI HANDAYANI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Sintesis Nanokomposit Kaolin/TiO2 Teremban Fe2O3 untuk
Adsorpsi-Fotodegradasi Biru Metilena
Nama
: Indri Dwi Handayani
NIM
: G44090078


Disetujui oleh

Sri Sugiarti, PhD
Pembimbing I

Drs Ahmad Sjahriza
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi
Nama
NIM


Sintesi s _-ano 'omposit KaolinlTi02 Teremban Fe203 untuk
AdsoIpsi-Fotodegradasi Biru Metilena
Indri Dwi Handayani
G440900 c

Disetujui oleh

Sn Sugiarti, PhD
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

0 3 FEB 2014

.セ。ィイゥコ@ セGォ@

Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas

segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 ini ialah
kaolin, dengan judul Sintesis Nanokomposit Kaolin/TiO2 Teremban Fe2O3 untuk
Adsorpsi-Fotodegradasi Biru Metilena.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Sri Sugiarti, PhD dan Bapak Drs
Ahmad Sjahriza selaku pembimbing, dan Bapak Budi Arifin. Di samping itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Shinta Purwasih dan Sara Aisyah Syafira
selaku teman satu tema yang telah membantu selama penelitian dan pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, teman-teman
Puri Fikriyyah (Yulia, Irma, Kania, Yuni, dan Sisil), teman-teman Primagama
Quantumkids (Ka Nabil, Ka aga, Ka Wika, dan lainnya), teman-teman KIMIA 46,
serta seluruh keluarga, atas segala doa dan dukungan semangatnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Indri Dwi Handayani

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Waktu dan Tempat
METODE
Alat dan Bahan
Prosedur Percobaan
HASIL DAN PEMBAHASAN
Nanokomposit Kaolin/TiO2/Fe2O3
Pencirian dengan difraktometer sinar-X (XRD)
Hasil Analisis Scanning Electron Microskop (SEM)
Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit/TiO2
Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit/TiO2/Fe2O3
Sifat Fotokatalis nanokomposit kaolin/TiO2
Sifat fotokatalis nanokomposit kaolin/TiO2/Fe2O3
Penyinaran di bawah sinar tampak
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vii
viii
1
1
2
2
3
3
3
3
4
4
5
8
9
10

11
14
15
18
18
18
18
21
34

DAFTAR GAMBAR

1 Struktur kaolin (Sunardi 2011)
2 Struktur biru metilena (Hang dan Brindley 2006)
3 Pola difraksi XRD kaolin (Benea 2004) (a), TiO2 (Thamapat
2008) (b), dan Fe2O3 (Yue 2007) (c)
4 Reaksi perubahan kaolin menjadi metakaolin
5 Pola difraktogram nanokomposit kaolin/TiO2/Fe2O3
6 Morfologi nanokomposit (a) NKP dan (b) NKP-F
7 Kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2

8 Kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2 dengan Fe2O3
9 Kapasitas adsorpsi optimum
10 Filtrat uji fotokatalisis dibawah sinar UV; a=biru metilena,
b=TiO2, c=Fe2O3, d=nanokomposit NBCa1, e=nanokomposit
NBCa0, dan f=nanokomposit NKP.
11 Spektrum uji fotokatalisis nanokomposit NBCa1 (A),
nanokomposit NBCa0 (B), nanokomposit NKP (C) dengan sinar
UV
12 Endapan hasil uji fotokatalisis dibawah sinar UV; a= biru
metilena, b=TiO2, c=Fe2o3, d= nanokomposit NBCa1, e=
nanokomposit NBCa0, dan f= nanokomposit NKP.
13 Filtrat uji fotokatalisis dibawah sinar UV; a= biru metilena, b=
nanokomposit NBCa1-F, c= nanokomposit NBCa0-F, dan d=
nanokomposit NKP-F.
14 Spektrum uji fotokatalisis nanokomposit NBCa1-F(A1),
nanokomposit NBCa0-F(B1), dan nanokomposit NKP-F(C1)
dengan sinar UV
15 Endapan hasil uji fotokatalisis dibawah sinar UV; a=
nanokomposit NBCa1-F, b= nanokomposit NBCa0-F, dan c=
nanokomposit NKP-F
16 Filtrat uji fotokatalisis; a= biru metilena, b=nanokomposit
NBCa1-F, c= nanokomposit NBCa0-F, dan d= nanokomposit
NKP-F dibawah sinar tampak.
17 Spektrum uji fotokatalisis nanokomposit a=NBCa1-F,
b=nanokomposit NKP-F, dan c= nanokomposit NBCa0-F
dibawah sinar tampak
18 Endapan hasil uji fotokatalisis dibawah sinar tampak; a=
nanokompositNBCa1-F, b=nanokomposit NBCa0-F, dan
c=nanokomposit NKP-F.
19 Spekrum elekromagnetik untuk sinar fotokatalisis (Afrozi 2010)

1
1
6
6
7
8
9
10
11

12

12

13

14

15

15

16

16

17
17

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Lingkup Kerja
Panjang gelombang maksimum biru metilena
Konsentrasi dan absorbans larutan biru metilena pada kurva standar
Kapasitas adsorpsi kaolin
Kapasitas adsorpsi TiO2
Kapasitas adsorpsi Fe2O3
Kapasitas adsorpsi Kaolin - Bahan Pengikat
Kapasitas adsorpsi K:B:T (7:2:1) ball milling (Nanokomposit
NBCa1)
Kapasitas adsorpsi K:T (9:1) ball milling (Nanokomposit NBCa0)
Kapasitas adsorpsi K:B:T (7:2:1) pasta (Nanokomposit NKP)
Kapasitas adsorpsi K:B:T (7:2:1) ball milling/Fe2O3 (Nanokomposit
NBCa1-F)
Kapasitas adsorpsi K:T (9:1) ball milling/Fe2O3 (Nanokomposit
NBCa0-F )
Kapasitas adsorpsi K:B:T (7:2:1) pasta/Fe2O3 (Nanokomposit
NKP-F)

21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kaolin merupakan endapan lempung yang sebagian besar terdiri atas
mineral kaolinit, dengan rumus Al2O3.2SiO2.2H2O. Struktur kaolin berupa lapisan
1:1 dari lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan lapisan hidroksida-Al (lapisan
aluminat) (Gambar 1).

Gambar 1 Struktur kaolin (Sunardi 2011)
Kaolin digunakan dalam industri seperti industri kertas sebagai filler dalam
kertas, bahan campuran keramik, bahan untuk memutihkan dan meningkatkan
kecerahan warna cat, dan sebagai aditif dalam industri kosmetik. Beberapa tahun
terakhir, kaolin juga telah banyak digunakan dalam insektisida, pupuk, dan plastik
(Jalaluddin 2005). Selain itu, kaolin juga dimanfaatkan dalam proses adsorpsi
limbah zat warna industri tekstil. Zat warna yang sering dijerap salah satunya
adalah zat warna biru metilena (Gambar 2).

Gambar 2 Struktur biru metilena (Hang dan Brindley 2006)
Biru metilena merupakan zat warna dasar yang penting dalam proses
pewarnaan kulit, kain mori, kain katun, dan tanin (Hamdaoui and Chiha, 2006).
Pada kenyataannya, kaolin belum banyak digunakan untuk adsorpsi karena daya
adsorpsinya kecil dan zat warna tekstil yang diadsorpsi masih terakumulasi di
dalam adsorben sehingga di kemudian hari berpotensi menimbulkan persoalan
baru. Hal inilah yang menjadi dasar pengolahan kaolin lebih lanjut dengan
modifikasi metode adsorpsi-fotodegradasi.
Metode fotodegradasi dapat menguraikan zat warna menjadi komponenkomponen lebih sederhana yang lebih aman bagi lingkungan (Wijaya 2006).
Proses ini memerlukan bantuan sinar dan semikonduktor sebagai fotokatalis untuk
melangsungkan atau mempercepat transformasi kimia. Sumber sinar yang
digunakan dapat berasal dari matahari atau lampu ultraviolet (UV).
Semikonduktor yang dapat digunakan sebagai fotokatalis dalam metode
fotodegradasi antara lain, TiO2, Fe2O3, SnO2, ZnO, ZnS, CuS, CeO2, ZrO2, dan
WO3 (Khalil 1998).

2
Saat ini, TiO2 lebih banyak digunakan dalam aplikasi fotokatalisis
khususnya pengolahan limbah, karena mempunyai celah pita (band gap/Eg) yang
besar (3.2 eV), stabil terhadap sinar, tidak beracun, oksidasi tinggi, dan tidak larut
dalam kondisi percobaan (Linsebigler 1995). Suatu fotokatalis dengan band gap
yang besar mengindikasikan bahwa bahan tersebut mempunyai fotoaktivitas yang
tinggi (Kunarti 2009).
Nisaa (2011) telah menyintesis nanokomposit kaolin/TiO2 yang dapat
mengadsorpsi sekaligus mendegradasi limbah zat warna biru metilena di bawah
sinar UV yang memiliki panjang gelombang lebih kecil dari sinar tampak. Pada
kenyataannya, sinar tampaklah yang paling banyak terdapat dalam sinar matahari
(50%), sedangkan sinar UV hanya terdapat sekitar 5%. Ketidakmampuan untuk
memanfaatkan sinar tampak telah membatasi efisiensi reaksi fotokatalitik dengan
energi matahari. Hal ini mendasari dibutuhkannya suatu bahan pengemban atau
doping agar proses adsorpsi-fotodegradasi ini dapat berlangsung pada sinar
tampak.
Bahan pengemban atau doping yang ditambahkan ke dalam sistem katalis
dibagi menjadi 2 jenis, yaitu dopan non-logam dan logam. Oksida logam transisi,
misalnya Fe2O3 dengan Eg = 2.2 eV (Wu et al. 2012) telah dilaporkan dapat
berfungsi sebagai semikonduktor fotokatalis sehingga dapat mempercepat reaksi
oksidasi yang diinduksi oleh sinar (Mondestov 1997). Choi et al. (1994)
melaporkan bahwa dopan ion logam dapat memperbesar respons TiO2 terhadap
spektrum sinar tampak. Penelitian Zhang et al. (2010) melaporkan bahwa
penambahan dopan Fe2O3 ke dalam komposit N-TiO2 dapat meningkatkan daya
adsorpsi foton pada rentang panjang gelombang yang lebih lebar.
Pada penelitian ini kaolin yang keberadaannya melimpah di alam digunakan
dalam bentuk nanokomposit dengan TiO2 dan diemban dengan Fe2O3 agar
memiliki sifat fotokatalis yang baik. Adsorben yang dihasilkan diharapkan dapat
mengadsorpsi sekaligus mendegradasi zat warna biru metilena menjadi senyawa
yang aman di lingkungan di bawah sinar tampak.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan menyintesis nanokomposit kaolin/TiO2 dengan
Fe2O3 sebagai pengemban, uji adsorpsi dan uji fotodegradasi nanokomposit
kaolin/TiO2/Fe2O3 terhadap zat warna biru metilena.

Manfaat Penelitian
Nanokomposit kaolin/TiO2 dengan penambahan Fe2O3 sebagai pengemban
memiliki aktivitas fotokatalisis lebih baik yang dapat digunakan pada sinar
tampak dalam mendegradasi limbah zat warna biru metilena.

3
Waktu dan Tempat
Penelitian dilaksanakan pada April sampai Juli 2013 di Laboratorium Kimia
Anorganik, Laboratorium Kimia Organik, dan Laboratorium Biokimia, Balai
Pengujian dan Identifikasi Barang Jakarta, Laboratorium Diklat Kehutanan, dan
Laboratorium Bersama, Institut Pertanian Bogor.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca analitik,
peralatan kaca, oven, ball milling, sentrifuga, lampu biru 14 watt,
spektrofotometer UV-tampak, mikroskop elektron pemayaran (SEM), dan
difraktometer sinar-X (XRD).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini antara lain kaolin dari Bangka
Belitung, serbuk biru metilena, bahan pengikat, serbuk TiO2, serbuk Fe2O3 p.a
Merck, dan kertas aluminium.

Prosedur Percobaan
Sintesis Nanokomposit Kaolin/TiO2 (Nisaa 2011)
Nanokomposit kaolin/TiO2 dibuat dengan metode pasta dengan komposisi
campuran kaolin-bahan pengikat-TiO2 (7:2:1). Campuran dibuat pasta dengan
cara menambahkan akuades, kemudian pasta diaduk hingga homogen dan
dikeringkan pada suhu 100 ºC selama 2 jam. Nanokomposit tersebut kemudian
digerus menjadi bentuk serbuk (nanokomposit NKP). Nanokomposit dengan
komposisi yang sama juga dibuat dengan menggunakan ball milling dengan
kecepatan 300 rpm selama 4 jam (nanokomposit NBCa1). Metode ball milling
yang sama juga digunakan untuk menyintesis nanokomposit kaolin/TiO2 tanpa
bahan pengikat, yaitu campuran kaolin-TiO2 (9:1) (nanokomposit NBCa0). Ketiga
nanokomposit kaolin/TiO2 kemudian dianalisis dengan menggunakan SEM dan
XRD.
Sintesis Nanokomposit Kaolin/TiO2 dengan Fe2O3 sebagai Pengemban (Calle
et al. 2008)
Nanokomposit kaolin/TiO2 tipe NKP, NBCa1, dan NBCa0 ditambahkan
dengan serbuk Fe2O3 dengan nisbah 20:1. Campuran selanjutnya dicampur
dengan menggunakan ball milling pada kecepatan 300 rpm selama 4 jam.
Nanokomposit kaolin/TiO2/Fe2O3 yang terbentuk, berturut-turut dilambangkan
NKP-F, NBCa1-F, dan NBCa0-F dianalisis dengan menggunakan SEM dan XRD.

4
Penentuan Kapasitas Adsorpsi (Nisaa 2011)
Sebanyak 50 mg sampel nanokomposit dimasukkan ke dalam vial kemudian
ditambahkan larutan biru metilena 25, 50, 75, 100, 150, 200, dan 300 mg/L
sebanyak 15 mL. Larutan digojok selama 2 jam, kemudian disentrifugasi selama
15 menit. Konsentrasi supernatan (biru metilena) ditentukan dengan
spektrofotometer UV-tampak pada panjang gelombang maksimum.
Larutan stok biru metilena 1000 mg/L dibuat dengan cara melarutkan 1000
mg serbuk biru metilena dalam air suling dan diencerkan hingga 1 L. Deret
larutan standar dibuat dari larutan tersebut dengan konsentrasi 0.5, 1, 1.5, 2, 2.5,
dan 3 mg/L. Panjang gelombang maksimum ditentukan dengan mengukur serapan
larutan biru metilena dengan spektrofotometer UV-tampak pada rentang 600-700
nm.
Uji Sifat Fotokatalis (Nisaa 2011)
Sebanyak 100 mg nanokomposit dimasukkan ke dalam cawan petri
kemudian ditambahkan 15 mL larutan biru metilena 100 mg/L. Sampel kemudian
diletakkan dalam kotak tertutup dan disinari dengan lampu biru 14 watt dan lampu
UV pada λ = 365 nm. Filtrat sampel dianalisis serapannya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-700 nm. Uji
fotodegradasi nanokomposit juga dilakukan pada kaolin, TiO2, Fe2O3, dan bahan
pengikat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Nanokomposit Kaolin/TiO2/Fe2O3
Nanokomposit kaolin/TiO2 disintesis dengan 2 cara pencampuran secara
fisik, yaitu pasta dan ball milling. Nanokomposit merupakan material padat
multifase dan setiap fase memiliki sedikitnya 1 dimensi dengan ukuran kurang
dari 100 nm (Salim 2010). Hasil sintesis dalam penelitian ini dapat dikatakan
nanokomposit karena salah satu bahan, yaitu TiO2 yang dicampurkan dengan
kaolin berukuran kurang dari 100 nm.
Komposisi TiO2 hanya 10% dari total nanokomposit karena jika lebih dari
itu, nanokomposit akan terurai dalam larutan. Penambahan bahan pengikat
digunakan untuk mengikat kedua bahan agar nanokomposit lebih homogen dan
tidak mudah terurai dalam larutan. Nanokomposit dengan penambahan bahan
pengikat kurang dari 20% akan hancur saat dilarutkan dalam air (Nisaa 2011).
Nanokomposit yang diperoleh dengan metode ball milling terlihat lebih
homogen dan tercampur secara merata dibandingkan dengan metode pasta.
Kecepatan ball milling saat sintesis ialah 300 rpm selama 4 jam. Menurut Alfatah
(2012), pada kecepatan 300 rpm, energi dari ball milling cukup untuk
menghancurkan serbuk menjadi lebih kecil sehingga luas permukaan bertambah
dan dapat meningkatkan daya adsorpsi kaolin.
Nanokomposit kaolin/TiO2 yang ditambahkan Fe2O3 sebagai bahan
pengemban memperlihatkan 3 komponen, yaitu 1 komponen sekstet dan 2

5
komponen doblet. Satu komponen sekstet menunjukkan adanya logam besi atau
hematit yang berasal dari serbuk Fe2O3, sementara 2 komponen doblet dihasilkan
dari Fe2+ dan Fe3+ pada posisi oktahedral. Doblet Fe3+ dapat berasal dari Fe yang
masuk ke dalam struktur TiO2 dan ion Fe2+ yang menempel pada permukaan TiO2
atau besi yang menyebar di seluruh bagian TiO2 (Calle et al 2008). Komposisi
bahan pengemban yang kecil diharapkan mampu meningkatkan sifat
fotodegradasi nanokomposit sehingga dapat bergeser ke arah sinar tampak.

Spektrum XRD
Analisis XRD nanokomposit kaolin/TiO2 dapat mengindetifikasi
terbentuknya nanokomposit dan kristalinitasnya berdasarkan nilai 2θ dan
intensitas puncak-puncak dalam spektrum dari setiap sampel (Kunarti 2009).
Setiap puncak XRD mewakili 1 bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu
dalam sumbu tiga dimensi. Pola difraksi kaolin (Gambar 3a) menunjukkan puncak
khas pada 2θ = 12⁰ dan 24⁰. Spektrum TiO2 murni (Gambar 3b) memiliki puncak
pada 2θ = 25⁰, dan spekrum Fe2O3 murni (Gambar 3c) menunjukkan puncak khas
pada 2θ = 33⁰ dan 48⁰.
.

(a)

(b)

6

(c)
Gambar 3 Pola difraksi XRD kaolin (Benea 2004) (a), TiO2 (Thamapat 2008) (b),
dan Fe2O3 (Yue 2007) (c)
Kristalinitas nanokomposit kaolin/TiO2 hasil metode ball milling dengan
penambahan bahan pengikat (NBCa1) sebesar 88.92%, sedangkan tanpa
penambahan bahan pengikat (NBCa0) sebesar 80.99%, lebih rendah dibandingkan
dengan hasil metode pasta (NKP), yaitu sebesar 90.67%. Ketiga nanokomposit
kaolin/TiO2 mengelami penurunan kristalinitas setelah penambahan Fe2O3 dengan
metode ball milling sebagai bahan pengemban, berturut-turut menjadi 57.92%
untuk NBCa1-F, 50.66% untuk NBCa0-F, dan 74.06% untuk NKP-F. Penurunan
kristalinitas ini disebabkan pada metode ball milling, interaksi mekanik dari
pergerakan bola menghasilkan suhu yang cukup tinggi dan dapat mengubah
struktur nanokomposit.
Pola difraksi XRD nanokomposit NBCa1 dan NBCa1-F (Gambar 5)
memperlihatkan keberadaan kaolin pada 2θ = 12.4⁰, TiO2 pada 2θ = 25.3⁰, dan
bahan pengikat pada 2θ = 29.4⁰. Penggunaan metode ball milling pada
nanokomposit NBCa1-F mengubah struktur kaolin yang ditandai dengan
hilangnya puncak spekrum kaolin pada pola difraksi nanokomposit. Hal ini
disebabkan hancur/rusaknya struktur kaolin menjadi fasa amorf akibat pemanasan
dalam proses ball milling sehingga ikatan Si-O dan Al-O melemah pada mineral
kaolin. Fase amorf terlihat dari intensitas yang rendah dan derajat kristalinitas
yang menurun. Suhu dalam proses ball milling yang dihasilkan diduga mampu
mengubah kaolin menjadi metakaolin.
Menurut Alkan (2005), pada suhu 100-400 ºC terjadi penghilangan berat
yang berkaitan dengan proses predehidrasi, yang merupakan hasil penataan ulang
lapisan. Pertama, terjadi pada gugus OH dipermukaan kemudian pada temperatur
400-800 ºC terjadi proses dehidroksilasi penghilangan gugus OH pada kaolin dan
terjadi pembentukan metakaolin dengan fasa amorf. Reaksi yang terjadi (Sudaryo
2011):

Gambar 4 Reaksi perubahan kaolin menjadi metakaolin
Penambahan bahan pengemban pada nanokomposit NBCa0-F (Gambar 5)
menunjukkan puncak Fe2O3 pada 2θ = 33.1⁰ dan 2θ = 48.0⁰. Ketiadaan bahan
pengikat pada nanokomposit NBCa0-F membuat posisi bahan pengikat dapat

7
ditempati oleh Fe2O3 sehingga porsi untuk Fe2O3 menjadi labih banyak pada
nanokomposit NBCa0-F.
Nanokomposit NKP dengan metode pasta memiliki kristalinitas 90.67%.
Metode pasta mamliki kristalinitas paling besar dibandingkan dengan metode ball
milling. Hal ini terjadi karena tidak adanya pengaruh interaksi mekanik yang
dapat merusak struktur nanokomposit. Pola difraksi nanokomposit NKP dan
NKP-F (Gambar 5) memperlihatkan puncak kaolin pada 2θ = 12.4⁰ dan 2θ =
24.9⁰ sedangkan TiO2 pada 2θ = 25.3⁰. Puncak 2θ = 29.4⁰ pada nanokomposit
NKP menunjukkan adanya kalsium. Adanya kalsium dari bahan pengikat
membuat penambahan Fe2O3 menempati porsi kecil pada nanokomposit NKP-F,
yaitu pada 2θ = 33,1⁰. Hal ini akan mempengaruhi proses penggeseran kearah
sinar tampak. Sesuai dengan persamaan 2d sinθ = nλ, maka semakin besarnya
nilai θ, harga d yang menunjukkan besarnya jarak antar bidang akan semakin kecil.
Ukuran oksida besi dalam komposit lebih kecil dikarenakan pertumbuhan oksida
besi dibatasi oleh matriks silika (Kunarti 2009).

Gambar 5 Pola difraktogram nanokomposit kaolin/TiO2/Fe2O3

8
Penambahan Fe2O3 pada nanokomposit menyebabkan menyatu atau
bergabungnya semua ion Fe pada nanokomposit kaolin/TiO2 dan menggantikan
sebagian posisi nanokomposit tersebut (Nguyen et al. 2011). Fernandez (2012)
menyatakan keberhasilan terlapisinya Fe2O3 pada nanokomposit ditandai dengan
terjadinya pengurangan intensitas dan pergeseran puncak serapan. Intensitas
puncak difraksi yang tidak cukup tinggi disebabkan karena diperolehnya struktur
amorf atau stuktur kristal dengan tingkat keteraturan yang rendah (Toifur 2004).
Dapat dikatakan bahwa intensitas yang rendah pada nanokomposit setelah
penambahan Fe2O3 merubah struktur kaolin menjadi metakaolin yang bersifat
amorf karena pengaruh suhu pada proses ball milling.

Morfologi SEM
Analisis menggunakan SEM dapat memperlihatkan morfologi,
kehomogenan permukaan, dan distribusi partikel pada nanokomposit. Hasil
analisis SEM diujikan pada nanokomposit NKP dan NKP-F (Gambar 6). Hal ini
dimaksudkan untuk melihat perubahan struktur permukaan nanokomposit NKP
dengan metode pasta yang selanjutnya ditambahkan Fe2O3 sebagai pengemban
dengan metode ball milling. Nanokomposit NKP terlihat bongkahan seperti
serabut lembaran warna putih dengan ukuran yang hampir seragam.

(a)
(b)
Gambar 6 Morfologi nanokomposit (a) NKP dan (b) NKP-F
Nanokomposit NKP-F memperlihatkan adanya perubahan struktur karena
adanya pengaruh ball milling. Pada hasil XRD terlihat bahwa kristalinitas
nanokomposit NKP sebesar 90.67% mengalami penurunan kristalinitas menjadi
74.56%. Pada nanokomposit NKP-F terlihat bongkahan-bongkahan yang diduga
adalah oksida-oksida besi yang menempel pada permukaan serabut putih di luar
lapisan nanokomposit NKP. Pembentukan oksida juga mengakibatkan
pembengkakan lapisan nanokomposit yang mengindikasi terbentuknya pilar di
antar lapis nanokomposit (Dhamayanti 2005). Berdasarkan hasil analisis unsur
tersebut dapat dikatakan bahwa proses pilarisasi mengakibatkan peningkatan
konsentrasi besi didalam antarlapis dan juga permukaan nanokomposit. Hal ini
akan berpengaruh pada pergeseran ke arah sinar tampak nanokomposit
kaolin/TiO2 setelah penambahan bahan pengemban Fe2O3.

9
Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit/TiO2

kapasitas adsorpsi (mg/g)

Kapasitas adsorpsi untuk kaolin sebesar 20.6122 mg/g (Lampiran 4).
Adsorpsi kaolin masih terbilang rendah karena bentuk struktur kaolin yang terdiri
atas lapisan 1:1. Pengertian lapisan 1:1 adalah untuk setiap satuan mineral terdiri
atas satu lapisan oksida-Si (lapisan silikat) dan satu lapisan hidroksida-Al (lapisan
aluminat) berikatan kuat sesamanya. Hal ini mengakibatkan kation atau anion dan
molekul air tidak dapat masuk ke lapisan silikat maupun aluminat sehingga
efektivitas penjerapannya terbatas hanya di permukaan saja (Muhdarina dan
Linggawati 2003).
Nilai kapasitas adsorpsi TiO2 sebesar 5.3572 mg/g (Lampiran 5), untuk
Fe2O3 sebesar 1.0244 mg/g (Lampiran 6), dan kaolin/bahan pengikat sebesar
19.4220 mg/g (Lampiran 7). Penurunan kapasitas adsorpsi optimum kaolin setelah
penambahan bahan pengikat mengindikasikan bahwa bahan pengikat dapat
menutupi sebagian permukaan kaolin yang dapat menurunkan daya adsorpsi
kaolin.
Hasil sintesis kaolin dengan TiO2 menyebabkan penurunan daya adsorpsi
dari masing-masing nanokomposit. Kenaikan konsentrasi biru metilena tidak
diikuti dengan kenaikan kapasitas adsorpsi nanokomposit. Kapasitas adsorpsi
maksimum dari nanokomposit NBCa1 sebesar 17.7978 mg/g, nanokomposit
NBCa0 sebesar 17.9938 mg/g, dan nanokomposit NKP sebesar 16.0516 mg/g.
Penurunan kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2 dimungkinkan terjadi
karena TiO2 tidak menyebar secara merata pada permukaan kaolin dan sebagian
dari TiO2 menutupi pori kaolin sehingga memperkecil daya adsorpsi kaolin.
21
19
17
15

Kaolin

13

Nanokomposit NBCa1

11

Nanokomposit NBCa0

9

Nanokomposit NKP

7
5

25 50 75 100 150 200 300
konsentrasi biru metilena (mg/L)
Gambar 7 Kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2
Hasil penentuan kapasitas adsorpsi dari ketiga nanokomposit (Gambar 7)
terlihat bahwa nonokomposit NKP dengan metode pasta memiliki kapasitas
adsorpsi yang paling kecil, yaitu 16.0516 mg/g. Hal ini dapat diartikan bahwa
metode ball milling dapat memperkecil ukuran partikel nanokomposit kaolin/TiO2
sehingga daya adsorpsi dengan biru metilena menjadi lebih baik.
Dalam kajian adsorpsi, waktu kontak yang cukup diperlukan untuk
mencapai kesetimbangan adsorpsi. Jika fase cair yang berisi adsorben dalam

10
keadaan diam, maka difusi adsorbat melalui permukaan adsorben akan lambat dan
merupakan tahap penentu kecepatan adsorpsi sehingga diperlukan penggojokan
untuk mempercepat proses adsorpsi. Kecepatan penggojokan diperlukan dalam
adsorpsi karena berpengaruh pada kecepatan interaksi antara adsorbat dengan
adsorben.

Kapasitas Adsorpsi Nanokomposit/TiO2/Fe2O3
Penambahan Fe2O3 sebagai bahan pengemban dengan metode ball milling
pada kecepatan 300 rpm selama 4 jam pada nanokomposit mampu meningkatkan
daya adsorpsi melebihi daya adsorpsi kaolin maupun nanokomposit kaolin/TiO2
(Gambar 8). Kapasitas adsorpsi optimum nanokomposit NBCa1-F sebesar
20.5822 mg/g, nanokomposit NBCa0-F sebesar 23.6588 mg/g, dan nanokomposit
NKP-F sebesar 22.1804 mg/g.

kapasitas adsorpsi (mg/g)

26
24
22
20
18
16

Nanokomposit NBCa1-F

14

Nanokomposit NBCa0-F

12

Nanokomposit NKP-F

10
8
6

25
50
75 100 150 200 300
konsentrasi biru metilena (mg/L)
Gambar 8 Kapasitas adsorpsi nanokomposit kaolin/TiO2 dengan Fe2O3
Berdasarkan nilai kapasitas adsorpsi (Gambar 8), nanokomposit NBCa0-F
dengan metode ball milling memiliki daya adsorpsi paling tinggi. Nilai kapasitas
adsorpsi ini terkait dengan hasil XRD nanokomposit NBCa0-F dengan
keberadaan Fe2O3 yang menempati porsi yang lebih besar karena ketiadaan bahan
pengikat sehingga tidak ada bahan lain yang menutupi pori nanokomposit yang
dapat menurunkan daya adsorpsi.
Perbedaan metode pasta dengan ball milling dapat terlihat dari hasil daya
adsorpsi masing-masing nanokomposit. Pada Gambar 9 terlihat bahwa metode
ball milling memiliki kapasitas adsorpsi yang tinggi. Hal ini disebabkan karena
pada metode ball milling dapat menghasilkan campuran nanokomposit secara
lebih homogen dan dapat memperkecil ukuran partikel sehingga mampu
mengadsorpsi zat warna biru metilena lebih tinggi, yaitu sebesar 23.6588 mg/g
pada nanokomposit NBCa0-F.

11

24
22
20
18
16

Adsorpsi optimum

14

Gambar 9 Kapasitas adsorpsi optimum
Keterkaitan kapasitas adsorpsi dengan hasil SEM terlihat pada luas
permukaan spesifik dan volume total pori yang bertambah, oleh karena proses
pembentukan oksida besi di dalam antarlapis dan permukaan nanokomposit.
Dengan pertambahan ukuran pori ini, adsorpsi biru metilena lebih efektif dan
fotodegradasi yang terjadi lebih efektif juga.

Sifat Fotokatalis Nanokomposit Kaolin/TiO2
Pada penelitian ini dilakukan uji sifat fotokatalisis dari nanokomposit
perpaduan antara kaolin yang memiliki daya adsorpsi dengan kemampuan TiO2
dalam menguraikan zat warna sehingga nanokomposit kaolin/TiO2 ini mampu
mengadsorpsi sekaligus menguraikannya menjadi komponen-komponen yang
lebih sederhana dan aman bagi lingkungan. Uji sifat fotokatalis dilakukan di
bawah penyinaran lampu UV pada panjang gelombang 365 nm dan penyinaran di
bawah sinar tampak menggunakan lampu biru.
Konsentrasi larutan biru metilena yang digunakan sebesar 100 mg/L dengan
lama penyinaran 6 jam. Semakin lama waktu penyinaran, maka waktu kontak
antara biru metilena dengan nanokomposit semakin lama. Hal ini akan
meningkatkan efektivitas proses fotodegradasi nanokomposit.
Filtrat hasil penyinaran selama 6 jam memperlihatkan warna biru yang
lebih pudar dibandingkan warna biru metilena (Gambar 10). Filtrat kemudian
diukur spektrumnya dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 200-700 nm. Puncak spektrum serapan biru metilena berada pada λ =
664,5 nm. Serapan spektrum ketiga nanokomposit NBCa1, NBCa0, NKP
(Gambar 11) berada dibawah puncak biru metilena yang menandakan telah
berkurangnya keberadaan biru metilena di dalam filtrat nanokomposit.

12

Gambar 10 Filtrat uji fotokatalisis di bawah sinar UV; a = biru metilena, b = TiO2,
c = Fe2O3, d = nanokomposit NBCa1, e = nanokomposit NBCa0, dan
f = nanokomposit NKP.

Gambar 11 Spektrum uji fotokatalisis nanokomposit NBCa1 (A), nanokomposit
NBCa0 (B), nanokomposit NKP (C) dengan sinar UV
Nanokomposit NBCa0 (Gambar 11) mengalami penurunan puncak serapan
biru metilena paling tinggi dibandingkan NBCa1 dan NKP. Hal ini sesuai dengan
tingginya nilai kapasitas adsorpsi pada nanokomposit NBCa0. Dilihat dari
komposisi nanokomposit NBCa0 tanpa bahan pengikat memungkinkan tidak
adanya bahan lain selain kaolin dan TiO2 yang dapat menghambat proses adsorpsi
nonokomposit tersebut.
Menurut Wijaya (2006) reaksi fotodegradasi terkatalisis pada sampel
nanokomposit memerlukan empat komponen yaitu, sumber sinar (foton) dari sinar
UV dan sinar tampak, senyawa target berupa zat warna biru metilena, oksigen
sebagai penangkap elektron, dan fotokatalis nanokomposit kaolin/TiO2. Fase
anatase pada TiO2 dikenal sebagai kristal yang paling reaktif terhadap sinar.
Anatase memiliki aktivitas fotokatalitik terbaik, eksitasi elektron ke pita konduksi
dapat dengan mudah terjadi apabila kristal ini dikenai sinar dengan energi yang
lebih besar dari pada celah energinya (Setiawati 2006).
Proses fotodegradasi zat warna biru metilena terjadi ketika TiO2 yang
berada dalam nanokomposit dikenai sinar UV sehingga terjadi eksitasi elektron

13
dari pita valensi ke pita konduksi yang akan menghasilkan elektron (e-cb) dan
menyebabkan adanya kekosongan atau hole (h+vb) (Wijaya et al. 2006).
Selanjutnya, hole (h+vb) akan bereaksi dengan air yang akan membentuk radikal
hidroksida logam (HO●) sebagai oksidator kuat untuk mengoksidasi biru metilena.
Elektron (e-cb) pada permukaan semikonduktor dapat terjebak dalam hidroksida
logam dan bereaksi dengan O2 akan menghasilkan radikal superoksida (O2-●)
sebagai reduktor yang akan mereduksi biru metilena di dalam larutan. Radikalradikal ini akan terus-menerus terbentuk selama biru metilena masih dikenai sinar
ultraviolet dan selama itu pula radikal-radikal tersebut akan menyerang biru
metilena di permukaan katalis (Nogueira et al. 1993). Mekanisme reaksi yang
terjadi pada proses fotodegradasi dengan TiO2 adalah sebagai berikut:
TiO2 + UVTiO2 (e- cb + h+ vb)
TiO2 (h+) + H2O TiO2 + HO● + H+
TiO2 (e-) + O2 TiO2 + O2-*
zat warna + O2 -● produk degradasi
Hasil fotodegradasi tidak hanya terlihat dari warna filtrat dan spektrum hasil
spektrofotometer UV-Vis yang diujikan setelah penyinaran dibawah sinar UV.
Cara lain yang dilakukan untuk melihat hasil degradasi dari nanokomposit terlihat
dari warna endapan yang dihasilkan. Perubahan warna pada endapan setelah
dilakukan penyinaran dibawah sinar UV dapat dijadikan salah satu indikator
terjadinya fotodegradasi.
Endapan berwarna biru menunjukkan bahwa nanokomposit hanya
mengalami adsorpsi, sedangkan bila endapan berwarna putih maka nanokomposit
tidak hanya mengalami adsorpsi tetapi sekaligus mengalami fotodegradasi.
Endapan yang terjadi pada TiO2, Fe2O3, dan nanokomposit NBCa1, NBCa0, NKP
(Gambar 12) terlihat warna biru yang lebih memudar dari larutan biru metilena
yang menandakan bahwa nanokomposit mengalami proses adsorpsi. Endapan
warna putih terlihat dalam jumlah yang sangat kecil menandakan nanokomposit
mengalami fotodegradasi yang rendah pada konsentrasi 100 ppm dibawah sinar
UV.

Gambar 12 Endapan hasil uji fotokatalisis dibawah sinar UV; a = biru metilena,
b = TiO2, c = Fe2o3, d = nanokomposit NBCa1, e = nanokomposit
NBCa0, dan f = nanokomposit NKP.

14

Sifat Fotokatalis Nanokomposit Kaolin/TiO2/Fe2O3
Penambahan Fe2O3 sebagai bahan pengemban pada nanokomposit juga
dilakukan uji fotokatalisis dibawah penyinaran lampu UV selam 6 jam. Filtrat
yang dihasilkan (Gambar 13) terlihat memiliki warna biru yang semakin memudar
dari warna larutan biru metilena.dapat dikatakan bahwa keberadaan biru metilena
pada nanokomposit NBCa1-F, NBCa0-F, dan NKP-F sudah jauh menurun
dibawah sinar UV.

Gambar 13 Filtrat uji fotokatalisis di bawah sinar UV; a = biru metilena, b=
nanokomposit NBCa1-F, c = nanokomposit NBCa0-F, dan d=
nanokomposit NKP-F.
Filtrat kemudian dilihat spektrumnya dengan spektrofotometer UV-Vis.
Nanokomposit NBCa0-F (Gambar 14) mengalami penurunan puncak biru
metilena paling tinggi dibandingkan nanokomposit NBCa1-F dan NKP-F dibawah
sinar ultraviolet. Hasil ini juga terkait dengan besarnya kapasitas adsorpsi pada
nanokomposit NBCa0-F. Tidak hanya dilihat dari warna filtrat dan puncak
spektrum yang dihasilkan, tetapi juga dilihat dari warna endapannya. Endapan
nanokomposit NBCa1-F, NBCa0-F, dan NKP-F menunjukkan endapan warna
biru kemerahan dengan sangat sedikit endapan warna putih (Gambar 15). Warna
kemerahan merupakan warna dari Fe2O3. Hal ini menunjukkan nanokomposit
setelah ditambah bahan penempa mengalami adsorpsi biru metilena yang tinggi
dengan sedikit proses fotodegradasi. Hal ini dimungkinkan terjadi karena
konsentrasi biru metilena yang tinggi, yaitu pada 100 ppm sehingga dapat
diartikan bahwa nanokomposit dapat mengalami fotodegradasi yang lebih banyak
pada konsentrasi dibawah 100 ppm.

15

Gambar

14

Spektrum uji fotokatalisis nanokomposit NBCa1-F (A1),
nanokomposit NBCa0-F (B1), dan nanokomposit NKP-F (C1)
dengan sinar UV

Gambar 15 Endapan hasil uji fotokatalisis dibawah sinar UV; a = nanokomposit
NBCa1-F, b = nanokomposit NBCa0-F, dan c = nanokomposit NKP-F
Hasil penelitian menunjukkan bahwa efektivitas fotodegradasi terkatalisis
nanokomposit kaolin/TiO2 dengan penambahan Fe2O3 lebih tinggi dibandingkan
dengan nanokomposit kaolin/TiO2. Hal ini menunjukkan terdispersinya oksida
besi dalam silika pada nanokomposit. Dengan oksida besi yang terdispersi dalam
nanokomposit maka ukuran oksida besi lebih kecil atau luas permukaannya lebih
besar daripada oksida besi tanpa nanokomposit. Hal ini berpengaruh dalam
peningkatan fotoaktivitas.
Menurut Kunarti (2009), Fe2O3 mudah mengalami fotoreduksi yang
berakibat pada pelarutan oksida yang menyebabkan larutan menjadi keruh
sehingga mengganggu proses penyerapan sinar oleh fotokatalis. Pencegahan
pelarutan dapat dilakukan dengan cara mengombinasikan oksida besi dengan
matriks seperti kaolin dengan membuatnya menjadi komposit oksida besi-silika.

Penyinaran Di bawah Sinar Tampak
Penambahan Fe2O3 pada nanokomposit kaolin/TiO2 dilakukan pengujian
dibawah sinar tampak dengan menggunakan lampu biru selama 6 jam dengan
konsentrasi biru metilena sebesar 100 ppm. Filtrat yang dihasilkan menunjukkan
warna biru metilena yang semakin pudar (Gambar 16). Filtrat kemudian diukur

16
serapannya dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 200-700
nm. Spektrum serapan yang dihasilkan dibawah sinar tampak berada dibawah
serapan biru metilena.
Spekrum serapan nanokomposit (Gambar 17) menunjukkan aktivitas
dibawah sinar tampak memiliki aktivitas fotokatalis yang baik yaitu spekrum
nanokomposit telah menurun jauh dari spekrum biru metilena. Nanokomposit
NBCa0-F memiliki aktivitas fotokatalis yang paling baik. Hasil ini terkait dengan
data XRD dimana porsi Fe2O3 lebih besar memungkinkan Fe2O3 banyak berperan
dalam pergeseran ke arah sinar tampak. Hasil serapan biru metilena kemudian
dibandingkan antara perlakuan dibawah sinar UV (Gambar 14) dan sinar tampak
(Gambar 17). Terlihat bahwa aktivitas nanokomposit di bawah sinar UV lebih
besar dibandingkan dibawah sinar tampak.

Gambar 16 Filtrat uji fotokatalisis; a = biru metilena, b = nanokomposit NBCa1-F,
c = nanokomposit NBCa0-F, dan d = nanokomposit NKP-F dibawah
sinar tampak.

BM

a
b
c

Gambar 17 Spektrum uji fotokatalisis nanokomposit a = NBCa1-F, b =
nanokomposit NKP-F, dan c = nanokomposit NBCa0-F dibawah
sinar tampak
Hasil fotodegradasi untuk nanokomposit kaolin/TiO2/Fe2O3 dapat dilihat
dari endapan. Endapan yang dihasilkan dari nanokomposit NBCa1-F, NBCa0-F,

17
dan NKP-F (Gambar 18) menunjukkan warna biru kemerahan. Hasil endapan
yang dihasilkan dapat diartikan bahwa nanokomposit mampu mengadsorpsi biru
metilena tetapi tidak mengalami proses fotodegradasi dibawah sinar tampak pada
konsentrasi biru metilena 100 ppm. Hal ini dapat diartikan bahwa nanokomposit
NBCa1-F, NBCa0-F, dan NKP-F mampu bereaksi di bawah sinar tampak yaitu
mampu bereaksi pada panjang gelombang yang lebih besar dengan energi yang
lebih kecil.

Gambar 18 Endapan hasil uji fotokatalisis dibawah sinar tampak; a =
nanokompositNBCa1-F, b = nanokomposit NBCa0-F, dan c =
nanokomposit NKP-F.
Sinar tampak adalah sebagian dari spektrum gelombang elektromagnet
yang mempunyai panjang gelombang antara 400-800 nm (Gambar 19). Panjang
gelombang yang berbeda-beda diinterpretasikan oleh otak manusia sebagai warna,
dengan merah adalah panjang gelombang terpanjang (frekuensi paling rendah)
hingga ke violet dengan panjang gelombang terpendek (frekuensi paling tinggi).
Sinar dengan panjang gelombang di bawah 400 nm dan di atas 800 nm tidak dapat
dilihat manusia dan disebut ultraviolet pada batas panjang gelombang pendek dan
inframerah pada batas panjang gelombang terpanjang (Dewi 2006). Sinar tampak
(380-780) nm, seperti yang dapat dilihat pada spektrum elektromagnetik,
menyatakan gelombang pada daerah sempit yang terletak di antara ultraviolet
(UV) dan inframerah. Pada daerah inilah panjang gelombang tersebut dapat
ditangkap oleh mata manusia dan direpresentasikan dalam bentuk warna. Selain
itu, sinar tampak merupakan sinar yang keberadaannya paling banyak pada
matahari. Salah satu sumber sinar tampak yang digunakan adalah lampu biru
dengan kisaran panjang gelombang 492-455 nm (Ardy et al. 2007).

Gambar 19 Spekrum elekromagnetik untuk sinar fotokatalisis (Afrozi 2010)
Nguyen (2011) melaporkan doping ion logam terhadap TiO2 menyebabkan
tumpang tindih orbital d Ti dari TiO2 dan orbital d dari logam doping

18
menyebabkan penyempitan band gap. Fe2O3 menyebabkan formasi dasar yang
baru mendekat ke pita konduksi. Hal ini terjadi karena penambahan bahan
pengemban Fe2O3 membuat struktur TiO2 anatase dapat berespon terhadap sinar
tampak dengan memperkecil band gap. Oleh karena itu, doping oleh ion besi
sangat meningkatkan aktivitas fotokatalisis di daerah sinar tampak. Nanokomposit
kaolin/TiO2/Fe2O3 mampu mengadsorpsi biru metilena dengan baik dibawah
sinar tampak tetapi tidak diikuti dengan kemampuan mendegradasi biru metilena.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Nanokomposit kaolin/TiO2 dengan penambahan Fe2O3 sebagai bahan
pengemban berhasil disintesis menggunakan metode ball milling dan metode
pasta. Hal ini didukung dengan adanya puncak spekrum kaolin, TiO2, Fe2O3, dan
bahan pengikat pada pola difraksi XRD. Kapasitas adsorpsi optimum pada kaolin
sebesar 20.61 mg/g. Nanokomposit kaolin/TiO2/Fe2O3 menggunakan metode ball
milling mampu meningkatkan daya adsorpsi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 23.66
mg/g. Hasil fotodegradasi nanokomposit NBCa1-F, NBCa0-F, NKP mampu
mengadsorpsi biru metilena dengan sangat baik tetapi proses fotodegradasinya
yang masih rendah pada konsentrasi 100 ppm dibawah sinar ultraviolet.
Penggunaan lampu biru pada uji fotokatalisis berhasil membuat nanokomposit
kaolin/TiO2/Fe2O3 bereaksi di bawah sinar tampak.

Saran
Metode ball milling dapat dijadikan metode dalam mensistesis suatu
nanokomposit karena dapat meningkatkan kapasitas adsorpsi. Diperlukan adanya
variasi penambahan massa Fe2O3 sebagai bahan pengemban agar dihasilkan massa
optimum yang dapat meningkatkan sifat fotodegradasi ke arah sinar tampak.

DAFTAR PUSTAKA
Akbar AG, Widyastuti. 2012. Pengaruh variasi penambahan Ni pada Mg dan
variasi kecepatan milling dengan metode mechanical alloying terhadap
sifat absorpsi dan desorpsi Mg sebagai material penyimpan hydrogen.
Jurnal Teknik Material dan Metalurgi POMITS. 1(1):1-4.
Alkan, M., C. Hopa, Z Yilmas H, dan Guler. 2005. The effect alkali
concentration and solid/liquid ratio on the hydrothermal synthesis of

19
zeolite NaA from natural kaolinite. Microporous and Mesoporous
Materials 86:176-184.
Ardi F, Suseno JE, Sofyan F. 2007. Pembuatan perangkat lunak untuk
menentukan panjang gelombang berdasarkan spekrum cahaya tampak
dengan metode jaringan syaraf tiruan menggunakan matlab 7.0 [catatan
penelitian]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Benea M, Gorea M. 2004. Mineralogy and technological properties of some
kaolin types used in the ceramic industry. Geologia. XLIX:33-39.
Calle AM, Sanchez LC, Arboleda JD, Beltran JJ, Barrero CA, Osorio J, Nomura
K. 2008. Mixtures of iron and anatase TiO2 by mechanical alloying.
Microelectronics Journal. 39:1322–1323. www.elseiver.com/locate/mejo.
Choi WY, Termin A, Hoffmann MR. 1994. The role of metal ion dopants in
quantumsized TiO2 correlation between photoreactivity and charge
carrier recombination dynamics. Journal Phys Chem. 84:13669–13679.
Dewi LA, Purwanto A, Kuswanto H. 2006. Pergeseran spektrum pada filamen
lampu wolfram. Di dalam: [nama editor tidak diketahui], editor. Seminar
Nasional MIPA;
2006 Agu 01; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta
(ID): UNY Press. hlm 1-10.
Dhamayanti Y, Karna W, Tahir I. 2005. Fotodegradasi zat warna methyl orange
menggunakan Fe2O3-montmorillonit dan sinar ultraviolet. Di dalam:
[nama editor tidak diketahui], editor. Seminar
Nasional DIES ke 50
FMIPA UGM; 2005 Sept 17; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID):
UGM Press. hlm 1-8.
Fernandez BR. 2012. Sintesis, pelapisan dan stabilitas senyawa oksida besi
oleh silika dan aplikasinya untuk amobilisasi protein [catatan penelitian].
Padang (ID): Pascasarjana Universitas Andalas.
Jalaluddin, Jamaludin T. 2005. Pemanfaatan kaolin sebagai bahan baku
pembuatan aluminium sulfat dengan metode adsorpsi. Jurnal Sistem
Teknik Industri. 6:5.
Hamdaoui O, Chiha M, 2006, Removal of methylene blue from aqueous
solutions by wheat bran. Acta Chim. 54:407–418.
Hang PT, Brindley GW. 2006. Methylene blue absorption by clay minerals
determination of surface areas and cation exchange capacities (clayorganic studies XVIII). J. Clay Minerals. 18:203-212.
Khalil LB, Mourad WE, Rophael MW. 1998. Photocatalytic reduction of
environmental pollutans Cr(VI) over some semiconductor under
uv/visible light illumination. Appl Catal B:Environ. 173:267- 273.
Kunarti ES, Wahyuni ET, Hermawan FE. 2009. Pengujian aktivitas
komposit Fe2O3-SiO2 sebagai fotokatalis pada fotodegradasi 4klorofenol. Jurnal Manusia dan Lingkungan. 16(1):54-64.
Linsebigler, Amy L. 1995. Photocatalysis on TiO2 surface: principle,
mechanism, and selected result. Chemistry Revolusion. 95:735-758.
Muhdarina, Linggawati A. 2003. Pilarisasi kaolinit alam untuk meningkatkan
kapasitas tukar kation. J Natur Indo. 6:20-23.
Mondestov A, Blezer V, Marjasin I, Lev O. 1997. Photocatalytic degradation of
clorinated phenoxyacetic acids by a new bouyant titania-exfoliated
graphite composite photocatalysist. J Phys Chem. 101:4623-4629.

20
Nogueira RFP, Jardim WF. 1993. Photodegradation of methlene blue using
solar light and semikonduktor (TiO2). J Chem Edu. 70(10):861-862.
Nguyen VN, Nguyen NKT, Nguyen PH. 2011. Hydrothermal synthesis of Fedoped TiO2 nanostructure photocatalyst. Adv Nat Sci: Nanosci.
Nanotechnol. 2:1-4.doi:10.1088/2043-6262/2/3/035014.
Nisaa Shofwatun. 2011. Adsorpsi Biru Metilena pada Kaolin dan Nanokomposit
Kaolin/TiO2 serta Uji Sifat Fotokatalisis [skripsi]. Bogor(ID): Institut
Pertanian Bogor.
Salim AA. 2010. Sintesis dan karakterisasi katalis nanokomposit berbasis titania
untuk produksi hidrogen dari gliserol dan air [tesis]. Depok (ID):
Universitas Indonesia.
Setiawati TS, Amalia IS, Sulistioso GS, Wisnu AA. 2006. Sintesis lapisan tipis
TiO2 dan analisis sifat fotokatalisnya. Indonesian Journal of Materials
Science. Edisi Khusus Oktober:141 – 146.
Sunardi, Irawati U, Wianto T. 20011. Karakterisasi kaolin lokal Kalimantan
Selatan hasil kalsinasi. Jurnal Fisika FLUX. 8 (1):59-65.
Thamaphat K, Pichet L, Boonlaer N. Phase characterization of TiO2 powder by
XRD and TEM. Kasetsart Journal Natural Science. 42(5).
Toifur Muhammad, Prayoto, Abraha Kamsul, dan Ridwan. 2004. Penghalusan
kurva latar data spekrum XRD lapisan tipis Ni80Fe20. Prosiding of the
First Jogja Regional Physics Conference.
Wijaya Karna, Sugiharto, Fatimah, Sudiono, Kurniyasih. 2006. Utilisasi TiO2zeolit dan sinar UV untuk fotodegradasi zat warna congo red.
Berkala MIPA. 16(3).
Wu HC, Li SH, Lin SW. 2012. Effect of Fe concentration on Fe-doped anatase
TiO2 from GGA + U calculations. Internatioanl Journal of Photoenergy.
2012: 1-6.doi:10.1155/2012/frame,823498.
Yue W, Wuzong Z. 2007. Porous Crystals of Cubic metal oxides template
by
cage-containing mesoporous Silica. J Mater Chem. This journal is (c) The
Royal Society of Chemistry 2007.
Zhang J, Wu Y, Xing M, Leghari SAK, Sajjad S. 2010. Development of
modified N doped TiO2 photocatalyst with metals, nonmetals and metal
oxides.
Energy
Environmental
Science.
3:715-726.
doi:10.1039/B927575D.

21
Lampiran 1 Lingkup Kerja
Kaolin, TiO2, Fe2O3,
dan Bahan Pengikat
XRD dan SEM
Nanokomposit
Kaolin/TiO2
XRD dan SEM

Sintesis Nanokomposit
Kaolin/TiO2 dengan
Fe2O3
XRD dan SEM
Penentuan Kapasitas
Adsorpsi

Uji Fotokatalis

22
Lampiran 2 Panjang gelombang maksimum biru metilena

Panjang
gelombang
(nm)
660
660,5
661
661,5
662
662,5
663
663,5
664
664,5
665
665,5
666
666,5
667
667,5
668
668,5
669

Absorbansi
0,068
0,068
0,069
0,069
0,069
0,07
0,07
0,07
0,07
0,07
0,07
0,07
0,07
0,069
0,069
0,069
0,068
0,068
0,067

23
Lampiran 3 Konsentrasi dan absorbans larutan biru metilena pada kurva standar
Sample
std 1
std 2
std 3
std 4
std 5
std 6

Type
Standard
Standard
Standard
Standard
Standard
Standard

Konsentrasi
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0

Absorbans
0,052
0,102
0,163
0,219
0,281
0,341

0,4
y = 0,1165x - 0,0108
R² = 0,9991

0,35

Absorbans

0,3
0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0,0

0,5

1,0

1,5

2,0

2,5

3,0

Konsentrasi (mg/L)

Gambar Kurva standar zat warna biru metilena

3,5

24
Lampiran 4 Kapasitas adsorpsi kaolin

0.160
0.189
0.314
0.305
0.097
0.075
0.158
0.183
0.186
0.191
0.305
0.287
0.256

Kons.
Hit. [Ce]
(mg/L)
1.46757
1.71669
2.79048
2.71317
0.92638
0.73739
1.45039
1.66515
1.69092
1.73387
2.71317
2.55854
2.29224

0.270

2.41251

Massa
(gram)

Absorbans

25
25
50
50
75
75
100
100
150
150
200
200
300

0.0508
0.0506
0.0503
0.0506
0.0504
0.0506
0.0501
0.0501
0.0503
0.0503
0.0500
0.0505
0.0501

300

0.0502

Kapasitas Adsorpsi (mg/g)

Co
(mg/L)

fp
(x)

Ce*fp
(mg/L)

Co-Ce
(mg/L)

Q
(mg/g)

0
1.4676
0
1.7167
0
2.7905
0
2.7132
10
9.2638
10
7.3739
20 29.0078
20 33.3030
50 84.5460
50 86.6936
50 135.6584
50 127.9272
100 229.2243

23.5324
23.2833
47.2095
47.2868
65.7362
67.6261
70.9922
66.6970
65.4540
63.3064
64.3416
72.0728
70.7757

6.9486
6.9022
14.0784
14.0178
19.5643
20.0473
21.2551
19.9692
19.5191
18.8787
19.3025
21.4078
21.1903

100 241.2508

58.7492

17.5546

25,0000
20,0000
15,0000
10,0000
5,0000
0,0000
0

100

200

300

Konsentrasi Awal (mg/L)

Contoh perhitungan:
�=[
=[

� � −� ∗

= ,

,

− ,
/

]�
]�

Keterangan :
Co : Konsentrasi awal larutan biru metilena (mg/L)
Ce : Konsentrasi akhir larutan biru metilena (mg/L)
V : Volume larutan (mL)
Q : Kapasitas adsorpsi (mg/g)

400

Rerata Q
(mg/g)
6.9254
14.0481
19.8058
20.6122
19.1989
20.3551
19.3724

25
Lampiran 5 Kapasitas adsorpsi TiO2
fp
(x)

Ce*fp
(mg/L)

Co-Ce
(mg/L)

Q (mg/g)

0.120
0.107
0.169
0.182
0.139
0.139
0.097
0.098
0.160
0.163
0.226
0.224
0.176

Kons. Hit.
[Ce]
(mg/L)
1.12396
1.01228
1.54488
1.65656
1.28717
1.28717
0.92638
0.93497
1.46757
1.49334
2.03453
2.01735
1.60502

10
10
20
20
50
50
100
100
100
100
100
100
200

11.2396
10.1228
30.8977
33.1312
64.3587
64.3587
92.6381
93.4971
146.7572
149.3342
203.4533
201.7352
321.0034

13.7604
14.8772
19.1023
16.8688
10.6413
10.6413
7.3619
6.5029
3.2428
0.6658
-3.4533
-1.7352
-21.0034

4.0954
4.4631
5.6740
5.0405
3.1483
3.1545
2.1781
1.9354
0.9632
0.1977
-1.0278
-0.5144
-6.2759

0.175

1.59643

200

319.853

-19.2853

-5.7511

Co
(mg/L)

Massa
(gram)

Absorbans

25
25
50
50
75
75
100
100
150
150
200
200
300

0.0504
0.0500
0.0505
0.0502
0.0507
0.0506
0.0507
0.0504
0.0505
0.0505
0.0504
0.0506
0.0502

300

0.0503

Kapasitas Adsorpsi
(mg/g)

10